Dermatitis Atopi
-
Upload
karina-ibnu -
Category
Documents
-
view
225 -
download
0
Transcript of Dermatitis Atopi
BAB I
PENDAHULUAN
Dermatitis atopik (DA) merupakan suatu penyakit peradangan kulit yang
kronik, ditandai dengan rasa gatal , eritema, edema, vesikel, dan luka pada stadium
akut, pada stadium kronik ditandai dengan penebalan kulit ( likenifikasi) dan
distribusi lesi spesifik sesuai fase DA, keadaan ini juga berhubungan dengan kondisi
atopik lain pada penderita atau keluarganya. 1,5,6
Berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi dermatitis atopik makin
meningka sehingga merupakan masalah kesehatan besar.1 Penyakit ini dialami
sekitar 10-20% anak. Pada 70 % kasus dermatitis atopik umumnya di mulai saat anak-
anak di bawah 5 tahun dan 10% saat remaja /dewasa.5,6. Umumnya terjadi sebelum
usia 12 bulan dan episode-episode selanjutnya akan hilang timbul hingga
anak melewati masa tertentu. Sebagaian besar anak akan sembuh dari eksema
sebelum usia 5 tahun. Sebagaian kecil anak akan terus mengalami eksema hingga
dewasa. Di perkirakan angka kejadian di masyarakat adalah sekitar 1-3% dan pada
anak <5 tahun sebesar 3,1% dan prevalensi DA pada anak meningkat 5-10% pada 20-
30 tahun terakhir.6,7
Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan negara industri lain , prevalensi
Dermatitis Atopik mencapai 10-20 %, sedangkan pada dewasa kira-kira 1-3 %. Di negara
Agraris, misalnya Cina Eropa Timur, Asia Tengah, Prevalensi dermatitis jauh lebih rendah.
Wanita banyak menderita dermatitis Atopik daripada pria dengan rasio 1,3:1. Berbagai faktor
lingkungan berpengaruh terhadap prevalensi dermatitis Atopik, misalnya jumlah keluarga kecil,
pendidikan ibu makin tinggi, penghasilan meningkat, migrasi dari desa ke kota dan
meningkatnya penggunaan antibiotik, berpotensi menaikan jumlah penderita Dermatitis Atopik.
Prevalensi yang tinggi ditemukan di Amerika. Di Inggr is, pada survei populasi pada
1760 anak-anak yang menderita Dermatitis Atopik dari usia satu sampai lima tahun di
temukan kira-kira 84 % kasus ringan, 14 % kasus sedang, 2 % kasus berat.7
Menurut laporan kunjungan bayi dan anak di RS di Indonesia, dermatitis
atopik berada pada urutan pertama (611 kasus) dari 10 penyak it kulit yang umum
1
ditemukan pada anak-anak. Di klinik Dermatovenereologi RSUP Dr Sardjito
Yogyakarta, pada periode bulan Februari 2005 sampai Desember 2007, terdapat 73
kasus dermatitis atopik pada bayi Sedangkan data di Unit Rawat Jalan Penyakit
kulit, Anak RSU Dr. Soetomo di dapatkan jumlah pasien DA mengalami
peningkatan sebesar 116 pasien (8,14%) pada tahun 2006, tahun 2007 sebesar 148
pasien(11.05%) sedangkan tahun 2008 sebanyak 230 pasien (11.65%) Prevalensi pada
anak laki - laki sekitar 20 %, 12 persen pada tahun- tahun sebelum studi, dan 19% anak
perempuan (11% pada tahun sebelum tahun 2000). 5,6,7
Masih banyaknya angka kejadian dermatitis Atopik maka penulis ingin
membuat laporan tentang kasus Dermatitis Atopik ini sehingga untuk kedepannya
dapat lebih mudah dipahami tentang kasus Dermatitis Atopik dan
penatalaksanaannya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Dermatitis atopik (DA) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,di
sertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering
berhubungan dengan peningkatan IgE dalam serum dan riwayat atopik keluarga atau
pender ita (Dermatitis Alergi, rhinitis alergi,dan atau asma bronkial).1,2,5
2.2. Etiologi
Berbagai faktor ikut berinteraksi dalam patogenesis dermatitis Atopik, misalnya faktor
genetik, lingkungan, sawar kulit, farmakologik dan imunologik. Konsep dasar terjadinya
Dermatitis atopik adalah melalui reaksi imunologi, yang diperantarai oleh sel-sel yang berasal
dari sumsum tulang. Kadar IgE dalam serum penderita Dermatitis Atopik dan jumlah eosinofil
dalam darah perifer umumnya meningkat. Terbukti bahawa ada hubungan secara sistemik
antara dermatitis Atopik dan alergi saluran pernapasan.1
2.3. Patogenesis
Berbagai faktor turut berperan dalam patogenesis Dermatitis Atopik; 1,4,5
a. Respon Imun pada kulit
Kulit pasien DA yang bebas lesi klinis menampakkan hiperplasia epidermal
ringan dan infiltrat perivaskuler yang jarang. Lesi kulit eksematosa akut ditandai
edema interseluler nyata (spongiosis) epidermis. Sel Langerhans (LC) dan
makrofag dalam lesi kulit dan sedikit dalam kulit tanpa lesi, menampakkan
molekul IgE, selain didapati pula sedikit infiltrat sel T dalam epidermis. Di dalam
dermis dari lesi akut, tampak influx sel T. Infiltrat limfositik tersebut terdiri
terutama atas sel T memori aktif yang membawa CD3, CD4 dan CD45 RO (bukti
dari pajanan sebelumnya dengan antigen). Eosinofil jarang ditemukan pada DA
akut, sedangkan sel mast dalam jumlah normal dalam stadium degranulasi
berbeda. 3
Lesi kronik likenifikasi ditandai oleh epidermis hiperplastik dengan
pemanjangan rete ridges, hiperkeratosis jelas, dan spongiosis minimal. Terdapat
peningkatan sel LC yang membawa IgE dalam epidermis, dan makrofag
mendominasi infiltrat dermis. Jumlah sel mast meningkat dan umumnya dalam
stadium degranulasi penuh. Sel netrofil tidak ditemui dalam lesi kulit DA
walaupun terjadi peningkatan kolonisasi dan infeksi S aureus. Eosinofil
meningkat dalam lesi kulit DA kronik, dan sel ini mengalami sitolisis dan melepas
kandungan protein granul ke dalam dermis atas dari kulit berlesi (major basic
protein dengan pola fibriler). Eosinofil diduga berkontribusi dalam inflamasi
alergik dengan mensekresikan sitokin dan mediator yang meningkatkan inflamasi
alergik dan menginduksi kerusakan jaringan melalui produksi reactive oxygen
intermediate (ROI) dan pelepasan protein toksik dari granul. 5,7
Sitokin dan kemokin
Sitokin TNF-α dan IL-1 dari keratinosit, sel mast, dan sel dendritik (DC)
mengikat reseptor pada endotel vaskuler, mengaktifkan jalur sinyal, yang
berakibat pada induksi molekul adesi sel endotel vaskuler. Kejadian di atas,
mengawali proses tethering, aktivasi, dan adhesi sel radang ke endotel vaskuler
dilanjutkan dengan ekstravasasi sel radang ke dalam kulit. Setelah berada dalam
kulit, sel radang merespon chemotactic gradients oleh pengaruh kemokin yang
muncul dari lokasi kerusakan atau infeksi.
DA akut disertai dengan produksi sitokin dari sel Th2, IL-4 dan IL-13, yang
memediasi pergeseran isotip imunoglobulin ke sintesis IgE, dan terjadi
peningkatan ekspresi molekul adesi pada sel endotel. Sebaliknya, IL-5 berperan
dalam perkembangan dan kelangsungan hidup eosinofil, dan hal ini dominan pada
DA kronik. Produksi GM-CSF yang meningkat akan menghambat apoptosis
monosit, sehingga berkontribusi dalam persistensi DA. Bertahannya DA kronik
melibatkan pula sitokin sel Th1-like, IL-12 dan IL-18, IL-11, dan TGF-β1.
Kemokin spesifik kulit, cutaneous T cell-attracting chemokine (CTACK), CC
chemokine ligand 27 (CCL27), di upregulate pada DA dan berfungsi menarik sel
T yang memiliki CC chemokin receptor 10 (CCR10) dan CLA+ ke dalam kulit.
4
Sel T CLA+ dapat pula mengikat CCL17 pada endotel vaskuler dari venula kulit.
Pengerahan selektif sel Th2 yang mengekspresikan CCR4, dimediasi oleh
kemokin dari makrofag dan sitokin dari timus dan activation-regulated cytokine.
Selain itu, kemokin fractalkine, inducible protein 10 (IP 10), dan monokin
diupregulasi secara kuat pada keratinosit dan mengakibatkan migrasi sel Th1 ke
arah epidermis, terutama pada DA kronik. Peningkatan ekspresi CC chemokine,
macrophage chemoattractant protein-4 (MCP-4), eotaxin, dan regulated on
activation normal T-cell expressed and secreted (RANTES) mempunyai andil
untuk infiltrasi makrofag, eosinofil, dan sel T ke dalam lesi kulit DA akut maupun
kronik. 1,7
b. Genetik
Kromosom 5q31-33 mengandung kumpulan famili gen sitokin IL-3, IL-4, IL-
13 dan GM-CSF, yang diekspresikan oleh TH2. Ekspresi gen IL-4 memainkan
peranan penting dalam ekspresi dermatitis Atopik. Perbedaan genetik aktivitas
transkripsi gen IL-4 mempengaruhi predisposisi Dermatitis Atopik. Ada
hubungan yang erat antara polimorfisme spesifik gen kimase sel mas dan
dermatitis atopik. Tetapi tidak dengan asma bronkial aatu rhinitis alergi. Varian
kenetik sel mas, yaitu serine protease yang disekresikan oleh sel mas di kulit,
mempunyai efek spesifik pada organ, dan berperan dalam timbulnya Dermatitis
Atopik.1
2.4 Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada konstelasi temuan klinis oleh Hanifin & Rajka
(Tabel 1.1).
Tabel 1.1 Kriteria mayor dan minor dermatitis atopik
Major
characteristics ( ≥ 3)
Minor characteristics (≥ 3)
1. Pruritus
2. Dermatitis di
muka atau
6. Xerosis
7. Infeksi kulit (khususnya
oleh S. aureus dan virus
27. Konjungtivitis
berulang
5
ekstensor bayi
dan anak
3. Dermatitis di
fleksura pada
dewasa
4. Dermatitis
kronis atau
residif
5. Riwayat atopi
pada penderita
atau
keluarganya
H. simpleks)
8. Dermatitis non spesifik
pada tangan dan kaki
9. Iktiosis/hiperlinearis
palmaris/keratosis
pilaris
10. Pitiriasis alba
11. Dermatitis di papila
mame
12. White dermatografism
dan delayed blanched
response
13. Keilitis
14. Lipatan infra orbital
Dennie – Morgan
15. Konjungtivitis berulang
16. Keratokonus
17. Katarak subkapsular
anterior
18. Orbita menjadi gelap
19. Muka pucat dan eritema
20. Gatal bila berkeringat
21. Intolerans perifolikular
22. Hipersensitif terhadap
makanan
23. Perjalanan penyakit
dipengaruhi oleh faktor
lingkungan atau emosi
24. Tes alergi kulit tipe
dadakan positif
25. Kadar IgE dalam serum
28. Keratokonus
29. Katarak
subkapsular
anterior
30. Orbita menjadi
gelap
31. Muka pucat dan
eritema
32. Gatal bila
berkeringat
33. Intolerans
perifolikular
34. Hipersensitif
terhadap
makanan
35. Perjalanan
penyakit
dipengaruhi oleh
faktor lingkungan
atau emosi
36. Tes alergi kulit
tipe dadakan
positif
37. Kadar IgE dalam
serum meningkat
38. Awitan pada usia
dini
6
meningkat
26. Awitan pada usia dini
Tabel 1.2 Kriteria diagnostik dermatitis atopik pada bayi
Major features Minor features
1. Riwayat atopi pada keluarga.
2. Dermatitis dimuka atau ekstensor
3. pruritus
1. Xerosis
2. Aksentuasi perifolikular
3. Fisura belakang telinga
4. Skuama di skalp kronis
Diagnosis DA didasarkan pada konstelasi gambaran klinis DA tipikal mulai
selama bayi. Kisaran 50% timbul pada tahun pertama kehidupan dan 30% timbul
antara 1-5 tahun. Kisaran 50 dan 80% pasien DA bayi akan mendapat rhinitis
alergika atau asma pada masa anak.
2.5. Gejala Klinis
Lesi kulit
Keluhan gatal dapat intermiten sepanjang hari dan lebih parah menjelang
senja dan malam. Sebagai konsekuensi keluhan gatal adalah garukan, prurigo
papules, likenifikasi, dan lesi kulit eksematosa.
Lesi akut ditandai keluhan gatal intens, papul eritem disertai ekskoriasi, vesikel di
atas kulit eritem, dan eksudat serosa. Lesi subakut ditandai papul eritem,
ekskoriasi, skuamasi. DA kronik ditandai oleh plakat kulit tebal, likenifikasi
(accentuated skin markings), dan papul fibrotik (prurigo nodularis).
Distribusi dan pola reaksi kulit bervariasi menurut usia pasien dan
aktivitas penyakit. Pada bayi, DA umumnya lebih akut dan terutama mengenai
wajah, scalp, dan bagian ekstensor ekstremitas. Daerah diaper (popok) biasanya
tidak terkena. Pada anak yang lebih tua, dan pada yang telah menderita dalam
7
waktu lama, stadium penyakit menjadi kronik dengan likenifikasi dan lokalisasi
berpindah ke lipatan fleksura ekstremitas. 1,3,4
Gambar 1.2. Dermatitis atopik pada anak dengan likenifikasi pada fosa antecubiti dan
plakat ekzematosa generalisata.
DA sering mereda dengan pertambahan usia, dan individu dewasa tersebut
mempunyai kulit yang peka terhadap gatal dan peradangan bila terpajan iritan
eksogen. Eksema tangan kronik mungkin merupakan manifestasi primer dari
banyak orang dewasa dengan DA.
Subyek tif selalu terdapat pruritus.Terdiri atas 3 bentuk, yaitu :
1. Bentuk infantil ( 0 – 2 tahun).Lesi awal dermatitis atopik muncul pada bulan
pertama kelahiran, biasanya bersifat akut, sub akut, rekuren, simetris di kedua
pipi (Zulkarnain I.,2009). Terdapat eritem berbatas tegas, dapat di sertai papul -
papul dan vesikel-vesikel miliar, yang menjadi erosif, eksudatif, dan berkrusta.
Tempat predileksi dikedua pipi, ekstremitas bagian f leksor, dan
ekstensor ( Mansjoer A.,dkk., 2001). Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu
sehingga anak gelisah, susah tidur, dan sering menangis. Pada umumnya lesi DA
infantil eksudatf, banyak eksudat, erosi, krusta dan dapat mengalami infeksi. Lesi
dapat meluas generalisata bahkan walaupun jarang, dapat ter jadi eritroderma.
Sekitar usai 18 bulan mulai tampak likenifikasi.8
2. Bentuk anak (2 – 12 tahun)
Awalan lesi muncul sebelum umur 5 tahun. Sebagian merupakan kelanjutan fase
bayi. Pada kondisi kronis tampak lesi hiperkeratosis,hiperpigmentasi, dan
likenifikasi. Akibat adanya gatal dan garukan,akan tampak erosi, eksoriasi linear
yang di sebut starch marks. Tempat predileksi tengkuk, f leksor kubiti, dan fleksor 8
popliteal. Sangat jarang di wajah lesi DA pada anak juga bisa terjadi di paha dan
bokong Eksim pada ke lompok ini sering ter jadi pada daerah ekstensor( luar)
daerah persendian, (sendi pergelangan tangan, siku, dan lutut ), pada daerah
genital juga dapat ter jadi.1,2,5
3. Bentuk dewasa (> 12tahun) Bentuk lesi pada fase dewasa hampir serupa
dengan lesi kulitfase akhir anak-anak Lesi selalu ker ing dan dapat di sertai
likenifikasi dan hiperpigmentasi. Pada DA dewasa, distribusi lesi kurang
karakteristik, sering mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat ditemukan
setempat, misalnya di bibir (kering, pecah dan bersisisik), vulva, putting susu,
atau scalp. Manifestasi lain berupa kulit kering dan sulit mengeluarkan keringat
sukar sehingga rasa gatal timbul bila melakukan latihan fisik. Berbagai kelainan
yang dapat menyer tainya ialah xerosis kutis, iktiosis, hiper linearis Palmaris
et plantaris, pomfoliks, ptiriasis alba, keratosis pilaris (berupa papul-papul miliar,
ditengahnya terdapat lekukan), dll. Pada orang dewasa sering mengeluh bahwa
penyakitnya kambuh apabila mengalami stress, mungk in karena stress
menurunkan ambang rangsang gatal. DA remaja cenderung ber langsung lama
kemudian menurun dan membaik (sembuh) satelah usia 30 tahun, jarang
sampai usia per tengahan, hanya sebagian kecil ber langsung sampai tua.4,8
2.6 Diagnosis Banding
DA didiagnosis banding dengan dermatitis seboroik, dermatitis kontak,
dermatitis numularis, skabies, iktiosis, psoriasis dematitis herpetiformis,
Dermatitis numularis. Pada bayi, DA dapat pula didiagnosis banding dengan
sindrom Wiskott-Aldrich dan sindrom hiper IgE.1,2,3
2.7 Penatalaksanaan
9
1. Penatalaksanaan Umum
Berbagai faktor dapat menjadi pencetus DA dan tidak sama untuk
setiap individu, karena itu perlu diidentifikasi dan dieliminasi berbagai
faktor tersebut.1
Menghindarkan pemakaian bahan-bahan iritan (deterjen, alkohol,
astringen,
pemutih, dll)
Menghindarkan suhu yang terlalu panas dan dingin, kelembaban tinggi.
Menghindarkan aktifitas yang akan mengeluarkan banyak keringat.
Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat mencetuskan DA.
Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi jumlah TDR/agen infeksi,
seperti
menghindari penggunaan kapuk/karpet/mainan berbulu.
Menghindarkan stres emosi.
Mengobati rasa gatal.
2. Pengobatan topikal
Hidrasi kulit. Dengan melembabkan kulit, diharapkan sawar kulit menjadi
lebih baik dan penderita tidak menggaruk dan lebih impermeabel terhadap
mikroorganisme/bahan iritan. Berbagai jenis pelembab dapat dipakai antara lain
krim hidrofilik urea 10%, pelembab yang mengandung asam laktat dengan
konsentrasi kurang dari 5%. Pemakaian pelembab beberapa kali sehari, setelah
mandi.
Kortikosteroid topical. Walau steroid topikal sering diberi pada
pengobatan DA, tetapi harus berhati-hati karena efek sampingnya yang cukup
banyak. Kortikosteroid potensi rendah diberi pada bayi, daerah intertriginosa dan
daerah genitalia. Kortikosteroid potensi menengah dapat diberi pada anak dan
dewasa. Bila aktifitas penyakit telah terkontrol. Kortikosteroid diaplikasikan
intermiten, umumnya dua kali seminggu.1
- Imunomodulator topikal
a. Takrolimus
10
Bekerja sebagai penghambat calcineurin, sediaan dalam bentuk salap
0,03% untuk anak usia 2 – 15 tahun dan dewasa 0,03% dan 0,1%. Pada
pengobatan jangka panjang tidak ditemukan efek samping kecuali rasa
terbakar setempat.
b. Pimekrolimus
Yaitu suatu senyawa askomisin yaitu suatu imunomodulator golongan
makrolaktam. Kerjanya sangat mirip siklosporin dan takrolimus.
Sediaan yang dipakai adalah konsentrasi 1%, aman pada anak dan dapat
dipakai pada kulit sensitif 2 kali sehari.
3. Pengobatan sistemik
Kortikosteroid
Hanya dipakai untuk mengendalikan DA eksaserbasi akut.
Digunakan dalam waktu singkat, dosis rendah, diberi
selang-seling. Dosis diturunkan secara tapering. Pemakaian
jangka panjang akan menimbulkan efek samping dan bila
tiba-tiba dihentikan akan timbul rebound phenomen.
Antihistamin
Diberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih anti
histamin harus diperhatikan berbagai hal seperti penyakit-
penyakit sistemik, aktifitas penderita dll. Anti histamin
yang mempunyai efek sedatif sebaiknya tidak diberikan
pada penderita dengan aktifitas disiang hari (seperti supir) .
Pada kasus sulit dapat diberi doxepin hidroklorid 10- 75
mg/oral/2 x sehari yang mempunyai efek anti depresan dan
blokade reseptor histamine H1 dan H2.
Anti infeksi
Pemberian anti biotika berkaitan dengan ditemukannya
peningkatan koloni S. aureus pada kulit penderita DA.
Dapat diberi eritromisin, asitromisin atau kaltromisin jika
telah resisten dapat diberi dikloksasilin, oksasilin, atau
11
ggenerasi pertama sefalosporin. Bila ada infeksi virus dapat
diberi asiklovir 3 x 400 mg/hari selama 10 hari atau 4 x 200
mg/hari untuk 10 hari.
Kompres
Pada lesi akut yang basah dikompres dahulu sebelum
digunakan steroid, misalnya dengan larutan burowi atau
dengan larutan permanganas kalikus 1:5000.2,3,4
2.8. Prognosis
Prognosis Dermatitis Atopik lebih buruk apabila kedua orangtua
menderita Dermatitis Atopik. Penderita atopi mempunyai risiko menderita
dermattitis kontak iritan akibat kerja tangan. Berikut Faktor yang
berhubungan dengan prognosis kurang baik pada Dermatitis Atopik:1
DA yang luas pada anak.
Menderita rinitis alergika dan asma bronkiale.
Riwayat DA pada orang tua atau saudaranya.
Awitan (onset) DA pada usia muda.
Anak tunggal.
Kadar IgE serum sangat tinggi.
2.9. Komplikasi
Komplikasi dengan penyakit lain yang dapat terjadi adalah alergi
saluran pernapasan dan infeksi kulit oleh kuman S. Aureus dan H.Simplex.
BAB III
LAPORAN KASUS
12
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 31 tahun
Pekerjaan : Buruh
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Agama : Islam
Bangsa/Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Kertapati, Sumatera Selatan
Tanggal Pemeriksaan : 28 Mei 2013
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien mengeluh timbul bintil bintil kemerahan yang gatal di lengan sebelah
kiri sejak 1 minggu yang lalu.
Keluhan Tambahan (-)
Riwayat Perjalanan Penyakit
Kisaran 1 bulan yang lalu, pasien mengeluh timbul bintil bintil kemerahan
dengan rasa yang gatal dan panas di daerah lengan bawah yang muncul secara
tiba-tiba. Karena gatal, pasien sering menggaruk sampai luka yang menyebabkan
bintil bintil kemerahan semakin banyak dan meluas ke lengan atas.
Kisaran 2 minggu yang lalu pasien mengeluh bintil bintil kemerahan pada
tangan yang semakin banyak dan meluas ke lengan atas. Pasien juga mengeluh
kulitnya terasa kasar dan kering. Rasa gatal sering timbul pada malam hari dan
biasanya semakin gatal jika berkeringat. Pasien berobat kepuskesmas dan diberi
obat salep, tetapi tidak ada perubahan.
13
Kisaran 1 minggu yang lalu, pasien mengeluh timbul bintil bintil kemerahan
di lengan sebelah kiri atas yang disertai rasa gatal. Tidak demam, Paparan zat
kimia dan gigitan serangga disangkal.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Riwayat dengan keluhan yang sama pernah dialami pasien, pertama kali
timbul sejak 1 bulan yang lalu
Riwayat asma pada pasien tidak ada.
Riwayat alergi makanan pada pasien tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang serupa seperti pasien
yaitu sepupunya.
Riwayat asma pada keluarga tidak ada.
Riwayat alergi pada keluarga ada.
Riwayat Higienitas
Pasien mandi 2-3 kali sehari, menggunakan sabun untuk orang dewasa
dan air sumur.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Tanda Vital
Kesadaran : kompos mentis
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
TD : -
Kepala : normocephali
Mata : anemis (-) sklera ikterik (-)
Hidung : NCH (-) sekret (-/-)
Telinga : Nyeri tekan tragus (-)
Mulut : Sianosis (-)
14
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax : Inspeksi : Simetris, retraksi IC (-), spider nervi (-)
Palpasi: Stem fremitus (-), iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung paru normal, sonor
Auskultasi : visuklar, si+s2 (+), murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : Datar dan Lemas
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien sukar diraba
Perkusi: Timpani
Auskultasi : Bising usus normal
Ekstremitas : tidak ada kelainan.
Status Dermatologis
Pada regio antebrachii, antecubiti, sampai brachialis sinistra tampak
papul eritem, hiperpigmentasi, di tutupi squama sedang berbatas tegas,
multiple, berukuran milier dan penyebaran diskret.
3.4. Pemeriksaan penunjang
Uji kulit alergen atau uji IgE spesifik untuk mencari faktor atopi.
Tes dermogradisme.
3.5. Resume
Kisaran 1 bulan yang lalu, pasien mengeluh timbul bintil bintil kemerahan
dengan rasa yang gatal dan panas di daerah lengan bawah yang muncul secara
tiba-tiba. Karena gatal, pasien sering menggaruk sampai luka yang menyebabkan
bintil bintil kemerahan semakin banyak dan meluas ke lengan atas. Kisaran 2
minggu yang lalu pasien mengeluh bintil bintil kemerahan pada tangan yang
semakin banyak dan meluas ke lengan atas. Pasien juga mengeluh kulitnya terasa
kasar dan kering. Rasa gatal sering timbul pada malam hari dan biasanya semakin
gatal jika berkeringat. Pasien berobat kepuskesmas dan diberi obat salep, tetapi
tidak ada perubahan. Kisaran 1 minggu yang lalu, pasien mengeluh timbul bintil
15
bintil kemerahan di lengan sebelah kiri atas yang disertai rasa gatal. Tidak
demam, Paparan zat kimia dan gigitan serangga disangkal.
Pada pemeriksaan dermatologikus yaitu Pada regio antebrachii, antecubiti,
sampai brachialis sinistra tampak papul eritem, hiperpigmentasi, di tutupi squama
sedang berbatas tegas, multiple, berukuran milier dan penyebaran diskret.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan kemungkinan pasien mengalami
dermatitis atopik.
3.6. Diagnosis Banding
Dermatitis atopik
Dermatitis kontak alergi
Dermatitis numularis
Psoriasis
3.7. Diagnosis Kerja
Dermatitis atopik.
3.8. Penatalaksanaan
a. Umum
Kulit penderita dermtitis atopi cenderung lebih rentan terhadap
bahan iritan, oleh karena itu penting untuk mengidentifikasi kemudian
menyingkirkan faktor yang memperberat dan memicu siklus “gatal-
garuk”, misalnya sabun dan deterjen, kontak dengan baan kimia, pakaian
kasar, pajanan terhadap panas atau dingin yang ekstrim.Mandi dengan
pembersih yang mengandung pelembab; hindari pembersih antibakterial
karena berisiko menginduksi resistensi.1
b. Khusus
Topikal:
Hidrasi kulit
16
Dengan melembabkan kulit, diharapkan sawar kulit menjadi lebih baik dan
penderita tidak menggaruk dan lebih impermeabel terhadap
mikroorganisme/bahan iritan. Berbagai jenis pelembab dapat dipakai antara
lain krim hidrofilik urea 10%, pelembab yang mengandung asam laktat
dengan konsentrasi kurang dari 5%. Pemakaian pelembab beberapa kali
sehari, setelah mandi.
Dapat diberikan kortikosteroid rendah seperti hidrokortison 1%-2,5%.
Sistemik:
Antihistamin golongan H1 untuk mengurangi gatal dan sebagai penenang
seperti cetirizine 10 mg
Kortikosteroid jika gejala klinis berat dan sering mengalami kekambuhan atau
saat terjadi kekambuhan.
3.9. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Quo ad kosmetik : dubia ad malam
BAB IV17
PEMBAHASAN
Dermatitis atopik (DA) merupakan suatu penyakit peradangan kulit yang
kronik, ditandai dengan rasa gatal , eritema, edema, vesikel, dan luka pada stadium
akut, pada stadium kronik ditandai dengan penebalan kulit ( likenifikasi) dan
distribusi lesi spesifik sesuai fase DA, keadaan ini juga berhubungan dengan kondisi
atopik lain pada penderita atau keluarganya. Kata atopi pertama kali diperkenalkan
oleh Coca (1923), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada
individu yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarga. Misalnya asma
bronkial, rinitis alergi, dermatitis atopik, dan konjungtiva alergik. Terjadinya
Dermatitis Atopik adalah melalui reaksi imunologik. Dalam kasus ini, tidak dapat
dilihat bahwa karena riwayat asma disangkal oleh pasien.
Dalam menegakkan diagnosis dermatitis atopik, Hanifin dan Rajka telah
menyusun kriteria dan kemudian diperbaharui oleh kelompok kerja Inggris di
koordinasi oleh William (1994). Diagnosis dermatitis atopik dapat ditegakkan jika
mempunyai minimal 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor. Pada kasus, terdapat 3
kriteria mayor, yaitu: pruritus, dermatitis di fleksura dan riwayat atopi pada
penderita. 3 kriteria minor, yaitu: adanya xerosis, gatal bila berkeringat dan
perjalanan penyakit di pengaruhi oleh faktor lingkungan atau emosi.
Pada kasus ini, diagnosis banding setelah dermatitis atopik adalah dermatitis
kontak alergi, dermatitis numularis dan psoriasis. Biasanya pada dermatitis kontak
alergi penderita mengeluh gatal. Dalam efloresensinya tampak eritema numular
sampai plakat, papula dan vesikel berkelompok disertai erosi numular sampai
plakat, terkadang hanya berupa makula hiperpigmentasi dengan skuama halus.
Lalu dermatitis numularis umumnya mengeluh gatal yang hebat disertai rasa
nyeri. Dalam efloresensinya tampak makula eritematosa eksudatif, besarnya
numular hingga plakat. Terkadang hiperpigmentasi, likenifikasi berbatas tegas
sebesar uang logam, lokasinya di punggung kaki, punggung tangan, bagian
ekstensor ekstremitas, bokong dan bahu. Sedangkan pada psoriasis penderita
mengeluh gatal ringan. Pada efloresensinya tampak makula eritematosa yang
besarnya bervariasi dari miliar sampai numular, dengan gambaran yang beraneka 18
ragam, dapat arsinar, sirsinar, polisiklis atau geografis. Makula berbatas tegas,
ditutupi oleh skuama kasar bewarna putih mengkilat. Jika skuama digores dengan
benda tajam menunjukan tanda teteasan lilin. Jika goresan diteruskan maka timbul
tanda auspitz dengan bintik-bintik darah. Dapat pula menunjukan fenomena
Koebner atau reaksi isomorfik, yaitu timbul lesi-lesi psoriasis pada bekas
trauma/garukan.
Untuk memastikan diagosisnya, dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu:
Uji kulit alergen atau uji IgE spesifik untuk mencari faktor atopi dan tes
dermografisme untuk melihat perubahan dari rangsangan goresan terhadap kulit.
Untuk menyingkirkan diagnosis banding dilakukan pemeriksaan darah tepi yang
biasanya terdapat leukositosis pada ketiga diagnosis banding. Serta kultur untuk
menentukan mikroorganisme penyebab.
Penatalaksanaan yang umum untuk kasus ini adalah umum topikal yaitu
hidrasi kulit dipakai krim hidrofilik urea 10%. Dapat diberikan kortikosteroid
rendah seperti hidrokortison 1%-2,5% dan kompres terbuka luka yang masih
banyak terdapat krusta dengan betadine dicampur dengan air dengan
perbandingan 1:9. Pengobatan sistemiknya yaitu antihistamin golongan H1 untuk
mengurangi gatal dan sebagai penenang seperti cetirizine 10 mg 2x1 karena efek
sedatif yang ringan dan antibiotik untuk infeksi sekunder seperti cefadroxil syr
3x1cth. Karena sesuai dengan teori cefadroxil merupakan generasi 1 dari
sefalosporin yang efektif untuk infeksi kulit.
Teori Kasus
Anamnesa Kriteria Mayor Kriteria Mayor
19
- Pruritus
- Dermatitis di muka atau ekstensor
bayi dan anak
- Dermatitis di fleksura pada
dewasa
- Dermatitis kronis atau residif
- Riwayat atopi pada penderita atau
keluarganya
Kriteria Minor
- Xerosis
- Infeksi kulit (khususnya oleh S.
aureus dan virus H. simpleks)
- Dermatitis non spesifik pada
tangan dan kaki
- Iktiosis/hiperlinearis
palmaris/keratosis pilaris
- Pitiriasis alba
- Dermatitis di papila mame
- White dermatografism dan
delayed blanched response
- Keilitis
- Lipatan infra orbital Dennie –
Morgan
- Konjungtivitis berulang
- Keratokonus
- Katarak subkapsular anterior
- Orbita menjadi gelap
- Muka pucat dan eritema
- Gatal bila berkeringat
- Intolerans perifolikular
- Pruritus
- Dermatitis di fleksura
- Riwayat atopi
Kriteria minor:
- Adanya xerosis
- Gatal bila berkeringat
- Perjalanan penyakit di
pengaruhi oleh faktor
lingkungan dan emosi
20
- Hipersensitif terhadap makanan
- Perjalanan penyakit dipengaruhi
oleh faktor lingkungan atau emosi
- Tes alergi kulit tipe dadakan
positif
- Kadar IgE dalam serum
meningkat
- Awitan pada usia dini
Pemeriksaan
Fisik
Lokasi lesi di lipatan siku/lutut,
bagian fleksor pergelangan tangan,
kelopak mata dan leher. Ruam berupa
papul likenifikasi, sedikit skuama,
erosi, hiperkeratosis dan mungkin
infeksi sekunder.
Pada regio antebrachii,
antecubiti, sampai brachialis
sinistra tampak papul eritem,
hiperpigmentasi, di tutupi
squama sedang berbatas tegas,
multiple, berukuran milier dan
penyebaran diskret.
Pemeriksaan
Lanjutan/pen
unjang
- Uji kulit alergen atau uji IgE
spesifik untuk mencari faktor
atopi.
- Tes dermografisme putih
Tidak dilakukan pemeriksaaan
lanjutan pada pasien ini
Penyingkiran
DD
- Gejala utama D.A. ialah (pruritus), dapat hilang timbul sepanjang hari,
tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita
akan menggaruk sehingga timbul bermacam – macam kelainan di kulit
berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi dan
krusta.
- Pada dermatitis kontak alergi penderita mengeluh gatal. Dalam
efloresensinya tampak eritema numular sampai plakat, papula dan
vesikel berkelompok disertai erosi numular sampai plakat, terkadang
hanya berupa makula hiperpigmentasi dengan skuama halus.
- Pada dermatitis numularis mengeluh gatal yang hebat disertai rasa 21
nyeri. Dalam efloresensinya tampak makula eritematosa eksudatif,
besarnya numular hingga plakat. Terkadang hiperpigmentasi,
likenifikasi berbatas tegas sebesar uang logam, lokasinya di punggung
kaki, punggung tangan, bagian ekstensor ekstremitas, bokong dan
bahu.
- Pada Psoriasis penderita mengeluh gatal ringan. Pada efloresensinya
tampak makula eritematosa yang besarnya bervariasi dari miliar
sampai numular, dengan gambaran yang beraneka ragam, dapat
arsinar, sirsinar, polisiklis atau geografis. Makula berbatas tegas,
ditutupi oleh skuama kasar bewarna putih mengkilat. Jika skuama
digores dengan benda tajam menunjukan tanda teteasan lilin. Jika
goresan diteruskan maka timbul tanda auspitz dengan bintik-bintik
darah. Dapat pula menunjukan fenomena Koebner atau reaksi
isomorfik, yaitu timbul lesi-lesi psoriasis pada bekas trauma/garukan.
Tatalaksana 1. Penatalaksanaan Umum
faktor pencetus DA tidak sama
untuk setiap individu, karena itu perlu
diidentifikasi dan dieliminasi berbagai
faktor tersebut.
- Menghindarkan pemakaian bahan-
bahan iritan (deterjen, alkohol,
astringen,
- pemutih, dll)
- Menghindarkan suhu yang terlalu
panas dan dingin, kelembaban
tinggi.
- Menghindarkan aktifitas yang akan
mengeluarkan banyak keringat.
- Menghindarkan makanan-makanan
yang dicurigai dapat mencetuskan
Umum
Menghindarkan kemungkinan
faktor pencetus dalam hal ini
penderita sebagai buruh karet
dan hal tersebut dapat menjadi
faktor pencetus terjadinya
dermatitis atopik.
Meningkatkan higienitas OS
dan keluarga.
Khusus
Topikal:
- Hidrasi kulit dipakai krim
hidrofilik urea 10%. Dapat
diberikan kortikosteroid
rendah seperti hidrokortison
1%-2,5%.
22
DA.
- Melakukan hal-hal yang dapat
mengurangi jumlah TDR/agen
infeksi, seperti
- menghindari penggunaan
kapuk/karpet/mainan berbulu.
- Menghindarkan stres emosi.
- Mengobati rasa gatal.
4. Pengobatan topikal
- Hidrasi kulit
Dengan melembabkan kulit,
diharapkan sawar kulit menjadi
lebih baik dan penderita tidak
menggaruk dan lebih impermeabel
terhadap mikroorganisme/bahan
iritan. Berbagai jenis pelembab
dapat dipakai antara lain krim
hidrofilik urea 10%, pelembab yang
mengandung asam laktat dengan
konsentrasi kurang dari 5%.
Pemakaian pelembab beberapa kali
sehari, setelah mandi.
- Kortikosteroid topical
Walau steroid topikal sering diberi
pada pengobatan DA, tetapi harus
berhati-hati karena efek sampingnya
yang cukup banyak. Kortikosteroid
potensi rendah diberi pada bayi,
daerah intertriginosa dan daerah
genitalia. Kortikosteroid potensi
- Kompres terbuka luka yang
masih banyak terdapat krusta
dengan betadine dicampur
dengan air dengan
perbandingan 1:9.
- Sistemik:
- Antihistamin golongan H1
untuk mengurangi gatal dan
sebagai penenang seperti
cetirizine 10 mg 2x1 karena
efek sedatif yang ringan dan
- Antibiotik untuk infeksi
sekunder seperti cefadroxil syr
3x1cth. Karena sesuai dengan
teori cefadroxil merupakan
generasi 1 dari sefalosporin
yang efektif untuk infeksi
kulit.
23
menengah dapat diberi pada anak
dan dewasa. Bila aktifitas penyakit
telah terkontrol. Kortikosteroid
diaplikasikan intermiten, umumnya
dua kali seminggu.
- Imunomodulator topikal
a. Takrolimus
Bekerja sebagai penghambat
calcineurin, sediaan dalam bentuk
salap 0,03% untuk anak usia 2 – 15
tahun dan dewasa 0,03% dan 0,1%.
Pada pengobatan jangka panjang
tidak ditemukan efek samping
kecuali rasa terbakar setempat.
b. Pimekrolimus
Yaitu suatu senyawa askomisin
yaitu suatu imunomodulator
golongan makrolaktam. Kerjanya
sangat mirip siklosporin dan
takrolimus. Sediaan yang dipakai
adalah konsentrasi 1%, aman pada
anak dan dapat dipakai pada kulit
sensitif 2 kali sehari.
5. Pengobatan sistemik
- Kortikosteroid
Hanya dipakai untuk
mengendalikan DA eksaserbasi
akut. Digunakan dalam waktu
singkat, dosis rendah, diberi
selang-seling. Dosis diturunkan
secara tapering. Pemakaian jangka
24
panjang akan menimbulkan efek
samping dan bila tiba-tiba
dihentikan akan timbul rebound
phenomen.
- Antihistamin
Diberi untuk mengurangi rasa
gatal. Dalam memilih anti
histamin harus diperhatikan
berbagai hal seperti penyakit-
penyakit sistemik, aktifitas
penderita dll. Anti histamin yang
mempunyai efek sedatif sebaiknya
tidak diberikan pada penderita
dengan aktifitas disiang hari
(seperti supir). Pada kasus sulit
dapat diberi doxepin hidroklorid
10- 75 mg/oral/2 x sehari yang
mempunyai efek anti depresan dan
blokade reseptor histamine H1 dan
H2.
- Anti infeksi
Pemberian anti biotika berkaitan
dengan ditemukannya peningkatan
koloni S. aureus pada kulit
penderita DA. Dapat diberi
eritromisin, asitromisin atau
kaltromisin jika telah resisten
dapat diberi dikloksasilin,
oksasilin, atau generasi pertama
sefalosporin. Bila ada infeksi virus
dapat diberi asiklovir 3 x 400
25
mg/hari selama 10 hari atau 4 x
200 mg/hari untuk 10 hari.
- Kompres
Pada lesi akut yang basah
dikompres dahulu sebelum
digunakan steroid, misalnya
dengan larutan burowi atau dengan
larutan permanganas kalikus
1:5000
Prognosis Faktor yang berhubungan dengan
prognosis kurang baik, adalah :
- DA yang luas pada anak.
- Menderita rinitis alergika dan asma
bronkiale.
- Riwayat DA pada orang tua atau
saudaranya.
- Awitan (onset) DA pada usia muda.
- Anak tunggal.
- Kadar IgE serum sangat tinggi.
Diperkirakan 30 – 35% penderita DA
infantil akan berkembang menjadi
asma bronkiale atau hay fever.
Penderita DA mempunyai resiko tinggi
untuk mendapat dermatitis kontak
iritan akibat kerja di tangan.
- riwayat alergi dalam keluarga
- Quo ad vitam: dubia ad bonam
- Quo ad functionam: dubia ad
bonam
- Quo ad sanationam: dubia ad
malam
- Quo ad kosmetik: dubia ad
malam
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Sularsito, Sri Adi, dan Djuanda, Suria: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
Edisi Kelima.FKUI. Jakarta, 2007
2. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Edisi kedua. Jakarta:
EGC, 2005
27
3. Chairiyah Tanjung: Dermatitis Atopik, di unduh dari
ocw.usu.ac.id/course/...system/dms146_slide_dermatitis_atopik.pdf. pada
18-9-2012.
4. Mansjoer, Arif, dan Suprohaita: Kapita Selekta Kedokteran, Edisi
ketiga.FKUI. Jakarta, 2000.
5. Fauzi N., Sawitri, Pohan S.S., 2009. Korelasi antara Jumlah
Koloni Staphylococcus Aureus & IgE spesifik terhadap
EnterotoksinStaphylococcus Aureus pada Dermatitis Atopik. Depar temen /
SMFKesehatan Kulitdan Kelamin FK UNAIR /RSU Dr. Soetomo. Surabaya.
6. Judarwan to W., 2009. Dermatitis At opik. Children Allergy Clinic
Information;
www.Childrenallergicclinic.wordpress.com.
7. Zulkarnain I., 2009. Manifestasi Klinis dan Diagnosis Dermatitis Atopik.dalam
Boediarja S.A., Sugito T.L., Indr iatmi W., Devita M., Prihanti S.,
(Ed).Dermatitis At opik. Ba lai Penerbit FK UI. Jakarta. Hal. 39-51
8. Sularsito S.A., & Djuanda A., 2005. Dermatitis. dalam Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. (Ed).IV.Jakarta; Balai Penerbit FK UI; Hal.129-47
28