Laporan SIG Acara 5

33
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Survei lapangan atau fieldwork merupakan salah satu bagian dari proses kegiatan pemetaan yang memiliki peranan penting dalam membantu memahami ilmu sains kebumian maupun lingkungan (Cotingham,2002). Pada dasarnya kegiatan survei lapangan merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan maupun ditinggalkan dalam segala bentuk kegiatan pemetaan sekalipun pada saat telah berkembang berbagai macam disiplin ilmu maupun teknologi yang memungkinkan seseorang mampu mengidentifikasi suatu obyek tanpa harus bersentuhan langsung dengan obyeknya. Kegiatan survei lapangan mampu memberi pemahaman baik sifatnya makro, meso, maupun mikro terhadap obyek yang dipetakan maupun dianalisis sehingga

Transcript of Laporan SIG Acara 5

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Survei lapangan atau fieldwork merupakan salah

satu bagian dari proses kegiatan pemetaan yang

memiliki peranan penting dalam membantu memahami

ilmu sains kebumian maupun lingkungan

(Cotingham,2002). Pada dasarnya kegiatan survei

lapangan merupakan suatu bagian yang tidak dapat

dipisahkan maupun ditinggalkan dalam segala bentuk

kegiatan pemetaan sekalipun pada saat telah berkembang

berbagai macam disiplin ilmu maupun teknologi yang

memungkinkan seseorang mampu mengidentifikasi suatu

obyek tanpa harus bersentuhan langsung dengan

obyeknya. Kegiatan survei lapangan mampu memberi

pemahaman baik sifatnya makro, meso, maupun mikro

terhadap obyek yang dipetakan maupun dianalisis sehingga

melengkapi setiap bagian analisa dan pemecahan masalah

yang sedang dikaji maupun diteliti.

Setiap kegiatan survei lapangan memiliki tujuan dan

metode yang berbeda beda dalam teknik akusisi data,

penyimpanan mapun pemrosesan data. Sebagian teknik

survei lapangan yang dilakukan pada masa sekarang masih

cenderung cukup konvensional meskipun telah

dikombinasikan dengan teknologi yang sudah ada dan

berkembang. Kertas sebagai peta maupun checklist

dianggap suatu instrumen dalam survey lapangan yang

sudah cukup mampu mewakili proses akusisi data,

pengambilan sampel, maupun sebagai dasar analisa suatu

obyek atau masalah yang dikaji, akan tetapi

instrumen tersebut tidak lepas dari beberapa

kelemahan yang berpengaruh terhadap kualitas data yang

diambil serta output yang dihasilkan baik secara

kuantitatif maupun kualitatif.

62

Integrasi teknologi penginderaan jauh dengan

sistem informasi geografis telah dipercaya mampu

menghasilkan peta yang memiliki koordinat, luasan area,

maupun kajian analisis hasil dari pengolahan data maupun

di lapangan. Akan tetapi untuk survei lapangan masih

menggunakan instrumen berupa peta dari kertas dan GPS

dimana peta kertas tersebut tidak menunjukkan lokasi

absolut suatu area kajian mapun titik sampel yang

representatif dan tidak memiliki substansi data

attribut di dalamnya sehingga pengolahan, editing,

penyusunan basisdata spasial maupun analisis tidak dapat

dilakukan secara maksimal di lapangan. Oleh karena itu,

diperlukan suatu teknologi sistem informasi geografis

yang juga terintegrasi dengan posisi koordinat suatu

obyek di muka bumi dengan menggunakan Global Positioning

System atau GPS. Sistem Informasi ini disebut juga

Mobile GIS atau Sistem Informasi Geografis berbasis

Mobile atau MobileGIS. Dalam struktur disiplin ilmu

63

sains informasi geografis, sistem Mobile-GIS dapat

diklasifikasikan sebagai fungsi/ perangkat SIG yang

memiliki kapabilitas mobilisasi tinggi, terkoneksi

dengan perangkat digital, mampu meneirma, memproses,

dan menampilkan data spasial secara digital

(Mohammed Eleiche,2009). Sistem ini terintegrasi

dengan perangkat bergerak seperti Personal Digital

Assistant maupun smartphone yang memiliki kemampuan

dalam menyimpan data dalam format digital,

mengolah, memanejemen, menampilkan data, hingga analisa

data. Perangkat ini dapat berintergrasi dengan GPS

sehingga sistem informasi geografis yang berbasis

mobile ini diharapkan meningkatkan akurasi dan

efisiensi dalam kegiatan survei lapangan, kemampuan

dalam perolehan data dengan cukup cepat, mengurangi

biaya, efisiensi waktu lapangan, lebih akurat dalam

pengamatan dan data akusisi di lapangan sehingga

dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan

64

maupun analisis di lapangan serta mampu menggantikan

teknologi kertas dengan instrumen.

B. Tujuan Praktikum

1. Mampu melakukan navigasi darat berdasarkan informasi

geografis

2. Melakukan cek lapang untuk menyesuaikan informasi peta

dan kenyataan lapang

3. Mengetahui omisi dan komisi peta yang dibuat

4. Menentukan akurasi peta yang dibuat dengan uji omisi

dan komisi

C. Manfaat Praktikum

1. Mendapatkan informasi peta yang tepat dan akurat.

2. Mendapatkan informasi yang lebih deskriptif dan

komunikatif.

65

3. Mengetahui nilai komisi dan omisi peta yang telah

dibuat

4. Mengetahui kondisi di lapangan apakah sesuai dengan di

peta atau tidak.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengecekkan Lapangan

Pengukuran akurasi merupakan suatu cara untuk

mengevaluasi tingkat keakurasian hasil klasifiasi yang

telah dilakukan. Nilai akurasi dapat dibagi menjadi dua

yaitu akurasi secara keseluruhan (overall accuracy) yang

diartikan sebagai total kelas yang diklasifikasikan

dibagi dengan total kelas referensi, sedangakan nilai

akurasi kategori individu dibagi lagi menjadi dua bagian

yakni produser’s accuracy dan user accuracy (Jaya, 2010).

66

Produser’s accuracy merupakan jumlah elemen kelas yang

diklasifikasikan secara benar dibagi dengan elemen

referensi untuk kategori. Sedangakan, user’s accuracy adalah

elemen yang diklasifikasikan secara benar untuk setiap

kategori dibagi dengan total elemen yang diklasifikasikan

ke dalam kategori tersebut. Penilaian tingkat akurasi

dilakukan dengan cara membandingkan data yang diperoleh

dari hasil pengecekan lapangan (ground truth) dengan

klasifikasi yang diperoleh.

Dari hasil interpretasi dan pengujian lapangan dapat

diperoleh besarnya kepercayaan hasil penelitian. Semakin

banyak jenis dan jumlah data penginderaan jauh yang

dilakukan pengujian, maka uji kesesuaian perlu dilakukan.

Dalam uji kesesuaian yang dipakai dalam penelitian adalah

survey lapangan. Survei lapangan bertujuan untuk

mencocokan kenampakan hasil interpretasi dengan kondisi

nyata di lapangan. Berdasarkan survei tersebut didapatkan

ketelitian sebesar 93% dan dikatakan valid dari 28 titik

67

pengamatan yang ber garis pantai maupun penggunaan

lahannya (Satyanta Parman, 2010)

Pengecekan lapangan ini dilakukan dengan cara

mengamati/observasi disertai dengan wawancara kepada

penduduk setempat tentang penggunaan lahan pada tahun

2006. Hal ini dilakukan karena pengcekan lapangan pada

penelitian ini dilakukan pada tahun 2009 sedangkan citra

Landsat digunakan tahun 1999 dan Aloos tahun 2006.

Sehingga terjadi perbedaan 3 tahun dari pemetaan tahun

terakhir dari waktu cek lapangan, yaitu tahun 2006 –

2009. Beberapa titik yang tidak sesuai adalah obyek

tambak, permukiman, padang dan semak belukar,kebun

campur. semak belukar yang diinterpretasikan sebagai

warna hijau muda ternyata merupakan kebun di lapangan.

Ketidaksesuaian ini terjadi karena semak ini terdapat di

sekitar kebun dan areanya kecil (Satyanta Parman, 2010).

Pengecekan lapangan dilakukan untuk mendapatkan data

kondisi lahan. Hal ini digunakan untuk menguji akurasi

68

tingkat ketelitian metode yang akan digunakan untuk

pemetaan lahan kritis. Uji ketelitian dalam hal ini untuk

mengetahui tingkat kebenaran hasil interpretasi dan hasil

overlay tingkat lahan kritis. Dalam uji ketelitian

mengacu pada formula yang dikembangkan oleh Short et.al

(dalam Sutanto, 1986) dengan modifikasi, yakni uji medan

pada titik sampel yang terjangkau secara terestris dan

membandingkan dengan data hasil interpretasi citra.

Analisa ini dilakukan dengan membuat makriks kesalahan

untuk menghitung jumlah sampel yang terklasifikasi dengan

benar pada citra satelit. Makriks kesalahan ini umum

disebut confusion matrix. Ukuran tingkat akurasi biasanya

disajikan dengan angka persentase yang menunjukkan estimasi

jumlah informasi yang benar. Perlu diperhatikan data bahwa

dalam interpretasi citra satelit adalah mustahil untuk

menghasilkan data dengan tingkat kebenaran 100%. Selalu ada

kesalahan dalam proses penarikan informasi dari citra

satelit. Hal yang perlu dilakukan adalah menekan tingkat

kesalahan sampai serendah mungkin, dengan berbagai teknik

69

dan dengan metode iterasi. Sebagai bagian dari proses

iterasi, apabila tingkat akurasi lebih rendah dari yang

bisa diterima, maka proses klasifikasi harus diulangi

dengan penambahan data maupun informasi dari lapangan

(Ekadinata dkk, 2008).

B. Verifikasi Lapangan

Dari hasil interpretasi sementara ditentukan jumlah

66 titik yang dibutuhkan untuk keperluan verifikasi

lapangan. Dari peta identifikasi sementara dapat

diketahui lokasi objek penutupan lahan yang akan

disurvei. Berikut ini petapenutupan lahan iden tifikasi

sementara ( wahyuddin, 2013).

70

Gambar 1. Peta Penutupan Lahan Identifikasi Sementara

Penentuan lokasi titik survei di lapangan juga

dilihat dari luas objek penutupan lahan berdasarkan

administrasi kecamatan pada peta hasil identifikasi

sementara. Setiap kecamatan ada yang memiliki objek

penutupan lahan yang sama dan ada juga yang berbeda.

Misalnya kecamatan yang berada di daerah pesisir rata-

rata memiliki objek penutupan lahan yang sama, sedangkan

objek pada daerah pesisir dan daerah gunung memiliki

objek penutupan lahan berbeda. Objek terluas dan yang

paling sedikit juga pada kecamatan menjadi fokus dalam

verifikasi, misalnya pada kecamatan A, hutan menjadi

fokus verifikasi karena objek hutan memiliki luas lahan

terluas dibandingkan objek lainnya pada kecamatan A.

Objek yang kurang jelas saat melakukan interpretasi

visual juga menjadi fokus titik verifikasi. Penentuan

jumlah titik sampel survei lapangan menggunakan rumus

slovin. Jumlah klasifikasi penutupan lahan yang banyak

71

dengan wilayah penelitian yang luas. Secara teknis,

penggunaan rumus ini untuk mempermudah saat melakukan

survei lapangan ( wahyuddin, 2013).

Tabel 5. Titik Verikasi Hasil Identifikasi Sementara

No Penutupan Lahan Rencana Titik

Verifikasi

Jumlah Titik

Verifikasi

1 Hutan 6 7

2 Kebun Campur 6 14

3 Ladang/Tegalan 6 10

4 Lahan Terbuka 6 9

5 Mangrove 6 4

6 Perkebunan 6 9

7 Permukiman 6 10

8 Sawah 6 16

9 Semak Belukar 6 10

10 Tambak 6 9

11 Tubuh Air 6 7

Total 66 105

Sumber : Data Primer Setelah Diolah 2012.

72

Pada Tabel 5, jumlah rencana titik verifikasi adalah

66, dan jumlah titik verifikasi saat survei lapangan

adalah 105 titik. Mangrove memiliki jumlah titik

verifikasinya lebih sedikit dari jumlah titik verifikasi

yang direncanakan, hal ini disebabkan objek mangrove

hanya terdapat pada daerah pesisir dengan populasi

wilayah yang terbatas. Salah satu kendala dalam melakukan

survei lapangan adalah objek yang terletak pada daerah

terpencil atau susah untuk dijangkau ( wahyuddin, 2013).

Berikut ini peta survei lapangan:

73

Gambar 2. Peta Sebaran Titik Verifikasi Penutupan

Lahan

C. Keakuratan Klasifikasi Citra

Dari fakta di lapangan citra hasil klasifikasi

penutupan lahan dilakukan untuk melihat besarnya

kesalahan klasifikasi sehingga dapat ditentukan besarnya

persentase keakuratan hasil identifikasi. Keakuratan

tersebut meliputi jumlah titik verifikasi sebagai

perwakilan wilayah identifikasi yang dikelaskan secara

74

benar atau salah, persentase banyaknya titik verifikasi

pada masing-masing kelas dan persentase kesalahan

identifikasi total. Akurasi hasil identifikasi diuji

menggunakan matrik kesalahan (confusion matrix) seperti

terlihat pada Tabel 6 ( wahyuddin, 2013).

Tabel 2. Hasil Verifikasi Lapangan

Klasifikasi

H LT Pm pk KC L/

T

S M S

B

To

ta

l

Produ

cer

accur

asy

(%)

Hutan (H) 6 6 100

Lahanterbuka(LT)

7 1 1 9 70

Pemukiman(pm)

9 9 100

Perkebunan (pk)

8 2 10 80

KebunCampur(KC)

1 11 1 13 84,62

75

Ladang/tegalan(L/T)

2 1 8 1 1 13 61,54

Sawah (S) 1 15 16 88,24

Mangrove(M)

3 3 90

SemakBelukar(SB)

7 7 100

Total 7 9 10 9 13 10 16 3 9 86

UserAccurassy

(%)

85,7

1

77,7

8

90 88,8

9

78,5

7

80 93,7

5

70

Sumber : Data Primer Setelah Diolah 2012.

Dari Tabel 6 di atas berdasarkan hasil verifikasi

citra dan perhitungan yang dilakukan maka diperoleh

presentasi produser accuracy (untuk menegetahui tingkat

akurasi berdasarkan fakta yang diperoleh di lapangan)

sedangkan user accuracy (untuk mengetahui tingkat akurasi

berdasarkan hasil pembacaan citra). Jumlah titik yang

76

teridentifikasi sebagai hutan adalah 6 titik dari 7 titik

acuan sedangkan 1 titik terbaca sebagai kebun campur,

lahan terbuka yang teridentifikasi adalah 7 titik dari 9

titik acuan sedangkan 2 titik sebagai ladang/tegalan,

permukiman 9 titik dari 10 titik acuan sedangkan 1 titik

sebagai lahan terbuka, perkebunan 8 titik dari 9 titik

acuan sedangkan 1 titik sebagai ladang/tegalan, kebun

campur 11 titik dari 14 titik acuan sedangkan 2 titik

sebagai perkebunan dan 1 titik sebagai sawah,

ladang/tegalan 8 titik dari 10 titik acuan sedangkan 1

titik sebagai sawah dan 1 titik sebagai lahan terbuka,

sawah 15 titik dari 16 titik acuan dan 1 titik sebagai

ladang/tegalan, mangrove 3 titik dari 4 titik acuan dan 1

titik sebagai tambak, tambak 9 titik dari 9 titik acuan,

semak belukar 7 titik dari 10 titik acuan sedangkan 1

titik sebagai lahan terbuka dan 1 titik sebagai kebun

campur serta 1 titik sebagai ladang/tegalan, tubuh air 7

titik dari 7 titik acuan ( wahyuddin, 2013).

77

Tabel 7. Tingkat Akurasi Citra

PenutupanLahan

ProduserAccurasy

(%)

UserAccuracy

(%)

OmmisionError(%)

CommisionError(%)

Hutan 100 85,71 0 14,29LahanTerbuka

70 77,78 30 22,22

Permukiman 100 90 0 10Perkebunan 80 88,89 20 11,11

KebunCampur

84,62 78,57 15,38 21,43

Ladang/Tegalan

61,54 80 38,46 20

Sawah 88,24 93,75 11,76 6,25Mangrove 100 75 0 25Tambak 90 100 10 0SemakBelukar

100 70 0 30

Tubuh Air 100 100 0 0Sumber : Data Primer Setelah Diolah 2012.

78

Matriks kesalahan dari data tersebut memiliki

kesalahan omisi (omission error) dan kesalahan komisi

(commission error). Pada Tabel 7, besar kesalahan omisi untuk

kelas penutupan lahan lahan terbuka adalah sebesar 30%,

kelas penutupan lahan perkebunan sebesar 20%, kelas

penutupan lahan kebun campur sebesar 15,38%, untuk kelas

penutupan lahan ladang/tegalan sebesar 38,46%, untuk kelas

penutupan lahan sawah sebesar 11,76%, untuk kelas

penutupan lahan tambak 10%, sedangkan untuk kelas

penutupan lahan hutan, permukiman, mangrove, semak

belukar, dan tubuh air tidak memiliki kesalahan omisi (

wahyuddin, 2013).

Besarnya kesalahan komisi untuk kelas penutupan lahan

hutan adalah sebesar 14,29%, kelas penutupan lahan lahan

terbuka sebesar 22,22%, kelas penutupan lahan permukiman

10%, kelas penutupan lahan perkebunan 11,11%, kelas

penutupan lahan kebun campur sebesar 21,43%, kelas

penutupan lahan ladang/tegalan 20%, kelas penutupan lahan

79

sawah 6,25%, kelas penutupan lahan mangrove 25%, kelas

penutupan lahan semak belukar 30% sementara untuk kelas

penutupan lahan tambak dan tubuh air tidak memiliki

kesalahan komisi ( wahyuddin, 2013).

Matrik kontingensi tersebut selanjutnya selain dapat

digunakan untuk menghitung nilai akurasi pembuat

(producers’ accuracy) dan akurasi pengguna (users’ accuracy),

dapat juga digunakan untuk menghitung akurasi umum (overall

accuracy). Nilai akurasi umum (Overall Accuracy) untuk hasil

identifikasi visual pada citra SPOT 4 adalah sebesar

85,71%. Setelah dilakukan verifikasi lapangan data luasan

hasil identifikasi penutupan lahan di Kabupaten Jeneponto

berdasarkan banyak yang mengalami perubahan. Perubahan

data luasan tersebut dapat dilihat pada Gambar 17 (

wahyuddin, 2013).

80

Gambar 17. Grafik Luas Penutupan Lahan KabupatenJeneponto Berdasarkan Data Citra SPOT 4 Setelah diVerifikasi

III. METODE PRAKTIKUM

A. Tempat dan Waktu Praktikum

Praktikum Sistem Informasi Geografi dilaksanakan di

Laboratorium Sistem Informasi Geografi Fakultas

Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

yang bertepatan pada tanggal 7 April 2014.

B. Bahan dan Alat

81

Bahan–bahan yang digunakan adalah peta penggunaan

lahan, peta fungsi kawasan, peta evaluasi lahan.

Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah perangkat

survey lapang (altimeter, GPS), motor dan alat tulis.

C. Cara kerja

Persiapan

1. Titik cek lapang ditentukan berdasarkan jumlah dan

luas setiap penggunaan lahan pada daerah kajian

2. Lakukan kalibrasi GPS pada poin keberengkatan

Cek Lapang

1. Navigasi dilakukan ketitik cek lapang sesuai dengan

informasi geografisnya

2. Jika medan sangat sulit untuk ditelusuri maka

pergeserean cek titik lapang harus dicatat

3. Jarak tanaman tolerang untuk melakukan pengamatan dari

titik yang sudah ditentukan disesuaikan dengan

82

mempertimbangkan resolusi citra yang digunakan sebagai

sumber peta dan galat GPS.

4. Catat informasi prihal titik tersebut.

Penentuan Akurasi Peta

1. Hasil cek lapang dari semua kelompok survey

ditabulasikan

2. Dilakukan uji omisi dan komisi peta

3. Jika peta dinyatakan tidak akurat lakukan perbaikan

sesuai dengan informasi dari pengecekkan lapang.

83

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Gambar 1. Koordinat sampel 1

Gambar. 2 koordinat sampel 2

85

Gambar 3. Koordinat sampel 3

B. Pembahasan

Sebuah peta yang dibentuk dengan mengolah citra

satelit memiliki tingkat akurasi yang beragam sesuai

dengan resolusi spasial citra yang digunakan. Citra

satelit yang diketahui memiliki resolusi spasial berkisar

antara 0,5 m – 1000 m yang artinya pada rentang area

tersebut berbagai macam objek berbaur menjadi satu

kenampakan didalam suatu piksel.

Penginterpretasian, klasifikasi, deliniasi dengan

bantuan komputer untuk suatu objek pada citra didasari

nilai atau atribut pikselnya. Kekeliruan pada proses

tersebut disebabkan pembauran objek dalam suatu piksel

sehingga mempengaruhi keakuratan peta yang terbentuk.

Kekeliruan yang terjadi dapat dikelompokkan menjadi:

1. Omisi

86

Omisi merupakan kejadian ketika suatu objek tidak

terdeliniasi kedalam kelompok yang seharusnya. Contoh

dari omisi yaitu suatu lahan sawah yang ada di wilayah

kajian tidak terdeliniasi sebagai sawah melainkan

tegalan.

2. Komisi

Komisi merupakan kejadian ketika suatu objek

terdeliniasi kedalam yang tidak semestinya. Contoh

dari komisi yaitu ditempat yang sama informasi pada

peta menyatakan bahwa lahan tersebut tergolong kedalam

tegalan tapi kenyataannya lahan tersebut adalah kebun

canpur.

Cek lapang merupakan salah satu cara untuk menentukan

tingkat akurasi peta. Cek lapang bertujuan untuk

mendektesi kebenaran peta yang dibentuk dan mendektesi

kekeliruan yang mungkin terjadi. Keakuratan peta hasil

dari pengecekkan lapang uji omisi dan komisi. Peta yang

87

memiliki nilai kurang dari 80% pada uji omisi dan komisi

merupakan peta yang layak dan dinyatakan akurat.

Pengecekkan lapang dilakukan di kecamatan sumbang

kabupaten banyumas. Sebelum dilakukan pengecekkan titik

sampel dilapangan, di tulis terlebih dahulu titik

koordinat dari masing-masing sampel yang telah dibuat di

layout peta. Setelah ditulis kemudian siapkan GPS status

pada perangkat hp untuk melihat titik koordinat.

Pengecekkan dimulai setelah user berkumpul di base camp

yang telah disediakan. Pengecekkan dilakukan dengan

menggunakan 2 user, yang satu sebagai rider dan yang

satunya lagi sebagai navigator. Setelah sampai pada titik

koordinat yang kita cari, dicatat hasil yang didapat

berupa latitude, longitude, elevasi, kelerengan, galat

GPS, dan lahan pembatas pada titik tersebut serta

pembuatan sketsa landscape dari titik koordinat yang

ditemukan. Kemudian di screenshoot untuk dimasukkan di

hasil pengamatan.

88

Dari hasil praktikum pengecekkan lapang diperoleh

data dari masing-masing sampel koordinat adalah sebagai

berikut:

1. Sampel 1

Longituted :109.248 Lahan Pembatas :

Latituted : -7.3247 barat : rumah

Elevasi : 553 m Utara : rumah

Kelerangan : 50 % Timur : rumah

Galat GPS : 16 m selatan : rumah

2. Sampel 2

Longituted :109.257 Lahan Pembatas :

Latituted : -7.32827 barat : kebun

Elevasi : 460 m Utara : kebun

Kelerangan : 5 % Timur : pemukiman

Galat GPS : 12 m selatan : pemukiman

3. Sampel 3

Longituted :109.252 Lahan Pembatas :

Latituted : -7.33601 barat : rumah

89

Elevasi : 425 m Utara : rumah

Kelerangan : 4 % Timur : rumah

Galat GPS : 13 m selatan : rumah

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kegiatan survey peta membutuhkan proses digitasi agar

peta yang diamati dapat diolah sedemikian rupa dan

kemudian dilanjutkan dengan kegiatan penyuntingan. Proses

penyuntingan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi

90

kesalahan pada peta yang dibuat. Selanjutnya peta yang

telah dibuat diberi skor berupa data atribut yang

terdapat dalam peta.

B. Saran

Alangkah baiknya praktikum dilaksanakan lebih teratur

dan lebih informatif bagi praktikan guna menjaga

kelancaran kegiatan praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

91

Ekadinata, A., Dewi, S., Hadi, D. P., Nugroho, D. K., danJohana, F. 2008. Sistem Informasi Geografis Untuk Pengelolaanbentang Lahan Berbasis Sumber Daya Alam. Word AgroforestryCentre: Bogor.

Jaya, I N S, 2003. Prospek Pemanfaatan Citra ResolusiTinggi dalam rangka Identifikasi Jenis Pohon: Studikasus menggunakan Citra CASI (Compact AirborneSpectographic Imager) dan IKONOS di Kebun Raya Bogor.Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) XII danKongres III Mapin. Bandung.

Jaya, I. N. S. 2002. Penginderaan Jauh Satelit Untuk Kehutanan.Laboratorium Inventarisasi Hutan. Jurusan ManajemenHutan. Fakultas Kehutanan. IPB: Bogor.

Prahasta, Eddy. 2002. Sistem Informasi Geografis. Informatika.Bandung.

____________. 2004. Konsep-Konsep Dasar Sistem IndormasiGeografis. Informatika. Bandung.

Satyanta Parman. 2010. Deteksi Perubahan Garis PantaiMelalui Citra Penginderaan Jauh Di Pantai UtaraSemarang Demak. Jurusan Geografi FIS – UNNES. Volume7 No. 1

Sutanto. 1994. Penginderaan Jauh. Gajah Mada UniversityPress, Yogyakarta.

Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh Jilid I. Gadjah Mada UniversityPress: Yogyakarta.

Wahyuddin, 2013. Identifikasi Pertanian Lahan Kering DiKabupaten Jeneponto Dengan Menggunakan Citra Satelit

92

Resolusi Menengah. Keteknikan Pertanian. TeknologiPertanian UNHAS.

93