Dermatitis Alergika

18
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Kontak Alergika (DKA) adalah hipersensitifitas tipe lambat yang disebabkan oleh alergen, dihasilkan dari dari kontak kulit dengan alergen tertentu dimana pasien telah mengembangkan sensitivitas tertentu. Reaksi alergi menyebabkan peradangan kulit dimanifestasikan dengan berbagai derajat eritema, edema, dan vesikula 1,2 . Di Amerika kejadian DKA yang di laporkan 7% terkait dengan penyakit pekerja pabrik, karena hanya mengenai orang yang kulitnya peka atau hipersensistif. Di perkirakan di Amerika perbadingan antara DKA akibat pekerja pabrik dengan yang bukan pekerja jauh lebih tinggi yang bukan pekerja pabrik. Secara umum , usia tidak mempengaruhi timbulnya sensitivitas namun, DKA jarang di jumpai pada anak – anak. Bila di lihat dari jenis kelamin DKA pada wanita cenderung dua kali lipat lebih tinggi kejadianya di bandingkan dengan laki – laki 1,11 . Penyebab DKA adalah bahan - bahan yang sederhana yang mempunya berat molekul yang rendah, merupakan allergen yang belum diproses, bersifata hipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum, dan beberapa hal yang berpengaruh terhapat DKA , misalnya potensi sensitifitas allergen dll 4 . Manifestasi klinis pada umumnya gatal. Dermatitis Kontak Alergika dapat dibagi menjadi akut dan kronis, pada DKA akut bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian di ikuti dengan

Transcript of Dermatitis Alergika

Page 1: Dermatitis Alergika

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dermatitis Kontak Alergika (DKA) adalah hipersensitifitas tipe lambat yang disebabkan

oleh alergen, dihasilkan dari dari kontak kulit dengan alergen tertentu dimana pasien telah

mengembangkan sensitivitas tertentu. Reaksi alergi menyebabkan peradangan kulit

dimanifestasikan dengan berbagai derajat eritema, edema, dan vesikula1,2.

Di Amerika kejadian DKA yang di laporkan 7% terkait dengan penyakit pekerja pabrik,

karena hanya mengenai orang yang kulitnya peka atau hipersensistif. Di perkirakan di Amerika

perbadingan antara DKA akibat pekerja pabrik dengan yang bukan pekerja jauh lebih tinggi yang

bukan pekerja pabrik. Secara umum , usia tidak mempengaruhi timbulnya sensitivitas namun,

DKA jarang di jumpai pada anak – anak. Bila di lihat dari jenis kelamin DKA pada wanita

cenderung dua kali lipat lebih tinggi kejadianya di bandingkan dengan laki – laki1,11.

Penyebab DKA adalah bahan - bahan yang sederhana yang mempunya berat molekul

yang rendah, merupakan allergen yang belum diproses, bersifata hipofilik, sangat reaktif, dapat

menembus stratum korneum, dan beberapa hal yang berpengaruh terhapat DKA , misalnya

potensi sensitifitas allergen dll 4.

Manifestasi klinis pada umumnya gatal. Dermatitis Kontak Alergika dapat dibagi

menjadi akut dan kronis, pada DKA akut bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian di

ikuti dengan edema, papilavesikel, vesikel atau bula. Pada yang kronis kulit kering , skuama,

papul, likenifikasi, dan fisur10. Dalam menegakan diagnosa di lakukan dengan uji tempel, di

gunakan untuk mengetahui sensitifitas tubuh pasien terhadap berbagai allergen8,9.

Kortikosteroid topikal merupakan andalan pengobatan, tapi yang penting lagi adalah

mengidentifikasi dan menghapus agen penyebab potensial. Jika tidak diobati akan terjadi

peningkatan resiko untuk dermatitis kronis dan berulang1,2.

Kami mengambil DKA sebagai referat karena ini merupakaan penyakit berulang jika

dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan. Bila tidak di temukan bahan alergennya maka

sangat menggangu dalam menjalankan aktifitasnya atau pekerjaannnya.

Page 2: Dermatitis Alergika

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Dermatitis Kontak Alergika (DKA) adalah keradangan kulit yang di sebabkan bahan atau

substansi yang menempel pada kulit dan termasuk dalam reaksi hipersensitive tipe lambat 2,4.

2.2 Epidemiologi

Di Amerika kejadian DKA yang di laporkan 7% terkait dengan penyakit pekerja pabrik,

karena hanya mengenai orang yang kulitnya peka atau hipersensistif. Di perkirakan di Amerika

perbadingan antara DKA akibat pekerja pabrik dengan yang bukan pekerja jauh lebih tinggi yang

bukan pekerja pabrik. Secara umum , usia tidak mempengaruhi timbulnya sensitivitas namun,

DKA jarang di jumpai pada anak – anak. Bila di lihat dari jenis kelamin DKA pada wanita

cenderung dua kali lipat lebih tinggi kejadianya di bandingkan dengan laki – laki1,11.

2.3 Etiologi

Penyebab DKA adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia dengan berat molekul

kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Beberapa faktor yang

berpengaruh dalam dermatitis kontak iritan, misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis per unit

area, luas daerah yang tekena, lamanya pajanan, oklusi, suhu dan kelembapan lingkungan,

vehikulum, dan pH, juga faktor individu misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak ( keadaan

stratum korneum , ketebalan epidermis ), status imunologik (misalnya sedang dalam keadaan

sakit, terpapar sinar matahari ) 4.

Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari tumbuh-tumbuhan.

Sembilan puluh persen dari populasi mengalami sensitisasi terhadap tanaman dari genus

Toxicodendron, misalnya poison ivy, poison oak dan poison sumac. Toxicodendron mengandung

urushiol yaitu suatu campuran dari highly antigenic 3- enta decyl cathecols. Bahan lainnya

adalah nikel sulfat (bahan-bahan logam), potassium dichromat (semen, pembersih alat -alat

Page 3: Dermatitis Alergika

rumah tangga), formaldehid, etilendiamin (cat rambut, obat-obatan), mercaptobenzotiazol

(karet), tiuram (fungisida) dan parafenilendiamin (cat rambut, bahan kimia fotografi)4,10.

2.4 Patogenesis

Dermatitis kontak alergika adalah dermatitis akibat mekanisme hipersensitivitas kulit

yaitu reaksi imunologik yang spesifik yang dapat bersifat akut atau kronik. Secara statistik

insiden dermatitis kontak alergen lebih sedikit dibanding dermatitis kontak iritan yaitu 20:80.

Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan dan luasnya

penetrasi di kulit. Ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang menyebabkan timbulnya lesi

dermatitis kontak alergi yaitu 4.6.

1) Fase sensitisasi

Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase eferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi

terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak

atau pemeka. Hal ini terjadi bila hapten masuk ke dalam stratum korneum akan di tangkap oleh

sel langerhans dengan cara pinositosis, dan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom atau

sitosol serta dikonjugasikan pada melekul Human Leukocyte Atigen – DR (HLA-DR) menjadi

antigen lengkap. Sel LE kemudian menuju duktus limfatikus dan menuju ke parakortek

Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen pada molekul Cluster of

Diferentiation 4+ (CD4+) dan molekul CD 3. CD 4+ berfungsi sebagai pengenal komplek HLA-

DR dari sel Langerhans, sedangkan molekul CD3 merupakan pengenal antigen yang lebih

spesifik, misal untuk ion chrom saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan

sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan sel antigen. Selanjutnya sel Langerhans dirangsang

untuk mengeluarkan Interleukin – 1 (IL-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan

Iterleukin - 2 (IL-2). Kemudian IL-2 merangsang terjadinya proliferasi sel T sehingga terbentuk

primed memory T cell, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan

akan memasuki fase elisitasi bila kontak dengan alergen yang sama. Proses ini berlangsung pada

manusia selama 14-21 hari, dan belum terjadi ruam pada kulit.Pada saat ini individu telah

tersensitisasi yang berarti mempunyai risiko untuk mengalami dermatitis kontak alergi4,6.

Page 4: Dermatitis Alergika

2) Fase elisitasi

Fase elisitasi atau fase eferen terjadi bila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama

dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans

akan mengsekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi IL-2. Selanjutnya IL-2

akan merangsang Interferon (INF) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit

memproduksi Intercelluler Adhesion Molecul-1 (ICAM-1) yang langsung beraksi dengan

limfosit T dan Lekosit serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel Mast dan

makrofag untuk melepaskan histamine sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang

meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti ertema, edema dan vesikula

yang nampak sebagai dermatitis4,6.

3.4 Manifestasi Klinis

Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan

dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut di mulai bercak eritematosa yang berbatas jelas

kemudian diikuti dengan edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah

dan menimbulkan erosi dan eksudasi. DKA akut di tempat tertentu, misalnya kelopak mata,

penis, skrotum, eritema dan edema lebih dominan daripada vesikel. Pada yang kronis terlihat

kulit kering , berskuama, papul, likenifikasi, dan fisura, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit di

bedakan dengan dermatitis kontak iritaan kronis4.

Page 5: Dermatitis Alergika

Gambar : DKA pada tangan dan tungkai

3.5 Diagnosa

Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan

anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel

Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang ditemukan.

Misalnya, ada kelainan kulit berupa lesi numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi,

likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing

celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari

anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat

sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang

pernah dialami, serta penyakit kulit pada keluarganya (misalnya dermatitis atopik)4.

Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola kelainan

kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodoran,

di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu. Pemeriksaan hendaknya

dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena

sebab-sebab endogen4

Page 6: Dermatitis Alergika

Pada Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan

pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada

umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah

sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian

tubuh yang lain maka predileksi regional akan sangat membantu penegakan diagnosis4.

3.6 Pemeriksaan Uji Tempel

Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh (tenang), bila mungkin

setelah 3 minggu. Tempat melakukan uji tempel biasanya di punggung, dapat pula di bagian luar

lengan atas. Bahan uji diletakkan pada sepotong kain atau kertas, ditempelkan pada kulit yang

utuh, ditutup dengan bahan impermeabel, kemudian direkat dengan plester. Setelah 48 jam

dibuka. Reaksi dibaca setelah 48 jam (pada waktu dibuka), 72 jam dan atau 96 jam. Untuk bahan

tertentu bahkan baru memberi reaksi setelah satu minggu. Hasil positif dapat berupa eritema

dengan urtikaria sampai vesikel atau bula. Penting dibedakan, apakah reaksi karena alergi kontak

atau karena iritasi, sehubungan dengan konsentrasi bahan uji terlalu tinggi. Bila oleh karena

iritasi, reaksi akan menurun setelah 48 jam (reaksi tipe decresendo), sedangkan reaksi alergi

kontak makin meningkat (reaksi tipe crescendo)7,8,9.

Penilaian atau Interpretasi atau Pembacaan

Setelah 48 jam bahan tadi dilepas. Pembacaan dilakukan 15 - 25 menit kemudian, supaya

kalau ada tanda-tanda akibat tekanan, penutupan dan pelepasan dari Unit uji tempel yang

menyerupai bentuk reaksi, sudah hilang. Cara penilaiannya ada bermacam-macam pendapat.

Yang dianjurkan oleh ICDRG (International Contact Dermatitis Research Group) sebagai

berikut8:

+ atau ˜ : hanya eritema lemah: ragu-ragu

+ : eritema, infiltrasi (edema), papul: positif lemah

++ : eritema, infiltrasi, papul, vesikel: positif kuat

+++ : bula: positif sangat kuat

˜ : tidak ada kelainan : iritasi

NT : tidak diteskan

Bila perlu, misalnya dugaan klinis kuat, tetapi hasil tes negatif, pembacaan dilakukan 72

jam setelah penempelan, atau bahkan juga 1 minggu setelah penempelan, tanpa menempelkan

lagi bahan tadi. Ini untuk mengetahui mungkin reaksinya lambat (delayed reaction).

Page 7: Dermatitis Alergika

Pada pembacaan mungkin kita dapat kecewa oleh karena terjadinya beberapa reaksi yang tidak

kita harapkan, misalnya:

a) Reaksi iritasi

b) Reaksi alergi oleh unit uji temple

c) Maserasi oleh kelenjar keringat

d) Retensi keringat

e) Miliaria

f) Perubahan warna dari bahan

g) Reaksi isomorfik (fenomen koebner)

h) Reaksi pustulasi

i) Reaksi positif palsu

j) Folikulitis

Di sini yang hampir serupa yaitu bentuk reaksi alergi dengan reaksi iritasi, maka untuk ini perlu

kita bedakan:

Reaksi Positif Palsu

Reaksinya sendiri betul-betul positif, tidak palsu. Yang dimaksud “palsu” disini yaitu apabila

tidak mencerminkan reaksi alergi terhadap bahan yang diteskan itu, tetapi reaksi timbul oleh

karena adanya faktor-faktor lain, misalnya9:

a) Dalam bahan tes maupun unit uji tempel terdapat unsur - unsur yang iritatif.

b) Bahan tes dengan konsentrasi yang terlalu tinggi atau jumlahnya terlalu banyak.

c) Kulit dalam keadaan terlalu peka, misalnya bekas dermatitis, sedang menderita dermatitis

yang akut atau luas dan sebagainya.

Hal yang mungkin terjadi pada uji temple.

Terjadi Reaksi Positif

Ini menunjukkan bahwa penderita bersifat alergik terhadap bahan yang diteskan. Hasil ini

akan sangat berarti bila bahan tersebut sesuai dengan dugaan yang diperoleh dari riwayat

penyakit dan pemeriksaan fisik, hingga diagnosis yang mantap bisa ditegakkan. Akan tetapi

mungkin pula hasilnya tidak sesuai dengan apa yang kita perkirakan. Ini bisa terjadi bila kita

melakukan tes dengan bermacam-macam bahan, terutama bahan tes standar. Kemungkinan

terjadinya hal ini oleh karena8,9:

Page 8: Dermatitis Alergika

a) reaksi positif terhadap bahan tersebut sesuai dengan dermatitis masa lalu, yang pada saat

ini tidak tampak, tetapi kulit masih tetap peka terhadap bahan tersebut, sedangkan

penyebab dari dermatitis yang sekarang belum dapat dibuktikan.

b) Penderita memang peka terhadap beberapa bahan yang menimbulkan reaksi positif, yang

tidak ada hubungannya dengan penyakit sekarang. Ia belum pernah menderita dermatitis

yang disebabkan oleh bahan-bahan itu oleh karena belum ada kesempatan atau tidak

penah kontak dengan bahan tersebut secaracukup lama.

c) Reaksi tersebut masih ada hubungannya dengan dermatitis yang sekarang, tetapi tidak

secara langsung, yaitu berupa kepekaan silang (cross sensitisation). Bahan penyebab

dermatitis yang sekarang mempunyai struktur kimia yang serupa dengan bahan yang

menimbulkan reaksi positif. Sebagai contoh : bahan dalam cat rambut dengan bahan

anestesi lokal. Kalau penderita peka terhadap cat rambut, mungkin ia peka pula terhadap

anestesi lokal.

Terjadinya reaksi negative

Kemungkinannya adalah:

a) Memang penderita tidak peka terhadap bahan yang diteskan.

b) Negatif palsu, yaitu yang semestinya positif, tetapi oleh karena beberapa kesalahan

teknik, reaksinya negatif. Ini disebabkan antara lain oleh karena:

Nilai ambang konsentrasi belum tercapai.

Bahan tersebut bersifat photo-sensitiser, yang untuk terjadinya reaksi positif

diperlukan sinar matahari atau sinar ultra violet.

Bahan sudah rusak.

Kalau riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan fisik cukup jelas merupakan alergi

terhadap bahan tertentu, maka dugaan masih tetap ada meskipun reaksi negatif. Pembacaan bisa

dilakukan lagi setelah 72 jam setelah penempelan tanpa menempelkan lagi bahan tes tersebut.

Kemungkinan terjadi reaksi tertunda (delayed reaction), hingga reaksi menjadi positif. Akan

tetapi kalau dalam penundaan pembacaan ini kulit tempat patch test tadi terbuka atau terkena

sinar matahari, masih ada kemungkinan lain yaitu bahwa bahan tersebut bersifat photo-

sensitiser8,9.

Page 9: Dermatitis Alergika

Gambar : Tes Tempel

3.7 Diagnosa Banding

Kelaian kulit DKA sering tidak menunjukan gambaran morfologi yang tidak khas, dapat

menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau proriasis. Diagnona

banding yang terutama adalah dermatitis kontak iritan (DKA) lebih jelasnya dapat di liat pada tabel 4,11:

Dermatitis kontak iritan Dermatitis kontak alergika

Gejala Akut

Kronik

Nyeri

Gatal / nyeri

Gatal

Gatal/nyeri

Lesi Akut

Kronis

Eritema vesikel erosi

Crusta skuama

Papula, Plak, fisur, skuama dan

krusta

eritema palula vesikel

erosi krusta skuama

Papula, plak, skuama, krusta

Batas dan

lokasi

Jelas, berbatas tegas pada

tempat terjadinya kontak.

Jelas, terbatas pada terjadinya

kontak tapi bisa menyebar di

daerah sekirnya ; berupa papula

kecil; biasa menjadi generalisata.

Perubahan Akut

Kronik

Cepat ( beberapa jam setelah

paparan)

bulanan sampai tahunan

apabila terjadi paparan terus

menerus

Tidak begitu cepat ( 12 sampai 72

jam setelah paparan )

Bulan atau lebih lama, kambuh

setiap mendapat paparan

Factor Tergantung dari konsentrasi Relative tidak bergatung dari

Page 10: Dermatitis Alergika

pencetus dari agen dan keadaan barier

kulit; terjadi hanya di atas

ambang batas.

jumlah pemakaian, konsentrasinya

bisanya sangat rendah sudah

cukup tetapi juga tergantung dari

derajat kepekaan

Insiden Bisa terjadi hampir pada setiap

orang

Terjadi hanya pada orang yang

sensitive.

3.8 Penatalaksanaan

Hal yang perlu di perhatikan dalam pengobatan DKA adalah upaya mencehah

terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang timbul.3

Kortikosteroid dapat di berikan jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada DKA

akut yang di tandai dengan eritema, edema, vesikel atau bula, serta eksudatif misalnya

prednisone 30 mg/hari. Umumnya kelaina kulit akan meredan beberapa hari. Sedangkan kelainan

kulit cukup di kompres dengan garam faali atau air salisil.2,4

Untuk DKA ringan atau akut yang telah mereda dapat diberikan kortikosteroid

( hidrokortisone 2,5 % ) atau makrolaktam (Pimecrolimum) secara topical.2,3

2.9 Monitoring terapi

Individu dapat mengembangkan alergi baru. Seorang pasien yang mengalami kambuh

atau memburuknya DKA mungkin memerlukan pengetahuan riwayat penyakit lebih lanjut dan

mungkin pemantauan dengan tes patch1,2.

2.10 Prognosa

Seseorang dengan DKA umunnya baik, yang perlu diperhatikan biasanya sering persisten

atau kambuh, terutama jika bahan yang menyebabkan alergi tidak diidentifikasi atau jika mereka

terus melakukan perawatan kulit yang tidak sesuai (yaitu, mereka terus menggunakan bahan

kimia untuk membersihkan kulit mereka,dan juga mereka tidak memberikan krim emolien

lembut untuk melindungi kulit mereka)1.

Semakin lama seseorang mengalamai DKA akan menjadi lebih berat, semakin lama

penyebabnya teridentifikasi akan memakan waktu lama untuk mengatasinya1,2.

Page 11: Dermatitis Alergika

BAB III

RINGKASAN

Dermatitis Kontak Alergika adalah keradangan kulit yang di sebabkan bahan atau

substansi yang menempel pada kulit dan termasuk dalam reaksi hypersensitive tipe lambat.

Beberapa factor yang berpengaruh dalam dermatitis kontak iritan, misalnya potensi

sensitisasi allergen, dosis per unit area, luas daerah yang tekena, lamanya pajanan, oklusi, suhu

dan kelembapan lingkungan, vehikulum, pH dan juga factor individu.

Gambaran klini acut dari DKA di mulai bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian

di ikuti dengan edema, papilavesikel, vesikel atau bula, gambaran kronis kulit kering ,

berskuama, papul, likenifikasi, dan mukin juga fissure, batasnya tidak jelas.

Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan

anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji temple

Uji Tempel Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh (tenang), bila

mungkin setelah 3 minggu. Tempat melakukan uji tempel biasanya di punggung, dapat pula di

bagian luar lengan atas. Setelah 48 jam dibuka. Reaksi dibaca setelah 48 jam (pada waktu

dibuka), 72 jam dan atau 96 jam. Hasil positif dapat berupa eritema dengan urtikaria sampai

vesikel atau bula.

Penatalaksanaan adalah mengurangi rasa gatal, pasien di berikan hidrokortoson topikal,

antihistamin , dan beberapa agen atipruritik. Apabila pasien yang mengalami kondisi yang berat

dapat di berikan kortikosteroid sistemik. Pasien juga dapat menggunakan astringen untuk

mempercepat pengeringan luka yang basah sehingga memberika penutup pelindung kulit yang

mengalami inflamasi. Selain itu juga dapat di berikan antiseptic untuk melindungi dari infeksi

sekunder.

Page 12: Dermatitis Alergika

DAFTAR PUSTAKA

1. Jacobs JJ, Lehé CL, Hasegawa H, Elliott GR, Das PK. Skin irritants and contact

sensitizers induce Langerhans cell migration and maturation at irritant concentration. Exp

Dermatol. Jun 2006;15(6):432-40.

2. Shaffer MP, Belsito DV. Allergic contact dermatitis from glutaraldehyde in health-care

workers. Contact Dermatitis. Sep 2000;43(3):150-6

3. Pohan S. dkk. 2005. Dermatitis Kontak. Dalam Pedoman dan Terapi Bagian Ilmu

penyakit Kulit dan Kelamin Edisi III. Surabaya: FK Unair, hal 5 – 8.

4. Djuanda, Adhi dan Sularsito, S.A., 2011. Dermatitis. Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. Jakarta: Badan Penerbit FK UI, Hal. 133 – 138.

5. Mustiastutik, Dwi. Dkk. 2011. Dermatitis Kontak. Dalam Atlas Penyakit Kulit dan

Kelamin Edisi kedua. Surabaya: Pusat Penerbit dan Percetaka FK Unair, Hal. 104 -105.

6. Suwondo Ari, Jayanti Siswi, Lestantio Daru. Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan

Dermatitis Kontak Pekerja Industri Tekstil “X” di Jepara. Jurnal Kesehatan Masyarakat

Indonesia. Vol 6 Nomer 2 Tahun 2010. Hal 95 – 96.

7. Sulaksmono. 2000. Dermatosis Akibat Kerja, Bahan Buku Ajar. FKM Unair. Surabaya.

8. Sulaksmono, M.200. Keuntungan dan Kerugin Tes Tempel. Dalam Bagian Kesehatan

dan Keselamatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat. Surabaya.

9. Suyoto. 1997. Uji Tempel, Seminar Penyakit Kulit Akibat Kerja, Jakarta.

10. Sularsito S.A., 2004. Dermatitis Kontak Alergika dalam Subono, H., Kumpulan Makalah

Seminar Kontak Dermatitis, FK UGM , Yogyakarta.

11.