SATUAN ACARA PENGAJARAN
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of SATUAN ACARA PENGAJARAN
SATUAN ACARA PENGAJARAN
KONTRAKTUR
Disusun Oleh :
Ridillah Vani J. 220110120051
Rafianti NurFauziah F. 220110120053
Sundari Rakhman 220110120071
Kinanti Devia Larasati 220110120112
Wenda Rizki Putri 220110120162
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015
SATUAN ACARA PENGAJARAN
Pokok Bahasan : Perawatan Klien dengan Gangguan
Muskuloskeletal
Sub Pokok Bahasan : Pendidikaan Kesehatan tentang Kontraktur
Sasaran : Klien dengan Gangguan Muskuloskeletal ( khususnya
klien dengan resiko
komplikasi kontraktur )
Tempat : Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
Waktu : 13 Maret 2015, jam 08.00Pemateri : Ridillah, Rafianti , Sundari, Kinanti dan
Wenda
Alokasi waktu : 30 menit
Tujuan Instruksional Umum (TIU) :
Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit diharapkan klien
dapat mengerti tentang kontraktur dan cara untuk mencegahnya.
Tujuan Instruksional Khusus (TIK):
Setelah diberikan pendidikan kesehatan, klien diharapkan dapat :
1. Memahami pengertian kontraktur, penyebab dan tanda tanda
kontraktur,
2. Menjelaskan cara mencegah kontraktur,
3. Menjelaskan cara menangani kontraktur.
Metode: Metode yang digunakan adalah ceramah
Media Penyuluhan
- Power point persentation
- Leaflet
- Video
Materi: Terlampir
Proses Belajar Mengajar:
WAKTU KEGIATAN PEMBERI MATERI PESERTA DIDIK
METODE MEDIA
5 menit
15 menit
AwalPerkenalan dan penjelasan tujuan pendidikan kesehatan
IsiPemberianmateri pendidikan kesehatan mengenai kontraktur.
1.Memberi salam pembuka dan memperkenalkandiri
2. Menjelaskantujuan dari pendidikan kesehatan dan tema pendidikan kesehatan
1. Menjelaskanmateri pendidikan kesehatan mengenai pengertian
1. Menjawab salam dan memperkenalkan diri.2.Mendengarkan dan memperhatikan penjelasanyang di jelaskan
Mendengarkandan memperhatikan
Langsung
Langsung Power point presentation ( ppt), video
10 menit Penutup
Pertanyaan dan penyimpulan hasil kegiatan
kontraktur, penyebab kontraktur, tanda-tanda kontraktur, pencegahan danmanajemen kontraktur.
2. Memberikan kesempatan untuk bertanyatentang materiyang disampaikan
1. Memberikan pertanyaan dankesempatan pada audien untuk menyebutkan cara manajemenkontraktur
2. Menyimpulkan bersama-sama hasil kegiatan
3. Menutup penyuluhan danmengucapkan salam
Mengajukan pertanyaan
Menjawab
Mendengarkandan ikut berpartisipasi dalam menyimpulkanhasil
Menjawab salam
Langsung
Evaluasi
Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman sasaran setelah
diberikan penyuluhan selama 30 menit diberikan pertanyaan:
1. Jelaskan pengertian kontraktur, penyebab dan tanda
tanda kontraktur!
2. Apa saja cara mencegah kontraktur?
3. Bagaimana cara menangani jika terjadi kontraktur?
Materi:
A. Definisi Kontraktur
Kontraktur adalahpemendekan jarak 2 titik anatomis tubuh
sehingga terjadi keterbatasan rentang gerak (range of
motion). Kontraktur adalah kontraksi yang menetap dari kulit
dan atau jaringan dibawahnya yang menyebabkan deformitas dan
keterbatasan gerak. Kelainan ini disebabkan karena tarikan
parut abnormal pasca penyembuhan luka, kelainan bawaan
maupun proses degeneratif. Kontraktur yang banyak dijumpai
adalah akibat luka bakar (Perdanakusuma, 2009).
B. Klasifikasi
Klasifikasi kontraktur berdasarkan derajat keparahan (Adu, 2011)
1) I: gejala berupa keketatan namun tanpa penurunan gerakan ruang lingkup
gerak maupun fungsi.
2) II: sedikit penurunan gerakan ruang lingkup gerak atau sedikit penurunan
fungsi namun tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari secara signifikan,
tanpa penyimpangan arsitektur normal daerah yang terkena.
3) III: terdapat penurunan fungsi, dengan perubahan awal arsitektur normal
pada daerah yang terkena..
4) IV: kehilangan fungsi dari daerah yang terkena.
Bedakan antara kontraktur jaringan lunak dan
ankilosis persendian
Bedakan antara kontraktur jaringan ikat dan kontraktur
miogenik atau neurogenik
Diagnosis banding kontraktur dari struktur anatomi:Kontraktur kutan, subkutan, atau fasialKontraktur tendonKontraktur ligamentKontraktur otot
C. Penyebab
Kontraktur diakibatkan karena kombinasi berbagai faktor
meliputi: posisi anggota tubuh, durasi imobilisasi, otot,
jaringan lunak, dan patologis tulang. Individu dengan luka
bakar sering diimobilisasi, baik secara global maupun fokal
karena nyerinya, pembidaian, dan posisinya. Luka bakar dapat
meliputi jaringan lunak, otot, dan tulang. Semua faktor ini
berkontribusi terhadap kejadian kontraktur pada luka bakar
(Schneider et al, 2006). Berbagai hal yang dapat menyebabkan
kontraktur adalah sebagai berikut (Adu, 2011):
1. Trauma suhu
2. Trauma zat kimia
3. Trauma elektrik
4. Post-trauma (Volkmann’s)
5. Infeksi ulkus buruli
6. Idiopatik (Dupuytren’s)
7. Kongenital (camptodactyly)
D. Penegakan Diagnosis Kontraktur
Penegakan diagnosis kontraktur akibat luka bakar dapat
menggunakan bagan sebagai berikut:
Diagnosis banding kontraktur dari struktur anatomi:Kontraktur kutan, subkutan, atau fasialKontraktur tendonKontraktur ligamentKontraktur otot
Nilai dan klasifikasi parut kontraktur untuk memutuskan
metode terapi
Evaluasi secara fungsional dan estetika dari sendi atau jaringan pada sebelum dan
sesudah terapi
Gambar 2.1 Bagan Diagnosis Banding Kontraktur Akibat Luka
Bakar (Ogawa & Pribaz, 2010)
E. Patofisiologi
Patofisiologi yang jelas terbentuknya parut hipertrofi
belum diketahui namun banyak faktor yang berkontribusi
terhadap proses fibroproliferatif kulit tersebut. Paradigm
yang sering digunakan adalah “benih dan tanah”. Komponen
selular seperti fibroblast, keratinosit, sel induk, dan sel
inflamasi merupakan benih sedangkan komponen nonseluler
seperti matriks ekstraseluler, kekuatan mekanik, tekanan
oksigen, dan cytokine milieu adalah tanah. (Wong & Gurtner,
2010).
Mekanisme dasar pembentukan kontraktur didapat dari
berbagai macam etiologi yaitu congenital, didapat, atau
idiopatik. Proses ini disebabkan oleh aktifnya miofibroblas
(sebuah sel dengan fibroblas dan dengan karakteristik
seperti otot polos yang terdistribusinya granulasi di
seluruh jaringan yang ada pada luka). Kontraksi dari
miofibroblas menyebabkan luka menyusut. Hal ini juga diikuti
dengan deposisi kolagen dan saling berhubungan untuk
mempertahankan kontraksi. Pada embryogenesis, kegagalan
diferensiasi jari-jari menyebabkan terbentuknya jaringan
parut yang menyebakan fleksi proksimal sendi interfalang
yang mengakibatkan camptodactyly (Adu, 2011).
Kontraksi adalah proses aktif biologis untuk menurunkan
dimensi area anatomi dan jaringan yang dapat menyebabkan
perlambatan kesembuhan dari luka terbuka. Kontraktu adalah
produk akhir dari proses kontraksi. Kontraktur mengganggu
secara fungsional dan estetik (Pandya, 2001)
F. Prevensi Kontraktur
Kontraktur dapat dicegah dari penyebab awal mulanya.
Kontraktur banyak disebabkan akibat luka bakar. Pencegahan
luka bakar dibagi menjadi pencegahan primer, sekunder dan
tersier. Pencegahan primer bertujuan untuk menurunkan
insidensi luka bakar melalui cara memasak yang aman, pemadam
kebakaran, dan edukasi tentang zat yang menyebabkan trauma
panas di sekolah atau komunitas. Pencegahan sekunder
bertujuan untuk menurunkan beratnya luka bakar melalui
edukasi terhadap pertolongan pertama. Pencegahan tersier
bertujuan untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas
terhadap luka bakar (Schwarz, 2007).
Terdapat dua kunci penting dalam pencegahan kontraktur.
Hal pertama adalah area yang terbakar dibidai pada posisi
anatomis dan berlatih maksimal lingkup gerak sendi tiap
persendian. Perkembangan bidai selama lima belas tahun
terakhir berkontribusi terhadap penurunan kejadian
kontraktur dan hal ini semakin dikembangkan (Schwarz, 2007).
Secara umum terdapat berbagai cara pencegahan
kontraktur, yaitu (Procter, 2010):
1. Posisi yang mencegah kontraktur
Posisi yang melindungi dari kontraktur harus dimulai
dari hari pertama sampai beberapa bulan setelah trauma.
Posisi ini diaplikasikan terhadap semua pasien baik yang
mendapat terapi cangkok kulit maupun yang tidak. Posisi
ini penting karena dapat mempengaruhi panjang jaringan
dengan menurunkan ruang lingkup gerak sebagai akibat dari
parut jaringan. Pasien diistirahatkan dengan posisi yang
nyaman, posisi ini biasanya adalah posisi fleksi dan juga
merupakan posisi kontraktur. Tanpa dorongan dan bantuan
dari orang lain, pasien akan meneruskan posisi yang
menyebabkan kontraktur. Sekali kontraktur mulai terbentuk
dapat terjadi kesulitan untuk bergerak sempurna seperti
sediakala. Penyesuaian awal memiliki esesnsi untuk
memastikan kemungkinan terbaik hasil terapi, selain itu
pula untuk meringankan nyeri.
Pasien harus selalu melakukan kebiasaan posisi pada
stadium awal penyembuhan. Pasien perlu dorongan untuk
mempertahankan posisi yang mencegah kontraktur (kecuali
ketika program latihan dan aktivitas fungsional lain),
dukungan keluarga sangat penting.
Ketika luka bakar terjadi pada bagian fleksor tubuh,
risiko kontraktur akan semakin meningkat.
Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur
berdasarkan luka bakar adalah sebagai berikut:
a. Leher depan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi
leher, dagu ditarik ke arah dada, kontur leher
menghilang sedangkan posisi yang mencegah terjadinya
kontraktur adalah ekstensi leher, tidak ada bantal di
belakang kepala, putar balik leher. Kepala dimiringkan
bila posisi duduk.
Gambar 2.2. Kontraktur pada Leher Depan
Gambar 2.3. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur
b. Leher belakang
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah
ekstensi leher dan pererakan leher yang lain sedangkan
posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah duduk
dengan posisi leher fleksi, berbaring dengan
menggunakan bantal di belakang kepala.
Gambar 2.4. Kontraktur pada Leher Belakang
Gambar 2.5. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur
c. Aksila anterior, aksila posterior, maupun lipatan
aksila
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah
terbatasnya abduksi dan juga protraksi ketika luka
bakar juga ada di dada sedangkan posisi yang mencegah
terjadinya fraktur adalah berbaring dan duduk lengan
abduksi 900 ditopang dengan menggunakan bantal atau
alat lain diantara dada dan lengan.
Gambar 2.6. Kontraktur pada Aksila
Gambar 2.7. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur
d. Siku depan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi
siku sedangkan posisi yang mencegah terjadinya fraktur
adalah ekstensi siku.
Gambar 2.8. Kontraktur pada Siku
Gambar 2.9.Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur
e. Punggung tangan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah
hiperekstensi metacarpalphalangeal (MCP), fleksi
interphalangeal (IP), adduksi ibu jari, dan fleksi
pergelangan tangan sedangkan posisi yang mencegah
terjadinya kontraktur adalah pada pergelangan tangan
diekstensi 30-40 derajat, fleksi MCP 60-70 derajat,
ekstensi sendi IP, dan abduksi ibu jari.
Gambar 2.10. Kontraktur pada Punggung Tangan
Gambar 2.11.Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur
pada Punggung Tangan
f. Telapak tangan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah adduksi
dan fleksi jari-jari tangan, telapak tangan ditarik ke
dalam sedangkan posisi yang mencegah terjadinya
kontraktur adalah ekstensi pergelangan tangan, fleksi
minimal MCP, ekstensi dan abduksi jari-jari tangan.
Gambar 2.12. Kontraktur pada Telapak Tangan
Gambar 2.13. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur
pada Telapak Tangan
g. Groin
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi
dan adduksi pangkal paha sedangkan posisi yang mencegah
terjadinya kontraktur adalah berbaring tengkurap dengan
ekstensi tungkai, batasi duduk dan berbaring posisi
menyamping. Jika dengan posisi supine, berbaring dengan
posisi ekstensi tungkai, tanpa bantal di bawah lutut.
Gambar 2.14. Posisi yang Menyebabkan Kontraktur
Gambar 2.15. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur
h. Belakang lutut
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi
lutut sedangkan posisi yang mencegah terjadinya
kontraktur adalah ekstensi tungkai pada saat berbaring
dan duduk.
Gambar 2.16. Kontraktur pada Belakang Lutut
Gambar 2.17. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur
i. Kaki
Kaki adalah struktur komplek yang dapat ditarik dengan
arah yang berbeda-beda oleh jaringan yang telah
menyembuh. Hal ini dapat mengakibatkan mobilitas yang
tidak normal. Posisi yang mencegah terjadinya
kontraktur adalah pergelangan kaki diposisikan 90
derajat terhadap telapak kaki dengan menggunakan bantal
untuk mempertahankan posisi. Jika pasien dalam keadaan
duduk maka posisi kakinya datar di lantai (tanpa edem).
Gambar 2.18. Kontraktur pada Kaki
Gambar 2.19. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur
j. Wajah
Kontraktur pada wajah dapat meliputi berbagai hal
termasuk ketiakmampuan untuk membuka maupun menutup
mulut dengan sempurna, ketidakmampuan menutup mata
dengan sempurna, dan lain sebagainya.posisi yang
mencegah terjadinya kontraktur adalah secara teratur
merubah ekspresi wajah dan peregangan seperlunya.
Tabung empuk dapat dimasukkan ke dalam mulut untuk
melawan kontraktur mulut.
Gambar 2.20.Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur
2. Bidai
Pembidaian sangat efektif untuk membantu mencegah
kontraktur dan merupakan hal yang perlu dilakukan sebagai
program rehabilitasi komprehensif. Pembidaian membantu
mempertahankan posisi yang mencegah kontraktur terutama
terhadap pasien yang mengalami nyeri hebat, kesulitan
penyesuaian atau dengan area luka bakar yang dengan
menggunakan posisi pencegahan kontraktur saja tidak
cukup.
Pembidaian dilakukan dengan posisi yang diregangkan
sehingga memberikan suatu latihan peregangan awal yang
lebih mudah. Parut tidak hanya berkontraksi namun juga
mengambil rute terdekat, parut sering menimbulkan selaput
atau anyaman diantara jari-jari, leher, lutut, aksilda,
dan lain-lain. Bidai membantu merenovasi jaringan
parutkarena membentuk dan mempertahankan kontur anatomis.
Bidai adalah satu-satunya modalitas terapeutik yang
tersedia dan berlaku yang dapat mengatur tekanan pada
jaringan lunak sehingga dapat menimbulkan remodeling
jaringan.
Bidai dapat dibuat dari berbagai macam bahan. Bahan
yang ideal adalah yang memiliki temperature rendah dan
ringan, mudah dibentuk, dan disesuaikan kembali kemudian
juga sesuai dengan kontur.
Gambar 2.21. Contoh Pembidaian
3. Peregangan dan mobilisasi awal
Sendi yang terkena luka bakar harus digerakkan dan
diregangkan beberapa kali setiap harinya. Pasien
membutuhkan pendamping baik dari tim medis maupun
keluarganya untuk mencapai pergerakan yang penuh terutama
untuk anak-anak yang memerluka perhatian yang lebih dari
orang tua. Pasien perlu mengembangkan kebiasaan tersebut
dari hari ke hari.
4. Melakukan aktivitas sehari-hari
Pasien luka bakar sering merasa kehilangan rasa dan
kemampuan untuk beraktivitas secara normal. Aktivitas
sehari-hari seperti makan, mandi sangat penting untuk
melatih pasien dapat hidup mandiri.
5. Pijat dan pemberian moisturiser
Pijatan pada parut sangat dianjurkan sebagai bagian dari
penatalaksanaan luka parut meskipun mekanisme efeknya
belum begitu diketahui. Hal yang dapat dilakukan adalah:
a. Pemberian moisturiser luka sering kehilangan kelembaban
tergantung dari dalamnya luka dan sejauh kerusakan
struktur kulit. Luka tersebut dapat menjadi sangat
kering dan menimbulkan rasa tidak nyaman. Hal ini dapat
menimbulkan retak dan pecahnya parut. Pemijatan dengan
moisturizer atau minyak tanpa parfum pada bagian
teratas parut dapat melembutkan sehingga pasien merasa
lebih nyaman dan untuk mengurangi gatal.
b. Jika parut menjadi tebal dan meninggi dapat menggunakan
pijatan kuat dan dalam menggunakan ibujari atau ujung
jari untuk mengurangi kelebihan cairan pada tempat
tersebut.
c. Parut akibat luka bakar mengandung kolagen empat kali
dibandingkan dengan luka parut biasa. Pijatan yang
dalam dengan pola sedikit memutar dapat meningkatkan
kesegarisan luka parut.
d. Penurunan sensoris dan perubahan sensasi dapat terjadi.
Pijatan rutin dan sentuhan pada parut dapat membantu
desensitisasi dari luka yang sebelumnya hipersensitif
e. Faktor psikologis dari seseorang yang memiliki
kesulitan dan merasa tidak enak dipandang dapat
dikurangi dengan menyentuh parut dan belajar bagaimana
menerima keadaannya.
6. Terapi tekanan
Terapi tekanan adalah modalitas primer dalam
penatalaksanaan parut akibat luka bakar meskipun
efektivitas klinis secara sains masih belum terbukti.
Pemberian tekanan pada area luka bakar diduga dapat
mengurangi parut dengan mempercepat maturasi parut dan
mendorong reorientasi terbentuknya serta kolagen. Pola
parallel yang bertentangan dengan pola luka yang berputar
pada parut. Mekanisme yang diduga adalah, pemberian
tekana dapat menciptakan hipoksia lokal pada jaringan
parut sehingga mereduksi aliran darah yang sebelumnya
hipervaskuler pada luka parut. Hal ini mengakibatkan
menurunnya influks kolagen dan penurunan pembentukan
jaringan parut. Sesegera setelah luka menjadi tertutup
dan dapat menerima tekanan, pasien menggunakan pakaian
tekanan.
7. Silicon
Silicon digunakan untuk mengobati parut hipetrofik.
Mekanisme dalam mencegah dan penatalaksanan parut
hipertrofik masih belum jelas namun kemungkinan silicon
mempengaruhi fase penyembuhan remodeling kolagen.
Ketika luka bakar telah sembuh, pasien dan keluarganya
harus membiasakan untuk latihan peregangan, pemijatan,
moisturizer, dan mandi di air yang hangat. Semua hal ini
dapat membantu mencegah kontraktur. Pasien harus didorong
untuk menggunakan tangan sebisa mungkin untuk aktivitas dan
kebutuhan sehari-hari. Jika mungkin digunakan untuk kembali
ke pekerjaan mereka (Pandya, 2001).
Obat-obatan antifibrogenik untuk mengatasi parut
hipertrofi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah sebagai
berikut:
1. Antagonis TGF-β
2. Interferon α, β, γ
3. Bleomycin
4. 5-fluorouracil
5. kortikosteroid
Interaksi yang rumit antara berbagai faktor berpengaruh
terhadap penyembuhan dan menentukan hasil fibrotic atau
regeneratif pada luka. Terapi tunggal dalam melawan parut
bekas luka banyak yang tidak berhasil karena rumitnya
interaksi antara sel luka dengan lingkungannya (Wong &
Gurtner, 2010).
G. Penatalaksanaan Kontraktur
Seperti yang telah dijelaskan pada klasifikasi
kontraktur, terutama kontraktur derajat III dan IV
memerlukan tindakan operasi sedangkan untuk derajat I dan II
tidak memerlukan tindakan operasi. (Adu, 2011). Untuk
menentukan terapi dari parut kontraktur maka klasifikasi
tempat terjadinya kontraktur harus dinilai. Bentuk dan
kedalaman luka sebelum atau dalam operasi. Penilaian setelah
operasi juga penting untuk mengevaluasi metode
penatalaksanaan (Ogawa & Pribaz, 2010).
Prosedur operasi tidak boleh dilakukan selama fase
aktif penyembuhan dan pembentukan jaringan parut. Selama
luka tersebut immature dan banyak baskularisasinya tidak
dilakukan operasi. Biasanya dibutuhkan waktu satu tahun atau
lebih. Luka harus menjadi matur, supel, dan avaskuler
sebelum dilakukan operasi (Goel & Shrivastava, 2010).
1. Pembebasan kontraktur
Pembebasan kontraktur yang tuntas harus dilakukan
dengan mencegah kerusakan berbagai struktur penting
seperti arteri, saraf, tendon, dan lain-lain. Insisi
dimulai di pada lintasan ketegangan yang maksimal yaitu
daerah yang paling kencang. Titik ini biasanya berlawanan
dengan garis persendian. Insisi diperdalam sampai
jaringan yang tidak ada parutnya.
2. Penutupan kulit
Penutupan dengan menggunakan skin grafts atau skin flap.
Umumnya area dibuangnya setelah dibuangnya jaringan
kontraktur akan ditutup dengan menggunakan skin grafts.
Penutupan menggunakan flap digunakan pada situasi yang
khusus. Lapisan grafts diusahakan dibuat luas dengan
menggunakan tautan. Teknik yang dapat digunakan adalah Full
Thickness Skin Graft (FTSG) merupakan skin graft yang
menyertakan seluruh bagian dari dermis. Karakteristik
kulit normal dapat terjadi setelah proses graft selesai
karena komponen dermis dipertahankan selama proses graft.
Teknik lain yang dapat digunakan adalah Split Thickness Skin
Graft (STSG).
Skin flap digunakan jika pembebasan kontraktur
kemungkinan membuka persendian terutama tangan dan kaki.
Teknik yang dapat digunakan adalah Z plasty. Z plasty adalah
tindakan operasi yang bertujuan memperpanjang garis luka
sehingga dapat mencegah kontraktur terutama pada
persendian. Tindakan ini dilakukan dengan cara
transposisi flap sehingga didapatkan garis luka yang
lebih panjang. Teknik lain yang dapat digunakan adalah
V-Y plasty, V-M plasty, split skin fraft (SSG) dan lain
sebagainya.
3. Perawatan postoperatif
Pemeliharaan dan posisi yang terlepas diharuskan sampai
kurang lebih 3 minggu atau sampai garis tepiflap sembuh.
Perawatan postoperatif menggunakan bidai statis atau
dinamis dan juga terapi latihan fisik diperlukan untuk
menjaga ruang lingkup gerak persendian.
DAFTAR PUSTAKA
Adu EJK. 2011. Management of contractures: a five-year experience at komfoanokye teaching hospital in kumasi. Ghana Medical Journal
Barbara, C Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: YayasanIAPK
Goel A & Shrivastava P. 2010. Post-burn scars and scar contractures.Indian Journal of Plastic Surgery
Ogawa R & Pribaz JJ. 2010. Diagnosis, assessment, and classification ofscar contractures. Color Atlas of Burn Reconstructive Surgery. SpringerHeidelberg Dordrecht London NewYork.
Samsuhidajat R, De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC
Schneider JC, Holavanahalli R, Helm, P, Goldstein R, & Kowalske K. 2006. Contractures in burn injury: defining the problem. Journal of Burn Care Research 27(4):508-514.
Schwarz. 2000. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. Jakarta: EGC
Wong VW & Gurtner GC. 2010. Strategies for skin regeneration in burnpatients. Color Atlas of Burn Reconstructive Surgery. SpringerHeidelberg Dordrecht London NewYork.