BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Semiotika Semiotika ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Semiotika Semiotika ...
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Semiotika
Semiotika adalah suatu metode analisis untuk mengkaji sebuah
tanda. Tanda adalah suatu alat yang digunakan untuk menyampaikan
pesan dari komunikator terhadap komunikan. Semiotika atau biasa disebut
semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana khalayak
memaknai hal-hal (things)memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat
dicampuradukan dengan mengkomunikasikan (to communicate).
Memaknai memiliki arti bahwa objek-objek tidak hanya membawa
informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi
juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.1
Semiotika merupakan teori tentang tanda dan penandaan yang
mempelajari semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana signs
„tanda-tanda‟ dan berdasarkan pada sistem tanda (sign system). Secara
sederhana, semiotika diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tanda
terhadap objek, peristiwa, dan kebudayaan. Semiotika komunikasi
menekankan terhadap teori penciptaan tanda terhadap adanya enam faktor
yaitu pengirim, penerima, pesan, saluran komunikasi dan acuan yang
dibicarakan.2
1Kurniawan. Semiologi Roland Barthes. Magelang: IndonesiaTera, 2001. hal 53.
2Indiwan Seto Wahjuwibowo. Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi
Praktis. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2018. hal 8.
10
11
Banyak para tokoh yang mendalami bidang semiotika atau
semiotik diantaranya:
a) Charles Sanders Peirce
Di dalam ruang lingkup semiotika, Peirce seringkali
mengatakan bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili
sesuatu bagi seseorang berdasarkan objeknya dan juga tanda atas
icon, indeks dan symbol. Jadi, setiap tanda berhubungan langsung
dengan objeknya, apalagi semua orang memberikan makna yang
sama atas benda tersebut sebagai hasil konvensi. Tanda, langsung
mewakili realitas. 3
Menurut Peirce, sebuah analisis tentang esensi tanda
mengarah pada pembuktian bahwa setiap tanda ditentukan oleh
objeknya. Yaitu yang pertama, tanda mengikuti sifat objeknya
ketika kita menyebutnya tanda sebuah ikon. Kedua, menjadi
kenyataan dan keberadaannya berkaitan dengan objek individual
ketika kita menyebutnya tanda disebut sebuah indeks. Ketiga,
perkiraan yang pasti bahwa hal itu diinprestasikan sebagai objek
denotatif ketika kita menyebut tanda sebagai sebuah simbol.4
Dalam usaha mencari makna suatu tanda, Pierce membuat
teori triangle meaning yang terdiri dari sign (tanda), object (objek),
interpretant (interprestasi). Salah satu bentuk tanda adalah kata,
sedangkan adalah sesuatu yang dirujuk tanda, sementara
3Alo Liliweri, Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudsya. Yogyakarta: LkiS, 2003. hal 178
4John Fiske. Introduction to Communication Studies. Terj. Hasparai Dwiningtyas. Pengantar Ilmu
Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2012. Cet. 1. hal 35
12
interpretant adalah tanda dalam benak seseorang tentang objek
yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen berinteraksi
dalam benak seseorang maka munculah makna yang diwakili oleh
tanda tersebut.5
Bagi Peirce, tanda “is something which stands to somebody
for something in some respect or capacity.” Sesuatu yang
digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Peirce disebut ground.
Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat
dalam hubungan triadik, yakni ground, object dan interperant. Atas
dasar hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda.
Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon
(ikon), indeks (indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah tanda
yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan
bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan
antara tanda dan objrk atau acuan yang bersifat kemiripan;
misalnya, potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukan
adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat
kausal atau hubungan sebab akibat atau tanda yang langsung
mengacu pada kenyataan. Contohnya adalah, asap sebagai tanda
adanya api.6
5Alex Sobur. semiotika Komunikasi. hal309
6Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. hal 41-42
13
b) Ferdinand de Saussure
Jika ada seseorang yang layak disebut sebagai pendiri
linguistik modern dialah sarjana dan toko besar asal Swiss,
Ferdinand de Saussure. Saussure lahir di Jenewa pada tahun 1857
dalam sebuah keluar terkenal di kota itu yang berhasil dalam
bidang ilmu. Saussure juga seorang spesialis bahasa Indonesia-
Eropa dan Sanksekerta yang menjadi sumber pembaruan
intelektual dalam ilmu sosial dan kemanusiaan.7
Menurut Saussure, tanda terdiri dari bunyi-bunyian dan
gambar yang disebut signifer atau penanda, dan konsep-konsep
dari bunyi-bunyian dan gambar disebut signifed. Dalam
berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda sebagai pengirim
makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan
tanda tersebut. Saussure menyebut objek sebagai “referent”.
Saussure menyebutnya sebagai objek untuk unsur tambahan dalam
proses penandaan. Contohnya, ketika orang menyebut kata
“anjing” (signifed) dengan nada menggumpal maka hal tersebut
merupakan tanda kesialan (signified). Jadi menurut Saussure,
“signifier dan signified adalah satu kesatuan yang tak dapat
dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kerta”.8
Dalam pandangan Saussure, bahasa adalah suatu sistem
tanda dan setiap tanda terdiri dari dua bagian, yakni penanda
7Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. hal45
8Alex Sobur, Semiotika Komunikasi. hal 44
14
(signifier) dan petanda (signified). Hal ini merupakan prinsip dalam
menangkap hal pokok pada teori Saussure. Segala suara atau bunyi
manusia atau hewan dapat diidentifikasikan sebagai bahasa jika
bisa mengekspresikan, menyatakan, dan menyampaikan ide-ide dan
pengertian tertentu.9
Maka dari itu dapat ditarik kesimpulan bahwa tanda
merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi oleh panca
indra, tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri dan
bergantung pada pengenalan oleh penggunanya sehingga bisa
disebut tanda.10
Saussure, beranggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah
laku manusia membawa makna dan berfungsi sebagai tanda, maka
di belakangkanya terdapat sistem perbedaan dan konvensi yang
memungkinkan makna itu. Saussure dalam melihat ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang tanda-tanda di dalam
masyarakat adalah hal yang mempelajari dari mana dan dari apa
saja tanda-tanda mengaturnya. Bagi Saussure, ilmu itu disebut
sebagai semiologi, dimana linguistik berposisi sebagai bagian kecil
dari ilmu umum tersebut.
Dalam pandangan Saussure bahasa adalah suatu sistem
tanda dan setiap tanda terdiri dari dua bagian, yakni penandan
(signifer) dan petanda (signifed). Hal ini merupakan prinsip dalam
9Alex Sobur, Semiotika Komunikasi. Hal 46
10Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik Dn Ilmu Sosial
Lainnya. Jakarta: Kencana, 2007. Cet-1. hal 169
15
menangkap hal pokok pada teori Saussure. segala suara atau bunyi
manusia atau hewan dapat diidentifikasikan sebagai bahasa jika
bisa mengekspresikan, menyatakan dan menyampaikan ide-ide dan
pengertian tertentu.
Tanda
Tersusun atas Pertanda Realitas eksternal
Penanda plus Petanda
(Eksistensi fisik dari tanda) (Konsep mental)
Skema 1.1 Unsur Makna Saussure
Dari tiga model makna diatas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, dipersepsikan
oleh panca indra, tanda mengacu pada seuatu di luar tanda itu
sendiri, dan bergantung pada pengenalan oleh penggunaannya
sehingga bisa disebut tanda.11
Form dan Content. Istilah form (bentuk) dan content
(materi, isi) ini oleh Gleason diistilahkan dengan expression dan
substance, satu berwujud bunyi dan yang lain berwujud idea.
Saussure membandingkan form dan content atau substance itu
dengan permainan catur. Dalam permainan catur, papan dan biji
catur itu tidak terlalu penting, aturan-aturan permainannya. Jadi,
11
Abdul Halik, Tradisi Semiotika dalam Teori dan Penelitian Komunikasi. Makassar: Universitity
Alauddin Press, 2012. hal 37
16
bahasa bersistem nilai, bukan koleksi unsur yang ditentukan oleh
materi, tetapi sistem itu ditentukan oleh perbedaannya.
Begitu pula halnya dengan kata-kata. Kata „sinkornasi‟,
misalnya, dapat diucapkan secara berlain-lainan oleh individu-
individu yang berbeda dan mungkin juga diberi makna yang
berbeda. Walupun demikian, kata tersebut tetaplah satu dan sama.
Yang bervariasi, kata Saussure, adalah “the phonic and
psychological „matter‟”, sedangkan wadahnya yaitu kata
„sinkornasi‟ sebagai bagian dari sistem bahasa tetap sama.
Langue dan Parole. Saussure membedakan tiga istilah
dalam bahasa Prancis: langange, langue (sistem bahasa) dan
parole (kegiatan ujaran). Langange adalah suatu kemampuan
berbahasa yang ada pada setiap manusia yang sifatnya
pembawaan, namun pembawaan ini mesti dikembangkan dengan
lingkungan dan stimulus yang menunjang. Singkatnya, langane
adalah bahasa pada umumnya.
Langue ini ada dalam benak orang, bukan hanya abstraksi-
abstraksi saja. Languae adalah sesuatu yang berkadar individual
dan juga sosial universal. Languae dimaksudkan sebagai cabang
linguistik yang menaruh perhatian pada tanda-tanda (sign) bahasa
17
atau ada pula yang menyebutnya sebagai kode-kode (code)
bahasa.12
Syncronic dan Dianhronic. Menurut Saussure, linguistik
harus memperhatikan sinkronis sebelum menghiaraukan
diagronis. Yang dimaksud dengan studi sinkronis sebuah bahasa
adalahdeskripsi tentang “keadaan tertentu bahasa tersebut (pada
suatu “masa”). Bertens menyebut “sinkronis” sebagai “bertepatan
menurut waktu”. Dengan demikian, linguistik sinkronis
mempelajari bahasa tanpa mempersoalkan urutan waktu. Jadi,
bisa dikatakan bersifat horizontal, misalnya menyelidiki bahasa
Indonesia yang digunakan pada tahun 1965.
Yang dimaksud dengan diakronis adalah “menelusuri
waktu”. Jadi, study diakronis atas bahasa tertentu adalah deskripsi
tentang perkembangan sejarah (“melalui waktu”). Misalnya, study
diakronis bahasa Inggris mungkin mengalami perkembangan di
masa catatan-catatan kita yang paling awal sampai sekarang ini
atau mungkin meliputi jangka waktu tertentu yang lebih terbatas.
Atau dengan kata lain, linguistik diakronis adalah subdisiplin
linguistik yang menyelidiki perkembangan suatu bahasa dari
masa ke masa.
12
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. hal 47-50
18
Syntagmatic dan Assosiative. Satu lagi struktur bahasa
yang dibahas dalam konsepsi dasar Saussure tentang sistem
pembedaan diantara tanda-tanda adalah mengenai syntamatic dan
assosiative. Hubungan ini terdapat pada serangkaian kata-kata
sebagai rangkaian bunyi-bunyi maupun kata-kata sebagai konsep.
c) Roman Jakobson
Roman Jakobson adalah orang yang pertama berusaha
menjelaskan komunikasi teks sastra. Pengaruh Jabskon pada
semiotika berawal pada abad-20. Menerangkan adanya fungsi
bahasa yang berbeda, yang merupakan faktor pembentuk dalam
setiap jenis komunikasi verbal: Adresser (pengirim), massage
(pesan), adresse (yang dikirimi), Context (konteks), code (kode)
dan contact (kontak).
Berbicara mengenai pandangan Jakobson, dapat
dikemukakan bahwa bagi dia, bahasa itu memiliki enam macam
fungsi, yaitu:
1) Fungsi referensial, pengacu pesan
2) Fungsi emotif, pengungkap keadaan bicara
3) Fungsi konatif, pengungkap keinginan pembicarayang
langsung atau segera dilakukan atau dipikirkan oleh
seorang penyimak
4) Fungsi metalingual, penerang terhadap sandi atau kode
yang digunakan
19
5) Fungsi fantastis, pembuka, pembentuk, pemelihara
hubungan atau kontak antara pembaca dengan
penyimak
6) Fungsi puitis, penyandi pesan13
Jakobson adalah salah seorang dari teoretikus yang
pertama-tama berusaha menjelaskan proses komunikasi teks
sastra. Dalam artikelnya yang terkenal Linguistik dan Poetics,
Jacobson menerangkan adanya fungsi bahasa yang berbeda, yang
merupakan faktor-faktor pembentuk dalam setiap jenis
komunikasi verbal. Adress (pengirim) mengirim suatu massage
(pesan) kepada seorang adresse (yang dikirimi). Agar operatif,
pesan tersebut memerlukan conteks (konteks), sehingga dipahami
oleh yang dikirimi dan dapat diverbalisasikan suatu code (kode)
secara penuh atau paling tidak sebagian, bagi pengirim dan yang
dikirimi (atau dengan kata lain bagi pembuat kode dan makna)
dan akhirnya, suatu contack (kontak) suatu saluran fisik dan
hubungan psikologis antara pengirim yang dikirimi,
memungkinkan keduanya memasuki dan berada dalam
komunikasi. Proses komunikasi verbal diskemakan sebagai
berikut:
13
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. hal 56
20
Skema 1.2 Model Semiotika Jakobson
d) Louis Hjelmslev
Mengembangkan sistem dwipihak (dyadic system)
merupakan ciri sistem saussure. Pendapat Hjelmslev terhadap
semiologi Saussure adalah dalam menegakan perlunya sebuah
“sains yang mempelajari bagaimana tanda hidup dan fungsi
dalamm masyarakat.” Menurutnya, sebuah tanda tidak hanya
mengandung sebuah hubungan internal antara aspek material
(penanda) dan konseo mental (petanda), namun juga mengandung
hubungan antara dirinya dan sebuah sistem yang lebih luas di luar
dirinya.
Hjelmslev adalah “bentuk penghubung tanda-tanda dalam
teks setara sebagai fakta semiotis hingga membuahkan gambaran
semiotisnya”. Ia juga menambahkan dari semiotika Saussure
dengan memperhatikan hakikat dari sebuah tanda dalam koneksi
logisnya dengan tanda-tanda lain.
Sebagai rekonstruksi yang disebut scientific semitotic,
metasemiotika merupakan rekontruksi sistemis pertama, yang
CONTEXT
MASSAGE
ADRESSER ADRESSE
CONTACT
CODE
21
dilakukan interpreternya, kedua, mengandung hubungan
multiplanar, dalam arti tanda dalam teks selain memiliki hubungan
dengan tanda-tanda yang lain dalam kesatuan teksnya, juga
memiliki jaringan hubungan dengan subsistem yang lain secara
eksternal, dan yang ketiga, dalam kesadaran batin interpreter,
metasemiotika ada sebagai lambang kebahasaan yang memiliki
kerangka hubungan secara internal maupun eksternal.
Metasemiotika sebagai rekonstruksi interpreter tidak mempunyai
pengetahuan tentang sistem tanda yang ditafsirkannya dan tidak
mampu mengadakan formulasi dari rekonstruksi.14
e) Roland Barthes
Barthes menyatakan bahwa mitos merupakan sistem
komunikasi, karena mitos ini merupakan sebuah pesan. Ia
menyatakan mistos sebagai “modus pertanda” sebuah bentuk,
sebuah “tipe wicara” yang dibawa melalui wacana. Mitos tidaklah
dapat digambarkan melalui objek pesannya, melainkan melalui cara
pesan tersebut disampaikan. Apapun dapat menjadi mitos,
tergantung dari caranya ditekstualisasikan. Dalam narasi berita,
pembaca dapat memaknai mitos ini melalui konotasi yang
dimainkan oleh narasi. Pembaca yang jeli dapat menemukan
adanya asosiasi-asosiasi terhadap “apa dan siapa” yang sedang
dibicarakan sehingga terjadi pelipatgandaan makna. Penanda
14
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi. hal 60-62
22
bahasa konotatif membantu untuk menyodorkan makna baru yang
melampaui makna asalnya atau dari makna denotasinya.15
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam
studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader).
Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan
keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang
lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan
tataran ke-dua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada
sebelumnya. Sastra merupakan contoh paling jelas sistem
pemaknaan tataran ke-dua yang dibangun di atas bahasa sebagai
sistem yang petama. Sistem ke-dua ini oleh Barthes disebut dengan
konotatif, yang di dalam mythologies-nya secara tegas ia bedakan
dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama. Melanjutkan
strudi Hjelmslev, Barthes menciptakan peta tentang bagaimana
tanda bekerja:
Skema 1.3 Peta Tanda Rolan Barthes
15
http://www.avveroes.or.id/Mitos & bahasa media mengenal semiotika roland barthes/diakses
pada tanggal 25 Juli 2019 pukul 10:35
1. Signifier
(penanda)
2. Signified
(petanda)
3. Denotative sign (tanda
denotatif)
4. CONNOTATIVE SIGNIFIER
(PENANDA KONOTATIF)
5. CONNOTATIVE SIGNIFIERD
(PETANDA KONOTATIF)
6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
23
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif terdiri
atas penanda dan petanda. Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda
denotatif adalah juga penanda konotatif. Jika mengenal tanda “singa”,
barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan kerberanian
menjadi mungkin.16
B. Pengertian Dan Tujuan Dakwah
a. Pengertian Dakwah
Secara etimologi kata dakwah berasal dari bahasa Arab,
yaitu dari kata kerja (fi‟il) yaitu, da‟a – yad‟u yang artinya
mengajak, menyeru, mengundang atau memanggil. Kemudian kata
jamak yaitu da‟watan yang artinya ajakan, seruan, undangan atau
panggilan 17
Secara termilonologi pengertian dakwah menurut ahli adalah:
1. H.M.S Nasaruddin Latif, dakwah adalah setiap usaha atau
aktiitas dengan lisan maupun tulisan yang bersifat menyeru,
mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan
mentaati Allah SWT sesuai dengan garis akidah dan syari‟ah
serta akhlak Islamiyah.18
16
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. hal 68-69 17
Firdaus Al-Hisyam dan Rudy Haryono, Kamus Lengkap 3 Bahasa Arab-Indonesia-Inggris.
Surabaya: Gitamedia Press, 2006, hal 247 18
Rafi‟udin dan Marman Abdul Djaliel, Prinsip Strategi Dakwah (Bandung: Pustaka Setia, 2001).
24
24
2. Prof. Toha Yahya Umar, pengertian dakwah dibagi dua
yaitu:
A. Pengertian umum. Dakwah adalah suatu ilmu
pemberitahuan dan cara-cara, tuntutan, menyetujui,
melaksanakan suatu ideologi, pendapat dan pekerjaan
tertentu.
B. Pengertian khusus. Dakwah adalah mengajak manusia
dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai
dengan perintah Allah SWT untuk kepentingan dan
kebahagiaan mereka di akhirat.
b. Tujuan Dakwah
Tujuan dakwah dapat diibaratkan sebagai sebuah mimpi dan cita-cita
yang akan dicapai oleh dai. Tujuan itu pada akhirnya akan
menentukan strategi dan menentukan besar kecilnya semangat seorang
dai dalam melakukan aktivitas dakwah Islam. Semakin mantap tujuan
dan semakin jelas strategi yang dirancangnya, maka semakin besar
pula pengaruhnya terhadap seorang dai dalam menyampaikan
dakwah.
Tujuan dakwah dibagi menjadi dua yaitu:
1. Tujuan Jangka Panjang atau Umum
Tujuan jangka panjang dakwah, sebagaimana telah disingggung
dalam pengertian dakwah itu sendiri, yaitu:
25
1) Mengajak semua orang untuk beribadah dalam arti
menjalankan perintah-perintahh Allah dan Rasul-Nya, dan
menjauhi segala larangan-Nya.
2) Menciptakan rahmat atau berkah dalam kehidupan yang baik
di dunia, baik untuk umat Islam itu sendiri maupun untuk
kehidupan seluruh manusia, termasuk makhluk Allah di alam
semesta.
3) Agar manusia mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat. 19
2. Tujuan Jangka Pendek atau Khusus
Selain tujuan jangka panjang, dakwah juga memiliki tujuan jangka
pendek. Diantaranya adalah:
1) Membina mental dan keimanan para mu‟alaf yang baru masuk
Islam atau yang masih lemah keislamannya, supaya tidak
keluar dari Islam.
2) Meningkatkan dan ketaqwaan umat Islam yang telah cukup
kuat keimanannya. Dakwah bagi kelompok ini dimaksudkan
agar umat Islam bertambah kokoh keimanannya.
3) Mendidik dan mengajarkan anak-anak agar dapat
mengembangkan potensinya sesuai dengan jalan Allah atau
dalam menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah dan
khalifah di muka bumi.
19
Ropingi el Ishaq. Pengantar Ilmu Dakwah Studi Komprehensip dari Teori ke Praktik. Malang:
Madani 2016. hal 40-42
26
4) Mengajak umat manusia yang belum meyakini dan
menjalankan ajaran Islam.20
C. Metode Dakwah
Metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai
suatu tujuan. Apabila diartikan secara bebas metode adalah cara yang
telah diatur melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud.
Dalam surat An-Nahl ayat 125, dijelaskan mengenai prinsip
penggunaan metode dakwah.
وعظىة ة وىالمى بيل رىبكى بالكمى سى ادع إلى
وىهوىأىعلىمبالمه لعىنسى بيله نضى هوىأىعلىمبمى إن رىبكى ن ادلمبالتيهيىأىحسى وىجى نىة الىسى
تىدينى
Artinya:
“serulah (manusia) kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan
berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu. Dialah yang lebih baik mengetahui
siapa yang sesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih
mengetahui siapa yang mendapatkan petunjuk” (Qs.Anhl:
125).21
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode dakwah meliputi
tiga hal, yaitu;
20
Ropingi el Ishaq. hal 47-48 21QS, An-Nahl(16): 125
27
1) Al-Hikmah, merupakan kemampuan dan ketepatan da‟i dalam
memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan
kondisi objektif ma‟unya. Al-Hikmah merupakan kemampuan da‟i
dalam menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta realitas yang ada
dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunitatif. Oleh
karena itu, Al-Hikmah sebagai sebuah sistem yang menyatukan
antara kemampuan teoritis dan praktis dalam berdakwah.
2) Mau‟izhah hasanah, merupakan ungkapan yang mengandung
unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita
gembira, peringatan, pesan-pesan positif yang bisa dijadikan
pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan dunia
dan akhirat.
3) Al-Mujadalah Bi-al-Lati Hiya Ahsan, merupakan diskusi yang
dilakukan oleh dua pihak secara sinergis yang tidak melahirkan
permusuhan dengan tujuan agar lawan bicara dapat menerima
pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan
bukti yang kuat. Antara satu dengan yang lainnya dengan saling
menghargai pendapat keduanya.22
Metode dakwah merupakan suatu pendekatan yang bisa
dijadikan sebagai pintu masuk bagi juru dakwah menuju obyek
dakwah, sehingga pemikiran-pemikiran dapat diterima oleh obyek
22
M. Munir, Metode Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 2006. hal 8-19
28
dakwah secara sukarela dan penuh kesadaran. Akhirnya tertarik
untuk bergabung dalam barisan gerakan dakwah.
Untuk itu dakwah haruslah dikemas dengan cara metode
yang tepat dan pas. Dakwah harus tampil secara aktual dan
faktual. Aktual dalam arti memecahkan masalah yang pada saat ini
dan hangat di masyarakat. Faktual dalam arti konkret dan nyata,
serta konstektual dalam arti relevan dan menyangkut problema
yang sedang dihadapi oleh masyarakat.
Media dakwah adalah hal, keadaan, benda, yang dapat
digunakan sebagai perantara untuk melaksanakan dakwah yang
digunakan oleh da‟i untuk menyampaikan pesan dakwahnya
kepada mad‟u.23
D. Materi/pesan Dakwah
Materi/pesan dakwah adalah isi pesan yang disampaikan
dai kepada mad‟u. Pada dasrnya pesan dakwah itu adalah ajaran
Islam itu sendiri. Secara umum dapat dikelompokan menjadi:
1. Pesan Akidah meliputi: Iman kepada Allah Swt, Iman kepada
Malaikat-Nya, Iman kepada Hari Akhir, Iman kepada kitab-kitab-
Nya, Iman kepada Rasulnya, Iman kepada Qadha dan Qadhar.
2. Pesan Syariah meliputi: ibadah thaharah, shalat, zakat, puasa,
haji, serta mu‟amalahh.
23
Moh. Ardani, Memahami Permasalahan Fikih Dakwah.. Jakarta: Mitra Cahaya Utama, 2006. hal
37-38
29
Hukum perdata meliputi: hukum niaga, hukum nikah, dan
hukum waris.
Hukum Publik meliputi: hukum pidana, hukum negara,
hukum perang dan damai.
3. Pesan Akhlak meliputi: akhlak terhadap Allah SWT, akhlak
terhadap makhluk yang meliputi; akhlak terhadap manusia, diri
sendiri, tetangga, masyarakat, akhlak terhadap bukan manusia
(flora, fauna dan sebagainya).
E. Media Dakwah
Dalam melakukan dakwah, dai memerlukan media/alat agar dapat
melakukan dakwah dengan efisien. Media/alat yang dipakai untuk
menyampaikan dakwah ajaran Islam adalah:
1. Lisan, ini dalah media dakwah yang paling sederhana yang
menggunakan lidah dan suara. Media ini dapat berbentuk pidato,
ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan dan lain sebagainya.
2. Tulisan, meliputi buku, majalah, surat kabar, korespondensi,
spanduk dan lain sebagainya.
3. Lukisan, meliputi gambar, karikatur dan sebagainya.
4. Audio visual, ini adalah alat dakwah yang dapat merangsang
indra pendengaran ataupun penglihatan dan bisa juga kedua-
duanya. Yang termasuk audio visual adalah televisi, film, media
sosial dan sebagainya.
30
5. Akhlak, yaitu perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran Islam
yang dapat dinikmati dan didengarkan olrh mad‟u.24
F. FILM
a. Kategori Film
Kategori film berawal dari klarifikasi drama yang lahir
pada abad XVIII. Klarifikasi (kategori) drama tersebut muncul
berdasarkan jenis stereotip manusia dan tanggapan manusia
terhadap kehidupan. Ada berbagai jenis naskah drama yang dikenal
saat itu, lelucon, banyolan, opera balada, komedisentimental,
komedi tinggi, dan tragedi. Kemudian, jnis drama tersebut
diklarifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu; Tragedi, Komedi,
Melodrama dan Dagelan.
Kemudian, seiring berjalannya waktu dan berkembangnya
zaman terhadap dunia perfilman ada sedikit perubahan. Namun,
tetap tidak menghilangkan keaslian dari awal pembentukannya.
Saat inifilm dikategorikan menjadi lima jenis, yaitu;
a. Komedi, film yang mendeskripsikan kelucuan,
kekonyolan, kebanyolan para pemain. Sehingga alur
cerita dalam film tidak kaku dan ada bumbu kejenakaan
yang dapat membuat penonton tidak bosan saat
menontonnya.
24
Wahyu Ilahi, Komunikasi Dakwah. Bandung: PT.Remaja Rosakarya, 2013. hal 20-21
31
b. Drama, film yang menggambarkan realita di sekeliling
kehidupan manusia. Dalam film drama, alur ceritanya
terkadang dapat membuat penonton tersenyum, sedih
dan meneteskan air mata.
c. Horor, film beraroma mistis, alam gaib, dan
supranatural. Alur ceritanya biasa membuat jantung
penonton berdegup, menegangkan dan berteriak
histeris.
d. Musikal, film yang penuh dengan suasana musik. Alur
ceritanya sama seperti drama, hanya saja dibeberapa
bagian adegan dalam film para pemain bernyanyi,
berdansa, bahkan beberapa dialog menggunakan musik.
e. Laga, film yang dipenuhi aksi, perkelahian, tembak-
menembak, kejar-kejaran dan adegan-adegan berbahaya
yang mendabarkan. Alur ceritanya sederhana hanya saja
dapat menjadi luar biasa karena dibumbui aksi-aksi
yang membuat penonton tidak beranjak dari kursi.25
b. Struktur Film
Sebuah film tidak akan menarik jika para kru film tidak
menampilkan sudut (angle) kamera yang baik untuk ditonton. Tentu
saja selain kehebatan para kru, ada beberapa teknik pengambilan
25
Ekky Imanjaya, Why Not : Remaja Doyan Nonton. Bandung: PT Mizan Bunaya Kreativa, 2004.
hal 104
32
gambar yang mampu membuat penonton berdecak kagum terhadap
film yang mereka lihat.
1. Sudut Pengambilan Gambar (Camera Angle)
a. Bird Eye View
Pengambilan gambar dilakukan dari atas ketinggian
tertentu, sehingga memperlihatkan lingkungan yang
sedemikian luas dengan benda-benda lain yang dibawah
tampak sedemikian kecil. Pengambilan gambar biasanya
menggunakan helikopter, drawn, maupun gedung-gedung
tinggi.
b. High Angle
Sudut pengambilan gambar tepat diatas objek, pengambilan
gambar seperti ini memiliki arti yang dramatik yaitu kecil atau
kerdil.
c. Low Angle
Pengambilan gambar diambil dari bawah si objek, sudut
pengambilan gambar ini merupakan kebalikan dari high angle.
Kesan yang ditimbulkan dari sudut pandang ini yaitu
keagungan atau kejayaan.
d. Eye Level
Pengambilan gambar ini mengambil sudut sejajar dengan
mata objek, tidak ada kesan dramatik tertentu yang didapat
33
dari eye level ini. Yang ada hanyalah memperlihatkan
pandangan mata seseorang yang berdiri.
e. Frog Eye
Sudut pengambilan gambar ini diambil sejajar dengan
permukaan tempat objek berdiri, seolah-olah memperlihatkan
objek menjadi sangat besar.
2. Ukuran Gambar (frame size)
a. Extreme Close Up (ECU/XCU). Pengambilan gambar yang
terlihat sangat detail seperti hidung pemain, bibir atau ujung
tumit dari sepatu.
b. Big Close Up (BCU). Pengambilan gambar dari sebatas kepala
hingga dagu.
c. Close Up (CU). Gambar diambil dari jarak dekat, hanya
sebagian dari objek yang terlihat seperti hanya mukanya saja
atau sepasang kaki yang bersepatu baru.
d. Medium Close Up (MCU). Objek yang diambil dari dada
keatas.
e. Medium Shot (MS). Pengambilan dari jarak sedang, jika
objeknya orang maka yang terlihat hanya separuh badannya
saja, dari perut/pinggang keatas.
f. Knee Shot (KS). Pengambilan gambar dari kepala hingga lutut.
g. Full Shot (FS). Pengambilan gambar objek secara penuh dari
kepala sampai kaki.
34
h. Long Shot (LS). Pengambilan secara keseluruhan, gambar
diambil dari jarak jauh seluruh objek terkena hingga latar
belakang objek.
i. Medium Long Shot (MLS). Gambar diambil dari jarak yang
wajar, sehingga jika terdapat 3 objek maka seluruhnya akan
terlihat. Bila objeknya satu orang maka tampak dari kepala
sampai lutut.
j. Ekstrem Long Shot (XLS). Gambar diambil dari jarak yang
sangat jauh yang utama diperlihatkan bukanlah objek tetapi
latar belakangnya. Dengan demikian dapat diketahui posisi
objek tersebut terhadap lingkungannya.
k. One Shot (1S). Pengambilan gambar satu objek.
l. Two Shot (2S). Pengambilan gambar dua orng.
m. Group Shot (GS). Pengambilan gambar sekelompok orang.
3. Gerakan Kamera (moving camera)
a. Zoom In/Zoom Out. Kamera bergerak menjauh dan mendekati
objek dengan menggunakan tombol zooming yang ada
dikamera.
b. Panning. Gerakan kamera menoleh ke kiri dan ke kanan dari
atas tripod.
c. Tilting. Gerakan kamera ke atas dan ke bawah. Tilt Up jika
kamera mendongak dan tilt down jika kamera mengangguk.
35
d. Dolly. Kedudukan kamera di tripod dan di atas landasan
rodanya. Dolly In jika bergerak maju dan Dolly Out jika
bergerak menjauh.
e. Follow. Gerakan kamera mengikuti objek bergerak.
f. Crane Shot. Gerakan kamera yang dipasang di atas roda crane.
g. Fading. Pergantian gambar secara perlahan. Fade in jika
gambar muncul dan fade out jika gambar menghilang serta
crass fade jika gambar 1 dan 2 saling menggantikan secara
bersamaan.
h. Framing. Objek berada dalam framing shot. Frame in jika
memasuki bingkai dan frame out jika keluar bingkai.26
26
http://www.thinktep.wordpress.com/Teknik Pengambilan Gambar/diakses pada 27 Juli 2019
pukul 21:37.