skripsi mutilasi
Transcript of skripsi mutilasi
GAMBARAN MOTIVASI DAN KESIAPAN UNTUK BERUBAH PADA NARAPIDANA KASUS MUTILASI
(Studi Narapidana Mutilasi di Rutan Jambe Kelas I Kab. Tangerang)
Disusun Oleh :
Dukut Pamungkas46107010003
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCUBUANA
2013
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan
Lembar Pernyataan
Abstrak
Kata Pengantar
Daftar Isi...................................................................................................................i
Daftar Bagan dan Tabel...........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang Masalah.....................................................................1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................7
1.3. Tujuan Penelitian................................................................................7
1.4. Manfaat Penelitian..............................................................................7
1.5. Sistematika Penulisan.......................................................................9
BAB II LANDASAN TEORI................................................................................11
2.1. Transtheoritical Model Stage of Change..........................................11
2.1.1. Pengertian Transtheoritical Model of Change........................11
2.1.2. Tahap Perubahan Perilaku dengan Transtheoritical Model...13
2.2. Pengertian Perilaku...........................................................................14
2.2.1. Perubahan Perilaku.................................................................17
2.3. Kesiapan Untuk Berubah..................................................................18
2.4. Mutilasi.............................................................................................19
2.4.1. Pengertian Mutilasi.................................................................19
2.4.2. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Mutilasi..........................20
2.4.3. Jenis-jenis Mutilasi..................................................................21
2.5. Remaja..............................................................................................22
2.5.1. Pengertian Remaja..................................................................22
2.5.2. Karakteristik Remaja..............................................................24
2.6. Kenakalan Remaja...........................................................................31
2.6.1. Pengertian Kenakalan Remaja................................................31
2.6.2. Ciri-ciri Kenakalan Remaj......................................................31
2.6.3. Bentuk Kenakalan Remaja. .....................................................32
2.6.4. Faktor Yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja...................36
2.7. Pengertian Narapidana......................................................................39
2.8. Pengertian Rutan..............................................................................39
2.9. Kerangka Berpikir............................................................................41
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................42
3.1. Metode Penelitian............................................................................42
3.2. Subjek Penelitian..............................................................................42
3.3. Karakteristik Subjek.........................................................................43
3.4. Metode Pengumpulan Data..............................................................43
3.4.1. Wawancara.............................................................................43
3.4.2. Observasi...............................................................................44
3.4.3. Prosedur Pengambilan Subjek...............................................45
3.5. Alat Bantu Penelitian......................................................................45
3.6. Prosedur Analisis Data.....................................................................46
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................48
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................50
LAMPIRAN 1 Informed Concent..............................................................51
LAMPIRAN 2 PedomanWawancara.........................................................55
LAMPIRAN 3 Pedoman Observasi...........................................................61
LAMPIRAN 4 Dokumentasi......................................................................63
JADWAL RENCANA PELAKSANAAN................................................64
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan
permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis,
cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.
1.1. Latar Belakang Masalah
Remaja merupakan usia dimana seseorang mengalami suatu masa
peralihan antara masa kanak-kanak dan dewasa (Steinberg, 2002). Menurut Jean
Piaget, pada awal masa remaja, pikiran menjadi abstrak, konseptual, dan
berorientasi-masa depan (future oriented), Ia menyebutkan masa ini sebagai
stadium operasional formal. Hurlock (1999) memberi batasan usia kronologis
remaja yaitu antara 13 hingga 18 tahun. Remaja sering dihubungkan dengan
penyimpangan dan ketidakwajaran, karena adanya perubahan yang terjadi pada
masa remaja meliputi perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional
(Santrock, 2003).
Perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja tersebut membuat
remaja menjadi pribadi yang penuh gejolak emosi serta dipenuhi ketidak
2
seimbangan sehingga mudah terpengaruh oleh lingkungan. Keingintahuan yang
besar pada remaja, pengaruh negatif media dan lingkungan bermain, kondisi
keluarga yang kurang kondusif (kesibukan orang tua, pola asuh yang kurang tepat,
dan kondisi keluarga yang kurang harmonis) menjadi faktor yang berpengaruh
terhadap penyimpangan pada masa remaja (Masngudin, 2004). Salah satu bentuk
penyimpangan pada masa remaja adalah kasus kriminal yang dilakukan oleh
remaja. Kasus kriminal yang sering dilakukan oleh remaja adalah melanggar
ketertiban (pasal 154-181 KUHP), kejahatan susila (pasal 281-297 KUHP),
penganiayaan (pasal 351-355 KUHP), pencurian (pasal 362-364 KUHP),
perampokan (pasal 365 KUHP), kejahatan narkotika (UU No. 135/09),
penggunaan senjata tajam (UU Darurat No. 23/51), dan kekerasan terhadap anak
(UU No. 23/02). Kasus–kasus tersebut membawa remaja berurusan dengan
lembaga hukum dan beberapa remaja yang divonis bersalah kemudian menjalani
masa-masa berada dirumah tahanan sebagai narapidana (Widianti, 2011).
Narapidana adalah individu pelaku tindak pidana yang telah diputus
bersalah oleh majelis hakim dan dihukum penjara selama kurun waktu tertentu,
kemudian ditempatkan dalam rumah tahanan sebagai tempat pelaksanaan
hukuman tersebut (Atmasasmita, 1995).
Lembaga pemasyarakatan atau yang lebih dikenal dengan nama Lapas
sebagai salah satu institusi penegakan hukum merupakan muara dari peradilan
pidana yang menjatuhkan pidana penjara kepada para terpidana. Hal lain yang
terjadi adalah berubahnya fungsi Lembaga Pemasyarakatan didalam
3
menempatkan narapidana. Namun sekarang tidak hanya Lembaga
Pemasyarakatan yang berfungsi menampung narapidana. Rutan atau Rumah
Tahanan juga difungsikan sebagai tempat penampungan narapidana. Berdasarkan
pasal 38 ayat (1) jo. Penjelasan PP No. 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan
KUHAP, Menteri dapat menetapkan Lapas tertentu sebagai Rutan.Kemudian,
dengan adanya Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. M.04.UM.01.06 Tahun
1983 tentang Penetapan Lembaga Pemasyarakatan Tertentu sebagai Rumah
Tahanan Negara, Lapas dapat beralih fungsi menjadi Rutan, dan begitu pula
sebaliknya. Mengingat kondisi banyak Lapas telah melebihi kapasitas, karenanya
terdakwa yang telah menjalani hukuman di Rutan, yang seharusnya pindah dari
Rutan untuk menjalani hukuman ke Lapas, banyak yang tetap berada di dalam
Rutan hingga masa hukuman mereka selesai (Alina, 2012).
Rumah tahanan merupakan suatu institusi yang diberi kewenangan untuk
memperbaiki perilaku pelanggar hukum (Atmasasmita, 1995). Pengertian Rumah
Tahanan Negara menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Pasal 1
Nomor 2 disebutkan bahwa “Rumah Tahanan Negara selanjutnya disebut
RUTAN adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan”. Rumah tahanan
adalah suatu tempat untuk orang-orang yang dalam masa penahanan. Penahanan
adalah upaya paksa menempatkan tersangka atau terdakwa di suatu tempat yang
telah ditentukan, karena alasan dan dengan cara tertentu (UU No. 8 tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 1) Beccaria (1998 dalam, Sriati &
Widiasih, 2009).
4
Remaja yang baru pertama kali menjalani hukuman di rumah tahanan
dituntut untuk mampu beradaptasi dan bersosialisasi dengan peraturan penjara
yang sangat menekan, rutinitas kehidupan penjara yang sangat membosankan, dan
kehidupan sosial bersama narapidana lain yang sering terjadi keributan,
pemerasan, dan tindakan kekerasan yang dirasakan sebagai suatu penderitaan lain
disamping hukuman pidana sendiri (Atmasasmita, 1995). Kecenderungan anak
berbuat kriminal, kebanyakan disebabkan kondisi eksternal, bukan dorongan
kesadaran diri. Menyedihkan ketika anak dimasukkan ke dalam lembaga yang
sebetulnya sebagai tempat atau proses pembinaan ternyata tidak lagi terbuka
untuk memperbaiki masa depannya. Data dunia menyebutkan bahwa 50% sampai
dengan 70% anak yang dibebaskan dari proses pembinaan di lembaga
pemasyarakatan itu menjadi residivis (Distia, 2008). Pemberian jaminan adanya
kepastian hukum di Indonesia dijelaskan oleh Sudarsono (1995 dalam Handayani
2010), terutama mengenai hukum pidana. Kepastian hukum ini tidak hanya
ditujukan bagi pelaku tindak pidana dalam usia dewasa, tetapi juga untuk anak
yang belum dewasa, termasuk remaja. Menurut Prinst (1997 dalam, Handayani
2010 ), penjatuhan hukuman dan pengadilan terhadap anak maupun remaja yang
melakukan tindak kejahatan ada kalanya dilakukan untuk mempertanggung
jawabkan perbuatan yang telah dilakukannya. Sesuai hukum pidana anak,
Sudarsono (1995 dalam, Handayani 2010) menerangkan bahwa remaja yang
bersalah dan harus menjalani pidana penjara, maka ia akan menjalani pidana di
penjara khusus atau biasa dikenal dengan Lembaga Pemasyarakatan Anak. Fungsi
mengenai Lembaga Pemasyarakatan Anak adalah tempat pendidikan dan
5
pembinaan bagi Anak Didik Pemasyarakatan yang meliputi Anak Pidana, Anak
Negara, dan Anak Sipil (Mulyadi, 2005). Pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan
ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak yang harus terpisah dari Lembaga
Pemasyarakatan orang dewasa. Lembaga Pemasyarakatan Anak ini berisi para
terdakwa tindak pidana dengan batasan umur sampai 18 tahun, sehingga penghuni
Lembaga Pemasyarakatan Anak ini sebagian besar adalah para narapidana remaja.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tetang
Pemasyarakatan, khususnya Pasal 14 mengenai hak-hak narapidana, merupakan
dasar bahwasanya narapidana harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi
dalam satu sistem pembinaan yang terpadu. Tujuan pidana penjara dititik beratkan
pembinaan narapidana. Pembinaan adalah satu bagian dari proses rehabilitasi
watak dan perilaku narapidana selama menjalani hukuman hilang kemerdekaan,
sehingga ketika mereka keluar dari Rumah Tahanan (Rutan) mereka telah siap
berbaur kembali dengan masyarakat. Karena pidana penjara itu sudah mempunyai
tujuan, maka tidak lagi tanpa arah atau tidak lagi seakan-akan menyiksa.
Pelaksanaan pembinaan narapidana di Rumah Tahanan adalah sebagai jalan
keluar untuk membina dan juga untuk mengembalikan narapidana ke jalan yang
benar. Perilaku-perilaku menyimpang yang dulu pernah mereka lakukan
diharapkan tidak akan terjadi lagi dan mereka dapat berubah menjadi anggota
masyarakat yang bertingkah laku baik (Puspaningtyas, 2011).
Perubahan perilaku ke arah yang lebih baik pada narapidana remaja yang
sudah tentunya melalui proses atau tahapan dan tahapan itulah yang ingin peneliti
6
ketahui, dengan mengacu kepada suatu teori yang tepat untuk mengetahui
bagaimana tahapan perubahan perilaku yang terjadi pada narapidana remaja yang
telah menjalani masa hukuman di Rumah Tahanan melalui model transteori.
Model transteori merupakan model modifikasi perilaku yang
dikembangkan oleh W.F Prochaska. Prochaska menemukan bahwa perubahan
perilaku lebih rumit dari pada yang dijelaskan oleh banyak teori. Prochaska
meninjau teori yang sudah ada dengan psikoterapi termasuk psikoanalitik,
humanistik/eksistensial, gestalt/eksperiensial, kognitif, dan perilaku ilmu
pengetahuan. Akhirnya Prochaska mengambil kesimpulan bahwa semua teori ini
mempunyai kelebihan dalam membantu orang mengubah perilaku mereka, tetapi
juga memiliki keterbatasan. Kemudian Prochaska memasukkan proses perubahan
perilaku dari semua teori tersebut ke dalam Transtheoritical. Prochaska (1979,
dalam Riska, 2010).
Lalu Prochaska mengembangkannya menjadi model modifikasi perilaku
untuk masalah kenakalan remaja dan masalah sosial (Sugiarto, 2010). Dengan
pendekatan yang berpijak pada model perubahan intensional yang terintegrasi dan
berfokus pada proses pengambilan keputusan individu yang mengandung unsur
perilaku, kognitif dan emosi, maka model ini dapat dipakai untuk mengetahui
bagiaman tahapan perubahan perilaku pada narapidana remaja yang memiliki
banyak perilaku negatif.
Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian ini agar dapat mengetahui
dan memahami bagaimanakah gambaran tahapan perubahan perilaku dengan
7
model transteori pada narapidana remaja dilingkungan Rutan Jambe Kelas I Kab
Tangerang.
Dalam melaksanakan penelitian terhadap topik ini, peneliti menggunakan
pendekatan penelitian kualitatif dengan tujuan untuk mendapatkan Gambaran
Tahapan Perubahan Perilaku Dengan Transtheoritical Model Pada Narapidana
Remaja Di Rutan Jambe Kelas I Kab Tangerang secara spesifik dan menyeluruh.
Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan observasi dan
wawancara mendalam terhadap para subjek.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan
utama yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah :
“Bagaimanakah gambaran tahapan perubahan perilaku dengan Transtheoritical
Model pada narapidana remaja di Rutan Jambe Kelas I Kab Tangerang?”
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai tahapan
perubahan perilaku dengan Transtheoritical Model pada narapidana remaja di
Rutan Jambe Kelas I Kab Tangerang.
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan yang ingin dicapai dari
penulisan proposal ini, diharapakan proposal ini dapat memberikan manfaat bagi
pembacanya. Manfaat yang dimaksud adalah manfaat dari segi praktis dan
teoritis.
8
Secara teoritis, diharapkan proposal ini dapat memberikan manfaat sebagai
berikut :
1) Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
informasi berdasarkan bukti ilmiah mengenai tahapan perubahan perilaku
dengan Transtheoritical Model pada narapidana usia remaja di lingkungan
Rumah Tahanan (Rutan) Jambe Tigaraksa Kab Tangerang dan memberi
penjelasan yang cukup komprehensif mengenai permasalahan peneliti
yang telah disebutkan sebelumnya bagi pihak Rutan.
2) Selain itu penelitian ini juga di harapkan dapat menjadi bahan bagi
pengembangan wacana psikologi remaja dan psikologi sosial.
3) Memperkaya khasanah penelitian psikologi terutama mengenai tahapan
perubahan perilaku dengan Transtheoritical Model pada narapidana
khususnya narapidana remaja yang berada dilingkungan Rutan Jambe
Tigaraksa Kab Tangerang.
4) Menjadi bahan masukkan yang berguna bagi masyarakat pada umumnya
dan mahasiswa-mahasiswi psikologi khususnya dalam melihat gambaran
para narapidana remaja dalam menjalani kehidupannya.
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat :
1) Bagi remaja, Sebagai bahan acuan khususnya untuk remaja agar dapat
memperoleh informasi yang tepat dan benar tentang bagaimana gambaran
perilaku dirinya dengan harapan dapat berperilaku sesuai dengan aturan
dan norma – norma yang berlaku dalam masyarakat
9
2) Bagi orang tua, Diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu acuan
khususnya orang tua agar dapat memperhatikan dan membimbing anak-
anak mereka yang usianya masih remaja agar terhindar hal- hal yang
negatif.
3) Bagi peneliti, Bagi peneiti, selanjutnya dapat menambah pengetahuan dan
wawasan tentang gambaran tahapan perubahann perilaku sehingga dapat
dilakukan penelitian lanjutan dan menjadi bahan awal masukan untuk
berdiskusi dalam mengembangkan penelitian.
4) Bagi Lembaga pemasyarakatan, Diharapkan penelitian ini menjadi bahan
informasi dan edukasi bagi Lembaga pemasyarakatan dalam pembinaan
narapidana khususnya yang berusia remaja.
1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan proposal ini terdiri atas 3 bab, yaitu Pendahuluan,
Landasan Teori, Metode Penelitian.
BAB 1 Pendahuluan
Pada Bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang timbulnya masalah
yang mendasari penelitian ini, mengapa penelitian ini dilakukan, serta penjelasan
mengenai tujuan dari penelitian ini.
BAB II Landasan Teori
Pada Bab ini menjabarkan tinjauan kepustakaan yang menjelaskan
berbagai teori-teori mengenai Transtheoritical Model, Perubahan Perilaku,
Kesadaran untuk berubah (readiness to change), Pengertian remaja, Pengertian
10
Narapidana, Narapidana Remaja, Pengertian Rumah Tahanan, Perubahan Perilaku
pada Narapidana Remaja.
BAB III Metode Penelitian
Pada Bab III ini terdapat penjelasan mengenai metode penelitian kualitatif
yang digunakan, penjelasan mengenai seubjek penelitian, alasan pemilihan dan
karakteristik subjek, juga diuraikan prosedur penelitian, instrumen penelitian dan
teknik analisis data yang digunakan.
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan diuraikan mengenai teori-teori yang menjadi landasan
penelitian. Bagian pertama menjelaskan pengertian Transtheoritical Model,
tahapan-tahapan Transtheoritical Model, dilanjutkan dengan bagian kedua yaitu
pembahasan mengenai Remaja, karakteristik remaja, tugas perkembangan remaja.
Bagian ketiga adalah pembahasan mengenai pengertian narapida, narapidana
remaja, pengertian rumah tahanan dan perubahan perilaku pada narapidana
remaja.
2.1. Motivasi
2.1.1 Definisi Motivasi
Beberapa ahli yang melakukan penelitian mengenai motivasi mengatakan
bahwa meskipun motivasi merupakan hal yang dapat setiap saat ditemui karena
mendasari terjadinya sebagian besar tingkah laku, memberikan penjabaran
mengenai apa itu motivasi bukanlah merupakan hal yang mudah. Namun
demikian beberapa ahli mencoba memberikan pendapat mengenai definisi
motivasi. Salah satu definisi tersebut diantaranya adalah:
“the chief problem that the psychologist is concerned with, when he speaks
of motivation, is not arousal activity but its patterning and direction. The
term motivation then refers: 1. To the existence of an organized phase
12
sequence, 2. To its direction or content, 3. To its persistence in a given
direction, or stability of content”
2.1. Transtheoritical Model of The Stage of Change
2.1.1 Pengertian Transtheoritical Model of The Stage of Change
Model Transteori ditemukan oleh W.F. Prochaska (Prochska &
DiClemente, 1993 dalam Riska, 2010 ) model transteori ini adalah gabungan
konstruk dari beberapa teori lain yang secara terintegrasi dipakai sebagai salah
satu model intervensi masalah sosial. Model transteori mencoba menerangkan
serta mengukur perilaku dengan tidak bergantung pada perangkap teoritik
tertentu. Prochaska dan peneliti lainnya menemukan bahwa perubahan perilaku
lebih rumit dari pada yang dijelaskan oleh banyak teori. Mereka meninjau teori
yang sudah ada dengan psikotherapi termasuk psychoanalitic,
humanistic/eksistensial, gestalt/eksperiensial, kognitif dan perilaku ilmu
pengetahuan. Akhirnya mereka mengambil kesimpulan bahwa semua teori ini
mempunyai kelebihan dalam membantu orang mengubah perilaku mereka, tetapi
juga memiliki keterbatasan. Kemudian mereka memasukkan proses perubahan
perilaku dari semua teori tersebut ke dalam model transteori Prochaska (1979,
dalam Riska, 2010).
13
Model transteori sejalan dengan teori-teori rasional atau teori-teori
pembuatan keputusan terutama dalam mendasarkan diri pada proses-proses
kognitif untuk menjelaskan perubahan perilaku (Prochaska. et.al, 1979 dalam,
Riska 2010). Transtheoritical of Model of change didasarkan pada asumsi bahwa
perubahan perilaku merupakan suatu proses dan bahwa setiap orang berada dalam
tingkatan yang berlainan berkaitan dengan motivasi dan kesiapan untuk berubah.
Manusia pada berbagai tingkatan proses perubahan dapat menarik manfaat dari
intervensi yang berbeda. Dengan kata lain, metode yang digunakan untuk suatu
hasil yang diinginkan tidak berlaku secara umum karena setiap orang tidak selalu
berada pada tingkatan atau tahapan kesiapan yang sama.
Model teori perubahan perilaku, yang telah dijadikan dasar dalam
mengembangkan intervensi yang efektif untuk perubahan perilaku. Model
transteori menjelaskan bagaimana individu mengubah masalah perilaku atau
mendapatkan perilaku positif. Pendekatan yang dilakukan dalam model ini adalah
dengan menggunakan pendekatan riset aksi (action research), konsep partisipasi,
dan pemberdayaan komunitas (community development) melalui tahapan-tahapan
Procontemplation, Contemplation, Pereparation, Action sampai Maintenance
(Riska, 2010).
2.1.2 Tahapan Perubahan Transtheoritical Model of Stage Change
Transtheoritical Model yang diperkenalkan oleh James Prochaska, John
Norcross dan Carlo DiClemente (1994) dalam W. F, Velicer, dkk. (1998),
menggambarkan bahwa seseorang dianggap berhasil dan permanen mengadopsi
suatu perilaku bila telah melalui lima tahap perubahan meliputi:
14
1. Pra Perenungan (Precontemplation)
Tahap manakala seseorang tidak peduli untuk melakukan aksi terhadap
masa depan yang dapat diperkirakan, biasanya diukur dalam enam bulan
berikutnya. Orang pada tahap ini disebabkan oleh tidak tahu atau kurang
tahu mengenai konsekuensi suatu perilaku atau mereka telah mencoba
berubah beberapa kali dan patah semangat terhadap kemampuan
berubahnya.
2. Perenungan (Contemplation)
Tahap manakala seseorang peduli untuk berubah pada enam bulan
berikutnya. Mereka lebih peduli kemungkinan perubahan tetapi seringkali
peduli terhadap konsekuensi secara akut. Keseimbangan antara biaya dan
keuntungan perubahan dapat menimbulkan amat sangat ambivalen,
sehingga dapat menahan seseorang dalam tahap ini untuk waktu yang
lama.
3. Persiapan (Preparation)
Tahap manakala seseorang peduli melakukan aksi dengan segera di masa
mendatang, biasanya diukur bulan berikutnya. Mereka telah secara khusus
melakukan beberapa aksi yang signifikan pada tahun sebelumnya.
4. Aksi (Action)
Tahap manakala seseorang telah membuat modifikasi yang spesifik dan
jelas pada gaya hidupnya selama enam bulan terakhir. Karena aksi ini
dapat diamati, perubahan perilaku sering disetarakan sebagai aksi. Dalam
15
Transtheoritical Model, aksi hanya satu dari lima tahap, tidak semua
modifikasi perilaku disebut sebagai aksi.
5. Pemeliharaan (Maintenance)
Tahap manakala seseorang berupaya untuk mencegah kambuh tetapi
mereka tidak menerapkan proses perubahan sesering aksinya. Mereka
tidak tergiur untuk kembali dan meningkatkan dengan lebih percaya diri
untuk melanjutkan perubahannya. Pada tahap ini perilaku baru menjadi
stabil atau kecil kemungkinannya kembali kepada pola lama, tetapi tetap
mungkin dapat kambuh (relapse). Relapse selalu mungkin terjadi pada
tahap action dan maintenance. Relapse dapat terjadi dengan berbagai
penyebab.
2.1.3 Subproses Perubahan Perilaku
Terdapat sepuluh subproses menjadi bagian dari proses perubahan perilaku
sehingga individu sampai ke tahap maintenance. Ke sepuluh subproses tersebut
diklasifikasikan ke dalam dua kelas yaitu experiental processes yang terjadi pada
lima proses awal dan lima proses berikutnya dinamakan behavioral processes.
Untuk lebih jelasnya kesepuluh proses tersebut sebagai berikut:
I. Proses Perubahan: Pengalaman (experiental)
1) Consciousness Raising
Proses ini melibatkan peningkatan kesadaran akan penyebab, konsekuensi
dan penyembuhan
2) Dramatic Relief
16
Proses ini melibatkan peningkatan pengalaman secara emosional yang
diikuti pengurangan pengaruh dari
3) Enviromental Reevaluation
Mengkombinasikan penilaian secara efektif dan kognitif tentang
4) Social Liberation
Melibatkan peningkatan kesempatan sosial atau alternatif bagi para
5) Self Reevaluation
Mengkombinasikan penilaian secara afektif dan kognitif tentang citra diri
yang berhubungan atau tidak berhubungan
II. Proses Perubahan: Perilaku (Behavioral)
6) Stimulus Control
Memindahkan hal-hal yang menjadi pencetus (cue)
7) Helping Relationship
Mengkombinasikan keperdulian, kepercayaan, keterbukaan, dan
peneriamaan sebagai dukungan untuk perubahan ke arah perilaku yang
sehat.
8) Counter Conditioning
Pembelajaran perilaku sehat baru untuk menggantikan perilaku bermasalah
9) Reinforcement Management
Menyediakan konsekuensi untuk langkah-langkah perbaikan yang
dilakukan. Penggunaan hukuman (punishment) juga dapat diterapkan
tetapi dengan tetap berpegangan reinforcement lebih efektif pada proses
perubahan ini.
17
10) Self Liberation
Keyakinan bahwa seseorang dapat sembuh dan membuat komitmen
dengan keyakinan tersebut (Velicer, Prochaska, Fava, Norman & Redding,
1998).
2.2 Perilaku
2.2.1 Pengertian Perilaku
Perilaku yaitu suatu fungsi dari interaksi antara seseorang individu dengan
lingkungannya, baik yang diamati secara langsung ataupun yang diamati secara
tidak langsung.Pada umumnya perilaku manusia berbeda, karena dipengaruhi oleh
kemampuan yang tidak sama. Pada dasarnya kemampuan ini amat penting
diketahui untuk memahami mengapa seseorang berbuat dan berperilaku berbeda
dengan yang lain. Jadi dengan kata lain perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh
organisme yang bersangkutan ( Thoha, 1979).
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup)
yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk
hidup mulai tumbuh-tumbuhan, binatang sampaidengan manusia itu berperilaku,
karena mereka mempunyai aktifitas masing-masing (Notoatmodjo, 2007)
Menurut Notoatmodjo (2007) dilihat dari bentuk respon stimulus ini
maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
1) Perilaku tertutup (covert behavior)
Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas
padaperhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi
18
pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain.
2) Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam atau praktik
(practice) yang dengan mudah diamati atau dilihat orang lain .
Menurut Notoadmodjo (2003) seseorang yang menerima atau mengadopsi
perilaku baru dalam kehidupannya dalam 3 tahap, yaitu : pengetahun, sikap,
praktek atau tindakan.
1). Pengetahuan
Pengetahuan merupakan Justified true believe. Artinya seseorang
individu membenarkan kebenaran atas kepercayaan berdasarkan
observasinya mengenai dunia. Jadi bila seseorang menciptakan
pengetahuan, ia menciptakan pemahaman atas suatu situasi baru dengan
cara berpegang pada kepercayaan konstruksi dari kenyataan, dibandingkan
sesuatu yang benar secara abstrak. Penciptaan pengetahuan tidak hanya
merupakan kompilasi dari fakta-fakta, namun suatu proses yang unik pada
manusia yang sulit disederhanakan atau ditiru. Penciptaan pengetahuan
melibatkan perasaan dan system kepercayaan (belief system) dimana
perasaaan atau system kepercayaan itu bisa tidak disadari. Misalnya,
seorang waria mempunyai pengetahuan mengenai kondom setelah dia
dapat melihat atau memegang dan menggunakan kondom tersebut.
Pengetahuan merupakan sesuatu yang eksplisit sekaligus dihayalkan.
Beberapa pengetahuan dapat dituliskan di atas kertas, diformulasikan
19
dalam bentuk-bentuk kalimat-kalimat, atau diekspresikan dalam bentuk
gambar. Untuk mengenali nilai dari pengetahuan hayalan dan memahami
bagaimana menggunakannya.
Penciptaan pengetahuan secara efektif bergantung pada konteks yang
memungkinkan terjadinya penciptaan tersebut. Konteks yang dimaksud
adalah ruang bersama yang dapat memicu hubungan-hubungan yang
muncul.
2. Sikap
Sikap bisa diartikan sebagai suatu syarat untuk munculnya suatu
tindakan.Konsep itu kemudian berkembang semakin luas dan digunakan
untuk menggambarkan adanya suatu niat yang khusus atau umum,
berkaitan dengan kontrol terhadap respons pada keadaan tertentu
(YOUNG, 1956). Adapun menurut Ancok (1985) yang mengartikan sikap
adalah suatu bentuk sikap positif atau negatif, tergantung pada segi positif
atau negatif dari komponen pengetahuan.
3. Tindakan
Terdapat hubungan yang erat antara sikap dan tindakan.Hal ini
didukung oleh pengertian sikap yang menyatakan bahwa sikap merupakan
kecenderungan untuk bertindak. Tindakan akan tampak lebih konsisten
dengan sikap bila suatu sikap individu dapat melakukan negosiasi dengan
kelompok atau bagian dari anggotanya.
Menurut Notoatmojo (2003) terdapat beberapa tingkatan dari
tindakan/praktek, yaitu :
20
a) Persepsi, yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
b) Respons terpimpin, yaitu dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang
benar atau sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek
tingkat dua.
c) Mekanisme, yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan
benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka
ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.
d) Adaptasi, yaitu suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik.
2.2.2 Perubahan Perilaku
Perilaku (dalam Notoatmojo, 2003) adalah apa yang dikerjakan oleh
organisme, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung. Secara
lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang
terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut.
Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang
sangat luas. Benyamin Bloom (1908 dalam, Notoatmojo 2003), membagi perilaku
itu ke dalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut
tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan
untuk kepentingan tujuan pendidikan. Bahwa dalam tujuan suatu pendidikan
adalah mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang
21
terdiri dari ranah kognitif (cognitif domain), ranah afektif (affective domain) dan
ranah psikomotor (psychomotor domain). Ketiga domain ini diukur dari:
a) Pengetahuan individu terhadap informasi yang diterima (knowledge)
b) Sikap atau tanggapan individu terhadap informasi yang diterima (attitude).
c) Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh individu sehubungan dengan
informasi yang diterima (practice).
2.3 Kesiapan Untuk Berubah (readiness to change)
2.3.1 Definisi Kesiapan Untuk Berubah (readiness to change)
Konsep kesiapan atau ‘readiness’ pertama kali dikemukakan oleh
Jacobson pada tahun 1957, dasar dari kesiapan sebagai sebuah konstruk yang unik
terbentuk melalui beberapa model teoritis yang mengacu pada proses perubahan
(Alaydrus, 2011). Kesiapan mengindikasikan kemauan untuk memberikan energi
fisik maupun mental demi terjadinya perubahan (Cummings & Worley, dalam
Alaydrus, 2011). Menciptakan kesiapan merupakan tindakan proaktif dari para
agen perubahan untuk mempengaruhi kepercayaan, sikap, maupun perilaku dari
para target perubahan (Applebaum & Wohl, dalam Alaydrus, 2011).
Kesiapan untuk berubah (readiness to change) merupakan sebuah sikap
yang komperhensif yang dipengaruhi secara stimultan oleh apa yang berubah (the
content), bagaimana perubahan tersebut dilakukan (the proses), keadaan dimana
perubahan tersebut akan berlangsung (the context) dan karakteristik dari orang
yang diminta untuk melakukannya (the individuals) yang terliputi secara bersama-
22
sama terefleksi ke dalam tingkatan seseorang atau sekelompok orang secara
kognitif dan emosional untuk cenderung menerima, embarce dan mengadopsi
perubahan yang dipersiapkan yang direncanakan untuk mengganti keadaan saat
ini (Fadhila, 2012).
Menurut Holt (2003, dalam Fadhila, 2012) kesiapan untuk berubah adalah
sebuah sikap yang komperhensif yang dipengaruhi secara simultan oleh hal apa
yang berubah, bagaimana perubahan tersebut dilakukan, keadaan dimana
perubahan tersebut akan berlangsung dan karakteristik dari orang yang diminta
untuk melakukannya yang terliputi secara bersama-sama terefleksi ke dalam
tingkatan menerima dan mengadopsi perubahan yang dipersiapkan serta yang
direncanakan untuk mengganti keadaan saat ini.
Sedangkan menurut Hanpachern (1997) konsep tentang kesiapan untuk
berubah berusaha untuk menjelaskan tentang kondisi-kondisi penting yang harus
ada sebelum seseorang dapat berhasil dalam menghadapi perubahan. Lebih lanjut
Hanpachen menjelaskan tentang resistensi terhadap perubahan. Pada fase awal,
biasanya akan terjadi resistensi, setelah berjalan, maka orang akan lebih terbuka
terhadap perubahan dan mulai mencari kesempatan untuk dapat berkembang
seiring perubahan tersebut. Ketika seseorang sudah semakin sadar dan memahami
arti perubahan tersebut, maka resistensi akan hilang dan akan terjadi komitmen
terhadap perubahan tersebut. Hanpachen (dalam Fadhila, 2012).
23
Perubahan menurut Robbins (2003) berkaitan dengan membuat segala
sesuatunya menjadi berbeda. Menurut Backer (1995), kesiapan individu untuk
berubah melibatkan keyakinan, sikap dan intensi individu sesuai dengan
perubahan yang dibutuhkan. Individu dapat mendukung atau menolak untuk
berubah, tergantung pada perubahan lingkungan, tipe perubahan yang
diperkenalkan, dan karakteristik orang yang ingin diubah dan change agent. Oleh
karena itu, intervensi untuk meningkatkan kesiapan untuk berubah adalah hal
yang penting. Rendahnya kesiapan untuk berubah dapat menyebabkan rendahnya
motivasi untuk berubah, atau bahkan melakukan tindakan-tindakan aktif untuk
menolak perubahan.
2.3.2 Dimensi Kesiapan Untuk Berubah (readiness to change)
Menurut Bouckenooghe & Devos (2007, dalam Susilowati, 2012) terdapat
tiga dimensi utama pada kesiapan untuk berubah (readiness to change), yaitu
dimensi emotional component, cognitive component, dan intentional component.
Berikut uraian dimensi-dimensi yang membentuk kesiapan untuk berubah:
1) Komponen Emosi (Emotional Component)
Komponen emosi atau afektif ini merujuk pada bagaimana perasaan
seorang individu terhadap perubahan yang terjadi dan melibatkan aspek
emosional dalam menghadapi perubahan.
2) Komponen Kognitif (Cognitive Component)
24
Komponen kognitif ini merujuk pada apa yang sebenarnya dipikirkan oleh
seseorang terhadap perubahan yang terjadi, berhubungan dengan pikiran
akan manfaat atau kerugian yang mungkin dia dapatkan dari perubahan
yang terjadi.
3) Komponen Intensi (Intentional Component)
Komponen intensi ini terkait dengan energi atau usaha yang dikeluarkan
atau digunakan seorang individu selama proses perubahan berlangsung
dan melibatkan komitmen dalam melaksanakan perubahan.
2.4 Mutilasi
2.4.1 Pengertian Mutilasi
Mutilasi adalah aksi yang menyebabkan suatu atau beberapa bagian tubuh
manusia tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya. Selain itu mutilasi dapat
diartikan juga pemotongan atau perusakan mayat, tidak jarang mempunyai motif
kejahatan seksual, dimana tidak jarang tubuh korban dirusak, dipotong-potong
menjadi beberapa bagian. Dari sisi ilmu kriminologi, secara definitif yang
dimaksud dengan mutilasi adalah terpisahnya anggota tubuh yang satu dari
anggota tubuh lainnya oleh sebab yang tidak wajar (Yurdan, 2010).
Mutilasi merupakan sebuah kebudayaan yang pada dasarnya telah terjadi
selama ratusan bahkan ribuan tahun. Maraknya metode mutilasi ini digunakan
oleh para pelaku kejahatan karena berbagai faktor, yaitu karena kondisi psikis dari
25
seseorang dimana terjadi gangguan terhadap kejiwaannya, selain itu faktor dari
sosial, faktor ekonomi, dan keadaan rumah tangga dari pelaku (Yurdan, 2010).
2.4.2 Faktor-faktor Penyebab Mutilasi
Faktor yang menyebabkan pelaku kejahatan pembunuhan melakukan
mutilasi yaitu menghilangkan identitas korban agar penyidikan yang dilakukan
menjadi sulit dan sulit pula untuk melakukan identifikasi korban. Selain itu
memudahkan pelaku kejahatan menyembunyikan atau membuang tubuh korban.
Selain itu faktor yang menyebabkan terjadinya mutilasi ialah faktor
kejiwaan, biologis dan sosiologis pelaku. Karena seseorang yang melakukan
mutilasi tentunya ada penyebab yang mempengaruhi orang tersebut melakukan
mutilasi, diantaranya yaitu faktor keluarga, lingkungan, maupun memang adanya
gangguan psikis dari orang tersebut.
Namun tidak semua pelaku mutilasi merupakan kelainan jiwa. Karena
mutilasi dapat dilakukan dalam keadaan masih hidup ataupun dalam keadaan
korban tidak lagi bernyawa. Mutilasi hanya mungkin dilakukan dalam keadaan
seseorang tersebut tidak stabil, misalnya dalam keadaan seorang pelaku tersebut
panik, ketakutan atau emosi yang berlebihan. Karena tidak semua orang dapat
melakukan mutilasi, hanya orang-orang yang mempunyai kemampuan tertentu
yang dapat mencabut nyawa orang lain.
Dengan ini ada dua hal atau penyebab mutilasi dilakukan, pertama mutilasi
dilakukan untuk menghilangkan jejak atau barang bukti. Dengan cara memotong
26
atau menyayat tubuh korban, sehingga akan membuat korban sulit di identifikasi
dengan harapan agar penyidikan akan menjadi sulit dan sekaligus memudahkan
pelaku untuk menyimpan atau membuang mayat korban. Kedua, mutilasi
dilakukan dengan alasan dendam kepada korban sehingga kematian korban
dengan cara sadis yang diinginkan oleh pelaku. Dengan demikian mutilasi dengan
alasan untuk menghilangkan jejak dan mutilasi dengan alasan dendam pribadi
merupakan dua hal yang berbeda (Yurdan, 2010).
2.4.3 Jenis-jenis Mutilasi
Mutilasi memiliki beberapa dimensi, seperti dimensi perencanaan
(direncanakan-tidak direncanakan), dimensi pelaku (individu-kolektif), dan
dimensi ritual atau inisiasi, serta dimensi kesehatan atau medis. Dengan demikian,
perbuatan memutilasi tidak dapat dipukul rata sebagai tindak kriminal yang dapat
dikenakan sanksi pidana. Dari berbagai macam jenis mutilasi, secara umum
setidaknya tindak pidana mutilasi dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Mutilasi defensif (defensive mutilation), atau disebut juga sebagai
pemotongan atau pemisahan anggota badan dengan tujuan untuk
menghilangkan jejak setelah pembunuhan terjadi. Motif rasional dari
pelaku adalah untuk menghilangkan tubuh korban sebagai barang bukti
atau untuk menghalangi diidentifikasinya potongan tubuh korban.
27
2. Mutilasi Ofensif (offensive mutilation), adalah suatu tindak rasional yang
dilakukan dalam keadaan mengamuk, “frenzied state of mind”. Mutilasi
kadang dilakukan sebelum membunuh korban.
Untuk dapat mengkategorikan mutilasi sebagai tindak pidana
dipergunakan kategori bahwa sebuah tindakan haruslah memenuhi beberapa
persyaratan, yaitu tindakan tersebut telah diatur di dalam ketentuan hukum
sebagai tindakan yang terlarang baik secara formil atau materil. Sampai saat ini
belum ada satupun ketentuan hukum pidana yang mengatuir tindak pidana
mutilasi ini secara jelas dan tegas baik umum maupun khusus (Hasibuan, 2010).
2.4.4 Gambaran Kepribadian Pelaku Mutilasi
2.7 Narapidana
2.7.1 Definisi Narapidana
Seseorang yang terpidana menjalani masa hukumannya di dalam penjara
statusnya menjadi narapidana.
“Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”
“Narapidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”
(UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan).
Di Lapas (Lembaga Pemasyarakatan), narapidana digolongkan
berdasarkan jenis kelamin, Usia, jenis kasus dan lama masa hukuman. Narapidana
28
wanita dan pria di tempatkan di Lapas yang terpisah, demikian pula antara
narapidana anak-anak, remaja, dan dewasa, ditempatkan di Lapas yang berbeda.
Selain itu dibedakan pula antara narapidana yang tersangkut kasus politik atau
subversi dan narapidana kriminal, dan dibedakan pula antara narapidana dengan
kasus kriminal dengan kekerasan dan tanpa kekerasan. Yang termasuk dalam
kriminal dengan kekerasan adalah pembunuhan dengan mutilasi.
2.7.2 Narapidana Pembunuhan Mutilasi
Narapidana pembunuhan mutilasi adalah narapidana yang menjalani
pidana yang ditempatkan di rumah tahanan atau di lembaga pemasyarakatan
karena kasus pembunuhan mutilasi. Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan
penelitian pada narapidana pembunuhan dengan mutilasi, karena subjek pada
penelitian berada di rumah tahanan dengan kasus pembunuhan mutilasi.
2.7.3 Maksud dan Tujuan Penahanan
Penahanan merupakan tidandakan menghentikan kemerdekaan seseorang,
sedangkan kemerdekaan itu adalah hak azasi manusia. Maksud dan tujuan
penahanan secara jelas digambarkan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) agar tidak
diartikan penahanan sebagai usaha legal mencabut kemerdekaan hak asasi
seseorang atau sekelompok individu. Dalam dua Kitab di atas diuraikan secara
sistematis alasan, prosedur, dan metode penahanan sehingga diharapkan tidak
bertentangan dengan HAM.
29
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan
undang-undang yang sangat menjunjung tinggi martabat dan harkat manusia,
karena itu penahanan di Rumah Tahanan Negara mempunyai maksud dan tujuan
yang terdapat di dalam Kitab Undang-undang Acara Pidana.
Di dalam pasal 21 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana pada ayat
1 berbunyi:
“Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap
seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana
berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan
kekhawatiran bahwa tersangkan atau terdakwa akan melarikan diri merusak atau
menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi tindak pidana”
Dari uraian tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa penahanan
dimaksudkan 1) Agar tidak menimbulkan kekhawatiran tersangka atau terdakwa
akan melarikan diri, 2) Agar tersangka atau terdakwa tidak merusak atau
menghilangkan barang bukti, 3) Agar tersangka atau terdakwa tidak mengulangi
tindak pidana lagi.
Di dalam pasal 20 KUHAP berbunyi:
Ayat 1. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu
atas perintah penyidik sebagaimana di maksud dalam 11
berwenang melakukan penahanan.
30
Ayat 2. Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum melakukan
penahanan atau penahanan lanjutan.
Ayat 3. Untuk kepentingan pemerikasaan hakim di sidang pengadilan
dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa tujuam penahanan
adalah 1) untuk kepentingan penyidikan, 2) Untuk kepentingan penuntutan 3)
Untuk kepentingan pemerikasaan oleh hakim di sidang pengadilan.
2.8 Rumah Tahanan
2.8.1 Definisi Rumah Tahanan
Rumah tahanan merupakan suatu institusi yang diberi kewenangan untuk
memperbaiki perilaku pelanggar hukum (Atmasasmita, 1995). Pengertian Rumah
Tahanan Negara menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Pasal 1
Nomor 2 disebutkan bahwa “Rumah Tahanan Negara selanjutnya disebut
RUTAN adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan”. Rumah tahanan
adalah suatu tempat untuk orang-orang yang dalam masa penahanan. Penahanan
adalah upaya paksa menempatkan tersangka atau terdakwa di suatu tempat yang
telah ditentukan, karena alasan dan dengan cara tertentu (UU No. 8 tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 1) Beccaria (1998 dalam, Sriati &
Widiasih, 2009).
31
2.8.2 Gambaran Umum Rumah Tahanan Jambe Kelas 1 A Kab. Tangerang
Berdasarkan pemetaan di Kab. Tangerang. Rumah Tahanan (Rutan) Jambe
terletak di.......?? kamu isi ya alamat lengkap rutannya. Kamu juga bikin susunan
organisasi yang ada di rutan jambe
32
2.9 Kerangka Berpikir
Jenis-jenis Pembunuhan
Mutilasi
Faktor-faktor Penyebab Pembunuhan Disertai
Mutilasi
Sanksi Hukuman
Menjadi Narapidana
Menjalani Hukuman dan Kehidupan di LAPAS
sosial
Gambaran Psychological Well-Being
Faktor-faktor yang mempengaruhi Psychological well-being
Dimensi-dimensi Psychological Well-Being
Psikologis
Melakukan Kejahatan/Tindak Pidana
Pembunuhan Disertai Mutilasi
Menjalani Hukuman di Lembaga Pemasyarakatan
Kehidupan dalam Lapas & Hubungan dengan
sesama penghuni Lapas
Aktivitas sehari-hari yang dilakukan di
Lapas
Perasaan yang dirasakan berdasarkan aktivitas
yang dilakukan di Lapas bersama penghuni Lapas
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang permasalahan penelitian, pendekatan
kualitatif, subjek penelitian, metode pengumpul data, dan prosedur penlitian.
3.1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan peneliti adalah metode kualitatif dimana
penyusun mendeskripsikan serta menjabarkan permasalahan yang ingin diteliti.
Penelitian kualitatif menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif
(Poerwandri, 2009). Menurut Basuki, 2006 (dalam Anjar 2007) penelitian
kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang
mendalam tentang masalah-masalah manusia dan sosial. Penelitian dilakukan
untuk mengembangkan pemahaman, penelitian membantu mengerti dan
menginterpretasikan apa yang ada dibalik peristiwa (Poerwandri, 2009).
3.2. Subjek Penelitian
Menurut Poerwandri (2009) menyatakan bahwa penelitian kualitatif berfokus
pada kedalaman dan proses kualitatif cenderung dilakukan dengan jumlah kasus
yang sedikit. Jumlah partisipan sangat tergantung pada apa yang ingin diketahui
peneliti, tujuan penelitian . Dalam penelitian ini, jumlah subjek yang digunakan
34
oleh penelitiadalah sebanyak tigaorang , yang mana mereka sudah sesuai dengan
karakterisktik subjek penelitian. Pada penelitian ini subjek dibatasi pada
narapidana dengan usia remaja.
3.3. Karakteristik Subjek
Adapun karakteristik dari subjek penelitian adalah :
1. Remaja laki-laki (usia 17-20 tahun)
2. Telah melakukan tindak pidana / kejahatan dan menjadi
Narapidana di Rutan Jambe Kelas I Kab. Tangerang
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Wawancara
Meleong (2006) menyakan bahwa wawancara merupakan percakapan
dengan maksud tertentu.Percakapan ini dilakukan oleh dua orang, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan. Susan Stainback dalam
Sugiyono (2010) mengemukakan bahwa dengan wawancara , maka peneliti
mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam
menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, yang tidak bisa ditemukan
melalui observasi. Sugiyono (2010) mengungkapkan , wawancara terbagi menjadi
wawancara tidak terstuktur dan wawancara semi terstruktur.
Penelitian ini menggunakan wawancara semi terstruktur. Wawancara ini
lebih bebas dan bertujuan menemukan permasalahan secara lebih terbuka.
Dimana pihak yang diajak wawancara dimintai pendapat, ide- idenya sesuai
35
dengan tujuan yang ingin dicapai peneliti yaitu ingin mengetahuigambaran
tahapan perubahan perilaku dengan metode tranteoritikal pada narapidana usia
remaja dilingkungan Rutan Jambe Tigaraksa Kelas I Kab. Tangerang.
3.4.2. Observasi
Istilah observasi berasal dari bahasa latin yang berarti “ melihat “ dan
memperhatikan”. Observasi yang berarti pengamatan bertujuan mendapatkan data
tentang suatu masalah sehingga diperoleh pemahaman sebagai alat pembuktian.
Obervasi merupakan suatu kegiatan memperhatikan secara akurat , mencatata
fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam
fenomena tersebut (Poerwandri, 2009).
Observasi merupakan metode pengumpulan data esensial dalam penelitian,
terutama penelitian kualitatif.Tujuannya adalah mendeskripsikan setting yang
dipelajari.Aktivitas yang berlangsung, orang- orang yang terlibat dan makna
kejadian dari persepktif mereka (Poerwandri, 2009). Menurut Sugiyono (2010),
observasi dapat dibedakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur.
Penelitian ini menggunakan observasi tidak tersetruktur, dimana peneliti
tidak mempersiapkan secara sistematis tentang apa yang diobservasi. Peneliti
dapat melakukan pengamatanbebas, mencatat hal menarik, melakukan analisi dan
membuat kesimpulan.
36
3.4.3. Prosedur Pengambilan Subjek
Dalam penelitian kualitatif, subjek umumnya diperoleh dengan purposif
dimana sampel tidak diambil secara acak tetapi mengikuti kriteria tertentu sesuai
dengan penelitian yang dilakukan (Poerwandari, 1998). Menurut Patton (dalam
Poerwandari, 2001), mengemukakan sepuluh macam metode pengambilan
sampel dalam penelitian kualitatif. Berdasarkan permasalahan tujuan dari
penelitian ini, maka pengambilan sampel yang digunakan adalah berdasarkan teori
atau berdasarkan konstruk opersional (theory-based/operational construct
sampling). Sampel dipilih dengan kriteria tertentu, berdasarkan teori atau konstruk
operasional sesuai studi-studi sebelumnya, atau sesuai tujuan peneliti. Hal ini
dilakuakan agar sampel sungguh-sungguh mewakili (bersifat representatif
terhadap) fenomena yang dipelajari.
3.5 Alat Bantu Penelitian
Dalam pengambilan data pada wawancara dan observasi diperlukan alat
bantu untuk mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data, yaitu :
1. Pedoman wawancara
Pedoman berisi pertanyaan-pertanyaan yang dikembangkan sesuai
dengan tujuan penelitian berdasarkan teori- teori yang berkaitan dengan
masalah, sehingga wawancara tidak menyimpang dari tujuan
penelitian.Peneliti akan memakai pedoman wawancara umum, yang
mencantumkan isu dan fenomena yang harus diungkap. Pedoman tersebut
digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus
37
dibahas, sekaligus sebagai pengecek apakah aspek-aspek relevan yang
dieksplorasi lebih lanjut dalam penelitian tersebut.
2. Alat perekam
Alat perekam bisa menjadi alat bantu efektif karena dapat merekam
semua isi pembicaraan. Dengan begitu diharapkan proses wawancara
dapat berjalan lancer dan peneliti berkosentrasi penuh pada isi
wawancara.Alat perekam ini baru akan digunakan setelah peneliti
mendapatkan izin dari subjek karena dalam hal ini menyangkut etika
dalam penelitian.
3. Buku Catatan
Digunakan untuk mencatat hal- hal yang terjadi pada subjek
wawancara berlangsung.Yang perlu diperhatikan dalam mencatat jangan
sampai subjek merasa terganggu atau hilang konsentrasi.
4. Informed Concent
Merupakan lembar persetujuan yang diberikan sebelum diadakannya
penelitian dan ditanda tangani oleh subjek yang merupakan tanda
kesediaan dari subjek untuk berpartisipasi dalam penelitian.
3.6 Prosedur Analisis Data
Prosedur untuk memudahkan analisis interpretasi data adalah :
1. Memilih hasil wawancara yang terekam dalam digital voice
recorder kemudian dibuat transkripnya secara verbatim.
2. Membaca hasil verbatim berulang kali untuk memperoleh
gambaran diri dari masing-masing subjek sesuai tujuan penelitian.
38
3. Membuat analisis kasus dan membuat setiap subjek.
4. Membuat kesimpulan mengenai gambaran secara umum dan
faktor–faktor yang berkaitan, diskusi dari hasil penelitian, dan
saran untuk subjek serta penelitian selanjutnya (Poerwandri, 2009).
39
DAFTAR PUSTAKA
Poerwandari, K. (2009). Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Depok: LPSP3. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Santrock, J.W. (2002). Life span development (Perkembangan Masa Hidup). Edisi lima. (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Santrock, J.W. (2003). Adolesence (Perkembangan Remaja) Edisi Keenam. (Terjemahan). Jakarta. Penerbit: Erlangga.
Sarwono, Sarlito Wirawan. (2001). Psikologi Sosial. Jakarat: Balai Pustaka.Sarwono, Sarlito Wirawan. (2010). Psikologi Remaja. Jakarta: P.T Raja Grafindo
Persada.Soekanto, S. 1982. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: CV Rajawali.Nashori, Fuad. Psikologi Sosial Islami. Bandung: PT. Refika Aditama.Poerwandari, K. (2010). Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku
Manusia. Depok: LPSP3 UI.Hurlock, E.B. (1980). Psikologi perkembangan suatu rentang kehidupan. Jakarta:
Erlangga.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Remaja, 2007, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), hlm.
3.Kartini Kartono, Kenakalan Remaja, 2003 (Jakarta: PT. Rajagrafindo), hlm. 107-
109.Kartono, Dra. Katini.(2006). Patologi Sosial 2-Kenakalan Remaja.Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada.Sugiarto, Indriani, (2010). Program Bimbingan Konseling Berbasis Model
Transteori untuk Menanggulangi Perilaku Bullying Siswa (Penelitian dan Pengembangan di SMK Negeri 11 Kota Bandung). Skripsi Fakultas Ilmu Pendidiklan. Universitas Pendidikan.
Noviani, Mia, (2011). Efektivitas Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Model Transteori untuk Menanggulangi Perilaku Bullying Siswa (Penelitian Pra Eksperimen Terhadap Siswa Kelas XI SMA Pasundan Di SMK Negeri 11 Kota Bandung Tahun Ajaran 2008/2009). Skripsi Fakultas Ilmu Pendidiklan. Universitas Pendidikan.
Riska, Mutia, (2010). Layanan Responsif Bimbingan Dan Konseling Berbasis Model Transteori untuk Mengatasi Perilaku Merokok Pada Remaja (Penelitian Terhadap Siswa SMP Pasundan 3 Kota Bandung Tahun Ajaran 2010/2011). Skripsi Fakultas Ilmu Pendidiklan. Universitas Pendidikan.
Sriati, Aat, Yulianti & Widiasih, Restuning. (2009) Gambaran Orientasi Masa Depan Narapidana Remaja Sebelum Dan Setelah Pelatihan Di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Bandung. Jurnal Psikologi Volume 10 No. XIX Oktober 2008 – Februari 2009 Hal 97.
Widianti, Efri. (2011). Pengaruh Terapi Logo Dan Terapi Suportif Kelompok Terhadap Ansietas Remaja Di Rumah Tahanan Dan Lembaga Pemasyarakatan Wilayah Provinsi Jawa Barat. Thesis Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas Indonesia. Depok.
40
Alina, Yuyun, Mita. (2012) Penempatan Narapidana Di Dalam Rumah Tahanan Dalam Konteks Sistem Penegakan Hukum Pidana Di Indonesia. Jurnal Volume 1, No 4 Tahun 2012. Fakultas Hukum. Universitas Diponegoro.
Syaffie, M. Raka., NRH. Dra. Frieda., & Kahija, La, YF. ) Stop Smoking Studi Kualitatif Terhadap Pengalaman Mantan Pecandu Rokok Dalam Menghentikan Kebiasaannya. Jurnal Fakultas Psikologi. Universitas Diponegoro. Semarang.
Handayani, Puspa, Tri. (2010). Kesejahteraan Psikologis Narapidana Remaja Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo. Skripsi Fakultas Psikologi. Universitas Diponegoro. Semarang.
Yurdan, Mochamad, (2010). Perlunya Ketentuan Tentang Tindak Pidana Mutilasi Dalam Hukum Pidana Di Indonesia (Studi Kasus No. 2133/Pid.B/2006/PN.Bks). Skripsi Fakultas Hukum. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.
Hasibuan, Parlindungan, Ahmad (2010). Peranan Satuan Kriminal Dalam Mengungkap Tindak Pidana Mutilasi (Studi Lapangan Di Polresta Medan). Skripsi Fakultas Hukum. Universitas Sumatera Utara. Medan.
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/369/jbptunikompp-gdl-mohabdurah-18433-3-babii.d-c.pdf
41
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Informend Concent
Lampiran 2 : Pedoman Wawancara
Lampiran 3 : Pedoman Observasi
Lampiran 4 : Pedoman DokumentasI
42
Lampiran 1 Informed Concent
Informed Concent
Judul penelitian :
Undangan :
Saya ingin meminta kesedian anda untuk berpartisipasi dalam penelitian
ini .Silahkan membaca lembar persetujuan ini dan jika anda memiliki pertanyaan,
Anda tidak perlu ragu untuk menanykana kepada saya.
Tujuan Penelitian :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tahapan perubahan
perilaku dengan model tranteoritikal pada narapidana usia remaja di Lingkungan
Lembaga Pemasyarakan Jambe Kab. Tangerang.
Keterlibatan Partisipan :
Dalam partisipasi anda selama penelitian ini saya meminta kesediaan anda
meluangkan waktu dan melakukan beberapa hal, yaitu :
a) Meminta anda membaca dan menandatangani surat persetujuan partisipasi
dalam penelitian;
b) Melakukan wawan cara
43
c) Melakukan wawancara lanjutan apabila diperlukan untuk melengkapi
informasi
Jika ada sesuatu hal yang mebuat anda terganggu selama proses wawancara, Anda
berhak untuk mengundurkan diri.
Penjelasan Prosedur ;
Saya akan mewawancarai anda dengan menggunakan alat perekan suara .
Rekaman ini akan saya jaga kerahasiannya. Dalam wawancara , saya akan
bertanya kepada anda mengenai pengalaman anda yang berkaitan dengan
penelitian ini.
Untuk menjaga kebenaran dalam penelitian ini, Anda berhak untuk membaca
transkrip wawancara yang akan dibuat dalam bentuk tertulis, untuk melihat
apakah transkrip itu sesuai dengan yang telah ada katakana atau tidak. Jika ada
kesalahan dalam transkrip, anda bisa memberitahu saya.Semua informasi yang
anda berikan benar- benar dijaga kerahasiannya.
Manfaat dan Resiko :
Penelitian ini nanyinya diharapkan bermanfaat untuk diajukan sebagai syarat
kelulusan sarjana Psikologi Universitas Mercubuana.
Penelitian ini tidak memiliki resiko yang akan membahayakan anda secara psikis
maupun secara fisik.
Jaminan Kerahasian :
44
Kerahasiaan anda akan saya jaga. Saya tidak akan menyebutkan nama anda. Saya
hanya akan memberikan nama samara. Semua informasi yang anda berikan akan
saya jaga kerahasiannya sehingga identitas anda tetap saya lindungi. Wawancara
akan direkam da kemudian diketik. Semuia informasi menjadi rahasia peneliti.
Hasil penelitian ini akan dipublikasikan sebagai skripsi
Hak untuk berpartisipasi dan Mengundurkan diri :
Anda akan berpartisipasi dalam peneitian ini secara sukarela dan anda bisa
menarik diri dari penelitian ini kapan pun anda inginkan . Salinan surat
persetujuan ini akan menjadi milik anda untuk disimpan.
Saya memahami semua informasi diatas dan dengan ini menyatakan untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini
Tanda tangan Partisipan Tanggal
Inisial. Saya menyetujui perekaman
wawancara.
45
Saya telah menjelaskan penelitian ini kepada partisipan / subjek diatas sebelum
meminta persetujuannya untuk terlibat dalam penelitian ini.
Tanda Tangan Peneliti Tanggal
Peneliti
Mahasiswi Fak. Psikologi UMB Dosen Fak. Psikologi UMB
46
Lampiran 2 : Pedoman Wawancara
Pedoman Wawancara
Gambaran Tahapan Perubahan Perilaku Dengan Trantheoritical Model
Pada Narapidana Remaja Di Rutan Jambe Kelas I Tigaraksa Kab.
Tangerang
Data diri
1. Nama :
2. Tempat lahir :
3. Usia :
4. Agama :
5. Suku :
6. Jumlah saudara :
7. Pendidikan :
8. Pekerjaan :
9. Alamat :
10. Masa hukuman :
11. Masa hukuman yang sudah dijalani :
12. Jenis Kasus :
13.
47
Latar belakang subyek , minat subjek dan prestasi subjek
1. Bisa diceritakan mengenai masa kecil dan remaja anda?
2. Bagaimana hubungan anda dengan keluarga ,saudara-saudara, dan
lingkungan ?
3. Apa pekerjaan ornag tua dan keluarga?
4. Bagaimana kondisi keluarga anda?
5. Bagaimana cara kedua orangtua anda mengasuh dan mendidik anda dan
saudara- saudara anda?
6. Apa kegemaran , hobi dan kesukaan anda ?
7. Apakah anda masih bersekolah atau sudah bekerja atau bahkan tidak
bekerja ?
8. Jika anda sudah bersekolah dan sudah bekerja, dimana anda bekerja dan
bersekolah ?
9. Bagaiamana prestasi anda disekolah, di Universitas atau di dalam
pekerjaan anda ?
Pergaulan dengan teman sebaya, lingkungan
1. Anda sekolah dimana?
2. Siapa teman- teman yang paling dekat dengan anda?
3. Kegiatan apa yang anda sering lakukan dengan teman – teman anda?
4. Bagaimana dengan kondisi keluarga teman- teman anda?
5. Apakah keluarga anda mengijinkan anda bergaul dengan anda?
6. Apakah keluarga melarang anda dan membatasi anda ddalam bergaul
dengan teman- teman anda?
48
Kenakalan Remaja
1. Kenakalan – kenakalan apa saja yang anda telah lakukan?
2. Apakah orang tua atau keluarga melarang anda dan pernah memberi sanksi
kepada anda dengan kenakalan yang anda telah lakukan?
3. Bersama siapa saja anda melakukan kenakalan – kenakalan tersebut?
4. Kenakalan seperti apa yang paling parah atau buruk yang telah anda
lakukan ?
5. Mengapa kamu melakukan kenakalan- kenalan tersebut, apa tujuannya?
6. Apa yang kamu rasakan setelah kamu melakukan kenakalan tersebut?
Menjadi Narapidana di Rutan Jambe Kelas I Kab. Tangerang
1. Kapan anda di tangkap oleh Polisi ?
2. Bisa anda jelaskan terkait kasus apa anda ditahan oleh Polisi ?
3. Bersama siapa saja anda melakukan kasus tersebut ?
4. Apakah sebelum melakukan perbuatan tersebut , anda sudah mengetahui
konsekuensinya?
5. Kapan anda masuk Lembaga Pemasyarakatan, berapa vonis siding
dipengadilan ?
6. Bagaiamana kondisi Lembaga Pemasyarakatan tersebut?
7. Apa yang kamu rasakan pada saat baru pertama kali anda memasuki
Lembaga Pemasyarakatan tersebut?
8. Apakah anda mengalamin perlakuan yang kasar, diskriminatif dari
narapidana lainnya ?
49
9. Apa yang anda sering rasakan, pikirkan dengan keadaan anda sebagai
narapidana?
10. Apakah keluarga anda, teman- teman anda pernah menjenguk anda ?
11. Bagaimana sikap mereka terhadap anda dengan status anda sebagai
narapidana ?
12. Kegiatan apa yang anda isi sehari- harinya didalam lembaga
pemasyarakatan ?
Tahap- tahap perubahan perilaku
a. Tahap Pra-perenungan (Precontemplation)
1. Apakah anda merasa bahwa kenakalan yang anda lakukan adalah tidak
benar?
2. Apakah anda membutuh dukungan, semangat dari orang tua, keluarga dan
teman- teman anda ?
3. Mengapa anda membutuhkan dukungan, semangat dari orang tua,
keluarga dan teman- teman anda?
4. Untuk apa dukungan , semangat dari orang tua, keluarga dan teman- teman
anda ?
b. Tahap Kontemplasi
1. Apakah anda akan mengulangi kenakalan- kenakalan anda?
2. Jika anda tidak mengulangi kenakalan anda, mengapa anda tidak
mengulanginya?
3. Apakah anda mampu untuk tidak melakukan kenakalan –kenakalan
kembali?
50
4. Apakah anda membutuhkan dorongan, bantuan , semangat dari orang tua,
keluarga untuk tidak melakukan kenakalan –kenakalan kembali ?
c. Tahap persiapan / preparation
1. Apa cita-cita anda?
2. Apakah cita- cita anda sudah terwujud ?
3. Bagaimana mewujudkan cita-cita anda?
4. Apakah masih mungkin anda bisa mewujudkan cita-cita atau kenginan
anda tersebut?
5. Apayang anda lakukan setelah anda keluar dari penjara ini, apakah masih
akan berusaha mewujudkan cita-cita / keinginan anda?
d. Tahap Tindakan / Action
1. Hal baik apa yang anda sudah lakukan di lembaga pemasyarakatan,
berikan contohnya?
2. Mengapa anda mau melakukan hal baik tersebut ?
3. Apakah sebelumnya tidak pernah , jarang , atau sering melakukan hal baik
tersebut ?
4. Dengan hal- hal yang postif yang sudah anda lakukan selama di lembaga
pemasyarakatan apakah anda merasa lebih baik?
5. Apakah orang tua anda, keluarga anda, teman- teman anda mendukungnya
dan memberikan motivasi kepada anda ?
e. Tahap pemeliharaan
1. Sudah berapa lama anda melakukan hal- hal yang positif selama di
Lembaga Pemasyarakatan?
51
2. Apakah anda merasa lebih baik dengan hal positif anda sudah lakukan?
3. Apakah anda akan tetap melakukannya selama di lembaga
Pemasyarakatan dan sudah keluar dari lembaga Pemasyarakatan?
4. Bagaiamana orang tua, keluarga, teman menanggapi hal postif yang sudah
anda lakukan selama ini ?
5. Kiat- kiat apa yang anda lakukan untuk menjaga hal postif yang anda
sudah lakukan selama di Lembaga Pemasyarakatan ?
f. Tahap Termination
1. Apakah anda yakin dengan hal postif yang anda lakukan anda tidak akan
mengulangi perbuatan anda?
2. Apakah anda sudah merasa jera, kapok sehingga anda yakin tidak akan
mengulangi kenakalan anda?
3. Sekarang apakah anda sudah memahami konsekuensi dan akibat yang
ditimbulkan dari kenakalan- kenakalan yang anda buat ?
4. Agar anda tidak mengulangi kenakalan anda, apa yang anda butuhkan ?
5. Apakah anda masih membutuhkan dukungan, motivasi dari orang tua
keluarga, dan teman- teman anda ?
52
Lampiran 3 : Pedoman Observasi
Pedoman Observasi
Gambaran Tahapan Perubahan Perilaku Dengan Model Tranteoritikal Pada
Narapidana Remaja Di Lingkungan Lembaga Pemasyarakatan Jambe
Tigaraksa Kab. Tangerang
Pengamatan Variabel Indikator
Subyek Interaksi social - Dengan
Narapidana usia
remaja
- Dengan
Narapidana Usia
dewasa
- Dengan Orang tua
dan keluarga
- Dengan Teman
- Dengan sipir /
penjaga lembaga
53
pemasyarakatan
Sikap dan perilaku - Saat wawancara
- Saat berbicara
dengan orang lain
(teman, narapida
lainnya, keluarga)
Lampiran 4: Pedoman Dokumentasi
54
Pedoman Dokumentasi
Gambaran Tahapan Perubahan Perilaku Dengan Model Tranteoritikal Pada
Narapidana Remaja Di Rutan Jambe Kelas 1 Kab. Tangerang
Dokumen arsip
1. Data Subyek
a. Identitas Subyek
b. Riwayat Hidup
c. Karakteristik Subyek
JADWAL RENCANA KEGIATAN SKRIPSI
55
NO KEGIATAN TANGGAL
1. Penjelasan mengenai bentuk dan konsep proposal
skripsi serta penetapan tugas-tugas16-23 Sept.2012
2. Pencarian judul proposal skripsi seminar terapan 30 Sept.2012
3. Penetapan judul dan konsep proposal 07 Okt. 2012
4. Pencarian referensi jurnal-jurnal yang berhubungan
dengan tema yang akan diangkat. Pencarian
berlangsung di univ. Mercubuana, Universitas
Indonesia, Gramedia di berbagai Mall
24 Okt. 2012
5. Pembuatan jurnal dan pembuatan BAB I 24 Okt.-10
Nov.2012
6. Pengumpulan BAB I (UTS seminar psikologi
terapan)
11 Nov.2012
7. Revisi BAB I 18 Nov.2012
8. Presentasi konsep untuk BAB I- BAB III
16 Des.2012
9. Revisi presentasi konsep proposal
10. Pencarian bahan dan data dalam pembuatan BAB
II-BAB III
17 Des.12-26
Jan.13
11. Pengumpulan BAB I – BAB III (UAS seminar 28 Jan.13
56
psikologi terapan)
12. Pengajuan judul skripsi Maret 2013
13. Bimbingan Skripsi
14. Pencarian referensi bahan dan data dari tema yang
terkait
15. Pembuatan BAB I- BAB III
16. Sidang Proposal Skripsi
17. Revisi dan pembuatan BAB IV – BAB V
18. Sidang Skripsi
19. Wisuda