BAB I LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TRAUMA RENAL

28
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TRAUMA RENAL A. PENGERTIAN Trauma renal adalah terjadinya cedera pada panggul, punggung, dan abdomen atas yang dapat menyebabkan memar, laserasi, atau ruptur aktual pada ginjal. (Brunerr & Suddarth.2002). Normalnya ginjal dilindungi oleh susunan tulang iga, muskulatur punggung posterior, dan oleh lapisan dinding abdomen serta visera anterior. Semuanya dapat digerakkan dan “difiksasi” hanya pada pedikel renal (batang pembuluh darah renal dan ureter). Adanya cedera traumatik, menyebabkan ginjal dapat tertusuk oleh iga paling bawah, sehingga terjadi konstusi dan ruptur. Fraktur iga atau fraktur prosesus transversus lumbar vertebra atas dapat dihubungkan dengan kontusi renal atau laserasi. Cedera dapat tumpul (kecelakaan lalulintas, jatuh, cedera atletik, akibat pukulan) atau penetrasi (luka tembak, luka tikam). Lalai dalam menggunakan sabuk pengaman sangat berperan dalam menimbulkan trauma renal pada kecelakaan lalulintas. Trauma renal sering dihubungkan dengan cedera lain; lebih dari 80% pasien trauma renal mengalami cedera pada organ internal yang lain.

Transcript of BAB I LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TRAUMA RENAL

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

TRAUMA RENAL

A. PENGERTIAN

Trauma renal adalah terjadinya cedera pada panggul,

punggung, dan abdomen atas yang dapat menyebabkan memar,

laserasi, atau ruptur aktual pada ginjal. (Brunerr &

Suddarth.2002).

Normalnya ginjal dilindungi oleh susunan tulang iga,

muskulatur punggung posterior, dan oleh lapisan dinding

abdomen serta visera anterior. Semuanya dapat digerakkan dan

“difiksasi” hanya pada pedikel renal (batang pembuluh darah

renal dan ureter). Adanya cedera traumatik, menyebabkan

ginjal dapat tertusuk oleh iga paling bawah, sehingga

terjadi konstusi dan ruptur. Fraktur iga atau fraktur

prosesus transversus lumbar vertebra atas dapat dihubungkan

dengan kontusi renal atau laserasi.

Cedera dapat tumpul (kecelakaan lalulintas, jatuh,

cedera atletik, akibat pukulan) atau penetrasi (luka tembak,

luka tikam). Lalai dalam menggunakan sabuk pengaman sangat

berperan dalam menimbulkan trauma renal pada kecelakaan

lalulintas. Trauma renal sering dihubungkan dengan cedera

lain; lebih dari 80% pasien trauma renal mengalami cedera

pada organ internal yang lain.

B. ETIOLOGI

Ada 3 penyebab utama dari trauma ginjal , yaitu :

1. Trauma tajam

2. Trauma iatrogenik

3. Trauma tumpul

Trauma tajam seperti tembakan dan tikaman pada abdomen

bagian atas atau pinggang merupakan 10 – 20 % penyebab

trauma pada ginjal di Indonesia.

Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh

tindakan operasi atau radiologi intervensi, dimana di

dalamnya termasuk retrograde pyelography, percutaneous

nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy. Dengan semakin

meningkatnya popularitas dari teknik teknik di atas,

insidens trauma iatrogenik semakin meningkat , tetapi

kemudian menurun setelah diperkenalkan ESWL. Biopsi ginjal

juga dapat menyebabkan trauma ginjal .

Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma

ginjal. Dengan lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan

dan jumlah kendaraan, kejadian trauma akibat kecelakaan lalu

lintas juga semakin meningkat.

Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun

tidak langsung. Trauma langsung biasanya disebabkan oleh

kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja atau perkelahian.

Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga

mengenai organ organ lain. Trauma tidak langsung misalnya

jatuh dari ketinggian yang menyebabkan pergerakan ginjal

secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum. Kejadian ini

dapat menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan tunika

intima arteri renalis yang menimbulkan trombosis.

Ada beberapa faktor yang turut menyebebkan terjadinya

trauma ginjal. Ginjal yang relatif mobile dapat bergerak

mengenai costae atau corpus vertebrae, baik karena trauma

langsung ataupun tidak langsung akibat deselerasi. Kedua,

trauma yang demikian dapat menyebabkan peningkatan tekanan

subcortical dan intracaliceal yang cepat sehingga

mengakibatkan terjadinya ruptur.

C. KLASIFIKASI

American Association for Surgery of Trauma membagi trauma

ginjal atas 5 gradasi :

Grade 1 :

Kontusio renis

Terdapat perdarahan di ginjal tanpa kerusakan jaringan,

kematian jaringan maupun kerusakan kaliks

Hematuria dapat mikroskopik/ makroskopik

Pemeriksaan CT-scan normal

Grade 2

Hematom subkapsular atau perirenal yang tidak meluas,

tanpa adanya kelainan parenkim.

Grade 3

Laserasi ginjal tidak melebihi 1 cm

Tidak mengenai pelviokaliks

Tidak terjadi ekstravasasi.

Grade 4 :

Laserasi lebih dari 1 cm dan tidak mengenai pelviokaliks

atau ekstravasasi urin

Laserasi yang mengenai korteks, medulla, dan

pelviokaliks.

Grade 5 :

Cedera pembuluh darah utama

Avulsi pembuluh darah è gangguan perdarahan ginjal

Laserasi luas pada beberapa tempat

Mekanisme dan keparahan cedera. Trauma renal digolongkan

berdasarkan mekanisme cedera (tumpul versus penetrasi),

lokasi anatomis, atau keparahan cedera.

Trauma renal minor, mencakup kontusi, hematom, dan

beberapa laserasi di korteks ginjal

Cedera renal Mayor mencakup laserasi mayor disertai

ruftur kapsul ginjal

Trauma renal Kritikal, meliputi laserasi multipel yang

parah pada ginjal disertai cedera pada suplai vaskuler

.

D. PATOFISIOLOGI

Secara anatomis ginjal dilindungi oleh susunan tulang

iga, otot punggung posterior, lapisan dinding abdomen, serta

visera anterior. Oleh Karena itu, cidera ginjal tidak jarang

diikuti oleh cidera organ – organ yang mengitarinya.

Adanya cidera traumatic, menyebabkan ginjal dapat

tertusuk oleh iga paling bawah shingga terjadi kontusi dan

ruptur. Fraktur iga atau fraktur prosesus transverses lumbar

vertebra atas dapat dihubungkan dengan kontusi renal atau

laserasi. Cidera dapat tumpul (kecelakaan lalu lintas,

jatuh, cidera atletik, akibat pukulan) atau penetrasi (luka

tembak, luka tikam)

Ketidakdisiplinan dalam menggunakan sabuk pengaman akan

memberikan reaksi goncangan ginjal didalam rongga

retroperitoneum dan menyebabkan regangan pedikel ginjal

sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis.

Robekan ini akan memeacu terbentuknya bekuan-bekuan darah

yang selanjutnya dapat menimbulkan thrombosis arteri renalis

beserta cabang – cabangnya. Kondisi adanya penyakit pada

ginjal seperti hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor

ginjal akan memperberat suatu trauma pada kerusakan struktur

ginjal.

Cidera ginjal akan menyebabkan menifestasi kontusi,

laserasi, rupture dan cidera pedikel renal, atau laserasi

internal kecil pada ginjal. Secara fisiologis, ginjal

menerima setengah dari aliran darah aorta abdominal, oleh

karena itu meskipun hanya terdapat laserasi renal yang

kecil, namun hal ini dapat menyebabkan perdarahan yang

banyak. Cidera ginjal akan memberikan berbagai manifestasi

masalah keperawatan. CIDERA TUMPUL

KERUSAKAN STRUKTUR GINJAL

KONTUSI,LASERASI,RUPTUR PADA GINJAL

PEREGANGAN DRSARAF KEMIH

RESPON PERDARAHANARTERI GINJAL

RESIKO SYOK HIPOVOLEMIK

KOLIK RENAL

NYERI

INTERVENSI BEDAH PEMENUHAN

INFORMASI PRA OPERASI

RESPON PASCA BEDAH

RESPN PSIKOLOGIS

LUKA PASCA BEDAH

INTAKE NUTRISI TIDAKADEKUAT

PENURUNAN FISIOLOGI GINJAL

(AKTUAL)

RESIKO

KERIDAK SEIMBANGAN NUTRISI

KECEMASAN RESTI INFEKSI

Kurang pengetahuan

Cemas

NYERI

E. MANIFESTASI KLINIK

Nyeri

Hematuria

Mual dan muntah

Distensi abdomen

Syok hipovolemik

Nyeri pada bagian punggung

Hematoma di daerah pinggang yang semakin hari semakin

besar

Massa di rongga panggul

Ekimosis

Laserasi atau luka pada abdomen lateral dan rongga

panggul

F. KOMPLIKASI

Komplikasi dini terjadi dalam bulan pertama setelah

injuri, dan dapat terjadi perdarahan, infeksi, perinefrik

abses, sepsis, fistula urinaria, hipertensi, extravasi

urinaria, dan urinoma. Adapun komplikasi yang tertunda,

yaitu perdarahan, hidronefrosis, pembentukan calculi,

pyelonefritis kronik, hipertensi, arterivenous fistula,

pseudoaneurisma.

Perdarahan retroperitoneal yang tertunda, biasanya

terjadi pada beberapa minggu dari terjadinya injuri dan

dapat mengancam jiwa. Embolisasi angiografik yang selektif

adalah pengobatan pilihan.

Pembentukan abses Perinephric biasanya dapat diatasi

dengan drainase perkutan. Manajemen perkutan memberikan

risiko yang minimal pada kerusakan ginjal dibandingkan re-

operasi, yang dapat menyebabkan nephrectomy ketika jaringan

yang terinfeksi sulit untuk beregenerasi.

Hipertensi dapat terjadi secara akut sebagai akibat

dari kompresi eksternal, karena hematoma perirenal dan

membuat jaringan ginjal iskemik.

Renin - yang dimediasi hipertensi dapat terjadi jangka

panjang sebagai akibat dari komplikasi; etiologinya termasuk

trombosis arteri ginjal, trombosis arteri segmental, dan

fistula arteriovenosa. Arteriografi dapat memberi informasi

dalam kasus-kasus pasca-trauma hipertensi.

Pengobatan diperlukan jika hipertensi tetap ada dan

mungkin termasuk manajemen medis, eksisi dari segmen

iskemik, atau total nephrectomy. Dalam waktu jauh lebih lama

setelah trauma, hipertensi dapat tetap ada karena perubahan

patologis, yang menghasilkan jaringan ginjal iskemik dengan

kompresi atau stenosis dari arteri ginjal.

Ekstravasasi urin setelah dilakukan rekonstruksi pada

ginjal sering reda tanpa intervensi selama obstruksi saluran

kemih dan infeksi biasanya tidak ada. Saluran kemih,

stenting retrograde dapat memperbaiki drainase dan

memungkinkan penyembuhan. Ekstravasasi urin yang persisten

dari ginjal dinyatakan layak setelah trauma tumpul sering

merespon stent penempatan dan / atau drainase perkutan.

Fistula arteriovenosa biasanya hadir dengan onset

hematuria yang tertunda secara signifikan, paling sering

setelah trauma . Embolisasi perkutan efektif untuk gejala

fistula arteriovenosa , tetapi yang lebih besar mungkin

memerlukan pembedahan. Hidronefrosis mungkin memerlukan

koreksi bedah atau nephrectomy.

Perkembangan pseudoaneurysms adalah komplikasi yang jarang

terjadi setelah trauma ginjal tumpul. Dalam laporan kasus

banyak, embolisasi transkateter tampaknya menjadi solusi,

minimal invasif dapat diandalkan. Kolik ginjal akut dari

rudal tetap merupakan komplikasi yang jarang dari cedera

rudal ke perut dengan rudal dipertahankan dan dapat

dilakukan endoskopi. Komplikasi lain yang tidak biasa,

seperti obstruksi duodenum, merupakan hasil dari hematoma

retroperitoneal akibat trauma tumpul ginjal

G. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengendalikan

hemoragi, nyeri dan infeksi, untuk mempertahankan dan

melindungi fungsi ginjal, dan untuk mempertahankan drainase

urin,

Hematuria merupakan manifestasi yang paling umum,

hematuria mungkin tidak muncul atau terdeteksi hanya

melalui pemeriksaan mikroskopik. Sehingga urin yang

dikumpulkan dan dikirimkan ke laboratorium untuk

dianalisis guna mendeteksi adanya sel darah merah dan

untuk mengikuti perjalan pendarahan. Kadar hematokrit

dan hemoglobin dipantau dengan ketat untuk melihat

adanya hemoragi.

Pantau adanya oliguria dan tanda syok hemoragik, karena

cedera pedikel atau ginjal yang hancur dapat

menyebabkan eksanguinasi (kehilangan banyak darah yang

mematikan).

Hematoma yang yang meluas dapat menyebabkan ruptur

kapsul ginjal. Untuk mendeteksi adanya hematoma, area

disekitar iga paling bawah, lumbar vertebra atas dan

panggul, dan abdomen dipalpasi terasa nyeri tekan.

Terabanya massa disertai nyeri tekan,bengkak dan

ekimosis pada panggul atau abdominal menunjukkan adanya

hemoragi renal.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Ada beberapa tujuan pemeriksaan diagnostik pada pasien

yang dicurigai menderita trauma ginjal, yaitu :

1. Klasifikasi beratnya trauma sehingga dapat dilakukan

penenganan yang tepat dan menentukan prognosisnya

2. Menyingkirkan keadaan ginjal patologis pre trauma

3. Mengevaluasi keadaan ginjal kontralateral

4. Mengevaluasi keadaan organ intra abdomen lainnya

a Plain Photo

Adanya obliterasi psoas shadow menunjukkan hematom

retroperitoneaal atau ekstravasasi urin. Udara usus pindah

dari posisinya. Pada tulang tampak fraktur prosesus

transversalis vertebra atau fraktur iga.(Donovan , 1994)

b Intravenous Urography (IVU)

Pada trauma ginjal, semua trauma tembus atau trauma

tumpul dengan hemodinamik tidak stabil yang membutuhkan

eksplorasi segera harus dilakukan single shot  high dose

intravenous urography (IVU) sebelum eksplorasi ginjal. Single

shot IVU ini bersisi 2 ml/kgBB kontras standar 60% ionic atau

non ionic yang disuntikkan intra vena, diikuti satu

pengambilan gambar abdomen 10 menit kemudian. Untuk hasil

yang baik sistol dipertahankan diatas 90 mmHg. Untuk

menghemat waktu kontras dapat disuntikkan pada saat

resusitasi awal. Keterbatasan pemeriksaan IVU adalah tak

bisa mengetahui luasnya trauma.  Dengan IVU bisa dilihat

fungsi kedua ginjal, serta luasnya ekstravasasi urin dan

pada trauma tembus bisa mengetahui arah perjalanan peluru

pada ginjal. IVU sangat akurat dalam mengetahui ada tidaknya

trauma ginjal. Namun untuk staging trauma parenkim, IVU

tidak spesifik dan tidak sensitive. Pada pasien dengan

hemodinamik stabil, apabila gambaran IVU abnormal dibutuhkan

pemeriksaa lanjutan dengan Computed  Tomography (CT) scan.

Bagi pasien hemodinamik tak stabil, dengan adanya IVU

abnormal memerlukan tindakan eksplorasi.

c CT Scan

Staging trauma ginjal paling akurat dilakukan dengan

sarana CT scan. Teknik noninvasiv ini  secara jelas

memperlihatkan laserasi parenkim dan ekstravasasi urin,

mengetahui infark parenkim segmental, mengetahui ukuran dan

lokasi  hematom retroperitoneal, identifikasi jaringan

nonviable serta  cedera terhadap organ sekitar seperti lien,

hepar, pankreas  dan kolon (Geehan , 2003). CT scan telah

menggantikan pemakaian IVU dan arteriogram.Pada kondisi

akut, IVU menggantikan arteriografi karena secara akurat

dapat memperlihatkan cedera arteri baik arteri utama atau

segmental. Saat ini telah  diperkenalkan suatu helical CT

scanner  yang mampu melakukan imaging dalam waktu 10 menit

pada trauma abdomen (Brandes , 2003).

d Arteriografi

Bila pada pemeriksaan sebelumnya tidak semuanya

dikerjakan, maka arteriografi bisa memperlihatkan cedera

parenkim dan arteri utama. Trombosis arteri dan avulsi

pedikel ginjal terbaik didiagnosis dengan arteriografi

terutama pada ginjal yang nonvisualized dengan IVU. Penyebab

utama ginjal nonvisualized pada IVU adalah avulsi total

pedikel, trombosis arteri, kontusio parenkim berat yang

menyebabkan spasme vaskuler. Penyebab lain adalah memang

tidak adanya ginjal baik karena kongenital atau operasi

sebelumnya.(Mc Aninch , 2000)

e Ultra Sonography (USG)

Pemeriksa yang terlatih dan berpengalaman dapat

mengidentifikasi adanya laserasi ginjal maupun hematom.

Keterbatasan USG adalah ketidakmampuan untuk       

membedakan darah segar dengan ekstravasasi urin, serta

ketidakmampuan mengidentifikasi cedera pedikel  dan infark

segmental. Hanya dengan Doppler berwarna maka cedera

vaskuler dapat didiagnosis. Adanya fraktur iga , balutan,

ileus intestinal, luka terbuka serta obesitas membatasi

visualisasi ginjal.(Brandes, 2003).

BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA RENAL

a. Anamnesis

- Kaji mekanisme cedera yang mengenai ginjal

- Kaji keluhan nyeri secara PQRST

- Kaji ada riwayat penyakit ginjal pada masa

sebelumnya yang dapat memperburuk reaksi cedera.

- Kaji apakah ada riwayat penyakit lain seperti DM dan

hipertensi

- Kaji pemakaian obat-obatan sebelumnya dan sesudah

kemana saja klien meminta pertolongan untuk

mengatasi masalahnya

- Kaji pengaruh cedera terhadap respons psikologis

klien

b. pengkajian

a) Pengkajian primer

a. Airway

- Kaji penyebab terjadinya obstruksi atau gangguan

jalan nafas seperti tersedak adanya benda asing

- Non obstruksi, kaji penyebab adanya trauma medula

spinalis

b. Breathing

- Kaji penyebab adanya penurunan kesadaran

- Kaji penyebab adanya fraktur iga

- Kaji penyebab adanya cyanosis sentral sekitar

mulut

c. Circulation

- Kaji penyebab adanya gangguan berhubungan dengan

darah dan pembuluh darah

- Kaji penyebab adanya perdarahan

- Kaji penyebab nadi tidak teratur

- Kaji penyebab CRT lebih dari 2 detik

- Kaji penyebab cyanosis perifer

- Kaji penyebab pucat

Neurologi

- Nilai GCS (E : M: V: )

- Kesadaran kuantitatif

d. Diasability

- Pupil isokor , anisokor

- Refleks cahaya

- Besar pupil

e. Exprosure

- Kaji adanya luka atau jejas

f. Folley catheter

- Pemasangan kateter

- Urine yang dikeluarkan

- Warna urine

c. Pemeriksaan fisik khusus

- Inspeksi :

Pemeriksaan secara umum,klien terlihat sangat

kesakitan oleh adanya nyeri.pada status lokasi

biasanya didapatkan adanya jejas pada pnggang atau

punggung bawah,terlihat tanda ekimosis dan

laserasi atau luka di abdomen lateral dan rongga

panggul.pemeriksaan urine output didapatkan adanya

hematuria.pada trauma rupture perikel,klien sering

kali dating dalam keadaan syok berat dan terdapat

hematoma di daerah pinggang yang makin lama makin

besar

- Palpasi :

Didapatkan adanya massa pada rongga panggul,nyeri

tekan pada region kostovertebra.

I.  DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidak efektifan perfusi jaringan; ginjal b/d trauma

2. Nyeri akut b/d trauma

3. Gangguan eliminasi urine b/d trauma

4. Resiko hipertensi b/d infark parenkim renal

5. Resiko syok hipovolemik b/d pengeluaran darah masin

pada arteri renal

6. Resiko tinggi infeksi b/d adanya luka pembedahan

J.  INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan; ginjal b/d

trauma

Tujuan : Mempertahankan fungsi renal agar

maksimal

Intervensi :

a. Kaji tanda-tanda vital

Rasional        :   pengamatan tanda-tanda vital

membantu memutuskan tindakan keperawatan yang

tepat.

b. Kaji daerah abdomen, dada dan punggung

Rasional        :   mengetahui adanya

pembengkakan, palpasi massa, edema, ekimosis,

perdarahan atau ekstravasasi urine.

c. Berikan cairan intra vena

Rasional        :   terapi intra vena berguna

dalam memperbaiki tekanan darah dan perfusi

ginjal

d. Monitor hematuria

Rasional        :   hematuria mengidentifikasi

perdarahan renal.

e. Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan

cairan bila diindikasikan.

Rasional        :   peningkatan pemasukan cairan

membantu kelancaran pengeluaran urine; menilai

faal ginjal.

2. Diagnosa nyeri b/d trauma

Tujuan              : Nyeri dapat terkontrol

Intervensi         :

a. Kaji intensitas nyeri, perhatikan lokasi dan

karakteristik

Rasional        :   hasil pengkajian membantu

evaluasi derajat ketidak nyamanan dan ketidak

efektifan analgesik atau menyatakan adanya

komplikasi.

b. Bedrest dan atur posisi yang nyaman bagi pasien

Rasional        :   posisi yang nyaman dapat

membantu meminimalkan nyeri.

c. Anjurkan pasien untuk menghindari posisi yang

menekan lumbal, daerah trauma.

Rasional        :   nyeri akut tercetus panda

area ginjal oleh penekanan.

d. Lakukan kompres dingin area ekimosis bila tanpa

kontra indikasi

Rasional        :   kompres dingin

mengkontriksi vaskuler.

e. Berikan analgesik sesuai dengan resep

Rasional        :   analgesic dapat

menghilangnkan nyeri dan ketidaknyamanan.

3. Diagnosa Gangguan eliminasi urine b/d trauma

Tujuan              : Eliminasi urine cukup atau

kembali normal

Intervensi         :

a. Monitor asupan dan keluaran urine

Rasional        :   hasil monitoring memberikan

informasi tentang fungsi ginjal dan adanya

komplikasi. Contohnya infeksi dan perdarahan.

b. Monitor paralisis ileus (bising usus)

Rasional        :   Gangguan dalam kembalinya

bising usus dapat mengindikasikan adanya

komplikasi, contoh peritonitis, obstruksi

mekanik.

c. Amankan inspeksi, dan bandingkan setiap

specimen urine.

Rasional        :   berguna untuk mengetahui

aliran urine dan hematuria.

d. Lakukan kateterisasi bila diindikasikan.

Rasional        :   kateterisasi meminimalkan

kegiatan berkemih pasien yang kesulitan

berkemih manual.

e. Pantau posisi selang drainase dan kantung

sehingga memungkinkan tidak terhambatnya aliran

urine.

Rasional        :   hambatan aliran urine

memungkinkan terbentuknya tekanan dalam saluran

perkremihan, membuat resiko kebocoran dan

kerusakan parenkim ginjal.

4. Diagnosa resiko hipertensi b/d infark parenkim ginjal

Tujuan              : Untuk meminimalkan resiko/ mencegah

hipertensi.

Intervensi          :

a. Awasi denyut jantung, tekanan darah dan CVP

Rasional        :   Takikardi dan hipertensi

terjadi karena (1) Kegagalan ginjal untuk

mengekskresi urine, (2) Perubahan fase

oliguria,dan atau (3) Perubahan panda system

aldosteron rennin-angio tensin.

b. Amati warna kulit, kelembapan, suhu dan masa

pengisian kapiler

Rasional        :   Adanya pucat, dingin, kulit

lembab dan pengisian kapiler lambat mungkin

berkaitan dengan vasokontriksi.

c. Berikan lingkungan tenang dan nyaman

Rasional        :   Lingkungan yang tenang dan

nyaman membantu menurunkan ransang simpatis ,

meningkatkan relaksasi.

d. Pertahankan pembatasan aktivitas, seperti

istirahat ditempat tidur atau kursi, jadwal

periode istirahat tanpa gangguan

Rasional        :   Aktivitas yang minimal dan

periode istirahat yang tepat dijadwalkan

membantu menghindari stress dan ketegangan yang

mempengaruhi tekanan darah.

e. Kolaborasi terapi obat-obatan

Rasional        :         Inhibitor simpatis

dapat menekan pelepasan renin.

5. Resiko syok hipovolemik b/d pengeluaran darah masin

pada arteri renal

Tujuan : gangguan volume dan syok hipovolemik teratasi

Intervensi :

2. Monitoring status cairan (turgor kulit,membrane

mukosa,urine output)

Rasional : jumlah dan tipe cairan pengganti

ditentukan dari keadaan status cairan.penurunan

volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi

urine ,monitoring yang ketat pada produksi urine

< 600ml/hari karena merupakan tanda-tanda

terjadinya syok hipovolemik

3. Kaji perdarahan

Rasional : perdarahan haru dikendalikan

4. Auskultasi TD

Rasional :hipotensi dapat terjadi pada

hipovolemik yang memberikan manifestasi sudah

terlibatnya system kardiovaskular untuk

melakukan kompensasi mempertahankan tekanan

darah.

5. Kaji warna kulit,suhu,sianosis,nadi

perifer,secara teratur

Rasional : mengetahui adanya pengaruhi adanya

peningkatan tahanan perifer.

6. Pantau frekuensi jantung dan iramanya

Rasional : perubahan frekuensi dan irama jantung

menunjukan komplikasi disritmia

7. Kolaborasi dalam mempertahankan cairan secara

intravena dan pembedahan

Rasional : jalur yang paten untuk pemberian

cairan cepat dan memudahkan perawat dalam

melakukan control intake dan output cairan dan

pembedahan ditunjukan pada trauma ginjal mayor

dengan tujuan untuk segera menghentikan

perdarahan,slanjutnya mungkin perlu dilakukan

debridement,reparasi ginjal atau tidak jarang

jarang harus dilakukan nefrektomi total karena

kerusakan ginjal yang sangat berat.

6. Resiko tinggi infeksi b/d adanya luka pembedahan

Tujuan : dalam 12x24 jam tidak terjadi infeksi,terjadi

perbaikan pada integritas jaringan lunak

Intervensi :

1. Kaji jenis pembedahan ,hari pembedahan dan

apakah adanya order khusus dari tim dokter

bedh dalam melakukan perawatan luka

Rasional : mengidentifikasi kemajuan atau

penyimpangan dari tujuan yang diharapkan.

2. Lakukan mobilisasi miring kiri-kanan tiap 2

jam

Rasional : mencegah penekanan setempat yang

berlanjut pada nekrosis jaringan lunak.

3. Lakukan perawatan luka

Lakukan perawatan luka steril pada hari

ke 3 setelah operasi dan diulangi setiap

2 hari sekali

Rasional : perawatn luka sebaiknya tidak

setiap hari untuk menurunkan kontak

tindakan dengan luka yang dalam kondisi

steril sehingga mencegah kontaminasi

kuman ke luka bedah.

Bersihkan luka denga cairan antiseptic

sejenis iodine providum dengan cara

swabbing dari arah dalam ke luar.

Rasional : pembersihan debris dan kuman

sekitar luka dengan mengoptimalkan

kelebihan dari iodine providum sebagai

antiseptic dan dengan arah dari dalam

keluar dapat mencegah kotaminasi kuman ke

jaringan luka.

Bersihkan bekas sisa iodine providum

dengan alcohol 70% atau normal salin

dengan cara swabbing dari arah dalam ke

luar.

Rasional : antiseptic iodine providum

mempunyai kelemahan dalam menurunkan

proses epitelisasi jaringan sehingga

memperlambat pertumbuhan luka,maka harus

dibersihkan dengan alcohol atau normal

saline.

Tutuplah luka dengan kasa steril dan

tutup dengan plester adhesive yang

menyeluruh menutupi kasa.

Rasional : penutupan secara menyembuh

dapat menghindari kontaminasi dari benda

atau udara yang bersentuhan dengan luka

bedah.

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ed.8;vol 2.

Jakarta : EGC

Hudak and Gallo (1995). Keperawtan Kritis, Pendekatan Holistik. Jakarta.

EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku saku : Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Williams & Wilkins.Newberry, Lorene, RN,MS,CEN. 2003. Emergency Nursing

Principleand Practice. Ed.5. Mosby: Philadelphia.

Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,, vol. 2.

Jakarta : EGC.

http://www.scribd.com/doc/87445526/Laporan-Pendahuluan-New

http://www.scribd.com/doc/14391169/KONSEP-NYERI

http://bedah-mataram.org/index.php?

option=com_content&view=article&id=108:trauma-ginjal-

ur&catid=43:regfrat-urologi&Itemid=81