TUGAS BI FINAL MUTILASI
-
Upload
norma-evita-hayati -
Category
Documents
-
view
608 -
download
5
description
Transcript of TUGAS BI FINAL MUTILASI
1
KEJAHATAN MUTILASI SERTA PENERAPAN HUKUMAN MATI
SEBAGAI SANKSINYA11
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Mutilasi sekarang ini layaknya sebuah kejahatan yang sedang naik daun. Berdasarkan
data Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, kasus mutilasi Cakung
nerupakan kasus mutilasi ke delapan sejak awal 2007 lalu. Dari delapan kasus itu,
hanya dua yang mampu dituntaskan. Entah kebetulan atau tidak, sebagian besar
lokasi penemuan mayat korban mutilasi berada di Bekasi dan Jakarta Timur. Karena
kompleknya kasus-kasus itu, sebagian besar tidak ditangani polsek atau polres, tapi
langsung diambil alih Polda Metro Jaya. “Banyaknya kasus mutilasi yang tidak
terungkap disebabkan oleh minimnya petunjuk yang ditinggalkan pelaku ataupun
korban. Informasi dari masyarakat memegang peranan penting dalam pengungkapan,
“kata Erlangga Masdiana, Kriminolog Universitas Indonesia (UI)”. 2
Pembunuhan yang diikuti oleh mutilasi menurut ahli forensik dari RSCM Dr.
Mun’im Idris, beliau mengatakan ada dua alasannya :
1. Untuk menghilangkan jejak
2. Dilatarbelakangi kelainan seksual
1 Makalah “Kejahatan Mutilasi Serta Penerapan Hukuman Mati Sebagai Sanksinya” merupakan tugas terstruktur yang digunakan untuk melengkapi persyaratan akademis dalam perkuliahan dan Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Bahasa Indonesia yang diampu oleh Dr.Budi Setyawan,M.Ph. oleh Norma Evita Hayati NIM E00081992 Majalah Forum Keadilan no. 261 tgl 27 Oktober-02 November 2008.
2
Meningkatnya kejahatan dengan modus memotong-motong tubuh korban atau
mutilasi, semakin mengkhawatirkan. Dalam tahun ini sedikitnya terjadi delapan
kasus. Jumlah itu relatif amat besar untuk ukuran jenis kejahatan yang langka (extra-
rare crime) ini. Dikatakan langka karena kekejiannya melampaui batas kemanusiaan,
hal ini mengindikasikan bahwa intensitas atau derajat kesadisan kejahatan di
masyarakat kian meninggi. 3
Beragam pelaku menunjukkan motif yang mendasari dilakukannya kejahatan itu,
tidak tunggal. Memilih modus operandi kejahatan, umumnya tidak lahir dari
pemikiran genuine, tetapi meniru. Pelaku berkaca pada peristiwa pidana yang pernah
terjadi, lalu mempertimbangkan cara-cara yang berlangsung di dalamnya untuk
diterapkan. Perilaku semacam ini dinamakan peniruan model kejahatan (imitation of
crime model). Menurut kriminolog sekaligus sosiolog Perancis, Gabriel Tarde (1842-
1904), manusia itu pada dasarnya individualis, tetapi berkat kemampuan untuk
meniru (imitasi), berbagai peniruan yang dilakukannya membentuk jalinan interaksi
sosial dan pada gilirannya tersusun kehidupan sosial. Bahkan menurut dia,
masyarakat itu pun merupakan buah peniruan (society is imitation) yang timbul dari
berlangsungnya imitasi berkelanjutan dalam proses sosial. Mengingat imitasi
merupakan salah satu bentuk aspek kegiatan belajar meniru perilaku orang lain, oleh
berbagai ahli psikologi, imitasi dipandang bukan sebagai ciri-ciri pembawaan
manusia,tetapi merupakan suatu proses sosial dan cara yang memungkinkan
3 http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/11/10/00265359/mutilasi.dan.intensitas.kejahatan
3
bertambah besarnya partisipasi seseorang dalam kelompok/masyarakat. Imitasi yang
terus dilakukan atas suatu obyek peniruan akan menghasilkan kepribadian kedua
(second entity) yang mungkin berbeda dengan watak bawaan. Manusia mengimitasi
hampir semua hal yang sanggup ditiru, termasuk kejahatan. Proses imitasi tidak
bersifat serta-merta.
Menurut Chorus, seperti dikutip Soelaiman Joesoef dan Noer Abijono (1981), proses
imitasi memerlukan beberapa syarat :
1. Adanya minat atau perhatian yang cukup besar terhadap apa yang akan diimitasi.
2. Ada sikap menjunjung tinggi atau mengagumi apa yang akan diimitasi.
3. Tergantung pada pengertian, tingkat perkembangan, dan tingkat pengetahuan
individu yang akan mengimitasi.
Berdasarkan catatan Litbang Kompas yang dikutip dari Harian Kompas tanggal 10
November 2008, sejak Januari hingga November 2008 terjadi 13 peristiwa
pembunuhan dengan mutilasi di Indonesia. Angka itu tertinggi untuk periode
tahunan, sejak kasus mutilasi muncul tahun 1967. Sementara itu, pada tahun 2007
hanya terjadi tujuh peristiwa mutilasi. Berbeda dengan catatan Kompas, berdasarkan
catatan Kompas, sejak tahun 1967 hingga November 2008 sudah terjadi 61 kasus
mutilasi. Kasus mutilasi fenomenal yang pertama diberitakan adalah mutilasi dua
warga Negara Indonesia ; Lily Kartika Dewi (27) dan anaknya, Iwan Kartika (5), di
4
Hongkong. Pelakunya adalah suami Kartika, Bob Liem, juga WNI. Bob memutilasi
kedua korban, lalu mencampur potongan tubuh mereka dengan semen untuk
dijadikan dinding dapur di apartemennya di Hongkong.4
Dalam kurun waktu 3 minggu pertama pada Bulan Januari tahun 2008, telah terjadi 7
(tujuh) kasus mutilasi di Jakarta Utara, Salah satunya kasus yang terjadi di hotel
kelas Melati di daerah Koja Jakarta Utara, sesosok mayat tergeletak di lantai kamar
tidurnya dalam keadaan bugil, tragisnya mayat wanita tersebut ditemukan di TKP
tanpa kepala, alias badan dan kepala korban terpisah, hanya badan saja yang ada
disana, diperkirakan korban berusia 24 Tahun. Polisi berusaha menemukan segala
petunjuk di TKP tersebut, dalam kejahatan mutilasi ini, Ahli Forensik sangat
berperan besar dalam mengungkap identitas si korban, mulai dari penelusuran dari
tanda-tanda lahir yang ada di tubuh si korban sampai pada tanda khusus yang tertera
di tubuh korban tersebut (seperti Tatto dll). Dalam penanganan kejahatan mutilasi,
ahli forensik memiliki kesulitan tersendiri di bandingkan dengan kejahatan
pembunuhan biasa, otopsi dilakukan dengan prosedur khusus, mengingat bahwa
tubuh korban yang akan di otopsi tidaklah lengkap dan utuh seperti yang terjadi pada
pembunuhan biasa. Peristiwa mutilasi makin banyak dan makin mengkhawatirkan
saja. Dalam satu tahun terakhir saja, dihitung sejak tahun 2007, sedikitnya telah
terjadi 14 kali kasus mutilasi. Tentu saja yang terjadi di tahun 2008 ini pantas
membuat kita kaget, karena dari 14 kasus itu, 7 diantaranya terjadi di Bulan Januari,
hanya dalam tempo 24 hari terakhir. Kalangan ahli tidak seragam dalam melihat
4 Harian Kompas, Senin 10 November 2008, Hal 1-15 Kol 5-7
5
prilaku mutilasi, karena motif dan karakter prilaku pelakunya memang beragam.
Tetapi banyak yang melihat tindakan ini termasuk kelainan prilaku Psikopat. Pelaku
mutilasi adalah orang-orang yang tidak memiliki suara hati dan cenderung
mengalami gangguan jiwa. Melihat kasus-kasus mutilasi yang terjadi, ada dua hal
yang bisa kita ketahui ; Pertama, motifnya kebanyakan terkait dengan perilaku
seksual, dan kedua, kasusnya relatif sulit diungkap, bahkan sebagian besar tidak
berhasil diungkap Polisi. Mutilasi, adalah tragedi anak manusia. Pelakunya juga
adalah musuh peradaban manusia, karena tak memiliki perasaan dan belas kasih,tak
dipikirkan bagaimana keluarga korban harus menanggung kesedihan karenanya.
Semoga hukum masih berpihak pada mereka yang kini tak punya pilihan kecuali
mengharap, keadilan masih ditegakkan untuk mereka.5
Menurut catatan, kasus mutilasi yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya, yaitu:
1. 17 April 2008
Ditemukan 10 potongan tubuh wanita dalam kardus, tas jinjing, dan kantong plastik.
Dia kemudian diketahui sebagai Eka Putri, pelakunya dalam penyelidikan.
2. 15 Mei 2008
Mayat tanpa kepala ditemukan di Pulogadung, Jakarta Timur, pelakunya dalam
penyelidikan.
3. 12 Juli 2008
5 http://yuhendrablog.wordpress.com/2008/06/04/kejahatan-mutilasi-criminal-version/
6
Mayat yang terpotong tujuh ditemukan di sebuah lahan kosong di Jalan Kebagusan,
Jakarta Selatan, mayat itu diketahui sebagai Heri Santoso. Kasus ini terungkap pada
15 Juli 2008 dengan pelaku Ferry Idam Henyansyah alias Ryan.
4. 30 Agustus 2008
Ronald Alimudian dan Sri Magdalena ditemukan tewas di dalam kamar mandi
rumahnya, kompleks Perumahan Graha Cipta, Gunung Batu, Bandung, Jawa Barat.
Sri tewas dengan kepala dan kedua tangannya terpotong, sedangkan sang suami
merenggang nyawat akibat dua tusukan di dada.
5. 29 September 2008
Mayat terpotong 13 ditemukan dalam dua kantong plastik di Cakung, Jakarta Timur,
dalam bus Mayasari Bakti P64 jurusan Pulo Gadung-Kali Deres. Pelakunya dalam
penyelidikan.
6. 21 Oktober 2008
Jenazah Ika ditemukan tanpa telapak tangan di sebuah kebun bambu tak jauh dari
rumah Ika di kampung Bulak Rata, Cibinong, Bogor. Sejauh ini polisi masih
meminta keterangan ibu serta Saunan alias Entong, suami korban.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan disini
adalah :
Melihat tindakan kriminalnya, apakah kejahatan mutilasi dapat dikategorikan sebagai
pembunuhan berencana yang sanksi hukumnya adalah hukuman mati?
7
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apakah kejahatan
mutilasi dapat dikategorikan sebagai pembunuhan berencana yang sanksi hukumnya
adalah hukuman mati.
2. KAJIAN TEORI
Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia yang diambil dari internet, pengertian dari
Mutilasi adalah aksi yang menyebabkan satu atau beberapa bagian tubuh (manusia)
tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya, yang termasuk mutilasi misalnya
amputasi, pembakaran, atau flagelasi. Dalam beberapa kasus, mulitasi juga dapat
berarti memotong-motong tubuh mayat manusia. Beberapa kebudayaan mengizinkan
dilakukannya mutilasi. Misalnya di Cina, ada budaya mengikat kaki seorang anak
perempuan. Ikatan tersebut tidak boleh dilepaskan hingga ia tua, dengan demikian
kakinya akan tetap kecil. Kaki kecil (khusus wanita) di Cina melambangkan
kecantikan. Dalam kebudayaan Islam, mutilasi diberlakukan bagi mereka yang
terbukti mencuri, biasanya berupa amputasi pada tangan atau lengan. Namun bila
terdakwa memiliki alasan kuat untuk mencuri (misalnya dalam kondisi sangat
kelaparan), maka hukuman tersebut dapat dihindarkan.
Kejahatan mutilasi dari kaca mata hukum merupakan kejahatan yang bersifat
psikologi kriminal. Dalam hal ini adanya psikologi yang bersifat abnormal karena
kejahatan yang bersifat kekerasan dengan disertai pemotongan tubuh korban untuk
8
menghilangkan jejak. Menurut pendapat Ny. L. Moeljatno, S.H. yang dirangkum
dalam diktat kriminologi, beliau menjabarkan bahwa pada dasarnya tidak ada batas
yang jelas antara psikologi abnormal dan normal. Pelajaran tentang keabnormalan
psikis dan perwujudan normal saling mencakup. Hubungan ini kadang-kadang
digaris bawahi dengan memasukkan kedua cabang ilmu pengetahuan dalam istilah
psikologi kriminal. Sebaiknya ada baiknya memisahkan pelajaran proses-proses
psikologis yang lebih normal sebagai sumber kriminalitas dari bidang psikopatologi.
Di sini kriminologi berbalik dari psikiatri kepada psikologi. Jadi ilmu psikologi harus
menjadi dasar dari penelitian mengenai perkembangan dari jalannya masalah
psikologis menjadi tingkah laku kriminal diluar lingkungan abnormal. Ilmu
pengetahuan ini, tidak saja berhubungan tapi merupakan bagian dari psikologi umum
dan ilmu ini yang dimaksudkan dengan psikologi kriminal.
Kinberg membedakan antara “criminal psychology” yang obyektif, subyektif dan
sosial.
Yang obyektif : menitik beratkan kepada sifat bekerjanya (fungsi) penjahat
(tinggi kecerdasannya, sifat-sifat kepribadian dan lain-lain).
Yang subyektif : tertuju kepada pengalaman si penjahat selama persiapan
psikologi sesuatu kejahatan, reaksi-reaksi psikisnya terhadap rangsangan hingga ia
berbuat, reaksi-reaksi sesudah perbuatan pidana (criminal act), sikap moral terhadap
kejahatan dan lain-lain.
9
Yang sosial : tertuju untuk mempelajari pengaruh dampak dari
faktor-faktor sosial-psikologis terhadap individu selama kanak-kanakdan
perkembangan selanjutnya.
Jumlah kejahatan tiap lingkungan merupakan lawan negatifnya dari norma-norma
kelakuan yang berlaku dalam lingkungan tersebut yang tergantung dari organisasi
dan kebudayaan lingkungan itu.
3. PEMBAHASAN
Pengaruh kejahatan dapat terjadi dari gambaran sesuatu kejahatan dan suatu teknis
tertentu, kemudian dapat dipraktekan oleh si pembaca. Menurut Stephan Hurwitz,
memang pengaruh bacaan demikian dapat berbahaya, kita harus hati-hati dalam
memberikan penilaian yang mungkin berat sebelah mengenai hubungan antara harian
dan kejahatan. Tentu saja ada kerugian dan keuntungan yang dapat dilihat disamping
kegunaan pokok koran-koran tersebut, pers modern rupanya tidak banyak
berpengaruh sebagai faktor langsung dalam menimbukan kejahatan.
Dalam hal mutilasi adanya suatu perbuatan hukum. Hukum abadi dan kodrati pada
dasarnya berisi pola umum tentang perbuatan manusia berdasarkan aksioma bahwa
perbuatan mengikuti keberadaan. 6
Kejahatan Mutilasi adalah jenis kejahatan yang tergolong sadis, dimana pelaku
kejahatan tersebut tidak hanya membunuh atau menghilangkan nyawa orang lain
6 RB. Soemanto, Hukum dan Sosiologi Hukum-pemikiran,teori dan masalah, Surakarta, Seri Buku teks, 2007,hal 75-76
10
melainkan ia juga memotong-motong setiap bagian tubuh si korbannya. menurut
beberapa ahli kejahatan pidana, biasanya kejahatan ini terjadi tergantung pada
keadaan psikis si pelaku, dimana si pelaku cenderung mengalami gangguan
kejiwaan. Pada pendapat lain ahli berpendapat bahwa kejahatan ini merupakan
kejahatan susulan dari sebuah kejahatan pembunuhan, dengan maksud untuk
menutupi kejahatan pembunuhan tersebut, maka dilakukan lah pemutilasian tubuh
korban, sehingga korban tidak diketahui keberadaannya ataupun jika diketahui maka
akan mengelabui penyidik dalam mengungkap identitasnya. Namun, terlepas dari
semua hal itu, kejahatan mutilasi kerap sekali terjadi dilakukan oleh orang-orang
yang memang mengalami depresi dan gangguan kejiwaan, bahwa dengan tidak
memotong-motong tubuh korbannya, pelaku sering sekali tidak puas untuk
menyelesaikan kejahatannya.7
Kejahatan mutilasi adalah kejahatan terhadap nyawa dan pengaturannya memang
terletak didalam KUHP. Kejahatan terhadap nyawa (misdrijven tegen bet leven)
adalah berupa penyerangan terhadap nyawa orang lain. Kepentingan hukum yang
dilindungi dan yang merupakan obyek kejahatan ini adalah nyawa (leven) manusia.8
Kejahatan terhadap nyawa dalam KUHP dapat dibedakan atau dikelompokan atas 2
dasar, yaitu:
1. Atas dasar unsur kesalahannya;
2. Atas dasar obyeknya (nyawanya)
7 http://yuhendrablog.wordpress.com/2008/06/04/kejahatan-mutilasi-criminal-version/8 Adami Chazawi, kejahatan terhadap tubuh dan nyawa, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2000. Hal 55
11
Atas dasar kesalahannya ada 2 kelompok kejahatan terhadap nyawa, ialah:
a. Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja (dolus misdrijven),
adalah kejahatan yang dimuat dalam Bab XIX KUHP, pasal 338 s/d 350.
b. Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan tidak dengan sengaja (culpose
misdrijven), dimuat dalam Bab XXI (khusus Pasal 359).
Sedangkan atas dasar obyeknya (kepentingan hukum yang dilindungi), kejahatan
terhadap nyawa dengan sengaja dibedakan dalam 3 macam, yakni :
a. Kejahatan terhadap nyawa orang pada umumnya, dimuat dalam pasal: 338, 339,
340, 344, 345.
b. Kejahatan terhadap nyawa bayi pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan,
dimuat dalam pasal: 341, 342, dan 343.
c. Kejahatan terhadap nyawa bayi yang masih ada dalam kandungan ibu (janin),
dimuat dalam pasal 346, 347, 348, dan 349.
Melihat beberapa kejadian yang terjadi dalam kasus kejahatan mutilasi, dapat terlihat
adanya kejahatan terhadap nyawa orang pada umumnya. Oleh sebab itu, disini kita
akan meninjau terlebih dahulu dari tindakan kejahatan mutilasi, hingga pada akhirnya
akan dapat ditentukan sanksi pidana terhadap kejahatan mutilasi tersebut. Kejahatan
mutilasi pada dasarnya kejahatan yang menghilangkan nyawa orang lain dengan
adanya unsur kesengajaan dalam tindakan kriminalnya. Hal ini dapat masuk didalam
kategori yang pertama, yaitu kejahatan terhadap nyawa orang pada umumnya.
Tindakan kejahatan mutilasi merupakan kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan
dengan sengaja.
12
Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja disebut atau diberi
kualifikasi sebagai pembunuhan, yang terdiri dari :
1. Pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (doodslag, 338); yang rumusannya adalah:
“barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dipidana karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Apabila rumusan
tersebut dirinci unsur-unsurnya, maka terdiri dari :
a. Unsur obyektif:
1) Perbuatan: menghilangkan nyawa;
2) Obyeknya: nyawa orang lain;
b. Unsur subyektif:
Dalam perbuatan menghilangkan nyawa (orang lain) terdapat 3 syarat yang harus
dipenuhi, yaitu :
1) Adanya wujud perbuatan;
2) Adanya suatu kematian;
3) Adanya hubungan sebab dan akibat (causal verband) antara perbuatan dan akibat
kematian (orang lain).
2. Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului dengan tindakan pidana lain
(339). Pembunuhan yang dimaksudkan ini adalah sebagaimana yang dirumuskan
dalam pasal 339.
Apabila rumusan tersebut dirinci, maka terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :
a. Semua unsur pembunuhan (obyektif dan subyektif) pasal 338;
b. Yang (1) diikuti, (2) disertai atau (3) didahului oleh tindak pidana lain;
13
c. Pembunuhan itu dilakukan dengan maksud:
1) Untuk mempersiapkan tindak pidana lain;
2) Untuk mempermudah pelaksanaan tindak pidana lain;
3) Dalam hal tertangkap tangan ditujukan:
a) Untuk menghindarkan (1) diri sendiri maupun (2) peserta lainnya dari pidana, atau
b) Untuk memastikan penguasaan benda yang diperolehnya secara melawan hukum
(dari tindak pidana lain itu).
3. Pembunuhan berencana (moord)
Pembunuhan dengan rencana lebih dulu atau disingkat dengan pembunuhan
berencana, adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh
bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, dirumuskan dalam pasal 340.
Rumusan tersebut terdiri dari unsur-unsur :
a. Unsur subyektif:
1) Dengan sengaja;
2) Dan dengan rencana terlebih dahulu;
b. Unsur obyektif:
1) Perbuatan : menghilngkan nyawa;
2) Obyeknya : nyawa orang lain.
4. Pembunuhan oleh Ibu terhadap bayinya pada saat atau tidak lama setelah
dilahirkan.
Bentuk pembunuhan yang dilakukan oleh ibu terhadap bayinya pada saat dan tidak
lama setelah dilahirkan, yang dalam praktik hukum sering disebut dengan
14
pembunuhan bayi, ada 2 macam; masing-masing dirumuskan dalam pasal 341 dan
342. Pasal 341, adalah pembunuhan bayi yang dilakukan tidak dengan berencana
(pembunuhan bayi biasa atau kinderdoodslag), sedangkan pasal 342 pembunuhan
bayi yang dilakukan dengan rencana lebih dulu (kindermoord).
5. Pembunuhan atas permintaan korban
Bentuk pembunuhan ini diatur dalam pasal 344, yang merumuskan sebagai berikut:
Barangsiapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri
yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, dipidana penjara paling lama 12
tahun.
Kejahatan yang dirumuskan tersebut di atas, terdiri dari unsur sebagai berikut :
a. Perbuatan : menghilangkan nyawa;
b. Obyek : nyawa orang lain;
c. Atas permintaan orang itu sendiri;
d. Yang jelas dinyatakan dengan sungguh-sungguh.
6. Penganjuran dan pertolongan pada bunuh diri
Kejahatan yang dimaksud adalah dirumuskan dalam pasal 345.
Apabila rumusan itu dirinci, maka terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :
1) Unsur-unsur obyektif terdiri dari:
a) Perbuatan :
(1) mendorong;
(2) menolong;
(3) memberikan sarana;
15
b) Pada orang untuk bunuh diri;
c) Orang tersebut jadi bunuh diri.
2) Unsur subyektif : dengan sengaja.
Berdasarkan pada unsur perbuatan, kejahatan 345 ini ada 3 bentuk, yakni :
1) Bentuk pertama, melarang orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan
menolong orang lain untuk bunuh diri.
2) Bentuk kedua, melarang orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan
menolong orang lain dalam melakukan bunuh diri.
3) Bentuk ketiga, melarang orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan
memberikan sarana pada orang yang diketahui akan bunuh diri.
7. Pengguguran dan pembunuhan kandungan
Kejahatan pengguguran dan pembunuhan terhadap kandungan (doodslag op een
ongeborn vrucht) diatur dalam 4 pasal yakni : 346, 347, 348, 349.
Obyek kajiannya adalah kandungan, yang dapat berupa berbentuk mahluk yakni
manusia, berkaki dan bertangan dan berkepala (voldragen vrucht) dan dapat juga
belum berbentuk manusia (onvoldragen vrucht).
Kejahatan mengenai pengguguran dan pembunuhan kandungan, jika dilihat dari
subyek hukumnya dapat dibedakan menjadi :
a. Yang dilakukannya sendiri (346), dan
b. Yang dilakukan oleh orang lain, yang dalam hal ini dibedakan menjadi 2, ialah:
1) Atas persetujuannya (347), dan
2) Tanpa persetujuannya(348).
16
Ada pengguguran dan pembunuhan kandungan yang dilakukan oleh orang lain, baik
atas persetujuannya maupun tidak, dan orang lain itu adalah orang yang mempunyai
kualitas pribadi tertentu, yaitu dokter, bidan dan juru obat(349).
Melihat dari tindakannya, kejahatan mutilasi dapat digolongkan ke dalam kejahatan
dengan rencana atau kejahatan berencana, yang dimana mempunyai mempunyai
rencana untuk membunuh dan untuk menghilangkan jejaknya, si pelaku
merencanakan untuk memotong-motong bagian tubuhnya.
Seperti yang diketahui bahwa Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berlaku di
Indonesia sekarang ini berasal dari Wetboek van Strafrecht (WvS) yang tidak lain
merupakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Belanda yang mulai di berlakukan
sejak 1 Januari 1918 berdasarkan asas konkordansi. Ancaman hukuman mati yang
terdapat di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Belanda juga turut di
berlakukan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia dan masih tetap
diberlakukan sampai sekarang. Sedangkan Belanda sendiri pada 1970 telah
menghapus hukuman mati untuk kejahatan biasa, dan selanjutnya pada 1982 Belanda
menghapus hukuman mati untuk semua jenis kejahatan.9
Hukuman mati ialah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan (atau
tanpa pengadilan) sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang
akibat perbuatannya. Pada tahun 2005, setidaknya 2.148 orang dieksekusi di 22
9 http://abolishment.blogspot.com/2008/03
17
negara, termasuk Indonesia. Dari data tersebut 94% praktek hukuman mati hanya
dilakukan di empat negara: Iran, Tiongkok, Saudi Arabia, dan Amerika Serikat.10
Dukungan hukuman mati didasari argumen diantaranya bahwa hukuman mati untuk
pembunuhan sadis akan mencegah banyak orang untuk membunuh karena gentar
akan hukuman yang sangat berat. Jika pada hukuman penjara penjahat bisa jera dan
bisa juga membunuh lagi jika tidak jera, pada hukuman mati penjahat pasti tidak
akan bisa membunuh lagi karena sudah dihukum mati dan itu hakikatnya memelihara
kehidupan yang lebih luas. Dalam berbagai kasus banyak pelaku kejahatan yang
merupakan residivis yang terus berulang kali melakukan kejahatan karena ringannya
hukuman. Seringkali penolakan hukuman mati hanya didasarkan pada sisi
kemanusiaan terhadap pelaku tanpa melihat sisi kemanusiaan dari korban sendiri,
keluarga, kerabat ataupun masyarakat yang tergantung pada korban. Lain halnya bila
memang keluarga korban sudah memaafkan pelaku tentu vonis bisa diubah dengan
prasyarat yang jelas.
Mengenai prosedur pelaksanaan hukuman mati dalam Rancangan Kitab Undang-
undang Hukum Pidana masih sama dengan prosedur pelaksanaan hukuman mati
yang sekarang masih berlaku, yaitu dengan menembak terpidana sampai mati oleh
regu tembak dan tidak dilaksanakan di muka umum. Dalam Rancangan Kitab
Undang-undang Hukum Pidana yang baru juga dimungkinkan adanya masa
percobaan bagi terpidana mati selama 10 tahun. Jika terpidana selama masa
10 http://id.wikipedia.org/wiki/Hukuman_mati
18
percobaan tersebut menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, maka pidana mati
dapat diubah menjadi pidana seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun
dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Apabila terpidana
mengajukan grasi tetapi permohonan grasi terpidana mati tersebut ditolak dan pidana
mati tidak dilaksanakan selama 10 tahun bukan karena yang bersangkutan melarikan
diri, maka pidana mati tersebut dapat diubah menjadi pidana seumur hidup dengan
Keputusan Presiden. Kejahatan mutilasi adalah kejahatan yang sengaja dilakukan
oleh pelaku kejahatan, dimana pelaku kejahatan tersebut tidak hanya membunuh atau
menghilangkan nyawa orang lain melainkan melakukan niatnya untuk merencanakan
memotong-motong setiap bagian tubuh si korbannya.
Pembunuhan dengan rencana lebih dulu atau disingkat dengan pembunuhan
berencana, adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh
bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam pasal 340 yang rumusannya
adalah:
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu menghilangkan
nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana
mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20
tahun.
Rumusan tersebut terdiri dari unsur-unsur:
a. Unsur subyektif:
1) Dengan sengaja;
19
2) Dan dengan rencana terlebih dahulu;
b. Unsur obyektif:
1) Perbuatan : menghilngkan nyawa;
2) Obyeknya : nyawa orang lain.
Pembunuhan berencana terdiri dari pembunuhan dalam arti pasal 338 ditambah
dengan adanya unsur dengan rencana terlebih dahulu. Lebih berat ancaman pidana
pada pembunuhan berencana, jika dibandingkan dengan pembunuhan dalam 338
maupun 339, diletakkan adanya unsur dengan rencana terlebih dahulu itu.11
Pasal 340 dirumuskan dengan cara mengulang kembali seluruh unsur dalam pasal
338, kemudian ditambah dengan satu unsur lagi yakni “dengan rencana terlebih
dahulu”. Oleh karena dalam pasal 340 mengulang lagi seluruh unsur pasal 338, maka
pembunuhan berencana dapat dianggap sebagai pembunuhan yang berdiri sendiri
(een zelfstanding misdrijf ) lepas dan lain dengan pembunuhan biasa dalam bentuk
pokok (338), contoh suatu kasus yang masih bersangkutan dengan kejahatan
mutilasi, yang menggunakan penerapan pasal tersebut, yaitu :
Dalam kasus Very Idham Henyansyah alias Ryan akan duduk di kursi pesakitan
pada Rabu 26 November 2008. Terdakwa kasus mutilasi Heri Santoso ini akan
dikenai pasal berlapis dengan ancaman hukuman mati. Ryan akan didakwa pasal 340
KUHP dengan ancaman hukuman mati, subsider pasal 339 KUHP tentang
pembunuhan diikuti perampasan barang dengan ancaman hukuman seumur hidup,
dan lebih subsider pasal 338 KUHP dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain
11 Adami Chazawi, Op. Cit, hal 81
20
ancaman hukuman 15 tahun penjara serta pasal 365 ayat 3 KUHP tentang pencurian
didahulukan dengan kekerasan dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara.
Kasus pembunuhan berencana yang juga menyumbang vonis mati. Di Batam
Pengadilan Negeri Batam memvonis Yehezkiel Ginting atas suatu kasus
pembunuhan berencana terhadap satu keluarga, pada 31 Desember 2005. Di
Sumatera Utara, Pengadilan Negeri Lubuk Pakam memvonis Ronald Sagala dan
Nasib Purba untuk kasus pembunuhan terhadap satu keluarga di Dusun III, Desa
Naga Lawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, 8 Mei 2006.12
Dalam kejahatan mutilasi adanya suatu perbuatan hukum. Hukum abadi dan kodrati
pada dasarnya berisi pola umum tentang perbuatan manusia berdasarkan aksioma
bahwa perbuatan mengikuti keberadaan. 13
Adanya unsur dengan rencana terlebih dahulu, pada dasarnya mengandung 3 syarat /
unsur, yaitu:14
a. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang;
Pada saat memutuskan kehendak untuk membunuh itu dilakukan dalam suasana
(batin) yang tenang. Suasana (batin) yang tenang, adalah suasana tidak tergesa-gesa
atau tiba-tiba, tidak dalam keadaan terpaksa dan emosional yang tinggi. Sebagai
indikatornya ialah sebelum memutuskan kehendak untuk membunuh itu, telah
dipikirnya dan dipertimbangkannya, telah dikaji untung dan ruginya. Pemikiran dan
12 Dua Pembunuh Divonis Mati, Media Indonesia, 16 November 2006.13 RB. Soemanto, Hukum dan Sosiologi Hukum-pemikiran,teori dan masalah, Surakarta, Seri Buku teks, 14 Adami Chazawi, Op. Cit, hal 82
21
pemikiran seperti itu hanya dapt dilakukan apabila ada dalam suasana tenang, dan
dalam suasana tenang sebagaimana waktu ia memikirkan dan mempertimbangkan
dengan mendalam itulah ia akhirnya memutuskan kehendak untuk berbuat.
Sedangkan perbuatannya tidak diwujudkan ketika itu.
b. Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan
pelaksanaan kehendak;
Ada tenggang waktu yang cukup, antara sejak timbulnya/diputuskannya kehendak
sampai pelaksanaan keputusan kehendaknya itu. Waktu yang cukup ini adalah relatif,
dalam arti tidak diukur dari lamanya waktu tertentu, melainkan bergantung pada
keadaan atau kejadian kongkret yang berlaku. Tidak terlalu singkat, karena jika
terlalu singkat, tidak mempunyai kesempatan lagi untuk berpikir-pikir, karena
tergesa-gesa, waktu yang demikian sudah tidak menggambarkan terlalu lama sudah
tidak lagi menggambarkan ada hubungan antara pengambilan putusan kehendak
untuk membunuh dengan pelaksanaan pembunuhan. Sebagai adanya hubungan itu,
dapat dilihat dari indikatornya bahwa dalam waktu itu: (1) dia masih sempat untuk
menarik kehendaknya membunuh, (2) bila kehendaknya sudah bulat, ada waktu yang
cukup untuk memikirkannya misalnya bagaimana cara dan dengan alat apa
melaksanakannya, bagaimana cara untuk menghilangkan jejak, untuk menghindari
dari tanggung jawab, punya kesempatan untuk memikirkan rekayasa. Mengenai
adanya cukup waktu, dalam tenggang waktu mana ada kesempatan untuk
memikirkan dengan tenang untung ruginya pembunuhan itu dan lain sebagainya,
sebagaimana yang diterangkan diatas, dapat disimak dalam suatu arrest HR (22-3-
22
1909) yang menyatakan bahwa “untuk dapat diterimanya suatu rencana terlebih
dahulu, maka adalah perlu adanya suatu tenggang waktu pendek atau panjang dalam
mana dilakukan pertimbangan makna dan akibat-akibat perbuatannya, dalam suatu
kejiwaan yang memungkinkan untu berpikir”15
c. Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang
Mengenai syarat yang ketiga, berupa pelaksanaan pembunuhan itu dilakukan dalam
suasana (batin) tenang, bahkan syarat ketiga ini diakui oleh banyak orang sebagai
yang terpenting. Maksudnya suasana hati pada saat melaksanakan pembunuhan itu
tidak dalam suasana yang tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut yang
berlebihan dan lain sebagainya.
SIMPULAN
Kejahatan mutilasi merupakan kejahatan yang sengaja dilakukan oleh pelaku
kejahatan, dimana pelaku kejahatan tersebut tidak hanya membunuh atau
menghilangkan nyawa orang lain melainkan melakukan niatnya untuk merencanakan
memotong-motong setiap bagian tubuh si korbannya. Kejahatan mutilasi tersebut
merupakan kejahatan terhdap nyawa dengan sifat pembunuhan berencana yang
dilakukan secara sadis oleh pelaku dengan cara memotong bagian-bagian tubuhnya.
Pembunuhan dengan rencana lebih dulu atau disingkat dengan pembunuhan
berencana, adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh
15 Soenarto Soebroto, KUHP dan KUHAP dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad, Penerbit PT Raja Grafindo, jakarta, 1994
23
bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam pasal 340 yang rumusannya
adalah:
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu menghilangkan
nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana
mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20
tahun.
Dari sisi perbuatan tindakan kriminalnya dalam pembunuhan yang disertai tindakan
sadis berupa memotong bagian tubuh dari korban, maka pantaslah kalau dalam
keputusan pengadilan, si pelaku harus dijatuhi hukuman mati. Perlu diketahui, bahwa
mutilasi dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan jejak.
ada 1982 Bk semua jenis