Makalah Pengenalan Hukum Acara Pidana
-
Upload
ubrawijaya -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
Transcript of Makalah Pengenalan Hukum Acara Pidana
TUGAS TERSTRUKTUR 2
PENGANTAR HUKUM INDONESIA
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PIDANA
Oleh:
Meyta Yustianingsih
145010100111060 (Ketua)
Caesar Ferdian 145010100111057
(Anggota)
Ahmad Harris Affandi 145010100111058
(Anggota)
Safaraldi 145010100111059
(Anggota)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014
I. Pengertian dan Unsur Hukum Acara Pidana
Pengertian hukum acara pidana menurut ahli hukum,
antara lain sebagai berikut:
a. Menurut Simon
Hukum acara pidana adalah upaya bagaimana
Negara dan alat-alat perlengkapannya
mempergunakan haknya untuk memidana.1
b. Menurut Wirjono Prodjodikoro, 1980
Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur
bagaimana cara perlengkapan pemerintah
melaksanakan tuntutan memperoleh tuntutan
hakim dan melaksanakan putusan tersebut,
apabila ada orang atau sekelompok orang yang
melakukan perbuatan pidana.
c. Menurut Seminar Nasional Pertama tahun 1963
1 Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta; Ghalia Indonesia, 1987, hlm 105
Hukum acara pidana adalah norma hukum berwujud
wewenang yang diberikan kepada negara untuk
bertindak adil, apabila ada prasangka
bahwasanya hukum pidana dilanggar.
d. Menurut Hartono Hadisoeprapto
Hukum acara pidana adalah keseluruhan aturan
hukum yang mengatur bagaimana Negara dengan
menggunakan alat-alatnya dapat mewujudkan
wewenangnya untuk memidana atau membebaskan
pidana. 2
Dari beberapa pernyataan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa hukum acara pidana adalah
keseluruhan ketentuan yang terkait dengan
penyelenggaraan peradilan pidana serta prosedur
penyelesaian suatu perkara pidana yang meliputi
proses pelaporan dan pengaduan hingga
penyelidikandan penyidikan serta penuntutan dan
pemeriksaan di sidang pengadilan hingga lahirnya
putusan pengadilan dan pelaksanaan suatu putusan
pidana terhadap suatu kasus pidana.3
Unsur-Unsur Proses Hukum Acara Pidana
TAHAP PROSES
PIDANA
DASAR TINDAKAN HAK-HAK TERTUDUH
2 Hartono Hadisoeprapto, S.H., Pengantar Tata Hukum Indonesia, Yogyakarta; Liberty, 1993, hlm 1213 Moch Faisal Salam, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Bandung, CV. Mandar Maju, 2001, hlm 1
Penahanan
sementara oleh
polisi
Curiga yang
beralasan telah
terjadi kejahatan
dalam seseorang
disangka terlibat
dalam kejahatan
tersebut
Hak untuk
berbicara/ tidak
menjawab
pertanyaan
petugas polisi
Penangkapan
oleh polisi
Ada sebab-sebab
yang jelas dan
yakin bahwa
tertuduh telah
melakukan
kejahatan
Hak untuk
memperoleh
pelayanan yang
cepat sebelum
diajukan ke
pengadilan,
Hak untuk tidak
berbicara/
menjawab,
Hak untuk
memperoleh
bantuan hukum dan
pelayanan bantuan
hukum untuk yang
tidak mampu
Persiapan oleh
pengadilan
Ada sebab yang
jelas dan yakin
tertuduh telah
Pemberitahuan
tentang tuduhan
terhadapnya;
melakukan
kejahatan
Hak untuk
didampingi oleh
penasehat hukum;
Hak untuk
menyatakan tidak
bersalah;
Hak untuk
memperoleh proses
peradilan yang
cepat
Pemeriksaan
pendahuluan
dimuka sidang
pengadilan
Ada sebab yang
jelas dan yakin
bahwa tertuduh
telah melakukan
kejahatan
Hak untuk
memperoleh
bantuan hukum;
Hak untuk
menghadiri saksi
dan menanyai
saksi secara
silang
Pemeriksaan
dimuka sidang
pengadilan dan
atau dimuka
juri
Kesalahan harus
dapat dibuktikan
sesuai dengan
peraturan
pembuktian atas
dasar keyakinan
yang kuat
Hak untuk diadili
oleh hakim yang
tidak memihak;
Hak untuk hadir,
menanyakan saksi
secara silang,
dan hak untuk
tidak menjawab
Hukuman Sesuai dengan
peraturan yang
berlaku
Hak untuk
memperoleh
putusan yang adil
Pemenjaraan Sesuai dengan
putusan
hakim,sesuai
dnegan ukuran
undang-undang dan
ukuran
administratif
Hak untuk tidak
diperlakukan
secara kejam
Banding Jika penuntutan
dilakukan secara
memihak dan
melanggar hak
asasij
Hak untuk diadili
secara jujur dan
adil
4
II. Sumber Hukum Acara Pidana
Sumber-sumber hukum acara pidana ada yang sudah
dikodifikasi dan belum terkodifikasi, yaitu antara
lain:
1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP
) Atau Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 4 http://s-hukum.blogspot.com/2014/03/unsur-unsur-proses-hukum-acara-pidana.html
tentang Hukum Acara Pidana. Dengan berlakunya
KUHAP maka untuk pertama kalinya di Indonesia
di adakan kodifikasi dan unifikasi yang
lengkap dalam arti meliputi seluruh proses
pidana dari awal (mencari kebenaran) sampai
pada kasasi di Mahkamah Agung, bahkan sampai
peninjauan kembali (herziening).
2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, pada saat Undang-Undang
ini berlaku, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8,
TambahanLembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4358) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan Republik Indonesia.
4) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983
Tentang Pelaksanaan KUHAP.
III. Ruang Lingkup Hukum Acara Pidana
Ruang Lingkup dalam Hukum Acara Pidana ada dua
yaitu:
1) Alat-alat Bukti dalam Hukum Acara Pidana
Dasar Hukum: Pasal 168-184 KUHAP
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa 5
2) Tahapan/ Proses Hukum Acara Pidana
a. Penyelidikan
Menurut KUHAP Pasal 1 butir 5,
“Penyelidikan adalah serangkaian
tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga
sebagai tindak pidana guna menentukan
dapt atau tidaknya dilakukan penyidikan
menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini”. Tidak semua kasus
membutuhkan penyelidikan. Penyelidikan
ini dilakukan oleh pihak Kepolisian
b. Penyidikan
Menurut KUHAP Pasal 1 butir 2,
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan
penyidik dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini untuk
mencari serta mengumpulkan bukti dengan
bukti itu membuat terang tentang tindak
pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya”. Dilakukan oleh POLRI,
5 PPt Asas Hukum Acara Pidana Bu Herlindah Petir
Penyidik atau Pegawai Negeri Sipil yang
diberi wewenang khusus oleh undang-
undang.
c. Penuntutan
Di dalam KUHAP pasal 1 butir 7
dijelaskan bahwa “Penuntutan adalah
tindakan penuntut umum untuk melimpahkan
perkara pidana ke pengadilan negeri yang
berwenang dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini
dengan permintaan supaya diperiksa dan
diputus oleh hakim di sidang pegadilan”.
Dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum
(JPU). Sebelum dilakukan penuntutan,
bisa saja terjadi pemeriksaan tambahan.
Status pelaku menjadi terdakwa, apabila
dia ditahan maka statusnya berubah
menjadi tahanan.
d. Persidangan
Jaksa menyerahkan berkas, dengan
permohonan agar diperiksa dan diputus
oleh hakim dalam sidang. Status pelaku
masih sebagai terdakwa dan apabila
ditahan maka disebut tahanan.
e. Upaya Hukum Biasa
Putusan bebas bila tuduhan tidak
terbukti atau jika tuduhan terbukti
namun tidak termasuk tindak kejahatan,
maka tidak mendapat hukuman
a) Pemeriksaan Tingkat Banding
Diatur dalam pasal 233-243 KUHAP.
Selama perkara belum diperiksa dan
belum diputus, maka sewaktu-waktu
dapat permintaan banding dapat
dicabut. Namun permintaan banding
dalam perkara tersebut tidak boeh
diajukan lagi. Apabila perkara sudah
diperiksa dan belum diputus namun
pemohon mencabut permintaan banding,
maka pemohon akan dikenakan biaya
perkara yang telah dikeluarkan oleh
Pengadilan Tinggi.6
b) Pemeriksaan Tingkat Kasasi
Diatur dalam pasal 245-258 KUHAP.
Putusan yang diajukan dalam putusan
kasasi adalah putusan banding. Alasan
yang diajukan dalam permohonan kasasi
diatur dalam pasal 30 UU No 14/ 1985
jo. UU No 5/ 2004.
f. Upaya Hukum Luar Biasa6 C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta; Balai Pustaka, 1989
a) Peninjauan Kembali
Diatur dalam pasal 66-77 UU no 14/
1985 jo. UU no 5/ 2004
b) Denderverzet
Diatur dalam 378-384 Rv dan pasal 195
(6) HIR
g. Pelaksanaan Putusan Pengadilan
Diatur dalam pasal 270-276 KUHAP.
IV. Subyek dan Obyek Hukum Acara Pidana
1) Subjek Hukum Acara Pidana :
a. Arti Sempit: Polisi, Jaksa, Hakim,
Pengacara
b. Arti Luas: Setiap orang
2) Objek Hukum Acara Pidana :
a. Kepentingan Hukum Masyarakat
b. Ketertiban Hukum
c. Kepentingan Hukum Individu
d. HAM
V. Asas-asas Hukum Acara Pidana
Asas-asas penegakan hukum yang telah dikumpulkan
untuk mencerminkan keadilan terhadap hak asasi
manusia. Asas-asas tersebut:
1) Asas Legalitas dalam Upaya Paksa
Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan
penyitaan harus dengan perintah tertulisoleh
pejabat yang berwenang dan dengan cara
sebagaimana yang diatur dalam undang-undang.
(Al. Wisnubrotodan G Widiartana, 2005, 11)
2) Asas Praduga tak bersalah ( Presumption Of
Innocent )
Asas ini dapat di jumpai dalam penjelasan umum
KUHAP butir 3 huruf c. juga dirumuskan dalam UU
Pokok kekuasaan Kehakiman Nomor 14 Tahun 1970,
Pasal 8 yang berbunyi: “ setiap orang yang
sudah disangka, ditangkap, ditahan, dituntut,
dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan,
wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya
putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya
dan memperoleh kekuatan hukum tetap”. Menurut
M. Yahya Harahap, asas praduga tak bersalah di
tinjau dari segi teknis penyidikan dinamakan “
Prinsip Akusator “. Prinsip Akusator
menempatkan kedudukan tersangka / terdakwa
dalam setiap tingkat pemeriksaan adalah sebagai
subyek bukan sebagai obyek pemeriksaan. Oleh
karena itu tersangka / terdakwa harus
didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan
manusia yang mempunyai harkat dan martabat
harga diri. Yang menjadi obyek pemeriksaan
dalam prinsip akusator adalah kesalahan
( tindak Pidana ) yang dilakukan oleh tersangka
atau terdakwa, maka kearah itulah pemeriksaan
ditujukan.
3) Asas Peradilan Bebas
Hakim dalam memberikan putusan, bebas dari
adanya campur tangan dan pengaruh dari pihak
atau kekuasaan manapun. Contoh pada masa Orde
Baru, Hakim berbaju ataupun bermuka dua dimana
disatu pihak secara administrasi (karir, gaji,
mutasi, dan sebagainya) di bawah Departemen
Kehakiman (Lembaga Eksekutif), di lain pihak
secara operasional (perkara) di bawah Mahkamah
Agung-MA (Lembaga Yudikatif). Saat ini dalam
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, Hakim baik
secara administrasi maupun operasional di bawah
Mahkamah Agung.
4) Asas Perlakuan yang Sama ( Equality Before the
Law)
Setiap orang(tersangka maupun terdakwa) baik
miskin maupun kaya, pejabat maupun orang biasa
di dalam pemeriksaan baik di hadapan penyidik,
penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan harus
diperlakukan sama.
5) Asas Terbuka untuk Umum
Asas terbuka untuk Umum pada pemeriksaan
pengadilan maupun pembacaan putusan. Untuk
tindak pidana tertentu, (misalnya tindak pidana
pemerkosaan) pemeriksaan acara pembuktian
dilakukan tertutup untuk umum, begitu pula
dalam pengadilan anak.
6) Pemeriksaan dalam perkara pidana dilakukan
secara lagsung dan lisan
Berbeda dengan perkara perdata-dapat dikuasakan
dan hanya perang surat menyurat. Sedangkan
perkara pidana-(langsung). Terdakwa tidak dapat
dikuasakan hanya dapat didampingi, pemeriksaan
secara lisan (oral menggunakan bahasa
Indonesia).
7) Peradilan dilakukan secara cepat, sederhana dan
biaya ringan.
Prakteknya sulit dilakukan apalagi terdakwa
tidak ditahan.
8) Asas Perlindungan Hak Asasi Manusia
Dalam pemeriksaan, baik tahap penyidikan,
penuntutan maupun di pengadilan, Tersangka
maupun Terdakwa harus mendapat perlakuan sesuai
dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia
(diberi hak untuk membela diri) (aquesator)
tidak dianggap sebagai barang atau objek yang
diperiksa wujudnya (Inquesator).
9) Asas Tiada Hukuman Tanpa Kesalahan
Pengadilan hanya dapat menghukum Tersangka atau
Terdakwa yang nyata-nyata memiliki kesalahan
atas perbuatannya, ada peraturan yang
dilanggarnya sebelum perbuatan itu dilakukan.
Semua Asas tersebut diatur dalam Undang- Undang
Kekuasan Kehakiman (UU No. 14 Tahun 1970 jo. UU
No. 35 Tahun 1999 jo. UU No. 4 Tahun 2004)7
VI. Contoh Kasus dan Penyelesaiannya
Seorang pemuda asal Sumber, Banjarsari, Solo, Jawa
Tengah, Rabu (7/7), dibekuk polisi lantaran diduga
kerap memeras di rumah keluarga artis dan pelawak
Nunung “Srimulat”. Pemuda bernama Andi Rismanto
alias Ambon yang dikenal sebagai preman kampong
meminta jatah Rp 150 ribu per minggu dengan alasan
iuran keamanan. Saat dimintai keterangan, ia hanya
bias tertunduk lesu. Pemuda bertato ini ditangkap
aparat Kepolisian Sektor Banjarsari, menyusul
laporan salah seorang kerabat Nunung. Dari
keterangan saksi, tersangka sering memeras di
rumah keluarga tersebut. Jika tidak dituruti, maka
pelaku tidak segan melakukan kekerasan.
Perilaku tersangka pun dianggap meresahkan. Tidak
hanya keluarga Nunung “Srimulat” yang menjadi 7 http://harrizsiregar.wordpress.com/2010/08/24/ruang-lingkup-perkara-pidana/
korban, tapi juga warga lain di kawasan tersebut.
Dari pengakuan tersangka, uang yang diperoleh
digunakan untuk membeli rokok dan minuman keras.
Selain menangkap tersangka, polisi menyita barang
bukti uang sebesar Rp 20 ribu dan kartu tanda
penduduk milik
tersangka. Atas perbuatannya, tersangka dijerat
pasal pemerasan dengan ancaman hukuman maksimal
sembilan tahun penjara.
Analisis
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang
pelanggaran- pelanggaran dan kejahatan-kejahatan
terhadap kepentingan umum serta bagi pelanggarnya
diancam dengan hokum yang berupa suatu penderitaan
atau siksaan.
Dari definisi tersebut diatas dapat kita
menggolongkan kasus tersebut sebagai kasus pidana
karena perbuatan yang dilakukan Andi Rismanto
alias Ambon itu telah mengganggu kepentingan umum.
Dilihat dari sisi sumber tindakan pada hukum
pidana ada 3 macam:
Laporan ialah pemberitahuan yang disampaikan oleh
seseorang karena hak dan kewajiban berdasarkan
Undang-Undang kepada pejabat yang berwenang
tentang telah atausedang atau diduga akan terjadi
peristiwa pidana.
Pengaduan ialah pemberitahuan disertai permintaan
oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang
berwenang untuk menindak menurut hukum seorang
telah melakukan tindak pidana aduan yang
merugikannya.
Tertangkap tangan ialah tertangkapnya seseorang
pada waktu sedang melakukan tindak pidana atau
dengan segera setelah beberapa saat atau diserukan
oleh khalayak ramai atau ditemukan benda yang
diduga keras dipergunakan untuk melakukan tindak
pidana.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam
kasus tersebut dilihat dari sumber tindakan polisi
merupakan pengaduan, karena polisi melakukan
tindakan setelah adanya laporaan dari salah
seorang keluarga Nunung “Srimulat”.
Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP) pelaku
Andi Rismanto telah melakukan tindak pidana
pemerasan kepada keluarga Nunung dengan cara
meminta secara paksa uang Rp 150.000,- setiap
minggu. Karena yang melakukan tindak pidana adalah
warga Negara Indonesia dan terjadi di wilayah
Indonesia, maka berlaku hukum pidana Indonesia ,
yang berarti KUHP (asas teritorialitas).
Pelaku dijerat oleh pasal mengenai pemerasan yang
diatur dalam pasal 368 KUHPidana. Dalam ketentuan
Pasal 368 KUHP tindak pidana pemerasan dirumuskan
dengan rumusan sebagai berikut :
1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang
seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain,
atau supaya memberikan hutang maupun menghapus
piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
2. Ketentuan Pasal 365 ayat (2), ayat (3) dan ayat
(4) berlaku dalam tindak pidana ini.
Dalam pasal diatas terdapat unsur-unsur sebagai
berikut:
a. Unsur obyektif yaitu unsure yang terdapat di luar
diri si pelaku tindak pidana, yang meliputi unsur-
unsur:
1. Memaksa .
2. Orang lain.
3. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
4. Untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu
barang (yang seleruhnya atau sebagian kepunyaan
orang lain)
5. Supaya memberi hutang.
6. Untuk menghapus piutang.
b. Unsur subyektif, yaitu unsur yang terdapat di
dalam diri si pelaku tindak pidana yang meliputi
unsur – unsur :
1. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain.
Kaitannya dengan kasus diatas pelaku memenuhi
semua unsur-unsur di atas, baik yang subjektif
maupun yang obyektif. Pelaku memeras korban setiap
minggu dengan cara memaksa untuk memberikan uang
Rp 150.000,-, korban pun terpaksa memenuhi
permintaan pelaku. Barang yang diserahkan adalah
uang, yang akhirnya digunakan oleh pelaku untuk
membeli rokok dan minuman keras untuk dirinya
sendiri.
Artinya, pelaku telah memeras korban untuk
menguntungkan dirinya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Andi Hamzah, 1987, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia,
Jakarta; Ghalia Indonesia
Andi Hamzah, 2006, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar
Grafika, Jakarta
Moch Faisal Salam, 2001, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan
Praktek, CV. Mandar Maju, Bandung
Moeljanto, 2002, Asas-asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta,
Jakarta
Yulies Tiena Masriani, 2012, Pengantar Hukum Indonesia,
Sinar Grafika, Jakarta
Hartono Hadisoeprapto, S.H., 1993, Pengantar Tata Hukum
Indonesia, Liberty, Yogyakarta
DAFTAR WEBSITE
PPt Asas Hukum Acara Pidana Bu Herlindah Petir
http://herlindahpetir.lecture.ub.ac.id diakses pada
tanggal 15 November 2014
http://harrizsiregar.wordpress.com/2010/08/24/ruang-
lingkup-perkara-pidana diakses pada tanggal 17 November
2014
http://s-hukum.blogspot.com/2014/03/unsur-unsur-proses-
hukum-acara-pidana.html diakses pada tanggal 17
November 2014