Semiotika KOMUNIKASI

41
Semiotika KOMUNIKASI Sebuah Pengantar oleh Anggoro Santoso, M.Ikom

Transcript of Semiotika KOMUNIKASI

SemiotikaKOMUNIKASISebuah Pengantar oleh Anggoro  Santoso,  M.Ikom

• Menarik untuk dipelajari.• Mencakup wilayah kajian seluruh disiplin ilmu• Dunia kita penuh dengan “semiotika”• Hidup kita dekat dengan “semiotika”• Orang  Indonesia  harusnya menyukai Semiotika

SemiotikaMenarik dan Asik

Semiotika?Apa itu

Semiotika merupakan sebuah model  ilmu pengetahuan sosial dalam memahami dunia sebagaisystem  hubungan yang  memiliki unit  dasar yang  disebut “tanda”.  

Semiotika berasal dari kata  yunani,  semeion yang  berarti tanda.  

Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang  dapat mewakili sesuatu yang  lain  atas dasarkonvensi social. (Umberto  Eco:  1976;  16).  

Semiotika?Apa itu

Semiotika adalah ilmu yang  mempelajari tentang TANDA.

TANDA  =  Sesuatu FotoGambar

FilmBudayaFashion

Gaya  HidupCara  bicara

HewanTumbuhan

AbstrakKonkritDst….

Thing,  Entity

Segala SesuatuYang  mempunyai makna (meaning)

TANDA ARTI  /  MAKNA

sesuatu

Apa makna pada gambar ini?Apa yg terkesan?

Tanda =  Sesuatu

Sesuatu dapat bermakna karena adarelasi dari unsur tanda di  dalamtotalitas.

Semiotika Struktural

SemiotikaDi sekitar kita…

SemiotikaDi sekitar kita…

Jika semiotika dimaksudkan sebagai ilmu tanda,  ini berarti mempelajari semiotika sama jugadengan mempelajari tentang berbagai tanda.

Tanda itu sebenarnya bertebaran di  mana-­‐mana,  disekujur tubuh kita,  ketika kita berkata,  tersenyum,  menangis dan diam.  Kita  banyak memproduksi tanda.

Ilmu Semiotika kita pelajari untuk menambah wawasan dan mampu memahami tanda sebagaiinstrument  penting dalam berkomunikasi.  Bidang pekerjaan yg membutuhkan pengetahuansemiotika antara lain  :

Media,  Film,  Seni,  Desain,  Sastra dsb.

Semiotika?Untuk apa kita belajar

Zaman Kuno Abad  Pertengahan Masa  renaissance zaman Modern

Pada zaman kuno adabeberapa ahli semiotika yang  dikenal,  antara lain  :Plato  (427-­‐347  SM)Aristoteles (384-­‐322  SM),  kaum Stoic  (300-­‐200  SM),  dan kaum Epicureans  (300  SM-­‐abad pertama Masehi).

Menurut  Plato,  semiotika  adalah  tanda-­‐tanda  verbal  alami  atau  yang  bersifat  konvensional  di  antara  masyarakat  tertentu,  hanyalah  berupa  representasi  tidak  sempurna  dari  sebuah  ide.

Kajian  tentang  kata-­‐kata  tidak  mengungkap  hakikat  objek  yang  sebenarnya  karena  dunia  gagasan  tidak  berkaitan  erat  dari  representasinya  yang  berbentuk  kata-­‐kata,  dan  pengetahuan  yang  dimediasi  oleh  tanda-­‐tanda  bersifat  tidak  langsung dan  lebih  rendah  mutunya  dari  pengetahuan  yang  langsung.  

Semiotika  menurut  Aristoteles  adalah  tanda-­‐tanda  yang  ditulis  berupa  lambang  dari  apa  yang  diucapkan,  bunyi  yang  diucapkan  adalah  tanda  dan  lambang  dari  gambaran  atau  impresi  mental.  Gambaran  atau  impresi  mental  adalah  kemiripan  dari  objek  yang  sebenarnya,  dan  gambaran  mental  tentang  kejadian  atau  objek  sama  bagi  semua  manusia  tetapi  ujaran  tidak.

Sejarah Perkembangan Semiotika

Abad  Pertengahan Zaman renaissance

Pada  abad  pertengahan,  perkembangan  filsafat  bahasa  menuju  pada  dua  arah,  yaitu  dengan  ditentukannya  gramatika sebagai  pilar  pendidikan  bahasa  Latin  serta  bahasa  Latin  sebagai  titik  pusat  seluruh  pendidikan  ;  sistem  pemikiran  dan  pendidikan  filosofis  pada  saat  itu  sangat  akrab  dengan  Teologi,  maka  analisis  filosofis  diungkapkan  melalui  analisis  bahasa.

Pada  masaRenaissancekeberadaan  teori  mengenai  tanda  tidak  mengalami  inovasi  yang  berarti.Hal  ini  dikarenakan  bahwa  sebagian  besar  penelitian  mengenai  semiotika  masih  merupakan  bagian  dari  perkembangan  linguistik  pada  masa  sebelumnya.

Zaman Modern

Pada  zaman  modern,  menurut  Zoest  (1991:1),  ada  dua  tokoh  yang  dikenal  sebagai  bapak  semiotik  modern,  yaitu  Charles  Sanders  Peirce  (1839-­‐1914)  dan  Ferdinand  de  Saussure  (1857-­‐1913).

SemiotikaTokoh-tokoh

SemiotikaTokoh-tokoh

Ferdinand  de  Saussure (1857-­‐1913)Saussure  merupakan  ahli  linguistik.  Menurutnya  bahasa  dipelajari  sebagai  sistem  tanda.  Menurut  Saussure,  tanda  merupakan  gabungan  antara  penanda  dan  petanda.

Dalam teori ini semiotik dibagi menjadidua bagian (dikotomi)  yaitu penanda(signifier)  dan pertanda (signified).  

Penanda dilihat sebagai bentuk/wujudfisik dapat dikenal melalui wujud karyaarsitektur.

Petanda dilihat sebagai makna yang  terungkap melalui konsep,  fungsidan/atau nilai-­‐nlai yang  terkandungdidalam karya arsitektur.  Eksistensisemiotika Saussure  adalah relasi antarapenanda dan petanda berdasarkankonvensi,  biasa disebut dengansignifikasi.  Semiotika signifikasi adalahsistem tanda yang  mempelajari relasielemen tanda dalam sebuah sistemberdasarkan aturan atau konvensitertentu.  Kesepakatan sosial diperlukanuntuk dapat memaknai tanda tersebut.

PETANDA

PENANDA

kursi signifikasi

Menurut Saussure,  tanda terdiri dari:  Bunyi-­‐bunyian dan gambar,  disebutsignifier  atau penanda,  dan konsep-­‐konsepdari bunyi-­‐bunyian dan gambar,  disebutsignified  atau petanda.

Relasi antara penanda dan petanda berdasarkankonvensi,  biasa disebut dengan signifikasi.  Semiotika signifikasi adalah sistem tanda yang  mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuahsistem berdasarkan aturan atau konvensitertentu.  Kesepakatan sosial diperlukan untukdapat memaknai tanda tersebut.  

Kusir – kuncir – kumis  – KURSI – Kurus – Kasur  -­‐ Kasir

Konsesus – konvensi social  -­‐ kesepakatan

Kusir – kuncir – kumis  – KURSI – Kurus – Kasur  -­‐ Kasir

Konsesus – konvensi social  -­‐ kesepakatan

Prnsip Different  :  Segala Sesuatu,  bermakna apabila ada perbedaan

Relasi Substansi

BMWMobil  Kelas Atas

Toyota  KijangMobil  KelasMenengah

EspassMobil  Kelas bawah

Prnsip Different  :  Segala Sesuatu,  bermakna apabila ada perbedaan

Charles  Sanders  Peirce  (1839-­‐1914)Peirce  merupakan  seorang  ahli  filsafat  atau  logika.  Istilah  semiotika  dia  munculkan  sebagai  padanan  kata  untuk  logika.  Menurut  Peirce  logika  mempelajari  cara  bernalar  dan  sesuai  dengan  hipotesisnya,  penalaran  dilakukan  melalui  tanda-­‐tanda.  

Peirce  mengemukakan teori segitiga makna atau triangle  meaning  yang  terdiri dari tiga elemen utama,  yakni tanda (sign),  object,  daninterpretant.  

Tanda adalah sesuatu yang  berbentuk fisik yang  dapat ditangkap olehpanca indera manusia dan merupakan sesuatu yang  merujuk(merepresentasikan)  hal lain  di  luar tanda itu sendiri.

Contoh:  Saat seorang gadis mengenakan hijab,  maka gadis itu sedangmengomunikasi mengenai dirinya kepada orang  lain  yang  bisa jadimemaknainya sebagai simbol keislaman/alim.  Begitu pula  ketika Nadia  Saphira muncul di  film  Coklat Strowberi dengan akting dan penampilanfisiknya yang  memikat,  para  penonton bisa saja memaknainya sebagaiicon  wanita muda cantik dan menggairahkan.  

Ikon (tanda yang  muncul dari perwakilan fisik)Indeks (tanda yang  muncul dari hubungan sebab-­‐akibat).  Simbol (tanda yang  muncul dari kesepakatan)

Berdasarkan Objeknya Peirce  membagi tanda atas :

Tanda  dengan  objek

Ikon  (serupa) Foto/Gambar

Indeks  (sebab  akibat) asap  dan  api

Simbol  (kesepakatan) bendera

Roland  Barthes  (1915  – 1980)Tokoh yang  selanjutnya adalah Roland  Barthes.  Barthes  menjadi tokoh yang  begitu identik dengan kajian semiotik.  Pemikiran semiotik Barthes  bisadikatakan paling  banyak digunakan dalam penelitian.  Konsep pemikiranBarthes  terhadap semiotik terkenal dengan konsep mythologies  atau mitos.  Sebagai penerus dari pemikiran Saussure,  Roland  Barthes  menekankaninteraksi antara teks dengan pengalaman personal  dan kultural penggunanya,  interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang  dialami dandiharapkan oleh penggunanya.  (Kriyantono,  2007  :  268).  

Konsep pemikiran Barthes  yang  operasional ini dikenal dengan TatananPertandaan (Order  of  Signification).  Secara sederhana,  kajian semiotikBarthes  bisa dijabarkan sebagai berikut :

DENOTATIFKONOTATIF

DenotasiDenotasi merupakan makna sesungguhnya,  atau sebuah fenomena yang  tampak dengan panca indera,  ataubisa juga disebut deskripsi dasar.  Contohnya adalah MARLBORO

KonotasiKonotasi merupakan makna-­‐makna kultural yang  muncul atau bisa juga disebut makna yang  muncul karenaadanya konstruksi budaya sehingga ada sebuah pergeseran,  tetapi tetap melekat pada simbol atau tandatersebut.  Contoh adalah Marlboro  merupakan rokok para  pria macho,  pria sejati yang  suka tantangan danberpetualang.

Dua aspek kajian dari Barthes  di  atas merupakan kajian utama dalam meneliti mengenai semiotik.  Kemudian Barthes  juga menyertakan aspek mitos,  yaitu di  mana ketika aspek konotasi menjadi pemikiranpopuler di  masyarakat,  maka mitos telah terbentuk terhadap tanda tersebut.  Pemikiran Barthes  inilah yang  dianggap paling  operasional sehingga sering digunakan dalam penelitian.

Yang  lebih menarik ialah definisi tanda menurut Umberto  Eco.  Menurut Eco  tanda adalah segala sesuatu yang  dapat digunakan untuk berbohong.  Definisi yang  menarik,  kan?  Andaikan pacar Anda berkata,  "Aku sayang banget sama kamu."  Kalimat itu mungkin ungkapan hati yang  jujur,  tapi bisa juga itu cuma rayuan

gombal alias  bo'ong besar.  Sebagai sebuah tanda,  kalimat tadi bisa dipakai untuk berbohong.

Jacques  Derrida  ,  filosof yang  berasal dari aljazair ini,  menjalanikehidupannnya dalam fase peralihan dari era  modern  pada era  postmodern,  dan dari era  strukturalisme ke era  post  strukturalisme.  

Pada era  Posmodern,  Derrida  digolongkan sebagai seorang filosof yang  mana pemikiran-­‐pemikirannya terkait dengan bidang sastra danlinguistik.  Melalui pemikirannya ini ia berupaya untuk mampumelampaui bahasa dengan cara mendekonstruksi gambaran-­‐gambarandunia,  misalnya mengenai Tuhan,  diri,  makna,  tujuan,  kebenaran,  dunianyata,  dan lain  sebagainya.  Bahkan pemikirannya ini cenderung padaanti  gambaran dunia.  

Dari  sinilah maka kita mengenal pemikirannya yang  populer mengenaiteori dekonstruksi.  

Adapun tujuan dari metode dekonstruksi adalah sebagai berikut:Menunjukkan ketidakberhasilan upaya penghadiran kebenaran absolut.Menelanjangi agenda  tersembunyi yang  mengandung banyakkelemahan dan kepincangan di  balik teks-­‐teks.

PERANAN  SEMIOTIKA  DALAM  KEHIDUPAN  Pemersatu (integritas)  dalamKomunitas

Mengembangkan Ilmu Pengetahuan,  Teknologi,  Seni dan Budaya

Agama

Sebagai Instrumen Komunikasi yang  sangat vitalDst…

APLIKASI  SEMIOTIKA  KOMUNIKASI1. Media2. Komunikasi

Periklanan3. Tanda Non  Verbal4. Komik,  5. Film,  6. Sastra dan Musik

Makna???

Bandingkan dengan yang  ini…!

Cara  pembacaan dengan dekonstruksi dapat digunakan terhadap novel-­‐novel  pada umumnya.  Disini penulis mengambil contoh cara pembacaan dengan dekonstruksi pada novel  Siti Nurbaya.

Pada umumnya pembaca beranggapan bahwa Samsul Bahri merupakan tokoh protagonis yang  hero,  tokoh putih,  sedang Datuk  Maringgih merupakan tokoh antagonis yang  serbajahat,  tokoh hitam.  Melalui cara dekonstruksi,  keadaan itu justru akan terbalik.

Samsul Bahri bukanlah seorang pemuda hero,  melainkan seorang pemuda cengeng dan berperasaan nasionalisme sempit.  Hanya karena kegagalan cintanya terhadap seoranggadis (  yang  kemudian ternyata sudah janda),  ia lupa akan dirinya:  putus asa dan bunuh diri.  Hal  itu menunjukkan secara mental,  ia bukanlah seorang pemuda yang  kuat.  Setelahternyata usaha bunuh dirinya gagal juga,  ia memutuska masuk serdadu kompeni.  Belakangan,  ketika di  daerah Sumatra  Barat,  yang  merupakan tanah kelahirannya terjadipemberontakan karena masalah blasting,  ia ditugaskan untuk menumpas pemberontakan itu.  Dengan bersemangat,  ia berangkat ke medan tempur karena sekaligus bermaksudmembalas dendam terhadap Datuk  Maringgih yang  menjadi biang keladi kegagalan cintanya.  Apapun alasannya hal itu berarti ia memerangi bangsanya sendiri dan justru berdiri di  pihak membela kepentingan penjajah.

Dilihat dari dekonstruksi Jaus,  yaitu yang  mempertimbangkan aspek historis yang  berwujud “sejarah”  tanggapan pembaca dari masa  ke masa,  perbuatan Samsul Bahri dewasa ini,  sesuai dengan konteks sosial yang  ada,  justru dapat ditanggapai sebagai perbuatan menghianat bangsa.  Terhadap bangsa sendiri ia sampai hati untuk memeranginya,  semata-­‐matadidorong oleh motivasi pribadi.  Ia sama sekali bukan seorang pahlawan,  bahkan bukan pahlawan cinta sekalipun.

Datuk  Maringgih,  di  pihak lain,  walau dia diakui banyak orang  sebagai tokoh jahat,  bandot tua yang  doyan perempuan namun hal ini pun  yang  menganggapnya baik,  misalnya iajustru dipandang sebagai pahlawan cinta seperti dalam nyanyian kelompok bimbo  justru dapat dipandang sebagai tokoh yang  kuat dan berdimensi baik.  Dialah yang  menjadi salahseorang tokoh yang  menggerakkan pemberontakkan terhadap penjajah Belanda itu,  walau hal itu dilakukan terutama juga karena motivasi pribadi:  dia yang  paling  banyak kenapajak.  Apapun motivasinya,  ia menjadi tokoh pemberontak.  Artinya,  dia adalah tokoh pejuang bangsa,  yang  seberapa pun  kecil andilnya,  bermaksud mengenyahkan penjajah daribumi Indonesia.  Dengan demikian,  justru dialah yang  “berhak”  disebut pahlawan dan bukannya Samsul Bahri.

Ahmad  Maulana dan Halimah,  dalam novel  Siti Nurbaya itu,  hanya merupakan tokoh pinggiran yang  umumnya dianggap kurang penting.  Namun,  jika dipahami betul pesan-­‐pesanpenting yang  ingin disampaikan lewat novel  itu,  akan terlihat kedua tokoh itu sebenarnya amat berperan.  Dengan perbincangannya dengan Nurbaya,  Ahmad  Maulana inilah yang  mengungkapkan kejelekan-­‐kejelekan perkawinan poligami yang  sebenarnya lebih baik menyengsarakan wanita dan anak-­‐anaknya.  Sikap dan pandangan hidup Nurbaya,  sebenarnya,  banyak dipengaruhi oleh sikap dan pandangan hidup kedua tokoh tersebut.

Inila contoh pembacaan sastra dengan dekonstruksi.  Pemahaman dan keyakinan yang  telah dikonvensional selama ini diruntuhkan dengan teori ini,  dimana posisi dan kondisi yang  telah dikonvensionalkan itu berubah menjadi bertolak belakang.

TANDATanda-­‐tanda adalah perangkat yang  kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di  dunia ini (Sobur,  2004:15).  Tanda ini bisa tampil dalam bentuk sederhana seperti kata,  atau dalam bentuk kompleks sepertinovel  atau acara siaran radio  (Danesi,  2010:27).  

Aristoteles (384-­‐322  SM)  telah meletakkan dasar-­‐dasar teori penandaan yang  sampai sekarang masihmenjadi dasar.  Ia mendefinisikan tanda sebagai yang  tersusun atas tiga dimensi:  (1)  bagian fisik dari tandaitu sendiri (suara yang  membentuk kata  seperti “komputer”);  (2)  referen yang  dipakai untuk menarikperhatian (satu jenis alat tertentu);  (3)  pembangkitan makna (yang  diisyarakatkan oleh referen baik secarapsikologis maupun sosial.  

Sebagaimana dalam konteks semiotika,  semua hal ini disebut sebagai (1)  ‘penanda’,  (2)  ‘petanda’,  dan (3)  ‘signifikasi’  (Danesi,  2010:34).  

Terdapat dua pendekatan penting yang  berkenaan dengan tanda,  yakni pendekatan yang  dicetuskan olehFerdinand  de  Saussure  dan pendekatan yang  dicetuskan oleh Charles  Sanders  Peirce.  Menurut Saussure,  tanda merupakan wujud konkret dari citra bunyi dan sering diidentifikasi sebagai penanda,  sedangkankonsep-­‐konsep dari bunyi-­‐bunyian atau gambar,  disebut sebagai petanda.  

Dapat dikatakan,  di  dalam tanda terungkap citra bunyi ataupun konsep sebagai dua komponen yang  takterpisahkan.  Hubungan penanda dan petanda juga bersifat arbitrer (bebas),  baik secara kebetulanmaupun ditetapkan (Sobur,  2004:32).  Mengapa suatu objek diberi nama ‘komputer’  untukmengidentifikasikan sebuah benda mirip televisi yang  memiliki kemampuan mengolah data,  hal ini dapatdisebut sebagai sebuah sifat arbitraris .

Selain itu,  Saussure  juga melihat tanda sebagai sebuah ‘gejala biner’,  yaitu bentuk yang  tersusun atas duabagian yang  saling terkait satu sama lain,  yakni penanda (signifier)  yang  berguna untuk menjelaskan ‘bentuk’  dan ‘ekspresi’  dan petanda (signified)  yang  berguna untuk menjelaskan ‘konsep’  atau ‘makna’.  Hubunganantara keberadaan fisik tanda dan konsep atau makna tersebut dinamakan dengan signification.  Dalammencermati hubungan pertandaan ini,  Saussure  menegaskan bahwa diperlukan semacam konvensi sosialuntuk mengatur pengkombinasian tanda dan maknanya.  

PETANDA

PENANDA

KOMPUTER  (signifikasi)

Pendekatan yang  kedua,  yang  dicetuskan oleh Charles  Sanders  Peirce,  bermakna kurang lebih sama.  DalamDanesi (2010:36),  ia mengartikan tanda sebagai yang  terdiri atas representamen (sesuatu yang  melakukanrepresentasi)  yang  merujuk ke objek (yang  menjadi perhatian representamen),  membangkitkan arti yang  disebut sebagai interpretant (apapun artinya bagi seseorang dalam konteks tertentu).  Hubungan antaraketiganya bersifat dinamis,  dengan yang  satu menyarankan yang  lain  dalam pola siklis.  

Bagi Peirce,  tanda “is  something  which  stands  to  somebody  for  something  in  some  respect  or  capacity.” Sesuatuyang  digunakan agar  tanda bisa berfungsi,  oleh Peirce  disebut ground.  

Konsekuensinya,  tanda selalu terdapat dalam hubungan triadik,  yakni ground,  object, dan interpretant.  Atas dasarhubungan ini,  Peirce  mengadakan klasifikasi tanda.  

Tanda yang  dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign,  sinsign, dan legisign.  

Qualisign adalah tanda yang  menjadi tanda berdasarkan sifatnya.  Misalnya sifat warna merah adalah qualisign,  karena dapat dipakai tanda untuk menunjuk-­‐kan cinta,  bahaya,  atau larangan.

Sinsign (singular  sign)  adalah tanda-­‐tanda yang  menjadi tanda berdasarkan bentuk atau rupanya di  dalamkenyataan.  Semua ucapan yang  bersifat individual  bisa merupakan sinsign.  Misalnya suatu jeritan,  dapat berartiheran,  senang,  atau kesakitan.  Seseorang dapat dikenali dari caranya berjalan,  caranya tertawa,  nada  suara dancaranya berdehem.  Kesemuanya itu adalah sinsign.  Suatu metafora walaupun hanya sekali dipakai dapat menjadisinsign.  Setiap sinsign mengandung sifat sehingga juga mengandung qualisign.  Sinsign dapat berupa tanda tanpaberdasarkan kode.

Legisign adalah tanda yang  menjadi tanda berdasarkan suatu peraturan yang  berlaku umum,  suatu konvensi,  suatukode.  Semua tanda-­‐tanda bahasa adalah legisign,  sebab bahasa adalah kode,  setiap legisign mengandung di  dalamnya suatu sinsign,  suatu second  yang  menghubungkan dengan third,  yakni suatu peraturan yang  berlakuumum,  maka legisign sendiri adalah suatu thirdness.

Tanda  dengan  objek

Ikon  (serupa) Foto/Gambar

Indeks  (sebab  akibat) asap  dan  api

Simbol  (kesepakatan) bendera

Berdasarkan objeknya,  Peirce  membagi tanda atas icon (ikon),  index  (indeks),  dan symbol (simbol).  Ikon adalahtanda yang  hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah.  Atau dengan kata  lain,  ikon adalah hubungan hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang  bersifat kemiripan;  misalnya,  potret dan peta.  Indeks adalah tanda yang  menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petandayang  bersifat kausal atau hubungan sebab akibat,  atau tanda yang  langsung mengacu pada kenyataan.  Contohyang  paling  jelas ialah asap  sebagai tanda adanya api.  Tanda dapat pula  mengacu ke denotatum melaluikonvensi.  Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang  biasa disebut simbol.  Jadi,  simbol adalah tandayang  menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya.  Hubungan di  antaranya bersifatarbriter atau semena,  hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian)  masyarakat.

Berdasarkan interpretant,  tanda (sign,  representamen)  dibagi atas rheme,  dicent sign atau dicisign danargument.  Rheme adalah tanda yang  memungkinkan orang  menafsirkan berdasarkan pilihan.  Misalnya,  orang  yang  merah matanya dapat saja menandakan bahwa orang  itu baru menangis,  atau menderitapenyakit mata,  atau mata dimasuki insekta,  atau baru bangun,  atau ingin tidur.  Dicent sign atau dicisignadalah tanda sesuai kenyataan.  Misalnya,  jika pada suatu jalan sering terjadi kecelakaan,  maka di  tepijalan dipasang rambu lalu lintas yang  menyatakan bahwa di  situ  sering terjadi kecelakaan.  Argumentadalah tanda yang  langsung memberikan alasan tentang sesuatu (Sobur,  2006:  41-­‐42).

Berdasarkan berbagai klasifikasi tersebut,  Peirce  membagi tanda menjadi sepuluh jenis(Sobur,  2006:  42-­‐43)  :

1. Qualisign,  yakni kualitas sejauh yang  dimiliki tanda.  kata  keras menunjukkan kualitas tanda.  misalnya,  suaranya keras yang  menandakan orang  itu marah atau ada sesuatu yang  diinginkan.

2. Inconic Sinsign,  yakni tanda yang  memperlihatkan kemiripan.  Contoh:  foto,  diagram,  peta,  dan tandabaca.

3. Rhematic Indexical  Sinsign, yakni tanda berdasarkan pengalaman langsung,  yang  secara langsung menarikperhatian karena kehadirannya disebabkan oleh sesuatu.  Contoh:  pantai yang  sering merenggut nyawaorang  yang  mandi di  situ  akan dipasang bendera bergambar tengkorak yang  bermakna,  dilarang mandi di  sini.

4. Dicent Sinsign,  yakni tanda yang  memberikan informasi tentang sesuatu.  Misalnya,  tanda larangan yang  terdapat di  pintu masuk sebuah kantor.

5. Iconic  Legisign,  yakni tanda yang  menginformasikan norma atau hukum.  Misalnya,  rambu lalu lintas.6. Rhematic Indexical  Legisign,  yakni tanda yang  mengacu kepada objek tertentu,  misalnya kata  ganti

penunjuk.  Seseorang bertanya,  “Mana buku itu?”  dan dijawab,  “Itu!”7. Dicent Indexical  Legisign,  yakni tanda yang  bermakna informasi dan menunjuk subyek informasi.  Tanda

berupa lampu merah yang  berputar-­‐putar di  atas mobil ambulans menandakan ada orang  sakit atau orang  yang  celaka yang  tengah dilarikan ke rumah sakit.

8. Rhematic Symbol  atau Symbolic  Rheme,  yakni tanda yang  dihubungkan dengan objeknyamelalui asosiasi ide  umum.  Misalnya,  kita melihat gambar harimau.  Lantas kita katakan,  harimau.  Mengapa kita katakan demikian,  karena ada asosiasi antara gambar denganbenda atau hewan yang  kita lihat yang  namanya harimau.

9. Dicent Symbol  atau Proposition  (porposisi) adalah tanda yang  langsung meghubungkandengan objek melalui asosiasi dalam otak.  Kalau seseorang berkata,  “Pergi!”  penafsiran kitalangsung berasosiasi pada otak,  dan sertamerta kita pergi.  Padahal proposisi yang  kitadengar hanya kata.  Kata-­‐kata  yang  kita gunakan yang  membentuk kalimat,  semuanyaadalah proposisi yang  mengandung makna yang  berasosiasi di  dalam otak.  Otak secaraotomatis dan cepat menafsirkan proposisi itu,  dan seseorang secara otomatis dan cepatmenafsirkan proposisi itu,  dan seseorang segera menetapkan pilihan atau sikap.

10. Argument,  yakni tanda yang  merupakan iferens seseorang terhadap sesuatu berdasarkanalasan tertentu.  Seseorang berkata,  “Gelap.”  Orang  itu berkata gelap sebab ia menilairuang itu cocok dikatakan gelap.  Dengan demikian argumen merupakan tanda yang  berisipenilaian atau alasan,  mengapa seseorang berkata begitu.  Tentu saja penilaian tersebutmengandung kebenaran.

Tanda terdapat di  mana-­‐mana,  kata,  demikianpula  gerak isyarat tubuh,  lampu lalu lintas,  bendera,  warna,  dan sebagainya dapat pula  menjadi tanda.  Semua hal dapat menjadi tanda,  sejauh seseorang menafsirkannya sebagai sesuatuyang  menandai suatu objek yang  merujuk padaatau mewakili sesuatu yang  lain  di  luarnya.  

Kita  menafsirkan sesuatu sebagai tanda umumnyasecara tidak sadar dengan menghubungkannyadengan suatu sistem yang  kita kenal hasil konvensisosial di  sekitar kita.  Tidak semua suara,  gerakan,  kata,  isyarat bisa menjadi tanda,  namun haltersebut bisa menjadi tanda ketika ia diberi maknatertentu.  

Sebuah definisi unik dan penuh makna pernah diusulkan oleh seorang penulis dan pakar semiotikakontemporer,  yakni Umberto  Eco.  Ia mendefinisikan semiotika sebagai sebuah disiplin yang  mengkaji segalasesuatu yang  dpat digunakan untuk berbohong (Eco,  2009:7).  Meski terkesan bermain-­‐main  dantidak serius,  ini merupakan definisi yang  cukup mendalam karena ternyata kita memiliki kemampuan untukmerepresentasikan dunia dengan cara apa pun  yang  kita inginkan melalui tanda-­‐tanda,  pun  dengan cara-­‐carapenuh dusta atau yang  menyesatkan (Danesi,  2010:33).  

Dapat kita katakan,  semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.  Yang  menjadidasar dari semiotika adalah konsep tentang tanda:  tak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang  tersusunoleh tanda-­‐tanda,  melainkan dunia itu sendiri pun–sejauh terkait dengan pikiran manusia–seluruhnya terdiriatas tanda-­‐tanda karena,  jika tidak begitu,  manusia tidak akan bisa menjalin hubungannya dengan realitas.  Bahasa  itu sendiri merupakan sistem tanda yang  paling  fundamental  bagi manusia,  sedangkan tanda-­‐tandanonverbal  seperti gerak-­‐gerik,  bentuk-­‐bentuk pakaian,  serta beraneka praktik sosial konvensional lainnya,  dapat dipandang sebagai sejenis bahasa yang  tersusun dari tanda-­‐tanda bermakna yang  dikomunikasikanberdasarkan relasi-­‐relasi (Sobur,  2004:13).  

Ferdinand  Saussure  yakin bahwa semiotika dapat digunakan untuk menganalisis sejumlah besar “sistemtanda”,  dan bahwa tak ada alasan tidak bisa diterapkan pada bentuk media  atau bentuk kultural apa pun.  

Semiotka adalah sebentuk hermeneutika–yaitu nama klasik untuk studi mengenai penafsiran sastra.  Iatermasuk salah satu metode yang  paling  interpretatif dalam menganalisis teks,  dan keberhasilan maupunkegagalannya sebagai sebuah metode bersandar pada seberapa baik peneliti mampu mengartikulasikankasus yang  mereka kaji (Danesi,  2010:76).  

Ada  dua jenis kajian semiotika,  yakni semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi (Eco,  2009:8).  Yang  pertama menekan kan pada pada kajian tentang produksi tanda yang  salah satu di  antaranyamengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi,  yaitu pengirim,  penerima kode (sistem tanda),  pesan,  saluran komunikasi,  dan acuan (hal yang  dibicarakan).  Sedangkan yang  kedua memberikanpenekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu.

Pada kajian yang  kedua,  tidak dipersoalkan adanya tujuan berkomunikasi.  Sebaliknya,  yang  diutamakanadalah segi pemahaman suatu tanda sehingga proses  kognisinya pada penerima tanda lebih diperhatikandaripada proses  komunikasinya.