Makalah Kelompok Tentang THALASHEMIA

27
Makalah Kelompok Tentang THALASHEMIA Di Susun Oleh : Kelompok 1 1. Adi Rikky 7. Syifa ade 2. Aide Muliani 8. Suzana Putri 3. Angga Maresha 9. Winda . A 4. Asmawar Dalimunte 10. Yanto

Transcript of Makalah Kelompok Tentang THALASHEMIA

Makalah Kelompok Tentang

THALASHEMIA

Di Susun Oleh :

Kelompok 1

1. Adi Rikky 7.

Syifa ade

2. Aide Muliani 8.

Suzana Putri

3. Angga Maresha 9.

Winda . A

4. Asmawar Dalimunte 10.

Yanto

5. Desmaya Sari 11.

Yesita

6. Nica sembiring 12.

Elvira Roza

Dosen : Filiks Hulu,S.Kep, Ns

STIKes Deli Husada Delitua

T.A 2013/2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapan kepada Tuhan Ysng Mha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-NYA, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “THALASEMIA”. Makalah ini kami buat sebagai tugas dari mata kuliah Hematologi dan SistemImun, kami tak lupanya mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini: (1)Dosen dan mata kuliah HEMATOLOGI SISTEM IMUN yang telah memberikan arahan untuk menyelesaikan makalah ini.

Kami dengan tangan terbuka menerima kritik dan saran dalam penyempurnaan makalah ini, dan kami juga minta maaf ikaterdapat kekeliruan dalam penyusunan makalah ini. Demikianlah yang dapat kami sampaikan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Medan, 24 November 2014

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH

            Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa

yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah

Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di

daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali

ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama

Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak

yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia

satu tahun. Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau

eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai

dengan nama penemunya.

            Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor

(homozigot) yang telah agak besar menunjukkan gejala-gejala

fisik yang unik berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi

kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat

hepatosplenomegali dengan wajah yang khas mongoloid, frontal

bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik,

maloklusi gigi.

            Thalassemia ternyata tidak saja terdapat di

sekitar Laut Tengah, tetapi juga di Asia Tenggara yang sering

disebut sebagai sabuk thalassemia (WHO, 1983) sebelum pertama

sekali ditemui pada tahun 1925 (Lihat Gambar 2). Di Indonesia

banyak dijumpai kasus thalassemia, hal ini disebabkan oleh

karena migrasi penduduk dan percampuran penduduk. Menurut

hipotesis, migrasi penduduk tersebut diperkirakan berasal dari

Cina Selatan yang dikelompokkan dalam dua periode. Kelompok

migrasi pertama diduga memasuki Indonesia sekitar 3.500 tahun

yang lalu dan disebut Protomelayu (Melayu awal) dan migrasi

kedua diduga 2.000 tahun yang lalu disebut Deutromelayu

(Melayu akhir) dengan fenotip Monggoloid yang kuat.

Keseluruhan populasi ini menjadi menjadi Hunian kepulauan

Indonesia tersebar di Kalimantan, Sulawesi, pulau Jawa,

Sumatera, Nias, Sumba dan Flores.

B.     RUMUSAN MASALAH

-      Apa pengertian dari thalasemia?

-      Apa penyebab dan bagaimana proses terjadinya tanda dan

gejala klinis pada penderita thalasemia?

-      Apakah penyebab utama pada manifestasi klinis penderita

thalasemia tersebut disebabkan oleh adanya kelainan dalam

produksi hemoglobin?

-      Bagaimana pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

laboratorium pada penderita thalasemia?

-      Bagaimana penatalaksanaan dan pencegahan pada penderita

thalasemia?

C.    TUJUAN PENULISAN

-Dapat mengetahui patofisiologi tanda dan gejala klinis

thalasemia.

- Dapat menetapkan penyebab utama manifestasi klinis

thalasemia yang disebabkan oleh adanya kelainan produksi

hemoglobin.

- Mampu melakukan penetapan diagnosis atau diagnosis banding

pada penderita thalasemia.

- Mampu memberikan terapi atau penatalaksanaan dan pencegahan

pada penderita thalasemia.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    DEFINISI THALASEMIA

Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang

berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut

Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di

daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali

ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama

Thomas B. Cooley pada tahun 1925.

Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang

merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu

dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin

(komponen darah).

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai

dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih

pendek dari sel darah normal (120 hari).Akibatnya penderita

thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing,

muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan

hilang, dan infeksi berulang.

Thalasemia, menurut pakar hematologi dari Rumah Sakit

Leukas Stauros, Yunani, dr Vasili Berdoukas, merupakan

penyakit yang diakibatkan oleh kerusakan DNA dan penyakit

turunan. Penyakit ini muncul karena darah kekurangan salah

satu zat pembentuk hemoglobin sehingga tubuh tidak mampu

memproduksi sel darah merah secara normal.

B. PATOFISIOLOGI

| Hemboglobin yang terdapat dalam sel darah merah,

mengandung zat besi (Fe). Kerusakan sel darah merah pada

penderita thalasemia mengakibatkan zat besi akan tertinggal di

dalam tubuh. Pada manusia normal, zat besi yang tertinggal

dalam tubuh digunakan untuk membentuk sel darah merah baru.

Pada penderita thalasemia, zat besi yang ditinggalkan sel

darah merah yang rusak itu menumpuk dalam organ tubuh seperti

jantung dan hati (lever). Jumlah zat besi yang menumpuk dalam

tubuh atau iron overload ini akan mengganggu fungsi organ

tubuh.Penumpukan zat besi terjadi karena penderita thalasemia

memperoleh suplai darah merah dari transfusi darah. Penumpukan

zat besi ini, bila tidak dikeluarkan, akan sangat membahayakan

karena dapat merusak jantung, hati, dan organ tubuh lainnya,

yang pada akhirnya bisa berujung pada kematian.

C.     MACAM-MACAM THALASEMIA

Secara molekuler thalasemia dibedakan atas :

1.Alfa – Thalasemia (melibatkan rantai alfa)

      Alfa – Thalasemia paling sering ditemukan pada orang

kulit hitam (25% minimal membawa 1 gen)

      Sindrom thalassemia-α disebabkan oleh delesi pada gen α

globin pada kromosom 16 (terdapat 2 gen α globin pada tiap

kromosom 16) dan nondelesi seperti gangguan mRNA pada

penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang

dari kondisi normal.

      Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi

menjadi empat, yaitu:

·         Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α-

Thalassemia Trait 2)

Gangguan pada satu rantai globin α sedangkan tiga lokus globin

yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak

terlihat gejala-gejala bila ia terkena thalassemia.

·         Delesi pada dua rantai α (α-Thalassemia Trait 1)

Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan

dari HbH dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia

kronis yang ringan dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan

MCV 60-75 fl.

·         Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)

Delesi pada tiga rantai α ini disebut juga sebagai HbH disease

(β4) yang disertai anemia hipokromik mikrositer, basophylic

stippling, heinz bodies, dan retikulositosis.

HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya

rantai α sehingga rantai β tidak memiliki pasangan dan

kemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β4). Dengan

banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi

dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat

dihancurkan.

Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb

8-10 g/dl) dan MCV 60-70 fl.

·         Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia

major)

Delesi pada empat rantai α ini dikenal juga sebagai hydrops

fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts (γ4) yang

disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai α sehingga

rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4.

Manifestasi klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali,

dan janin yang sangat anemis. Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada

elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb Barts, sedikit HbH,

dan tidak dijumpai HbA atau HbF.

Biasanya bayi yang mengalami kelainan ini akan mati beberapa

jam setelah kelahirannya.

2.Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta)

Beta – Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia

Tenggara.

Thalassemia-β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada

sisi pendek kromosom 11.

a. Thalassemia βo

Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β

sehingga tidak dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam

pembentukan HbA.

Bayi baru lahir dengan thalasemia β mayor tidak anemis.

Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih

berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat

terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit ini

tidak segera ditangani dengan baik, tumbuh kembang anak akan

terhambat.

Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan

demam berulang akibat infeksi. (Kapita selekta kedokteran)

b.Thalassemia β+

Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan

fungsional namun hanya sedikit sehingga rantai β dapat

dihasilkan dan HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit.

Secara klinis, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :

1. Thalasemia Mayor, karena sifat sifat gen dominan.

Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan

kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.Akibatnya, penderita

kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak

lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan

umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan

transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya.

Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat

lahir,namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya

gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain

seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley.

Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang

hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum

tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan

hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan

perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia

mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur

hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia

mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan.

2. Thalasemia Minor

Individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun

individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak

muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia

menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah.

Kemungkinan 25% anak mereka menderita thalasemia mayor. Pada

garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia

mayor dengan berbagai ragam keluhan.Seperti anak menjadi

anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan.

Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di

sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi

darah di sepanjang hidupnya.

D.   PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS

            Patogenesis thalassemia secara umum dimulai dengan

adanya mutasi yang menyebabkan HbF tidak dapat berubah menjadi

HbA, adanya ineffective eritropoiesis, dan anemia

hemolitik.Tingginya kadar HbF yang memiliki afinitas O2 yang

tinggi tidak dapat melepaskan O2 ke dalam jaringan, sehingga

jaringan mengalami hipoksia.

            Tingginya kadar rantai α-globin, menyebabkan

rantai tersebut membentuk suatu himpunan yang tak larut dan

mengendap di dalam eritrosit. Hal tersebut merusak selaput

sel, mengurangi kelenturannya, dan menyebabkan sel darah merah

yang peka terhadap fagositosis melalui system fagosit

mononuclear.

            Tidak hanya eritrosit, tetapi juga sebagian besar

eritroblas dalam sumsum dirusak, akibat terdapatnya inklusi

(eritropioesis tak efektif). Eritropoiesis tak efektif dapat

menyebabkan adanya hepatospleinomegali, karena eritrosit pecah

dalam waktu yang sangat singkat dan harus digantikan oleh

eritrosit yang baru (dimana waktunya lebih lama), sehingga

tempat pembentukan eritrosit (pada tulang-tulang pipa, hati

dan limfe) harus bekerja lebih keras. Hal tersebut menyebabkan

adanya pembengkakan pada tulang (dapat menimbulkan kerapuhan),

hati, dan limfe.

E.   PATOFISIOLOGI GEJALA KLINIS THALASEMIA

            Gejala yang didapat pada pasien berupa gejala umum

anemia yaitu: anemis, pucat, mudah capek, dan adanya penurunan

kadar hemoglobin. Hal ini disebabkan oleh penurunan fungsional

hemoglobin dalam menyuplai atau membawa oksigen ke jaringan-

jaringan tubuh yang digunakan untuk oksidasi sel. Sehingga

oksigenasi ke jaringan berkurang. Selain sebagai pembawa

oksigen, hemoglobin juga sebagai pigmen merah eritrosit

sehingga apabila terjadi penurunan kadar hemoglobin ke

jaringan maka jaringan tersebut menjadi pucat.

            Penurunan fungsional hemoglobin tersebut dapat

disebabkan oleh adanya kelainan pembentukan hemoglobin,

penurunan besi sebagai pengikat oksigen dalam hemoglobin.

            Kompensasi tubuh agar suplai oksigen ke jaringan

tetap terjaga maka jantung sebagai pemompa darah berdenyut

lebih keras dan sering yang disebut sebagai takikardia di mana

hal ini juga terjadi pada anak (denyut nadi 120 kali/menit,

normal 60-100 kali.menit). Tetapi frekuensi respirasi pasien

dalam tahap normal 24 kali/menit (normal 16-24 kali/menit).

            Lemas dan mudah capek disebabkan oleh karena

suplai oksigen ke jaringan untuk oksidasi sel sebagai proses

penghasil energi berkurang. Pasien mengalami penurunan kadar

hemoglobin (4,8 g/dl) di mana nilai rujukan normal untuk anak-

anak sebesar 10-16 g/dl (Sutedjo, 2007).

            Penurunan ini dapat disebabkan oleh adanya

kelainan produksi/pembentukan hemoglobin berupa kelainan

susunan asam amino dan kelainan kecepatan sintesis hemoglobin.

Kelainan dua hal tersebut dapat dikategorikan adanya

hemoglobinopati. Kelainan pembentukan hemoglobin tersebut

dapat mengakibatkan adanya morfologi eritrosit abnormal

(mikrositik, Heinz bodies, sel target) sehingga dengan cepat

akan didestruksi oleh limpa dan hati. Peristiwa destruksi

eritrosit secara cepat kurang dari masa hidupnya (120 hari)

disebut sebagai hemolisis.

            Adanya hepatomegali dan splenomegali merupakan

salah satu tanda dari anemia hemolitik di mana disertai adanya

penurunan kadar hemoglobin. Pada pasien ditemukan splenomegali

sebesar 1 shuffner (satuan splenomegali yang diukur dengan

membuat garis diagonal antara arcus costarum dengan crista

illiaca melewati umbulicus, lalu dari garis tersebut dibagi

menjadi delapan bagian. Satu bagian dinamakan satu shuffner).

            Splen atau limpa secara normal bertugas

menghancurkan eritrosit tua maupun abnormal sehingga dapat

melepaskan hemoglobin yang akan dimetabolisme menjadi

biliribun di hati/hepar, menjadi reservoir cadangan eritrosit,

sintesis limfosit dan sel plasma dalam system imun, dan

membentuk eritrosit baru saat masa janin dan bayi baru lahir.

            Adanya hemolisis menyebabkan proses perombakan

eritrosit secara cepat. Eritrosit abnormal cepat dihancurkan

oleh limpa dan hati dengan bantuan makrofag sehingga semakin

banyak eritrosit abnormal maka kerja limpa akan semakin berat.

Hal inilah yang menyebabkan adanya splenomegali.

            Selain destruksi eritrosit di limpa juga terdapat

di hati. Selain itu sebagai kompensasi atau umpan balik dari

penurunan kadar hemoglobin akibat oksigenasi ke jaringan

kurang merangsang terjadinya eritropoesis 6-8 kali lipat oleh

sumsum tulang. Untuk menunjang dan membantu kerja sumsum

tulang dalam eritropoesis sehingga terbentuk eritropoesis

ekstramedular pada limpa dan hati sehingga merupakan salah

satu penyebab hepatosplenomegali.

            Pada pasien hemoglobinopati anemia sel sabit tidak

ditemukan hepatomegali di mana limpa mengecil dikarenakan

terjadinya infark. Selain itu makrofag di limpa lebih aktif

dibandingkan makrofag pada hati.

            Penyebab lain hepatomegali pada pasien disebabkan

oleh pemberian obat penambah darah dan penyerapan besi

meningkat akibat peningkatan eritropoesis di mana mengandung

preparat besi (sulfas ferrosus) sehingga terjadi penimbunan

cadangan besi berlebih. Padahal hati secara normal berfungsi

sebagai sintesis ferritin (simpanan besi) dan transferin

(protein pengikat besi) dan sebagai tempat penyimpanan

terbesar cadangan besi dalam bentuk ferritin dan hemosiderin.

            Adanya hepatomegali dan splenomegali pada pasien

dapat mengakibatkan penurunan imunitas tubuh sehingga tubuh

rentan terhadap infeksi mikroorganisme. Limpa sebagai tempat

sintesis limfosit dan sel plasma (bahan antibodi) merupakan

salah satu pertahanan imunitas tubuh. Hati sebagai tempat yang

sering dilalui mikroorganisme patogenik yang akan dihancurkan

sebelum memasuki saluran gastrointestinal.            

Kemungkinan pasien mengalami infeksi dimana terdapat tanda-

tanda infeksi pada pasien, yaitu : suhu (38,00C), panas, tonsil

membesar dan kemerahan, dan faring kemerahan. Infeksi ini bisa

didapatkan dari mikroorganisme seperti: malaria, hepatitis,

haemophilus, streptococcus, pneumococcus, dll.

            Suhu tubuh meningkat dikarenakan adanya

metabolisme organ yang berlebihan terhadap infeksi. Tonsil

merupakan salah satu jaringan limfoid yang memproduksi

limfosit untuk pertahanan imunitas tubuh dan akan membesar

apabila bekerja berlebihan terhadap suatu infeksi atau

penurunan imunitas lainnya. Infeksi mikroorganisme menyerang

saluran pencernaan salah satu faring sehingga membuat organ

tersebut mengalami kemerahan. Gejala infeksi lainnya pada

pasien yaitu batuk pilek.

-      Gejala klinis thalasemia mayor :

1.      Tampak pucat dan lemah karena kebutuhan jaringan akan

oksigen tidak terpenuhi yang disebabkan hemoglobin pada

thalasemia (HbF) memiliki afinitas tinggi terhadap oksigen

2.      Facies thalasemia yang disebabkan pembesaran tulang

karena hiperplasia sumsum hebat

3.      Hepatosplenomegali yang disebakan oleh penghancuran sel

darah merah berlebihan, hemopoesis ekstramedular, dan

kelebihan beban besi.

4.      Pemeriksaan radiologis tulang memperlihatkan medula yang

lebar, korteks tipis, dan trabekula kasar. Tulang tengkorak

memperlihatkan diploe dan pada anak besar kadang-kandang

terlihat brush appereance.

5.      Hemosiderosis yang terjadi pada kelenjar endokrin

menyebabkan keterlambatan menarse dan gangguan perkembangan

sifat seks sekunder. Selain itu juga menyebabkan diabetes,

sirosis hati, aritmia jantung, gagal

jatung, dan perikarditis.

6.      Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor

(homozigot) yang telah agak besar menunjukkan gejala-gejala

fisik yang unik berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi

kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat

hepatosplenomegali dengan wajah yang khas mongoloid, frontal

bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik,

maloklusi gigi

-      Gejala klinis Thalasemia minor

            Penderita yang menderita thalasemia minor, hanya

sebagai carrier dan hanya menunjukkan gejala-gejala yang

ringan.

            Orang dengan anemia talasemia minor (paling

banyak) ringan (dengan sedikit menurunkan tingkat hemoglobin

dalam darah).

             Situasi ini dapat sangat erat menyerupai dengan

anemia kekurangan zat besi ringan. Namun, orang dengan

talasemia minor memiliki tingkat besi darah normal (kecuali

mereka miliki adalah kekurangan zat besi karena alasan lain).

Tidak ada perawatan yang diperlukan untuk thalassemia minor.

Secara khusus, besi tidak perlu dan tidak disarankan.

F.  PENYEBAB THALASEMIA

1. Gangguan genetik

Orangtua memiliki sifat carier (heterozygote) penyakit

thalasemia sehingga klien memiliki gen resesif homozygote.

2. Kelainan struktur hemoglobin

- Kelainan struktur globin di dalam fraksi hemoglobin.

Sebagai contoh, Hb A (adult, yang normal), berbeda dengan Hb S

(Hb dengan gangguan thalasemia) dimana, valin di Hb A

digantikan oeh asam glutamate di Hb S.

- Menurut kelainan pada rantai Hb juga, thalasemia dapat

dibagi menjadi 2 macam, yaitu : thalasemia alfa (penurunan

sintesis rantai alfa) dan beta (penurunan sintesis rantai

beta).

3.Produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida

terganggu

Defesiensi produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai a

dan b.

4.Terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur

eritrosit pendek (kurang dari 100 hari)

Struktur morfologi sel sabit (thalasemia) jauh lebih rentan

untuk rapuh bila dibandingkan sel darah merah biasa. Hal ini

dikarenakan berulangnya pembentukan sel sabit yang kemudian

kembali ke bentuk normal sehingga menyebabkan sel menjadi

rapuh dan lisis.

5. Deoksigenasi (penurunan tekanan O2)

Eritrosit yang mengandung Hb S melewati sirkulasi lebih lambat

apabila dibandingkan dengan eritrosit normal. Hal ini

menyebabkan deoksigenasi (penurunan tekanan O2) lebih lambat

yang akhirnya menyebabkan peningkatan produksi sel sabit.

 G. DIAGNOSIS THALASEMIA

1.Anamnesis

Keluhan timbul karena anemia: pucat, gangguan nafsu

makan, gangguan tumbuh kembang dan perut membesar karena

pembesaran lien dan hati. Pada umumnya keluh kesah ini mulai

timbul pada usia 6 bulan

2.Pemeriksaan fisiK

-  Pucat

-  Bentuk muka mongoloid (facies Cooley)

-  Dapat ditemukan ikterus

-  Gangguan pertumbuhan

-  Splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut

membesar

3. Pemeriksaan penunjang

a. Darah tepi :

-  Hb rendah dapat sampai 2-3 g%

- Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel

target, anisositosis berat dengan makroovalositosis,

mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda

Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini

lebih kurang khas.

- Retikulosit meningkat.

b. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)

- Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak

dari jenis asidofil.

- Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.

c. Pemeriksaan khusus :

- Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar

Hb F.

- Hb F meningkat : 20%-90% Hb total

- Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia

mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5%

dari Hb total).

4.Pemeriksaan lain :

- Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks

menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada

korteks.

-  Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan

sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.

           

           

H.   Pengobatan dan pencegahan            Pada thalassemia yang berat diperlukan transfusi

darah rutin dan pemberian tambahan asam folat.Penderita yang

menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan

obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid),

karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan.

            Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan

pencangkokan sumsum tulang.Terapi genetik masih dalam tahap

penelitian.Thalasemia menurut para ahli belum ada obatnya,

tapi pengobatan alami dengan menggunakan cyano spirulina dan

jelly gamat akan membantu mengurangi frekwensi transfusi

darahnya .

            Alasanya : kandungan Cyano Spirulina terdapat 5

zat gizi utama, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin,

mineral dan 4 pigmen alami yaitu betakaroten, klorofil,

xantofil, dan Fikosianin.

            Pigmen adalah zat warna alami yang ada pada

tumbuhan. pigmen pada cyano Spirulina berfungsiebagai

detoksifikasi (pembersih racun), perlindungan tubuh terhadap

radikal bebas, antioksidan, meningkatkan kekebalan tubuh,

meningkatkan jumlah bakteri ”baik” di usus, meningkatkan

haemoglobin (Hb), dan sebagai antikanker.

            Selain itu, cyano Spirulina mengandung klorofil,

Vitamin B 12, Asam folat dan zat besi yang duperlukan untuk

pembentukan darah merah. Konsumsi cyano Spirulina secara

teratur akan mencegah terjadinya anemia ( kurang darah)

            Pada keluarga dengan riwayat thalassemia perlu

dilakukan penyuluhan genetik untuk menentukan resiko memiliki

anak yang menderita thalassemia.

I.    Faktor resiko penderita thalasemia-  Anak dengan orang tua yang memiliki gen thalassemia

-  Resiko laki-laki atau perempuan untuk terkena sama

-  Thalassemia Beta mengenai orang asli dari Mediterania atau

ancestry (Yunani, Italia, Ketimuran Pertengahan) dan orang

dari Asia dan Afrika Pendaratan.

-  Alfa thalassemia kebanyakan mengenai orang tenggara Asia,

Orang India, Cina, atau orang Philipina.

J.   Penatalaksanaan dan Pencegahan Pada Penderita

Thalasemia

            Pada penatalaksanan pada pasien harus melakukan

pertimbangan aspek ekonomi, sosial, dan budaya pasien. Untuk

memberikan terapi senantiasa meminta persetujuan dari pasien.

Pada pasien anak dapat diberikan terapi:

-      Transfusi : untuk mempertahankan kadar hb di atas 10 g/dl.

Sebelum melakukannya perlu dilakukan pemeriksaan genotif

pasien untuk mencegah terjadi antibody eritrosit. Transfusi

PRC (packed red cell)dengan dosis 3 ml/kg BB untuk setiap

kenaikan Hb 1 g/dl.

-      Antibiotik : untuk melawan mikroorganisme pada infeksi.

Untuk menentukan jenis antibiotic yang digunakan perlu

dilakukan anamnesis lebih lanjut pada pasien.

-      Khelasi Besi: untuk mengurangi penimbunan besi berlebihan

akibat transfusi. Khelasi besi dapat berupa: desferoksamin

diberikan injeksi subcutan, desferipone (oral),

desferrithiochin (oral), Pyridoxal isonicotinoyl hydrazone

(PIH), dll.

-      Vitamin B12 dan asam folat : untuk meningkatkan

efektivitas fungsional eritropoesis.

-      Vitamin C : untuk meningkatkan ekskresi besi. Dosis 100-

250 mg/hari selama pemberian kelasi besi

-      Vitamin E : untuk memperpanjang masa hidup eritrosit.Dosis

200-400 IU setiap hari.

-      Imunisasi : untuk mencegah infeksi oleh mikroorganisme.

-      Splenektomi : limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi

gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan

intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur. Jika disetujui

pasien hal ini sebaiknya dilakukan setelah anak berumur di

atas 5 tahun sehingga tidak terjadi penurunan drastis imunitas

tubuh akibat splenektomi.

            Pencegahan thalassemia atau kasus pada pasien ini

dapat dilakukan dengan konsultasi pra nikah untuk mengetahui

apakah diantara pasutri ada pembawa gen thalassemia (trait),

amniosentris melihat komposisi kromosom atau analisis DNA

untuk melihat abnormalitas pada rantai globin.

BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

            Thalassemia adalah penyakit genetik yangditurunkan secara autosomal resesif menurut hukum Mendel dariorang tua kepada anak-anaknya. Penyakit thalassemia meliputisuatu keadaan penyakit dari gelaja klinis yang paling ringan(bentuk heterozigot) yang disebut thalassemia minor atauthalassemia trait (carrier = pengemban sifat) hingga yangpaling berat (bentuk homozigot) yang disebut thalassemiamayor. Bentuk heterozigot diturunkan oleh salah satu orangtuanya yang mengidap penyakit thalassemia, sedangkan bentukhomozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya yang mengidappenyakit thalassemia.            Di negara-negara yang mempunyai frekuensi genthalassemia yang tinggi penyakit tersebut menimbulkan masalah

kesehatan masyarakat (Public Health). Pada umumnya anak denganpenyakit thalassemia mayor tidak akan mencapai usia produktifbahkan mati di dalam kandungan atau mati setelah lahir sepertipada thalassemia-α Hb bart’s hydrop fetalis. Keadaan inisangat memperihatinkan jika anak-anak yang lahir tidak akanmencapai usia dewasa, maka generasi berikutnya akan semakinberkurang bahkan akan lenyap setelah beribu-ribu tahun.

B.     SARAN

-  Sebaiknya orang tua senantiasa memperhatikan kesehatananaknya-  Perlu dilakukannya penelusuran pedigree/garis keturunanuntuk mengetahui adanya sifat pembawa thalassemia padakeluarga penderita thalasemia.- Sebaiknya calon pasutri sebelum menikah melakukan konsultasiuntuk menghindari adanya penyakit keturunan, seperti padathalassemia.- Perlu dilakukannya upaya promotif dan preventif terhadapthalassemia kepada masyarakat luas yang dilakukan oleh pelayankesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

-      Ganie RA. Thalassemia : permasalahan dan penanganannya .

dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang

Ilmu Patologi pada Fakultas Kedokteran, Diucapkan di hadapan

Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara .2005

-      Hoffbrand A.V. and Pettit J.E. (2001). Genetic Diorders of

Haemoglobin. In: Hoffbrand AV and Pettit JE (eds) Color Atlas of

Clinical Hematology. 3th ed. 5: 85-98. London: Mosby

-      Weatherall D.J. (1965). Historical Introduction. In:

Weatherall DJ (ed). The Thalassaemia Syndromes. Blackwell

Scientific Publ. Oxford. 1: 1-5.

-      Permono B, Ugrasena IDG , A Mia. Talasemia.Bag/ SMF Ilmu

Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya

-      www.Pediatrik.com [diakses 23 April 2011 ]

-      Mansjoer A, Triyanti K,Savitri R, Wahyu IW dan setiowulan

W. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2 Edisi 3, Jakarta: Media

aesculapius, 2001. 497-498

-      Darling D. THALASSEMIA. . United states of america

-      www.daviddarling.info ( akses 22 April 2011 )

-      Hemoglobin: Structure & Function.2007.http–www_med-

ed_virginia_edu-courses-path-innes-images-nhgifs-

hemoglobin1_gif.htm ( akses 20 April 2011 )

-      About thalassemia. Sarawak Thalassaemia Society. 2000.

www.thalassaemia.cdc.net .

-      Ananta Yovita. Terapi Kelasi Pada Thalassemia . Sari

Pustaka. 2000

http://belibis-a17.com/2008/05/12/thalasemia/