Final Tugas

25
1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan sebuah Karya Tulis Ilmiah yang berjudul : “Pengaruh Budaya Rasisme Terhadap Integritas dan Keberagaman Bangsa”. Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan dukungan kepada semua pihak, orang tua yang selalu mendukung kami, teman-teman yang telah memberikan kritik dan sarannya untuk menyempurnakan karya ilmiah ini, dan pihak pihak terkait lainnya yang sudah membantu kami dalam pembuatan karya ilmiah ini. Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam karya ilmiah ini. Untuk itu dengan senang hati kami senantiasa menerima kritik maupun saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Denpasar, 18 Agustus 2014 Tim Penulis

description

tugas final

Transcript of Final Tugas

14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan sebuah Karya Tulis Ilmiah yang berjudul : Pengaruh Budaya Rasisme Terhadap Integritas dan Keberagaman Bangsa.

Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan dukungan kepada semua pihak, orang tua yang selalu mendukung kami, teman-teman yang telah memberikan kritik dan sarannya untuk menyempurnakan karya ilmiah ini, dan pihak pihak terkait lainnya yang sudah membantu kami dalam pembuatan karya ilmiah ini.

Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam karya ilmiah ini. Untuk itu dengan senang hati kami senantiasa menerima kritik maupun saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Denpasar, 18 Agustus 2014

Tim Penulis

USULAN KREATIVITAS MAHASISWA

A. JUDUL PROGRAM

Pengaruh Rasisme terhadap Keberagaman dan Integrasi Bangsa

B. LATAR BELAKANG MASALAHRasisme berasal dari kata ras dan isme, ras adalah suatu kelompok orang yang agak berbeda dengan orang lain dalam segi cirri-ciri fisik bawaan(Horton, paul B. dan Hunt, Chester L.). menurut Ensiklopedi Indonesia (Edisi Khusu), secara etnologi berarti golongan manusia yang jelas sekali memiliki kemiripan satu dengan jenis lainnya, tidak peduli bahasa dan adat. Sedangkan isme ialah system kepercayaan. Jadi bisa disimpulkan bahwa rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras yang lainnya.

Salah satu faktor utama menyebabkan kasus rasial di seluruh dunia adalah karena adanya perbedaan warna kulit. Perbedaan-perbedaan tersebut yang mungkin paling menonjol adalah warna kulit atau ras. Karena ras merupakan bagian fisik yang siapapun dapat melihatnya. Ras sendiri merupakan ciri fisik manusia yang terdapat pada bagian kulit. Secara tradisional ras dibagi menjadi tiga bagian, ras kulit hitam, putih dan kuning. Hal yang paling ditakutkan adalah dua pihak sampai terlibat perseteruan karena masalah ras. Baik itu hanya berawal dari sebuah candaan, namun bisa saja berujung pada saling melempar hinaan, caci maki, bahkan berujung paada perkelahian antar desa, bahkan perperangan antar suku. Meskipun hanya berskala kecil, namun apabila terjadi secara masif terstruktur, dan kontinyu, maka akan menjadi suatu hal yang yang sangat merusak semangat Kebinekaan di Indonesia.

Rasismeadalah suatu sistemkepercayaanataudoktrinyang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat padarasmanusiamenentukan pencapaian budaya atau individu, bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras yang lainnya.

Beberapa orang pernah menggunakan istilah rasisme untuk merujuk pada preferensi terhadapkelompok etnistertentu sendiri (etnosentrisme), ketakutan terhadap orang asing (xenofobia), penolakan terhadap hubungan antar ras (miscegenation), dan generalisasi terhadap suatu kelompok orang tertentu (stereotipe)

Rasisme telah menjadi faktor pendorongdiskriminasisosial, segregasi dan kekerasan rasial, termasukgenosida.Politisisering menggunakan isu rasial untuk memenangkan suara. Istilah rasis telah digunakan dengan konotasi buruk paling tidak sejak1940-an, dan identifikasi suatu kelompok atau orang sebagai rasis sering bersifat kontroversial, misalkan saja politik Arphateid yang pernah ada di Afrika Selatan, yaitu konflik ras antara masyarakat berkulit putih (bangsa Eropa) dengan penduduk asli yang berkulit hitam (penduduk Afika).Penyebab Rasisme :

1. Ketidakadilan ataupun akibat persamaan di mata hukum yang dianggap timpang.

2. Masalah kriminalitas berbungkus masalah hukum akibat pengangguran dan kesenjangan sosial.

3. Adanya masalah kecil, seperti senggolan belaka, perebutan wilayah preman, dan provokasi.

4. Penghasutan dan penyebaran kebencian yang mengagung-agungkan kelompoknya sendiri.

5. Kepribadian dan pemikiran orang yang tetap berpegang teguh pada pikiran rasisnya.

6. Anak remaja yang berfikiran selalu lebih baik dari orang lain.

Rasisme dapat muncul dalam berbagai bentuk, misalnya lelucon atau komentar yang menyakitkan; ejekan atau penghinaan verbal; pelecehan atau intimidasi, atau komentar di media atau secara daring (online) yang meningkatkan ketidaksukaan terhadap kelompok tertentu. Dalam keadaan yang parah, rasisme dapat mengakibatkan tindakan kekerasan dan pelecehan fisik. Rasisme dapat menghalangi orang untuk mengakses layanan atau berpartisipasi dalam pekerjaan, pendidikan, olah raga dan kegiatan sosial. Rasisme juga bisa muncul di tingkat institusi melalui kebijakan atau praktik yang merugikan kelompok tertentu. Rasisme akan menga kibatkan ketidakadilan akses ke peluang, sumber daya atau kekuasaan bagi orang yang berasal dari ras berbeda. Kepercayaan bahwa ada ras tertentu yang lebih rendah atau tinggi terhadap yang lainnya terkadang digunakan untuk membenarkan ketidakadilan ini.Beberapa orang pernah menggunakan istilah rasisme untuk merujuk pada preferensi terhadap individu atau kelompok yang terlalu membanggakan suku, ras, atau kebudayaan sendiri (etnosentrisme), ataupun sikap seorang individu yang menganggap bahwa kebudayaan orang lain lebih rendah dari kebudayaan sendiri (primordialisme). Banyak hal yang dapat kita temui yang berkaitan dengan rasisme di dalam kehidupan sehari - hari, misalnya saja dari lelucon, dialog dalam sinetron, bahkan dari orang lain yang berupa hinaan, caci maki, dan hal hal sejenis. Dari contoh tersebut, kita dapat mengangggap bahwa Rasisme ini seakan akan sudah mendarah daging, dan menjadi suatu sub kebudayaan baru di Indonesia.

Terkadang beberapa orang mengeluarkan lelucon lelucon yang berbau rasis tanpa berpikir apakah lelucon yang mereka lontarkan itu menyakiti salah satu pihak atau tidak. Beberapa sinetron yang dikonsumsi publik mulai menggunakan hinaan yang berbau Rasisme, misalnya saja penggunaan kata kampungan, Ndeso, dan kata kata lain yang sesungguhnya tidak layak didengar masyarakat. Lebih parahnya lagi, masyarakat sekarang bahkan terkadang mengeluarkan kata kata yang berbau rasisme kepada orang lain yang menyebabkan pendengarnya merasa tersinggung, dan pada akhirnya terjadi gesekan sosial yg berujung konflik.

C. PERUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang tersebut, permasalahan yang dapat diambil adalah faktor faktor yang menyebabkan adanya goncangan goncangan yang ada di masyarakat yang disebabkan oleh rasisme dan seberapa besar dampak negatif yang dihasilkan oleh hal tersebut.D. TUJUAN PROGRAM

Untuk mengatasi seberapa besarnya dampak rasisme terhadap keberagaman dan integrasi bangsa, serta untuk mengetahui solusi untuk memperkecil dampak dari rasisme di masyarakat.E. LUARAN YANG DIHARAPKAN

Melalui program ini, kami mengharapkan untuk masyarakat dapat mengetahui bahwa rasisme benar benar dapat merusak sebuah keberagaman dan integrasi bangsa, dengan kata lain rasisme memberi dampak perpecahan bagi keutuhan bangsa.F. KEGUNAAN PROGRAMKami berharap agar karya tulis ini dapat memberikan informasi mengenai penyebab adanya rasisme dari aspek psikologi dan dari segi lingkungan sosial pelaku, dampak negatif yang dihasilkan serta solusi yang dapat dilakukan masyarakat apabila terjadi gesekan sosial. Sehingga nantinya bisa dijadikan referensi dan acuan dalam mengambil keputusan apabila terjadi gesekan sosial bahkan yang berujung konflik, dan referensi pada penelitian selanjutnya.G. GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SASARAN

Lawakan-lawakan rasial yang sering muncul di televisi adalah bentuk pelecehan bagi aktivis dunia yang memerangi rasisme. Tetapi mereka masih belum mengindahkan hal tersebut karena ketidaktahuan mereka akan isu rasial yang dijadikan bahan tertawaan setiap hari setiap malam di televisi Indonesia.Jika melihat dari kasus cafe bernuansa nazi di Bandung beberapa saat yang lalu, kita dapat melihat bagaimana perhatian media dunia seketika menuju kota kembang tersebut. Ya, nazi merupakan sejarah kelam bangsa eropa yang mengagungkan rasisme bangsa arya di banding bangsa yahudi. Tidak kah sadar kita begitu besar perhatian media dunia akan isu rasisme?Ketika sesuatu sudah membudaya memang sulit untuk diubah atau dihilangkan. Bagaikan korupsi yang sudah membudaya dari praktek uang terima kasih dan sekarang rasisme seakan sudah membudaya dengan praktek celaan ringan harian yang membuat gelak tawa yang mendengarnya.Seringnya lawakan rasial yang kita lihat dan dengar seakan telah menggiring is rasisme menuju tingkatan yang lumrah di negeri ini. Isu sensitif global yang dianggap tidak jauh lebih penting dibanding isu terorisme dan isu lingkungan.

Isu rasisme sudah menjadi santapan harian bangsa ini baik secara online melalui media maupun melalui reproduksi budaya di keluarga dan lingkungan masing-masing. Tidak ada yang merasa tersinggung dan menyinggung baik yang menjadi pelaku maupun yang menjadi korban rasisme.

Dibalik kelumrahan tersebut, saya melihat ada keunikan dari kasus ini. Dimana isu rasisme akan menjadi hangat dan begitu dipermasalahkan ketika isu tersebut dijadikan alat politik bagi mereka yang berkontestasi di panggung politik.

Masih ingatkah kita bagaimana seorang Farhat Abbas dilaporkan ke polisi karena membawa isu SARA di twitternya ketika menyinggung kinerja Ahok? Nuansa politis dalam kasus tersebut begitu sangat kental dan mungkin sebagian orang awam pun bisa melihat itu sebagai kejanggalan isu rasisme yang sebelumnya tidak hangat untuk diperbincangkan.

Kasus lainnya adalah ketika Raja Dangdut Rhoma Irama memanfaatkan forum dakwah untuk melakukan manuver politik saat Pilkada DKI 2012. Seketika banyak orang yang mengumpat tindakannya tersebut. Terlebih lagi, kasus ini pun sampai melibatkan MUI sebagai lembaga fatwa tertinggi di Indonesia. Memang politik Indonesia begitu panas, sampai-sampai semua isu yang dijadikan alat di panggung politik ikut menjadi panas.Jika melihat pengertian rasisme sebagai sesuatu yang dapat muncul dalam berbagai bentuk, misalnya lelucon atau komentar yang menyakitkan; ejekan atau penghinaan verbal; pelecehan atau intimidasi, atau komentar di media atau secara daring (online) yang meningkatkan ketidaksukaan terhadap kelompok tertentu, maka rasisme sangat tergantung kepada orang yang menjadi korban. Jika mereka meresa tersakiti, terhina, dan sebagainya, maka hal tersebut bisa masuk ke dalam isu rasisme. Tetapi jika si korban tidak merasa tersakit hal tersebut bisa menjadi lumrah di negeri ini sebagai sesuatu yang dijadikan bahan untuk menertawakan diri sendiri.

Isu rasisme juga berdampak kepada eksklusi sosial kepada orang atau kelompok tertentu. Dimana orang atau kelompok tertentu tersebut menjadi terbatas aksesnya akibat isu rasisme. Sehingga bisa dikatakan bahwa isu rasisme hanya akan menjadi hal yang serius jikalau telah membatasi akses seseorang atau kelompok tertentu.

Sehingga wajar ketika kita melihat lawakan di televisi yang berbau rasisme tetapi semua ikut tertawak karena konteksnya adalah hiburan tanpa menyinggung kehidupan yang serius. Selain itu, lawakan tersebut juga bukan sesuatu yang dimasukkan ke dalam hati yang dianggap bisa menyakiti dan mengintimidasi korban.

Di sisi lain, lawakan-lawakan tersebut sebenarnya tidak baik jika dilihat dari konteks pendidikan anak muda. Dimana mereka seringkali melahap segala informasi yang mereka terima tanpa dipilah karena kepolosan mereka. Sehingga perlu ada batasan yang tegas dan jelas untuk jenis lawakan yang menyinggung isu rasisme di televisi.

Jadi, melalui karya ilmiah ini kami akan memaparkan solusi dari rasisme. Ada 3 hal yang hampir telah terlupakan oleh kita, 3 hal ini sebenarnya justru kunci emas bagi kita Indonesia, karena ketiga hal ini telah tertanam di dalam Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. DiskriminasiDiskriminasi dalam berbagai bentuk telah merambah ke berbagai bidang kehidupan bangsa dan dianggap sebagai hal yang biasa dan wajar serta tidak menganggap bahwa hal tersebut merupakan suatu bentuk diskriminasi. Perlakuan diskriminatif tidak disadari oleh subjek yang menerima perlakuan diskriminasi tersebut dan oleh yang memperlakukan tindakan diskriminasi tersebut. Praktik diskriminasi merupakan tindakan pembedaan untuk mendapatkan hak dan pelayanan kepada masyarakat dengan didasarkan warna kulit, golongan, suku, etnis, agama, jenis kelamin, dan sebagainya serta akan menjadi lebih luas cakupannya jika kita mengacu kepada Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 1 ayat (3) UU tersebut menyatakan bahwa diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik, yang berakibat pengangguran, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan, baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan yang lain.

Keberagaman Bangsa

Keanekaragaman yang ada di bangsa ini bisa menjadi sumber harmoni, namun pada sisi yang lain juga bisa menjadi sumber konflik dan disintegrasi bangsa. Oleh karenanya, sangat penting untuk mengelolah keanekaragaman tersebut melalui pendekatan kebudayaan dan sejarah kebangsaan.Keanekaragaman yang ada di bangsa ini tentunya tidak hanya menjadi fakta kehidupan, melainkan telah menjadi identitas kebangsaan yang tumbuh dan berkembang jauh sebelum bangsa ini menjadi satu kesatuan yang utuh, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bhineka Tunggal Ika yang dicetuskan oleh salah seorang philosof lokal Nusantara, Mpu Tantular pada abad XIV ini telah menjadi simbol dan sekaligus menjadi semboyan persatuan bangsa kita sejak dari dulu, mulai dari Sabang sampai Merauke.

Konsep ini lahir dari sebuah fakta, dimana kehidupan sosial masyarakat Indonesia sarat dengan keanekaragaman, baik agama, ideology, politik, budaya dan ras yang tentunya keberadaannya tidak bisa dipungkiri oleh siapapun. Selain itu, sembonyan Bhineka Tunggal Ika sekaligus menjadi bukti bahwasanya kepedulian terhadap keanekaragaman dan pentingnya persatuan dari berbagai latar belakang perbedaan telah menjadi kesadaran hidup bagi sebahagaian masyarakat Indonesia sejak dari dulu. Kesadaran ini terkontruksi dalam bentuk prilaku toleransi dengan melihat perbedaan bukan hanya sebagai bawaan hidup manusia, melainkan sebuah kekayaan yang harus dirayakan dan dilestarikan dalam peraktek kehidupan sosial masyarakat demi untuk memperkaya pemahaman dan keutuhan jalinan persaudaraan diantara sesama,sehingga dengan demikian, sangat jelas bahwasanya masyarakat Indonesia sejak dari dulu telah terbiasa dengan keanekaragaman.

Olehnya itu, sangat disayangkan jika belakangan ini, dominasi berbagai kepentingan dan klaim kebenaran turut campur dalam megelolah keanekaragaman , sehingga mengakibatkan kehidupan sosial bangsa ini semakin tercabik-cabik akibat letupan konflik sosial yang hampir terjadi diberbagai wilayah bangsa ini. Fenomena tersebut pun semakin memperjelas bahwasanya mengelolah keanekaragaman atau pluralitas dan multikulturalisme bangsa bukanlah perkara mudah, apalagi di tegah maraknya fundamentalisasi agama dan indentitas. Meski demikian, patut pula untuk disyukuri karena bangsa ini masih bisa berdiri kokoh dengan simbol dan indentitas keanekaragamannya, meski badai kekerasan dalam bentuk teror dan konflik komunal, datang silih berganti menerpa kehidupan sosial masyarakat bangsa ini.

Secara sederhana multikulturalisme berarti keberagaman budaya. Istilah multikultural ini sering digunakan untuk menggambarkan tentang kondisi masyarakat yang terdiri dari keberagaman agama, ras, bahasa, dan budaya yang berbeda. Selanjutnya dalam khasanah keilmuan, istilah multikultural ini dibedakan ke dalam beberapa ekspresi yang lebih sederhana, seperti pluralitas (plurality)mengandaikan adanya hal-hal yang lebih dari satu (many),keragaman (diversity) menunjukkan bahwa keberadaan yang lebih dari satu itu berbeda-beda, heterogen, dan bahkan tidak dapat disamakan, dan multikultural (multicultural) itu sendiri.

Secara epistmologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran/paham). Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik. Dengan demikian, setiap individu merasa dihargai sekaligus merasa bertanggung jawab untuk hidup bersama komunitasnya. Pengingkaran suatu masyarakat terhadap kebutuhan untuk diakui merupakan akar dari segala ketimpangan dalam berbagai bidang kehidupan.

Pengertian multikulturalisme mengandung dua pengertian yang sangat kompleks, yaitu multi yang berati jamak atau plural, dan kulural yang berarti kultur atau budaya. Istilah plural mengandung arti yang berjenis-jenis, karena pluralisme bukan sekedar pengakuan akan adanya hal yang berjenis-jenis tetapi pengakuan tersebut memiliki implikasi politis, sosial, ekonomi dan budaya. Dalam pengertian tradisonal tentang multikulturalisme memiliki dua ciri utama; pertama, kebutuhan terhadap pengakuan (the need of recognition). Kedua, legitimasi keragaman budaya atau pluralisme budaya. Dalam gelombang pertama multikulturalisme yang esensi terhadap perjuangan kelakuan budaya yang berbeda (the other).

Mengutip S. Saptaatmaja dari bukuMulticulturalisme Educations: A Teacher Guide To Linking Context, Process And Contentkarya Hilda Hernandes, bahwa multikulturalisme adalah bertujuan untuk kerjasama, kesederajatan dan mengapresiasi dalam dunia yang kian kompleks dan tidak monokultur lagi. Pengertian dari Hilda ini mengajak kita untuk lebih arif melihat perbedaan dan usaha untuk bekerjasama secara positif dengan yang berbeda. Disamping untuk terus mewaspadai segala bentuk-bentuk sikap yang bisa mereduksi multikulturalisme itu sendiri. Lebih jauh, Pasurdi Suparlan memberikan penekanan, bahwa multikulturalisme adalah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individu maupun kebudayaan. Yang menarik disini adalah penggunaan kata ideologi sebagai penggambaran bahwa betapa mendesaknya kehidupan yang menghormati perbedaan, dan memandang setiap keberagaman sebagai suatu kewajaran serta sederajat.

Selanjutnya Suparlan mengutip Fay, Jary dan Jary (1991), Watson (2000) dan Reed menyebutkan bahwa multikulturalisme ini akan menjadi acuan utama bagi terwujudnya masyarakat multikultural, karena multikulturalisme sebagai sebuah ideologi akan mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat (termasuk juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan seperti sebuah mosaik. Dengan demikian, multikulturalisme diperlukan dalam bentuk tata kehidupan masyarakat yang damai dan harmonis meskipun terdiri dari beraneka ragam latar belakang kebudayan.

Dari gambaran pemahaman tentang multikultural yang dikemukakan di atas, maka dapat dipahami bahwa inti dari konsep multikulturalisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, jender, bahasa, ataupun agama. Apabila pluralitas sekadar merepresentasikan adanya kemajemukan (yang lebih dari satu), maka multikulturalisme memberikan penegasan bahwa dengan segala perbedaannya itu mereka adalah sama di dalam ruang public. Multikulturalisme menjadi semacam respons kebijakan baru terhadap keragaman. Dengan kata lain, adanya komunitas-komunitas yang berbeda saja tidak cukup; sebab yang terpenting adalah bahwa komunitas-komunitas itu diperlakukan sama oleh Negara.

Kesadaran akan adanya keberagaman budaya disebut sebagai kehidupan multikultural. Akan tetapi tentu, tidak cukup hanya sampai disitu. Bahwa suatu kemestian agar setiap kesadaran akan adanya keberagaman, mesti ditingkatkan lagi menjadi apresiasi dan dielaborasi secara positif. pemahaman ini yang disebut sebagai multikulturalisme. Multikulturalisme (multiculturalisme)-meskipun berkaitan dan sering disamakan-adalah kecenderungan yang berbeda dengan pluralisme. Multikulturalisme adalah sebuah relasi pluralitas yang di dalamnya terdapat problem minoritas (minority groups) vs mayoritas (mayority group), yang di dalamnya ada perjuangan eksistensial bagi pengakuan, persamaan (equality), kesetaraan, dan keadilan (justice).

Integrasi Bangsa

Keanekaragaman yang ada di bangsa ini bisa menjadi sumber harmoni, namun pada sisi yang lain juga bisa menjadi sumber konflik dan disintegrasi bangsa. Oleh karenanya, sangat penting untuk mengelolah keanekaragaman tersebut melalui pendekatan kebudayaan dan sejarah kebangsaan. sebab struktur dasar masyarakat bangsa ini adalah apa yang lahir dari rahim budaya dan tradisinya sendiri, bukan apa yang datang dari luar (Barat dan Timur Tengah).

Terkait hal ini, menarik untuk mengutip pendapat Sri Sultan Hamengku Buwono X, bahwasanya Pluralisme adalah kesadaran untuk menghargai agama dan perbedaan yang ada pada orang lain dengan tetap mampu membedakan antara konsep pluralisme ala Barat dan Indonesia. Bhineka tunggal ika adalah merupakan gagasan pluralisme dan multikulturalisme ala Indonesia yang harus diwujudkan sebagai strategi integrasi kebangsaan untuk semua lapisan perbedaan. (Sri Sultan Hamengkubuwono, 2013). Meski demikian, bukan berarti gagasan yang dilontarkan Sri Sultan tersebut adalah bentuk eklusivisme pemikiran, dengan menafikan gagasan yang datang dari luar, melainkan sebuah upaya untuk menyelami makna kearifan lokal bangsa dengan mencoba mendialogkannya dengan berbagai gagasan yang sedang berkembang tanpa harus tercerabut dari akar dan falsafah kebudayaan bangsa ini, sebab menjadi seorang pluralis yang toleran tidak mesti harus kehilangan identitas.

Sehingga dengan demikian, wacana pluralisme dalam konteks Indonesia bukan lagi sebagai wacana baru, atau cara pandang dari hasil gagasan pluralisme ala Barat, melainkan betul-betul lahir dari hasil pengalaman dan reflesksi kehidupan sosial masyarakat Nusantara.

Toleransi

Perbedaan tidak hanya terjadi karena foktor biologis, melainkan juga karena faktor Teologis, dimana perbedaan adalah sebuah keniscayaan Ilahiah yang tidak mungkin bisa dipungkiri keberadaanya. Perbedaan Agama, budaya dan identitas adalah sebuah skenario dan keniscayaan hidup yang berasal dari Tuhan untuk manusia, dan akan selamanya ada seiring dengan dinamika kehidupan ummat manusia di dunia ini.

Mengelolah keanekaragamana tersebut bukan perkara mudah, apalagi jika hal tersebut sudah terkait pada persoalan politik, identitas dan akidah. Oleh karenanya, dibutuhkan kerja keras dan kesabaran dalam berjuang. Pluralisme adalah upaya untuk memperindah keragaman melalui sikap toleransi, bukan untuk memperkeruh perbedaan apalagi menyelesaikan perbedaan dengan tindakan refresif dan radikal.

Dalam konteks Indonesia, toleransi menjadi kunci utama pengelolaan keanekaragaman tersebut. Toleransi harus lahir dari kesadaran hidup tiap manusia untuk menghargai perbedaan, hidup berdampingan secara damai serta mampu berinteraksi dengan baik tanpa ada sekat perbedaan agama, suku dan budaya.H. METODE PELAKSANAAN1. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan ini merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang menghasilkan kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Adapun sifat dari penelitian ini adalah deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata/gambar dan bukan angka-angka. Hal ini dilakukan seperti orang merajut sehingga setiap bagian ditelaah satu demi satu. Format deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, situasi, atau fenomena realitas sosial dalam masyarakat yang menjadi objek penelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu.

2. Objek Penelitian dan Waktu Penelitian A. Objek Penelitian

Masyarakat sekitar yang dilaksanakan di 3 lokasi yg berbeda. Yaitu meliputi wilayah Banjar A, Banjar B, dan Banjar C.

B. Waktu Penelitian Penelitian ini dimulai dari perancangan tema, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, pengumpulan, pengolahan dan analisis data, serta pembuatan laporan hasil penelitian yang dilakukan dari tanggal 12 Agustus 2014 hingga 18 Agustus 2014.3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui: a. Pengumpulan data berupa kuisioner yang telah dibagikan disejumlah warga di daerah Denpasar.b. Penelitian pustaka dengan mengkaji dan mempelajari berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti untuk mendukung asumsi sebagai landasan teori permasalahan yang dibahas. c. Penelusuran data online, yaitu menelusuri data dari media online seperti internet sehingga peneliti dapat memanfaatkan data informasi online secepat dan semudah mungkin serta dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Peneliti memilih sumber-sumber data online mana yang kredibel dan dikenal banyak kalangan.I. JADWAL KEGIATANNOKegiatanRabuKamisJumatSabtuMinggu

1Wawancara

2Menyebarkan Kuisioner

3Entry data

J. RANCANGAN BIAYANoPengeluaranHarga SatuanJumlahTotal

1KuisionerRp. 125@50Rp. 6.250

2TransportasiRp. [email protected]

3----

JumlahRp. 26.250

K. DAFTAR PUSTAKASoetrisno, Loekman. 2003. Konflik Sosial - Studi Kasus Indonesia. Jogjakarta: Tajidu.

Santoso, Thomas. 2002. Teori Teori Kekerasan. Jakarta: Ghalia Indonesia.Mulyadi, Yad.2011. Panduan Sosiologi 2. Bogor: Yudhistira.http://oioihooligans.blogspot.com/2012/02/arti-dari-fasisme-dan-rasisme.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Rasisme http://nurainiajeeng.wordpress.com/L. LAMPIRAN1. Ketua Kelompok

Nama

: Irvan Dinda PrakosoNim

: 1404405080Gugus

: 2No Absen

: 151

Komentar akan kontribusinya dalam kelompok : mampu mengayomi dan memposisikan diri sebagai pemimpin yang baik.2. Anggota KelompokNama

: Ni Luh Putu Ayu Kezia YasintaNim

: 1401305005Gugus

: 2No Absen

: 152

Komentar akan kontribusinya dalam kelompok : aktif dalam mengerjakan tugas dan memotivasi rekan rekannya dalam hal penyampaian pendapat.3. Anggota KelompokNama

: Dwi Yoga PratamaNim

: 1404405014Gugus

: 2No Absen

: 153

Komentar akan kontribusinya dalam kelompok : memberi masukan-masukan dalam pembuatan tugas dan menanggung pengeluaran biaya.4. Anggota KelompokNama

: I Putu JulianaNim

: 1404405015Gugus

: 2No Absen

: 154

Komentar akan kontribusinya dalam kelompok : Ikut berpartisipasi dalam berdiskusi dan mencarikan informasi mengenai rasisme.5. Anggota KelompokNama

: Putu Surya Adi PratamaNim

: 1406305108Gugus

: 2No Absen

: 154

Komentar akan kontribusinya dalam kelompok : memberikan ilustrasi serta menyebarkan kuisioner di beberapa daerah.