Makalah Pertimbangan Dalam Pengumpulan Data PTK Kelompok 7 Bio A/7

32
HAL YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN DALAM PENGUMPULAN DATA PENELITIAN Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Mata Kuliah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Dosen pengampu : Ipin Aripin, M. Pd. Disusun oleh kelompok VII : Eli Tarli (14111610108) Fajar Permana (14111610016) Nurul Inayah (14111611342) Biologi A / Semester VII

Transcript of Makalah Pertimbangan Dalam Pengumpulan Data PTK Kelompok 7 Bio A/7

HAL YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN DALAM PENGUMPULAN DATA

PENELITIAN

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur

Mata Kuliah Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Dosen pengampu : Ipin Aripin, M. Pd.

Disusun oleh kelompok VII :

Eli Tarli (14111610108)

Fajar Permana (14111610016)

Nurul Inayah (14111611342)

Biologi A / Semester VII

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI

CIREBON

2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

yang telah memberikan kemudahan, sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah yang berjudul “Hal yang Harus

Dipertimbangkan dalam Pengumpulan Data Penelitian” untuk

memenuhi tugas terstruktur mata kuliah PPL 1.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ipin

Aripin, M. Pd. selaku dosen pengampu mata penelitian

tindakan kelas yang telah memberikan bimbingan dan

arahan kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

Dan tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-

teman dan pihak-pihak lain yang turut serta membantu

dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah

ini terdapat kekurangan. Penulis mengharapkan kepada

teman-teman untuk bersedia memberikan kritik dan

sarannya menyangkut pembuatan makalah ini, sebagai

bahan pertimbangan untuk membuat makalah selanjutnya.

Namun demikian, penulis sudah berusaha menyajikan

makalah ini dengan sebaik mungkin. Semoga makalah ini

bermanfaat untuk pembaca, peminat keilmuan dan calon

penulis di masa mendatang.

Cirebon, Oktober 2014

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penelitian tindakan yang dilaksanakan oleh

peneliti baik guru maupun calon guru harus memahami

tentang validitas, reliabilitas, praktikabilitas,

kemungkinan tidaknnya digeneralisasikan, dan bias

personal dalam melakukan PTK.

Perhatikan terhadap tiga hal, yakni validitas,

reliabilitas, praktikabilitas, kemungkinan tidaknnya

digeneralisasikan akan membantu guru dan calon guru

dalam menilai kualitas hasil karya mereka. Konsep-

konsep tersebut juga penting diketahui oleh guru dalam

rangka melakukan pemahaman yang mendasar mengenai

validitas, reliabilitas, praktikabilitas, kemungkinan

tidaknnya digeneralisasikan.

Menurut Mills (2003) belum ada kesepakatan

diantara peneliti kualitatif, dan kuantitatif mengenai

pentingnya menerapkan tiga konsep mengenai validitas,

reliabilitas, praktikabilitas, kemungkinan tidaknnya

digeneralisasikan ke penelitian kualitatif yang

berorientasi tindakan. Salah satu alasannya adalah

bahwa konsep-konsep tersebut berakar dari penelitian

kuantitatif tradisional, yaitu penelitian yang

mementingkan angka-angka dan memiliki tujuan berbeda

dari penelitian tindakan. Mills menganggap bahwa guru

dan calon guru peneliti sangat perlu memahami ketiga

konsep tersebut agar sebagai pemakai hasil penelitian

mampu sebagai penghasil hasil penelitian dapat

dipercaya dan menyakinkan dirinya sendiri dan orang

lain.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan instrument penelitian

dan apa saja kriterianya?

2. Apakah yang dimaksud Validitas dan apa sajakah

jenis dan kriterianya secara kulitatif dan

kuantitatif?

3. Apakah yang dimaksud dengan Realiabilitas dan apa

yang membedakanya dengan Validitas?

4. Bagaiman masalah generalisabilitas atau dapat

tidaknya hasil penelitian digeneralisasikan dalam

PTK?

5. Bagaimana bias personal dalam melakukan PTK?

BAB II

ISI

Hal yang Harus Dipertimbangkan dalam Pengumpulan Data

Penelitian

Instrumen Penelitian

Tugas utama dalam pengukuran adalah memilih alat

ukur yang dapat dipertanggung jawabkan untuk mengukur

tingkah laku dan sifat dari sesuatu yang sedang

diteliti. Dalam penelitian pendidikan seringkali

diperlukan pengembangan alat yang dapat dipercaya

sekaligus dapat mengukur hal-hal yang abstrak dan

pelik.

Pembahasan instrument penelitian dalam kaitannya

dengan penelitian masalah-masalah social dan

kependidikan diperlukan adanya pemilihan antara

penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif dan

yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Hal ini

penting karena penelitian yang mengunakan pendekatan

kualitatif dilakukan pada latar yang alami (nature

setting), lebih memerhatikan proses daripada hasil

semata, dan yang terpenting adalah berusaha memahami

makna dari suatu kejadian atau berbagai interaksi dalam

situasi yang wajar (Bogdan & Biklen, 1982:27-30). Oleh

karena itu, instrument yang digunakan bukanlah

kuesioner atau tes, melainkan si peneliti itu sendiri.

Pemanfaatan manusia sebagai instrument penelitian

dilandasi oleh keyakinan bahwa hanya manusia yang mampu

menggapai dan menilai makna dari suatu peristiwa atau

berbagai interaksi social. Menurut Lincoln dan Guba

(1985), ada tujuh hal yang membuat manusia menjadi

instrument yang memiliki kualifikasi baik, yaitu (1)

responsive, (2) adaptif, (3) holistic, (4) memahami

konteks yang tak terkatakan, (5) mampu memproses data

secara langsung, dan (7) mampu mengeksplorasi respon

yang khusus dan istimewa.

Secara garis besar instrument penelitian social

dan pendidikan yang menggunakan pendekatan kuantitatif

dapat di bedakan menjadi tiga, yaitu kuesioner, tes dan

pedoman. Namun jika dikaji lebih jauh, sebagaimana yang

akan dibicarakan pada bahasan mengenai tes akan lebih

tepat kalu instrument penelitian dipilahkan menjadi

empat bagian, yakni keusioner, ter, inventori, dan

pedoman observasi.

Istilah tes digunakan untuk menunjukkan semua

jenis instrument yang dirancang untuk mengukur

kemampuan seseorang dalam bidang tertentu, seperti

bakat matematika, bakat music, dan kemampuan bahasa.

Inventori dapat diartikan sebagai instrument yang

dipakai untuk mengetahui karakter (psikologi) tertentu

dari individu. Instrument penelitian berupa skala sikap

merupakan salah satu contoh instrument yang tergolong

dalam kategori inventori. Sementara itu, istilah

kuesioner dikenakan pada instrument yang digunakan

untuk menjaring data yang bersifat informative-faktual

(factor konkret). Misalnya, data tentang umur, tingkat

pendidikan, jenis penataran yang pernah diikuti, dan

yang sejenisnya. Sementara itu, pedoman pengamatan

adalah nstrumen yang dipakai sebagai alat bantu dalam

melakukan observasi terfokus. Daftar cek (check list)

adalah contoh instrument yang termasuk dalam

klasifikasi pedoman observasi.

Pemilihan instrument penelitian menjadi empat

bagian dipandang lebiih cepat, karena masing-masing

jenis instrument itu mempunyai karakteristik yang khas.

Sebagai konsekuensinya, tata cara pengembangannya pun

menjadi berbeda-beda, walaupun secara prinsip ada

kesamaan prosedur yang mendasar antara keempatnya.

Perbedaan itu antara llain tampak pada cara pemberian

skor dan tata cara pengujian validitas butir dan

estimasi realibilitas instrument.

Dalam tes, khususnya tes objektif dikenal adanya

jawaban benar dan salah sehingga dapat diberi skor satu

dan nol, masing-masing untuk jawaban benar dan jawaban

salah. Dalam inventori dan kuesioner jarang ada

pernyataan/pertanyaan yang dinilai secara benar dan

salah.

Oleh karena kuesioner digunakan untuk menjaring

data yang bersifat informative factual maka uji

validitas butir secara empiris tidak dapat dilakukan.

Akibatnya, tingkat reliabilitas instrument berupa

kuesioner tidak dapat di estimasi dengan menggunakan

pendekatan statistic. Sebaliknya, butir-butir

pernyataan atau pertanyaan didalam tes dan inventori

wajib diuji validitasnya secara empiris. Akan tetapi,

cara yang dipakai untuk menguji validitas butir tes dan

butir dalam inventori adalah berbeda. Demikian juga

halnya dengan cara mengestimasi tingkat reliabilitas

instrument; antara tes dan inventori ada kemungkinan

menggunakan cara yang tidak sama.

Hampir sama dengan kuesioner, pedoman observasi

digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang

dapat diamati secara nyata. Oleh karena itu, pengujian

validitas butir perntanyaan dalam pedoman observvasi

tidak dapat dilakukan secara empiris. Dengan tingkat

reliabilitasnya tidak dapat diestimasi dengan

menggunakan pendekatan statistic.

Criteria Instrumen Penelitian yang Baik

Ada tiga criteria pokok yang harus dipenuhi oleh

suatu instrument penelitian agar dapat dinyatakan

memiliki kualitas yang baik, yaitu validitas,

realibilitas, dan praktiabelitas.

Dua criteria yang disebutkan pertama perlu

mendapatkan perhatian yang seksamadalam pengembangan

instrument penelitian. Seperti yang dinyatakan oleh

Kerlinger (1973;442), “Apabila seorang peneliti tidak

mengetahui validitas dan reliabilitas instrument yang

digunakannya maka sedikit keyakinan yang dapat

diberikannya kepada data yang diperoleh dan kesimpulan

yang diambil dari data tersebut”.

Bertolak dari pemikiran tersebut, berikut ini

disajikan penjelasann ringkas terhadap masing-masing

criteria dari instrument yang baik itu.

A. VALIDITAS

Suatu instrument dinyatakan telah memiliki

validitas (kesahihan atau ketepatan) yang baik “jika

instrument tersebut benar-benar mengukur apa yang

seharusnya hendak diukur” (Nunnally, 1987; 86).

Pengertian validitas ini tidak segera jelas bagi

sebagian orang karena memang konsep validitas itu

kompleks dan controversial, namun sangat penting

artinya dalam penelitian tingkah laku (Kerlinger, 1973)

Ketepatan beberapa alat ukur relative mudah

ditetapkan, seperti pennggaris untuk mengukur panjang

dan timbangan untuk mengukur berat. Namun, dalam banyak

hal, khusunya dalam penelitian social dan pendidikan,

tidak demikian keadaanya. Sebagai contoh, mengukur

kondisi emosi seorang dengan menggunakan sejumlah

indicator fisiologis, seperti denyut jantung, getaran

otak, dan keringet di telapak tangan, tampaknya cukup

relevan. Akan tetapi, terbukti bahwa sulit juga untuk

menemukan kombinasi indicator-indikator tersebut

sebagai alat pengukur emosi.

Validitas instrument lebih tepat diartikan sebagai

derajat kedekatan hasil pengukuran dengan keadaan yang

sebenarnya (kebenaran), bukan masalah sama sekali benar

atau seluruhnya salah. Dalam hal ini, seseorang tidak

melakukan validitas instrument semata-mata, melainkan

melaksanakan validitas penggunaan dimana instrument ada

didalamnya. Sebagaimana dinyatakan oleh Gronlund dan

Linn (1990), validitas mengacu pada ketepatan

interpretasi yang dibuat dari data yang dihasilkan oleh

suatu instrument dalam huubungannya dengan suatu tujuan

tertentu. Contohnya, sebuah tes yang dipakai untuk

keperluan seleksi mahasiswa baru mungkin valid untuk

tujuan tersebut, namun kurang atau tidak valid untuk

mengukur tingkat peguasaan siswa terhadap bahan

pelajaran di SMA.

Jadi, validitas suatu instrument selalu bergantung

pada situasi dan tujuan penggunaan instrument tersebut.

Suatu tes yang valid untuk satu situasi mungkin tidak

valid untuk situasi yang lain. Tujuan penggunaan tes

merupakan factor utama penentuan validitas, perbedaan

tujuan tes memerlukan validitas yang berbeda pula.

Dikenal tiga jenis validitas, yakni validitas isi,

validitas yang dikaitkan dengan criteria, dan validitas

pengertian.

Validitas isi menunjukkan pada sejauh mana

instrument tersebut mencerminkan isi yang dikehendaki.

Dalam menilai validitas ini suatu instrument, kita

berkepentingan dengan masalah berikut. Seberapa jauh

isi instrument itu mencerminkan seluruh universum

secara memadai menarik sampel topic maupun proses

kognitif yang terdapat didalam universum bidang yang

diteliti.

Validitas yang dikaitkan dengan criteria

menunjukkan hubungan skor suatu istrumen pengukuran

dengan skor suatu instrument (criteria) lain yang

mandiri dan dapat dipercaya dengan mengukur langsung

tingkah laku atau ciri-ciri yang diselidiki.

Identifikasi criteria yang dipakai penting sekali untuk

validitas jenis ini. Beberapa ciri yang harus dimiliki

oleh criteria adalah sebagai berikut.

1. Relevansi, artinya apakah criteria yang dipilih

benar-benar menggambarkan ciri-ciri yang tepat

dari perilaku yang diselidiki.

2. Reliabel, artinya criteria tersebut harus

merupakan ukuran yang ajeg bagi atribut yang

diukur, dari waktu ke waktu dan dari situasi ke

situasi yang lain.

3. Bebas dari bias, artinya pemberian skor pada suatu

ukuran criteria hendaknya tidak dipengaruhi oleh

factor-faktor selain penampilan sebenarnya dari

criteria itu.

Validitas yang dikaitkan dengan criteria dihitung

berdasarkan data empiris untuk menilai hubungan antara

skor pada instrument pengukur dengan skor pada

criteria. Tes dengan validitas criteria yang tinggi

biasanya dipakai untuk tujuan pemilihan dan

klasifikasi.

Kadang-kadang validitas yang berkaitan dengan

criteria tersebut dibedakan menjadi dua macam, yaitu

validitas prediktif dan validitas konkurensi. Validitas

prediktif berkaitan dengan kolerasi antara skor tes

dengan suatu criteria yang terjadi dikemudian hari

validitas konkurensi berkaitan dengan korelasi antara

skor tes dengan suatu ukuran criteria yang dapat

diperoleh pada waktu yang dekat dengan pemberian tes.

Validitas konstruksi menunjukkan pada seberapa

jauh suatu tes mengukur konstruksi tertentu. Validitas

tersebut penting bagi tes yang digunakan untuk menilai

kemampuan dan sifat kejiwaan seseorang.

Contohkonstruksi adalah kecemasan, kecerdasan,

motivasi, kemampuan menalar, sikap, cara berpikir

kritis, bakat di berbagai bidang, pemahaman bacaan, dan

konsep diri. Validitas konstruksi menetapkan bangunan

pegertian psikologis apa yang diukur oleh suatu tes dan

seberapa jauh konstruksi itu dapat diukur.

Penetapan validitas konstruksi merupakan gabungan

dari pendekatan logis dan empiris. Segi pendekatan

logisnya antara lain (1) mempersoalkan unsure-unsur apa

yang membentuk konstruksi itu dan (2) memeriksa butir

tes untuk menetapkan apakah butir-butir itu nampak

cocok untuk menaksir unsure-unsur yang terdapat dalam

kontruksi tersebut.

Dari segi empirisnya yakni (1) secara internal,

hubungan di dalam tes hendaknya seeperti yang

diramalkan oleh koontruksi tersebut sedangkan (2)

secara eksternal, hubungan antara skor tes dengan

pengamatan lainnya hendaknya konsisten dengan kontruksi

tersebut.

Untuk menetapkan validitas konstruksi terdapat

beberapa cara. Bukti dikumpulkan dari berbagai sumber

termasuk data validitas isi dan validitas yang

berkeitan dengan kriteria. Setiap data yang membantu

menafsirkan arti skor tes dapat dianggap sebagai data

yang relevan. Beberapa cara yang dipakai untuk

menyelidiki validitas konstruksi adalah sebagai

berikut:

1. Korelasi Dengan Ukuran Yang Lain

Sehubungan dengan hal ini, Campbell menulis

mengenai perlunya suatu pemusatan indikator

konstruksi itu disamping diskriminabilitas

(kemampuan dibedakannya) konstruksi tersebut dari

konstruksi lainnya. Secara statistik, korelasi

tersebut dilakukan dengan cara analisis faktor.

2. Studi Eksperimental

Melalui eksperimen dapat dikumpulkan bukti

mengenai perubahan nilai skor tes apabila

diberikan perlakuan tertentu pada subjek.

3. Perbandingan Skor Kelompok-Kelompok Tertentu

Dengan tes yang diberikan pada kelompok-

kelompok yang sebelumnya sudah diketahui berbeda

dapat dibuktikan bahwa skor hasil tes akan dapat

akan dapat membedakan kelompok yang satu dari yang

lainnya.

4. Analisis Intra Tes

Metode yang dipakai adalah dengan memeriksa

tes itu sendiri, mengumpulkan informasi tentang

isi tes, proses yang digunakan dalam menjawab

pertanyaan tes dan korelasi antara butir-butir tes

tersebut. Rumus statistik yang dapat memberikan

ukuran tentang keajegan internal suatu tes antara

lain adalah rumus yang dikembangkan oleh Kuder

Richardson.

1. Kriteria Validitas Penelitian Kualitatif Menurut

Guba

Menurut Guba (1991, dalam Mills, 2003), istilah

“trustworthines” dalam inkuiri kualitatif dapat

dibangun dengan memerhatikan beberapa karakteristik

studi, yaki kredibilitas, transferbilitas,

dependabilitas dan konfirmabilitas.

a. Kredibilitas

Kredibilitas suatu studi meliputi seberapa jauh

seorang peneliti mampu mempertimbangkan segala

kekompleksan yang terkait dalam studinya dan bagaimana

peneliti memecahkan masalah-masalah penelitian yang

tidak dapat dijelaskan dengan mudah. Agar dapat

melakukannya, Guba (1981, dalam Mills, 2003)

menyarankan bebrapa hal sebagi berikut:

Melakukan penelitian partisipasi ditempat penelitian

dalam waktu yang lama (disarankan sekitar 180 hari

dala setahun). Hal ini digunakan untuk mengatasi

penyimpangan yang mungkin muncul karena adanya

kehadiran peneliti dan memberikan kesempatan kepada

peneliti untuk menguji kemungkinan adanya bias dan

kesalahan persepsi.

Melakukan observasi secara terus menerus (persistent).

Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi kualitas

pervasive sekaligus karakteristik yang tidak lazim.

Melakukan peer debriefing,.... dst

Mempraktikan triangulasi

Mengumpulkan dokumen film, videotape, rekaman audio,

artifak dan sebagai data lainnya.

Melakukan pengecekan anggota

Mengembangkan kolaborasi dan koherensi struktural

Mengembangkan kecukupan referensi.

b. Transferbilitas

Transferbilitas menurut Guba (1981, dalam Milss,

2003) berkenaan dengan keyakinan peneliti kualitatif

bahwa segala sesuatu yang mereka pelajari itu

berdasarkan konteks tertentu dan bahwa tujuan dar

karyanya bukan untuk mengembangkan suatu pernyataan

“kebenaran” yang dapat digeneralisasikan ke kelompok

yang lebih besar. Agar dapat memfasilitasi pengembangan

suatu pernyataan deskriptif yang relevan-konteks, Guba

menyarankan agar peneliti melakukan beberapa hal

berikut.

Mengumpulkan data deskriptif secara rinci yang akan

memungkinkan dilakukannya perbandingan antara suatu

konteks tertentu (kelas/sekolah) ke suatu konteks

lain yang mungkin ke konteks itu dapat dilakukan

transfer.

Mengembangkan deskripsi mengenai konteks secara rinci

untuk memberikan pertimbangan mengenai ketepatannya

dengan konteks lain yang mungkin sama.

c. Dependabilitas

Menurut Guba (1981, dalam Mills, 2003),

dependabilitas berkenaan dengan stabilitas data. Untuk

memfasilitasi isu yang terkait dengan dependabilitas

data yang kita kumpulkan. Guba menyarankan agar

peneliti melakukan beberapa langkah berikut:

Membuat metode yang tumpah tindih (overlap, hampir

sama dengan proses triangulasi) disarankan

menggunakan lebih dari satu metode sedemikian

kelemahan salah satu metode dapat dikompensasi oleh

kekuatan metode yang lain. misalnya melakukan

wawancara terhadap siswa dapat digunakan untuk

meningkatkan pemahaman peneliti mengenai apa yang di

observasinya terjadi selama pembelajaran dikelas.

Membengun suatu “audit trail”. Proses ini

memungkinkan seorang “auditor eksternal” (mungkin

teman kritis, kepala sekolah atau mahasiswa

pengamat) untuk mengamati proses pengumpulan data,

analisis dan interpretasi. Audit trail ini mungkin

diberikan dalam bentuk deskripsi tertulis dari

masing-masing proses dan bisa juga berupa akses

terhadap catatan lapangan, artifak, videotape,

gambar atau data arsip yang asli.

d. Konfirmabilitas

Masih menurut Guba (1981, dalam Mills, 2003),

konfirmabilitas data merujuk pada kenetralan atau

objektivitas data yang dikumpulkan. Guba menyarankan

dua langkah untuk menjelaskan isu tersebut, yakni

mempraktikan triangulasi dan mempraktikkan

refleksivitas.

Selanjutnya, dalam tabel 4.1 disajikan kriteria

validitas menurut Guba (1981, dalam Mills, 2003:80).

Kriteria Definisi StrategiKredibilit

as

Kemampuan peneliti

dalam

mempertimbangkan

segala

kekompleksan yang

terkait dengan

studi dan

memecahkan

masalah-masalah

berupa pola

penelitian yang

tidak dapat

dijelaskan dengan

mudah.

Melakukan penelitian

partisipasi ditempat

penelitian dalam

waktu yang lama.

Melakukan observasi

secara terus menerus

(persistens).

Melakukan peer

debriefing.

Mempraktikan

triangulasi.

Mengumpulkan

dokumen, film,

videotape, rekaman

audio, artifak dan

dan segala macam

data lainnya.

Melakukan pengecekan

anggota.

Mengembangkan

kolaborasi dan

koherensi

struktural.

Mengembangkan

kecukupan referensi.Transferbi

litas

Keyakinan peneliti

bahwa segala

sesuatu yang

mereka pelajari

itu berdasarkan

konteks tertentu.

Mengumpulkan data

deskriptif secara

rinci.

Mengembangkan

deskripsi mengenai

konteks secara

riinci.Dependabil

itas

Stabilitas data Membuat metode yang

saling tumpang

tindih (overlap).

Membangun suatu

“audit trail”Konfirmabi

litas

Kenetralan atau

objektivitas data

yang dikumpulkan.

Mempraktikan

triangulasi

Mempraktikkan

refleksivitas

2. Kriteria Validitas Penelitian Kualitatif Menurut

Maxwell

Menurut Maxwell (1992, dalam Mills, 2003), istilah

understanding seperti yang diusulkan Wolcott (1990) lebih

tepat daripada validitas dalam inkuiri kualitatif.

Macam “pemahaman” yang diusulkan Maxwell meliputi lima

aspek, yaitu validitas deskripsi, validitas

interpretif, validitas teoretis, generalisabilitas, dan

validitas evaluatif.

Selanjutnya dalam tabel 4.2, disajikan kriteria

validitas menurut Maxwell (1992, dalam Mills, 2003:83).

Kriteria DefinisiValiditas

deskriptif

Keakuratan faktual

Validitas

interpretif

Kepedulian terhadap pandangan

partisipanValiditas

teoretif

Kemampuan laporan hasil penelitian

untuk menjelaskan fenomena yang telah

dipelajari dan di deskripsikanGeneralisabil

itas

Generabilitas internal: kemungkinan

digeneralisasikan di dalam komunitas

yang telah diselidiki.

Generalisabilitas eksternal:

kemungkinan digeneralisasikan ke

suatu setting yang tidak diselidiki

oleh peneliti.Validitas

evaluatif

Apakah peneliti mampu menyajikan data

tanpa melakukan evaluasi atau

menghakimi.

3. Kriteria Validitas Penelitian Kualitatif Menurut

Anderson, Herr, dan Nilhen

Menurut Anderson et al ( 1994, dalam Mills, 2003),

peneliti PTK memerlukan suatu sistem untuk mengukur

kualitas inkuiri yang secara khusus diterapkan dalam

proyek penelitiannya di dalam kelas. Menurut mereka

tidak dapat digunakan kriteria yang sama dengan yang

digunakan dalam penelitian “akademis” tetapi harus ada

konsepsi lain dari validitas. Konsepsi validitas

tersebut harus merespons tujuan dan kondisi penelitian

dan keunikan dari sumbangannya terhadap pemecahan

masalah. Anderson dkk. (1994) menawarkan beberapa

kriteria utuk validitas PTK, yakni validitas

demokratis, validitas hasil, validitas proses,

validitas katalitis dan validitas dialogis.

Selanjutnya dalam tabel 4.3 disajikan kriteria

validitas PTK menurut Anderson, dkk. (1994, dalam

Mills, 2003:85).

Kriteria DefinisiValiditas

demokratis

Apakah perspektif ganda yang dimiliki

semua individu yang terlibat dalam

studi telah diwakili secara akurat?Validitas

hasil

Apakah tindakan yang dipilih dalam

studi telah menghasilkaun pemecahan

terhadap permasalahannya?Validitas

proses

Apakah PTK telah dilaksanakan secara

penuh tanggung jawab dan kompeten?Validitas

katalitis

Apakah hasil PTK menjadi suatu katalis

untuk bertindak?Validitas

dialogis

Apakah studi ini di review oleh mitra

peneliti?

4. Strategi Yang Diusulkan Wolcott Untuk Meyakinkan

Validitas PTK

Wolcott menyarankan pilihan praktis untuk lebih

meyakinkan bahwa penelitian tindakan kelasnya telah

dilaksanakan dengan sebaik-baiknya melalui strategi-

strategi yang diusulkan Wolcott (1994) seperti dalam

table:

pengecekan Strategi yang diusulkanBanyak mendengarkan, sedikit berbicaraMencatat secara akuratMemulai menulis sejak awal penelitian Memberikan kesempatan kepada pembaca

untuk “melihat” sendiriMelaporkan secara lengkapTerus terang, jujur, tulus ikhlas (be

candid)Meminta umpan balikMenulis secara akurat

B. RELIABILITAS

Dalam bidang psikologi dan pendidikan,

reliabilitas (keterandalan) instrument diartikan

sebagai keajegan (consistency) hasil dari instrument

tersebut. Artinya, suatu instrument dikatakan memiliki

keterandalan sempurna, ketika hasil pengukuran berkali-

kali terhadap subjek yang sama selalu menunjukkan hasil

atau skor yang sama

Dalam praktiknya, kita hampir tidak pernah

mendapatkan instrument yang memiliki reliabilitas

sempurna. Skor atau data yang kita peroleh dari

pengukuran terhadap seorang subjek secara berulang-

ulang dengan alat yang sama, pada umumnya berbeda

besarnya. Artinya dalam hasil pengukuran itu terdapat

kesalahan (error). Oleh karena adanya kesalahan itulah

maka skor riil yang diperoleh seseorang pada satu kali

pengukuran bukan merupakan skor sebenarnya (true score)

tetapi merupakan skor sebenarnya ditambah dengan

kesalahan.

Jadi, reliabilitas berkenaan dengan keajegan.

Untuk membedakan konsep reliabilitas dan konsep

validitas perlu dikenal kesalahan acak pengukuran dan

kesalahan sistematis pengukuran. Kesalahan acak

menunjuk kepada kesalahan sebagai akibat dari factor

kebetulan murni. Kesalahan acak suatu pengukuran dapat

membesarkan atau mengecilkan skor subjek dengan cara

yang tidak dapat diramalkan. Contohnya, skor jarak

lemparan bola oleh siswa bila melemparkan bola pada dua

hari berturut-turut.

Factor kebetulan atau acak dapat menyebabkan

ketidakajegan skor yang dicapai dalam dua hari itu.

Reliabilitas berurusan dengan dengan pengaruh kesalahan

acak terhadap konsistensi skor. Ada beberapa kesalahan

pengukuran yang terjadi secara sistematis. Validitas

suatu tes menjadi rendah jika skor tes itu berubah

secara sistematis karena pengaruh lain, selain hal yang

sedang kita coba ukur.

Etimasi reliabilitas instrument dilandaskan pada

teori salah ukur (measurement error) tersebut. Besarnya

salah ukur dapat dihitung dengan rumus sederhana

sebagai berikut:

rtt ¿Xt−XeXt

Dalam mana:

rtt = koefisien reliabilitas instrument

Xt = skor riil (skor yang diperoleh)

Xe = salah ukur

Dari rumus yang sederhana tersebut dapat diambil

kesimpulan bahwa semakin kecil salah ukur (Xe) maka

semakin kecil pula perbedaan skor riil (Xt) dengan skor

sebenarnya sehingga koefisien reliabilitasnya menjadi

semakin tinggi. Ada tiga metode yang dapat dipakai

untuk mengestimasi tingkat reliabilitas instrument,

yaitu:

1. Metode test ulang (test-retest method)

2. Metode bentuk setara (equivalent form method)

3. Metode belah dua (split-half method)

Dalam menginterpretasi koefisien reliabilitas perlu

dipertimbangkan beberapa hal yaitu:

1. Jumlah soal test

2. Heterogenitas kelompok

3. Kemampuan individu yang mengerjakan test

4. Sifat variable yang sedang diukur

Reliabilitas, stabilitas, dan keterandalan suatu

test dapat dinyatakan dalam salah baku pengukuran.

Salah baku pengukuran merupakan suatu dugaan tentang

rentangan variasi (perbedaan) dalam seperangkat

pengukuran yang dilakukan secara berulang-ulang

terhadap hal yang sama.

Reliabilitas biasa diartikan sebagai konsistensi

hasil pengukuran data yang ingin kita ukur dari waktu

ke waktu. Jadi, kalau kita menggunakan test maka hasil

tes itu akan relative sama bila diberikan pada waktu-

waktu yang berbeda.

Perbedaan antara reliabilitas dan validitas

Reliabilitas berkenaan dengan dapat tidaknya suatu

pengamatan ilmiah yang dilakukan secara berulang-ulang

menghasilkan sesuatu yang serupa. Menurut Maxwell,

reliabilitas dapat terkait dengan salah satu aspek

validitas, terutama validitas deskriptif (tapi bisa

juga terkait validitas lainnya), yaitu bila pengamat

atau metode yang berbeda terhadap peristiwa atau

situasi yang sama menghasilkan data atau laporan yang

berbeda secara deskriptif.

Meskipun demikian reliabilitas tidak sama dengan

validitas. Suatu test yang mengukur apa yang seharusnya

diukur biasanya akan memberikan hasil pengukuran yang

konsisten dari waktu ke waktu (tes yang valid biasanya

reliable). Akan tetapi, suatu tes yang memberikan suatu

hasil yang ajeg mungkin dapat mengukur hal yang sama

sekali salah (tes yang reliable belum tentu valid).

C. PRAKTIKABILITAS

Syarat ketiga yang harus dipenuhi oleh instrument

untuk dapat dikatakan baik adalah kepraktisan atau

keterpakaian (usability). Pertama, instrument yang baik

harus ekonomis dari sudut uang maupun waktu. Kedua, ia

harus mudah dilaksanakan dan diberi skor. Ketiga,

instrument tersebut harus mampu menyediakan hasil yang

dapat diinterpretasikan secara akurat serta dapat

digunakan oleh pihak-pihak yang memerlukan (Gronlund &

Linn, 1990)

D. GENERALISABILITAS (KEMUNGKINAN DAPAT TIDAKNYA

DIGENERALISASI)

Dalam sejarahnya, secara umum penelitian

pendidikan mempermasalahkan generalisabilitas atau

dapat tidaknya hasil penelitian digeneralisasikan ke

setting atau konteks lain yang berbeda dengan setting

dan konteks tempat penelitian itu dilaksanakan.

Biasanya, peneliti pendidikan ingin menjelaskan tingkah

laku sekelompok besar orang berdasarkan pengamatan

terhadap tingkah laku sekelompok kecil orang. Hal

semacam itu tidak langsung dapat dilakukan pada PTK,

meskipun banyak orang berharap hasil PTK dapat

ditransfer ke setting lain.

Tujuan PTK adalah memahami apa yang terjadi

dikelas atau sekolah peneliti dan menentukan apa yang

dapat dilakukan untuk meningkatkan pembelajaran dalam

konteks itu. Oleh karena itu, peneliti PTK tidak usah

merisaukan apakah datanya dapat digeneralisasikan atau

tidak ke konteks atau setting lainnya. Kekuatan PTK

bukanlah pada apakah hasilnya dapat digeneralisasikan

atau tidak, tetapi pada relevansi hasil penelitiannya

bagi peneliti atau bagi pembaca hasil penelitiannya.

E. BIAS PERSONAL DALAM MELAKUKAN PTK

Salah satu cara yang dapa dipakai oleh peneliti

untuk mencegah terjadinya bias personal adalah dengan

menuliskan proposisi-proposisi (pernyataan) mengenai

apa yang menurut peneliti akan ditemukan selama

penelitian. Proposisi ini memberikan suatu jendela

untuk melongkok kedalam system yang diyakini peneliti

dan bias personal yang mungkin masuk ke penelitian.

Pernyataan-pernyataan itu juga memberikan titik awal

untuk menyelidiki teori yang dianggap benar oleh

peneliti mengenai proses belajar mengajar dan darimana

asalnya.

Misalnya dalam pembelajara matematika (Mills,

2003:90), peneliti yang ingin menyelidiki pengaruh alat

peraga terhadap pemerolehan belajar matematika siswa

SMP mungkin menghasilkan proposisi sebagai berikut.

1. Penggunaan alat peraga akan mengurangi kerisauan

siwa terhadap belajar matematika karena siswa akan

merasa lebih gembira mengerjakan latihannya

2. Penggunaan alat peraga akan meningkatkan

keterampilan dasar berhitung.

Dengan memperhatikan proposisi-proposisi tersebut,

berarti memudahkan peneliti untuk memeriksa apa

yang diyakini peneliti akan mereka temukan sebelum

mereka melakukan penelitiannya dan memudahkan

peneliti untuk mengumpulkan datanya secara jujur

(jadi berupaya agar tidak bias). Selain itu,

kegiatan tersebut juga membantu peneliti dalam

mengklarifikasi kerangka berfikir konseptualnya

sebelum melakukan penyelidikan dengan menyebutkan

secara eksplisit teori yang memengaruhi apa yang

akan mereka lakukan sebelum, selama, dan sesudah

melakukan PTK.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penelitian tindakan yang dilaksanakan olehpeneliti baik guru maupun calon guru harusmemahami tentang validitas, reliabilitas,praktikabilitas

2. Tugas utama dalam pengukuran adalah memilih alatukur yang dapat dipertanggung jawabkan untukmengukur tingkah laku dan sifat dari sesuatu yangsedang diteliti

3. Penelitian yang mengunakan pendekatan kualitatifdilakukan pada latar yang alami (nature setting),lebih memerhatikan proses daripada hasil semata,instrument yang digunakan bukanlah kuesioner atautes, melainkan si peneliti itu sendiri. Sedangkaninstrument penelitian yang menggunakan pendekatankuantitatif dapat di bedakan menjadi tiga, yaitukuesioner, tes dan pedoman

4. Kriteria pokok yang harus dipenuhi oleh suatuinstrument penelitian agar dapat dinyatakanmemiliki kualitas yang baik, yaitu validitas,realibilitas, dan praktiabelitas

5. Suatu instrument dinyatakan telah memilikivaliditas (kesahihan atau ketepatan) yang baikjika instrument tersebut benar-benar mengukur apayang seharusnya hendak diukur.

6. Cara yang dipakai untuk menyelidiki validitaskonstruksi yaitu korelasi dengan ukuran yang lain,studi eksperimental, perbandingan skor kelompok-kelompok tertentu, analisis intra tes

7. Menurut Guba dalam inkuiri kualitatif dapatdibangun dengan memerhatikan beberapa

karakteristik studi, yaki kredibilitas,transferbilitas, dependabilitas dankonfirmabilitas.

8. Ada tiga metode yang dapat dipakai untukmengestimasi tingkat reliabilitas instrument,yaitu metode test ulang (test-retest method),metode bentuk setara (equivalent form method),metode belah dua (split-half method).

9. Syarat yang harus dipenuhi oleh instrument untukdapat dikatakan baik yaitu bahwa instrument yangbaik harus ekonomis dari sudut uang maupun waktu,harus mudah dilaksanakan dan diberi skor, harusmampu menyediakan hasil yang dapatdiinterpretasikan secara akurat serta dapatdigunakan oleh pihak-pihak yang memerlukan.