Rhinitis Non Alergika

download Rhinitis Non Alergika

of 39

Transcript of Rhinitis Non Alergika

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    1/39

    Rhinitis non-alergika adalah suatu sindrom dan gabungan dari beberapa penyakit yang

    berkaitan dengan gejala peradangan hidung tanpa adanya pemicu alergi yang dapat

    ditemukan. Pasien datang dengan keluhan berbagai tingkatan sumbatan hidung, rhinorrhea

    anterior atau posterior, tekanan di dalam sinus, hiposmia, gangguan kognitif, gangguan tidur,

    dan tampak kelelahan. Gejala-gejala bersin serta terasa gatal di mata, hidung atau palatumjuga bisa menyertai tetapi tidak begitu umum daripada yang terlihat pada rhinitis alergika (1).

    erbagai iritan dari lingkungan, efek samping obat, disfungsi otonom, penyakit autoimun,

    dan pengaruh hormonal adalah etiologi potensial dari Rhinitis non-alergika.

    Rhinitis sering dibagi menjadi tiga kategori utama! alergika, non-allergika, dan

    infeksi. Rhinitis non-alergika lebih lanjut dapat dibagi lagi menjadi rhinitis idiopatik ("R),

    rhinitis non-alergika dengan sindrom eosinofilia (#$R%&), rhinitis otonomik, rhinitis terkait

    pekerjaan, rhinitis akibat obat, rhinitis hormonal, rhinitis atropik ($R), serta berbagai

    penyebab sistemik dari rhinitis. &ebagian besar dari ini merupakan kategorisasi berdasarkan

    gejala yang ada dimana patofisiologi yang mendasarinya begitu beragam dan masih belumsepenuhnya dipahami.

    'eskipun terdiri dari berbagai kelompok, dapat dibuat kategori umum mengenai

    rhinitis non-alergika. Prealensi terbanyak usia *-an keatas (,+). ebih dominan pada

    perempuan (1,). Pasien cenderung memiliki peningkatan kepekaan terhadap iritan ().

    Gejala yang muncul bersifat menahun bukan musiman, dan tanda eosinofilia hidung ++

    nampak pada pasien ().

    Epidemiologi dan dampak sosial

    Rinitis kronik adalah salah satu keluhan yang paling banyak ditemukan di dunia

    medis seluruh dunia. isa dikatakan baha setiap orang pada beberapa titik dalam kehidupan

    mereka pasti pernah mengalami gejala rhinitis, prealensi yang sebenarnya dari rhinitis non-

    alergika kronik masih belum diketahui dan sulit untuk dipelajari. &istem klasifikasi saat ini

    masih dalam tahap pengembangan. /alam kondisi saat ini, kurang tepat untuk membatasi

    proses perjalanan penyakit pasien menjadi suatu diagnosa tunggal. Rhinitis campuran

    (gabungan rhinitis alergika dan non-alergika) lebih dikenali, rhinitis ini muncul lebih banyak

    daripada rhinitis alergika atau non-alergika yang murni dan terjadi pada kurang lebih 00sampai 2 dari pasien dengan rhinitis alergika (0,3).

    &eringkali terdapat beberapa bias dalam pelaporan. Pertama, pasien dengan hasil tes

    alergi positif diasumsikan hanya memiliki rhinitis alergi, tetapi seperti yang disebutkan di

    atas, rhinitis pada seorang indiidu bisa terdapat beberapa faktor yang berkontribusi. 4edua,

    pasien yang muncul dengan gejala rhinitis dan berespon terhadap terapi empirik yang

    diberikan seringkali langsung didiagnosa sebagai 5rhinitis alergika6 oleh dokter layanan

    primer mereka tanpa melalui sebuah tes konfirmasi. Percobaan empiris dari farmakoterapi ini

    termasuk lebih efektif biaya dan lebih efisien daripada harus melakukan tes alergi untuk

    setiap pasien dengan gejala rhinitis7 akan tetapi masalahnya mengarah ke sulitnya mengukurprealensi penyakit. $khirnya, sebagian besar data prealensi yang dikumpulkan dari laporan

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    2/39

    para dokter serta data retrospektif klinis dari para pakar alergi dan 898 sebagai sasaran

    rujukan spesialistik tidak dapat meakili prealensi yang sebenarnya dari populasi umum.

    'enurut ekstrapolasi dari studi populasi, perkiraan untuk pasien yang menderita baik

    rhinitis non-alergika murni atau rhinitis campuran adalah 03 juta orang di $merika &erikat

    (,0). /ua puluh lima hingga tiga puluh tiga persen dari pasien dengan gejala rhinitis

    memiliki rhinitis non-alergik (0,3).

    4esulitan manusia yang diakibatkan oleh rhinitis dinilai dalam hal gejala, kebutuhan

    obat-obatan, gangguan tidur, gangguan aktiitas sehari-hari, kesulitan bekerja, absen dari

    pekerjaan dan sekolah, efisiensi belajar terganggu, dan gangguan kegiatan sosial. 4ondisi

    komorbiditas seperti asma,sleep apnea, sinusitis, dan otitis media turut berkontribusi dalam

    menambah beban indiidu dan masyarakat berkaitan dengan rhinitis alergika dan non-

    alergika. &ebuah studi terbaru oleh 'elt:er et al. membandingkan antara tidur, produktiitas,

    dan kualitas hidup pada subyek dengan rhinitis alergika, rinitis non-alergika, dan kontrol.

    &kor yang dilaporkan pada parameter ini menunjukkan baha pasien dengan rhinitis alergika

    dan non-alergika merasakan gejalanya memiliki dampak kerugian pada kualitas tidur, kualitas

    hidup sehari-hari, dan produktiitas. &kor yang dilaporkan secara signifikan lebih buruk pada

    pasien rhinitis alergika (;).

    Fisiologi

    -

    adrenergik yang terlibat di pembuluh darah hidung, sehingga terjadi asokonstriksi.

    #orepinefrin dan neuropeptida ? adalah neurotransmitter yang bertanggung jaab

    untuk pengaturan tonus simpatik, yang menghasilkan keadaan asokonstriksi dekongestan.

    &istem saraf simpatis kurang memiliki kendali atas produksi lendir dibandingkan sistem

    parasimpatis. &istem saraf otonom parasimpatis sebagian besar bertanggung jaab untuk

    rhinorea dan kongesti. $setilkolin, peptida intestinal asoaktif, neuropeptida ?, nitrat oksida,

    enkephalin, dan somatostatin adalah neurotransmitter parasimpatis yang utama. &araf

    sensorik dari cabang nerus trigeminus @1 dan @ juga dapat mengatur pembuluh darah

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    3/39

    dalam menanggapi cedera kimiai dan mekanik. Aedera mukosa, terhirup iritan, degranulasi

    sel mast, substansi P, dan neurokinin $ semuanya menyebabkan sekresi hidung dan dilatasi

    pembuluh darah. "nput nosiseptif juga memprakarsai refleks sistemik, seperti bersin, dan

    refleks otonom lainnya.

    9idung juga melakukan pekerjaan seorang penjaga. 9idung mengenali dan memberi

    perangkap partikel yang memasuki nares dengan menggunakan ibrisae dan lendir. Ailia

    mengalahkan partikel asing yang terperangkap ini pada + sampai +3 mmBmenit hingga

    menuju ke ostia sinus dan faring. apisan mukosa hidung mengandung "g$ sekretori, protein,

    dan en:im yang membantu melindungi dari infeksi. 8erganggunya setiap proses ini

    mengancam terganggunya homeostasis hidung.

    Klasifikasi

    "stilah 6rhinitis non-alergika6 mungkin terlalu inklusif. &eperti contoh, rhinitis oleh

    kehamilan dan gejala rhinitis yang berkaitan dengan Cegener granulomatosis keduanya ada

    di baah payung rhinitis non-alergika tapi jelas merupakan proses penyakit yang berbeda.

    Dleh karena itu, baru-baru ini kami memulai upaya bersama menuju suatu klasifikasi yang

    lebih baik dan pemisahan penyakit ini melalui definisi konsensus, pemahaman patofisiologi

    penyakit yang lebih dalam, dan subkategorisasi baik oleh patofisiologi ataupun fenotip.

    4lasifikasi dari proses penyakit pasien menjadi semakin rumit dengan fakta baha

    kebanyakan pasien mengalami beberapa penyebab rhinitis yang muncul secara bersamaan.

    Prealensi dari rhinitis campuran juga tidak begitu nampak (). &elain itu, seperti ataumungkin belum ada biomarker penyakit yang dapat diandalkan untuk mengkonfirmasi seperti

    skin prick test (&P8) untuk rhinitis alergika.

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    4/39

    =akta yang menyumbang "R lebih dari setengah dari area pemilihan rhinitis non-alergika

    mencerminkan pemahaman kami yang tidak begitu lengkap tentang patofisiologi rhinitis.

    'enurut definisi, "R tidak memiliki etiologi yang dibuktikan tunggal. anyak teori

    terus diselidiki termasuk! keadaan inflamasi kronis, ketidakseimbangan antara input simpatis

    dan parasimpatis pada mukosa hidung, mekanisme noncholinergic nonadrenergic yang

    merangsang mukosa hidung melalui peptida seperti substansi P dan intestinal peptida

    asoaktif yang bekerja pada serat sensorik,disregulasi sistem saraf pusat sensoris, dan

    induksi nitrat oksida sintase dalam sel otot polos pembuluh darah yang menyebabkan

    asodilatasi (2). eberapa hal itu layak disebut sebagai teori yang beredar saat ini. esar

    kemungkinan "R akan muncul dengan berbagai penyakit heterogen dengan patofisiologi

    heterogen pula.

    Pasien dengan "R akan datang dengan keluhan yang paling dominan hidung tersumbat

    dan pilek. ersin dan pruritus kurang umum. /engan melihat gejala pasien dan dampak

    penyakit memungkinkan dokter untuk menerjemahkan konstelasi gejala menjadi proses

    penyakit yang dapat diobati. erbagai hasil kerja untuk "R diperlihatkan disini berlaku juga

    untuk semua subkategori rhinitis non-alergika lainnya.

    Pasien dengan gejala rhinitis harus ditanyai bukan hanya berapa lama gejala telah

    muncul tapi perlu lebih spesifik, 5erapa jam per hari $nda mengalami gejala-gejala iniEF

    9al ini akan membantu untuk membedakan masalah apa yang dapat muncul dari reaksi

    hidung yang fisiologis. &ebuah grafik catatan harian standar mengenai durasi gejala dan

    intensitas dapat membantu untuk mengukur beban penyakit dan sering berbeda dari laporan

    lisan pada kunjungan pertama (2) (lihat 8abel +*.1). /ampak dari gejala pada indiidu dankegiatanya sehari-hari adalah bagian penting dari informasi dan dapat dipastikan dengan

    pertanyaan sederhana, 5gejala mana yang paling mengganggu andaEF 8anpa informasi ini,

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    5/39

    kadang-kadang sulit untuk memfokuskan rencana pengobatan dan mengukur peningkatan.

    Riayat secara menyeluruh dapat membantu dokter untuk menyingkirkan penyebab

    lainnya dari rhinitis non-alergika. =aktor apa saja yang mengeksaserbasi dan mengurangi

    serta dimana di mana faktor ini terjadi (misalnya, di tempat kerja) harus bisa dipastikan.

    Penting untuk memperjelas rejimen terapi hidung pasien saat ini dan sebelumnya termasukobat-obatan apa yang telahBsementara digunakan, frekuensi penggunaan (kepatuhan), apa

    yang bekerja, dan alasan penghentian obat.

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    6/39

    hiperreaktiitas bronkus (,H). 9istamin dan metakolin telah digunakan untuk menguji

    reaktiitas hidung pada pasien rhinitis alergika. #amun, histamin tidak bisa membedakan

    antara kontrol dan pasien "R (1*). 'etakolin juga tidak bisa membedakan antara pasien "R

    dengan hidung tersumbat sebagai keluhan utama dari subjek kontrol (11). raat et al. (1)

    menunjukkan baha pasien "R memiliki peningkatan produksi lendir dan penyumbatanhidung secara dose-dependentuntuk tantangan A/$ standar. A/$ dalam penelitian mereka

    terbukti kurang sensitif dibanding histamin tetapi lebih spesifik.

    erbagai macam ariasi baik terapi farmakologis dan bedah ada untuk pengobatan "R

    berdasarkan gejala. $:elastine telah disetujui =/$ untuk pengobatan rhinitis non-alergika.

    &ebuah percobaan acak double-blind kelompok paralel terbaru menunjukkan keampuhan

    kedua antihistamin topikal yang tersedia (misalnya, a:elastine dan olopatadine) untuk

    menyembuhkan hidung tersumbat, pilek, postnasal drip, dan bersin yang terkait dengan "R

    (1+). &tudi tentang dua plasebo-terkontrol dengan obat lama memberi dukungan tambahan

    untuk penggunaan antihistamin intranasal sebagai terapi lini pertama untuk "R (10,13).$:elastine telah terbukti memiliki dua efek baik antihistamin dan anti-inflamasi in itro dan

    in io (1;), yang dapat menjelaskan efektiitas dalam pengobatan baik rhinitis alergika

    musiman dan rhinitis non-alergika (12). %fek samping yang paling sering dilaporkan adalah

    gangguan rasa.

    eclomethasone cair dan fluticasone cair telah disetujui =/$ untuk pengobatan

    rhinitis non-alergika. $dalah ajar untuk menggunakan nasal steroid topikal sendiri atau

    bersama dengan antihistamin intranasal untuk pengobatan "R. 4ombinasi dari steroid nasal

    dengan antihistamin topikal belum terbukti memiliki manfaat tambahan pada "R, meskipun

    begitu kombinasi ini telah terbukti bermanfaat dalam pengobatan pasien dengan rhinitis

    alergika musiman (1).

    "pratropium bromide cair adalah yang paling efektif untuk rhinorrhea terkait dengan

    rhinitis non-alergika dan merupakan pilihan farmakologis yang baik apalagi jika ini adalah

    keluhan utama pasien. "ni juga telah terbukti efektif untuk meningkatkan suasana hati dan

    skor kualitas hidup pada pasien rhinitis non-alergika tapi tidak lebih baik daripada plasebo

    pada yang mengatasi kongesti, bersin. atau postnasal drip (1H). /osis aal yang dianjurkan

    adalah dua semprotan tiga sampai empat kali sehari apabila sekali efek terapeutik telah

    dicapai, dapat diturunkan menjadi sekali atau dua kali dosis harian.

    &aline nasal spray atau irigasi sering dianggap sebagai 6placebo aktif6 dalam uji klinis

    karena efektiitasnya yang telah dilaporkan untuk pasien rhinitis non-alergika. "rigasi saline

    telah ditunjukkan dalam beberapa studi dan dalam tinjauan sistematis Aochrane untuk

    dipertimbangkan dengan baik dan bermanfaat pada mayoritas pasien dengan rinosinusitis

    (*). "rigasi nasal isotonik harian dapat menjadi komponen dari rejimen hidung harian untuk

    semua pasien dengan "R.

    $ntihistamin sistemik adalah pertimbangan jika bersin atau pruritus merupakan gejala

    utama, bagaimanapun, ini tidak sama dengan "R. /ekongestan oral mungkin tambahan untuk

    mengatasi penyumbatan hidung parah ketika memulai terapi topikal atau untuk

    menghilangkan gejala sementara pada gejala-gejala eksaserbasi episodik. Penggunaan

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    7/39

    dekongestan oral harus dibatasi pada mereka dengan riayat hipertensi atau penyakit jantung

    karena berpotensi untuk memperburuk kondisi ini. /ekongestan topikal memainkan peran

    yang sangat terbatas dalam pengobatan "R dan pasien harus selalu diingatkan untuk

    menghindari pemakaian obat-obat ini untuk lebih dari + hari pada suatu aktu.

    Aapsaicin adalah suatu :at yang ditemukan dalam cabai yang menginduksi rhinorrhea

    dan penyumbatan hidung saat memakan makanan pedas. Aapsaicin hidung menimbulkan

    hasil seperti rhinorrhea, penyumbatan hidung, dan bersin melalui stimulasi dari serabut

    sensorik A yang tak bermielin atau reseptor rasa sakit. #amun, aplikasi intranasal capsaicin

    pada beberapa indiidu, bagaimanapun, menyebabkan desensitisasi oleh stimulasi

    berkepanjangan dari reseptor ion yang sangat sensitif terhadap rangsangan nociceptif fisik

    ataupun kimiai. Reseptor celah ion ini, disebut sebagai Reseptor 8ransient @anilloid

    Potensial tipe 1 atau 8RP@1, ditemukan pada sel-sel epitel, sel-sel endotel askular, kelenjar

    submukosa, dan saraf di mukosa hidung manusia serta mampu mengatur sekresi

    penyumbatan di hidung. (1).

    aru-baru ini, sebuah uji coba acak-ganda terkontrol menunjukkan baha capsaicin

    efektif untuk menghilangkan gejala pada pasien dengan "R tanpa efek samping yang

    signifikan (). "ni mendukung temuan beberapa percobaan acak sebelumnya (+,0). Dnset

    terjadinya penyembuhan terjadi dalam aktu ;* detik dan bertahan hingga H bulan tanpa

    terjadi perubahan mediator di tingkat sel atau kepadatan jaringan saraf (,0). Aapsaicin

    belum menunjukkan manfaat yang sama untuk pasien rhinitis alergika (3,;).

    Aapsaicin spray saat ini telah tersedia di

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    8/39

    metode submukosa lebih penting ketimbang pendekatan eItramukosa (H). "njeksi steroid ke

    dalam konka untuk sementara efektif tetapi lebih penting decongestan topikal selama 3 menit

    secara lambat sebelum injeksi karena pernah ada laporan kasus kebutaan setelah injeksi

    steroid. /ari reie teknik terbaru, turbinoplasty dengan microdebrider parsial dan

    penggunaan laser holmium-?$G menunjukkan perbaikan yang paling tahan lama di hidunghingga + tahun (,+*-+).

    #eurectomy @idian mulai diperkenalkan pada tahun 1H;* sebagai suatu sarana

    mengurangi pilek yang parah terkait dengan 6rhinitis asomotor (otonom)6 yang dianggap

    sebagai oerstimulasi dari sistem parasimpatis. $alnya digambarkan melalui pendekatan

    transantral ke kanalis pterygoideus. aporan aal menunjukkan perbaikan yang bertahan

    lama (++) namun beberapa studi selanjutnya menunjukkan ada kekambuhan gejala pada 21

    pasien pasca prosedur 1 tahun (+0). &elama bertahun-tahun, pendekatan transantral asli untuk

    @idian neurectomy telah berkembang menjadi pendekatan endoskopik yang memiliki

    komorbiditas bedah yang rendah. &ebuah penelitian terbaru menunjukkan efektiitas jangkapanjang dari @idian neurectomy dengan endoskopi yang mengendalikan pilek dan hidung

    tersumbat hingga 2 tahun (+3).

    8ujuan dari neurectomy @idian yaitu dengan memotong jalur eferen dari refleks

    parasimpatis yang menyebabkan rhinorrhea akibat iritasi mukosa hidung. 'ata kering adalah

    salah satu efek samping yang biasa terjadi pada prosedur ini dikarenakan ada serabut

    preganglionik parasimpatis dari saraf petrosus superfisial besar yang meleati kanalis

    pterygoideus sebagai bagian dari saraf @idian yang menyuplai kelenjar lakrimalis. #amun,

    dalam sebuah penelitian terbaru dari dengan pendekatan endoskopi banyak pasien akhirnya

    pulih dari Ierophthalmia dalam periode bulanan (+3). 9al ini mungkin disebabkan oleh fakta

    baha saraf yang ditargetkan dengan kauter dua sisi atau laser itu tidak melalui prosedur

    menghapus segmen saraf yang telah dijelaskan sejak aal.

    &tudi dari epang melaporkan modifikasi dari neurectomy @idian yang mengatasi

    gejala rhinitis itu semakin mutakhir dengan risiko kecil munculnya Ierophthalmia (+;-+).

    /alam teknik neurectomy nasal posterior, cabang sensorik dan otonom yang diligasi distal ke

    kanalis pterygoideus setelah keluar foramen sfenopalatina setelah itu semua meleati arteri

    sfenopalatina. #eurectomy @idian dengan endoskopi dan nasal posterior neurektomi

    merupakan pilihan bedah utama bagi pasien dengan rhinitis yang sukar disembuhkan

    dibandingkan dengan pilihan terapi lainnya.

    Rhinitis non-alergika dengan sindrom eosinofilia

    Rhinitis non-alergika dengan sindrom eosinofilia (#$R%&) adalah sindrom klinis

    dengan gejala seperti bersin, gatal, dan rhinore berair yang banyak, tampak seperti alergi,

    namun(a) tidak ditemukan adanya atopi sistemik dan (b) ditandai eosinofilia pada pulasan

    hidung. Pulasan hidung harus ditunjukkan lebih dari * eosinofil untuk bisa didiagnosa.

    Gejala di hidung yang tampak pada pasien #$R%& sering lebih parah daripada gejala yangterlihat pada rhinitis alergika (+H) dan anosmia lebih sering muncul ().

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    9/39

    #$R%& muncul pada sekitar 13 sampai ++ orang deasa dengan rhinitis non-

    alergika (+H,0*). $da sebuah perkumpulan antara pasien #$R%& dengan penyakit saluran

    napas yang dieksaserbasi oleh $spirin ($%R/) dan sejumlah pasien ini akan terus mengalami

    sensitiitas aspirin dan polip di masa depan. eberapa laporan menyebutkan #$R%&

    merupakan manifestasi aal dari $%R/ dan adanya eosinofilia harus ditafsirkan sebagaipenanda untuk intoleransi aspirin dan polip di masa nanti (+H).

    Patofisiologi #$R%& belum sepenuhnya dipahami. %osinofil dan aktiasi sel mast

    tampaknya memainkan peran penting dalam hal ini. %osinofil telah terbukti melepaskan :at

    beracun seperti protein dasar utama dan protein kationik eosinophilik ke dalam mukosa

    hidung (01). &tudi fisiologis pada pasien dengan rhinitis non-alergika telah menunjukkan

    korelasi antara eosinofilia dan pembersihan mukosiliar berkepanjangan pada tes klirens

    sakarin (0). 8idak terjadinya dari pembersihan mukosiliar berkepanjangan dapat

    menyebabkan predileksi untuk infeksi dan akan lebih memperburuk siklus peradangan.

    Pelepasan sel mast dan histamin secara kronis juga tampak relean dengan proses penyakitini meskipun peran mereka belum dapat dijelaskan secara penuh (01).

    Gejala rhinitis alergika dan #$R%& cukup mirip kondisinya meskipun keduanya

    dikategorikan secara terpisah berdasarkan hasil tes alergi sistemik. 'enariknya, meskipun

    pasien rhinitis non-alergika menunjukkan hasil negatif pada tes alergi sistemik, namun studi

    tentang tes prookasi hidung ditemukan positif pada 1* hingga ;3 dari pasien rhinitis

    non-alergika (0+-0;). 4onsep mengenai reaksi alergi lokal di mukosa hidung atau 6entropi6

    (sebagai laan 6atopi6) secara resmi diperkenalkan oleh Poe et al. pada tahun **+ dan

    masih merupakan perdebatan dan studi lanjutan hingga saat ini (02,0).

    Poe et al. mengusulkan baha pada tingkat sel, reaksi inflamasi yang terjadi pada

    mukosa hidung pada pasien rhinitis non-alergika ini mirip dengan reaksi alergi sistemik pada

    pasien atopik (0 2). 8eori ini kemudian didukung oleh hal berikut!

    1. $ntigen-spesifik "g% antibodi telah terdeteksi pada mukosa hidung dari beberapa

    pasien rhinitis non-alergika sama juga pada pasien rhinitis alergika tetapi tidak terkontrol

    secara normal (03,02).

    . &ebuah pola yang sama dari 8h-drien lokal, "g%-mediated terinfiltrasi selular

    terlihat di mukosa hidung dan sekresi dari pasien rhinitis alergika dan rhinitis non-alergika(0H,3*). 4hususnya sel mast, eosinofil, sel "g%-positif, dan sel 8 yang sama bentuknya

    muncul pada kedua subkelompok ini (3*). 'ediator yang dilepaskan dari sel-sel ini seperti

    protein dasar eosinofilik dan tryptase telah ditemukan pada semua bentuk peradangan hidung

    kronis yang telah dipelajari termasuk rhinitis alergi, rhinitis nonallergic, dan poliposis hidung

    (meskipun dengan derajat yang berbeda-beda) (01).

    +. &tudi prookasi hidung adalah positif dengan tidak adanya atopi sistemik seperti

    yang disebutkan sebelumnya di atas (0+-0;).

    'eskipun kita masih bergantung pada pengujian kulit dan serum untuk mendeteksi

    atopi, hubungan antara atopi sistemik dan gejala hidung lokal belum dapat dipahami dengan

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    10/39

    baik. Pada pasien dengan dicurigai adariayat alergi dan tes untuk alergi sistemik negatif,

    pulasan hidung dan uji prookasi hidung harus dilakukan untuk mencari bukti reaktiitas

    hidung lokal.

    kortikosteroid intranasal adalah pengobatan andalan untuk #$R%& dan ditemukannya

    eosinofilia signifikan pada pulasan hidung mengisyaratkan respon yang baik untuk obat-obat

    ini (31). steroid oral lebih efektif daripada steroid topikal dalam mengurangi gejala anosmia

    pada pasien #$R%& (3). /alam sebuah studi, $ntihistamin yang tersedia menambahkan

    manfaat bersama dengan steroid topikal (3+). #ampaknya antagonis leukotrien akan efektif

    pada gabungan antara #$R%&, $%R/ dan polip7 #amun, hingga saat ini tidak ada studi acak

    terkontrol yang menguatkan hal ini (30). "munoterapi tampaknya mungkin menjadi pilihan

    yang efektif untuk pasien dengan uji prookasi nasal positif meskipun ini masih harus

    dipelajari (30). Pada pasien yang dites positif pada uji prookasi hidung, adalah ajar untuk

    dinasihati menghindari :at prookatif. 8erapi yang lebih terarah akan muncul apabila

    patofisiologi #$R%& dapat lebih dipahami. $nti-"g% dan antibodi monoklonal untuk "-3adalah dua bidang penelitian yang potensial untuk solusi farmakologis (30).

    Rhinitis terkait dengan pekerjaan (work-related rhinitis)

    Rhinitis yang berhubungan dengan pekerjaan atau rhinitis kerja (DR) adalah iritasi

    hidung dan peradangan karena eksposur di tempat kerja. &elain gejala hidung primer, iritasi

    mata, pruritus okular, dan batuk adalah gejala dari DR. &elama 1* sampai 13 tahun terakhir,

    penelitian terbaru di bidang ini menunjukkan sulitnya mengklasifikasi dan konfirmasi

    diagnosis ini dari apa yang telah diperlihatkan sebelumnya dan hingga saat ini belum ada

    kesepakatan resmi mengenai definisi DR. 8ulisan kertas tahun ** dari $kademi $lergi dan"munologi 4linik %ropa (%$$A") memberi uraian singkat tentang DR dengan mengusulkan

    definisi ini! 6DR adalah penyakit radang hidung, yang ditandai dengan gejala intermiten atau

    persisten (yaitu, hidung tersumbat, bersin-bersin, rhinorea, gatal), danBatau pembatasan aliran

    udara hidung danBatau hipersekresi karena sebab dan kondisi lingkungan kerja tertentu dan

    tidak disebabkan oleh stimuli di luar tempat kerja6( 33).

    Prealensi rhinitis terkait dengan pekerjaan belum ditetapkan karena angka ini

    sebagian besar tergantung pada kriteria yang digunakan untuk menentukan penyakit. DR

    bukan merupakan yang jarang dan cenderung terjadi lebih sering daripada yang terlihat

    seperti sekarang. DR adalah bagian dari sebuah kontinum penyakit saluran napas yangdisebabkan di tempat kerja dan diketahui dua hingga empat kali lebih sering muncul daripada

    asma terkait-kerja (3;-3). Perkembangan dari rhinitis terkait kerja mungkin merupakan

    tanda berita pengembangan gejala saluran napas bagian baah dalam sampai 3 tahun (3;-

    3).

    Penyebab rhinitis di tempat kerja dapat berupa alergi , iritasi, atau kombinasi

    keduanya. $gen yang menyebabkan DR dibagi menjadi senyaa dengan berat molekul tinggi

    (9'CAs) dan senyaa dengan berat molekul rendah ('CAs). enis-jenis 9'CA dapat

    dianggap sebagai protein heani atau nabati. 9ampir semua 9'CAs dengan mekanisme

    "g%-termediasi ini telah terbukti sebagai agen kausatif dari DR (3). Aontoh jenis-jenis

    9'CA termasuk bulu binatang, lateks, debu gandum, tepung, tungau debu, dan en:im

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    11/39

    biologis (lihat 8abel +*. untuk daftar 9'CA dan 'CA). enis-jenis 'CA biasanya

    terlalu kecil untuk menjadi imunogenik sendiri. 'ereka harus dibarengi dengan protein

    seperti hapten-protein kompleks untuk dapat membangkitkan respon hipersensitiitas "g%-

    termediasi.

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    12/39

    non alergi dengan menginhalasi klorin intranasal. /ia menemukan baha pasien dengan

    rhinitis alergika yang sudah ada sebelumnya lebih rentan terhadap peradangan sel mast non-

    mediated yang diukur dengan rhinometry akustik. /alam sebuah studi kontrol positif yang

    terkait, prookasi rye-grass menyebabkan pasien alergi rhinitis musiman untuk berkembang

    menjadi peradangan hidung dan degranulasi sel mast. 9ubungan merokok dan risiko untukberkembang menjadi DR sejauh ini masih menarik, memang masih belum jelas7 9asil dari

    berbagai penelitian juga masih kontradiksi.

    /iagnosis DR membutuhkan dua hal berikut (a) dokumentasi mengenai rhinitis dan

    (b) penyebab oleh paparan di tempat kerja. /okumentasi dari rhinitis didapatkan melalui

    riayat kesehatan sebelumnya, riayat pekerjaan, dan leat pemeriksaan. Riayat medis

    harus mencakup adanya gejala di hidung sebelumnya, onset gejala, eksaserbasi dan

    bagaimana gejala hilang timbul di lingkungan kerja, keparahan gejala, serta dampak gejala

    pada produktiitas kerja dan kesejahteraan indiidu. Riayat pekerjaan yang bersangkutan

    meliputi! durasi kerja (latensi) sebelum timbulnya gejala, panjang dan frekuensi potensiterpicu paparan rhinitis atau iritan eksposur lainnya. Pemeriksaan hidung dapat dilakukan

    dengan rhinoskopi anterior dan endoskopi hidung tapi temuan yang biasanya didapati adalah

    iritasi atau peradangan mukosa nonspesifik. Pemeriksaan hidung dapat membantu dalam

    mengesampingkan penyebab tambahan dari gejala seperti deiasi septum nasal atau polip

    nasal.

    $da dua pilihan utama untuk menetapkan penyebab paparan di tempat kerja. ?ang

    pertama adalah uji imunologis baik dengan skin prick testatau serum alergen-spesifik "g%

    antibodi.

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    13/39

    (misalnya, asma terkait pekerjaan) dari paparan di tempat kerja terus. 'enghindari paparan

    penyebab adalah pertahanan pertama pertama pada DR. 4etika seseorang benar-benar tidak

    bisa menghindari paparan di tempat kerja, barulah obat-obatan untuk mengontrol paparan

    secara terbatas dapat digunakan. Pengobatan dengan irigasi garam, semprotan hidung steroid,

    dekongestan, dan antihistamin digunakan dengan prinsip-prinsip yang sama seperti padarhinitis alergika. "munoterapi memiliki peran jika pemicu alergi spesifik telah teridentifikasi

    dan dengan pencegahan serta farmakoterapi tidaklah cukup.

    'eskipun DR memiliki banyak kesamaan dengan penyebab rhinitis lainnya, satu

    perbedaan utama adalah kemampuan untuk melakukan perubahan pada sistem skala besar.

    4etika semua bentuk lain dari rhinitis fokus pada indiidu, DR memberi kesempatan untuk

    mengidentifikasi masalah dan efek organisasi potensial serta perubahan untuk seluruh sistem.

    /iagnosis aal pada kasus ini idealnya memerlukan analisis internal dengan cepat dan

    tindakan secara menyeluruh untuk membatasi komorbiditas di tempat kerja pada aktu yang

    akan datang.

    Rhinitis karena obat-obatan

    Rhinitis karena obat-obatan dibagi menjadi tiga kategori (a) neurogenik, (b) inflamasi,

    dan (c) idiopatik. $da sejumlah obat yang mana rhinitis menjadi salah satu profil efek

    sampingnya. ?ang paling banyak digunakan adalah jenis obat-obat antihipertensi, obat

    disfungsi ereksi, dan beberapa obat psikofarmaka. /ekongestan topikal, ketika digunakan

    secara berlebihan, sering dikenal menyebabkan rhinitis medikamentosa dengan mekanisme

    yang berbeda-beda. (/aftar obat-obatan umum yang sering menyebabkan rhinitis dan

    mekanismenya dapat ditemukan di 8abel +*.+. /aftar agen topikal yang umumnya dapat

    menyebabkan rhinitis medicamentosa ditemukan dalam 8abel +*.0.)

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    14/39

    Dbat anti-hipertensi sistemik adalah contoh obat-obatan yang menyebabkan rhinitis

    melalui mekanisme neurogenik. Dbat-obatan ini berada di ujung keseimbangan antara

    regulasi simpatis dan parasimpatis dari mukosa hidung ke arah dominasi parasimpatis melalui

    penghambatan langsung atau tidak langsung dari norepinefrin. anyak antipsikotik dan

    antidepresan yang sama juga mengubah ketersediaan norepinefrin melalui interferensi padareuptake norepinefrin dan dopamin di jalur sinaptik. Pengobatan pada kasus rhinitis

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    15/39

    neurogenik dengan cara mengidentifikasi obat yang menyebabkan dan mengganti dengan

    alternatif lainnya jika memungkinkan.

    eberapa efek rhinologis dari obat psikofarmaka seperti hypnosedaties (misalnya,

    :olpidem) kurang dipahami dengan baik. Dbat ini beraksi terpusat pada gamma-aminobutyric

    acid (G$$, suatu reseptor belum memiliki efek langsung pada mukosa hidung perifer. "ni

    adalah contoh dari rhinitis yang dinduksi obat idiopatik.

    Penyakit Saluran apas Karena !spirin

    $spirin dan obat anti inflamasi non-steroid lainnya (#&$"/) dapat memperburuk

    rhinitis inflamasi dalam lingkup populasi yang rentan dengan perubahan metabolisme asam

    arakidonat. Rhinitis ini merupakan bagian dari konstelasi yang lebih besar dari gejala kolektif

    dikenal dengan Rhinitis yang diinduksi oleh aspirin ($%R/). 'eskipun $%R/ adalah bahasasehari-hari disebut juga sebagai triad Samtersini, ini sebenarnya adalah sebuah tetrad yang

    terdiri dari (a) sensitiitas terhadap aspirin dan isoen:im siklooksigenase 1(ADJ-1) lainnya

    yang menghambat obat anti inflamasi non-steroid, (b) asma, (c) polip nasal, dan (d)

    rhinosinusitis eosinofilik kronik. &ensitiitas obat yang mendasari kadang disebut juga

    sebagai 6alergi aspirin67 #amun, ini tidak benar karena tidak ada mekanisme alergi "g%-

    termediasi yang bertanggung jaab. /eskripsi yang paling akurat dari $%R/ adalah sebuah

    reaksi hipersensitivitas nonallergic(;;).

    $%R/ paling sering terjadi pada aal masa deasa usia antara * dan 0* tahun

    dengan predileksi +! perempuan banding laki-laki (;2). "ni mempengaruhi sekitar 1 daripopulasi umum (;), tetapi prealensi naik sampai 1 pada penderita asma (;H). Pada

    penderita asma dengan polip hidung, sekitar +* sampai 0* dipengaruhi (2*).

    Gejala rhinitis sering mendahului timbulnya asma (21). eberapa pasien akan muncul

    dengan riayat serangan asma yang diinduksi oleh aspirin atau #&$"/ atau memburuknya

    gejala rhinitis setelah menggunakan obat-obatan ini. 8imbulnya gejala saluran napas bagian

    atas atau baah biasanya terjadi dalam aktu H* menit setelah mengkonsumsi obat

    penghambat ADJ-1. Penting untuk dicatat baha konsumsi aspirin atau #&$"/ tidak

    memulai penyakit, tetapi dapat memperburuk gejala setelah proses penyakit sedang

    berlangsung (2).

    Polip hidung yang menyebar yang mengisi rongga hidung dan kekambuhan polip

    setelah reseksi bedah merupakan keunggulan dari $%R/. A8 &can sinus sering menunjukkan

    pansinusitis dengan kekeruhan yang nyaris total dari sinus. 'ungkin ada pembelokan lateral

    dari dinding lateral kaitas nasal atau penipisan tulang septum intersinus dari efek massa

    polip di ruang terbatas dari kaitas nasal. Polip berkontribusi untuk menyebabkan kemacetan

    parah di hidung, anosmia, dan gangguan tidur sering terlihat pada pasien ini (2+).

    Patofisiologi penyakit ini sudah dipelajari tetapi baru sedikit dipahami. $nomali yang

    mendasari dalam metabolisme asam arakidonat menyebabkan kelebihan produksi eikosanoid,

    yaitu leukotrien dan prostaglandin (20-2;). %ikosanoid adalah molekul sinyal lokal yang

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    16/39

    berbasis lipid berfungsi sebanyak neurotransmitter untuk mengaktifkan protein G terikat

    membran dan menginduksi transduksi sinyal dan respon seluler. #amun, karena ini

    berdasarkan lipid, jadi tidak dapat disimpan dalam esikel seperti neurotransmiter tetapi

    hanya diproduksi sesuai permintaan.

    aik leukotrien dan prostaglandin keduanya adalah proinflamasi. 'ereka bekerja

    melalui reseptor pada sel target untuk mengkontrak bronkus dan otot polos pembuluh darah7

    meningkatkan permeabilitas pembuluh darah7 meningkatkan sekresi lendir di saluran napas

    dan usus7 dan merekrut leukosit seperti sel mast, eosinofil, dan neutrofil ke lokasi

    peradangan. eukotrien 8A0, 8/0, dan 8%0 membentuk reaksi anafilaksis substansi

    lambat. /ibandingkan dengan histamin, campuran leukotrien ini lebih kuat dan memiliki

    onset lambat tetapi durasi aksi yang panjang .

    &elain peningkatan produksi leukotrien, peningkatan regulasi reseptor leukotrien telah

    ditunjukkan dalam mukosa saluran pernapasan pasien %&R/ (22). &itokin proinflamasi "-,

    "-+, "-0, "-3, "-1+, G'-A&=, dan eotaksin juga hadir dan memfasilitasi produksi,

    rekrutmen, dan usia eosinofil dan sel mast (2-1) . iopsi dari mukosa saluran pernapasan

    atas dan baah dari pasien $%R/ menunjukkan kelimpahan dari eosinofil dan aktiasi sel

    mast ini (,+).

    %osinofil melepaskan :at toksik seperti protein eosinophilic kationik, protein dasar

    utama, eosinofil berasal neurotoIin, dan eosinofil peroksidase yang melanjutkan proses

    peradangan dan siklus kerusakan jaringan (2). &el mast melepaskan mediator seperti

    histamin dan tryptase7 mensintesis prostaglandin dan leukotrien7 dan berpartisipasi dalam

    bronkokonstriksi, asodilatasi, dan kelanjutan dari kemotaksis eosinofil (2). ?ang tidakdiketahui dari ini adalah apa yang memicu proses peradangan ini dan bagaimana untuk secara

    khusus menafsirkan data ini pada pasien dengan $%R/ mengingat fakta baha beberapa

    pasien yang memiliki toleransi aspirin dengan polip atau asma telah menunjukkan aktiasi

    leukosit proinflamasi dan mediator yang sama persis, meskipun untuk tingkat yang lebih

    rendah.

    4elebihan leukotrien dan prostaglandin yang mendasari ini dieksaserbasi oleh

    konsumsi obat penghambat ADJ-1. Penghambatan ADJ-1 mendorong metabolisme asam

    arakidonat terhadap produksi leukotrien. &ecara khusus, berkurangnya ADJ-1 mengarah ke

    penurunan produksi prostaglandin % (PG%), sebuah mediator anti-inflamasi dan inhibitorproduksi leukotrien. 4urangnya PG% juga diterjemahkan ke penurunan stabilitas sel mast

    dan pelepasan histamin dan tryptase. 'anifestasi klinisnya adalah berbagai tingkat rhinitis,

    konjungtiitis, spasme laring, dan bronkospasme.

    8idak semua obat penghambat siklooksigenase mengekesaserbasi penyakit

    pernapasan oleh mekanisme ini. eberapa studi terpisah menunjukkan baha obat

    penghambat selektif ADJ- (misalnya, celecoIib B AelebreI) tidak memperburuk gejala

    saluran napas pada pasien $%R/ (0-;). Penelitian terpisah juga menunjukkan baha

    pasien $%R/ dapat mentolerir penghambatan parsial ADJ- (misalnya, meloIicam B 'obic),

    yang memiliki beberapa aktiitas ADJ-1 pada dosis tinggi dan ADJ-1 inhibitor rendah

    seperti acetaminophen dalam dosis rendah (2-H) (lihat 8abel +*.3). #amun, disarankan

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    17/39

    hati-hati ketika meresepkan obat penghambat ADJ- untuk pasien yang dikonfirmasi $%R/.

    aporan kasus jarang mengenai efek samping yang parah obat selektif ADJ- dan parsial

    ADJ- inhibitor memang ada dan terus muncul (H+). Reaksi pertama biasanya paling parah

    dan jika obat penghambat ADJ- secara medis diperlukan untuk seorang pasien, akan lebih

    bijaksana apabila pemakaian pertamanya ada di baah pengaasan medis.

    Prealensi riayat $%R/ kadang dilebihkan dan juga diremehkan oleh pasien (H0).

    &aat ini tidak ada uji hipersensitiitas in itro untuk aspirinB#&$"/ dan uji aspirin yang dapat

    diandalkan sebagai standar emas untuk mendiagnosis $%R/. $da empat jalur yang tersedia

    untuk uji prookasi! mulut, penghirupan bronkial, inhalasi hidung, dan intraena. /i $merika

    &erikat, uji aspirin oral dilakukan. 'enurut sebuah penelitian, 03 atau ;* mg aspirin adalah

    dosis yang dapat memprookasi reaksi naso-okular dan bronkial pada pasien yang menjalani

    uji aspirin oral (H3)

    Pengobatan untuk $%R/ dibagi ke dalam dua kategori, manajemen-darurat untukeksaserbasi akut dan kontrol jangka panjang. Reaksi pernafasan akut yang disebabkan oleh

    aspirin yang tidak disengaja atau mengkonsumsi #&$"/ diterapi dengan menghirup K-

    agonis, antihistamin sistemik, dan kortikosteroid sistemik. 'anajemen mengikuti prinsipdan

    protokol untuk tatalaksana jalan napas akut, yang dapat ditemukan di bab-bab lain. ika

    muncul hipotensi, urtikaria, atau tanda-tanda lain dari pelepasan histamin sistemik, maka

    epinefrin intramuskular harus diberikan.

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    18/39

    aspirin dan #&$"/ lainnya adalah dasar dari penanganan medis untuk $%R/. Pasien dengan

    rhinitis alergika simultan harus diidentifikasi dan diperlakukan sesuai. Pengobatan penyakit

    saluran napas bagian baah harus ditangani bersama dengan ahli paru. Pembedahan

    endoskopi sinus adalah tambahan yang diperlukan dengan mengikuti prinsip-prinsip operasi

    sinus ditemukan di bab khusus lainnya. Pasien harus diberi konseling mengenai sifat berulangdan resistensi penyakit mereka dan diingatkan kapan saat yang perlu untuk dilakukan operasi.

    /esensitisasi aspirin dapat dipertimbangkan pada siapa pun dengan gejala pernapasan

    menyerupai $%R/. 'ereka yang akan mendapat manfaat dari hal ini mencakup (a) pasien

    dengan gejala saluran napas berat patuh mengkonsumsi steroid intranasal dan inhibitor

    leukotriene setiap hari, (b) mereka yang membutuhkan aspirin atau #&$"/ lainnya untuk

    aktiitas antiplatelet jangka panjang (misalnya, pasien stent jantung), Lc) mereka dengan

    polip yang parah yang memerlukan operasi sinus sering, atau (d) orang-orang yang

    memerlukan dosis steroid sistemik yang sangat tinggi untuk mengontrol gejala. /esensitisasi

    aspirin sangat efektif untuk gejala saluran napas yang berhubungan dengan $%R/ tetapitidak dapat diandalkan untuk manifestasi kulit dari sensitiitas aspirin.

    Protokol desensitisasi aspirin yang paling umum digunakan ditemukan oleh dokter di

    4linik &cripps dan "nstitut Penelitian. "ni terdiri dari konsumsi oral aspirin dimulai pada pagi

    hari pada +* mg dan dilanjutkan dengan interal + jam dengan dosis 03, ;*, 1**, 13*, dan

    +3 mg hingga dosis akhir ;3* mg selama periode atau + hari. /osis diulang jika terjadi

    reaksi naso-okular atau bronkus (H3,H;). Gejala dan fungsi paru tetap diikuti di tiap kenaikan

    dosis. &etelah desensitisasi, pasien dipertahankan pada dosis +3-;3* mg dua kali sehari

    tanpa batas. $da beberapa perubahan pada protokol ini berkaitan dengan aktu perubahan

    dosis (H2). /ata menunjukkan baha protokol ini adalah aman apabila dilakukan di klinik

    berpengalaman dengan peningkatan jangka panjang pada gejala dan pengurangan

    penggunaan obat selama lebih dari 3 tahun (H).

    Rhinitis "edikamentosa

    Rhinitis medicamentosa adalah kategori khusus dari rhinitis yang diinduksi obat yang

    terjadi dengan mekanisme berbeda dari rhinitis akibat obat yang dijelaskan di atas. 8erlalu

    sering menggunakan asokonstriktor hidung topikal menginduksi toleransi yang cepat, atautachyphylaIis, dengan rhinitis rebound yang parah. Gejala Rebound ini menimbulkan

    ketergantungan pada agen penyebab. /ekongestan nasal topikal yang mengandung

    oIymeta:oline hidroklorida dan Phenilefrin hidroklorida sejauh ini merupakan penyebab

    paling sering. Rhinitis Rebound serupa juga bisa disebabkan oleh penggunaan kokain topikal

    di hidung.

    4eluhan utama adalah hidung tersumbat yang parah. iasanya kurang ada tanda

    rhinorrhea meskipun sebenarnya ada sensasi rhinorrhea dan sering mengendus dalam aktu

    yang lama. Pruritus dan bersin yang paling sering terlihat. Pada pemeriksaan, mukosa hidung

    biasanya digambarkan sebagai edematous, 6bengkak merah,6 dan kering. 8emuan ini tidakberarti patognomonik atau spesifik untuk rhinitis medikamentosa tetapi penting, ada juga

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    19/39

    beberapa temuan nonspesifik pada kasus rhinitis terinduksi obat lainnya. /itemukan respon

    yang buruk terhadap penerapan dekongestan topikal di klinik.

    DIymeta:oline dan fenilefrin masing-masing dikategorikan sebagai turunan imida:ol

    dan simpatomimetik amina. 'ekanisme kerjanya adalah stimulasi >- dan K-adrenergik pada

    sistem saraf simpatik. /alam mukosa hidung, reseptor adrenergik dominan adalah reseptor

    >1. "ni terletak di otot polos dan stimulasi ini menyebabkan pelepasan norepinefrin dan

    asokonstriksi. > reseptor terletak pada neuron presinaptik dan menginduksi umpan balik

    negatif pada pelepasan norepinefrin (lihat Gambar +*.1) .$da juga beberapa ketidakjelasan,

    tapi mungkin efek K-adrenergik dari simpatomimetik amina lebih tahan lama, dimana

    mengarah untuk relaksasi otot polos di mukosa saluran napas.

    8achyphylaIis diusulkan terjadi oleh banyak mekanisme termasuk (HH)!

    1. 4elelahan persediaan presinaptik norepinefrin karena stimulasi yang terus-menerus.

    . 4etiadaan sensitiitas dan jumlah reseptor >1 di sisi postsynaptic karena efek

    penghambatan reseptor > pada neuron presinaptik.

    +. @asodilatasi K-adrenergik berkepanjangan yang muncul lebih lamadari efek >-

    adrenergik.

    0. 9ipoksia jaringan dari asokonstriksi yang berkepanjangan hingga akhirnya

    menyebabkan asodilatasi Rebound baik dari kelelahan askular atau kebutuhan untuk

    memasok nutrisi ke jaringan-jaringan hipoksia.

    3. Peningkatan tonus parasimpatis menyebabkan permeabilitas askuler dan

    peningkatan edema.

    8ak satu pun dari teori-teori ini telah terbukti secara definitif. &ecara histologis,

    perubahan terlihat pada rhinitis medikamentosa termasuk kehilangan naso-silier, metaplasiasel skuamosa, penggundulan sel epitel, peningkatan pelebaran interselular, peningkatan

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    20/39

    askularisasi, fibrosis, edema dari lapisan sel epitel, hiperplasia sel goblet, peningkatan

    ekspresi dari reseptor groth-factor epidermal, dan infiltrasi sel inflamasi (1**).

    /ekongestan nasal topikal dapat ditemukan dengan nama dagang umum seperti $frin,

    #eosynephrine, dan &ineI tetapi ada juga segudang merek lain di apotek. Aara terbaik untuk

    langsung tau adalah dengan bertanya langsung. 6$pa jenis semprotan hidung yang anda

    gunakan dan seberapa seringEF &eringkali, pasien tidak tahu daftar obat-obatan tanpa resep

    ini, dan lupa namanya kecuali memeang disebutkan. Pasien yang telah lama mengkonsumsi

    obat-obat ini secara sering memiliki efek psikologis serta ketergantungan fisiologis pada

    obat-obat ini dan perlu untuk diberi edukasi tentang bahaya penggunaan dekongestan topikal

    yang berkepanjangan.

    Pengobatan rhinitis medicamentosa diarahkan pada penghentian agen penyebabnya,

    penggantian dengan pilihan obat dengan efek farmakologis lebih baik, dan mengidentifikasi

    kemungkinan mendasari penyebab rhinitis. Pasien harus menghentikan penggunaan obat-

    obatan ini dalam hitungan hari dan diganti dengan semprotan saline nasal dan steroid hidung

    topikal. Pertimbangan harus diberikan dengan fakta proses penyakit dan penggunaan kronis

    obat-obat ini. Penting untuk menyelidiki penyebab medis lainnya dari rhinitis seperti rhinitis

    alergika, polip hidung, atau deiasi septum nasal dan mengobatinya sesuai dengan gejala.

    Pasien harus dinasihati untuk menggunakan dekongestan topikal selama minimal 1 sampai

    bulan sebelumnya setiap akan menjalani operasi endonasal.

    $da contoh ketika penggunaan jangka pendek dekongestan topikal dibenarkan.

    'isalnya, jika ada kemacetan konka yang parah untuk mencegah penerapan obat topikal lain,

    maka penggunaan singkat dekongestan topikal dapat diperlukan. Pasien yang disarankanuntuk menggunakan obat-obatan akut harus selalu dinasihati terhadap penggunaan jangka

    panjang lebih dari + hari pada sekali aktu. Pasien dengan hipertensi tidak terkontrol atau

    riayat penyakit jantung harus diberikan dekongestan topikal dan oral dengan hati-hati

    karena berpotensi untuk memperburuk kondisi ini.

    Rhinitis diinduksi hormon

    hidung tersumbat diduga terjadi karena efek sekunder dari peningkatan estrogen dan

    progesteron. "ni adalah fenomena yang terjadi dalam kehamilan7 #amun, kurang diketahui

    apakah ini terjadi pada keadaan kelebihan hormon endogen atau eksogen. $da beberapa bukti

    yang menunjukkan terjadinya peningkatan hidung tersumbat selama puncak preoulasi

    estrogen selama menstruasi (1*1-1*0). #amun, penelitian telah gagal untuk menunjukkan

    korelasi yang konsisten antara sumber hormon eksogen perempuan (misalnya, kontrasepsi

    oral modem dosis rendah, terapi penggantian hormon, atau peraatan kesuburan) dan rhinitis

    (1*3 -1*2). "ni mungkin karena dosis dari estrogen pada kontrasepsi oral dan terapi

    penggantian hormon yang cukup rendah (3*-+** unit pmolB) dibandingkan saat kehamilan

    (2* sampai 13*.*** unit pmol B).

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    21/39

    &ekitar sepertiga dari anita hamil memiliki gejala hidung tersumbat gejala

    kehamilan yang didefinisikan oleh %llegaard dan 4arlsson sebagai 6hidung tersumbat muncul

    pada ; minggu terakhir usia kehamilan atau lebih, tanpa tanda-tanda lain dari infeksi saluran

    pernapasan dan tanpa penyebab alergi yang diketahui, menghilang sepenuhnya dalam

    minggu setelah melahirkan 6 (1*,1*H). &ekitar ;3 dari anita, melaporkan ada hidungtersumbat pada beberapa aktu selama kehamilan mereka (11*). 9al ini biasanya menjadi

    lebih jelas pada trimester kedua kehamilan dan mereda segera setelah melahirkan. "ni lebih

    sering terjadi pada anita multipara dibandingkan dengan anita nulipara dan tidak

    dipengaruhi oleh usia, kebiasaan merokok, atau indeks massa tubuh (11*).

    'eskipun hubungan antara kehamilan dan rhinitis tampaknya ada, namun mekanisme

    rhinitis diinduksi hormon masih dalam perdebatan. elas rhinitis diinduksi hormon bukan

    hanya fenomena dosis-respons. 8ampaknya, baik siklus pengeluaran hormon atau

    peningkatan kadar plasma yang perlahan diperlukan untuk memperoleh efek mukosa hidung

    (111). /iketahui penurunan kadar estrogen dan progesteron setelah melahirkan berkorelasidengan resolusi dari gejala rhinitis setelah melahirkan. #amun, penelitian sampai saat ini

    telah gagal untuk menunjukkan perbedaan konsisten dalam kadar estrogen dan progesteron

    antara anita hamil dengan gejala dan anita hamil tanpa gejala atau bahkan perempuan

    yang tidak hamil (111). 9asil yang samar-samar juga terlihat dari studi histologis dan

    fisiologis yang membandingkan kelompok perempuan ini.

    Pengobatan difokuskan pada keseimbangan antara menghilangkan gejala untuk ibu

    dan pertimbangannya juga untuk perkembangan janin. Pengobatan dinilai aman untuk

    digunakan dalam kehamilan berdasarkan percobaan pada hean dan manusia. 9anya

    4ategori / dan 4ategori J yang didasarkan penelitian pada manusia yang telah

    menunjukkan membahayakan janin. 4ategori dan A didasarkan pada ekstrapolasi dari studi

    reproduksi pada hean saja tanpa bukti yang jelas dari studi pada manusia. =/$

    membutuhkan banyak data obat-obatan berkualitas tinggi untuk bisa didefinisikan sebagai

    4ehamilan 4ategori $.

    "rigasi saline sangat efektif untuk rhinitis pada kehamilan dan harus menjadi lini

    pertama sebelum mencoba obat-obatan. 4romolin #atrium hidung adalah obat 4ategori

    yang efektif untuk gejala rhinorrhea, bersin, dan gatal di hidung. $ntihistamin oral generasi

    pertama dan kedua terdaftar sebagai 4ategori kecuali untuk fenofeIadine dan

    desloratadine, yang ditunjuk sebagai 4ategori A. "pratropium bromida adalah 4ategori tapi

    biasanya lebih efektif untuk rhinorrhea dan kurang begitu efektif pad ahidung tersumbat.

    &teroid hidung semuanya termasuk 4ategori A kecuali budesonide aMua, yang baru-baru ini

    diupgrade ke 4ategori . $ntihistamin intranasal, dekongestan oral, dan dekongestan

    intranasal semua dianggap 4ategori A dan harus digunakan dengan hemat sebagai terapi lini

    kedua jika gejalanya parah dan tidak responsif terhadap agen lainnya. "nhibitor leukotriene

    adalah 4ategori dan telah terbukti ditoleransi pada kehamilan tanpa malformasi yang nyata

    untuk perkembangan janin (11). #amun, efektiitas inhibitor leukotriene dalam rhinitis

    kehamilan belum diteliti secara khusus dan akan sangat tergantung pada patofisiologi yang

    mendasari rhinitis kehamilan (lihat 8abel +*.; untuk daftar klasifikasi obat kehamilan yangaman sering digunakan dalam pengobatan rhinitis). Pada pasien hamil dimana ada gejala

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    22/39

    keterlibatan dari komponen rhinitis alergika selama kehamilan, peraatan imunoterapi

    subkutan dapat diteruskan jika memberikan manfaat tanpa menyebabkan reaksi sistemik,

    tetapi suntikan tidak boleh dimulai atau ditingkatkan (11+).

    9ypothyroidism adalah penyebab yang jarang dari gejala rhinitis. ika sebelumnya

    tidak didiagnosis, tinjauan menyeluruh harus menilai gejala seperti kelelahan, intoleransi

    dingin, berat badan yang tidak diinginkan, rambut rapuh, dan perubahan kulit, yang akan

    mendorong pengujian laboratorium aal dengan tingkat 8&9 dan 80. Penggantian dengan

    hormon tiroid eksogen mengurangi gejala rinitis disebabkan oleh hipotiroidisme (110).

    Rhinitis otonom (rinitis #asomotor)

    /isfungsi sistem saraf otonom telah lama dipikirkan turut memainkan peran dalam

    peradangan hidung kronis dan rhinitis. "ni pertama kali ditunjukkan secara kuantitatif oleh uji

    meja miring abnormal pada pasien dengan rhinitis otonom (113). aru-baru ini, penelitian

    telah menunjukkan baha ini adalah kemungkinan hipoaktif dari sistem saraf simpatik

    daripada sebuah hiperaktif dari sistem parasimpatis yang mendorong terjadinya gejala rhinitis

    otonom (11;, 112).

    Gejala rhinitis otonom dapat muncul dalam merespon rangsangan fisik, emosional,

    atau pengecapan. eberapa rangsangan prookatif umumnya termasuk udara dingin,

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    23/39

    perubahan kelembaban, olahraga, gairah seksual, alkohol, stres emosional, makanan pedas,

    dan paparan langsung pada mukosa hidung. Pasien biasanya mengeluh rhinorrhea berair yang

    ditimbulkan oleh salah satu dari faktor-faktor ini. 9idung tersumbat juga dapat hadir tetapi

    sering pada tingkat yang lebih rendah. Pruritus jarang tetapi refleks bersin dapat juga ada

    sebagai mekanisme pertahanan host otonom.

    Rhinitis otonom termasuk unik di antara penyebab rhinitis lainnya dikarenakan ini

    merespon dengan baik untuk semprotan hidung ipratropium bromida dua sampai empat kali

    sehari (112). 4ortikosteroid topikal intranasal dan antihistamin intranasal juga ditemukan

    efektif untuk rhinitis otonom (11, 11H).

    Rhinitis !tropi

    Rhinitis $tropi ($R) adalah penyakit hidung tersumbat yang paradoks dan stasismukosiliar. Pasien muncul dengan gejala utama sumbatan hidung parah yang kronis dan pada

    pemeriksaan rongga hidung sering sangat paten atau bahkan melebar. $da bentuk primer dan

    sekunder dari $R yang membedakan dalam epidemiologi dan etiologinya. 8emuan

    karakteristik pada keduanya dalam bentuk pengerasan kulit hidung, pembesaran rongga

    hidung, atrofi mukosa, dan penymbatan hidung paradoks. 'ungkin $R primer dan sekunder

    memiliki manifestasi klinis yang sama dari faktor pemicu yang berbeda.

    eberapa pengertian lain yang telah digunakan bergantian dengan $R termasuk

    rhinitis sicca, sindrom hidung kosong, dan ozena. "ni mungkin penyakit-penyakit dalam

    sebuah spektrum atau penyakit yang berbeda sama sekali (1*,11). Penggunaannomenklatur yang meluas mengakibatkan kebingungan dalam mengkategorisasi dan

    mempelajari penyakit ini. entuk utama dari $R terlihat paling sering pada negara-negara

    terbelakang. $nak-anak dan orang deasa muda tampak dominan terkena meskipun beberapa

    penelitian telah menunjukkan rata-rata usia 3* pada populasi penelitian mereka (11). $da

    kecenderungan perempuan sedikit. Pasien-pasien ini sering muncul dengan gejala sumbatan

    hidung yang kronis disertai dengan krusta hidung yang terlihat dan kakosmia konsisten

    dengan triad yang aalnya digambarkan oleh =raenkel yaitu fetor, pengerasan kulit, dan

    atrofi struktur hidung. Pasien sendiri mungkin mengeluhkan anosmia tapi fetor sering lebih

    parah sehingga itu dirasakan oleh orang lain. 8idak jarang pasien mengalami depresi kliniskarena stigma sosial dari bau hidung yang kronis (11). &ebelum timbulnya gejala, riayat

    dari penyakit sinonasal tidak ada dalam bentuk primer.

    entuk sekunder dari $R terlihat sama dengan sumbatan hidung paradoks yang

    kronis7 #amun, kehadiran bau busuk sudah kurang umum atau kurang tajam. Pengerasan

    kulit hidung juga cenderung lebih terbatas daripada dalam bentuk primer dan resorpsi konka

    dan tulang juga terlihat lebih jarang (11,1). $R sekunder lebih sering terjadi pada usia

    deasa dan dominan terlihat di $merika &erikat dan negara-negara maju. Dperasi sinus

    dengan reseksi berlebihan dari konka mengakibatkan sebagian besar kasus $R sekunder.

    Penyebab lainnya meliputi! penyakit granulomatosa kronis seperti Cegener granulomatosis,

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    24/39

    trauma hidung parah, riayat radiasi pada kepala dan infeksi seperti kusta, 8A, sifilis, atau

    rhinoscleroma.

    Rasa sumbatan paradoks di hidung pada kedua $R primer dan sekunder tidak

    sepenuhnya dipahami. eberapa teori yang ada (1-10)!

    1. 4onka secara normal meneruskan dan memusarkan udara inspirasi. $trofi daerah

    ini menyebabkan terganggunya aliran udara normal, yang dianggap sebagai obstruksi.

    . eberapa tingkat resistensi kemungkinan merupakan faktor penting dalam sensasi

    bernafas yang memuaskan. 9idung berkontribusi 3* dari resistensi saluran napas dan tidak

    ada resistensi pada hidung normal.

    +. 'eskipun rongga hidung adalah paten abnormal, hidung yang atrofi memiliki luas

    permukaan mukosa kurang untuk menghidrasi dan menyejukkan udara inspirasi.

    0. $da kehilangan input dan penciuman sensorik termasuk persepsi dari udara

    inspirasi.

    $liran udara hidung kering yang tak berhenti menyebabkan perubahan kronis epitel

    pernapasan. &ecara histologi, ini tercermin dalam transformasi mukosa hidung dari

    normalnya epitel saluran pernapasan berlapis skuamosa menjadi keratinisasi epitel skuamosa.

    9ilangnya silia, sel goblet, kelenjar serosa dan mukosa, dan endarteritis obliterans difus

    (11).

    anyak faktor yang telah diusulkan sebagai patofisiologi yang mendasari $R

    termasuk infeksi, kekurangan gi:i, ketidakseimbangan hormon, kebersihan yang buruk,

    askulitis, proses autoimun, dan faktor keturunan. ?ang paling sering dilaporkan faktor-faktor

    ini yang mungkin adalah infeksiKlebsiella ozaenae.

    K. ozaenae adalah organisme yang paling sering dibiakkan dari krusta pasien $R

    (11,13). 9al ini terjadi lebih sering pada $R primer daripada yang sekunder. /alam

    serangkaian kasus terbesar sampai saat ini, dari 0 pasien dengan $R. 03 orang dari 03

    pasien $R primer memiliki biakan positif untuk K. ozaenae sedangkan hanya 1,3 dari

    pasien $R sekunder yang positif (11). $pakah kehadiran K. ozaenae hanyalah sebagai

    penyebab $R atau hanya superinfeksi oportunistik tidak diketahui pasti, tapi organisme ini

    kelihatannya memberikan kontribusi dalam beberapa bagian untuk proses penyakit yang

    sedang berlangsung pada $R primer. &tudi tentang cilia telah menunjukkan baha 4.

    o:aenae memiliki sifat ciliostatic, yang dapat membantu dalam pembentukan kolonisasi

    kronis dan infeksi (1;).

    "mplikasi lebih lanjut mengenai etiologi infeksi $R primer berasal dari hubungan

    yang ada pada babi yang disebut sebagai $R progresif. Pada babi, bakteri Pasteurella

    multocida hanya sendiri atau berkombinasi dengan Bordetella bronchiseptica, telah

    ditetapkan sebagai organisme penyebab dari $R progresif. @aksin terhadap P. multocida

    adalah pelindung melaan gejala dan tanda-tanda $R progresif pada babi (12).

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    25/39

    $R adalah diagnosis klinis. Pada pemeriksaan, tampak mukosa hidung pucat,

    mengkilap, dan kering. "ni mungkin tampak menipis atau berbatu. &etelah krusta kuning

    kehijauan intensif dikeluarkan. $da rongga hidung yang luas tampak terlihat seiring dengan

    hilangnya landmark intranasal yang normal.

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    26/39

    4ebiasaan nasal positif dapat membantu mendukung diagnosis dan terapi antibiotik

    langsung, tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis. iopsi hidung harus dilakukan setiap kali

    adak kecurigaan penyebab granulomatosa pada $R sekunder. ika ada yang berhubungan

    dengan penurunan berat badan, dyspnea kronis, atau gejala lain yang bersamaan dengan

    penyakit paru, maka biopsi hidung dibenarkan. /emikian pula, jika perforasi septum muncultanpa riayat interensi iatrogenik atau penyalahgunaan obat intranasal, maka kecurigaan

    klinis harus ditingkatkan untuk askulitis yang mendasari dan biopsi harus dilakukan. &ebuah

    etiologi utama untuk $R harus selalu dicari pertama dan diterapi sesuai.

    Pengobatan andalan untuk $R adalah melembabkan dan debridement. /ebridement

    aalnya harus dilakukan di klinik pada interal 0 sampai ; minggu diikuti dengan irigasi

    isotonik saline minimal ** m selama sampai 0 kali sehari. &ebuah salep dengan bahan

    dasar tak berminyak harus digunakan dua kali sehari di antara irigasi untuk meningkatkan

    kelembaban hidung. 4etika pasien sudah tidaak terlihat seperti ada krusta atau gejala pilek,

    maka pengaasan hidung dan debridement di klinik dapat dikurangi frekuensinya tetapipasien harus diberi konseling mengenai kekebalan penyakit ini dan akan kepatuhan terapi

    sehari-hari. 4adang solusi antibiotik topikal selain garam selama sampai 0 minggu dapat

    membantu dalam mengeradikasi infeksi kronis dan krusta yang berbau busuk. eberapa

    persediaan antibiotik topikal yang umum digunakan termasuk gentamisin ** m (*-1;*

    mg B 1.*** m) dua kali sehari atau mupirocin ( mg dari di 1*** m) dua kali sehari.

    4uinolon sistemik atau tetrasiklin dapat dipertimbangkan jika pasien tetap sulit disembuhkan

    meskipun patuh terhada terapi harian. /ekongestan dan antihistamin harus dihindari karena

    ini akan memperburuk mukosa yang kering.

    Pilihan bedah ditujukan untuk meningkatkan kelembaban hidung danBatau resistensi

    hidung. &ebuah prosedur yang dimodifikasi ?oung mengembangkan flaps untuk menutup

    nares pada satu kali dan memungkinkan untuk rehumidifikasi dari mukosa hidung. %ndoskopi

    hidung periodik difasilitasi dengan meninggalkan lubang kecil + mm. 8etap diperlukan

    prosedur rekanalisasi berikutnya. &tudi yang terbatas telah menunjukkan penurunan krusta

    hidung pada ; bulan dan peningkatan pemanjangan silia tapi tidak jumlahnya (1+*).

    8ersedia sejumlah stent hidung berbeda yang dapat dilepas untuk mempersempit

    diameter nares untuk meningkatkan ketahanan hidung. $da berbagai metode untuk bedah

    estibuloplasty dalam literatur. "ni melibatkan pengembangan flaps mukosa atau injeksi

    berbagai autograft atau allograft implan pada katup hidung internal. 9asil dari semua pilihan

    bedah terbaik tentunya berariasi dan harus dikejar dengan hati-hati setelah semua pilihan

    konseratif yang melelahkan selama jangka aktu lama.

    Penyebab sistemik dari Rhinitis non-alergika

    Penyakit sistemik dapat muncul bersamaan dengan gejala klinis rinitis kronis dan

    harus dipertimbangkan dalam diferensial rhinitis non-alergika kronis yang sukar

    disembuhkan. Penyakit autoimun dan penyakit granulomatosa seperti Cegenergranulomatosis dan sarkoidosis adalah pertimbangan yang paling umum. 8emuan uji dapat

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    27/39

    nonspesifik tetapi tinjauan sistem dapat mengungkapkan gejala konstitusional, gejala paru,

    atau gejala muskuloskeletal yang harus meningkatkan kecurigaan klinis seseorang untuk

    proses sistemik yang mendasari. $gen infeksi seperti tuberkulosis, rhinoscleroma, dan infeksi

    jamur kronis juga dapat memicu reaksi granulomatosa di hidung dan rhinitis kronis.

    6&nuffles6 adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan persistensi dan rhinorebercak merah-kebiruan yang merupakan manifestasi dari sifilis kongenital. &tudi serum dan

    biopsi intranasal ditunjukkan untuk menyingkirkan penyebab infeksi dan autoimun dari

    rhinitis yang sulit disembuhkan. &ebuah I-ray dada termasuk efisien, dan modalitas murah

    yang juga harus digunakan untuk menyelidiki potensi adanya penyakit paru yang bersamaan.

    Refluks eItraesophageal (%%R) diakui sebagai penyebab umum dari rhinitis yang

    sukar disembuhkan pada anak-anak (1+1) dan semakin diakui juga sebagai kontributor untuk

    rinosinusitis kronis pada orang deasa (1+). %%R juga telah dikaitkan dengan rhinitis

    otonom pada orang deasa dan dapat merupakan manifestasi dari disfungsi otonom umum

    (11;). /ahak kronis, pembersihan tenggorokan yang berlebihan, globus, batuk, dan iritasitenggorokan adalah gejala yang bisa sama-sama disebabkan isi perut direfluks dari baah

    atau mediator inflamasi yang keluar dari atas hidung. Riayat nyeri ulu hati, regurgitasi, atau

    dispepsia adalah penting untuk dicaritahu pada pasien dengan gejala rinitis kronis7 #amun,

    tidak adanya gejala-gejala ini tidak mengecualikan diagnosis %%R. 4aufman (1++)

    menunjukkan baha bahkan jumlah jejak refluks, tiga kali seminggu, cukup untuk

    menyebabkan trauma mukosa ke laring. &ebuah p9 probe ganda khusus dengan lengan

    esofagus dan nasofaring terpisah dapat mendeteksi kejadian refluks ke nasofaring tapi saat ini

    belum ada data standar untuk menggambarkan apa yang normal atau apa yang signifikan.

    &ebuah percobaan empiris obat antirefluI dapat dibenarkan untuk pasien dengan gejala

    rhinitis refraktori.

    aik keganasan organ padat ataupun hematogen mungkin meniru gejala rinitis non

    alergi. #eoplasma hidung harus selalu diselidiki dengan endoskopi hidung dan A8 &can

    sinus. #4B 8-sel limfoma yang sebelumnya disebut granuloma midline mematikan, dapat

    menyebabkan erosi agresif struktur intranasal bersamaan dengan $R. eukemia limfositik

    kronis juga telah dilaporkan menyamar seperti rhinitis kronis (1+0).

    Pasien dengan penyakit Parkinson menunjukkan peningkatan kejadian rhinorrhea lima

    kali lipat terhadap kontrol usia yang sama dalam sebuah studi yang dilaporkan (1+3). "ni

    muncul terutama otonom dalam mendeskripsikan dan merespon ipratropium bromida. 9al ini

    mungkin disebabkan oleh disregulasi simpatik terlihat pada penyakit Parkinson. (ihat 8abel

    +*.2 untuk daftar penyebab sistemik potensial dan struktural dari rhinitis kronis) Proses

    penyakit ini dibahas secara lebih rinci dalam bab terpisah.

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    28/39

    Rhinitis dan Penuaan

    Rhinitis pada anak-anak pada umumnya karena penularan dan alergi. &etelah usia

    *,barulah rhinitis non-alergika lebih umum. &etelah dekade keenam dan ketujuh, perubahan

    di mukosa hidung, melemahnya struktur tulang raan hidung, dan banyaknya konsumsi obat-

    obatan mempengaruhi orang deasa yang lebih tua untuk kondisi yang dijuluki 6rhinitis

    geriatri6 atau 6rhinitis pikun6 (1+;).

    &eiring penuaan, mukosa hidung menjadi lebih atrofi dengan hilangnya kelenjar

    serosa submukosa dan sel goblet dan penurunan aliran mikroaskular. 4elemahan dalam

    mendukung tulang raan hidung yang berkaitan dengan usia kolagen juga dapat

    menonjolkan gejala obstruksi aliran udara hidung. Populasi orang berusia juga mungkin

    dikarenakan pengobatan kronis seperti diuretik, beta-blocker, anIiolytik, dan obat-obatan

    antiertigo dengan efek sampingnya mengeringkan dan memampetkan hidung.

    Pasien mungkin muncul dengan keluhan sekresi hidung menebal dan krusta, post-

    nasal drip berlebihan dan dahak, pembersihan tenggorokan berlebih, hidung tersumbat, dan

    kadang-kadang penurunan dalam indra penciuman dan rasa. $tau pasien usia lanjut dapatmelaporkan rhinore berair dan eksaserbasinya dengan makanan, perubahan suhu, atau latihan

    yang lebih mirip dengan rhinitis otonom. /iferensial diagnosis untuk rhinitis geriatri onset

    baru termasuk rhinitis alergika, rinitis asomotor, rhinitis atrofi, sinusitis kronis, penyakit

    %%R, tumor hidung jinak dan ganas, dan kebocoran A&=. 9al ini penting untuk menyelidiki

    dan menghilangkan kondisi yang lebih morbid sebelum memulai terapi dugaan.

    8ujuan dalam pengobatan rhinitis geriatri fokus pada meningkatkan kelembaban

    hidung dan pembersihan mukosiliar.

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    29/39

    hemat karena dapat memperburuk kekeringan hidung tetapi pada banyak pasien kombinasi

    garam dan hidung steroid topikal terbukti efektif. &ebuah percobaan steroid hidung ajar

    dengan syarat pemantauan dosis akan efek samping lokal. &teroid hidung harus digunakan

    dengan hati-hati pada pasien dengan glaukoma sudut sempit karena steroid dapat

    meningkatkan tekanan intraokular. ika pengobatan dengan steroid diperlukan pada pasiendengan riayat glaukoma sudut sempit, maka pasien harus memiliki sering mengecek

    tekanan intraokular di dokter mata mereka. &emprotan ipaptropium hidung sangat efektif

    untuk rhinitis otonom tetapi kepatuhan mungkin terbatas karena frekuensinya yang

    dibutuhkan.

    Dbat yang harus dihindari pada kelompok ini termasuk antihistamin dan dekongestan.

    $ntihistamin, terutama antihistamin generasi pertama, dapat memperburuk kekeringan

    mukosa dan menyebabkan sedasi dibandingkan obat lainnya. $ntihistamin harus dibatasi

    untuk antihistamin generasi kedua apabila diindikasikan. 8opikal dan sistemik dekongestan

    nasal tidak memberikan solusi jangka panjang untuk rhinitis geriatri, dapat mengeksaserbasikekeringan hidung dan iritasi, dan juga dapat memperburuk kondisi komorbiditas yang

    mendasari seperti hipertensi dan penyakit jantung.

    $al-hal yang penting

    Rhinitis non-alergika adalah masalah umum yang masih belum begitu diketahui

    elum ada tes definitif untuk rhinitis non-alergika (dan sub kategorinya). /iagnosis

    ditegakkan melalui riayat menyeluruh, hal-hal yang berkaitan dengan gejala pasien,

    dan mengecualikan diagnosa lain yang mungkin

    'eskipun terminologinya masih suram dan masih banyak tantangan untuk

    mengkategorikan, pendekatan dalam penanganan praktek dari pasien rhinitis non-

    alergika kronis masih sama

    Rhinitis kronis dapat diringankan dengan terapi non-farmakologi dan non-bedah

    termasuk edukasi pasien, kontrol lingkungan, dan irigasi saline hidung

    $ntihistamin topikal menunjukkan efek antihistamin dan anti-inflamasi serta efektif

    sebagai terapi lini pertama pada pasien rhinitis idiopatik

    4ortikosteroid hidung topikal efektif terutama pada pasien rhinitis non-alergika

    dengan sindrom eosinofil hidung

    %!F&!R P'S&!K!

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    30/39

    1. /ioren:o G, Paoor '. $modio %, et al. /ifferences and similarities beteen allergic

    and nonallergic rhinitis in a large sample of adult Patients ith rhinitis symptoms. Int rch

    llerg! Immunol*117 133! ;+- 2*.

    . &ettipane R$, ieberman P.

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    31/39

    13. Gehanno P, /eschamps %, Garay %, et al. @asomotor rhinitis! clinical efficacy of

    a:elastine nasal spray in comparison ith placebo. (%) " (torhinolar!ngol %elat Spec**17

    ;+! 2;-1.

    1;. ernstein $ $:el.astine hydrochloride! a reie of the pharmacology, pharmacokinetics,

    clinical efficacy and tolerability. #urr 'ed %es (pin**27 + (1*)! 001-03.

    12.

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    32/39

    . handarkar #/, &mith 1. Dutcomes of surgery for inferior turbinate hypertrophy. #urr

    (pin (tolar!tngol ead eck Surg *1*7 1 (1)! 0H-3+.

    H. Passali /, Passali '=. Passali GA, et al. 8reatment of inferior turbinate hypertrophy! a

    randomi:ed clinical trial.nn (tol %hinol )ar!ngol**+7 11! ;+-;.

    +*. ? Ahen, 8an Af, 9uang 9'. ong-term efficacy of microdebrider-assisted inferior

    turbinoplasty ith laterali:ation for hypertrophic inferior turbinates in Patients ith perennial

    allergic rhinitis.)ar!ngoscope**7 11! 12*-120.

    +1. iu A', 8an A/, ee =P, et al. 'icrodebrider-assisted ersus radiofreMuency-assisted

    inferior turbinoplasty.)ar!ngoscope**H7 11H! 010-01.

    +. &roka R, ido of P. 4illian 8, et al. Aomparison of long term results after 9o! ?$G and

    diode laser treatment of hyperplastic inferior nasal turbinates. )asers Surg 'ed**27 +H!

    +0-++1.

    ++. Golding-Cood P9. @idian neurectomy-its result and complications. )ar!ngoscope1H2+7

    +! 1;2+-1;+.

    +0. # 4rant, Cilderanck de lecourt P, /ieges P9, et al. ongterm results ofidian

    neurectomy.%hinolog!1H2H7 12 (0)! +1-+3.

    +3. ang 8?, 4im ?9. &hin &9. ong-term effectieness and safety of endoscopic idian

    neurectomy for the treatment of intractable rhinitis. (torhinolar!ngol #lin *$p*1*7 + (0)!

    1-1;.

    +;. 4aamura &, $sako ', 'omotani $. et al. 8urbinectomy submucosal ith the posterior-

    superior nasal neurectomy for Patients ith allergic rhinitis. Pract (torhinolar!ngol***7

    H+! +; 2-+2.

    +2. Dgaa 8, 8akeno &, "shino 8, et al. &ubmucous turbinectomy rombined ith posterior

    nasal neurectomy in the management of seere allergic rhinitis! clinical outromes and local

    cytokine changes.uris nasus )ar!n$**27 +0! +1H-+;.

    +. 4onno $ 9istorical. pathophysiological. and therapeutic aspects of idian neurectomy.

    #urr llerg! sthma %ep*1*7 1* ()! 1*3-11.

    +H. 'oneret-@autrin /$, 9sieh @. Cayoff ', et al. #onallergic rhinitis ith eosinophilia

    syndrome, a precursor of the triad! nasal polyposis, intrinsic asthma, and intolerance to

    aspirin.nn llerg!1HH*7 ;0! 31+-31.

    0*. &ettipane G$. 4lein /%. #on-allergic rhinitis! demography of eosinophils in the nasal

    smear, blood eosinophil counts and total "g% leels. *ng %eg llerg! Proc1H37 ;! +;+-

    +;;.

    01. 4ramer '% uro G, Pfrogner %. Rasp G. "n itro diagnosis of chronic nasal

    inflammation. #lin *$p llerg!**0, +0! 1*;-1*H.

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    33/39

    0. /aidson $%. 'illare &/, &ettipane R. et al. /elayed nasal mucociliary clearance in

    Patients ith non-allergic rhinitis and nasal eosinophilia.llerg! Proc1HH7 1+! 1-0.

    0+. # Romero, &cadding G4 %osinophilia in nasal secretions Aompared to skin prick test

    and nasal challenge test in the diagnosis of nasal allergy.%hinolog!1HH7 +*! 1;H-123.

    00. Aarney $&, Poe /G, 9uskisson R&, et al. $typical nasal challenges in Patients ith

    idiopathic rhinitis! more eidence for the eIistence of allergy in the absence of atopyE #lin

    *$p llerg!**7 +! 10+;-100*.

    03. Rondon A, /ona ope: &, et al. &easonal idiopathic rhinitis ith local inflammatory

    response and specific "g% in absence of systemic response. llerg!**7 ;+! 1+ 3-1+3.

    0;. Cedback $. %nbom 9, %riksson #%, et al. &easonal nonallergic rhinitis (8heory)! a ne

    disease entityE $ clinical and immunological comparison beteen 8heory, seasonal rhinitis

    and persistent allergic rhinitis nonallergic.%hinolog!**37 0+! ;-H.

    02. Poe /G, agger A, 4leinjan $. et al. 5%ntopy6! mucosal locali:ed allergic disease in the

    absence of systemic responses for atopy. #lin *$p llerg!**+7 ++! 1+20-1+2H.

    0. Rondon A, Aanto G, lanca '. ocal allergic rhinitis! a ne entity, and further

    characteri:ation studies. #urr (pin llerg! #lin Immunol*1*7 1* (1)! 1-2.

    0H. Poe /G, R& 9uskisson, Aarney $&, et al. %idence for an inflammatory

    pathophysiology in idiopathic rhinitis. #lin *$p llerg!**17 +1 (;)! ;0-2.

    3*. Poe /G, R& 9uskisson, Aarney $&, et al. 'ucosal 8-cell phenotypes in persistentatopic rhinitis and nona topic sho an association ith mast cells. llerg!**07 3H! *0-1.

    31. /R Cebb, 'elt:er %D, $= =inn r. et al. "ntranasal fluticasone propionate is effectie for

    perennial nonallergic rhinitis ith or ithout eosinophilia. nn llerg! sthma Immunol

    **7 ! +3-+H*.

    3. 'ygind #. %ffects of corticosteroid therapy in non-allergic rhinosinusitis. cta

    (tolar!ngol1HH;7 11; ()! 1;0-1;;.

    3+. Purello-/N$mbrosio =, "sola &, Ricciardi r .. et al. $ controlled study on the effectieness

    of loratadine in rombination ith flunisolide in the treatment of nonallergic rhinitis ith

    eosinophilia (nares). #lin *$p llerg!1HHH7 H ()! 110+-1102.

    30. $4 %llis, 4eith P4. #onallergic rhinitis ith eosinophilia syndrome. #urr llerg!

    sthma %ep**;7 ; (+)! 13-*.

    33. %$$A" 8ask =orce on Dccupational Rhinitis7 'oscato G, @andenplas *, Gerth an Cijk

    R, et al. Dccupational rhinitis.llerg! **7 ;+! H;H-H*.

    3;. 4arjalainen $. 'artikainen R, 4laukka 8, et al. Risk of asthma =innish $mong Patients

    ith occupational rhinitis. #hest**+7 1+! +-.

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    34/39

    32. 9ytonen '. 4anera , 'almberg 9, et al. 8he risk of occupational rhinitis. Int rch

    (ccup *nviron ealth 1HH27 ;H! 02-0H*.

    3. &iracusa $. /esrosiers ', 'arabini $ %pidemiology of occupational rhinitis! prealence.

    etiology and determinants. #lin *$p llerg!***7 +*! 131H-13+0.

    3H. 9ellgren . "illienberg , arlstedt . et al. Population-based study of non-infectious

    rhinitis in relation to ocrupational eIposure, age. seI. and smoking. m " Ind 'ed**7 0

    (1)! +-.

    ;*. &husterman /, $ila . almes PA, et al. Ahlorine produces nasal inhalation allergic

    rhinitics ithout rongestion in mast cell degranulation.*ur %espir "**+7 1! ;3-;32.

    ;1. 8. 9aahtela &kin tests used fur epidemiologic studies. llerg!1HH+7 0 (&uppl s10)! 2;-

    *.

    ;. #athan R$. %ccles R. 9oarth P9, et al. Dbjectie monitoring of nasal patency in

    rhinitis and nasal physiology. " llerg! #lin Immunol**37 113 (+ Pt )! &00-&03H.

    ;+. @. &chlunssen &chaumburg ". $ndersen #8, et al. #asal patency is related to dust

    eIposure in oodorkers. (ccup *nviron 'ed**7 3H! +-H.

    ;0. 9oarth P9, Penson AG, 'elt:er %D, et al. Dbjectie monitoring of nasal airay

    inflammation in rhinitis. " llerg! #lin Immunol**37 113 (+ Pt )! &010-&001.

    ;3. Palc:ynski A, Calusiak . 4rakoiak $, et al. #asal laage fluid eIamination in

    diagnostics of ocrupational allergy to chloramine. (ccup core 'ed *nviron ealth**+7 1;!+1-0*.

    ;;. ohannessen &GD, ieber 8, /ahl R. et al. Reised nomenclature for allergy global fur

    use! report of the #omenclature Reie Aommittee of the Corld $llergy Drgani:ation, Dct

    **+. " llerg! #lin Immunol **07 11+! +-+;.

    ;2. erges-Gimeno ', &imon R$, &teenson //. 8he natural history and clinical

    characteristics of aspirin eIacerbated respiratory disease. nn llerg! sthma Immunol**7

    H! 020-02.

    ;. 9edman, 4aprio , Poussa 8, et al. Prealence of asthma. aspirin intolerance. nasal

    polyps and chronic obstructie pulmonary disease in a population-based study. Int "

    *pidemiol1HHH7 ! 212-2.

    ;H. enkins A, Aostello , 9odge . &ystematic reie of prealence of aspirin-induced

    asthma and its implications fur clinical practice. B'"**07 +! 0+0-0+2.

    2*. A /elaney. 8he diagnosis of aspirin idiosyncrasy by analgesic challenge. #lin llerg!

    1H2;7 ;! 122-11.

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    35/39

    21. &:c:eklik $, #i:ankoska %, /uplaga '. #atural history of aspirin-induced asthma.

    $lane "nestigators. %uropean #etork on $spirin- "nduced $sthma . *ur %espir "***7 1;!

    0+-0+;.

    2. &teenson //, &:c:eklik $. Alinical and pathologic perspecties on aspirin sensitiity

    and asthma." llerg! #lin Immunol**;7 11 (0)! 22+-2;.

    2+. Araig =erguson 11. , 4rouse 9. &leep impairment in allergic rhinitis, rhinosinusitis.

    and nasal polyposis.m " (tolaringol**7 H (+)! *H-12.

    20. ochenek G, #agraba 4, #i:ankoska %, et al. $ study of Halphallbeta rontrolled-PG=

    (a PG/ metabolite) in plasma and urine of Patients ith bronchial asthma and healthy

    rontrois after aspirin challenges. " llerg! #lin Immunol**+7 111! 20+-20H.

    23. Aobum

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    36/39

    3. 'artin-Garcia A, 9inojosa ', erges P. &afety of a cyclooIygenase- inhibitor in

    Patients ith aspirin-sensitie asthma. #hest**7 11! 11-112.

    ;. &:c:eklik $, #i:ankoska %. ochenek G, et al. &afety of a specific ADJ- inhibitors in

    the aspirin-induced asthma. #lin *$p llerg!**17 +1! 1H-3.

    2. uaratino /, Romano $, /i =onso ' et al. 8olerability of meloIicam in Patients ith

    histories of aderse reactions to nonsteroidal anti-inflammatory drugs. nn llerg! sthma

    Immunol***7 0! ;1+-;12.

    . abek &, Aelik G, %diger /, et al. 8he use of nimesulide in Patients ith acetylsalicylic

    acid and nonsteroidal anti-inflammatory drug intolerance." sthma1HHH7 +;! ;32 -;;+.

    H. @aghi $. 8olerance of meloIicam in aspirin-sensitie asthmatics. m " %espir #rit #are

    'ed1HH7 132! 213.

    H*. abek &, Aelik G, D:er % et al. &afety of selectie ADJ- inhibitors in the

    aspirinB#&$"/ intolerant Patients! romparison of nimesulide, meloIicam and rofecoIib. "

    sthma**07 01! ; 2-2 3.

    H1. &ettipane R$, &teenson //. Aross sensitiity ith acetaminophen in aspirin-sensitie

    asthmatics. " llerg! #lin Immunol1HH7 and 0! ;-++.

    H. &teenson //, 9ougham $. &chrank P, et al. /isaldd crosssensitiity in aspirin-sensitie

    asthmatics. " llerg! #lin Immunol1HH*7 ;! 20H-23.

    H+. aldassarre &, &chandene ". Ahoufani G, et al. $sthma attacks induced by lo doses ofceleccrub, aspirin and acetaminophen. " llerg! #lin Immunol**;7 112! 13-12.

    H0. /ursun $, Coesmer 4$, &imon R$. et al. Predicting outcomes of oral aspirin

    challenges in Patients ith asthma. nasal polyps, and chronic sinusitis. nn llerg! sthma

    Immunol**7 1**! 0*-03.

    H3. 9ope $P. Coessner 4$. &imon R$. et al. Rational approach to aspirin dosing during oral

    challenges and desensiti:ation of Patients ith aspirin-eIacerbated respiratory disease. "

    llerg! #lin Immunol**H7 1+! 0*;-01*.

    H;. $# Cilliams, Coessner 4'. 8he clinical effectieness of aspirin desensiti:ation in

    chronic rhinosinusitis. #urr llerg! sthma %ep**7 (+)! 03-3.

    H2. 'acy %, ernstein $. Aastells 'A, et al. $spirin /esensiti:ation for the oint 8ask

    =orce. $spirin challenge and desensiti:ation for aspirin-eIacerbated respiratory disease! a

    practice paper.nn llerg! sthma Immunol **27 H! 12-120.

    H. erges-Gimeno ', &imon R$, &teenson //. 8reatment ith aspirin desensiti:ation in

    Patients ith aspirin eIacerbated respiratory disease." llerg! #lin Immunol**+7 111! 1*-

    1;.

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    37/39

    HH. Graf P. Rhinitis medicamentosa! aspects of pathophysiology and treatment $llelI? 1HH27

    3 (0* &uppl)! -+0. 1**. Ramey f, ailen %, ockey, Rhinitis medicamentosa. Investig

    llerg! #lin Immunol**;7 1; (+)! 10-133.

    1*1. A' Philpott, %l-$lami ', 'urty G%. 8he effect of the seI steroid hormones on the

    nasal airay during the normal menstrual cycle. #lin (tolar!ngol**07 H! 1+-10.

    1*. &tubner

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    38/39

    113. aradeh &&, &mith 8, 8orriro et al. $utonomic nerous system %aluation of Patients

    ith asomotor rhinitis. )ar!ngoscope***7 11*! 1-1+1.

    11;. oehrl 8$. &mith 8, /arling R, et al. $utonomic dysfunction, asomotor rhinitis, and

    eI! traesophageal manifestations of gastroesophageal refluI. (tolar!ngol ead eck Surg

    **7 1; (0)! +-+2.

    112. oehrl 8$. $utonomic dysfunction, allergy and the upper airay. #urr (pin

    (tolar!ngol ead eck Surg **27 13 (0)! ;0-;2.

    11. ong $. 'c=adden A, / /eine, et al. 'anagement o allergic and nonallergic rhinitis.

    *vidence report /technolog! assessment no. 01. genc! or ealthcare %esearch and 2ualit!

    publication no. 34-*341.Rockille, '/! $gency for 9ealthcare Research and uality, **.

    11H. ano A9, ieberman P. @asomotor rhinitis study groups! efficacy of a:elastine nasal

    spray in the treatment of asomotor (perennial nonallergic) rhinitis. nn llerg! sthmaImmunol**17 ; (1)! -+3.

    1*. Ahhabra #, 9ouser &'. 8he diagnosis and management of empty nose syndrome.

    (tolar!ngol #lin orth m**H7 0! +11-++*.

    11. 'oore %, 4ern %. $trophic rhinitis! a reie of 0 cases. m " %hinol**17 13!

    +33-+;1.

    1. /e&ha:o R/, &tringer &P. $trophic rlrinosinusitis! eIplanation of progress toard an

    unsoled medical mystery. #urr (pin llerg! #lin Immunol*117 11! 1-2.

    1+. Guilherme ', Garcia G, ailie #, et al, $trophic rhinitis! a A=/ study of ater

    oonditioning in the nasal caity." ppl Ph!siol**27 1*+ (+)! 1*-1*H.

    10. Gray R=%, arton RP%. C Cright, et al. Primary atrophic rhinitis! a microsoopic

    scanning electron (&%') study." )ar!ngol (tol1H*7 H0! H3-HH.

    13. Ahand '&. 'ac$rthur A. Primary atrophic rhinitis! a summary of four cases and

    reie of the literature. (tolar!ngol ead eck Surg1HH27 11; (0)! 330-33.

    1;. =erguson , 'cAaffrey 8@. 4ern %, et al. %ffect of 4lebsiella o:aenae on dliary

    actiity in itro! implications in the pathogenesis of atrophic rhinitis. (tolar!ngol ead eck

    Surg1HH*7 1* (+)! *2 -11.

    12. #ielsen P. =oged #8, &*rensen @. et al. @accination against progressie atrophic rhinitis

    ith a recombinant Pasteurella multoada toIin deriatie. #an " 5et %es1HH17 33 ()! 1-

    1+.

    1. y 89, /e&ha:o R/, Dliier , et al. /iagnostic criteria for atrophic rhinosinusitis. m

    " 'ed**H7 1! 202-23+.

    1H. Pace-al:an $. &hankar 9ake '. Aomputed tomographic findings in atrophicrhinitis. " (tolar!ngol1HH17 *! 0-0+.

  • 7/24/2019 Rhinitis Non Alergika

    39/39

    1+*. Aadre 4A, 4 hargaa, Pradhan R?. et al. Alosure of the nostrils (?oungNs operation)

    in atrophic rhinitis. " )ar!ngol (tol1H217 3! 211-210.

    1+1. erger C%. &chonfeld %. #onallergic rhinitis in children. #urr llerg! sthma %ep

    **27 2 ()! 11-11;.

    1+. /elGaudio '. /irect nasopharyngeal refluI of gastric add oontributing is a factor in

    refractory chronic rhinosinusitis.)ar!ngoscope**37 113 (;)! H0;-H32.

    1++. 4oufman $. 8he Dtolaryngologic manifestations of gastroesophageal refluI disease

    (G%R/)! a clinical inestigation of 3 Patients using ambulatory 0-hour p9 monitoring

    and an eIperimental inestigation of the role of add and pepsin in thedeelopment of

    laryngeal injury. )ar!ngoscope1HH17 1*1 (0 Pt , &uppl 3+)! 1-2.

    1+0. =riedman 9. $mick ''. Ahou 4. Rhinorrhea and olfaction in Parkinson disease.

    eurolog! **7 2*! 02-0H.

    1+3. $mir R, ?G /ody, Goldberg $#. Ahronic rhinitis! a manifestation of chronic

    lymphocytic leukemia.m " (tolar!ngol1HHH7 * (3)! +-++1.

    1+;. ordan $. 'abry R. Geriatric rhinitis! hat it is, and ho to treat it. 6eriatrics1HH7

    3+! 2;, 1-0.