Tugas Final Ujian Dr.sherina

18
Patogenesis Koma Hepatikum Belum ada patagonesis yang diterima untuk menjelaskan proses terjadinya EH. Beberapa hipotesis yang paling sering dijadikan acuan penatalaksanaan EH adalah (1) Hipotesis ammonia, (2) Hipotesis neurotoksi sinergis, (3) Hipotesis neurotransmitter palsu, (4) Hipotesis GABA / benzodiazepine (Budihusodo., 2002). Sedangkan faktor-faktor yang sangat mungkin terlibat dalam terjadinya EH adalah : 1. Pengaruh neurotoksin endogen yang tidak cukup didetoksifisikasikan oleh hati sirotik. 2. Fungsi astroglia yang abnormal disertai gangguan sekunder fungsi neuron. 3. Kelainan permeablitas sawar darah-otak. 4. Perubahan neurotransmiter intraserebral beserta reseptornya. Dalam arti yang sederhana, EH dapat dijelaskan sebagai suatu bentuk intosikiasi otak yang disebabkan oleh isi usus yang tidak di metabolisme oleh hati. Keadaan ini dapat terjadi bilda terdapat kerusakan sel hati akibat nekrosis, atau adanya pirau (pataologis atau akibat pembedahan) yang memungkinkan adanya darah porta mencapai sirkulasi sistemik dalam jumlah besar tanpa melewati hati

description

final

Transcript of Tugas Final Ujian Dr.sherina

Page 1: Tugas Final Ujian Dr.sherina

Patogenesis Koma Hepatikum

Belum ada patagonesis yang diterima untuk menjelaskan proses terjadinya EH. Beberapa hipotesis

yang paling sering dijadikan acuan penatalaksanaan EH adalah (1) Hipotesis ammonia, (2) Hipotesis

neurotoksi sinergis, (3) Hipotesis neurotransmitter palsu, (4) Hipotesis GABA / benzodiazepine

(Budihusodo., 2002).

Sedangkan faktor-faktor yang sangat mungkin terlibat dalam terjadinya EH adalah :

1. Pengaruh neurotoksin endogen yang tidak cukup didetoksifisikasikan oleh hati sirotik. 

2. Fungsi astroglia yang abnormal disertai gangguan sekunder fungsi neuron. 

3. Kelainan permeablitas sawar darah-otak. 

4. Perubahan neurotransmiter intraserebral beserta reseptornya. 

Dalam arti yang sederhana, EH dapat dijelaskan sebagai suatu bentuk intosikiasi otak yang

disebabkan oleh isi usus yang tidak di metabolisme oleh hati. Keadaan ini dapat terjadi bilda terdapat

kerusakan sel hati akibat nekrosis, atau adanya pirau (pataologis atau akibat pembedahan) yang

memungkinkan adanya darah porta mencapai sirkulasi sistemik dalam jumlah besar tanpa melewati

hati (Price et al., 1995).

Metabolit yang bertanggung jawab atas timbulnya EH tidak diketahui dengan pasti. Mekanisme dasar

tampaknya adalah karena intosikasi otak oleh hasil pemecahan metabolisme protein oleh bakteri

dalam usus. Hasil-hasil metabolisme ini dapat memintas hati karena adanya penyakit pada sel hati

atau karena pirau (Price et al., 1995).

EH pada penyakit hati kronik biasanya dipercepat oleh keadaan seperti : perdarahan saluran cerna,

asupan protein berlebihan, pemberian diuretik, parasentesis, hipokalemia, infeksi akut, pembedahan,

azotemia dan pemberian morfin, sedatif, atau obat-obatan yang mengandung ammonia (Abou-assi.,

2001).

Page 2: Tugas Final Ujian Dr.sherina

Hingga kini belum seluruhnya dapat dipahami patogenesis EH, namun pengetahuan yang diperoleh

berdasarkan penelitian terhadap penderita maupun dari binatang percobaan, telah mengungkapkan

beberapa masalah penting tentang patogenesisnya. EH tidak disebabkan oleh salah satu faktor

tunggal, melainkan oleh beberapa faktor yang sekaligus berperan bersama (Blei., 1999).

Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa E terdapat hubungan sirkulasi porto sistemik yang

langsung tanpa melalui hati, serta adanya kerusakan dan gangguan faal hati yang berat. Kedua

keadaan ini menyebabkan bahan-bahan tosik yang berasal dari usus tidak mengalami metabolisme di

hati, dan selanjutnya tertimbun di otak (blood brain barrier) pada penderita EH yang memudahkan

masuknya bahan-bahan tosik tersebut ke dalam susunan saraf pusat.

Ketika pasien sirosis hati telah mengalami hipertensi portal, terbuka kemungkinan untuk terjadinya

pintasan portosistemik, yang dapat berakibat masuknya neurotoksin yang berasal dari saluran cerna

(merkaptan, amonia, mangan, dll) ke dalam sirkulasi sistemik. Pintasan portosistemik dapat juga

terjadi akibat tindakan bedah anastomosis portokaval atau TIPS (transjugular intrahepatic

portosystemic stent shunt) yang dilakukan untuk mengatasi hipertensi portal. Neurotoksin yang dapat

menembus sawar darah otak akan berakumulasi di otak dan menimbulkan gangguan pada

metabolisme otak. Permeabilitas sawar darah - otak memang mengalami perubahan pada pasien

sirosis hati dekompensasi, sehingga lebih mudah ditembus oleh metabolit seperti neurotoksin

(Budihusodo., 2001).

Terdapat 5 proses yang terjadi di otak yang dianggap sebagai mekanisme terjadinya EH/koma

hepatik, yaitu : 

1. Peningkatan permeabilitas sawar otak (BBB). 

2. Gangguan keseimbangan neurotransmitter 

3. Perubahan (energi) metabolisme otak. 

Page 3: Tugas Final Ujian Dr.sherina

4. Gangguan fungsi membran neuron. 

5. Peningkatan “endogenous Benzodiazepin“

Diduga toksin serebral berperan melalui satu atau lebih daripada mekanisme ini. 

Patogenesis di atas merupakan konsep yang uniform, namun antara koma pada PSE dan FHF terdapat

beberapa perbedaan-perbedaan. Misalnya pada PSE, toksin serebral tertimbun secara perlahan-lahan,

apabila disertai faktor pencetus terjadinya koma. Sebaliknya pada EH/koma akibat FHF, karena

proses begitu akut, maka faktor yang berperan adalah masuknya bahan toksis ke dalam otak secara

tiba-tiba, menghilangnya bahan pelindung, perubahan permeablitas dan integrasi selular pembuluh

darah otak serta edema serebral. 

Beberapa bahan toksik yang diduga berperan : 

1. Ammonia 

Ammonia merupakan bahan yang paling banyak diselidiki. Zat ini berasal dari penguraian nitrogen

oleh bakteri dalam usus, di samping itu dihasilkan oleh ginjal, jaringan otot perifer, otak dan

lambung. 

Secara teori ammonia mengganggu faal otak melalui.

Penaruh langsung terhadap membran neuron

Mempengaruhi metabolisme otak melalui siklus peningkatan sintesis glutamin dan ketoglutarat,

kedua bahan ini mempengaruhi siklus kreb sehingga menyebabkan hilangnya molekul ATP yang

diperlukan untuk oksidasi sel. 

Peneliti lain mendapatkan bahwa kadar ammonia yang tinggi tidak seiring dengan beratnya kelainan

rekaman EEG. Dilaporkan bahwa peran ammonia pada EH tidak berdiri sendiri. Tetapi bersama-sama

zat lain seperti merkaptan dan asam lemak rantai pendek. Diduga kenaikan kadar ammonia pada EH

hanya merupakan indikator non spesifik dari metabolisme otak yang terganggu (Blake A., 2003).

Page 4: Tugas Final Ujian Dr.sherina

2. Asam amino neurotoksik (triptofan, metionin, dan merkaptan)

Triptopan dan metabolitnya serotonin bersifat toksis terhadap SSP. Metionin dalam usus mengalami

metaolisme oleh bakteri menjadi merkaptan yang toksis terhadap SSP. Di samping itu merkaptan dan

asam lemak bebas akan bekerja sinergistik mengganggu detoksifikasi ammonia di otak, dan bersama-

sama ammonia menyebabkan timbulnya koma (Blake A., 2003).

3. Gangguan keseimbangan asam amino 

Asam Amino Aromatik ( AAA) meningkat pada EH karena kegagalan deaminasi di hati dan

penurunan Asan Amino Rantai Cabang (AARC) akibat katabolisme protein di otot dan ginjal yang

terjadi hiperinsulinemia pada penyakit hati kronik (Blake A., 2003)

AAA ini bersaing dengan AARC untuk melewati sawar otak, yang permeabilitasnya berubah pada

EH. Termasuk AAA adalah metionin, fenilalanin, tirosin, sedangkan yang termasuk AARC adalah

valin, leusin, dan isoleusin (Blake A., 2003)

4. Asam lemak rantai pendek 

Pada EH terdapat kenaikan kadar asam lemak rantai pendek seperti asam butirat, valerat, oktanoat,

dan kaproat, diduga sebagai salah satu toksin serebral penyebab EH. Bahan-bahan ini bekerja dengan

cara menekan sistem retikuler otak, menghemat detoksifikasi ammonia (Gitlin., 1996).

5. Neurotramsmitter palsu

Neurotrasmitter palsu yang telah diketahui adalah Gamma Aminobutyric Acid (GABA), oktapamin,

histamin, feniletanolamin, dan serotonin. Neurotransmitter palsu merupakan inhibitor kompepetif dari

true neurotrasmitter (dopamine dan norephinephrine) pada sinaps di ujung saraf, yang kadarnya

menurun pada penderita PSE maupun FHF (Gitlin., 1996).

Penelitian menunjukkan bahwa GABA bekerja secara sinergis dengan benzodiasepine membentuk

suatu kompleks, menempati reseptor ionophore chloride di otak, yang disebut reseptor GABA/BZ.

Page 5: Tugas Final Ujian Dr.sherina

Pengikatan reseptor tersebut akan menimbulkan hiperpolarisasi sel otak, di samping itu juga menekan

fungsi korteks dan subkorteks, rangkaian peristiwa tersebut menyebabkan kesadaran dan koordinasi

motorik terganggu. Hipotesis ini membuka jalan untuk penelitian lebih lanjut untuk keperluan

(Gitlin., 1996).

6. Glukagon 

Peningkatan AAA pada EH/ koma hepatik mempunyai hubungan erat dengan tingginya kadar

glukagon. Peninggian glukagon turut berperan atas peningkatan beban nitrogen. Karena hormon ini

melepas Asam Amino Aromatis dari protein hati untuk mendorong terjadinya glukoneogenesis.

Kadar glukagon meningkat akibat hipersekresi atau hipometabolisme pada penyakit hati terutama bila

terdapat sirkulasi kolateral (Blake A., 2003).

7. Perubahan sawar darah otak 

Pembuluh darah otak dalam keadaan normal tidak permiabel terhadap berbagai macam substansi.

Terdapat hubungan kuat antara endotel kapiler otak, ini merupakan sawar yang mengatur pengeluaran

bermacam-macam substansi dan menahan beberapa zat essensial seperti neurotrasmitter asli. Pada

koma hepatikum khususnya FHF ditemukan kerusakan kapiler, rusaknya hubungan endotel, terjadi

edema serebri sehingga bahan yang biasanya dikeluarkan dari otak akan masuk dengan mudah seperi

fenilalanin dalam jumlah besar, sehingga kadar asam amino lainnnya meningkat di dalam otak

(Gitlin., 1996).

Page 6: Tugas Final Ujian Dr.sherina

Infeksi Cacing Tambang

Cacing tambang paling sering disebabkan oleh Ancylostoma duodenaledan Necator

americanus. Cacing dewasa tinggal di usus halus bagian atas, sedangkan telurnya akan dikeluarkan

bersama dengan kotoran manusia. Setelah 1-1,5 hari dalam tanah, larva tersebut menetas menjadi

larva rhabditiform. Dalam waktu 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus

kulit dan bertahan hidup hingga 7-8 minggu di tanah. Setelah menembus kulit, cacing ikut ke aliran

darah, jantung dan lalu paru-paru. Di paru-paru menembus pembuluh darah masuk

ke bronchus lalu trachea dan laring.

Cacing dewasa berpindah-pindah tempat di daerah usus halus dan tempat lama yang ditinggalkan

mengalami perdarahan lokal. Jumlah darah yang hilang setiap hari tergantung pada:

 (1) jumlah cacing, terutama yang secara kebetulan melekat pada mukosa yang berdekatan

dengan kapiler arteri

(2) species cacing : seekor A. duodenale yang lebih besar daripada N. americanus mengisap 5x

lebih banyak darah

(3) lamanya infeksi. Gejala klinik penyakit cacing tambang berupa anemia yang diakibatkan oleh

kehilangan darah pada usus halus secara kronik. Terjadinya anemia tergantung pada keseimbangan

zat besi dan protein yang hilang dalam usus dan yang diserap dari makanan. Kekurangan gizi dapat

menurunkan daya tahan terhadap infeksi parasit. Beratnya penyakit cacing tambang tergantung pada

beberapa faktor, antaza lain umur, wormload, lamanya penyakit dan keadaan gizi penderita.

Page 7: Tugas Final Ujian Dr.sherina

Manifestasi Klinis

Penyakit cacing tambang menahun dapat dibagi dalam tiga golongan :

(I)   Infeksi ringan dengan kehilangan darah yang dapat diatasi tanpa gejala, walaupun penderita mempunyai

daya tahan yang menurun terhadap penyakit lain.

(II)  Infeksi sedang dengan kehilangan darah yang tidak dapat dikompensasi dan penderita kekurangan gizi,

mempunyai keluhan pencernaan, anemia, lemah, fisik dan mentaI kurang baik.

(III) Infeksi berat yang dapat menyebabkan keadaan fisik buruk dan payah jantung dengan segala akibatnya.

Penyelidikan terhadap infeksi cacing tambang pada pekerja-pekerja di beberapa tempat di Jawa Barat

dan di pinggir kota Jakarta, menunjukkan bahwa mereka semua termasuk golongan I (Kazyadi dkk.,

1973). Reksodipoetro dkk., (1973) telah memeriksa 20 penderita cacing tambang dengan infeksi

berat; hemoglobin berkisar antara 2,5 -- 10,Og % pada 17 penderita, defisiensi zat besi terdapat pada

semua penderita yang anemia. Disamping itu terdapat kelainan pada leukosit yaitu hipersegmentasi

sel neutrofil pada sebagian besar penderita yang diperiksa. Perubahan tersebut disebabkan oleh

defisiensi vit. B 12 dan/atau asam folat. Diagnosis penyakit cacing tambang dapat dilakukan dengan

menemukan telur cacing tambang dalam tinja.

Penatalaksanaan Krisis Tiroid

Penatalaksanaan krisis tiroid perlu proses dalam beberapa langkah. Idealnya, terapi yang diberikan

harus menghambat sintesis, sekresi, dan aksi perifer hormon tiroid. Penanganan suportif yang agresif

dilakukan kemudian untuk menstabilkan homeostasis dan membalikkan dekompensasi multi organ.

Pemeriksaan tambahan perlu dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengatasi faktor pencetusnya

yang kemudian diikuti oleh pengobatan definitif untuk mencegah kekambuhan. Krisis tiroid

merupakan krisis fulminan yang memerlukan perawatan intensif dan pengawasan terus-menerus.

Page 8: Tugas Final Ujian Dr.sherina

Penatalaksanaan: menghambat sintesis hormon tiroid

Senyawa anti-tiroid seperti propylthiouracil (PTU) dan methimazole (MMI) digunakan untuk

menghambat sintesis hormon tiroid. PTU juga menghambat konversi T4 menjadi T3 di sirkulasi

perifer dan lebih disukai daripada MMI pada kasus-kasus krisis tiroid. Sedangkan MMI merupakan

agen farmakoogik yang umum digunakan pada keadaan hipertiroidisme. Keduanya menghambat

inkorporasi iodium ke TBG dalam waktu satu jam setelah diminum. Riwayat hepatotoksisitas atau

agranulositosis dari terapi tioamida sebelumnya merupakan kontraindikasi kedua obat tersebut. PTU

diindikasikan untuk hipertiroidisme yang disebabkab oleh penyakit Graves. Laporan penelitian yang

mendukungnya menunjukkan adanya peningkatan risiko terjadinya toksisitas hati atas penggunaan

PTU dibandingkan dengan metimazol. Kerusakan hati serius telah ditemukan pada penggunaan

metimazol pada lima kasus (tiga diantaranya meninggal). PTU sekarang dipertimbangkan sebagai

terapi obat lini kedua kecuali pada pasien yang alergi atau intoleran terhadap metimazol atau untuk

wanita dengan kehamilan trimester pertama. Penggunaan metimazol selama kehamilan dilaporkan

menyebabkan embriopati, termasuk aplasia kutis, meskipun merupakan kasus yang jarang ditemui.

Awasi secara ketat terapi PTU atas kemungkinan timbulnya gejala dan tanda kerusakan hati, terutama

selama 6 bulan pertama setelah terapi dimulai. Untuk suspek kerusakan hati, hentikan bertahap terapi

PTU dan uji kembali hasil pemeriksaan kerusakan hati dan berikan perawatan suportif. PTU tidak

boleh digunakan pada pasien anak kecuali pasien alergi atau intoleran terhadap metimazol dan tidak

ada lagi pilihan obat lain yang tersedia. Berikan edukasi pada pasien agar menghubungi dokter jika

terjadi gejala-gejala berikut: kelelahan, kelemahan, nyeri perut, hilang nafsu makan, gatal, atau

menguningnya mata maupun kulit pasien.

Page 9: Tugas Final Ujian Dr.sherina

Penatalaksanaan: menghambat sekresi hormon tiroid

Setelah terapi anti-tiroid dimulai, hormon yang telah dilepaskan dapat dihambat dengan sejumlah

besar dosis iodium yang menurunkan uptake iodium di kelenjar tiroid. Cairan lugol atau cairan jenuh

kalium iodida dapat digunakan untuk tujuan ini. Terapi iodium harus diberikan setelah sekitar satu

jam setelah pemberian PTU atau MMI. Perlu diketahui bahwa iodium yang digunakan secara tunggal

akan membantu meningkatkan cadangan hormon tiroid dan dapat semakin meningkatkan status

tirotoksik. Bahan kontras yang teiodinasi untuk keperluan radiografi, yaitu natrium ipodat, dapat

diberikan untuk keperluan iodium dan untuk menghambat konversi T4 menjadi T3 di sirkulasi

perifer. Kalium iodida dapat menurunkan aliran darah ke kelenjar tiroid dan hanya digunakan

sebelum operasi pada tirotoksikosis. Pasien yang intoleran terhadap iodium dapat diobati dengan

litium yang juga mengganggu pelepasan hormon tiroid. Pasien yang tidak dapat menggunakan PTU

atau MMI juga dapat diobati dengan litium karena penggunaan iodium tunggal dapat diperdebatkan.

Litium menghambat pelepasan hormon tiroid melalui pemberiannya. Plasmaferesis, pertukaran

plasma, transfusi tukar dengan dialisis peritoneal, dan perfusi plasma charcoal adalah teknik lain

yang digunakan untuk menghilangkan hormon yang berlebih di sirkulasi darah.  Namun, sekarang

teknik-teknik ini hanya digunakan pada pasien yang tidak merespon terhadap penanganan lini awal.

Preparat intravena natrium iodida (diberikan 1 g dengan infus pelan per 8-12 jam) telah ditarik dari

pasaran.

Penatalaksanaan: menghambat aksi perifer hormon tiroid

Propranolol adalah obat pilihan untuk melawan aksi perifer hormon tiroid. Propranolol menghambat

reseptor beta-adrenergik dan mencegah konversi T4 menjadi T3. Obat ini menimbulkan perubahan

dramatis pada manifestasi klinis dan efektif dalam mengurangi gejala. Namun, propranolol

menghasilkan respon klinis yang diinginkan pada krisis tiroid hanya pada dosis yang besar.

Page 10: Tugas Final Ujian Dr.sherina

Pemberian secara intravena memerlukan pengawasan berkesinambungan terhadap irama jantung

pasien.

Sekarang, esmolol merupakan agen beta-blocker aksi ultra-cepat yang berhasil digunakan pada krisis

tiroid. Agen-agen beta-blocker non-selektif, seperti propranolol maupun esmolol, tidak dapat

digunakan pada pasien dengan gagal jantung kongestif, bronkospasme, atau riwayat asma. Untuk

kasus-kasus ini, dapat digunakan obat-obat seperti guanetidin atau reserpin. Pengobatan dengan

reserpin berhasil pada kasus-kasus krisis tiroid yang resisten terhadap dosis besar propranolol.

Namun, guanetidin dan reserpin tidak dapat digunakan pada dalam keadaan kolaps kardiovaskular

atau syok.

Penatalaksanaan: penanganan suportif

Terapi cairan dan elektrolit yang agresif diperlukan untuk mengatasi dehidrasi dan hipotensi.

Keadaan hipermetabolik yang berlebihan dengan peningkatan transit usus dan takipnu akan

membawa pada kehilangan cairan yang cukup bermakna. Kebutuhan cairan dapat meningkat menjadi

3-5 L per hari. Dengan demikian, pengawasan invasif disarankan pada pasien-pasien lanjut usia dan

dengan gagal jantung kongestif. Agen yang meningkatkan tekanan darah dapat digunakan saat

hipotensi menetap setelah penggantian cairan yang adekuat. Berikan pulan cairan intravena yang

mengandung glukosa untuk mendukung kebutuhan gizi. Multivitamin, terutama vitamin B1, dapat

ditambahkan untuk mencegah ensefalopati Wernicke. Hipertermia diatasi melalui aksi sentral dan

perifer. Asetaminofen merupakan obat pilihan untuk hal tersebut karena aspirin dapat menggantikan

hormon tiroid untuk terikat pada reseptornya dan malah meningkatkan beratnya krisis tiroid. Spons

yang dingin, es, dan alkohol dapat digunakan untuk menyerap panas secara perifer. Oksigen yang

dihumidifikasi dingin disarankan untuk pasien ini.

Page 11: Tugas Final Ujian Dr.sherina

Penggunaan glukokortikoid pada krisis tiroid dikaitkan dengan peningkatan angka harapan hidup.

Awalnya, glukokortikoid digunakan untuk mengobati kemungkinan insufisiensi relatif akibat

percepatan produksi dan degradasi pada saat status hipermetabolik berlangsung. Namun, pasien

mungkin mengalami defisiensi autoimun tipe 2 dimana penyakit Graves disertai oleh insufisiensi

adrenal absolut. Glukokortikoid dapat menurunkanuptakeiodium dan titer antibodi yang terstimulasi

oleh hormon tiroid disertai stabilisasi anyaman vaskuler. Sebagai tambahan, deksametason dan

hidrokortison dapat memiliki efek menghambat konversi T4 menjadi T3. Dengan demikian,  dosis

glukokortikoid, seperti deksametason dan hidrokortison, sekarang rutin diberikan.

Meskipun seringkali muncul pada pasien lanjut usia, dekompensasi jantung juga dapat muncul pada

pasien yang muda dan bahkan pada pasien tanpa penyakit jantung sebelumnya. Pemberian digitalis

diperlukan untuk mengendalikan laju ventrikel pada pasien dengan fibrilasi atrium.  Obat-obat anti-

koagulasi mungkin diperlukan untuk fibrilasi atrium dan dapat diberikan jika tidak ada

kontraindikasi. Digoksin dapat digunakan pada dosis yang lebih besar daripada dosis yang digunakan

pada kondisi lain. Awasi secara ketat kadar digoksin untuk mencegah keracunan. Seiring

membaiknya keadaan pasien, dosis digoksin dapat mulai diturunkan. Gagal jantung kongestif muncul

sebagai akibat gangguan kontraktilitas miokardium dan mungkin memerlukan pengawasan dengan

kateter Swan-Ganz.

Keadaan hiperadrenergik telah dilaporkan pada pasien hipertiroid. Hilangnya tonus vagal selama

tirotoksikosis dapat memicu iskemia miokardial transien dan pengawasan jangka panjang

elektrokardiogram (EKG) dapat meningkatkan deteksi takiaritmia dan iskemia miokardial tersebut.

Blokade saluran kalsium mungkin merupakan terapi yang lebih cocok dengan melawan efek agonis

kalsium yang terkait hormon tiroid pada miokardium dan memperbaiki ketidakseimbangan

simpatovagal.

Page 12: Tugas Final Ujian Dr.sherina