Semiotika KOMUNIKASI
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
Transcript of Semiotika KOMUNIKASI
• Menarik untuk dipelajari.• Mencakup wilayah kajian seluruh disiplin ilmu• Dunia kita penuh dengan “semiotika”• Hidup kita dekat dengan “semiotika”• Orang Indonesia harusnya menyukai Semiotika
SemiotikaMenarik dan Asik
Semiotika?Apa itu
Semiotika merupakan sebuah model ilmu pengetahuan sosial dalam memahami dunia sebagaisystem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut “tanda”.
Semiotika berasal dari kata yunani, semeion yang berarti tanda.
Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain atas dasarkonvensi social. (Umberto Eco: 1976; 16).
Semiotika?Apa itu
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang TANDA.
TANDA = Sesuatu FotoGambar
FilmBudayaFashion
Gaya HidupCara bicara
HewanTumbuhan
AbstrakKonkritDst….
Thing, Entity
Segala SesuatuYang mempunyai makna (meaning)
Tanda = Sesuatu
Sesuatu dapat bermakna karena adarelasi dari unsur tanda di dalamtotalitas.
Semiotika Struktural
Jika semiotika dimaksudkan sebagai ilmu tanda, ini berarti mempelajari semiotika sama jugadengan mempelajari tentang berbagai tanda.
Tanda itu sebenarnya bertebaran di mana-‐mana, disekujur tubuh kita, ketika kita berkata, tersenyum, menangis dan diam. Kita banyak memproduksi tanda.
Ilmu Semiotika kita pelajari untuk menambah wawasan dan mampu memahami tanda sebagaiinstrument penting dalam berkomunikasi. Bidang pekerjaan yg membutuhkan pengetahuansemiotika antara lain :
Media, Film, Seni, Desain, Sastra dsb.
Semiotika?Untuk apa kita belajar
Zaman Kuno Abad Pertengahan Masa renaissance zaman Modern
Pada zaman kuno adabeberapa ahli semiotika yang dikenal, antara lain :Plato (427-‐347 SM)Aristoteles (384-‐322 SM), kaum Stoic (300-‐200 SM), dan kaum Epicureans (300 SM-‐abad pertama Masehi).
Menurut Plato, semiotika adalah tanda-‐tanda verbal alami atau yang bersifat konvensional di antara masyarakat tertentu, hanyalah berupa representasi tidak sempurna dari sebuah ide.
Kajian tentang kata-‐kata tidak mengungkap hakikat objek yang sebenarnya karena dunia gagasan tidak berkaitan erat dari representasinya yang berbentuk kata-‐kata, dan pengetahuan yang dimediasi oleh tanda-‐tanda bersifat tidak langsung dan lebih rendah mutunya dari pengetahuan yang langsung.
Semiotika menurut Aristoteles adalah tanda-‐tanda yang ditulis berupa lambang dari apa yang diucapkan, bunyi yang diucapkan adalah tanda dan lambang dari gambaran atau impresi mental. Gambaran atau impresi mental adalah kemiripan dari objek yang sebenarnya, dan gambaran mental tentang kejadian atau objek sama bagi semua manusia tetapi ujaran tidak.
Sejarah Perkembangan Semiotika
Abad Pertengahan Zaman renaissance
Pada abad pertengahan, perkembangan filsafat bahasa menuju pada dua arah, yaitu dengan ditentukannya gramatika sebagai pilar pendidikan bahasa Latin serta bahasa Latin sebagai titik pusat seluruh pendidikan ; sistem pemikiran dan pendidikan filosofis pada saat itu sangat akrab dengan Teologi, maka analisis filosofis diungkapkan melalui analisis bahasa.
Pada masaRenaissancekeberadaan teori mengenai tanda tidak mengalami inovasi yang berarti.Hal ini dikarenakan bahwa sebagian besar penelitian mengenai semiotika masih merupakan bagian dari perkembangan linguistik pada masa sebelumnya.
Zaman Modern
Pada zaman modern, menurut Zoest (1991:1), ada dua tokoh yang dikenal sebagai bapak semiotik modern, yaitu Charles Sanders Peirce (1839-‐1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-‐1913).
SemiotikaTokoh-tokoh
Ferdinand de Saussure (1857-‐1913)Saussure merupakan ahli linguistik. Menurutnya bahasa dipelajari sebagai sistem tanda. Menurut Saussure, tanda merupakan gabungan antara penanda dan petanda.
Dalam teori ini semiotik dibagi menjadidua bagian (dikotomi) yaitu penanda(signifier) dan pertanda (signified).
Penanda dilihat sebagai bentuk/wujudfisik dapat dikenal melalui wujud karyaarsitektur.
Petanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsidan/atau nilai-‐nlai yang terkandungdidalam karya arsitektur. Eksistensisemiotika Saussure adalah relasi antarapenanda dan petanda berdasarkankonvensi, biasa disebut dengansignifikasi. Semiotika signifikasi adalahsistem tanda yang mempelajari relasielemen tanda dalam sebuah sistemberdasarkan aturan atau konvensitertentu. Kesepakatan sosial diperlukanuntuk dapat memaknai tanda tersebut.
PETANDA
PENANDA
kursi signifikasi
Menurut Saussure, tanda terdiri dari: Bunyi-‐bunyian dan gambar, disebutsignifier atau penanda, dan konsep-‐konsepdari bunyi-‐bunyian dan gambar, disebutsignified atau petanda.
Relasi antara penanda dan petanda berdasarkankonvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotika signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuahsistem berdasarkan aturan atau konvensitertentu. Kesepakatan sosial diperlukan untukdapat memaknai tanda tersebut.
Kusir – kuncir – kumis – KURSI – Kurus – Kasur -‐ Kasir
Konsesus – konvensi social -‐ kesepakatan
Prnsip Different : Segala Sesuatu, bermakna apabila ada perbedaan
Relasi Substansi
BMWMobil Kelas Atas
Toyota KijangMobil KelasMenengah
EspassMobil Kelas bawah
Prnsip Different : Segala Sesuatu, bermakna apabila ada perbedaan
Charles Sanders Peirce (1839-‐1914)Peirce merupakan seorang ahli filsafat atau logika. Istilah semiotika dia munculkan sebagai padanan kata untuk logika. Menurut Peirce logika mempelajari cara bernalar dan sesuai dengan hipotesisnya, penalaran dilakukan melalui tanda-‐tanda.
Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, daninterpretant.
Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap olehpanca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk(merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri.
Contoh: Saat seorang gadis mengenakan hijab, maka gadis itu sedangmengomunikasi mengenai dirinya kepada orang lain yang bisa jadimemaknainya sebagai simbol keislaman/alim. Begitu pula ketika Nadia Saphira muncul di film Coklat Strowberi dengan akting dan penampilanfisiknya yang memikat, para penonton bisa saja memaknainya sebagaiicon wanita muda cantik dan menggairahkan.
Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik)Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-‐akibat). Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan)
Berdasarkan Objeknya Peirce membagi tanda atas :
Tanda dengan objek
Ikon (serupa) Foto/Gambar
Indeks (sebab akibat) asap dan api
Simbol (kesepakatan) bendera
Roland Barthes (1915 – 1980)Tokoh yang selanjutnya adalah Roland Barthes. Barthes menjadi tokoh yang begitu identik dengan kajian semiotik. Pemikiran semiotik Barthes bisadikatakan paling banyak digunakan dalam penelitian. Konsep pemikiranBarthes terhadap semiotik terkenal dengan konsep mythologies atau mitos. Sebagai penerus dari pemikiran Saussure, Roland Barthes menekankaninteraksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dandiharapkan oleh penggunanya. (Kriyantono, 2007 : 268).
Konsep pemikiran Barthes yang operasional ini dikenal dengan TatananPertandaan (Order of Signification). Secara sederhana, kajian semiotikBarthes bisa dijabarkan sebagai berikut :
DENOTATIFKONOTATIF
DenotasiDenotasi merupakan makna sesungguhnya, atau sebuah fenomena yang tampak dengan panca indera, ataubisa juga disebut deskripsi dasar. Contohnya adalah MARLBORO
KonotasiKonotasi merupakan makna-‐makna kultural yang muncul atau bisa juga disebut makna yang muncul karenaadanya konstruksi budaya sehingga ada sebuah pergeseran, tetapi tetap melekat pada simbol atau tandatersebut. Contoh adalah Marlboro merupakan rokok para pria macho, pria sejati yang suka tantangan danberpetualang.
Dua aspek kajian dari Barthes di atas merupakan kajian utama dalam meneliti mengenai semiotik. Kemudian Barthes juga menyertakan aspek mitos, yaitu di mana ketika aspek konotasi menjadi pemikiranpopuler di masyarakat, maka mitos telah terbentuk terhadap tanda tersebut. Pemikiran Barthes inilah yang dianggap paling operasional sehingga sering digunakan dalam penelitian.
Yang lebih menarik ialah definisi tanda menurut Umberto Eco. Menurut Eco tanda adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berbohong. Definisi yang menarik, kan? Andaikan pacar Anda berkata, "Aku sayang banget sama kamu." Kalimat itu mungkin ungkapan hati yang jujur, tapi bisa juga itu cuma rayuan
gombal alias bo'ong besar. Sebagai sebuah tanda, kalimat tadi bisa dipakai untuk berbohong.
Jacques Derrida , filosof yang berasal dari aljazair ini, menjalanikehidupannnya dalam fase peralihan dari era modern pada era postmodern, dan dari era strukturalisme ke era post strukturalisme.
Pada era Posmodern, Derrida digolongkan sebagai seorang filosof yang mana pemikiran-‐pemikirannya terkait dengan bidang sastra danlinguistik. Melalui pemikirannya ini ia berupaya untuk mampumelampaui bahasa dengan cara mendekonstruksi gambaran-‐gambarandunia, misalnya mengenai Tuhan, diri, makna, tujuan, kebenaran, dunianyata, dan lain sebagainya. Bahkan pemikirannya ini cenderung padaanti gambaran dunia.
Dari sinilah maka kita mengenal pemikirannya yang populer mengenaiteori dekonstruksi.
Adapun tujuan dari metode dekonstruksi adalah sebagai berikut:Menunjukkan ketidakberhasilan upaya penghadiran kebenaran absolut.Menelanjangi agenda tersembunyi yang mengandung banyakkelemahan dan kepincangan di balik teks-‐teks.
PERANAN SEMIOTIKA DALAM KEHIDUPAN Pemersatu (integritas) dalamKomunitas
Mengembangkan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Seni dan Budaya
Agama
Sebagai Instrumen Komunikasi yang sangat vitalDst…
APLIKASI SEMIOTIKA KOMUNIKASI1. Media2. Komunikasi
Periklanan3. Tanda Non Verbal4. Komik, 5. Film, 6. Sastra dan Musik
Cara pembacaan dengan dekonstruksi dapat digunakan terhadap novel-‐novel pada umumnya. Disini penulis mengambil contoh cara pembacaan dengan dekonstruksi pada novel Siti Nurbaya.
Pada umumnya pembaca beranggapan bahwa Samsul Bahri merupakan tokoh protagonis yang hero, tokoh putih, sedang Datuk Maringgih merupakan tokoh antagonis yang serbajahat, tokoh hitam. Melalui cara dekonstruksi, keadaan itu justru akan terbalik.
Samsul Bahri bukanlah seorang pemuda hero, melainkan seorang pemuda cengeng dan berperasaan nasionalisme sempit. Hanya karena kegagalan cintanya terhadap seoranggadis ( yang kemudian ternyata sudah janda), ia lupa akan dirinya: putus asa dan bunuh diri. Hal itu menunjukkan secara mental, ia bukanlah seorang pemuda yang kuat. Setelahternyata usaha bunuh dirinya gagal juga, ia memutuska masuk serdadu kompeni. Belakangan, ketika di daerah Sumatra Barat, yang merupakan tanah kelahirannya terjadipemberontakan karena masalah blasting, ia ditugaskan untuk menumpas pemberontakan itu. Dengan bersemangat, ia berangkat ke medan tempur karena sekaligus bermaksudmembalas dendam terhadap Datuk Maringgih yang menjadi biang keladi kegagalan cintanya. Apapun alasannya hal itu berarti ia memerangi bangsanya sendiri dan justru berdiri di pihak membela kepentingan penjajah.
Dilihat dari dekonstruksi Jaus, yaitu yang mempertimbangkan aspek historis yang berwujud “sejarah” tanggapan pembaca dari masa ke masa, perbuatan Samsul Bahri dewasa ini, sesuai dengan konteks sosial yang ada, justru dapat ditanggapai sebagai perbuatan menghianat bangsa. Terhadap bangsa sendiri ia sampai hati untuk memeranginya, semata-‐matadidorong oleh motivasi pribadi. Ia sama sekali bukan seorang pahlawan, bahkan bukan pahlawan cinta sekalipun.
Datuk Maringgih, di pihak lain, walau dia diakui banyak orang sebagai tokoh jahat, bandot tua yang doyan perempuan namun hal ini pun yang menganggapnya baik, misalnya iajustru dipandang sebagai pahlawan cinta seperti dalam nyanyian kelompok bimbo justru dapat dipandang sebagai tokoh yang kuat dan berdimensi baik. Dialah yang menjadi salahseorang tokoh yang menggerakkan pemberontakkan terhadap penjajah Belanda itu, walau hal itu dilakukan terutama juga karena motivasi pribadi: dia yang paling banyak kenapajak. Apapun motivasinya, ia menjadi tokoh pemberontak. Artinya, dia adalah tokoh pejuang bangsa, yang seberapa pun kecil andilnya, bermaksud mengenyahkan penjajah daribumi Indonesia. Dengan demikian, justru dialah yang “berhak” disebut pahlawan dan bukannya Samsul Bahri.
Ahmad Maulana dan Halimah, dalam novel Siti Nurbaya itu, hanya merupakan tokoh pinggiran yang umumnya dianggap kurang penting. Namun, jika dipahami betul pesan-‐pesanpenting yang ingin disampaikan lewat novel itu, akan terlihat kedua tokoh itu sebenarnya amat berperan. Dengan perbincangannya dengan Nurbaya, Ahmad Maulana inilah yang mengungkapkan kejelekan-‐kejelekan perkawinan poligami yang sebenarnya lebih baik menyengsarakan wanita dan anak-‐anaknya. Sikap dan pandangan hidup Nurbaya, sebenarnya, banyak dipengaruhi oleh sikap dan pandangan hidup kedua tokoh tersebut.
Inila contoh pembacaan sastra dengan dekonstruksi. Pemahaman dan keyakinan yang telah dikonvensional selama ini diruntuhkan dengan teori ini, dimana posisi dan kondisi yang telah dikonvensionalkan itu berubah menjadi bertolak belakang.
TANDATanda-‐tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini (Sobur, 2004:15). Tanda ini bisa tampil dalam bentuk sederhana seperti kata, atau dalam bentuk kompleks sepertinovel atau acara siaran radio (Danesi, 2010:27).
Aristoteles (384-‐322 SM) telah meletakkan dasar-‐dasar teori penandaan yang sampai sekarang masihmenjadi dasar. Ia mendefinisikan tanda sebagai yang tersusun atas tiga dimensi: (1) bagian fisik dari tandaitu sendiri (suara yang membentuk kata seperti “komputer”); (2) referen yang dipakai untuk menarikperhatian (satu jenis alat tertentu); (3) pembangkitan makna (yang diisyarakatkan oleh referen baik secarapsikologis maupun sosial.
Sebagaimana dalam konteks semiotika, semua hal ini disebut sebagai (1) ‘penanda’, (2) ‘petanda’, dan (3) ‘signifikasi’ (Danesi, 2010:34).
Terdapat dua pendekatan penting yang berkenaan dengan tanda, yakni pendekatan yang dicetuskan olehFerdinand de Saussure dan pendekatan yang dicetuskan oleh Charles Sanders Peirce. Menurut Saussure, tanda merupakan wujud konkret dari citra bunyi dan sering diidentifikasi sebagai penanda, sedangkankonsep-‐konsep dari bunyi-‐bunyian atau gambar, disebut sebagai petanda.
Dapat dikatakan, di dalam tanda terungkap citra bunyi ataupun konsep sebagai dua komponen yang takterpisahkan. Hubungan penanda dan petanda juga bersifat arbitrer (bebas), baik secara kebetulanmaupun ditetapkan (Sobur, 2004:32). Mengapa suatu objek diberi nama ‘komputer’ untukmengidentifikasikan sebuah benda mirip televisi yang memiliki kemampuan mengolah data, hal ini dapatdisebut sebagai sebuah sifat arbitraris .
Selain itu, Saussure juga melihat tanda sebagai sebuah ‘gejala biner’, yaitu bentuk yang tersusun atas duabagian yang saling terkait satu sama lain, yakni penanda (signifier) yang berguna untuk menjelaskan ‘bentuk’ dan ‘ekspresi’ dan petanda (signified) yang berguna untuk menjelaskan ‘konsep’ atau ‘makna’. Hubunganantara keberadaan fisik tanda dan konsep atau makna tersebut dinamakan dengan signification. Dalammencermati hubungan pertandaan ini, Saussure menegaskan bahwa diperlukan semacam konvensi sosialuntuk mengatur pengkombinasian tanda dan maknanya.
PETANDA
PENANDA
KOMPUTER (signifikasi)
Pendekatan yang kedua, yang dicetuskan oleh Charles Sanders Peirce, bermakna kurang lebih sama. DalamDanesi (2010:36), ia mengartikan tanda sebagai yang terdiri atas representamen (sesuatu yang melakukanrepresentasi) yang merujuk ke objek (yang menjadi perhatian representamen), membangkitkan arti yang disebut sebagai interpretant (apapun artinya bagi seseorang dalam konteks tertentu). Hubungan antaraketiganya bersifat dinamis, dengan yang satu menyarankan yang lain dalam pola siklis.
Bagi Peirce, tanda “is something which stands to somebody for something in some respect or capacity.” Sesuatuyang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Peirce disebut ground.
Konsekuensinya, tanda selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretant. Atas dasarhubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda.
Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign.
Qualisign adalah tanda yang menjadi tanda berdasarkan sifatnya. Misalnya sifat warna merah adalah qualisign, karena dapat dipakai tanda untuk menunjuk-‐kan cinta, bahaya, atau larangan.
Sinsign (singular sign) adalah tanda-‐tanda yang menjadi tanda berdasarkan bentuk atau rupanya di dalamkenyataan. Semua ucapan yang bersifat individual bisa merupakan sinsign. Misalnya suatu jeritan, dapat berartiheran, senang, atau kesakitan. Seseorang dapat dikenali dari caranya berjalan, caranya tertawa, nada suara dancaranya berdehem. Kesemuanya itu adalah sinsign. Suatu metafora walaupun hanya sekali dipakai dapat menjadisinsign. Setiap sinsign mengandung sifat sehingga juga mengandung qualisign. Sinsign dapat berupa tanda tanpaberdasarkan kode.
Legisign adalah tanda yang menjadi tanda berdasarkan suatu peraturan yang berlaku umum, suatu konvensi, suatukode. Semua tanda-‐tanda bahasa adalah legisign, sebab bahasa adalah kode, setiap legisign mengandung di dalamnya suatu sinsign, suatu second yang menghubungkan dengan third, yakni suatu peraturan yang berlakuumum, maka legisign sendiri adalah suatu thirdness.
Tanda dengan objek
Ikon (serupa) Foto/Gambar
Indeks (sebab akibat) asap dan api
Simbol (kesepakatan) bendera
Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalahtanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya, potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petandayang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contohyang paling jelas ialah asap sebagai tanda adanya api. Tanda dapat pula mengacu ke denotatum melaluikonvensi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang biasa disebut simbol. Jadi, simbol adalah tandayang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan di antaranya bersifatarbriter atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat.
Berdasarkan interpretant, tanda (sign, representamen) dibagi atas rheme, dicent sign atau dicisign danargument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang yang merah matanya dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderitapenyakit mata, atau mata dimasuki insekta, atau baru bangun, atau ingin tidur. Dicent sign atau dicisignadalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya, jika pada suatu jalan sering terjadi kecelakaan, maka di tepijalan dipasang rambu lalu lintas yang menyatakan bahwa di situ sering terjadi kecelakaan. Argumentadalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu (Sobur, 2006: 41-‐42).
Berdasarkan berbagai klasifikasi tersebut, Peirce membagi tanda menjadi sepuluh jenis(Sobur, 2006: 42-‐43) :
1. Qualisign, yakni kualitas sejauh yang dimiliki tanda. kata keras menunjukkan kualitas tanda. misalnya, suaranya keras yang menandakan orang itu marah atau ada sesuatu yang diinginkan.
2. Inconic Sinsign, yakni tanda yang memperlihatkan kemiripan. Contoh: foto, diagram, peta, dan tandabaca.
3. Rhematic Indexical Sinsign, yakni tanda berdasarkan pengalaman langsung, yang secara langsung menarikperhatian karena kehadirannya disebabkan oleh sesuatu. Contoh: pantai yang sering merenggut nyawaorang yang mandi di situ akan dipasang bendera bergambar tengkorak yang bermakna, dilarang mandi di sini.
4. Dicent Sinsign, yakni tanda yang memberikan informasi tentang sesuatu. Misalnya, tanda larangan yang terdapat di pintu masuk sebuah kantor.
5. Iconic Legisign, yakni tanda yang menginformasikan norma atau hukum. Misalnya, rambu lalu lintas.6. Rhematic Indexical Legisign, yakni tanda yang mengacu kepada objek tertentu, misalnya kata ganti
penunjuk. Seseorang bertanya, “Mana buku itu?” dan dijawab, “Itu!”7. Dicent Indexical Legisign, yakni tanda yang bermakna informasi dan menunjuk subyek informasi. Tanda
berupa lampu merah yang berputar-‐putar di atas mobil ambulans menandakan ada orang sakit atau orang yang celaka yang tengah dilarikan ke rumah sakit.
8. Rhematic Symbol atau Symbolic Rheme, yakni tanda yang dihubungkan dengan objeknyamelalui asosiasi ide umum. Misalnya, kita melihat gambar harimau. Lantas kita katakan, harimau. Mengapa kita katakan demikian, karena ada asosiasi antara gambar denganbenda atau hewan yang kita lihat yang namanya harimau.
9. Dicent Symbol atau Proposition (porposisi) adalah tanda yang langsung meghubungkandengan objek melalui asosiasi dalam otak. Kalau seseorang berkata, “Pergi!” penafsiran kitalangsung berasosiasi pada otak, dan sertamerta kita pergi. Padahal proposisi yang kitadengar hanya kata. Kata-‐kata yang kita gunakan yang membentuk kalimat, semuanyaadalah proposisi yang mengandung makna yang berasosiasi di dalam otak. Otak secaraotomatis dan cepat menafsirkan proposisi itu, dan seseorang secara otomatis dan cepatmenafsirkan proposisi itu, dan seseorang segera menetapkan pilihan atau sikap.
10. Argument, yakni tanda yang merupakan iferens seseorang terhadap sesuatu berdasarkanalasan tertentu. Seseorang berkata, “Gelap.” Orang itu berkata gelap sebab ia menilairuang itu cocok dikatakan gelap. Dengan demikian argumen merupakan tanda yang berisipenilaian atau alasan, mengapa seseorang berkata begitu. Tentu saja penilaian tersebutmengandung kebenaran.
Tanda terdapat di mana-‐mana, kata, demikianpula gerak isyarat tubuh, lampu lalu lintas, bendera, warna, dan sebagainya dapat pula menjadi tanda. Semua hal dapat menjadi tanda, sejauh seseorang menafsirkannya sebagai sesuatuyang menandai suatu objek yang merujuk padaatau mewakili sesuatu yang lain di luarnya.
Kita menafsirkan sesuatu sebagai tanda umumnyasecara tidak sadar dengan menghubungkannyadengan suatu sistem yang kita kenal hasil konvensisosial di sekitar kita. Tidak semua suara, gerakan, kata, isyarat bisa menjadi tanda, namun haltersebut bisa menjadi tanda ketika ia diberi maknatertentu.
Sebuah definisi unik dan penuh makna pernah diusulkan oleh seorang penulis dan pakar semiotikakontemporer, yakni Umberto Eco. Ia mendefinisikan semiotika sebagai sebuah disiplin yang mengkaji segalasesuatu yang dpat digunakan untuk berbohong (Eco, 2009:7). Meski terkesan bermain-‐main dantidak serius, ini merupakan definisi yang cukup mendalam karena ternyata kita memiliki kemampuan untukmerepresentasikan dunia dengan cara apa pun yang kita inginkan melalui tanda-‐tanda, pun dengan cara-‐carapenuh dusta atau yang menyesatkan (Danesi, 2010:33).
Dapat kita katakan, semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Yang menjadidasar dari semiotika adalah konsep tentang tanda: tak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusunoleh tanda-‐tanda, melainkan dunia itu sendiri pun–sejauh terkait dengan pikiran manusia–seluruhnya terdiriatas tanda-‐tanda karena, jika tidak begitu, manusia tidak akan bisa menjalin hubungannya dengan realitas. Bahasa itu sendiri merupakan sistem tanda yang paling fundamental bagi manusia, sedangkan tanda-‐tandanonverbal seperti gerak-‐gerik, bentuk-‐bentuk pakaian, serta beraneka praktik sosial konvensional lainnya, dapat dipandang sebagai sejenis bahasa yang tersusun dari tanda-‐tanda bermakna yang dikomunikasikanberdasarkan relasi-‐relasi (Sobur, 2004:13).
Ferdinand Saussure yakin bahwa semiotika dapat digunakan untuk menganalisis sejumlah besar “sistemtanda”, dan bahwa tak ada alasan tidak bisa diterapkan pada bentuk media atau bentuk kultural apa pun.
Semiotka adalah sebentuk hermeneutika–yaitu nama klasik untuk studi mengenai penafsiran sastra. Iatermasuk salah satu metode yang paling interpretatif dalam menganalisis teks, dan keberhasilan maupunkegagalannya sebagai sebuah metode bersandar pada seberapa baik peneliti mampu mengartikulasikankasus yang mereka kaji (Danesi, 2010:76).
Ada dua jenis kajian semiotika, yakni semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi (Eco, 2009:8). Yang pertama menekan kan pada pada kajian tentang produksi tanda yang salah satu di antaranyamengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima kode (sistem tanda), pesan, saluran komunikasi, dan acuan (hal yang dibicarakan). Sedangkan yang kedua memberikanpenekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu.
Pada kajian yang kedua, tidak dipersoalkan adanya tujuan berkomunikasi. Sebaliknya, yang diutamakanadalah segi pemahaman suatu tanda sehingga proses kognisinya pada penerima tanda lebih diperhatikandaripada proses komunikasinya.