Makalah Pengenalan Hukum Acara Pidana

21
TUGAS TERSTRUKTUR 2 PENGANTAR HUKUM INDONESIA ASAS-ASAS HUKUM ACARA PIDANA Oleh: Meyta Yustianingsih 145010100111060 (Ketua) Caesar Ferdian 145010100111057 (Anggota) Ahmad Harris Affandi 145010100111058 (Anggota) Safaraldi 145010100111059 (Anggota)

Transcript of Makalah Pengenalan Hukum Acara Pidana

TUGAS TERSTRUKTUR 2

PENGANTAR HUKUM INDONESIA

ASAS-ASAS HUKUM ACARA PIDANA

Oleh:

Meyta Yustianingsih

145010100111060 (Ketua)

Caesar Ferdian 145010100111057

(Anggota)

Ahmad Harris Affandi 145010100111058

(Anggota)

Safaraldi 145010100111059

(Anggota)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2014

I. Pengertian dan Unsur Hukum Acara Pidana

Pengertian hukum acara pidana menurut ahli hukum,

antara lain sebagai berikut:

a. Menurut Simon

Hukum acara pidana adalah upaya bagaimana

Negara dan alat-alat perlengkapannya

mempergunakan haknya untuk memidana.1

b. Menurut Wirjono Prodjodikoro, 1980

Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur

bagaimana cara perlengkapan pemerintah

melaksanakan tuntutan memperoleh tuntutan

hakim dan melaksanakan putusan tersebut,

apabila ada orang atau sekelompok orang yang

melakukan perbuatan pidana.

c. Menurut Seminar Nasional Pertama tahun 1963

1 Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta; Ghalia Indonesia, 1987, hlm 105

Hukum acara pidana adalah norma hukum berwujud

wewenang yang diberikan kepada negara untuk

bertindak adil, apabila ada prasangka

bahwasanya hukum pidana dilanggar.

d. Menurut Hartono Hadisoeprapto

Hukum acara pidana adalah keseluruhan aturan

hukum yang mengatur bagaimana Negara dengan

menggunakan alat-alatnya dapat mewujudkan

wewenangnya untuk memidana atau membebaskan

pidana. 2

Dari beberapa pernyataan diatas maka dapat

disimpulkan bahwa hukum acara pidana adalah

keseluruhan ketentuan yang terkait dengan

penyelenggaraan peradilan pidana serta prosedur

penyelesaian suatu perkara pidana yang meliputi

proses pelaporan dan pengaduan hingga

penyelidikandan penyidikan serta penuntutan dan

pemeriksaan di sidang pengadilan hingga lahirnya

putusan pengadilan dan pelaksanaan suatu putusan

pidana terhadap suatu kasus pidana.3

Unsur-Unsur Proses Hukum Acara Pidana

TAHAP PROSES

PIDANA

DASAR TINDAKAN HAK-HAK TERTUDUH

2 Hartono Hadisoeprapto, S.H., Pengantar Tata Hukum Indonesia, Yogyakarta; Liberty, 1993, hlm 1213 Moch Faisal Salam, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Bandung, CV. Mandar Maju, 2001, hlm 1

Penahanan

sementara oleh

polisi

Curiga yang

beralasan telah

terjadi kejahatan

dalam seseorang

disangka terlibat

dalam kejahatan

tersebut

Hak untuk

berbicara/ tidak

menjawab

pertanyaan

petugas polisi

Penangkapan

oleh polisi

Ada sebab-sebab

yang jelas dan

yakin bahwa

tertuduh telah

melakukan

kejahatan

Hak untuk

memperoleh

pelayanan yang

cepat sebelum

diajukan ke

pengadilan,

Hak untuk tidak

berbicara/

menjawab,

Hak untuk

memperoleh

bantuan hukum dan

pelayanan bantuan

hukum untuk yang

tidak mampu

Persiapan oleh

pengadilan

Ada sebab yang

jelas dan yakin

tertuduh telah

Pemberitahuan

tentang tuduhan

terhadapnya;

melakukan

kejahatan

Hak untuk

didampingi oleh

penasehat hukum;

Hak untuk

menyatakan tidak

bersalah;

Hak untuk

memperoleh proses

peradilan yang

cepat

Pemeriksaan

pendahuluan

dimuka sidang

pengadilan

Ada sebab yang

jelas dan yakin

bahwa tertuduh

telah melakukan

kejahatan

Hak untuk

memperoleh

bantuan hukum;

Hak untuk

menghadiri saksi

dan menanyai

saksi secara 

silang

Pemeriksaan

dimuka sidang

pengadilan dan

atau dimuka

juri

Kesalahan harus

dapat dibuktikan

sesuai dengan

peraturan

pembuktian atas

dasar keyakinan

yang kuat

Hak untuk diadili

oleh hakim yang

tidak memihak;

Hak untuk hadir,

menanyakan saksi

secara silang,

dan hak untuk

tidak menjawab

Hukuman Sesuai dengan

peraturan yang

berlaku

Hak untuk

memperoleh

putusan yang adil

Pemenjaraan Sesuai dengan

putusan

hakim,sesuai

dnegan ukuran

undang-undang dan

ukuran

administratif

Hak untuk tidak

diperlakukan

secara kejam

Banding Jika penuntutan

dilakukan secara

memihak dan

melanggar hak

asasij

Hak untuk diadili

secara jujur dan

adil

4

II. Sumber Hukum Acara Pidana

Sumber-sumber hukum acara pidana ada yang sudah

dikodifikasi dan belum terkodifikasi, yaitu antara

lain:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP

) Atau Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 4 http://s-hukum.blogspot.com/2014/03/unsur-unsur-proses-hukum-acara-pidana.html

tentang Hukum Acara Pidana. Dengan berlakunya

KUHAP maka untuk pertama kalinya di Indonesia

di adakan kodifikasi dan unifikasi yang

lengkap dalam arti meliputi seluruh proses

pidana dari awal (mencari kebenaran) sampai

pada kasasi di Mahkamah Agung, bahkan sampai

peninjauan kembali (herziening).

2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman, pada saat Undang-Undang

ini berlaku, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004

tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8,

TambahanLembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4358) dicabut dan dinyatakan tidak

berlaku.

3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan Republik Indonesia.

4) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983

Tentang Pelaksanaan KUHAP.

III. Ruang Lingkup Hukum Acara Pidana

Ruang Lingkup dalam Hukum Acara Pidana ada dua

yaitu:

1) Alat-alat Bukti dalam Hukum Acara Pidana

Dasar Hukum: Pasal 168-184 KUHAP

a. Keterangan saksi

b. Keterangan ahli

c. Surat

d. Petunjuk

e. Keterangan terdakwa 5

2) Tahapan/ Proses Hukum Acara Pidana

a. Penyelidikan

Menurut KUHAP Pasal 1 butir 5,

“Penyelidikan adalah serangkaian

tindakan penyelidik untuk mencari dan

menemukan suatu peristiwa yang diduga

sebagai tindak pidana guna menentukan

dapt atau tidaknya dilakukan penyidikan

menurut cara yang diatur dalam undang-

undang ini”. Tidak semua kasus

membutuhkan penyelidikan. Penyelidikan

ini dilakukan oleh pihak Kepolisian

b. Penyidikan

Menurut KUHAP Pasal 1 butir 2,

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan

penyidik dalam hal dan menurut cara yang

diatur dalam undang-undang ini untuk

mencari serta mengumpulkan bukti dengan

bukti itu membuat terang tentang tindak

pidana yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya”. Dilakukan oleh POLRI,

5 PPt Asas Hukum Acara Pidana Bu Herlindah Petir

Penyidik atau Pegawai Negeri Sipil yang

diberi wewenang khusus oleh undang-

undang.

c. Penuntutan

Di dalam KUHAP pasal 1 butir 7

dijelaskan bahwa “Penuntutan adalah

tindakan penuntut umum untuk melimpahkan

perkara pidana ke pengadilan negeri yang

berwenang dalam hal dan menurut cara

yang diatur dalam undang-undang ini

dengan permintaan supaya diperiksa dan

diputus oleh hakim di sidang pegadilan”.

Dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum

(JPU). Sebelum dilakukan penuntutan,

bisa saja terjadi pemeriksaan tambahan.

Status pelaku menjadi terdakwa, apabila

dia ditahan maka statusnya berubah

menjadi tahanan.

d. Persidangan

Jaksa menyerahkan berkas, dengan

permohonan agar diperiksa dan diputus

oleh hakim dalam sidang. Status pelaku

masih sebagai terdakwa dan apabila

ditahan maka disebut tahanan.

e. Upaya Hukum Biasa

Putusan bebas bila tuduhan tidak

terbukti atau jika tuduhan terbukti

namun tidak termasuk tindak kejahatan,

maka tidak mendapat hukuman

a) Pemeriksaan Tingkat Banding

Diatur dalam pasal 233-243 KUHAP.

Selama perkara belum diperiksa dan

belum diputus, maka sewaktu-waktu

dapat permintaan banding dapat

dicabut. Namun permintaan banding

dalam perkara tersebut tidak boeh

diajukan lagi. Apabila perkara sudah

diperiksa dan belum diputus namun

pemohon mencabut permintaan banding,

maka pemohon akan dikenakan biaya

perkara yang telah dikeluarkan oleh

Pengadilan Tinggi.6

b) Pemeriksaan Tingkat Kasasi

Diatur dalam pasal 245-258 KUHAP.

Putusan yang diajukan dalam putusan

kasasi adalah putusan banding. Alasan

yang diajukan dalam permohonan kasasi

diatur dalam pasal 30 UU No 14/ 1985

jo. UU No 5/ 2004.

f. Upaya Hukum Luar Biasa6 C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta; Balai Pustaka, 1989

a) Peninjauan Kembali

Diatur dalam pasal 66-77 UU no 14/

1985 jo. UU no 5/ 2004

b) Denderverzet

Diatur dalam 378-384 Rv dan pasal 195

(6) HIR

g. Pelaksanaan Putusan Pengadilan

Diatur dalam pasal 270-276 KUHAP.

IV. Subyek dan Obyek Hukum Acara Pidana

1) Subjek Hukum Acara Pidana :

a. Arti Sempit: Polisi, Jaksa, Hakim,

Pengacara

b. Arti Luas: Setiap orang

2) Objek Hukum Acara Pidana :

a. Kepentingan Hukum Masyarakat

b. Ketertiban Hukum

c. Kepentingan Hukum Individu

d. HAM

V. Asas-asas Hukum Acara Pidana

Asas-asas penegakan hukum yang telah dikumpulkan

untuk mencerminkan keadilan terhadap hak asasi

manusia. Asas-asas tersebut:

1) Asas Legalitas dalam Upaya Paksa

Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan

penyitaan harus dengan perintah tertulisoleh

pejabat yang berwenang dan dengan cara

sebagaimana yang diatur dalam undang-undang.

(Al. Wisnubrotodan G Widiartana, 2005, 11)

2) Asas Praduga tak bersalah ( Presumption Of

Innocent )

Asas ini dapat di jumpai dalam penjelasan umum

KUHAP butir 3 huruf c. juga dirumuskan dalam UU

Pokok kekuasaan Kehakiman Nomor 14 Tahun 1970,

Pasal 8 yang berbunyi: “ setiap orang yang

sudah disangka, ditangkap, ditahan, dituntut,

dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan,

wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya

putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya

dan memperoleh kekuatan hukum tetap”. Menurut

M. Yahya Harahap, asas praduga tak bersalah di

tinjau dari segi teknis penyidikan dinamakan “

Prinsip Akusator “. Prinsip Akusator

menempatkan kedudukan tersangka / terdakwa

dalam setiap tingkat pemeriksaan adalah sebagai

subyek bukan sebagai obyek pemeriksaan. Oleh

karena itu tersangka / terdakwa harus

didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan

manusia yang mempunyai harkat dan martabat

harga diri. Yang menjadi obyek pemeriksaan

dalam prinsip akusator adalah kesalahan

( tindak Pidana ) yang dilakukan oleh tersangka

atau terdakwa, maka kearah itulah pemeriksaan

ditujukan.

3) Asas Peradilan Bebas

Hakim dalam memberikan putusan, bebas dari

adanya campur tangan dan pengaruh dari pihak

atau kekuasaan manapun. Contoh pada masa Orde

Baru, Hakim berbaju ataupun bermuka dua dimana

disatu pihak secara administrasi (karir, gaji,

mutasi, dan sebagainya) di bawah Departemen

Kehakiman (Lembaga Eksekutif), di lain pihak

secara operasional (perkara) di bawah Mahkamah

Agung-MA (Lembaga Yudikatif). Saat ini dalam

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, Hakim baik

secara administrasi maupun operasional di bawah

Mahkamah Agung.

4) Asas Perlakuan yang Sama ( Equality Before the

Law)

Setiap orang(tersangka maupun terdakwa) baik

miskin maupun kaya, pejabat maupun orang biasa

di dalam pemeriksaan baik di hadapan penyidik,

penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan harus

diperlakukan sama.

5) Asas Terbuka untuk Umum

Asas terbuka untuk Umum pada pemeriksaan

pengadilan maupun pembacaan putusan. Untuk

tindak pidana tertentu, (misalnya tindak pidana

pemerkosaan) pemeriksaan acara pembuktian

dilakukan tertutup untuk umum, begitu pula

dalam pengadilan anak.

6) Pemeriksaan dalam perkara pidana dilakukan

secara lagsung dan lisan

Berbeda dengan perkara perdata-dapat dikuasakan

dan hanya perang surat menyurat. Sedangkan

perkara pidana-(langsung). Terdakwa tidak dapat

dikuasakan hanya dapat didampingi, pemeriksaan

secara lisan (oral menggunakan bahasa

Indonesia).

7) Peradilan dilakukan secara cepat, sederhana dan

biaya ringan.

Prakteknya sulit dilakukan apalagi terdakwa

tidak ditahan.

8) Asas Perlindungan Hak Asasi Manusia

Dalam pemeriksaan, baik tahap penyidikan,

penuntutan maupun di pengadilan, Tersangka

maupun Terdakwa harus mendapat perlakuan sesuai

dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia

(diberi hak untuk membela diri) (aquesator)

tidak dianggap sebagai barang atau objek yang

diperiksa wujudnya (Inquesator).

9) Asas Tiada Hukuman Tanpa Kesalahan

Pengadilan hanya dapat menghukum Tersangka atau

Terdakwa yang nyata-nyata memiliki kesalahan

atas perbuatannya, ada peraturan yang

dilanggarnya sebelum perbuatan itu dilakukan.

Semua Asas tersebut diatur dalam Undang- Undang

Kekuasan Kehakiman (UU No. 14 Tahun 1970 jo. UU

No. 35 Tahun 1999 jo. UU No. 4 Tahun 2004)7

VI. Contoh Kasus dan Penyelesaiannya

Seorang pemuda asal Sumber, Banjarsari, Solo, Jawa

Tengah, Rabu (7/7), dibekuk polisi lantaran diduga

kerap memeras di rumah keluarga artis dan pelawak

Nunung “Srimulat”. Pemuda bernama Andi Rismanto

alias Ambon yang dikenal sebagai preman kampong

meminta jatah Rp 150 ribu per minggu dengan alasan

iuran keamanan. Saat dimintai keterangan, ia hanya

bias tertunduk lesu. Pemuda bertato ini ditangkap

aparat Kepolisian Sektor Banjarsari, menyusul

laporan salah seorang kerabat Nunung. Dari

keterangan saksi, tersangka sering memeras di

rumah keluarga tersebut. Jika tidak dituruti, maka

pelaku tidak segan melakukan kekerasan.

Perilaku tersangka pun dianggap meresahkan. Tidak

hanya keluarga Nunung “Srimulat” yang menjadi 7 http://harrizsiregar.wordpress.com/2010/08/24/ruang-lingkup-perkara-pidana/

korban, tapi juga warga lain di kawasan tersebut.

Dari pengakuan tersangka, uang yang diperoleh

digunakan untuk membeli rokok dan minuman keras.

Selain menangkap tersangka, polisi menyita barang

bukti uang sebesar Rp 20 ribu dan kartu tanda

penduduk milik

tersangka. Atas perbuatannya, tersangka dijerat

pasal pemerasan dengan ancaman hukuman maksimal

sembilan tahun penjara.

Analisis

Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang

pelanggaran- pelanggaran dan kejahatan-kejahatan

terhadap kepentingan umum serta bagi pelanggarnya

diancam dengan hokum yang berupa suatu penderitaan

atau siksaan.

Dari definisi tersebut diatas dapat kita

menggolongkan kasus tersebut sebagai kasus pidana

karena perbuatan yang dilakukan Andi Rismanto

alias Ambon itu telah mengganggu kepentingan umum.

Dilihat dari sisi sumber tindakan pada hukum

pidana ada 3 macam:

Laporan ialah pemberitahuan yang disampaikan oleh

seseorang karena hak dan kewajiban berdasarkan

Undang-Undang kepada pejabat yang berwenang

tentang telah atausedang atau diduga akan terjadi

peristiwa pidana.

Pengaduan ialah pemberitahuan disertai permintaan

oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang

berwenang untuk menindak menurut hukum seorang

telah melakukan tindak pidana aduan yang

merugikannya.

Tertangkap tangan ialah tertangkapnya seseorang

pada waktu sedang melakukan tindak pidana atau

dengan segera setelah beberapa saat atau diserukan

oleh khalayak ramai atau ditemukan benda yang

diduga keras dipergunakan untuk melakukan tindak

pidana.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam

kasus tersebut dilihat dari sumber tindakan polisi

merupakan pengaduan, karena polisi melakukan

tindakan setelah adanya laporaan dari salah

seorang keluarga Nunung “Srimulat”.

Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP) pelaku

Andi Rismanto telah melakukan tindak pidana

pemerasan kepada keluarga Nunung dengan cara

meminta secara paksa uang Rp 150.000,- setiap

minggu. Karena yang melakukan tindak pidana adalah

warga Negara Indonesia dan terjadi di wilayah

Indonesia, maka berlaku hukum pidana Indonesia ,

yang berarti KUHP (asas teritorialitas).

Pelaku dijerat oleh pasal mengenai pemerasan yang

diatur dalam pasal 368 KUHPidana. Dalam ketentuan

Pasal 368 KUHP tindak pidana pemerasan dirumuskan

dengan rumusan sebagai berikut :

1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan

diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,

memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman

kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang

seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain,

atau supaya memberikan hutang maupun menghapus

piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana

penjara paling lama sembilan tahun.

2. Ketentuan Pasal 365 ayat (2), ayat (3) dan ayat

(4) berlaku dalam tindak pidana ini.

Dalam pasal diatas terdapat unsur-unsur sebagai

berikut:

a. Unsur obyektif yaitu unsure yang terdapat di luar

diri si pelaku tindak pidana, yang meliputi unsur-

unsur:

1. Memaksa .

2. Orang lain.

3. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan

4. Untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu

barang (yang seleruhnya atau sebagian kepunyaan

orang lain)

5. Supaya memberi hutang.

6. Untuk menghapus piutang.

b. Unsur subyektif, yaitu unsur yang terdapat di

dalam diri si pelaku tindak pidana yang meliputi

unsur – unsur :

1. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang

lain.

Kaitannya dengan kasus diatas pelaku memenuhi

semua unsur-unsur di atas, baik yang subjektif

maupun yang obyektif. Pelaku memeras korban setiap

minggu dengan cara memaksa untuk memberikan uang

Rp 150.000,-, korban pun terpaksa memenuhi

permintaan pelaku. Barang yang diserahkan adalah

uang, yang akhirnya digunakan oleh pelaku untuk

membeli rokok dan minuman keras untuk dirinya

sendiri.

Artinya, pelaku telah memeras korban untuk

menguntungkan dirinya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah, 1987, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia,

Jakarta; Ghalia Indonesia

Andi Hamzah, 2006, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar

Grafika, Jakarta

Moch Faisal Salam, 2001, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan

Praktek, CV. Mandar Maju, Bandung

Moeljanto, 2002, Asas-asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta,

Jakarta

Yulies Tiena Masriani, 2012, Pengantar Hukum Indonesia,

Sinar Grafika, Jakarta

Hartono Hadisoeprapto, S.H., 1993, Pengantar Tata Hukum

Indonesia, Liberty, Yogyakarta

DAFTAR WEBSITE

PPt Asas Hukum Acara Pidana Bu Herlindah Petir

http://herlindahpetir.lecture.ub.ac.id diakses pada

tanggal 15 November 2014

http://harrizsiregar.wordpress.com/2010/08/24/ruang-

lingkup-perkara-pidana diakses pada tanggal 17 November

2014

http://s-hukum.blogspot.com/2014/03/unsur-unsur-proses-

hukum-acara-pidana.html diakses pada tanggal 17

November 2014