KAJIAN SEMIOTIKA FOTOGRAFI SELFIE - Ejournal Undiksha

16
KAJIAN SEMIOTIKA FOTOGRAFI SELFIE Nurul Iman, Hardiman, Mursal Jurusan Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: [email protected] , [email protected] , [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) bentuk fotografi selfie di lingkungan teman facebook penulis, (2) makna fotografi selfie di lingkungan teman facebook penulis dikaji melalui teori semiotika Roland Barthes. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan menggunakan teknik observasi, teknik studi kepustakaan, teknik wawancara dan teknik life history. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Bentuk Fotografi Selfie ditinjau dari teori potret diri terdiri dari tujuh bagian pokok: (a) Potret Diri sebagai Tanda Tangan, (b) Potret Diri sebagai Proyeksi Diri, (c) Potret Diri sebagai Studi Diri, (d) Potret Diri sebagai Fantasi (e) Potret Diri sebagai Narasi , (f) Potret Diri sebagai Kiasan, dan (g) Potret Diri sebagai Masalah Kemanusiaan. (2) Makna Fotografi Selfie dikaji dari teori semiotika Roland Barthes terdiri dari enam elemen penting: (a) Efek Tiruan, (b) Pose atau Sikap, (c) Objek, (d) Fotogenia, (e) Estetisisme, dan (f) Sintaksis. Kata kunci: bentuk, makna, selfie Abstract This research is aimed to describe (1) the form of selfie photography in the friend circle of the writer‘s facebook, (2) the meaning of selfie photography in the friend circle of the writer‘s facebook which is observed using the theory of semiotics proposed by Roland Barthes. Kind of study used is descriptive qualitative research. The method of data collection is using observasion method, library study, interview and life history.The result of the current study shows that (1) the form of selfie photography observed using self-photograph theory which consists of seven major categories: (a) self-potrait as a signature, (b) self-potrait as a self-projection, (c) self-potrait as a self- study, (d) self-portrait as a fantasy, (e) self-potrait as a narration (f) self-potrait as metaphorical, and (g) self-potrait as a reflection of human issue. (2) the meaning of photography selfie observed using the theory of Roland Barthes covers six important elements: (a) Forgey effect, (b) Pose or behaviour, (c) The object, (d) Photogenic, (e) Aesthetic, dan (f) Syntactic. Key words: form, meaning, selfie PENDAHULUAN Selfie adalah jenis foto potret diri yang diambil umumnya, dengan menggunakan kamera handphone. Kepopuleran foto narsis terhadap diri sendiri merupakan bentuk komunikasi intrapersonal. Sebelum melakukan foto selfie kita pasti berkomunikasi dengan diri sendiri. Dimana produk dari foto selfie ini merupakan alat yang sangat mendukung untuk berkomunikasi dan dapat memberikan keterangan informasi tentang

Transcript of KAJIAN SEMIOTIKA FOTOGRAFI SELFIE - Ejournal Undiksha

KAJIAN SEMIOTIKA FOTOGRAFI SELFIE

Nurul Iman, Hardiman, Mursal

Jurusan Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

e-mail: [email protected], [email protected],

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) bentuk fotografi selfie di

lingkungan teman facebook penulis, (2) makna fotografi selfie di lingkungan teman facebook penulis dikaji melalui teori semiotika Roland Barthes. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan menggunakan teknik observasi, teknik studi kepustakaan, teknik wawancara dan teknik life history. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Bentuk Fotografi Selfie ditinjau dari teori potret diri terdiri dari tujuh bagian pokok: (a) Potret Diri sebagai Tanda Tangan, (b) Potret Diri sebagai Proyeksi Diri, (c) Potret Diri sebagai Studi Diri, (d) Potret Diri sebagai Fantasi (e) Potret Diri sebagai Narasi, (f) Potret Diri sebagai Kiasan, dan (g) Potret Diri sebagai Masalah Kemanusiaan. (2) Makna Fotografi Selfie dikaji dari teori semiotika Roland Barthes terdiri dari enam elemen penting: (a) Efek Tiruan, (b) Pose atau Sikap, (c) Objek, (d) Fotogenia, (e) Estetisisme, dan (f) Sintaksis.

Kata kunci: bentuk, makna, selfie

Abstract

This research is aimed to describe (1) the form of selfie photography in the friend circle of the writer‘s facebook, (2) the meaning of selfie photography in the friend circle of the writer‘s facebook which is observed using the theory of semiotics proposed by Roland Barthes. Kind of study used is descriptive qualitative research. The method of data collection is using observasion method, library study, interview and life history.The result of the current study shows that (1) the form of selfie photography observed using self-photograph theory which consists of seven major categories: (a) self-potrait as a signature, (b) self-potrait as a self-projection, (c) self-potrait as a self-study, (d) self-portrait as a fantasy, (e) self-potrait as a narration (f) self-potrait as metaphorical, and (g) self-potrait as a reflection of human issue. (2) the meaning of photography selfie observed using the theory of Roland Barthes covers six important elements: (a) Forgey effect, (b) Pose or behaviour, (c) The object, (d) Photogenic, (e) Aesthetic, dan (f) Syntactic.

Key words: form, meaning, selfie

PENDAHULUAN

Selfie adalah jenis foto potret diri

yang diambil umumnya, dengan menggunakan kamera handphone.

Kepopuleran foto narsis terhadap diri

sendiri merupakan bentuk komunikasi intrapersonal. Sebelum melakukan foto selfie kita pasti berkomunikasi dengan diri sendiri. Dimana produk dari foto selfie ini merupakan alat yang sangat mendukung untuk berkomunikasi dan dapat memberikan keterangan informasi tentang

sesuatu hal kepada orang lain secara nonverbal.

Fenomena selfie saat ini telah

menjadi hal yang wajib dilakukan terutama bagi mereka yang narsis karena foto selfie

umumnya merupakan cara seseorang untuk merekam sebuah momen yang kemudian diperlihatkan kepada orang lain.

Perkembangan teknologi yang semakin canggih sekarang ini berdampak langsung bagi seluruh masyarakat di dunia termasuk di Indonesia. Sebelum perkembangan tersebut nampak jelas tidak banyak masyarakat yang mengenal berbagai macam media telekomunikasi seperti internet. Berbeda dengan zaman sekarang dimana sebagian masyarakat bahkan masyarakat menengah ke bawah, sudah mengenal teknologi komunikasi seperti internet.

Internet memang memberikan banyak kemudahan bagi penggunanya, dengan internet kita dapat mengakses informasi secara mudah, cepat, dan terkini. Beberapa situs yang saat ini sedang marak di kalangan masyarakat adalah jejaring sosial.

Salah satu jejaring sosial yang sering digunakan untuk mengunggah foto umumnya adalah fecebook termasuk di dalamnya foto selfie. Pemilik akun facebook biasanya mengunggah foto profil

maupun foto-foto lain yang ingin mereka bagikan kepada pengguna facebook

lainnya hampir setiap hari, bahkan bisa lebih dari beberapa kali dalam sehari. Dengan adanya aplikasi facebook di smartphone memberikan kemudahan bagi para pengguna facebook untuk saling berkomunikasi satu sama lain di manapun dan kapanpun.

Sejak banyaknya pengguna facebook yang mengunggah foto selfie di akun miliknya maka penulis merasa perlu untuk mengklasifikasi serta menganalisis foto-foto tersebut berdasarkan teori semiotika khususnya semiotika fotografi yang dikemukakan oleh Roland Barthes. Bahan fotografi saat ini jenisnya bermacam–macam seperti foto, grafis, film, video, kartun, microfilm, slide, dan

sebagainya sehingga disebut saja semuanya sebagai bahan visual. Bahan visual bermanfaat untuk mengungkapkan suatu keterkaitan antara objek penelitian

dengan peristiwa di masa silam atau peristiwa saat ini. Bahan visual juga memiliki makna secara spesifik terhadap objek atau informan penelitian. Roland Barthes1 (dalam Bungin, 2007: 123) mengatakan,

Fotografi sebagai pesan yang tak berkode. Fotografi mengungkapkan semua komponen dunia yang dapat diidentifikasi, namun untuk dapat interpretasi haruslah memiliki pengetahuan yang cukup. Apa yang dikatakan Barthes itu sebagai kelebihan dari bahan visual sebagai bahan yang menyimpan berbagai informasi yang sangat berguna didalam suatu penelitian.

Dilihat dari sisi fotografi terdapat beberapa hal penting yang harus ada dalam pengambilan foto. Seperti yang diungkapkan oleh Francis (dalam Kusrini, 2013: 43) terdapat beberapa hal penting dalam sebuah fotografi potret, yaitu (1) penonjolan kepribadian/personality, (2)

penggunaan pencahayaan efektif, (3) latar belakang, dan (4) pose subjek. Potret diri dalam pengertiannya merujuk kepada representasi diri seseorang dengan menfokuskan pada bagaian wajah. Pada dasarnya penggambaran potret diri memiliki kecenderungan tidak memperhatikan latar belakang secara jelas sehingga subjek yang paling dominan adalah wajah atau anggota tubuh lainnya. Susanto (2011: 317) mengemukakan, potret diri atau self-portrait lukisan

yang menggambarkan potret diri seniman yang bersangkutan. Tradisi melukis dengan tema potret ini telah dimulai sejak lama. Perkara lukisan potret diri, dalam

1 Roland Barthes dikenal sebagai seorang pemikir

strukturalis yang rajin mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean. Barthes juga adalah intelektual dan kritikus sastra Pranscis yang ternama. Barthes telah

banyak menulis buku yang beberapa diantaranya telah menjadi bahan rujukan penting untuk studi semiotika di Indoneisa, antara lain: Le degree zero de l’ecriture atau

―Nol Derajat di Bidang Menulis‖ (1953, diterjemahkan ke dalam nahasa Inggris, Writing Degree Zero, 1977). Setahun kemudian Barthes menerbitkan Michelet (1945).

Bukunya yang banyak mendapat sorotan adalah Mythologies (Mitologi-Mitologi) (1957), dan masih banyak buku lainnya. Lihat Sobur, Semiotika Komunikasi

(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), hlm 63-71.

sejarah seni rupa telah berkembang pesat. Pembagian seni lukis potret diri berdasarkan tujuan dan gambaran tentang: 1. Identitas dan Notasi Pribadi. 2. Eksperimen Gaya dan Media. 3. Keberpihakan Sejarah dan Konteks Sosial Politik2. Penggunaan potret diri sebagai

perwujudan karya yang mengungkap sisi negatif karakter manusia didasari oleh konsep pemikiran yang melatar belakangi penciptaan karya potret diri senimannya. Lebih jauh Denisa (2009) mengatakan, permasalahan yang diangkat berbagai bentuk imaji negatif film yang mengangkat sisi negatif dari karakter manusia menitikberatkan pada interpretasi subyektif ketika menanggapi karakter antagonistik yang dijumpai dalam interaksinya dengan individu lain dalam kehidupannya. Metode interpretasi yang dipilih adalah melalui berbagai imaji visual yang mengadopsi dampak realisme fotografi yaitu sebagai simbolisasi yang mengangkat sisi negatif dari karakter manusia. Sehingga potret diri dapat ditelusuri ke dalam beberapa kategori, yaitu (1) potret diri sebagai tanda tangan/self portrait as signature, (2) potret diri sebagai proyeksi diri/self portrait as a

2 Lebih lanjut Mikke Susanto menjelaskan potret diri ke

dalam ranah lukisan pada tulisannya yang berjudul

―Memahami Lukisan Potret‖. Menurutnya, seni potret merupakan representasi seseorang, dimana wacana utama yang diketengahkan adalah (rupa) wajah.

Pendapat yang lebih khusus mengatakan bahwa seni potret tidak hanya sekadar merekam wajah, namun menuangkan tentang ‗sesuatu‘ yang ada pada diri

seseorang ke dalam kanvas. Secara konvensional dan teknis, lukisan potret dibuat dengan mengetengahkan wajah, leher dan bahu, setengah badan atau seluruh

badan.

Sebutan seni potret sebenarnya sangat luas

pemakaiannya. Namun dapat digolongkan dalam beberapa jenis dalam seni ini: 1. potret seorang individu, 2. potret sekelompok individu, dan 3. potret diri perupa.

Dalam tulisan ini secara khusus Susanto membahas

mengenai potret seorang individu saja. Jadi akan disebut seni potret saja. Pada banyak kasus, seni potret disusun tujuannya adalah untuk menggambarkan karakter yang

unik dan atribut subjek. Selain itu dalam perkembangan selanjutnya seni potret tidak saja menggambar wajah, tetapi juga dapat menggambarkan kehidupan sehari-hari

atau kehidupan seseorang. (Susanto, ―Memahami Lukisan Potret‖ dalam mikkesusanto.jogjanews.com/memahami-lukisan-potret.html)

projection of self, (3) potret diri sebagai studi diri/self portrait as self study, (4) potret diri sebagai fantasi/self portrait as fantasy, (5) potret diri sebagai narasi/self portrait as narrative, (6) potret diri sebagai kiasan/self portrait as metaphorical, dan (7) potret diri sebagai refleksi masalah kemanusiaan/self portrait as a reflection of human issue.

Bagi pengguna facebook yang mengunggah foto selfie miliknya tidak

hanya asal mengupload saja, tetapi ada pesan yang ingin disampaikan lewat foto tersebut. Dari sisi psikologis, selfie dianggap sebagai bagian dari narsisme atau mencintai diri sendiri secara berlebihan. Ketika seseorang memotret dirinya sendiri, biasanya akan disertai keinginan untuk mengunggahnya ke media sosial agar dapat dilihat oleh orang lain. Ketika foto selfie yang sudah diunggah mendapat banyak tanggapan, komentar dan pujian dari pengguna akun lainnya maka hal tersebut akan menimbulkan keinginan untuk mengunggah kembali foto-foto lain yang dianggap tidak kalah menarik dari foto-foto sebelumnya (Hasanuddin, dkk, 2011). Stephen & Timothy mengilustrasikan,

Sebuah penelitian mengungkap bahwa ketika individu narsis berpikir mereka adalah pemimpin yang lebih baik bila dibandingkan rekan–rekan mereka, atasan mereka sebenarnya menilai mereka sebagai pemimpin yang lebih buruk. Karena individu narsis acap kali ingin mendapatkan pengakuan dari individu lain dan penguatan atas keunggulan mereka, mereka cenderung ―memandang rendah dengan berbicara kasar‖ (memperlakukan individu lain seolah-olah mereka adalah bawahan) kepada individu yang mengancam mereka. Individu narsis juga cenderung egois dan eksploitif, dan mereka acap kali memanfaatkan sikap yang dimiliki individu lain untuk keuntungan mereka. Penelitian menunjukkan bahwa individu narsis dinilai oleh atasan mereka sebagai, individu

yang kurang efektif, terutama ketika harus membantu individu lain (Stephen & Timothy, 2008: 140-141).

Mitologi Sigmund Freud menjelaskan hasrat menyukai diri sendiri secara berlebihan, gejala ini disebut narsistik. Dalam psikologi, sifat narsis ini tidak selalu berarti buruk. Sifat narsis yang positif mendorong orang untuk menilai dan menerima dirinya sendiri apa adanya dan menimbulkan rasa percaya diri yang seimbang dan membuat seseorang bahagia dengan keadaan dirinya. Namun, sifat narsis ini bisa menjadi masalah patologis jika kepercayaan diri seseorang terlalu berlebihan. Diri sendiri dipandang terlampau hebat, terlampau cantik, melampaui orang-orang lain di sekitarnya (Hasanuddin, dkk, 2011).

Kesenangan akan tanggapan, pujian dan komentar dari pengguna akun lain tersebut jika diteruskan dapat mengarah pada keinginan untuk selalu tampil sempurna dan menganggap diri sendiri lebih baik dari orang lain. Perilaku ini memiliki kecenderungan menghindari kritik dan mengabaikan kekurangan yang dimiliki. Jika terus berlanjut perilaku tersebut dapat mengarah pada narsisme. Dengan kata lain, foto selfie mengarahkan

seseorang pada upaya pembentukan citra diri dan eksistensi diri yang memiliki kecenderungan memiliki sifat narsisme.

Selain dari kajian fotografi, sebagaimana mana telah dijabarkan di atas tentang bagaimana foto selfie

dijadikan tempat bagi setiap orang untuk mengekspresikan dirinya dalam media sosial, dan bagaimana pengguna sosial lain melihat dan menilai seorang pelaku selfie yang aktif mengunggah foto-fotonya

di akun jejaring sosial miliknya. Dari pemikiran itulah penulis mencoba membuat kerangka berpikir untuk membaca isi dari foto selfie sebagai media mengekspresikan diri di akun jejaring sosial miliknya tersebut. Untuk menjelaskan bagaimana representasi makna suatu tanda dari foto selfie kita

dapat membacanya dengan menggunakan metode semiotika.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan pada penelitian ini sebagai berikut.

(1)Bagaimanakah bentuk fotografi selfie di lingkungan teman facebook penulis?, dan (2) Bagaimanakah makna fotografi selfie di lingkungan teman facebook penulis

dikaji melalui teori semiotika fotografi Roland Barthes?

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dirumuskan tujuan penelitian diantaranya: (1) Mendeskripsikan bentuk fotografi selfie di lingkungan teman facebook penulis, dan (2) Mendeskripsikan makna fotografi selfie di lingkungan teman facebook penulis dikaji

melalui teori semiotika fotografi Roland Barthes.

Adapun manfaat yang hendak diperoleh dari peneliti ini yaitu manfaat akademis, teoritis, dan praktis. Manfaat akademis, penelitian ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan wawasan serta pengetahuan dan keterampilan dalam menulis suatu karya ilmiah, disamping sebagai aplikasi dari ilmu yang didapat saat mengikuti perkuliahan. Manfaat teoritis, umumnya penelitian seni rupa biasanya dilihat dengan estetika seni rupa.

Sedangkan pada penelitian ini, penulis mengkaji seni rupa melalui teori semiotika. Secara teoritis, temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian sejenis, dan sekaligus dapat memperkaya kajian teoritis khususnya tentang pengkajian semiotika fotografi selfie.

Dan manfaat praktis, pada umumnya penelitian seni rupa biasanya dilihat dengan estetika seni rupa. Sedangkan pada penelitian ini, penulis mengkaji seni rupa melalui teori semiotika. Secara teoritis, temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian sejenis, dan sekaligus dapat memperkaya kajian teoritis khususnya tentang pengkajian semiotika fotografi selfie.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

Lokasi penelitian ini adalah dunia maya atau jejaring sosial. Dalam pengambilan data dilakukan melalui

media internet sehingga lokasi penelitian bersifat maya. Jejaring sosial yang dijadikan lokasi adalah akun facebook

milik peneliti. Pada penelitian ini informan atau

sampel yang digunakan oleh penulis sebagai sumber data berasal dari teman facebook penulis yang sering mengunggah foto selfie pada akun miliknya. Teman di lingkungan facebook

tersebut akan dipilih sebagai informan untuk dijadikan narasumber dengan menggunakan teknik purposive dan snowball sampling.

Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan analisis penelitian kebudayaan yang merupakan analisis penelitian yang hampir sama dengan penelitian deskriptif yang dikemukakan oleh Miles dan Hubberman. Menurut Sudikan (2001: 105) teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian kebudayaan meliputi beberapa tahapan yaitu: (1) open coding, (2) axial coding, dan (3) selective coding.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Bentuk Fotografi Selfie

Pada sub bab bentuk fotografi selfie akan disajikan tujuh bagian penting

yaitu (1) potret diri sebagai tanda tangan, (2) potret diri sebagai proyeksi diri, (3) potret diri sebagai studi diri, (4) potret diri sebagai fantasi, (5) potret diri sebagai narasi, (6) potret diri sebagai kiasan, dan (7) potret diri sebagai refleksi masalah kemanusiaan.

1.1 Potret Diri sebagai Tanda Tangan

Potret diri sebagai tanda tangan merupakan jenis potret diri yang berfungsi sebagai identitas penciptaan sebuah karya seni oleh senimannya.

Pada ranah foto selfie, potret diri

sebagai tanda tangan menandai kehadiran pelaku foto selfie pada sebuah acara atau pada saat suatu kejadian berlangsung. Foto selfie yang diambil

pada saat acara tersebut merupakan tanda bahwa pelaku foto selfie menghadiri

acara atau ada pada saat acara berlangsung. Misalnya foto selfie Idha

Thedolizone.

Gambar 1. Idha Thedolizone, ―Nonton Dulu Biar Kuat Ngadapin Kenyataan Hidup — bersama Dewi Putri Yanti, Salsa Fadillah, Syahara Machi dan Jhum Jumratul‖ (Sumber: www.faceboook.com, diakses tanggal 25 Mei 2016 pukul 20.44 WITA)

Foto milik Idha Thedolizone adalah

foto tiket bioskop film ―My Stupid Boss‖. Meskipun pada foto tersebut tidak menunjukkan wajah dari Idha, namun foto ini dapat digolongkan sebagai foto selfie

dari Idha karena terdapat perwakilan identitas dari Idha yaitu tangannya beserta dengan tiket bioskop tersebut. Perwakilan identitas ini berfungsi sebagai tanda kehadiran pelaku selfie pada saat ia

berada di bioskop. Seperti halnya lukisan ―Wedding

Portrait‖ karya Jan Van Eyck tahun 1434. Di atas prasasti mirror pada lukisannya ditulis ―Johannes de Eyck Fuit Hic‖ yang menjadi tanda tangan kehadiran Jan Van Eyck di kamar pengantin yang ia lukis. Sama halnya dengan Jan Van Eyck, foto selfie Idha tersebut menandai kehadiran Idha pada saat film ―My Stupid Boss‖ pertama kali ditayangkan di bioskop, didukung lagi dengan keterangan judul foto ―Nonton Dulu Biar Kuat Ngadapin Kenyataan Hidup‖ yang semakin menandakan bahwa Idha memang sedang menonton film ―My Stupid Boss‖ di bioskop.

1.2 Potret Diri sebagai Proyeksi Diri

Potret diri sebagai proyeksi diri merupakan konsep penggambaran diri untuk menyatakan identitas seniman. Potret diri semacam ini sering diartikan sebagai bentuk narcissism. Identitas yang

dimaksud dapat menunjukkan kekayaan, bakat, status sosial, maupun religiusitas seniman tersebut. Misalnya foto selfie

milik Nonanimas yang menunjukkan bakatnya berdandan.

Gambar 2. Nonanimas, ―Belajar dandanin

alis ala ala sama mulas mripat

♡~‖

(Sumber: www.faceboook.com, diakses tanggal 25 Mei 2016 pukul 20.44 WITA)

Gambar di atas merupakan salah satu foto selfie milik Nonanimas yang diunggahnya pada akun facebook

miliknya. Melalui foto tersebut Nonanimas menunjukkan hasil keterampilannya berdandan. Hal tersebut bisa diketahui dari keterangan foto ―Belajar dandanin alis

ala ala sama mulas mripat ♡~‖ yang ia

ungkapkan lewat akun facebook-nya. Meskipun pada judul foto tersebut Nonanimas mengatakan ―belajar dandanin alis‖, namun terlihat bahwa ia merasa percaya diri dengan hasil dandanan yang ia dapatkan.

1.3 Potret Diri sebagai Studi Diri

Konsep potret diri sebagai studi diri kebanyakan digunakan oleh pelaku selfie

sebagai media untuk mengungkapkan gagasan atau ide tentang eksistensi sifat dari pelaku selfie tersebut. Misalnya foto selfie yang dilakukan oleh Pande Putu

Darmayana yang menggunakan konsep potret diri sebagai studi diri. Sebagian besar foto selfie-nya dilakukan bersama

dengan karya-karya seni yang ia ciptakan, seperti yang dilakukan oleh seniman Vincent van Gogh yang melukis 30 potret dirinya antara tahun 1886 dan 1889. Koleksi dari potret diri tersebut menempatkan Van Gogh sebagai pelukis potret paling produktif sepanjang masa. Van Gogh menggunakan lukisan potretnya sebagai metode introspeksi, metode untuk membuat uang dan metode mengembangkan keterampilan sebagai seniman.

Hal tersebut juga dilakukan oleh Pande dengan mengunggah foto-foto selfie-nya sebagai salah satu metode

dalam mengembangkan keterampilan berkesenian yang ia miliki. Melalui foto-foto yang diunggahnya, ia akan mengetahui sejauh mana progress yang ia lakukan.

Gambar 3. Pande Putu Darmayana, ―My mirror staring back at me― (Sumber: www.faceboook.com, diakses tanggal 25 Mei 2016 pukul 20.44 WITA)

Foto selfie Pande di atas

menunjukkan proses berkaryanya dan beberapa foto lain juga menunjukkan hasil karya yang sudah dibuatnya. Dari foto selfie tersebut hal pertama yang bisa kita baca adalah kemampuan Pande dalam berkarya, latar foto yang kebanyakan diambil di dalam ruangan yang sama menunjukkan bahwa Pande aktif berkarya di dalam ruangan tersebut yang kemungkinan ruangan itu adalah ruangan

yang dijadikan studio pribadi oleh Pande. Selain karya grafis terdapat pula beberapa karya drawing yang diunggah oleh Pande. Bukan hanya foto, dari kronologi akun facebook-nya, Pande juga kerap

mengunggah video yang ia ambil ketika proses berkaryanya.

1.4 Potret Diri sebagai Fantasi

Potret diri sebagai fantasi merupakan penggambaran lukisan yang keluar dari ekspresi wajah ke arah suasana, pemandangan serta figur lain yang mewakili status sosial tertentu. Dalam ranah foto selfie potret diri sebagai

fantasi termasuk konsep yang populer dikalangan pelaku selfie. Foto potret

semacam ini sering digunakan untuk memamerkan suasana atau pemandangan yang sedang dialami pelakunya. Misalnya salah satu foto selfie

Rismunandar pada gambar 4.

Gambar 4. Rismunandar, ―Persimpangan‖

(Sumber: www.faceboook.com, diakses tanggal 25 Mei 2016 pukul 20.44 WITA)

Foto selfie Rismunandar

menunjukkan bahwa ia sedang berada di persimpangan jalan. Bagian wajah sudah tidak menjadi fokus utama foto karena yang ingin ditunjukkan adalah lokasi pada saat pengambilan foto tersebut. Bahkan pengambilan foto diambil dari bawah sehingga menghasilkan gambar yang sedikit distorsi sengaja dilakukan oleh Rismunandar untuk menunjukkan latar pada foto. Hal ini membuktikan bahwa yang menjadi fokus utama foto selfie tidak

hanya wajah pelaku selfie tetapi juga latar

foto. Pengambilan foto dengan latar langit yang kosong menambah kesan bahwa fokus utama pada saat orang lain melihat foto ini adalah nama jalan yang dijadikan latar dari foto selfie tersebut. 1.5 Potret Diri sebagai Narasi

Potret diri sebagai narasi merupakan penggambaran diri yang bergerak keluar dari figur realistik dan mengarah kepada representasi kedalaman akan bentuk, warna dan pola-pola/pattern. Penggunaan potret diri

sebagai narasi dalam pengambilan foto selfie banyak dilakukan seiring berkembangnya aplikasi dan peralatan pendukung pengambilan foto selfie saat

ini. Seiring dengan kemajuan teknologi yang tanpa henti dan meningkatnya pelaku selfie membuat para pelaku selfie

tidak kehabisan ide untuk menunjukkan foto-foto terbaru mereka.

Misalnya beberapa foto selfie Fitri

Ayu Nurjannatin berikut yang merupakan contoh dari potret sebagai narasi yang menonjolkan bentuk-bentuk tertentu. Dalam pengambilan beberapa foto selfie-

nya Fitri kerap menggunakan bentuk-bentuk hewan seperti anjing dan kucing serta tokoh-tokoh anime yang menonjolkan mata besar dan alis tebal.

Gambar 5. Fitri Ayu Nurjannatin, ―Nyoba

aplikasi baru‖ (Sumber: www.faceboook.com, diakses tanggal 25 Mei 2016 pukul 20.44 WITA)

Beberapa foto selfie dari Fitri merupakan foto selfie yang diambil dengan menggunakan aplikasi snapchat3.

Foto-foto tersebut keluar dari figur realistik pelaku selfie itu sendiri dan lebih

menonjolkan bentuk-bentuk lain yang ada pada aplikasi snapchat, seperti bentuk

anjing yang sedang menjulurkan lidahnya. Foto tersebut menunjukkan foto diri Fitri yang keluar dari bentuk realistik aslinya. Foto-foto tersebut merupakan wujud dari sifat narsisme dari Fitri, dimana secara tidak langsung Fitri ingin mengekspresikan dirinya meskipun dengan bentuk yang diluar realis sekalipun untuk mendapatkan pengakuan dari oang lain.

Beberapa pelaku selfie

menggunakan potret sebagai narasi dengan menunjukkan makna denotasi dari foto tersebut. Hal yang ingin diceritakan oleh pelaku selfie langsung diungkapkan lewat foto yang diunggahnya dengan menggabungkan beberapa foto yang kemudian diberi gelembung kata seperti yang ada pada komik. Teknik penggabungan pada foto selfie menjadi

sangat populer saat ini. Teknik ini disebut meme komik4. Penggunaan beberapa foto

3 Snapchat adalah aplikasi pesan foto yang dikembangkan

Evan Spiegel, Bobby Murphy, dan Reggie Brown saat

masih kuliah di Universitas Stanford. Dengan aplikasi ini, pengguna dapat mengambil foto, merekam video, menambahkan teks dan lukisan, dan mengirimkannya ke

daftar penerima yang ditentukan pengguna. Foto dan video kiriman pengguna disebut "Snaps". Pengguna menetapkan batas waktu tersedianya Snaps mereka (per

April 2014, batasnya antara 1 sampai 10 detik), lalu foto dan video tersebut disembunyikan dari perangkat penerima dan dihapus dari server Snapchat. (Wikipedia

online, ―Snapchat‖, dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Snapchat)

4 Istilah meme berasal dari bahasa Yunani ―mimeme‖

(sesuatu yang menyerupai/menirukan), dan terdengar serupa dengan gen (gene). Dawkins memakai istilah ini

untuk mendefinisikan lahirnya budaya dengan anggapan terjadinya merupakan bentukan dari banyak replikator. Hipotesisnya adalah manusia seharusnya melihat

kelahiran budaya berasal dari banyaknya bentukan replikator, yang umumnya mereplikasi melalui hubungan dengan manusia, yang telah berevolusi sebagai peniru (walaupun tidak sempurna) (copy) informasi maupun

prilaku yang efisien. Meme tidak selalu terkopi secara sempurna, bahkan dapat hilang, tercampur atau bahkan berubah dikarenakan pengaruh dari ide lainnya, sehingga

menjadikan suatu meme yang baru. Meme tersebut (meme yang baru) dapat menjadi lebih baik (atau buruk) sebagai replikator dibandingkan dengan meme

sebelumnya, hal inilah yang menjadi kerangka hipotesis dari evolusi budaya, analogi tersebut membimbing kita menuju evolusi biologi yang berbasiskan gen.

selfie yang digabungkan sehingga

membentuk seperti komik atau ilustrasi ini membentuk sebuah rangkaian foto yang seakan bercerita.

Gambar 6. Kiki Rafyanti, ―Foto ma pale‖ (Sumber: www.faceboook.com, diakses tanggal 25 Mei 2016 pukul 20.44 WITA)

Berikut merupakan contoh mimema: gagasan, ide, teori,

penerapan, kebiasaan, lagu, tarian dan suasana hati. Mimema dapat replikasi dengan sendirinya (dalam bentuk peniruan) dan membentuk suatu budaya, cara seperti ini

mirip dengan penyebaran virus (tetapi dalam hal ini terjadi di ranah budaya). Sebagai unit terkecil dari evolusi budaya, dalam beberapa sudut pandang mimema serupa dengan gen. Richard Dawkins, dalam bukunya The Selfish Gene, ia menceritakan bagaimana ia menggunakan istilah meme untuk menceritakan

bagaimana prinsip Darwinisme untuk menjelaskan penyebaran ide ataupun fenomena budaya. Dawkins juga memberi contoh mimema, yaitu nada, kaitan dari susunan kata, kepercayaan, gaya berpakaian dan perkembangan

teknologi.

Meme memang telah lama hadir di Indonesia, namun mulai booming di Indonesia sekitar tiga tahun terakhir.

Meme yang ada saat ini memang sangat erat kaitannya dengan berbagai kejadian yang ada di masyarakat,

namun dikemas dengan sesuatu yang terlihat menghibur. (sumber: Wikipedia online, ―Mimema‖, dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Mimema)

Gambar 7. Nur Aini Putri Istiqomah, ―Benar-benar dalam‖ (Sumber: www.faceboook.com, diakses tanggal 25 Mei 2016 pukul 20.44 WITA)

Foto selfie yang diunggah oleh Kiki dan Putri di atas misalnya. Kedua foto tersebut tidak lagi menunjukkan makna konotasi pada sebuah foto melainkan penyampaian pesan bisa langsung terbaca oleh penikmat foto dengan membaca tulisan yang ada pada foto tersebut. Hal ini memudahkan bagi penikmat foto untuk membaca pesan apa yang ingin disampaikan oleh pelaku foto selfie melalui fotonya tersebut.

Karya foto selfie jenis ini membangun makna yang sengaja dibuat oleh pelakunya. Lewat foto yang diunggahnya pelaku selfie sering memberikan tulisan-tulisan yang merujuk kepada orang yang melihat fotonya. Ekepresinyapun disesuaikan dengan gelembung kata yang akan dibuat. Tidak hanya ekspresi wajah, gerakan mulut serta gestur tubuhpun disesuaikan dengan kata-kata yang akan ditulis pada foto tersebut, sehingga kemungkinan pembuatan foto jenis ini direncanakan terlebih dahulu oleh pelakunya.

Foto jenis ini kebanyakan dibuat untuk hiburan semata tetapi ada juga beberapa foto digunakan untuk menyindir. Saat ini banyak sekali aplikasi-aplikasi kamera yang mendukung pengambilan foto selfie sebagai narasi. Aplikasi

tersebut akan terus bermunculan untuk memenuhi kebutuhan pelaku selfie.

1.6 Potret Diri sebagai Kiasan

Potret diri sebagai kiasan merupakan konsep penggambaran potret diri dengan gaya abstraksi dengan melakukan distorsi-distorsi yang lebih variatif dan lebih mengarah kepada abstrak ekspresionis. Konsep penggambaran potret diri sebagai kiasan pada foto selfie biasanya diambil secara tidak disengaja oleh pelakunya sehingga memberikan efek blur. Misalnya salah satu foto yang diunggah oleh Veronika_gan.

Gambar 8. Veronika_gan, ―Lagi selfie tiba-tiba HPnya jatuh‖ (Sumber: www.faceboook.com, diakses tanggal 13 Juni 2016 pukul 06.48 WITA)

Foto selfie Veronika di atas

merupakan salah satu contoh dari potret diri sebagai kiasan. Dari foto tersebut tidak memberikan bentuk-bentuk yang jelas atau bisa disebut sebagai foto abstrak. Namun dari judul keterangan fotonya ―Lagi selfie tiba-tiba HPnya jatuh‖,

kita bisa mengetahui bahwa foto tersebut adalah foto selfie Veronika yang diambil secara tidak sengaja karena handphone-

nya terjatuh. Bentuk-bentuk yang dihasilkan lewat foto selfie tersebut tidak

sengaja dibuat oleh pelakunya. 1.7 Potret Diri sebagai Refleksi Masalah Kemanusiaan

Potret diri sebagai refleksi masalah kemanusiaan banyak digunakan oleh

pelaku selfie untuk mengungkapkan

kondisi emosional dan situasi sosial yang ada di sekitar pelaku selfie tersebut.

Potret diri semacam ini bisa digunakan untuk menyampaikan sebuah kritik atau sindiran yang mencerminkan situasi lingkungan yang ada di sekitar senimannya. Misalnya salah satu foto yang diunggah oleh Daniel Zafran yang berfoto di dalam rumahnya yang terkena banjir.

Gambar 9. Daniel Zafran, ―Ini pic tadi pagi. Air udah mulai surut‖ (Sumber: www.faceboook.com, diakses tanggal 13 Juni 2016 pukul 06.48 WITA)

Foto Daniel Zafran di atas

merupakan salah satu potret refleksi masalah kemanusiaan. Foto selfie Daniel diambil dengan latar lantai rumah yang kotor akibat terendam banjir. Dari ekspresi wajah Daniel menunjukkan ekspresi geram yang memungkinkan pembacaan makna konotasi dari pelaku selfie yang

ingin menyampaikan kekesalannya karena rumahnya yang terendam banjir. Kemudian latar foto sengaja diambil lebih luas dan potret wajah pelaku selfie hanya

ditempatkan di pinggir karena yang ingin ditonjolkan adalah latar foto. Dari judul keterangan foto bisa diketahui bahwa foto tersebut diambil saat banjir sudah mulai surut.

Dari beberapa konsep potret diri yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa penggambaran foto selfie sebagai foto potret meliputi berbagai

macam aspek. Hal itu dapat diketahui dari bentuk visual foto yang diunggah oleh pelakunya. Namun pada dasarnya semua jenis foto selfie merupakan wujud eksistensi dari pelaku selfie-nya.

Meskipun tidak diungkapkan secara langsung, ketika seseorang memotret dirinya dan mengunggahnya ke media sosial, hal ini menandakan bahwa ada hasrat pencitraan diri yang ingin dibangun oleh pelaku selfie tesebut.

2. Makna Fotografi Selfie 2.1 Efek Tiruan

Efek tiruan secara artifisial adalah memadukan dua gambar sekaligus, memanipulasi, menambah atau mengurangi objek foto sehingga memiliki arti yang lain pula. Efek tiruan dilakukan untuk mengungkap makna denotasi yang sebenarnya sarat akan muatan makna konotasi. Misalnya Fitri Ayu Nurjannatin yang menggunakan efek tiruan dalam foto selfie-nya.

Gambar 10. Fitri Ayu Nurjannatin, ―Hayo muka siapa ini?‖ (Sumber: www.faceboook.com, diakses tanggal 25 Mei 2016 pukul 20.44 WITA)

Efek tiruan yang digunakan oleh Fitri Ayu Nurjannatin melahirkan makna konotatif yang terkandung di dalam foto tersebut. Efek tiruan yang dihasilkan adalah bertukar wajah dengan tujuan agar

foto yang dihasilkan terlihat berbeda. Jika umumnya pada foto selfie hal biasa dijumpai adalah pose wajah dengan ekpresi ceria, manyun, muka bebek, dan sebagainya, berbeda dengan foto yang diunggah oleh kedua pelaku selfie di atas yaitu mereka bertukar-tukar wajah dengan rekan-rekannya yang diajak berfoto. Motif utama para pelaku selfie di atas dalam melakukan tukar wajah ini adalah untuk hiburan dan lucu-lucuan semata.

Teknik bertukar wajah ini bisa kita temukan pada aplikasi snapchat yaitu dengan menggunakan fitur face-swapping. Fitur ini memungkinkan pengguna untuk berpose selfie kemudian menukar wajahnya dengan wajah teman, hewan peliharaan atau bahkan dengan benda mati. Fitur ini tersedia sebagai lens baru yang dapat dijumpai dengan cara men-tap dan mehanan kamera dalam

posisi membidik, kemudian pilih lens Face Swap dari pilihan yang ditawarkan. Penggunaan fitur ini tak lebih hanya untuk lucu-lucuan, namun meskipun efek tiruan tersebut digunakan pada saat foto selfie-nya, tidak menutup kemungkinan bahwa orang lain yang melihat foto selfie tersebut mengenali wajah pelaku selfie.

2.2 Pose atau Sikap

Pose adalah sikap dan ekspresi subjek dalam foto yang memiliki makna tertentu, seperti arah pandang mata, gesture, posisi, dan angle. Dalam ranah foto selfie pose yang dilakukan pelakunya sangat beragam. Beberapa pelaku selfie

menggunakan pose untuk menampilkan sesuatu yang berbeda dengan foto lain pada biasanya.

Misalnya foto selfie Dewi Lisna dan

Tutus, memperlihatkan karakter wajah dan dengan hidung yang mancung dan mata besar. Pose tersebut sangat banyak digunakan oleh pelaku selfie yang ingin

menampakkan kelebihan yang dimiliknya pada daerah wajah.

Gambar 11. Dewi Lisna, ―Swaaaa‖ (Sumber: www.faceboook.com, diakses tanggal 25 Mei 2016 pukul 20.44 WITA)

Pada foto di atas, pelaku selfie

ingin memperlihatkan kelebihan yang mereka miliki pada daerah wajah. Lisna memperlihatkan hidungnya yang mancung dengan mengambil angle foto dari atas. Angle ini memungkinkan hasil foto wajah pelaku selfie terlihat tirus.

2.3 Objek

Objek adalah manusia maupun benda yang ada pada sebuah foto. Objek merupakan fokus utama dari sebuah foto yang dikomposisikan sedemikian rupa dengan ide-ide tertentu. Misalnya salah satu foto selfie yang diunggah oleh Rio

Muhammad. Rio adalah salah satu pelaku selfie

yang kerap mengunggah foto-foto selfie-

nya dengan berbagai macam penempatan objek utama dengan objek pendukung yang dijadikan latar fotonya tersebut. Salah satunya foto selfie Rio di dalam

ruangan kelas perkuliahan yang memperlihatkan suasana kelas tersebut.

Gambar 12. Rio, ―Kapanpun dan Dimanapun‖ (Sumber: www.faceboook.com, diakses tanggal 25 Mei 2016 pukul 20.44 WITA)

Foto Rio diambil menggunakan tongkat narsis yang dengan sengaja digunakan agar latar kelas bisa terlihat secara keseluruhan. Beberapa teman Rio di belakang sebagai pendukung foto yang menandakan bahwa perkuliahan belum berlangsung, dan kemungkinan Rio dan beberapa temannya sedang menunggu dosen sehingga foto tersebut diambil untuk mengurangi rasa bosan.

2.4 Fotogenia

Fotogenia merupakan foto yang sudah dipermak atau direkayasa demi suatu tujuan tertentu. Tidak jauh berbeda dengan efek tiruan, fotogenia menjadi sesuatu yang lumrah bagi pelaku selfie. Foto jika tidak dipermak atau direkayasa, tidak akan terlihat menarik bagi pelaku selfie itu sendiri. Banyaknya aplikasi pendukung yang memungkinkan hal tersebut menjadi faktor lain yang membuat para pelaku selfie gemar merekayasa foto yang akan diunggah. Contoh dari fotogenia adalah salah satu foto selfie yang diunggah oleh Kinoy.

Gambar 13. Kinoy, ―Remember, whatever be your words and your actions, you have to be responsible for the risks of

words and your actions� ‖

(Sumber: www.facebook.com, diakses tanggal 21 Juni 2016 pukul 23.44 WITA)

Foto di atas memperlihatkan

fotogenia yang dibuat oleh Kinoy dengan merekayasa foto wajahnya yang seperti terbelah-belah. Kesan yang bisa dibaca dari foto tersebut adalah rasa kecewa dan sedih. Terlihat Kinoy berpose dengan ekspresi datar dan mata tertutup, yang memberikan kesan bahwa ia ingin menunjukkan rasa kekecewaannya lewat foto tersebut.

Kemudian foto berwarna hitam putih semakin menambah kesan kelam yang ingin ditunjukkan oleh Kinoy. Wajah yang dibuat seakan teriris menjadi petanda utama yang menyimbolkan bahwa pesan yang ingin disampaikan lewat foto tersebut adalah rasa kecewa dan sedih. Hal ini juga didukung oleh judul keterangan foto yang diungkapkannya “Remember, whatever be your words and your actions, you have to be responsible

for the risks of words and your actions� ‖

[terjemahan bebas: Ingat, apapun kata-kata dan perbuatanmu, anda harus bertanggung jawab atas risiko dari kata-kata dan perbuatanmu], yang menunjukkan kecewaannya terhadap seseorang yang kemudian ia utarakan lewat sebuah foto.

2.5 Estetisisme

Estetisisme dalam sebuah foto berkaitan dengan pengomposisian gambar secara keseluruhan sehingga menimbulkan makna-makna tertentu..

Estetisme foto memungkinkan adanya makna intertekstualitas yang terkandung dari dalam foto tersebut. Dimana sebuah foto tidak bisa berdiri sendiri. Antara foto yang satu dengan yang lainnya saling terkait sehingga menghasilkan makna yang berhubungan pula. Dalam ranah foto selfie tidak jarang pelaku selfie-nya membuat secara

sengaja foto yang sama dengan artis yang disenanginya. Bahkan ada yang secara tidak sengaja bahwa fotonya hampir sama dengan foto orang lain. Misalnya salah satu foto selfie dari Raatm. Secara disengaja foto tersebut dibuat hampir menyerupai foto selfie dari artis Raisa.

Gambar 14. Raatm, ―Sudah kek Raisa belom?‖ (Sumber: www.faceboook.com, diakses tanggal 13 Juni 2016 pukul 20.00 WITA)

Foto Raatm di atas merupakan

foto selfie yang dibuat secara sengaja dan mengacu kepada foto selfie Raisa. Raisa adalah salah satu penyanyi Indonesia yang sedang naik daun dan diidolakan oleh para remaja pria maupun wanita. Foto-fotonya banyak mendapatkan perhatian dari netizen bahkan beberapa

orang diantaranya berusaha untuk tampil seperti Raisa. Salah satunya adalah

Raatm yang membuat foto selfie mirip

dengan Raisa yang mengenakan handuk.

Gambar 15. Raisa6690, ―Ini bukan trend terbaru‖ (Sumber: www.Instagram.com, diakses tanggal 13 Juni 2016 pukul 20.00 WITA)

Kedua foto di atas memiliki

kemiripan secara visual. Foto selfie Raatm pada gambar 14 mengacu pada foto selfie

Raisa pada gambar 15 yang mengenakan handuk di kepalanya untuk mengeringkan rambutnya. Secara tidak langsung terdapat intertekstualitas yang terkandung antara kedua foto tersebut. Raatm berfoto dengan menggunakan handuk memberi kesan natural, dimana ia berfoto setelah mandi dengan tanpa make-up sedikitpun.

Foto tersebut menggunakan pola-pola sehingga ekspresi wajah yang ditunjukkanpun berbeda-beda.

Sama halnya dengan foto Raisa yang juga mengenakan handuk, yang memberi kesan natural dimana keduanya berfoto setelah mandi. Namun Raisa sudah memakai sedikit make-up karena ia menjaga identitasnya sebagai seorang artis yang tetap tampil dengan polesan make-up diwajahnya.

2.6 Sintaksis

Sintaksis merupakan pengulangan penggunaan tanda dalam beberapa foto. Ketika beberapa foto membentuk suatu rangkaian yang saling bersambung dengan foto lain (seperti ilustrasi atau cerita bergambar dalam tabloid-tabloid).

Foto semacam ini bisa kita jumpai di beranda facebook. Biasanya para pelaku selfie rata-rata mengambil foto selfie-nya

lebih dari sekali, bahkan ada yang sampai ratusan kali hanya untuk mendapatkan foto yang sempurna di mata pelakunya. Hal ini memungkinkan kemunculan makna sintaksis yang terkandung pada foto-foto selfie dalam sekali unggahan. Misalnya foto selfie dari Arya yang merupakan beberapa foto selfie yang diunggahnya

secara bersamaan yang membentuk seperti komik.

Gambar 16. Cadex Arya Agus Gunawan, ―Jalan-jalan sebelum balik ke kampung‖ (Sumber: www.facebook.com, diakses tanggal 13 Juni 2016 pukul 20.00 WITA)

Foto Arya di atas menceritakan perjalanan liburannya bersama temannya. Keempat foto tersebut diunggah secara bersamaan sehingga membentuk sebuah foto yang menyerupai komik. Keempat foto ini seakan bercerita tentang perjalanan liburan Arya yang bermain ice skating di sebuah pusat perbelanjaan. Kemungkinan pembacaan makna yang terkandung pada foto ini bisa langsung terbaca oleh orang lain yang melihatnya, karena foto secara denotasi sudah bercerita. Kemunculan makna sintaksis ini sama halnya dengan potret diri sebagai narasi yang memunculkan makna denotasi dari foto.

Dari beberapa elemen-elemen penting yang terkandung dalam sebuah foto selfie di atas dapat disimpulkan

bahwa semua foto selfie tidak dibuat

hanya untuk kesenangan semata, namun ada hal lain yang ingin disampaikan para pelakunya lewat foto yang mereka unggah. Meskipun tidak diungkapkan secara langsung lewat judul keterangan fotonya, orang yang melihat akan bisa membaca makna yang ada dalam foto tersebut lewat visual foto yang ditampilkan. Makna konotasi dan denotasi yang terkandung dalam sebuah foto akan jelas terlihat dari visual foto yang ditampilkan oleh pelakunya.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Penggunaan potret diri sebagai perwujudan karya yang mengungkap sisi negatif karakter manusia didasari oleh konsep pemikiran yang melatarbelakangi penciptaan karya potret diri senimannya, sehingga potret diri dapat ditelusuri ke dalam beberapa kategori yaitu potret diri sebagai tanda tangan, potret diri sebagai proyeksi diri, potret diri sebagai studi diri, potret diri sebagai fantasi, potret diri sebagai narasi, potret diri sebagai kiasan, dan potret diri sebagai refleksi masalah.

Bersadarkan pengamatan penulis serta hasil wawancara dan studi life history, para pelaku selfie menggunakan foto selfie-nya untuk mewakili masing-

masing potret diri tersebut. Dalam kerangka semiotika

fotografi yang dikemukakan oleh Roland Barthes, selain membagi dua lapis makna yang terkandung di dalamnya yaitu makna konotasi dan makna denotasi, ia juga mengungkapkan beberapa elemen penting yang biasanya terkandung dalam sebuah foto antara lain efek tiruan, pose atau sikap, objek, fotogenia, estetisisme, dan sintaksis. Elemen-elemen tersebut bisa ditemukan pada setiap foto selfie yang diunggah di lingkungan teman facebook penulis.

Berdasarkan simpulan di atas, dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

Bagi peneliti lain, disarankan kepada untuk melakukan penelitian fotografi selfie ditinjau dari aspek

psikologi.

Bagi Undiksha, hasil penelitian ini diharapkan bisa memperkaya referensi penelitian dan menambah perbendaharaan perpustakaan mengenai kajian semiotika khususnya di bidang fotografi selfie.

Bagi pelaku selfie, melalui

penelitian ini diharapakan dapat menjadi acuan bagi pelaku selfie untuk kedepannya agar mengetahui fungsi dan kegunaan foto selfie dan mampu menerapkan makna dari foto selfie yang diunggah di akun facebook sehingga para pelaku selfie bisa menggunakan foto serta

akunnya dengan bijak.

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam proses pembuatan skripsi ini, sangat banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini diucapkan terimakasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1) Prof. Dr. Putu Kerti Nitiasih, M.A., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha;

2) Drs. Gede Eka Harsana Koriawan, M.Erg., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Ganesha;

3) Drs. Hardiman, M.Si., selaku pembimbing I yang dengan penuh kesabaran memberikan arahan, motivasi, dan petunjuk kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

4) Drs. Mursal, selaku pembimbing II yang telah membimbing dan mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan;

5) Staf pengajar Jurusan Pendidikan Seni Rupa atas bekal ilmu yang diberikan sebagai bahan penalaran dalam penyusunan skripsi ini.

6) Staf Administrasi jurusan, fakultas, dan Universitas Pendidikan Ganesha atas fasilitas dan pelayanannya.

7) Para informan yang telah membantu memenuhi kelengkapan data dalam penulisan skripsi ini;

8) Kedua orang tua dan keluarga besar yang dengan sabar memotivasi dan mendukung penulis dalam menyelesaikan studi.

9) Para sahabat dan teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas ketulusan, kesetiaan, dukungan, serta kebahagiaan selama proses pendidikan, maupun penyusunan skripsi ini.

10) Semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini.

DAFTAR PUSTAKA Barthes, Roland. 2019. Imaji Musik Teks:

Analisis Semiologi atas

Fotografi, Iklan, Film, Musik,

Alkitab, Penulisan dan

Pembacaan serta Kritik Sastra.

Yogyakarta: Jalasutra

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian

Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi,

Kebijakan Publik, dan Ilmu

Sosial. Jakarta: Kencana

Cahyana, Agus. Dkk. 2009. Imaji Jurnal

Seni Rupa Murni. Bandung:

Maranatha University Press

Hasanuddin. Dkk. 2011.

Anxieties/Desieres: 90 Insight

for Marketing to Youth, Woman,

Netizen. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama

Martinet, Jeanne. 2010. Semiologi: Kajian

Teori Tanda Saussuran antara

Semiologi Komunikasi dan

Komunikasi Signifikasi.

Yogyakarta: Jalasutra

Minderop, Albertine. 2006. Pragmatisme-

Sikap Hidup dan Prinsip Politik

Luar Negeri Amerika. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia

P. Robbins, Stephen dan Timothy A.

Judge. 2008. Perilaku

Organisasi. Jakarta: Salemba

Empat

Sudikan, Setya Yuwana. 2001. Metode

Penelitian Kebudayaan.

Surabaya: Citra Wacana

Susanto, Mikke. 2011. Diksi Rupa.

Yogyakarta: Diktiart Labory

Sumber Internet

http://www.hipwee.com/hiburan/momen-

momen-krusial-dalam-sejarah-selfie/

diakses pada tanggal 10 Oktober 2014

jam 14.12 WITA

http://id.wikipedia.org/wiki/Fotografi,

diakses pada tanggal 10 Oktober 2014

jam 14.16 WITA

mikkesusanto.jogjanews.com/memahami-

lukisan-potret.html, diakses pada tanggal

13 Mei 2016 pukul 10.45 WITA

www.facebook.com, diakses pada tanggal

29 Mei 2016 pukul 20.44 WITA

www.instagram.com, diakses pada

tanggal 13 Juni 1016 pukul 20.00 WITA

http://artikata.com/, diakses pada tanggal

20 Juni 2016 pukul 06.19 WITA