BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Semiotika Semiotika ...

26
10 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Semiotika Semiotika adalah suatu metode analisis untuk mengkaji sebuah tanda. Tanda adalah suatu alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator terhadap komunikan. Semiotika atau biasa disebut semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana khalayak memaknai hal-hal (things)memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai memiliki arti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. 1 Semiotika merupakan teori tentang tanda dan penandaan yang mempelajari semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana signs „tanda-tanda‟ dan berdasarkan pada sistem tanda (sign system). Secara sederhana, semiotika diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tanda terhadap objek, peristiwa, dan kebudayaan. Semiotika komunikasi menekankan terhadap teori penciptaan tanda terhadap adanya enam faktor yaitu pengirim, penerima, pesan, saluran komunikasi dan acuan yang dibicarakan. 2 1 Kurniawan. Semiologi Roland Barthes. Magelang: IndonesiaTera, 2001. hal 53. 2 Indiwan Seto Wahjuwibowo. Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Praktis. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2018. hal 8. 10

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Semiotika Semiotika ...

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Semiotika

Semiotika adalah suatu metode analisis untuk mengkaji sebuah

tanda. Tanda adalah suatu alat yang digunakan untuk menyampaikan

pesan dari komunikator terhadap komunikan. Semiotika atau biasa disebut

semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana khalayak

memaknai hal-hal (things)memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat

dicampuradukan dengan mengkomunikasikan (to communicate).

Memaknai memiliki arti bahwa objek-objek tidak hanya membawa

informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi

juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.1

Semiotika merupakan teori tentang tanda dan penandaan yang

mempelajari semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana signs

„tanda-tanda‟ dan berdasarkan pada sistem tanda (sign system). Secara

sederhana, semiotika diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tanda

terhadap objek, peristiwa, dan kebudayaan. Semiotika komunikasi

menekankan terhadap teori penciptaan tanda terhadap adanya enam faktor

yaitu pengirim, penerima, pesan, saluran komunikasi dan acuan yang

dibicarakan.2

1Kurniawan. Semiologi Roland Barthes. Magelang: IndonesiaTera, 2001. hal 53.

2Indiwan Seto Wahjuwibowo. Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi

Praktis. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2018. hal 8.

10

11

Banyak para tokoh yang mendalami bidang semiotika atau

semiotik diantaranya:

a) Charles Sanders Peirce

Di dalam ruang lingkup semiotika, Peirce seringkali

mengatakan bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili

sesuatu bagi seseorang berdasarkan objeknya dan juga tanda atas

icon, indeks dan symbol. Jadi, setiap tanda berhubungan langsung

dengan objeknya, apalagi semua orang memberikan makna yang

sama atas benda tersebut sebagai hasil konvensi. Tanda, langsung

mewakili realitas. 3

Menurut Peirce, sebuah analisis tentang esensi tanda

mengarah pada pembuktian bahwa setiap tanda ditentukan oleh

objeknya. Yaitu yang pertama, tanda mengikuti sifat objeknya

ketika kita menyebutnya tanda sebuah ikon. Kedua, menjadi

kenyataan dan keberadaannya berkaitan dengan objek individual

ketika kita menyebutnya tanda disebut sebuah indeks. Ketiga,

perkiraan yang pasti bahwa hal itu diinprestasikan sebagai objek

denotatif ketika kita menyebut tanda sebagai sebuah simbol.4

Dalam usaha mencari makna suatu tanda, Pierce membuat

teori triangle meaning yang terdiri dari sign (tanda), object (objek),

interpretant (interprestasi). Salah satu bentuk tanda adalah kata,

sedangkan adalah sesuatu yang dirujuk tanda, sementara

3Alo Liliweri, Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudsya. Yogyakarta: LkiS, 2003. hal 178

4John Fiske. Introduction to Communication Studies. Terj. Hasparai Dwiningtyas. Pengantar Ilmu

Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2012. Cet. 1. hal 35

12

interpretant adalah tanda dalam benak seseorang tentang objek

yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen berinteraksi

dalam benak seseorang maka munculah makna yang diwakili oleh

tanda tersebut.5

Bagi Peirce, tanda “is something which stands to somebody

for something in some respect or capacity.” Sesuatu yang

digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Peirce disebut ground.

Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat

dalam hubungan triadik, yakni ground, object dan interperant. Atas

dasar hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda.

Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon

(ikon), indeks (indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah tanda

yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan

bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan

antara tanda dan objrk atau acuan yang bersifat kemiripan;

misalnya, potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukan

adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat

kausal atau hubungan sebab akibat atau tanda yang langsung

mengacu pada kenyataan. Contohnya adalah, asap sebagai tanda

adanya api.6

5Alex Sobur. semiotika Komunikasi. hal309

6Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. hal 41-42

13

b) Ferdinand de Saussure

Jika ada seseorang yang layak disebut sebagai pendiri

linguistik modern dialah sarjana dan toko besar asal Swiss,

Ferdinand de Saussure. Saussure lahir di Jenewa pada tahun 1857

dalam sebuah keluar terkenal di kota itu yang berhasil dalam

bidang ilmu. Saussure juga seorang spesialis bahasa Indonesia-

Eropa dan Sanksekerta yang menjadi sumber pembaruan

intelektual dalam ilmu sosial dan kemanusiaan.7

Menurut Saussure, tanda terdiri dari bunyi-bunyian dan

gambar yang disebut signifer atau penanda, dan konsep-konsep

dari bunyi-bunyian dan gambar disebut signifed. Dalam

berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda sebagai pengirim

makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan

tanda tersebut. Saussure menyebut objek sebagai “referent”.

Saussure menyebutnya sebagai objek untuk unsur tambahan dalam

proses penandaan. Contohnya, ketika orang menyebut kata

“anjing” (signifed) dengan nada menggumpal maka hal tersebut

merupakan tanda kesialan (signified). Jadi menurut Saussure,

“signifier dan signified adalah satu kesatuan yang tak dapat

dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kerta”.8

Dalam pandangan Saussure, bahasa adalah suatu sistem

tanda dan setiap tanda terdiri dari dua bagian, yakni penanda

7Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. hal45

8Alex Sobur, Semiotika Komunikasi. hal 44

14

(signifier) dan petanda (signified). Hal ini merupakan prinsip dalam

menangkap hal pokok pada teori Saussure. Segala suara atau bunyi

manusia atau hewan dapat diidentifikasikan sebagai bahasa jika

bisa mengekspresikan, menyatakan, dan menyampaikan ide-ide dan

pengertian tertentu.9

Maka dari itu dapat ditarik kesimpulan bahwa tanda

merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi oleh panca

indra, tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri dan

bergantung pada pengenalan oleh penggunanya sehingga bisa

disebut tanda.10

Saussure, beranggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah

laku manusia membawa makna dan berfungsi sebagai tanda, maka

di belakangkanya terdapat sistem perbedaan dan konvensi yang

memungkinkan makna itu. Saussure dalam melihat ilmu

pengetahuan yang mempelajari tentang tanda-tanda di dalam

masyarakat adalah hal yang mempelajari dari mana dan dari apa

saja tanda-tanda mengaturnya. Bagi Saussure, ilmu itu disebut

sebagai semiologi, dimana linguistik berposisi sebagai bagian kecil

dari ilmu umum tersebut.

Dalam pandangan Saussure bahasa adalah suatu sistem

tanda dan setiap tanda terdiri dari dua bagian, yakni penandan

(signifer) dan petanda (signifed). Hal ini merupakan prinsip dalam

9Alex Sobur, Semiotika Komunikasi. Hal 46

10Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik Dn Ilmu Sosial

Lainnya. Jakarta: Kencana, 2007. Cet-1. hal 169

15

menangkap hal pokok pada teori Saussure. segala suara atau bunyi

manusia atau hewan dapat diidentifikasikan sebagai bahasa jika

bisa mengekspresikan, menyatakan dan menyampaikan ide-ide dan

pengertian tertentu.

Tanda

Tersusun atas Pertanda Realitas eksternal

Penanda plus Petanda

(Eksistensi fisik dari tanda) (Konsep mental)

Skema 1.1 Unsur Makna Saussure

Dari tiga model makna diatas, dapat ditarik kesimpulan

bahwa tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, dipersepsikan

oleh panca indra, tanda mengacu pada seuatu di luar tanda itu

sendiri, dan bergantung pada pengenalan oleh penggunaannya

sehingga bisa disebut tanda.11

Form dan Content. Istilah form (bentuk) dan content

(materi, isi) ini oleh Gleason diistilahkan dengan expression dan

substance, satu berwujud bunyi dan yang lain berwujud idea.

Saussure membandingkan form dan content atau substance itu

dengan permainan catur. Dalam permainan catur, papan dan biji

catur itu tidak terlalu penting, aturan-aturan permainannya. Jadi,

11

Abdul Halik, Tradisi Semiotika dalam Teori dan Penelitian Komunikasi. Makassar: Universitity

Alauddin Press, 2012. hal 37

16

bahasa bersistem nilai, bukan koleksi unsur yang ditentukan oleh

materi, tetapi sistem itu ditentukan oleh perbedaannya.

Begitu pula halnya dengan kata-kata. Kata „sinkornasi‟,

misalnya, dapat diucapkan secara berlain-lainan oleh individu-

individu yang berbeda dan mungkin juga diberi makna yang

berbeda. Walupun demikian, kata tersebut tetaplah satu dan sama.

Yang bervariasi, kata Saussure, adalah “the phonic and

psychological „matter‟”, sedangkan wadahnya yaitu kata

„sinkornasi‟ sebagai bagian dari sistem bahasa tetap sama.

Langue dan Parole. Saussure membedakan tiga istilah

dalam bahasa Prancis: langange, langue (sistem bahasa) dan

parole (kegiatan ujaran). Langange adalah suatu kemampuan

berbahasa yang ada pada setiap manusia yang sifatnya

pembawaan, namun pembawaan ini mesti dikembangkan dengan

lingkungan dan stimulus yang menunjang. Singkatnya, langane

adalah bahasa pada umumnya.

Langue ini ada dalam benak orang, bukan hanya abstraksi-

abstraksi saja. Languae adalah sesuatu yang berkadar individual

dan juga sosial universal. Languae dimaksudkan sebagai cabang

linguistik yang menaruh perhatian pada tanda-tanda (sign) bahasa

17

atau ada pula yang menyebutnya sebagai kode-kode (code)

bahasa.12

Syncronic dan Dianhronic. Menurut Saussure, linguistik

harus memperhatikan sinkronis sebelum menghiaraukan

diagronis. Yang dimaksud dengan studi sinkronis sebuah bahasa

adalahdeskripsi tentang “keadaan tertentu bahasa tersebut (pada

suatu “masa”). Bertens menyebut “sinkronis” sebagai “bertepatan

menurut waktu”. Dengan demikian, linguistik sinkronis

mempelajari bahasa tanpa mempersoalkan urutan waktu. Jadi,

bisa dikatakan bersifat horizontal, misalnya menyelidiki bahasa

Indonesia yang digunakan pada tahun 1965.

Yang dimaksud dengan diakronis adalah “menelusuri

waktu”. Jadi, study diakronis atas bahasa tertentu adalah deskripsi

tentang perkembangan sejarah (“melalui waktu”). Misalnya, study

diakronis bahasa Inggris mungkin mengalami perkembangan di

masa catatan-catatan kita yang paling awal sampai sekarang ini

atau mungkin meliputi jangka waktu tertentu yang lebih terbatas.

Atau dengan kata lain, linguistik diakronis adalah subdisiplin

linguistik yang menyelidiki perkembangan suatu bahasa dari

masa ke masa.

12

Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. hal 47-50

18

Syntagmatic dan Assosiative. Satu lagi struktur bahasa

yang dibahas dalam konsepsi dasar Saussure tentang sistem

pembedaan diantara tanda-tanda adalah mengenai syntamatic dan

assosiative. Hubungan ini terdapat pada serangkaian kata-kata

sebagai rangkaian bunyi-bunyi maupun kata-kata sebagai konsep.

c) Roman Jakobson

Roman Jakobson adalah orang yang pertama berusaha

menjelaskan komunikasi teks sastra. Pengaruh Jabskon pada

semiotika berawal pada abad-20. Menerangkan adanya fungsi

bahasa yang berbeda, yang merupakan faktor pembentuk dalam

setiap jenis komunikasi verbal: Adresser (pengirim), massage

(pesan), adresse (yang dikirimi), Context (konteks), code (kode)

dan contact (kontak).

Berbicara mengenai pandangan Jakobson, dapat

dikemukakan bahwa bagi dia, bahasa itu memiliki enam macam

fungsi, yaitu:

1) Fungsi referensial, pengacu pesan

2) Fungsi emotif, pengungkap keadaan bicara

3) Fungsi konatif, pengungkap keinginan pembicarayang

langsung atau segera dilakukan atau dipikirkan oleh

seorang penyimak

4) Fungsi metalingual, penerang terhadap sandi atau kode

yang digunakan

19

5) Fungsi fantastis, pembuka, pembentuk, pemelihara

hubungan atau kontak antara pembaca dengan

penyimak

6) Fungsi puitis, penyandi pesan13

Jakobson adalah salah seorang dari teoretikus yang

pertama-tama berusaha menjelaskan proses komunikasi teks

sastra. Dalam artikelnya yang terkenal Linguistik dan Poetics,

Jacobson menerangkan adanya fungsi bahasa yang berbeda, yang

merupakan faktor-faktor pembentuk dalam setiap jenis

komunikasi verbal. Adress (pengirim) mengirim suatu massage

(pesan) kepada seorang adresse (yang dikirimi). Agar operatif,

pesan tersebut memerlukan conteks (konteks), sehingga dipahami

oleh yang dikirimi dan dapat diverbalisasikan suatu code (kode)

secara penuh atau paling tidak sebagian, bagi pengirim dan yang

dikirimi (atau dengan kata lain bagi pembuat kode dan makna)

dan akhirnya, suatu contack (kontak) suatu saluran fisik dan

hubungan psikologis antara pengirim yang dikirimi,

memungkinkan keduanya memasuki dan berada dalam

komunikasi. Proses komunikasi verbal diskemakan sebagai

berikut:

13

Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. hal 56

20

Skema 1.2 Model Semiotika Jakobson

d) Louis Hjelmslev

Mengembangkan sistem dwipihak (dyadic system)

merupakan ciri sistem saussure. Pendapat Hjelmslev terhadap

semiologi Saussure adalah dalam menegakan perlunya sebuah

“sains yang mempelajari bagaimana tanda hidup dan fungsi

dalamm masyarakat.” Menurutnya, sebuah tanda tidak hanya

mengandung sebuah hubungan internal antara aspek material

(penanda) dan konseo mental (petanda), namun juga mengandung

hubungan antara dirinya dan sebuah sistem yang lebih luas di luar

dirinya.

Hjelmslev adalah “bentuk penghubung tanda-tanda dalam

teks setara sebagai fakta semiotis hingga membuahkan gambaran

semiotisnya”. Ia juga menambahkan dari semiotika Saussure

dengan memperhatikan hakikat dari sebuah tanda dalam koneksi

logisnya dengan tanda-tanda lain.

Sebagai rekonstruksi yang disebut scientific semitotic,

metasemiotika merupakan rekontruksi sistemis pertama, yang

CONTEXT

MASSAGE

ADRESSER ADRESSE

CONTACT

CODE

21

dilakukan interpreternya, kedua, mengandung hubungan

multiplanar, dalam arti tanda dalam teks selain memiliki hubungan

dengan tanda-tanda yang lain dalam kesatuan teksnya, juga

memiliki jaringan hubungan dengan subsistem yang lain secara

eksternal, dan yang ketiga, dalam kesadaran batin interpreter,

metasemiotika ada sebagai lambang kebahasaan yang memiliki

kerangka hubungan secara internal maupun eksternal.

Metasemiotika sebagai rekonstruksi interpreter tidak mempunyai

pengetahuan tentang sistem tanda yang ditafsirkannya dan tidak

mampu mengadakan formulasi dari rekonstruksi.14

e) Roland Barthes

Barthes menyatakan bahwa mitos merupakan sistem

komunikasi, karena mitos ini merupakan sebuah pesan. Ia

menyatakan mistos sebagai “modus pertanda” sebuah bentuk,

sebuah “tipe wicara” yang dibawa melalui wacana. Mitos tidaklah

dapat digambarkan melalui objek pesannya, melainkan melalui cara

pesan tersebut disampaikan. Apapun dapat menjadi mitos,

tergantung dari caranya ditekstualisasikan. Dalam narasi berita,

pembaca dapat memaknai mitos ini melalui konotasi yang

dimainkan oleh narasi. Pembaca yang jeli dapat menemukan

adanya asosiasi-asosiasi terhadap “apa dan siapa” yang sedang

dibicarakan sehingga terjadi pelipatgandaan makna. Penanda

14

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi. hal 60-62

22

bahasa konotatif membantu untuk menyodorkan makna baru yang

melampaui makna asalnya atau dari makna denotasinya.15

Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam

studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader).

Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan

keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang

lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan

tataran ke-dua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada

sebelumnya. Sastra merupakan contoh paling jelas sistem

pemaknaan tataran ke-dua yang dibangun di atas bahasa sebagai

sistem yang petama. Sistem ke-dua ini oleh Barthes disebut dengan

konotatif, yang di dalam mythologies-nya secara tegas ia bedakan

dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama. Melanjutkan

strudi Hjelmslev, Barthes menciptakan peta tentang bagaimana

tanda bekerja:

Skema 1.3 Peta Tanda Rolan Barthes

15

http://www.avveroes.or.id/Mitos & bahasa media mengenal semiotika roland barthes/diakses

pada tanggal 25 Juli 2019 pukul 10:35

1. Signifier

(penanda)

2. Signified

(petanda)

3. Denotative sign (tanda

denotatif)

4. CONNOTATIVE SIGNIFIER

(PENANDA KONOTATIF)

5. CONNOTATIVE SIGNIFIERD

(PETANDA KONOTATIF)

6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)

23

Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif terdiri

atas penanda dan petanda. Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda

denotatif adalah juga penanda konotatif. Jika mengenal tanda “singa”,

barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan kerberanian

menjadi mungkin.16

B. Pengertian Dan Tujuan Dakwah

a. Pengertian Dakwah

Secara etimologi kata dakwah berasal dari bahasa Arab,

yaitu dari kata kerja (fi‟il) yaitu, da‟a – yad‟u yang artinya

mengajak, menyeru, mengundang atau memanggil. Kemudian kata

jamak yaitu da‟watan yang artinya ajakan, seruan, undangan atau

panggilan 17

Secara termilonologi pengertian dakwah menurut ahli adalah:

1. H.M.S Nasaruddin Latif, dakwah adalah setiap usaha atau

aktiitas dengan lisan maupun tulisan yang bersifat menyeru,

mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan

mentaati Allah SWT sesuai dengan garis akidah dan syari‟ah

serta akhlak Islamiyah.18

16

Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. hal 68-69 17

Firdaus Al-Hisyam dan Rudy Haryono, Kamus Lengkap 3 Bahasa Arab-Indonesia-Inggris.

Surabaya: Gitamedia Press, 2006, hal 247 18

Rafi‟udin dan Marman Abdul Djaliel, Prinsip Strategi Dakwah (Bandung: Pustaka Setia, 2001).

24

24

2. Prof. Toha Yahya Umar, pengertian dakwah dibagi dua

yaitu:

A. Pengertian umum. Dakwah adalah suatu ilmu

pemberitahuan dan cara-cara, tuntutan, menyetujui,

melaksanakan suatu ideologi, pendapat dan pekerjaan

tertentu.

B. Pengertian khusus. Dakwah adalah mengajak manusia

dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai

dengan perintah Allah SWT untuk kepentingan dan

kebahagiaan mereka di akhirat.

b. Tujuan Dakwah

Tujuan dakwah dapat diibaratkan sebagai sebuah mimpi dan cita-cita

yang akan dicapai oleh dai. Tujuan itu pada akhirnya akan

menentukan strategi dan menentukan besar kecilnya semangat seorang

dai dalam melakukan aktivitas dakwah Islam. Semakin mantap tujuan

dan semakin jelas strategi yang dirancangnya, maka semakin besar

pula pengaruhnya terhadap seorang dai dalam menyampaikan

dakwah.

Tujuan dakwah dibagi menjadi dua yaitu:

1. Tujuan Jangka Panjang atau Umum

Tujuan jangka panjang dakwah, sebagaimana telah disingggung

dalam pengertian dakwah itu sendiri, yaitu:

25

1) Mengajak semua orang untuk beribadah dalam arti

menjalankan perintah-perintahh Allah dan Rasul-Nya, dan

menjauhi segala larangan-Nya.

2) Menciptakan rahmat atau berkah dalam kehidupan yang baik

di dunia, baik untuk umat Islam itu sendiri maupun untuk

kehidupan seluruh manusia, termasuk makhluk Allah di alam

semesta.

3) Agar manusia mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di

akhirat. 19

2. Tujuan Jangka Pendek atau Khusus

Selain tujuan jangka panjang, dakwah juga memiliki tujuan jangka

pendek. Diantaranya adalah:

1) Membina mental dan keimanan para mu‟alaf yang baru masuk

Islam atau yang masih lemah keislamannya, supaya tidak

keluar dari Islam.

2) Meningkatkan dan ketaqwaan umat Islam yang telah cukup

kuat keimanannya. Dakwah bagi kelompok ini dimaksudkan

agar umat Islam bertambah kokoh keimanannya.

3) Mendidik dan mengajarkan anak-anak agar dapat

mengembangkan potensinya sesuai dengan jalan Allah atau

dalam menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah dan

khalifah di muka bumi.

19

Ropingi el Ishaq. Pengantar Ilmu Dakwah Studi Komprehensip dari Teori ke Praktik. Malang:

Madani 2016. hal 40-42

26

4) Mengajak umat manusia yang belum meyakini dan

menjalankan ajaran Islam.20

C. Metode Dakwah

Metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai

suatu tujuan. Apabila diartikan secara bebas metode adalah cara yang

telah diatur melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud.

Dalam surat An-Nahl ayat 125, dijelaskan mengenai prinsip

penggunaan metode dakwah.

وعظىة ة وىالمى بيل رىبكى بالكمى سى ادع إلى

وىهوىأىعلىمبالمه لعىنسى بيله نضى هوىأىعلىمبمى إن رىبكى ن ادلمبالتيهيىأىحسى وىجى نىة الىسى

تىدينى

Artinya:

“serulah (manusia) kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan

berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.

Sesungguhnya Tuhanmu. Dialah yang lebih baik mengetahui

siapa yang sesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih

mengetahui siapa yang mendapatkan petunjuk” (Qs.Anhl:

125).21

Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode dakwah meliputi

tiga hal, yaitu;

20

Ropingi el Ishaq. hal 47-48 21QS, An-Nahl(16): 125

27

1) Al-Hikmah, merupakan kemampuan dan ketepatan da‟i dalam

memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan

kondisi objektif ma‟unya. Al-Hikmah merupakan kemampuan da‟i

dalam menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta realitas yang ada

dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunitatif. Oleh

karena itu, Al-Hikmah sebagai sebuah sistem yang menyatukan

antara kemampuan teoritis dan praktis dalam berdakwah.

2) Mau‟izhah hasanah, merupakan ungkapan yang mengandung

unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita

gembira, peringatan, pesan-pesan positif yang bisa dijadikan

pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan dunia

dan akhirat.

3) Al-Mujadalah Bi-al-Lati Hiya Ahsan, merupakan diskusi yang

dilakukan oleh dua pihak secara sinergis yang tidak melahirkan

permusuhan dengan tujuan agar lawan bicara dapat menerima

pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan

bukti yang kuat. Antara satu dengan yang lainnya dengan saling

menghargai pendapat keduanya.22

Metode dakwah merupakan suatu pendekatan yang bisa

dijadikan sebagai pintu masuk bagi juru dakwah menuju obyek

dakwah, sehingga pemikiran-pemikiran dapat diterima oleh obyek

22

M. Munir, Metode Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 2006. hal 8-19

28

dakwah secara sukarela dan penuh kesadaran. Akhirnya tertarik

untuk bergabung dalam barisan gerakan dakwah.

Untuk itu dakwah haruslah dikemas dengan cara metode

yang tepat dan pas. Dakwah harus tampil secara aktual dan

faktual. Aktual dalam arti memecahkan masalah yang pada saat ini

dan hangat di masyarakat. Faktual dalam arti konkret dan nyata,

serta konstektual dalam arti relevan dan menyangkut problema

yang sedang dihadapi oleh masyarakat.

Media dakwah adalah hal, keadaan, benda, yang dapat

digunakan sebagai perantara untuk melaksanakan dakwah yang

digunakan oleh da‟i untuk menyampaikan pesan dakwahnya

kepada mad‟u.23

D. Materi/pesan Dakwah

Materi/pesan dakwah adalah isi pesan yang disampaikan

dai kepada mad‟u. Pada dasrnya pesan dakwah itu adalah ajaran

Islam itu sendiri. Secara umum dapat dikelompokan menjadi:

1. Pesan Akidah meliputi: Iman kepada Allah Swt, Iman kepada

Malaikat-Nya, Iman kepada Hari Akhir, Iman kepada kitab-kitab-

Nya, Iman kepada Rasulnya, Iman kepada Qadha dan Qadhar.

2. Pesan Syariah meliputi: ibadah thaharah, shalat, zakat, puasa,

haji, serta mu‟amalahh.

23

Moh. Ardani, Memahami Permasalahan Fikih Dakwah.. Jakarta: Mitra Cahaya Utama, 2006. hal

37-38

29

Hukum perdata meliputi: hukum niaga, hukum nikah, dan

hukum waris.

Hukum Publik meliputi: hukum pidana, hukum negara,

hukum perang dan damai.

3. Pesan Akhlak meliputi: akhlak terhadap Allah SWT, akhlak

terhadap makhluk yang meliputi; akhlak terhadap manusia, diri

sendiri, tetangga, masyarakat, akhlak terhadap bukan manusia

(flora, fauna dan sebagainya).

E. Media Dakwah

Dalam melakukan dakwah, dai memerlukan media/alat agar dapat

melakukan dakwah dengan efisien. Media/alat yang dipakai untuk

menyampaikan dakwah ajaran Islam adalah:

1. Lisan, ini dalah media dakwah yang paling sederhana yang

menggunakan lidah dan suara. Media ini dapat berbentuk pidato,

ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan dan lain sebagainya.

2. Tulisan, meliputi buku, majalah, surat kabar, korespondensi,

spanduk dan lain sebagainya.

3. Lukisan, meliputi gambar, karikatur dan sebagainya.

4. Audio visual, ini adalah alat dakwah yang dapat merangsang

indra pendengaran ataupun penglihatan dan bisa juga kedua-

duanya. Yang termasuk audio visual adalah televisi, film, media

sosial dan sebagainya.

30

5. Akhlak, yaitu perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran Islam

yang dapat dinikmati dan didengarkan olrh mad‟u.24

F. FILM

a. Kategori Film

Kategori film berawal dari klarifikasi drama yang lahir

pada abad XVIII. Klarifikasi (kategori) drama tersebut muncul

berdasarkan jenis stereotip manusia dan tanggapan manusia

terhadap kehidupan. Ada berbagai jenis naskah drama yang dikenal

saat itu, lelucon, banyolan, opera balada, komedisentimental,

komedi tinggi, dan tragedi. Kemudian, jnis drama tersebut

diklarifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu; Tragedi, Komedi,

Melodrama dan Dagelan.

Kemudian, seiring berjalannya waktu dan berkembangnya

zaman terhadap dunia perfilman ada sedikit perubahan. Namun,

tetap tidak menghilangkan keaslian dari awal pembentukannya.

Saat inifilm dikategorikan menjadi lima jenis, yaitu;

a. Komedi, film yang mendeskripsikan kelucuan,

kekonyolan, kebanyolan para pemain. Sehingga alur

cerita dalam film tidak kaku dan ada bumbu kejenakaan

yang dapat membuat penonton tidak bosan saat

menontonnya.

24

Wahyu Ilahi, Komunikasi Dakwah. Bandung: PT.Remaja Rosakarya, 2013. hal 20-21

31

b. Drama, film yang menggambarkan realita di sekeliling

kehidupan manusia. Dalam film drama, alur ceritanya

terkadang dapat membuat penonton tersenyum, sedih

dan meneteskan air mata.

c. Horor, film beraroma mistis, alam gaib, dan

supranatural. Alur ceritanya biasa membuat jantung

penonton berdegup, menegangkan dan berteriak

histeris.

d. Musikal, film yang penuh dengan suasana musik. Alur

ceritanya sama seperti drama, hanya saja dibeberapa

bagian adegan dalam film para pemain bernyanyi,

berdansa, bahkan beberapa dialog menggunakan musik.

e. Laga, film yang dipenuhi aksi, perkelahian, tembak-

menembak, kejar-kejaran dan adegan-adegan berbahaya

yang mendabarkan. Alur ceritanya sederhana hanya saja

dapat menjadi luar biasa karena dibumbui aksi-aksi

yang membuat penonton tidak beranjak dari kursi.25

b. Struktur Film

Sebuah film tidak akan menarik jika para kru film tidak

menampilkan sudut (angle) kamera yang baik untuk ditonton. Tentu

saja selain kehebatan para kru, ada beberapa teknik pengambilan

25

Ekky Imanjaya, Why Not : Remaja Doyan Nonton. Bandung: PT Mizan Bunaya Kreativa, 2004.

hal 104

32

gambar yang mampu membuat penonton berdecak kagum terhadap

film yang mereka lihat.

1. Sudut Pengambilan Gambar (Camera Angle)

a. Bird Eye View

Pengambilan gambar dilakukan dari atas ketinggian

tertentu, sehingga memperlihatkan lingkungan yang

sedemikian luas dengan benda-benda lain yang dibawah

tampak sedemikian kecil. Pengambilan gambar biasanya

menggunakan helikopter, drawn, maupun gedung-gedung

tinggi.

b. High Angle

Sudut pengambilan gambar tepat diatas objek, pengambilan

gambar seperti ini memiliki arti yang dramatik yaitu kecil atau

kerdil.

c. Low Angle

Pengambilan gambar diambil dari bawah si objek, sudut

pengambilan gambar ini merupakan kebalikan dari high angle.

Kesan yang ditimbulkan dari sudut pandang ini yaitu

keagungan atau kejayaan.

d. Eye Level

Pengambilan gambar ini mengambil sudut sejajar dengan

mata objek, tidak ada kesan dramatik tertentu yang didapat

33

dari eye level ini. Yang ada hanyalah memperlihatkan

pandangan mata seseorang yang berdiri.

e. Frog Eye

Sudut pengambilan gambar ini diambil sejajar dengan

permukaan tempat objek berdiri, seolah-olah memperlihatkan

objek menjadi sangat besar.

2. Ukuran Gambar (frame size)

a. Extreme Close Up (ECU/XCU). Pengambilan gambar yang

terlihat sangat detail seperti hidung pemain, bibir atau ujung

tumit dari sepatu.

b. Big Close Up (BCU). Pengambilan gambar dari sebatas kepala

hingga dagu.

c. Close Up (CU). Gambar diambil dari jarak dekat, hanya

sebagian dari objek yang terlihat seperti hanya mukanya saja

atau sepasang kaki yang bersepatu baru.

d. Medium Close Up (MCU). Objek yang diambil dari dada

keatas.

e. Medium Shot (MS). Pengambilan dari jarak sedang, jika

objeknya orang maka yang terlihat hanya separuh badannya

saja, dari perut/pinggang keatas.

f. Knee Shot (KS). Pengambilan gambar dari kepala hingga lutut.

g. Full Shot (FS). Pengambilan gambar objek secara penuh dari

kepala sampai kaki.

34

h. Long Shot (LS). Pengambilan secara keseluruhan, gambar

diambil dari jarak jauh seluruh objek terkena hingga latar

belakang objek.

i. Medium Long Shot (MLS). Gambar diambil dari jarak yang

wajar, sehingga jika terdapat 3 objek maka seluruhnya akan

terlihat. Bila objeknya satu orang maka tampak dari kepala

sampai lutut.

j. Ekstrem Long Shot (XLS). Gambar diambil dari jarak yang

sangat jauh yang utama diperlihatkan bukanlah objek tetapi

latar belakangnya. Dengan demikian dapat diketahui posisi

objek tersebut terhadap lingkungannya.

k. One Shot (1S). Pengambilan gambar satu objek.

l. Two Shot (2S). Pengambilan gambar dua orng.

m. Group Shot (GS). Pengambilan gambar sekelompok orang.

3. Gerakan Kamera (moving camera)

a. Zoom In/Zoom Out. Kamera bergerak menjauh dan mendekati

objek dengan menggunakan tombol zooming yang ada

dikamera.

b. Panning. Gerakan kamera menoleh ke kiri dan ke kanan dari

atas tripod.

c. Tilting. Gerakan kamera ke atas dan ke bawah. Tilt Up jika

kamera mendongak dan tilt down jika kamera mengangguk.

35

d. Dolly. Kedudukan kamera di tripod dan di atas landasan

rodanya. Dolly In jika bergerak maju dan Dolly Out jika

bergerak menjauh.

e. Follow. Gerakan kamera mengikuti objek bergerak.

f. Crane Shot. Gerakan kamera yang dipasang di atas roda crane.

g. Fading. Pergantian gambar secara perlahan. Fade in jika

gambar muncul dan fade out jika gambar menghilang serta

crass fade jika gambar 1 dan 2 saling menggantikan secara

bersamaan.

h. Framing. Objek berada dalam framing shot. Frame in jika

memasuki bingkai dan frame out jika keluar bingkai.26

26

http://www.thinktep.wordpress.com/Teknik Pengambilan Gambar/diakses pada 27 Juli 2019

pukul 21:37.