REFERAT RINITIS ALERGIKA

31
BAB I PENDAHULUAN Rinitis adalah proses terjadinya inflamasi pada membran mukosa hidung yang dapat disebabkan oleh infeksi, alergi atau iritasi. Hal ini dapat menimbulkan gejala seperti hidung gatal, tersumbat, bersin-bersin, dan berair. Berdasarkan penyebabnya rinitis dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu rinitis alergi, non-alergi, dan rinitis karena infeksi. Rinitis alergi disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen tertentu. Rinitis non-alergi merupakan rinitis yang disebabkan oleh faktor pemicu tertentu yang bukan merupakan alergen. Rinitis ini dapat dibagi menjadi rinitis vasomotor dan rinitis medikamentosa. Rinitis karena infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur. Contohnya adalah rinitis atrofi, rinitis hipertrofi, rinitis simpleks, rinitis difteri, rinitis jamur/candida, rinitis tuberkulosa, dan rinitis sifilis. 1,2 Rinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respons normal vasomotor akibat dari pemakaian vasokontriktor topikal seperti obat tetes hidung atau obat semprot hidung dalam waktu lama sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. 1 Istilah rinitis medikamentosa juga digunakan di beberapa literatur sebagai penyakit kongesti hidung akibat efek samping penggunaan berlebihan obat-obatan selain dekongestan topikal, seperti kontrasepsi oral, obat- obat psikotropik, dan antihipertensi. Namun, mekanisme 1

description

Referat THT

Transcript of REFERAT RINITIS ALERGIKA

Page 1: REFERAT RINITIS ALERGIKA

BAB I

PENDAHULUAN

Rinitis adalah proses terjadinya inflamasi pada membran mukosa hidung yang dapat

disebabkan oleh infeksi, alergi atau iritasi. Hal ini dapat menimbulkan gejala seperti hidung

gatal, tersumbat, bersin-bersin, dan berair. Berdasarkan penyebabnya rinitis dapat dibagi

menjadi tiga golongan yaitu rinitis alergi, non-alergi, dan rinitis karena infeksi. Rinitis alergi

disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan

alergen tertentu. Rinitis non-alergi merupakan rinitis yang disebabkan oleh faktor pemicu

tertentu yang bukan merupakan alergen. Rinitis ini dapat dibagi menjadi rinitis vasomotor

dan rinitis medikamentosa. Rinitis karena infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, dan

jamur. Contohnya adalah rinitis atrofi, rinitis hipertrofi, rinitis simpleks, rinitis difteri, rinitis

jamur/candida, rinitis tuberkulosa, dan rinitis sifilis.1,2

Rinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respons normal

vasomotor akibat dari pemakaian vasokontriktor topikal seperti obat tetes hidung atau obat

semprot hidung dalam waktu lama sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap.1

Istilah rinitis medikamentosa juga digunakan di beberapa literatur sebagai penyakit kongesti

hidung akibat efek samping penggunaan berlebihan obat-obatan selain dekongestan topikal,

seperti kontrasepsi oral, obat-obat psikotropik, dan antihipertensi. Namun, mekanisme

terjadinya kongesti antara vasokontriktor  topikal dengan obat-obat di atas berbeda sehingga

istilah rinitis medikamentosa hanya digunakan untuk rinitis yang disebabkan oleh

penggunaan vasokontiktor topikal, sedangkan yang disebabkan oleh obat-obat oral

dinamakan rinitis yang dicetuskan oleh obat (drug-induced rhinitis).2,3

Pada penelitian yang dilakukan oleh Toohill RJ4 dkk pada 119 subjek, 6.7%

diantaranya menderita rinitis medikamentosa. Insidens rinitis medikamentosa di Amerika

Serikat dalam 10 tahun terakhir adalah 1%. Berdasarkan jenis kelamin, tidak ada perbedaan

antara laki-laki dan perempuan dalam terjadinya rinitis medikamentosa. Bila dilihat dari segi

usia, rinitis medikamentosa sering terjadi pada usia dewasa muda.4

Rinitis medikamentosa merupakan salah satu kelainan hidung yang dapat

mengganggu dan membuat penderita datang berobat ke dokter. Oleh karena itu pada makalah

ini akan dibahas tentang patofisiologi, gejala, pemeriksaan dan penatalaksanaan dari rinitis

medikamentosa.

1

Page 2: REFERAT RINITIS ALERGIKA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Hidung

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah:

1) pangkal hidung (bridge), 2) batang hidung (dorsum nasi), 3) puncak hidung (hip), 4) ala

nasi, 5) kolumela, dan 6) lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka

tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang

berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri 1)

tulang hidung (os nasal), 2) prosesus frontalis os maksila, dan 3) prosesus nasalis os frontal;

sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di

bagian bawah hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang

kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago alar mayor, dan 3) tepi

anterior kartilago septum.4

Gambar 1. Anatomi hidung luar dan kerangka tulang hidung7

2

Page 3: REFERAT RINITIS ALERGIKA

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang

dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu

atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang

disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.4,5,6

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares

anterior, disebut vetibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak

kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise.4,5,6

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior

dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan

tulang rawan. Bagian tulang adalah 1) lamina perpendikularis os etmoid, 2) vomer, 3) krista

Gambar 2. Kavum nasi dan konka8

nasalis os maksila, dan 4) krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah 1)

kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan 2) kolumela. Septum dilapisi oleh mukosa

hidung. 4,5,6

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah

ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil lagi ialah

konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema. Konka suprema ini biasanya

rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan

labirin etmoid, sedangkan konka media, superior, dan suprema merupakan bagian dari labirin

etmoid. 4,5,6

3

Page 4: REFERAT RINITIS ALERGIKA

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang

disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius

dan superior. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar hidung dan

dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus

nasolakrimalis. Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga

hidung. Pada meatus medius terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid

anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka

media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. 4,5,6

Gambar 3. Anatomi sinus paranasal9

Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os

palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina

kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. Lamina kribriformis

merupakan lempeng tulang berasal dari os etmoid, tulang ini berlubang-lubang (kribrosa =

saringan) tempat masuknya serabut-serabut saraf olfaktorius. Di bagian posterior, atap rongga

hidung dibentuk oleh os sfenoid. 4,5,6

KOMPLEKS OSTIOMEATAL (KOM)

Kompleks ostiomeatal (KOM) merupakan celah pada dinding lateral hidung yang

dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk

KOM adalah prosesus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger

nasi, dan resesus frontal. Kompleks ostiomeatal merupakan unit fungsional yang merupakan 4

Page 5: REFERAT RINITIS ALERGIKA

tempat ventilasi dan drenase dari sinus-sinus yang letaknya di anterior yaitu sinus maksila,

etmoid anterior dan frontal. Jika terjadi obstruksi pada celah yang sempit ini, maka akan

terjadi perubahan patologis yang signifikan pada sinus-sinus yang terkait.4

Gambar 4. Kompleks ostiomeatal (KOM)9

VASKULARISASI HIDUNG

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a. Etmoid Anterior dan

Posterior yang merupakan cabang dari a. Oftalmika dari a. Karotis Interna. Bagian bawah

rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a. Maksilaris Interna, di antaranya ialah

ujung a. Palatina Mayor dan a. Sfenopalatina yang keluar dari foramen Sfenopalatina

5

Page 6: REFERAT RINITIS ALERGIKA

bersama n. Sfenopalatina dan memasuki rongga hidung dibelakang ujung posterior konka

media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a. Fasialis. Pada

bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. Sfenopalatina, a. Etmoid

Anterior, a. Labialis Superior dan a. Palatina Mayor, yang disebut pleksus kiesselbach (little’s

area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga

sering menjadi sumber epistaksis (perdarahan hidung), terutama pada anak. Vena-vena

hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di

vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v. Oftalmika yang berhubungan dengan

sinus kavernosus. Vena-vena dihidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor

predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial.4

Gambar 5. Vaskularisasi hidung10

PERSARAFAN HIDUNG

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n. Etmoidalis

Anterior, yang merupakan cabang dari n. Nasosiliaris, yang berasal dari n. Oftalmikus (N. V-

1). Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris, juga memberikan

persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut

saraf simpatis dari m. Petrosus Superfisialis Mayor Profundus. Ganglion Sfenopalatina

terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media. Fungsi penghidupan

berasal dari n. Olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina kribrosa dari permukaan bawah

bulbus Olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidup pada mukosa

Olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.4

6

Page 7: REFERAT RINITIS ALERGIKA

Gambar 6. Persarafan hidung10

MUKOSA HIDUNG

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas

mukosa pernapasan (mukosa olfaktorius). Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar

rongga hidung dan permukaaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai

silia ( ciliated pseudostratified collumner epithelium ) dan di antaranya terdapat sel-sel

goblet. Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga atas

septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu tidak bersilia (pseudostratified

collumner non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel,

penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat

kekuningan. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang-

kadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa

respiratori berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous

blanket) pada permukaannya. Di bawah epitel terdapat tunika propria yang banyak

mengandung pembuluh darah, kelenjar mukosa dan jaringan limfoid. Pembuluh darah pada

mukosa hidung mempunyai susunan yang khas. Arteriol terletak pada bagian yang lebih

dalam dari tunika propria dan tersusun secara paralel dan longitudinal. Arteriol ini

memberikan pendarahan pada anyaman kapiler periglanduler dan sub epitel. Pembuluh eferen

dari anyaman kapiler ini membuka ke rongga sinusoid vena yang besar yang dindingnya

7

Page 8: REFERAT RINITIS ALERGIKA

dilapisi oleh jaringan elastik dan otot polos. Pada bagian ujungnya sinusoid mempunyai

sfingter otot. Selanjutnya sinusoid akan mengalirkan darahnya ke pleksus vena yang lebih

dalam lalu ke venula. Dengan susunan demikian mukosa hidung menyerupai jaringan

kavernosa yang erektil, yang mudah mengembang dan mengerut. Vasodilatasi dan

vasosonstriksi pembuluh darah ini dipengaruhi oleh saraf otonom.4

SISTEM TRANSPORT MUKOSILIER

Sistem transport mukosilier merupakan sistem pertahanan aktif rongga hidung

terhadap virus, bakteri, jamur atau partikel berbahaya lain yang terhirup bersama udara.

Efektivitas sistem transpor mukosilier dipengaruhi oleh kualitas silia dan palut lendir. Palut

lendir ini dihasilkan oleh sel-sel goblet pada pada epitel dan kelenjar seromusinosa

submukosa. Bagian bawah dari palut lendir terdiri dari cairan serosa sedangkan bagian

permukaan banyak mengandung protein plasma seperti albumin, IgG, IgM dan faktor

komplemen. Sedangkan cairan serosa mengandung laktoferin, lisozim, inhibitor lekoprotease

sekretorik, dan IgA sekretorik (s-IgA).4

Glikoprotein yang dihasilkan oleh sel mukus penting untuk pertahanan lokal yang

bersifat antimikrobial. IgA berfungsi untuk mengeluarkan mikroorganisme dari jaringan

dengan mengikat antigen tersebut pada lumen saluran napas, sedangkan IgG beraksi didalam

mukosa dengan memicu reaksi inflamasi jika terpajang dengan antigen banteri. Pada sinus

maksila, sistem transpor mukosilier menggerakkan sekret sepanjang dinding anterior, medial,

posterior dan lateral serta atap rongga sinus membentuk gambaran serta atap rongga sinus

membentuk gambaran halo atau bintang yang mengarah ke ostium alamiah. Setinggi ostium

sekret akan lebih kental tetapi drenasenya lebih cepat untuk mencegah tekanan negatif dan

berkembangnya infeksi. Kerusakan mukosa yang ringan tidak akan menghentikan atau

mengubah transport, dan sekret akan melewati mukosa yang rusak terebut. Tetapi jika sekret

lebih kental, sekret akan terhenti pada mukosa yang mengalami defek.4

Gerakan sistem transpor mukosilier pada sinus frontal mengikuti gerakan spiral.

Sekret akan berjalan menuju septum interfrontal, kemudian ke atap, dinding lateral dan

bagian inferior dari dinding anterior dan posterior menuju area frontal. Gerakan spiral menuju

ke ostiumnya terjadi pada sinus sfenoid, sedangkan pada sinus etmoid terjadi gerakan

rektilinear jika ostiumnya terletak di dasar sinus atau gerakan spiral jika ostium terdapat pada

salah satu dindingnya.4

8

Page 9: REFERAT RINITIS ALERGIKA

Pada dinding lateral terdapat 2 rute besar transprort mukosilier. Rute pertama

merupakan gabungan sekresi sinus frontal, maksila dan etmoid anterior. Sekret ini biasanya

bergabung di dekat infundibulum etmoid selanjutnya berjalan menuju tepi bebas prosesus

unsinatus, dan sepanjang dinding medial konka inferior menuju nasofaring melewati bagian

anteroinferior orifisium tuba Eustachius. Transpor aktif berlanjut ke batas epitel bersilia dan

epitel skuamosa pada nasofaring, selanjutnya jatuh ke bawah dibantu dengan gaya gravitasi

dan proses menelan.4

Rute kedua merupakan gabungan sekresi sinus etmoid posterior dan sfenoid yang

bertemu di resesus sfenoetmoid dan menuju nasofaring pada bagian posterosuperior orifisium

tuba Eustachius. Sekret yang berasal dari meatus superior dan septum akan bergabung

dengan sekret rute pertama, yaitu di inferior dari tuba Eustachius. Sekret pada septum akan

berjalan vertikal ke arah bawah terlebih dahulu kemudian ke belakang dan menyatu di bagian

inferior tuba Eustachius.4

2.2. Fisiologi Hidung

Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner, dan teori fungsional, fungsi fisiologis

hidung dan sinus paranasal dapat diklasifikasikan menjadi lima, yaitu fungsi respirasi untuk

mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang

dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal; fungsi penghidu karena

terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu;

fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu membantu proses bicara, dan

mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang; fungsi statik dan mekanik untuk

meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung napas; serta refleks

nasal.4

FUNGSI RESPIRASI

Udara inspirasi masuk ke hidung menuju sistem repirasi melalui nares anterior, lalu

naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasorafing. Aliran

udara di hidung ini benbentuk lingkungan atau arkus. Udara yang dihirup akan mengalami

humidifikasi oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hamper jenuh oleh uap air, sehingga

terjadi sedikit penguapan udara inspirasi oleh palut lendir, sedangkan pada musim dingin

akan terjadi sebaliknya. Suhu udara yang melalui hidung diatur hingga berkisar 37 derajat 9

Page 10: REFERAT RINITIS ALERGIKA

Celcius. Fungsi pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah

epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas.4

Partikel debu, virus, bakteri dan jamur yang terhirup bersama udara akan disaring di

hidung oleh: a) rambut (vibrise) pada vestibulum nasi, b) silia, c) palut lendir. Debu dan

bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan

dengan refleks bersin.4

FUNGSI PENGHIDU

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior, dan sepertiga bagian atas septum.

Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila

menarik napas dengan kuat. Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk

membedakan rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti perbedaan rasa

manis stroberi, jeruk, pisang, atau coklat, juga untuk membedakan rasa asam yang berasal

dari cuka dan asam jawa.4

FUNGSI FONETIK

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar

suara sengau (rinolalia). Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk

oleh lidah, bibir, dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal (m,n,ng) rongga

mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.4

REFLEKS NASAL

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna,

kardiovaskuler, dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan refleks bersin dan

napas berhenti. Rangsang bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung, dan

pankreas.4

10

Page 11: REFERAT RINITIS ALERGIKA

2.3 Pembahasan rinitis medikamentosa

DEFINISI

Rinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respons normal

vasomotor. Kelainan ini merupakan akibat dari pemakaian vasokontriktor topikal seperti obat

tetes hidung atau obat semprot hidung yang mengandung fenilefrin dan oxymethazoline

dalam waktu lama (lebih dari 1 minggu), sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang

menetap.1,11

EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat dalam sebuah survei terhadap 119 pasien dengan alergi, 6,7%

diantaranya menderita rinitis medikamentosa. Dalam penelitian yang dilakukan selama 10

tahun di sebuah klinik THT ditemukan kejadian rinitis medikamentosa sebanyak 1-7%.

Dalam studi lain, seorang praktisi THT mendiagnosis rinitis medikamentosa pada 52 orang

dari 100 pasien non-infeksi dengan adanya obstruksi hidung. Rentang frekuensi yang sama

terjadi di Eropa. Rinitis medikamentosa terjadi pada tingkat yang sama pada pria dan wanita.

Insiden puncak terjadi pada dewasa muda.4,9

ETIOLOGI

Penyalahgunaan obat-obat vasokonstriktor topikal hidung dengan frekuensi yang

berlebihan dan dalam jangka waktu lama (lebih dari 1 minggu) adalah satu-satunya penyebab

rinitis medikamentosa. Ada 2 golongan obat vasokonstriktor topikal hidung yang dapat

menyebabkan rinitis medikamentosa, yaitu amina simpatomimetik dan imidazoline.12

11

Page 12: REFERAT RINITIS ALERGIKA

Dekongestan Imidazolines

– Simpatomimetik :

Amfetamin

Benzedrine

Kafein

Ephedrin

Mescalin

Phenylephrin

Phenylpropanolamin

Pseudoephedrin

Klonidin

Naphazolin

Oxymetazolin

Xylometazolin

Tabel 1. Obat-obat dekongestan nasal yang dapat menyebabkan rinitis medikamentosa12

PATOFISIOLOGI

Mukosa hidung terdiri dari dua komposisi pembuluh darah berupa pembuluh darah

resistensi dan pembuluh darah kapasitansi. Pembuluh darah resistensi terdiri dari arteri,

arteriol, dan anastomosis arteriovenosus, mengalir ke pembuluh kapasitansi, yang terdiri dari

sinusoid vena. Sinusoid vena yang kaya inervasi dengan saraf simpatis dan ketika dirangsang

dengan norepinefrin akan berikatan dengan reseptor α2 presinaps dan postsinaps reseptor α1.

Hal ini menyebabkan berkurangnya aliran darah dan meningkatkan pengosongan sinus di

pembuluh darah kapasitansi sehingga gejala hidung tersumbat berkurang. Saraf lain seperti

parasimpatis, saraf sensorik, saraf noncholinergik nonadrenergik (NANC) peptidergik

berkontribusi menyebabkan hidung tersumbat. Saraf parasimpatis melepaskan asetilkolin

menyebabkan peningkatan sekresi hidung dan peptida vasoaktif intestinal (VIP) yang

menyebabkan vasodilatasi. Saraf sensorik yang mengandung substansi P, neurokinin A, dan

kalsitonin peptida-gen terkait, semuanya menurunkan kerja simpatik vasokonstriksi intrinsik.

Stimulasi saraf NANC menyebabkan rinore, bersin, dan hidung tersumbat.

Mediator lokal juga berperan dengan menginduksi perubahan dalam pembuluh darah. Sel

mast, eosinofil, dan basofil menyebabkan hidung tersumbat oleh pelepasan histamin,

tryptase, kinins, prostaglandin, dan leukotrien. Eksudasi plasma, yang berisi albumin,

12

Page 13: REFERAT RINITIS ALERGIKA

imunoglobulin, kinin, komplemen, faktor koagulasi, dan sistem fibrinolitik, terjadi melalui

fenestrasi pembuluh darah kapiler. Sel goblet yang meningkat pada rinitis medikamentosa

tidak berada di bawah kontrol otonom, tetapi tersumbatnya hidung akibat pelepaskan musin

setelah stimulasi dari protease, metabolit asam arakidonat, histamin, neurotransmitter, sitokin,

atau trifosfat nukleotida.13

Amina simpatomimetik meniru kerja sistem saraf simpatik melalui pelepasan

norepinefrin presinaps di saraf simpatik. Norepinefrin kemudian berikatan dengan reseptor α

di postsinaps menyebabkan vasokonstriksi. Selain itu juga sebagai agonis reseptor ß ringan

yang menyebabkan rebound dilatation setelah efek reseptor α telah berkurang. Golongan

imidazoline terutama agonis α2, bekerja di postsinaps pada saraf simpatis dan menyebabkan

vasokonstriksi. Golongan ini juga menurunkan produksi norepinefrin endogen melalui

mekanisme umpan balik negatif, sehingga mengurangi aliran darah dan mengurangi hidung

tersumbat.13

Kerusakan yang terjadi pada mukosa hidung pada pemakaian obat tetes hidung dalam

waktu lama ialah: 1) silia rusak, 2) perubahan ukuran sel goblet, 3) membran basal menebal,

4) Pembuluh darah melebar, 5) stroma tampak edema, 6) hipersekresi kelenjar mukus dan

perubahan pH sekret hidung, 7) lapisan submukosa menebal dan 8) laposan periostium

menebal.13

Mukosa hidung merupakan organ yang amat peka terhadap rangsangan atau iritan

sehingga  harus berhati-hati dalam mengkonsumsi obat vasokonstriktor topikal dari golongan

simpatomimetik yang dapat mengakibatkan terganggunya siklus nasal dan akan berfungsi

kembali dengan menghentikan pemakaian obat. Pemakaian vasokonstriktor topikal yang

berulang dalam waktu lama (lebih dari 1 minggu) akan mengakibatkan terjadinya fase dilatasi

berulang (rebound dilatation) setelah vasokonstriksi, sehingga menimbulkan terjadinya

obstruksi atau penyumbatan. Dengan adanya gejala obstruksi hidung ini menyebabkan pasien

lebih sering dan lebih banyak lagi memakai obat tersebut sehingga efek vasokonstriksi

berkurang, pH hidung berubah dan aktivitas silia terganggu, sedangkan efek balik akan

menyebabkan obstruksi hidung lebih hebat dari keluhan sebelumnya. Bila pemakaian obat

diteruskan akan menyebabkan dilatasi dan kongesti jaringan. Kemudian terjadi pertambahan

mukosa jaringan dan rangsangan sel–sel mukoid, sehingga sumbatan akan menetap dengan

produksi sekret yang berlebihan.14

MANIFESTASI KLINIS13

Page 14: REFERAT RINITIS ALERGIKA

Gejala terbatas pada hidung dan terdiri dari kongesti hidung kronis tanpa rhinorrea

signifikan atau bersin dan keluhan lain berupa:4,11,12

Pasien mengeluh hidungnya tersumbat terus menerus dan berair.

Gejala tidak berubah berdasarkan musim atau saat pasien di dalam ruangan atau di

luar ruangan.

Pasien tidak mempunyai pengetahuan tentang penggunaan dekongestan

sebelumnya. Dalam upaya untuk mengontrol gejala, pasien sering mencoba untuk

meningkatkan baik dosis dan frekuensi dekongestan topikal, yang menyebabkan

ketergantungan.

Gejala timbul akibat penggunaan semprot hidung atau nasal dekongestan dengan

frekuensi dan durasi yang berlebihan.

Penghentian pemakaian dekongestan yang diikuti oleh hidung tersumbat beberapa

jam, kemudian penderita menggunakan lebih banyak dekongestan. Semakin

banyak dekongestan yang digunakan, semakin pendek periode hidung terasa lega.

Hal ini akhirnya mengarah pada pasien yang mencari perawatan medis.

Tidak ada alergen tertentu yang teridentifikasi.

Pasien dengan rinitis medikamentosa sering mendengkur, sleep apnea, dan sering

bernapas dengan mulut sehingga mengakibatkan sakit tenggorokan dan mulut

kering.

PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik, temuan terbatas pada rongga hidung. Pemeriksaan yang

dilakukan berupa rinoskopi anterior. Pada pemeriksaan tampak edema konka dengan sekret

hidung yang berlebihan. Apabila diberi tampon adrenalin, edema konka tidak berkurang.

Membran mukosa hidung tampak bengkak dan merah (beefy-red), dapat berdarah dan

granular.15

14

Page 15: REFERAT RINITIS ALERGIKA

Gambar 7. pemeriksaan rinoskopi anterior

pada pasien dengan rinitis kronis. Udema

mukosa konka inferior akibat iritasi seperti

asap rokok, penggunaan vasokonstriktor

berlebihan dan sensitif suhu.15

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap, smear hidung, IgE total, skin prick

test, dan CT scan sinus dapat membantu dalam mengidentifikasi kondisi yang mendasarinya.

Pemeriksaan radiologi tidak membantu dalam mendiagnosis rinitis, tetapi untuk

mengidentifikasi komplikasi seperti sinusitis kronis, infeksi, dan polip hidung.16

Rhinostereometri merupakan metode yang tepat untuk mendeteksi perubahan mukosa

hidung yang mengalami udem, dimana mukosa hidung diamati melalui mikroskop (surgical

microscope). Rhinostereometri telah dipakai pada beberapa penelitian rinitis medikamentosa

dan penggunaan benzalkonium klorida. Dengan rhinostereometri dapat menunjukan

penggunaan benzalkonium kloride (BKC) dalam oxymetazolin yang berlangsung lama.17

DIAGNOSIS

Kriteria bagi diagnosis rinitis medikamentosa adalah:

Riwayat pemakaian vasokontriktor topikal seperti obat tetes hidung atau obat semprot

hidung dalam waktu lama dan berlebihan.

Obstruksi hidung yang kronis tanpa pengeluaran sekret atau bersin.

Ditemukan mukosa hidung yang menebal pada pemeriksaan fisik

Rinitis medikamentosa sering terjadi disebabkan oleh kondisi medis lainnya yang

menyebabkan penggunaan dekongestan. Penting untuk menjalankan beberapa pemeriksaan

guna mengidentifikasi kondisi medis lain yang berpotensi diobati. Di antaranya adalah skin

prick test bagi pasien yang mempunyai riwayat rinitis alergi dan pemeriksaan rinoskopi untuk

mengidentifikasi deviasi septal, abnormalitas struktur anatomi dan juga polip hidung.1,2 3,4

DIAGNOSIS BANDING

15

Page 16: REFERAT RINITIS ALERGIKA

Diagnosis banding untuk Rinitis Medikamentosa adalah:

Diagnosis Penjelasan

Rinitis alergi Alergi hidung bersifat musiman, disertai bersin, kongesti hidung, dan rinore yang encer dan banyak dan gatal di hidung sampai mata berair. Alergen berkaitan dengan bulu binatang, debu atau inhalan lainnya.

Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) Rhinitis

Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) merupakan terapi untuk sleep apnea yang menyebabkan meningkatnya aliran udara melalui rongga hidung, mukosa hidung kering, kelebihan produksi lendir dan kongesti hidung.

Polip Nasi Penonjolan mukosa hidung berbentuk kantung yang berisi serum melekat pada pedikel sempit menjulur dari sinus ke rongga hidung dan dapat bergerak pada pedikelnya.

Rinitis Non-Alergi Suatu keadaan diamana adanya rinore dengan penyebab meliputi rinitis vasomotor, rinitis kerja, rinitis hormonal, drug-induced rhinitis, rinitis non-alergi dengan sindrom eosinofilia (Nares).

Rhinosinusitis Infeksi yang menyerang sinus dan hidung dengan gejala bersin, kongesti hidung, dan rinore yang kental atau menjadi purulen, kadang berbau busuk.

Tabel 2. Diagnosis banding rinitis medikamentosa18

TERAPI

Setelah rinitis medikamentosa diidentifikasi, penggunaan dekongestan topikal harus

dihentikan sesegera mungkin. Tujuan pertama dalam pengobatan rinitis medikamentosa

adalah penghentian langsung dari dekongestan hidung. Pasien harus diedukasi tentang

kondisi mereka dan metode pengobatan lain.2,12

1. Kortikosteroid

16

Page 17: REFERAT RINITIS ALERGIKA

Kortikosteroid hidung membantu mengurangi peradangan lokal tanpa efek

sistemik dengan mengurangi hidung tersumbat lebih cepat. Kortikosteroid memiliki

sifat anti-inflamasi, imunosupresif, dan menyebabkan efek metabolik yang bervariasi.

Kortikosteroid oral jarang diperlukan tapi disarankan dalam terapi pada orang dewasa

(misalnya, prednison 20-40 mg/hari untuk rata-rata berat badan orang dewasa, selama

7-10 hari). Beberapa steroid hidung antara lain termasuk budesonide, ciclesonide,

flutikason propionat, fluticasone furoate, mometasone, beklometason, flunisolide, dan

triamcinolone. Untuk mengatasi sumbatan berulang (rebound congestion), dapat

diberikan kortikosteroid oral dosis tinggi jangka pendek dan dosis diturunkan secara

bertahap (tapering off) dengan menurunkan dosis sebanyak 5 mg setiap hari (misalnya

hari 1: 40 mg, hari 2 : 35 mg dan seterusnya). Kortikosteroid oral jangka pendek efektif

untuk memecahkan penggunaan siklik vasokonstriktor topikal. Pengobatan ini sering

digunakan selama 5-10 hari. Dapat juga dengan pemberian kortikosteroid topikal

selama minimal 2 minggu untuk mengembalikan proses fisiologik mukosa hidung.2,12

2. Dekongestan sistemik

Pseudoefedrin adalah satu dari banyak dekongestan sistemik yang dapat

digunakan. Obat ini merangsang vasokonstriksi dengan langsung mengaktifkan

reseptor alfa-adrenergik dari mukosa pernapasan. Menginduksi relaksasi bronkial dan

meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas dengan menstimulasi reseptor beta-

adrenergik.2,12

3. Larutan saline

Tambahan larutan salin buffer seperti cromolin, sedatif/hipnotik. Semprotan

hidung yang menggunakan larutan saline dapat digunakan untuk irigasi hidung. Selain

sebagai pelembab mukosa hidung juga sebagai dekongestan non-adiksi. Dapat

disimpan dalam waktu yang lama dan sebagai pencegahan bila kembali menggunakan

dekongestan topikal.19

4. Tindakan Bedah

Pembedahan tidak dianjurkan kecuali terdapat polip atau deviasi septum. Reduksi

konka hidung tidak dilakukan dalam kasus sederhana. Jika dilakukan, pengurangan ini

menghasilkan efek yang singkat dengan kembalinya kongesti jika nasal dekongestan

tidak dihentikan. Dengan penghentian dekongestan, kondisi ini dapat teratasi dengan

17

Page 18: REFERAT RINITIS ALERGIKA

sendirinya. Dalam kasus refrakter terhadap penghentian pengobatan, pasien rawat jalan

dapat diberikan laser dioda konka inferior reduksi hiperplastik. Cara ini merupakan

pilihan pengobatan yang sangat efektif, aman, dengan pemulihan tahan lama dan dapat

meningkatkan aliran udara hidung serta menghentikan kecanduan dekongestan

hidung.12

KOMPLIKASI

Hampir semua pasien pada akhirnya bisa menghentikan penggunaan obat tetes

hidung dengan penyembuhan sempurna. Pada pasien yang tidak bisa menghentikan

penggunaannya, dapat terjadi hiperplasia menetap yang memerlukan intervensi bervariasi

dari elektrokauter submukosa atau kryoterapi untuk mengurangkan destruksi turbinasi

melalui penggunaan laser dan reseksi bedah. Komplikasi lainnya yang dapat terjadi adalah

seperti perforasi septum, rinitis atropi dan infeksi sinus.13

PROGNOSIS

Penelitian menunjukkan bahwa hampir semua pasien bisa menghentikan penggunaan

obat tetes hidung dan akhirnya menunjukkan penyembuhan yang sempurna. Bagi yang tetap

menggunakan obat tersebut, fenomena kongesti rebound akan tetap berlangsung.13

BAB III

KESIMPULAN

Rinitis medikamentosa merupakan suatu kelainan hidung berupa gangguan

respons normal vasomotor akibat dari pemakaian vasokontriktor topikal seperti obat

tetes hidung atau obat semprot hidung yang mengandung fenilefrin dan

oxymethazoline dalam waktu lama (lebih dari 1 minggu), sehingga menyebabkan

sumbatan hidung yang menetap. Di Amerika Serikat dalam sebuah survei terhadap

18

Page 19: REFERAT RINITIS ALERGIKA

119 pasien dengan alergi, 6,7% diantaranya menderita rinitis medikamentosa.

Rentang frekuensi yang sama juga terjadi di Eropa. Rinitis medikamentosa terjadi

pada tingkat yang sama pada pria dan wanita. Insiden puncak terjadi pada dewasa

muda. Pemakaian vasokonstriktor hidung topikal dalam waktu lama (lebih dari 1

minggu) akan mengakibatkan terjadinya fase dilatasi berulang (rebound dilatation)

setelah vasokonstriksi, sehingga menimbulkan terjadinya obstruksi atau penyumbatan.

Pasien biasanya datang dengan keluhan hidung tersumbat yang menetap, dan dari

anamnesis pasien memiliki riwayat penggunaan obat-obat vasokonstriktor topikal

dalam jangka waktu yang lama. Pada pemeriksaan, tampak edema konka dengan

sekret hidung yang berlebihan. Membran mukosa hidung tampak bengkak dan merah

(beefy-red), dapat berdarah dan granular. Kriteria diagnosis rinitis medikamentosa

adalah: 1) Riwayat pemakaian vasokontriktor topikal seperti obat tetes hidung atau

obat semprot hidung dalam waktu lama dan berlebihan. 2) Obstruksi hidung yang

kronis tanpa pengeluaran sekret atau bersin. 3) Ditemukan mukosa hidung yang

menebal pada pemeriksaan fisik. Setelah rinitis medikamentosa diidentifikasi,

penggunaan dekongestan topikal harus dihentikan sesegera mungkin. Pasien harus

diedukasi tentang kondisi mereka dan menawarkan metode pengobatan lain, seperti

kortikosteroid, dekongestan oral, larutan saline, dan tindakan bedah bila sesuai

indikasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wardani RS, Mangunkusumo E. Infeksi Hidung. Dalam : Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher edisi ketujuh. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2012. p.106-16.

2. Lockey R.F,ed. Rhinitis Medicamentosa and Stuffy Nose, Allergy Clinical Immunology Journal, Volume 118, 2006 : 1017-8.

3. Toohill RJ, Lehman RH, Grossman TW, Belson TP. Rhinitis medicamentosa. Laryngoscope. Oct 1981;91(10):1614-21

19

Page 20: REFERAT RINITIS ALERGIKA

4. Soetjipto D, Wardani RS. Hidung. Dalam : Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher edisi keenam. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2010. p. 96-100.

5. Dhingra P.L, Dhingra S, eds. Diseases of Ear, Nose & Throat, 5th Edition. New Delhi : Elsevier; 2011. p. 180-4

6. Tortora G.J, Derrickson B, eds. Principles of Anatomy and Physiology, 11th Edition. New York : Wiley; 2006. p. 847-50

7. Anonim. Normal Anatomy of the Nose. Available from: http://bedahunmuh.wordpress.com/anatomypic/. Accessed on October 14, 2014.

8. Anonim. ENT for medical students : NOSE. Available from : http://wwwent4medstudents.blogspot.com. Accessed June 19, 2014.

9. Anonim. Normal ostiomeatal complex. Available from : http://www. radiopaedia .org . Accessed June 19, 2014.

10. Netter F.H, ed. Atlas of Human Anatomy, 4t Edition. New York : Elsevier; 2006. p. 32-6

11. Kushnir NM dkk. Rhinitis Medicamentosa [online]; [cited 2014 July 15]. Available from: URL : http://www.medscape.com

12. Ramey JT, Bailen E,Lockey RF. Review Rhinitis Medicamentosa. Investig Allergol Clin Immunol 2006; 16(3). p 148-55

13. Ramer J.T, Bailen E, Lockey R.F. Rhinitis Medikamentosa, Allergy Clinical Immunology Journal, Volume 16(3), 2006 : 148-55.

14. Hilger P A. Penyakit hidung. Dalam : Adams G L, Boeis L R, Higler P A. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi VI, Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997. p 210-20

15. Bull TR. Color atlas of ENT diagnosis 4thed.New York: Thieme Stutgart. 2003.p:13516. Morris Adrian. Hay Fever and Allergic Rhinitis.[online]2012 july[cited 2014 June

25]. Avaliable from : http://www.allergy-clinic.co.uk/airway-allergy/hayfever/17. EllegårdEva.Practical aspects on rhinostereometry. Department of

Otorhinolaryngology, Kungsbacka Hospital, Kungsbacka, Sweden. 2002;(40):p.115-7

18. Quillen D.M, Feller D.B,eds. Diagnosing Rhinitis : Allergic vs Non-Allergic, American Family Physician Journal, Volume 73 Number 9, May 2006 : 1583-91.

19.Schalch Paul. Rhinitis Medicamentosa: management with buffered saline irrigation.[online]2013 Sep 11[cited 2014 june 25];available from: http://www.neilmed.com/neilmedblog/2013/09/rhinitis-medicamentosa-management-with-buffered-saline-irrigation/

20