Tetanus Fix

download Tetanus Fix

of 17

Transcript of Tetanus Fix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPenyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat syaraf dan otot. Gejala tetanus umumnya diawali dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismus atau kejang mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha.Tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan, dimana masih terjadi di masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Sebagian besar pasien tetanus berusia > 3 tahun dan < 1 minggu. Dari seringnya kasus tetanus serta kegawatan yang ditimbulkan, maka sebagai seorang perawat dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya terjadi pada penderita yang sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik. Jika gejalanya memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda, maka prognosisnya buruk. Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik dari pada mengobatinya. Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus). Bagi yang sudah dewasa sebaiknya menerima booster.1.2 Rumusan Masalah1. Apa pengertian tetanus?

2. Apa saja etiologi tetanus?

3. Apa saja patofisiologi dari tetanus?

4. Apa gejala klinis dari tetanus?

5. Bagaimana bentuk diagnosis klinis tetanus?

6. Bagaimana penatalaksanaan medis dari tetanus?

7. Apa saja prognosis dari tetanus?

8. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan tetanus

1.3 Tujuan1. Memahami pengertian tetanus.

2. Memahami etilogi tetanus

3. Memahami patofisiologi tetanus

4. Memahami gejala klinis tetanus

5. Memahami bentuk diagnosis klinis

6. Mengetahui penatalaksanaan medis tetanus

7. Mengetahui prognosis dari tetanus

8. Memahami asuhan keperawatan klien dengan tetanusBAB IIPEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman Clostridium tetani, dimanifestasikan dengan kejang otot secara paroksimal dan diikiuti oleh kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini tampak pada otot maseter dan otot-otot rangka. (Hendarwanto cit Soeparman, 1987).Tetanus adalah suatu infeksi akut yang diperantarai eksotoksin, biasanya bersifat sistemik, tetapi kemungkinan sampai 60% cukup fatal atau mematikan untuk pasien yang tidak diimunisasi.Penyakit tetanus kebanyakan terdapat pada anak-anak yang belum pernah mendapatkan imunisasi tetanus (DPT) dan pada umummnya terdapat pada anak-anak dari keluarga yang belum mengerti tentang pentingnya imunisasi dan pemeliharaan kesehatan seperti kebersihan lingkungan dan perorangan.2.2 Etiologi Clostridium teteni merupakan basil berbentuk batang yang bersifat anaerob, membentuk spora (tahan panas), gram-positif, mengeluarkan eksotosin yang bersifat neurotoksin (yang efeknya mengurangi aktivitas kendali SSP), patogenesis, bersimbiosis dengan mikroorganisme piogenik (pyogenic) yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot tepi setempat.

Basil ini banyak ditemukan pada kotoran kuda, usus kuda, dan tanah yang dipupuk kotoran kuda. Penyakit tetanus banyak terdapat pada luka dalam, luka tusuk, luka dengan jaringan mati, (corpus alienumi) karena merupakan kondisi yang baik untuk proliferasi kuman anaerob. Luka dengan infeksi piogenik di mana bakteri piogenik mengonsumsi eksogen pada luka sehingga suasana menjadi anaerob yang penting bagi tumbuhnya basil tetanus.2.3 Patofisiologi

2.4 Klasifikasi

Tetanus berdasarkan bentuk klinis dibagi menjadi 3 yaitu:1. Tetanus local: biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian paroksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menghilang.2. Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering, biasanya timbul mendadak dengan kaku kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung daan sakit kepala merupakan manifestasi awal. Dalam waktu singkat kontraksi otot somatic meluas. Timbul kejang tetanik bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya, spasme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode relaksasi.3. Tetanus segal: varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf otak VII diikuti tetanus umum.Berdasarkan berat gejala dapat dibedakan menjadi 3 stadium, yaitu:

1. Trismus (3 cm) tanpa kejang torik umum meskipun dirangsang.2. Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila dirangsang.3. Trismus (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.2.5 Manifestasi Klinis

1. Masa inkubasi Clostridium tetani adalah 4-21 hari. Semakin lama masa inkubasi, maka prognosisnya semakin baik. Masa inkubasi tergantung dari jumlah bakteri, virulensi, dan jarak tempat masuknya kuman (port dentre) dengan SSP. Semakin dekat luka dengan SSP maka prognosisnya akan semakin serius dan semakin jelek. Misalnya, luka di telapak kaki dan leher bila sama-sama terserang basil tetanus, yang lebih baik prognosisnya adalah luka yang di kaki.2. Timbulnya gejala biasanya mendadak, didahului dengan ketegangan otot terutama pada rahang dan leher.3. Sulit membuka mulut (trismus).4. Kaku kuduk.5. Badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam mengalami ekstensi, lengan kaku, dan mengepal.6. Kejang tonik.7. Kesadaran biasanya tetap baik.8. Asfiksia dan sianosis akibat kontraksi otot, retensi urine bahkan dapat terjadi fraktur kolumna vertebralis (pada anak) akibat kontraksi otot yang sangat kuat.9. Demam ringan (biasanya pada stadium akhir).2.6 Pemeriksaan Diagnostika. Pemeriksaan laboratorium

1) Biasanya terdapat leukositosis ringan

2) Kadang-kadang terjadi peningkatan TIK

3) Pada pemeriksaan bakteriologis (kultur jaringan) di daerah luka ditemukan Clostridium tetani2.7 Komplikasi

1. Bronkoneumoni

2. Asfiksia dan sianosis

3. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulna air liur (saripa) di dalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga terjadi peneumonia aspirasi

4. Atelektasis karena obstruksi sekret

5. Fraktura kompresi

2.8 Penatalaksanaan Medis

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Imunisasi aktif dengan pemberian DPT, booster dose (untuk balita). Jika terjadi luka lagi, booster ulang.2. Imunisasi pasif, pemberian ATS profilaksis 1500-4500 UI (dapat bertahan 7-10 hari). Pemberian imunisasi ini sering menyebabkan syok anafilaksis sehingga harus dilakukan skin test terlebih dahulu. Jika pada lokasi skin test tidak terjadi kemerahan, gatal, dan pembengkakan maka imunisasi dapat diinjeksikan, anak-anak diberikan setengah dosis (750-1250 UI). HyperTest 250 UI dan dosis untuk anak-anak diberikan setengahnya (125 UI) bila tidak tahan ATS.3. Pencegahan pada luka, toiletisasi (pembersihan luka) memakai Perhidrol (hidrogen peroksida-H2O2), debridemen, bilas dengan NaCl, dan jahit.4. Injeksin penisilin (terhadap basil anaerob dan basil simbiosis).Pengobatan Tetanus

Berdasarkan patogenesis, prinsip terapi ditujukan pada adanya toksin yg beredar disirkulasi darah dan adanya basil ditempat luka. Adanya stimulus yg diterima saraf aferen dan adanya serabut motorik yg menimbulkan spasme dan kejang (kendarto, 2001).Rincian Terapi

1. Untuk menetralisir toksin, berikan ATS secara IV 100.000-20.000 UI atau HyperTet 3000-6000 UI.2. Disekitar luka berikan ATS 10.000 UI secara IM.3. Setiap hari berikan ATS 10.000 UI secara IM didaerah glutea sampai gejala hilang.4. Untuk membunuh basil ditempat luka, injeksikan penisilin 10-20 juta UI secara IV.5. Untuk mengurangi stimulus, isolasi klien ditempat tenang dan tertutup; berikan obat-obat sedatif: Luminat, Largaktil, Lytiskoksiil (campuran Phenergan, Phetidin/Luminal, Largaktil IV; untuk anak-anak obat-obatan tersebut tidak boleh dicampur, karena terjadi koagulasi. Jadi pemberian injeksi dilakukan secara terpisah.6. Untuk menghilangkan gejala kejang, berikan muscle relaxan, injeksi Valium 10 mg IV setiap hari sampai kejang hilang. Jika terjadi kejang hebat, diberikan Kurare untuk melumpuhkan otot-otot yang kejang.7. Luka-luka terbuka pada tetanus boleh dilakukan debridemen satu jam setelah seroterapi (suntikan ATS) dengan anestesi pentotal, dibersihkan dengan Pehidrol, luka tetap dibiarkan terbuka dan jangan dibalut agar keadaan luka tetap aerob.8. Pemberian makanan dengan NGT.9. Jika perlu pada saat sesak lakukan trakeostomi dan pasang kateter dower.

2.9 Prognosis1. Semakin lama masa inkubasi maka prognosisnya akan semakin baik.

2. Semakin dekat jarak luka dengan SSP maka masa inkubasinya akan semakin cepat dan prognosisnya akan semakin buruk.

3. Klien yang pernah mendapat ATS sebelumnya maka masa inkubasi dapat lebih lama.2.10 Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Neurologi : Tetanus

a. Pengkajian

Pengkajian keperawatan tetanus meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaaan diagnostik, dan pengkajian psiko-sosial (pada anak perlu dikaji dampak hospitalisasi).

1. Anamnesis

a. Lokasi luka.

b. Penyebab luka (pernah kena karat, jatuh,kecelakaan kendaraan bermotor, dan jatuh di jalan dekat kotoran kuda, hobi yang berhubungan dengan kuda atau kotoran kuda).

c. Luka sebelumnya (ada otitis media, kariees gigi).

d. Pernah diberi ATS/toksoid dan semacamnya2. Amati gejala-gejala yang tampak (misalnya sakit saat menelan, sulit bernapas, sulit atau tidak dapat berkemih, dan lainnya).3. Pemeriksaan laboratorium.

a. Biasanya terdapat leukosit ringan.

b. Kadang-kadang terjadi peningkatan TIK.

c. Pada pemeriksaan bakteriologis (kultur jaringan) di daerah luka ditemukan Clostridium tetani.4. Pengkajian psiko-sosial-spiritual

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta,

respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga atau masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, atau timbul ketakut anak akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini member dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit.Pada pengkajian pada klien anak perlu diperhatikan dampak hospitalisasi pada anak dan family center. Anak dengan tetanus sangat rentan terhadap tindakan invasive yang sering dilakukan untuk mengurangi keluhan, hal ini member dampak stress pada anak dan menyebabkan anak kurang kooperatif terhadap tindakan keperawatan dan medis. Pengkajian psikososial yang terbaik dilaksanakan saat observasi anak-anak bermain atau selama berinteraksi dengan orang tua. Anak-anak sering kali tidak mampu untuk mengekspresikan perasaan meraka dan cenderung untuk memperlihatkan masalah mereka melalui tingkah laku.b. Diagnosis Keperawatan1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret dalam trakhea, kemampuan batuk menurun.2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi dan efek toksin di jaringan otak.3. Risiko tinggi kejang berulang berhubungan dengan kejang rangsang (tehadap visual, suara, dan taktil).4. Risiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dangan ketidakmampuan menelan, keadaan kejang abdomen, trismus.5. Risiko cedera berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran.6. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan adanya kejang berulang.c. Rencana IntervensiBersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret dalam trakhea, kemampuan batuk menurun.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 3x24 jam diharapakan bersihan jalan nafas kembali efektif.

Kriteria hasil:

secara subjektf seska nafas (-)

R= 16-20x/menit

Tidak menggunakan otot bantu nafas

Retraksi ICS (-)

Ronkhi (-/-)

Mengi (-/-)

Dapat mendemonstrasikan batuk efektif

NoIntervensiRasional

1.Kaji fungsi paru, adanya bunyi nafas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot aksesori, warna dan kekentalan sputum.Memantau dan mengatasi komplikasi potensial. Pengkaijan fungsi pernafasan dengan interval yang teratur adalah penting karena pernafasan yang tidak efektif dan adanya kegagalan, karena adanya kelemahan atau paralisis pada otot-otot interkostal dan diafragma yang berkembang dengan cepat.

2.Atur posisi fowler dan semi fowlerPeninggian kepala temat tidur memudahkan pernafasan, peningkatan ekspansi dada, dan meningkatkan batuk efektif.

3.Ajarkan cara batuk efektifKlien berada pada risiko tinggi bila tidak dapat batuk efektif untuk membersihkan jalan nafas dan mengalami kesulitan dalam menelan,

yang dapat menyebabkan aspirasi saliva, dan mencetuskan gagal nafas akut.

4.Lakuakan fisioterapi dada: vibrasi dadaTerapi fisik dada membantu dalam meningkatakan batuk lebih efektif.

5.Penuhi hidrasi cairan via oral seperti minum air putih dan pertahankan intake cairan 2500 ml/hari.Pemenuhan cairan dapat mengencerkan mukus yang kentala dan dapat emmbantu pemenuhan cairan yang banyak keluar dari tubuh.

6.Lakukan pengisapan lendir di jalan nafas.Pengisapan diperlukan untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas menjadi bersih.

7.Berikan oksigen sesuai klinis.Pemenuhan oksigen terutama pada klien tetanus dengan laju metabolisme yang tinggi.

Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi dan efek toksin di jaringan otak.

Tujuan: setelah dilakukan tindakakn keperawatan selama 3x24 jam diharapakan klien menunjukan suhu tubuh yang menurun.

Kriteria hasil: suhu tubuh normal 36-37C

NoIntervensiRasional

1.Monitor sushu tubuh klienPeningkatan suhu tuuh menjadi stimulus rangsangan kejang pada klien tetanus.

2.Beri kompres dingin di keplala dan aksilaMemberikan respons dingin pada pusat pengatur panas dan pada pembuluh darah besar.

3.Pertahankan bedrest total selama fase akut.Mengurangi peningkatan proses metabolisme umum yang terjadi pada klien tetanus.

4.Kolaborasi pemberian terapi: ATS dan antimikroba.ATS dapat mengurangu dampak toksin tetanus di jaringan otak dan antimikroba dapat mengurangi inflamasi sekunder dari toksin.

Risiko tinggi kejang berulang berhubungan dengan kejang rangsang (terhadap visual, suara, dan taktil).

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan risiko kejang berulang tidak terjadi.

Kriteria hasil: Klien tidak mengalami kejang.

NoIntervensiRasional

1.Kaji stimulus kejang.Stimulus kejang pada tetanus adalah rangsang cahaya dan peningkatan suhu tubuh.

2.Hindarkan stimulus cahaya, kalau perlu klien ditempatkan pada ruangan dengan pencahayaan yang kurang.Penurunanan rangsang cahaya dapat membantu menurunkan stimulis rangsang kejang.

3.Pertahankan bedrest total selama masa akut.Mengurangi ririko jatuh/terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia terjadi.

4.Kolaborasi pemberian terapi: diazepam, phenobarbital.Untuk mencegah/mengurangi kejang. Catatan: phenobarbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi.

Risiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dangan ketidakmampuan menelan, keadaan kejang abdomen, trismus.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawtan selama 3x24 jam diharapkan nutrisis klien terpenuhi.

Krteria hasil: tidak adanya tanda malnutrsi dengan nilai laboratorium dalam batas normal.

NoIntervensiRasional

1.Kaji kemampuan klien dalam menelan, batuk, dan adanya sekret. Faktor-faktor tersebut menentukan kemam[uan menelan klien dan klien harus dilindungi dari risiko aspirasi.

2.Berikan pengertian tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.Agar termotvasi untuk mememnuhi kebutuhan nutrisi.

3.Auskultasi bowel sounds, amati penurunan atau hiperaktifitas suara bowel.Fungsi gastrointestinal tergantung pada kerusakan otak, bowel sounds menentukan respon feeding atau terjadinya komplikasinmisalna illeus.

4.Timbang berat badan sesuai indikasi.Untuk mengevaluasi efektivitas dan asupan makanan.

5.Berikan makanan dengan cara meninggikan kepala.Menurunkan risiko regurgitasi atau aspirasi.

6.Bila klien sering kejang berikan makanan lewat NGTPemenuhan nutrisi dengan langsung memasukkan ke lambung akan menurunkan risiko regurgitasi atau aspirasi

7.Pertahankan lingkungan yang tenang dan anjurkan keluarga atau orang terdekat untuk memberikan makanan pada klienMembuat klien merasa aman sehingga asupan dapat dipertahankan

Risiko cedera berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran.

Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam perawatan klien bebas dari cedera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.

Kriteria hasil: klien tidak mengalami cedera apabila kejang berulang ada.

NoIntervensiRasional

1.Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya.Gambaran tribalitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepatuntuk mencegah terjadinya komplikasi.

2.Persiapkan lingkungan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat klien.Melindungi klien bila kejang terjadi.

3.Pertahankan bedrest total selama fase akut.Mengurangi risiko jatuh/terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia terjadi.

4.Kolaborasi pemberian terapi; diazepam, Phenobarbital.Untuk mencegah atau mengurangi kejang.

Catatan: Phenobarbital dapat menyebabkan respiratorius dan sedasi.

Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kejang berulang.

Tujuan: tidak terjadi kontraktur, footdrop, gangguan integritas kulit, fungsi bowell dan bladder optimal serta peningkatan kemampuan fisik

Kriteria hasil: skala ketergantungan klien meningkat menjadi bantuan minimal

NoIntervensi Rasional

1.Review kemampuan fisik dan kerusakan yang terjadiMengidentifikasi kerusakan fungsi dan menentukan pilihan intervensi

2.Kaji tingkat imobilisasi, gunakan skala tingkat ketergantunganTingkat ketergantungan minimal care (hanya memerlukan bantuan minimal), partial care (memerlukan bantuan sebagian), dan total care (memerlukan bantuan total dari perawat dank lien yang memerlukan pengawasan khusus karena risiko cedera yang tinggi)

3.Berikan perubahan posisi yang teratur pada klienPerubahan posisi teratur dapat mendistribusikan berat badan secara menyeluruh dan memfasilitasi peredaran darah serta mencegah dekubitus

4.Pertahankan body aligment adekuat, berikan latihan ROM pasif jika klien sudah bebas panas dan kejangMencegah terjadinya kontraktur atau footdrop serta dapat mempercepat pengembalian fungsi tubuh nantinya

5.Berikan perawatan kulit secara adekuat, lakukan masase, ganti pakaian klien dengan bahan linen dan pertahankan tempat tidur dalam keadaan keringMemfasilitasi sirkulasi dan mencegah gangguan integritas kulit

6.Berikan perawatan mata, bersihkan mata dan tutup dengan kapas yang basah sesekaliMelindungi mata dari kerusakan akibat terbukanya mata terus-menerus

7.Kaji adanya nyeri, kemerahan, bengkak pada area kulitIndikasi adanya kerusakan kulit dan deteksi dini adanya dekubitus pada area lokal yang tertekan

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kumanclostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman.Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani.Tetanus adalahpenyakitinfeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.4.2 Saran

Dengan makalah ini, kita sebagai mahasiswa keperawatan dapat mengerti dan memahami konsep tentang tatanus karena sangat bermanfaat bagi kita dalam dunia kerja.Suasana yang memungkinkan organisme anaerob Colostridium tetani berproliferasi disebabkan keadaan port dentree antara lain: luka tusuk dalam dan kotor serta belum terimunisasi, luka lalu lintas, luka bakar, luka tembak

Clostridium tetani mengeluarakan toksin, toksin diabsorpsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu silindrik ke SSP

Dari susunan limfatik ke sirkulasi darah arteri dan masuk ke SSP

Toksin bersifat neurotoksik atau tetanospasmin, tetanulisin, menghancurkan sel darah marah, merusak leukosit

Perubahan fisiologis intrakranial

Kejang tonik umum, kejang rangsang, kejang spontan, kejang pada abdomen, dan retensi urine

Peningkatan permeabilitas darah/otak

Penekanan area fokal kortikal

Trismus, kaku kuduk, perut papan, dan kaku tulang belakang

Proses inflamasi di jaringan otak (peningkatan suhu tubuh), perubahan tingkat kesadaran, perubahan frekuensi nadi

Penurunan kemampuan batuk

Perubahan mobilitas fisik

Perubahan eliminasi uri dan alvi

Peningkatan sekret dan penurunan kemampuan batuk

Bersihan jalan napas tidak efektif

Gangguan pemenuhan eliminasi urin dan alvi

Gangguan mobilitas fisik

Gangguan ADL

Sulit menelan/

menyusu

Intake nutrisi tidak adekuat

Hipertermi

Penurunan tingkat kesadaran , penurunan perfusi jaringan otak

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

Penurunan tingkat kesadaran , penurunan perfusi jaringan otak

Koping tidak efektif

kecemasan

Risiko tinggi kejang berulang

koma

Risiko tinggi trauma/cedera

17