AI - Dermatitis Atopi

46
BAB I PENDAHULUAN Alergi pada Anak Secara umum alergi adalah suatu reaksi kekebalan yang menyimpang/berubah dan normal yang dapat menimbulkan gejala yang merugikan tubuh. Penyakit alergi ini merupakan salah satu penyakit yang dapat diturunkan. Angka kejadian alergi pada anak di Indonesia belum banyak diteliti. Dan penelitian yang dilakukan di Kelurahan Utan Kayu Jakarta Pusat didapatkan 25.5% anak yang menderita alergi dengan perincian rinitis alergika 9,0 %, asma 6,9%, dermatitis atopik 4,9% dan urtikaria 4,5%. Dalam tubuh kita dikenal 5 Jenis antibodi atau imunoglobulin yaitu imunoglobulin G, A, M, E dan D. Imunoglobulin E adalah antibodi yang banyak berperan pada reaksi alergi. Dalam tubuh penderita alergi, imunoglobulin E terdapat dalam kadar yang tinggi terutama imunoglobulin E yang spesifik terhadap zat-zat tertentu yang menimbulkan reaksi alergi (zat alergen). Misalnya debu rumah nite (tungau debu rumah), bulu binatang, serbuk bunga atau makanan tertentu seperti telur, susu, ikan laut dan lain-lain. Gejala alergi ini dapat mengenai sistim saluran napas (asma, rinitis), saluran cerna (diare, muntah), kulit (biduran, eksim), mata (konjungtivitas alergik) serta susunan saraf (sakit kepala, dll). 1

description

Dermatitis Atopi

Transcript of AI - Dermatitis Atopi

Page 1: AI - Dermatitis Atopi

BAB I

PENDAHULUAN

Alergi pada Anak

Secara umum alergi adalah suatu reaksi kekebalan yang

menyimpang/berubah dan normal yang dapat menimbulkan gejala yang merugikan

tubuh. Penyakit alergi ini merupakan salah satu penyakit yang dapat diturunkan.

Angka kejadian alergi pada anak di Indonesia belum banyak diteliti. Dan penelitian

yang dilakukan di Kelurahan Utan Kayu Jakarta Pusat didapatkan 25.5% anak yang

menderita alergi dengan perincian rinitis alergika 9,0 %, asma 6,9%, dermatitis

atopik 4,9% dan urtikaria 4,5%.

Dalam tubuh kita dikenal 5 Jenis antibodi atau imunoglobulin yaitu

imunoglobulin G, A, M, E dan D. Imunoglobulin E adalah antibodi yang banyak

berperan pada reaksi alergi. Dalam tubuh penderita alergi, imunoglobulin E terdapat

dalam kadar yang tinggi terutama imunoglobulin E yang spesifik terhadap zat-zat

tertentu yang menimbulkan reaksi alergi (zat alergen). Misalnya debu rumah nite

(tungau debu rumah), bulu binatang, serbuk bunga atau makanan tertentu seperti

telur, susu, ikan laut dan lain-lain. Gejala alergi ini dapat mengenai sistim saluran

napas (asma, rinitis), saluran cerna (diare, muntah), kulit (biduran, eksim), mata

(konjungtivitas alergik) serta susunan saraf (sakit kepala, dll).

Salah satu gejala alergi yang akan dibahas pada laporan kali ini adalah

dermatitis atopik. Dermatitis atopik adalah suatu gejala eksim terutama timbul pada

masa kanak-kanak. Gejala ini biasanya timbul pada usia sekitar 2 bulan sampai 1

tahun dan sekitar 85% pada usia kurang dari 5 tahun. Pada keadaan akut, gejalanya

berupa kulit kemerahan, kulit melenting berisi cairan, basah dan sangat gatal.

Kadang-kadang disertai infeksi sekunder yang menimbulkan nanah.

Gejala dermatitis atopik pada bayi berupa kemerahan pada kulit bentol-bentol

kemerahan, berisi cairan, keropeng disertai kulit pecah-pecah atau lecet. Gejala ini

sering mengenai pipi, siku dan tepi pinggir kulit anggota gerak bawah dan

selanjutnya dapat menyebar ke daerah selangkangan. Pada usia selanjutnya, kelainan

1

Page 2: AI - Dermatitis Atopi

ini terdapat pada lipat siku, lipat lutut, tengkuk dan pergelangan tangan. Kulit

menjadi lebih kering dan tebal, mengelupas dan pada penyembuhan meninggalkan

warna yang lebih pucat atau kehitaman. Pada anak yang lebih tua , kelainan ini dapat

mengenai kulit kelopak mata, telapak tangan dan kaki. Kadang-kadang dapat disertai

katarak (kekeruhan lensa mata) serta radang mata. Infeksi sekunder dapat terjadi oleh

kuman yang menimbulkan nanah.

Untuk mengobati penyakit ini yang paling penting adalah mengatasi rasa

gatal dengan pemberian obat golongan antihistamin, menghindari udara yang terlalu

panas dan kering serta mengurangi pengeluaran keringat. Garukan sebaiknya

dihindari karena dapat rnenyebabkan kelainan yang lebih hebat dan infeksi sekunder.

Untuk mencegah kekeringan dapat diberikan lanolin. Pada kelainan yang hebat dapat

digunakan kasa steril untuk menutup kulit yang terkena. Antibiotika diberikan bila

terjadi infeksi sekunder.1

Imunisasi adalah tindakan atau proses terbentuknya kekebalan tubuh/

imunitas terhadap mikroorganisme tertentu. Imunitas bisa terjadi secara aktif maupun

pasif. Imunitas aktif bisa dilakukan secra buatan (=vaksinasi), atau secara alamiah,

yaitu setelah seseorang sembuh dari suatu infeksi. Sedangkan imunisasi pasif bisa

terjadi secara buatan, misalnya penyuntikan serum kebal maupun secara alamiah,

seperti neonatus meminum ASI yang mengandung IgA dari ibu.

Manfaat imunisasi untuk bayi dan anak

Bayi dan anak yang mendapat imunisasi dasar lengkap akan terlindung dari

beberapa penyakit berbahaya dan akan mencegah penularan ke adik, kakak dan

teman-teman disekitarnya. Imunisasi akan meningkatkan kekebalan tubuh bayi dan

anak sehingga mampu melawan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin tersebut.

Anak yang telah diimunisasi bila terinfeksi oleh kuman tersebut maka tidak akan

menularkan ke adik, kakak, atau teman-teman disekitarnya. Jadi, imunisasi selain

bermanfaat untuk diri sendiri juga bermanfaat untuk mencegah penyebaran ke adik,

kakak dan anak-anak lain disekitarnya.

2

Page 3: AI - Dermatitis Atopi

Bahaya Jika Tidak Diimunisasi

Jika anak tidak diberikan imunisasi dasar lengkap, maka tubuhnya tidak

mempunyai kekebalan yang spesifik terhadap penyakit tersebut. Bila kuman

berbahaya yang masuk cukup banyak maka tubuhnya tidak mampu melawan kuman

tersebut sehingga bisa menyebabkan sakit berat, cacat atau meninggal. Anak yang

tidak diimunisasi  akan menyebarkan kuman-kuman tersebut ke adik, kakak dan

teman lain disekitarnya sehingga dapat menimbulkan wabah yang menyebar kemana-

mana menyebabkan cacat atau kematian lebih banyak. Oleh karena itu, bila orangtua

tidak mau anaknya diimunisasi berarti bisa membahayakan keselamatan anaknya dan

anak-anak lain disekitarnya, karena mudah tertular penyakit berbahaya yang dapat

menimbulkan sakit berat, cacat atau kematian.

BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang bayi perempuan, 5 bulan, datang untuk mendapat vaksinasi yang

pertama kali. Ibunya belum membawa bayinya untuk imunisasi selama ini karena

khawatir efek samping vaksinasi. Bayinya menderita eczema di kedua pipi.

Keterlambatan vaksinasi pada si bayi karena ia menderita eczema di kedua

pipinya, sehingga ibunya khawatir. Kakak si bayi menderita asma bronkiale,

sedangkan ibunya menderita rhinitis alergika.

3

Page 4: AI - Dermatitis Atopi

BAB III

ANALISA KASUS

Identitas Pasien

Nama : -

Umur : 5 bulan

Jenis Kelamin : perempuan

Anamnesis

Alloanamnesis

1. Masalah Utama : terlambat di imunisasi

Riwayat Penyakit Sekarang

Apakah ada keluhan lainnya, seperti batuk, pilek?

Bagaimana kondisi kesehatan anak? Apakah sering sakit atau tidak?

Kapan eczema itu timbul ?

Apakah eczema timbul setelah terkena kontak dengan sesuatu (allergen)?

Sudah berapa lama eczema muncul?

Apakah gatal? (dilihat apakah anak menggaruk eczema tersebut)

Apakah terdapat keluhan lainnya selain eczema?

Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah sebelum kejadian ini, anak pernah mengalami hal yang sama

sebelumnya?

Riwayat Keluarga

Kakak si bayi menderita asma bronkiale, sedangkan ibunya menderita rhinitis

alergika.

Berapa saudara yang dimiliki oleh anak ini? (urutan yang ke berapa)

Riwayat Lainnya

Apakah anak ini mengonsumsi ASI secara eksklusif atau ditambah dengan

susu formula?

Apakah sudah pernah berobat ke dokter sebelumnya?

Apabila ya, apakah sudah diberikan pengobatan oleh dokter sebelumnya?

Pemeriksaan Fisik

4

Page 5: AI - Dermatitis Atopi

Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Inspeksi : terdapat eczema di kedua pipi

Palpasi :-

Perkusi :-

Auskultasi :-

Tanda Vital :-

Status Lokalis

Pemeriksaan fisik yang di lakukan pada pasien dermatitis atopik adalah

pemeriksaan kulit, yaitu dengan mencari gejala dan tanda pada tempat-tempat

predileksi :

Infantil : muka, skalp, leher, pergelangan tangan, lengan dan tungkai.

Anak : letak kelainan kulit di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan

bagian fleksor, kelopak mata, leher dan jarang di muka.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium :

Pemeriksaan kadar serum IgE : Pada penderita dermatitis atopi biasanya akan

mengalami peningkatan

Pemeriksaan eosinofil : akan di dapatkan peningkatan

Tes kulit dadakan ( immediate skin test ) : di lakukan dengan menggunakan

berbagai jenis makanan yang menjadi alergen.2

Diagnosis Kerja

Berdasarkan kasus diatas, dapat dibuat diagnosis bahwa bayi tersebut

menderita dermatitis atopik. Diagnosis ini juga dapat kami tegakkan berdasarkan

kriteria yang dibuat oleh kelompok kerja inggris (UK working party) yang

dikoordinasi oleh William yaitu:

Mempunyai kondisi kulit gatal (itchy skin) atau dari laporan orang tuanya

bahwa anaknya suka menggaruk atau menggosok.

5

Page 6: AI - Dermatitis Atopi

Ditambah 4 dari 5 kriteria berikut:

I. Riwayat terkenanya lipatan kulit, misalnya lipat siku, belakang lutut,

bagian depan pergelangan kaki atau sekeliling leher (termasuk pipi

anak usia dibawah 10 tahun).

II. Riwayat asma bronkhiale atau hay fever pada penderita (atau riwayat

penyakit atopi pada keluarga tingkat pertama dari anak dibawah 4

tahun).

III. Riwayat kulit kering secara umum pada tahun terakhir.

IV. Adanya dermatitis yang tampak di lipatan (atau dermatitis pada

pipi/dahi dan anggota badan bagian luar anak dibawah 4 tahun).

V. Awitan dibawah usia 2 tahun (tidak digunakan bila anak dibawah 4

tahun).3

Penatalaksaan

Non medikamentosa

a. Menginformasikan kepada ibu pasien mengenai penyakit anaknya,

termasuk  perjalanan penyakit, dampak psikologis, prognosis, dan prinsip

penatalaksanaan.

b. Menghindari atau sedikitnya mengurangi faktor penyebab,

misalnyamengeliminasi makanan (yang akan diketahui melalui uji

eliminasi/ provokasi),faktor inhalan (tungau, debu rumah), atau faktor

pencetus (iklim/ suhu ekstremseperti panas atau dingin sekali, cegah anak

banyak berkeringat).

c. Dianjurkan meneruskan ASI dan ibu juga harus menghindari alergen.

d. Menjaga kebersihan ibu, anak, dan lingkungan. Potong kuku anak supaya

ketikamenggaruk, tidak menyebabkan lesi yang dapat terjadi infeksi

sekunder.

Medikamentosa

a. Mandi dan emolien

6

Page 7: AI - Dermatitis Atopi

Mandi secara teratur minimal dua kali sehari dapat membersihkan kotoran

dan keringat, juga skuama yang merupakan medium baik untuk bakteri.

Penggunaan emolien atau pelembab yang adekuat secara teratur sangat

penting untuk mengatasi kekeringan kulit dan memperbaiki integritas

sawar kulit.

b. Mengatasi gatal

Gatal dapat dikurangi dengan pemberian emolien, kompres basah, anti-

inflamasi topical (kortikosteroid, inhibitor kalsineurin), dan antihistamin

oral.

c. Kosrtikosteroid topical

Selama ini penggunaan kortikosteroid merupakan pengobatan standar

untuk mengatasi inflamasi pada dermatitis karena efektif, mudah

digunakan, dapat ditoleransi pasien, kadang lebih murah, dan hasilnya

lebih baik/cepat dibandingkan dengan anti-inflamasi topical lainnya. Bila

pemilihan dan penggunaan kortikosteroid topical dilakukan dengan tepat

dan hati-hati, efek samping biasanya dapat dihindari.4

Imunisasi

Edukasi : berikan ASI, anak boleh di imunisasi sesuai dengan jadwal

imunisasi IDAI. Pada kasus ini anak terlambat di imunisasi, namun tetap

diberikan dan mengacu pada jadwal.

VaksinPemberian

Imunisasi

Selang Waktu

PemberianWaktu pemberian Dosis Tempat Suntikan

BCG 1x -

Bila belum pernah

dapat diberikan

kapan saja 0,05 cc

Disuntikkan

secara intrakutan

di daerah lengan

kanan atas

(insertio musculus

deltoideus)

Bila belum pernah

dapat diberikan

0,5 cc Paha tengah luar,

intramuskular

7

Page 8: AI - Dermatitis Atopi

Hepatitis B 3x

Hep-B2: 4

minggu setelah

HepB-1

Hep-B3: 5 bulan

setelah Hep-B2

kapan saja

Pada pasien ini:

Hep-B1: usia

sekarang (5 bln)

Hep-B2 : usia 6

bulan

Hep –B3 : usia 11

bulan

DTP 3x

4-8 minggu

(interval terbaik

8 minggu)

Bila belum pernah

dapat diberikan

kapan saja

Pada pasien ini:

DPT1: usia

sekarang (5 bln)

DPT2 : usia 7

bulan

DPT3 : usia

10bulan

0,5 ccPaha tengahluar,

intramuskular

Polio 5x -Polio-2:2 bulan

setelah polio-1.

-Polio-3:2 bulan

setelah polio2.-

Polio-4: 1tahun

setelah polio-3 -

Polio-5:saat

masuk sekolah

dasar

Polio-1:

sekarang (usia 5

bulan), Polio-2:usia

7 bulan,

Polio-3:usia 9

bulan,

Polio-4:Usia 21

bulan, Polio-5:

2 tetes

(0,1cc)

Diteteskan di

mulut

8

Page 9: AI - Dermatitis Atopi

saatmasuk

sekolahdasar (usia

5/6 tahun)

Prognosis

Ad Vitam : Ad bonam

Ad Fungsionam : Ad bonam

Ad Sanationam : Dubia Ad malam

Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik

terhadapa Dermatitis Atopik, yaitu: DA luas pada anak, menderita rinitis alergi dan

asma bronkial, riwayat DA pada orang tua atau saudara kandung, onset DA pada usia

muda, serta anak tunggal.

Pada kasus ini prognosis kurang baik dikarenakan pada bayi ini terdapat

beberapa faktor diatas. DA pada anak yang diikuti sejak bayi hingga remaja, 20%

menghilang dan 65% berkurang gejalanya. Diperkirakan 30-50% akan berkembang

menjadi asma bronkial atau rinitis alergi.

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

Hipersensitivitas

Respon imun baik nonspesifik maupun spesifik pada umumnya

menguntungkan bagi tubuh, berfungsi proteksi terhadap infeksi atau pertumbuhan

kanker, tetapi dapat pula menimbulkan hal yang tidak menguntungkan bagi tubuh

berupa penyakit yang disebut reaksi hipersensitivitas. Hipersensitivitas adalah

peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipanjankan

9

Page 10: AI - Dermatitis Atopi

atau dikenal sebelumnya. Menurut Gell dan Coombs hipersensitivitas ada 4 tipe,

yaitu :

I. Reaksi IgE/reaksi alergi

Manifestasi khas : anafilaksis sistemik dan lokal seperti rinitis, asma,

urtikaria, alergi makanan dan ekzem.

II. Reaksi sitotoksik (IgG atau IgM)

Manifestasi khas : reaksi transfusi, eritroblastosis fetalis, anemia hemolitik

autoimun.

III. Reaksi kompleks imun

Manifestasi khas : reaksi lokal seperti arthus dan sistemik seperti serum

sickness, vaskulitis dengan nekrosis, glomerulonefritis, AR dan LES

IV. Reaksi seluler

Manifestasi khas : dermatitis kontak, lesi tuberkulosis dan penolakan tandur.5

Vaksinasi

Imunisasi adalah tindakan atau proses terbentuknya kekebalan tubuh/

imunitas terhadap mikroorganisme tertentu. Imunitas bisa terjadi secara aktif maupun

pasif. Imunitas aktif bisa dilakukan secra buatan (=vaksinasi), atau secara alamiah,

yaitu setelah seseorang sembuh dari suatu infeksi. Sedangkan imunisasi pasif bisa

terjadi secara buatan, misalnya penyuntikan serum kebal maupun secara alamiah,

seperti neonatus meminum ASI yang mengandung IgA dari ibu.

Dalam mengetahui jenis sebuah vaksin kita harus terlebih dahulu

mengklasifikasikan vaksin tersebut menjadi vaksin bakteri atau vaksin virus.

Kemudian membedakannya berdasarkan struktur dan keadaan mikroorganisme

patogen yang digunakan sebagai imunogen yang pada umumnya ada tiga kelompok

vaksin yaitu live vaccine, dead vaccine, dan subunit vaccine. Respon imun yang

timbul akibat tindakan vaksinasi, sama dengan respons imun yang timbul akibat

masuknya patogen ke dalam tubuh.

Cara kerja live vaccine mirip dengan cara kerja patogen, maka respon imun

yang munculmirip sekali dengan infeksi alamiah. Sedangkan dead vaccines dan

subunit vaccines bukan merupakan imunogen yang kuat, maka respons imun yang

10

Page 11: AI - Dermatitis Atopi

muncul agak berbeda. Infeksi intraseluler seperti virus akan diproses dan

dipresentasikan peptidanya melalui molekul MHC kelas I kepada sel T sitotoksik

atau sel CD8+. Sedangkan infeksi ekstraseluler seperti bakteri akan diproses dan

dipresentasikan peptidanya melalui molekul MHC kelas II kepada sel T penolong

atau setl T CD4+.

a. Vaksin virus

1. Killed vaccine yaitu vaksin yang berasal dari virus yang dimatikan dengan

menggunakan zat zat kimia atau panas. Contohnya Polio dan Hepatitis A

2. Attenuated vaccine yaitu vaksin yang mengandung virus yang masih hidup.

Virus yang digunakan ialah virus yang dikembangbiakkan setelah sifat

virulensinya dihilangkan. Contohnya Rubella dan measles

3. Subunit Vaccine yaitu vaksin yang hanya mengandung sejumlah fragmen dari

mikroorganisme tersebut dan fragmen ini sudah cukup untuk memberi respon

imun. Contohnya vaksin hepatitis B hanya mengandung protein permukaan

virus dan HPV yang mengandung kapsid utama dari virus.

b. Vaksin bakteri

Sama halnya dengan vaksin virus, vaksin bakteri juga menggunakan

bakteri yang dimatikan dan bakteri hidup yang dilemahkan. Sebagai contoh

bakteri yang dimatikan yaitu bakteri Vibrio cholerae dan Bordetella pertusis.

Sedangkan bakteri yang dilemahkan seperti TBC dan Salmonella typhi. Jenis

vaksin bakteri lainnya yaitu :

1. Polisakarida

Vaksin ini berasal dari bagian polisakarida bakteri yang bukan protein. Oleh

karena itu, vaksin ini merupakan T independent antigen yang hanya akan

menginduksi sekresi IgM, tanpa sel memori maupun class switching. Ada

empat jenis vaksin polisakarida, yaitu untuk mencegah infeksi Streptococcus

pneumoniae, Neiseeria meningitidis, Haemopibilus influenzae tipe b, dan

Salmonella typhi

2. Toksoid

Vaksin yang diperoleh dengan cara mengubah eksotoksin bakteri, biasanya

dengan menggunakan formaldehid. Eksotoksin adalah polipeptida yang

11

Page 12: AI - Dermatitis Atopi

disekresikan oleh bakteri gram positif maupun negatif. Toksoid yang

diproduksi dengan menggunakan formaldehid adalah vaksin untuk mencegah

Corynebacterium diphteriae dan Clostridium tetani.

Pada umumnya vaksinasi diberikan ketika bayi berusia 2 bulan. Ini karena

dibawah usia 2 bulan, neonates belum memiliki sistem imun yang cukup matang

untuk memproses antigen yang diberikan melalui vaksin. Neonates memiliki fungsi

APC yang belum sempurna dan belum bisa mengekspresikan MHC dengan penuh.

Selain itu pada masa janin, sistem imun masih toleran terhadap antigen agar fetus

tidak ditolak ibunya.(6)

Namun vaksinasi tertentu diberikan sebelum bayi berusia 2 bulan. Bayi baru

lahir menunjukkan respons imun yang lemah dan meningkat efektif dengan usia.

Bayi baru lahir sudah siap membentuk IgM dan dapat memberikan respons terhadap

toksoid, virus polio yang diberikan parenteral atau polio yang dilemahkan dan

diberikan oral. Pemberian vaksin pertusis (bakteri dimatikan) segera setelah lahir,

tidak memberikan respons protektif, bahkan dapat menimbulkan toleransi terhadap

vaksin sama yang diberikan di kemudian hari.(5)

Selain itu, beberapa vaksin polisakarida diberikan setelah usia dua tahun.

Vaksin-vaksin tersebut antara lain untuk mencegah Haemophilus influenzae tipe b,

Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitides, dan Salmonella typhi. Vaksin

tersebut merupakan T independent antigen, dimana sel B tidak memerlukan bantuan

T helper. Vaksin jenis ini belum dapat diproses dengan baik pada anak di bawah usia

dua tahun. Akan tetapi dengan mengkonjugasikan polisakarida ini dengan suatu

protein, maka polisakarida konjugat itu menjadi T dependent antigen. Bentuk baru

ini dapat diberikan pada usia dua bulan. Vaksin Hib, Pneumococcus, dan

Meningococcus sudah ada bentuk konjugatnya, tetapi vaksin Salmonella masih

berupa polisakarida murni.6

Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik merupakan salah satu contoh reaksi hipersensitivitas tipe 1

atau immediate immunity yang memiliki dua fase yaitu fase akut dan fase kronis.

12

Page 13: AI - Dermatitis Atopi

Fase Akut

Alergen berikatan dengan sel Langerhans yang merupakan sel dendritik

(Professional APC) yang berada di epidermis melalui ikatan IgE spesifik

dan dan Fc-epsilon-RI

Sel Langerhans yang berikatan allergen tesebut menghasilkan Monocyte

Chemotactic protein -1 (MCP -1) dan IL-16

Peptide allergen dipresentasikan ke sel T oleh sel Langerhans

Induksi T helper 2

Monosit yang sebelumnya dipanggil oleh chemoattractant MCP-1 yang

merupakan golongan chemokine akan berdiferensiasi menjadi

inflammatory dendritic epidermal cells (IDEC) dan menghasilkan IL 1, IL

6, dan Tumor Necrosing Factor alpha (TNF-a)

Fase Kronis

IDEC juga mengexpresikan Interleukin 12 dan IL 18. Dengan bantuan dua

sitokin ini, apabila pada fase akut, sel T helper 2 yang lebih berperan,

maka pada fase kronis sel T helper 1 yang lebih berperan. Ini diakibatkan

karena IL 12 menginduksi diferensiasi T naïve untuk berdiferensiasi

menjadi T cytotoxic yang menggunakan T helper 1. Sehingga pada fase

kronis, Cell mediated Immunity lah yang lebih berperan.7

13

Page 14: AI - Dermatitis Atopi

Berbagai kriteria diagnosis DA disusun oleh berbagai ahli; Hanifin dan Rajka

telah menyusun kriteria dan kemudian diperbaharui oleh kelompok kerja Inggris di

koordinasi oleh William (1994).8

Dermatitis atopik adalah penyakit kulit umum yang sering dikaitkan dengan

gangguan atopik lainnya, seperti rhinitis alergi dan asthma. Manifestasi klinis

dermatitis atopik bervariasi dengan usia; dapat dengan diidentifikasi tiga tahap. Pada

bayi, yang lesi eczematous pertama biasanya muncul di pipi dan kulit kepala .

Menggaruk, yang sering dimulai beberapa minggu kemudian, menyebabkan erosi

berkulit. Selama masa kanak-kanak, lesi melibatkan flexures, tengkuk, dan dorsal

tungkai dan lengan. Dalam masa remaja dan dewasa, lichenified plak mempengaruhi

flexures, kepala, dan leher. Dalam setiap tahap, gatal yang terus sepanjang hari dan

memburuk pada malam hari tidur menyebabkan kerugian dan mengganggu secara

substansial pasien kualitas hidup.

Sifat dari dermatitis atopik adalah kronis, bentuk peradangan kulit yang

sering kambuh, gangguan fungsi barrier epidermis yang berujung pada kulit kering,

dan sensitisasi IgE-mediasi terhadap makanan dan allergen lingkungan. Bentuk

histologist dari eczematous akut dan plakat adalah edema interselular

epidermis (Spongiosis) dan penonjolan infiltrate perivascular dari limfosit,

makrofag monosit, sel dendritik, dan beberapa eosinofil pada dermis. Dalam

lichenifikasi subakut dan kronis dan plakat ekskoriasi, epidermis yang menebal dan

lapisan atas hipertrofi.

Dua hipotesis tentang mekanisme dermatitis atopik telah diajukan. Satu

berpendapat gangguan utama berada dalam gangguan imunologi yang menyebabkan

sensitisasi IgE-mediated, dengan disfungsi epitel-barrier dianggap sebagai

konsekuensi dari peradangan lokal. Yang lain mengusulkan bahwa gangguan

intrinsik dalam sel-sel epitel menimbulkan disfungsi barrier; aspek kekebalan yang

dianggap suatu epiphenomenon.

Epidemiologi

Sejak tahun 1960an, terjadi peningkatan prevalensi dermatitis atopik lebih

dari tiga kali lipat.Disamping itu, perkiraan terbaru menunjukkan bahwa dermatitis

14

Page 15: AI - Dermatitis Atopi

atopik merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di seluruh dunia, dengan

prevalensi pada anak-anak mencapai 10%

hingga 20% di Amerika Serikat, Eropa utara dan barat, Afrika perkotaan, Jepang,

dan negara negara maju. Prevalensi dermatitis atopik pada orang dewasa adalah

sekitar 1% sampai 3%. Menariknya, prevalensi dermatitis atopik jauh lebih rendah di

negara-negara pertanian seperti Cina dan di Eropa Timur, Afrika Pedesaan, dan Asia

Tengah. Juga terdapat kecenderungan pada wanita, dengan rasio 1,3:1,0.

Prevalensi dermatitis atopik meningkat dua kali lipat atau tiga kali lipat di

negara-negara industry selama tiga dekade terakhir, 15 sampai 30% dari anak-anak

dan 2 sampai 10% dari orang dewasa adalah terkena. Gangguan ini sering merupakan

tahap awal menuju diatesis atopik yang mencakup asma dan penyakit alergi lainnya.

Dermatitis atopik sering dimulai pada masa infan. Sebanyak 45% dari semua kasus

atopik dermatitis dimulai dalam 6 bulan pertama kehidupan, 60% mulai pada tahun

pertama, dan 85% dimulai sebelum usia 5 tahun.

Lebih dari 50% dari anak-anak yang terkena, dalam 2 tahun pertama

kehidupan tidak memiliki tanda sensitisasi IgE, tetapi mereka menjadi sensitif selama

berlangsungnya dermatitis atopik. 70% dari anak-anak ini remisi spontan sebelum

masa remaja. Penyakit ini juga dapat mulai pada masa dewasa (Apa yang disebut

onset akhir dermatitis atopik), dan di sejumlah besar pasien ini tidak ada tanda

sensitisasi IgE-mediated. Prevalensi dermatitis atopik yang lebih rendah di pedesaan

jika dibandingkan dengan daerah perkotaan menunjukkan sebuah hubungan

"hygienehypothesis," yang mendalilkan bahwa tidak adanya paparan anak usia dini

untuk infeksi agen meningkatkan kerentanan terhadap penyakit alergi.

Genetika Dermatitis Atopik

Angka kejadian untuk dermatitis atopik lebih tinggi antara kembar

monozigotik (77%) daripada di antara dizigotik kembar (15%). asma alergi atau

rhinitis alergi pada orangtua tampaknya menjadi faktor yang minor dalam

pengembangan dermatitis atopik di keturunan. Genomewide scans telah menyoroti

beberapa dermatitis atopik yang mungkin terkait pada lokus kromosom 3q21, 11

1q21, 16q, 17q25, 20p, 12 dan 3p26. Daerah keterkaitan tertinggi diidentifikasi pada

15

Page 16: AI - Dermatitis Atopi

kromosom 1q21. Sebagian besar genetic berhubungan dengan dermatitis atopik

sesuai dengan lokus yang berhubungan dengan psoriasis, meskipun kedua penyakit

jarang terkait.

Beberapa kandidat gen telah diidentifikasi di dermatitis atopik, terutama pada

kromosom 5q31-33. Semuanya mengkode sitokin yang terlibat dalam regulasi

sintesis IgE: interleukin-4, interleukin-5, interleukin-12, interleukin-13, dan

granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF). Ini dan sitokin

lainnya dihasilkan oleh dua jenis utama limfosit T. Jenis Sel T helper 2 (Th2)

menghasilkan interleukin-4 begitu juga interleukin-5 dan interleukin-13, dua sitokin

yang umengatur produksi IgE. Jenis sel T helper 1 (Th1) menghasilkan terutama

interleukin-12 dan interferon-γ, yang menekan produksi IgE dan merangsang

produksi IgG antibodi.

Mutasi yang mempengaruhi fungsi kawasan promotor dari limfosit kemokin

RANTES (regulated on activation, normal T-cell expressed and secreted) (17q11),

dan peningkatan fungsi polimorfisme di subunit α dari reseptor interleukin-4 (16q12)

telah diidentifikasi pada pasien dengan dermatitis atopik. Polimorfisme gen

mengkode sitokin interleukin-18, yang mengakibatkan pergeseran Th1 dan Th2

terhadap Th1 mediated reseptor (disebut polarisasi Th1), atau polimorfisme gen

mengkode reseptor dari system imun bawaan, mungkin berkontribusi pada

ketidakseimbangan antara Th1 dan Th2 pada dermatitis atopik. Orang dengan

dermatitis atopik, yang ditentukan secara genetis didominasi sitokin Th2,

mempengaruhi pematangan sel B dan penyusunan kembali genomik pada sel-sel

yang mendukung kelas isotipe beralih dari IgM menjadi IgE.

Karena kulit kering dan bersisik adalah gejala dari dermatitis atopik dan

vulgaris ichthyosis,yang paling umum dari keduanya adalah gangguan dominan

autosomal dari keratinisasi, sehingga kedua penyakit genetik ini mungkin tumpang

tindih. Setelah gen filaggrin (FLG) padakromosom 1q21.3, yang mengkodekan

protein penting dalam diferensiasi epidermis, diidentifikasi sebagai gen yang terlibat

di vulgaris ichthyosis, beberapa mutasi gen yang

16

Page 17: AI - Dermatitis Atopi

kehilangan fungsi telah diidentifikasi di Eropa pada pasien dengan dermatitis atopik,

dan lainnya, mutasi FLG khas pada pasien Jepang Mutasi juga ditemukan. Mutasi

dari FLG terutama terjadi pada awal-onset dermatitis atopik dan menunjukkan

kecenderungan ke arah asma. Tetapi, tidak ada hubungan antara mutan FLG dan

penyakit alergi saluran nafas tanpa dermatitis atopik. Sejak FLG mutasi diidentifikasi

hanya 30% dari Eropa pasien dengan dermatitis atopik, varian genetik struktur

epidermis lainnya, seperti stratatum yang korneum tryptic enzim atau kolagen

epidermis yang baru, mungkin penting.

Dermatitis atopik adalah penyakit genetik yang kompleks yang timbul dari

interaksi gen-gen dan gen-lingkungan. Penyakit ini muncul dalam konteks dua

kelompok utama gen: gen mengkode epidermis atau struktur protein epitel, dan gen

mengkode unsur utama dari sistem imun.

Anak-anak dengan AD onset awal juga lebih mungkin individu atopik,

ditentukan oleh skin pricktes positif (SPT) atau peningkatan serum imunoglobulin

spesifik-antigen E (IgE) terhadap lingkungan atau allergens makanan. Selain itu,

jumlah SPT positif dan / atau tingkat IgE spesifik berhubungan dengan keparahan

AD. Lima puluh sampai 80% dari anak-anak dengan AD akan mengembangkan

asma atau alergi rhinitis dengan usia 5 tahun. Ini kemajuan temporal gejala dermatitis

atopik dari atopik untuk sensitisasi alergi pada kulit, alergi makanan, jerami demam

(rhinitis alergi) dan kemudian hyperresponsivness napas dan radang saluran nafas

atau asma, telah dinamakan "alergi" , Patogenesis AD masih belom jelas, namun,

sebagai gangguan yang berbeda terlihat pada pasien yang sama mempunyai IgE

spesifik sebagai fitur umum, ini memperlihatkan bahwa AD bisa dilihat sebagai

manifestasi lokal sebuah penyakit sistemik, dimana IgE spesifik memiliki peran

sentral. Jenis AD disebut bentuk ekstrinsik atau atopik dan terdapat 45 sampai 75%

dari individu.

Mekanisme Imunopatologi dari Dermatitis Atopik

Physical Barrier

Sebuah kompartemen epidermis utuh merupakan prasyarat untuk kulit

berfungsi sebagai fisik dan kimia. Barrier itu sendiri adalah stratum korneum, seperti

17

Page 18: AI - Dermatitis Atopi

struktur tembok batu dari lapisan atas epidermis. Sebuah perubahan barrier yang

menyebabkan peningkatan kehilangan air transepidermal adalah ciri dari dermatitis

atopik. Lipid Interselular dari lapisan epidermis dihasilkan oleh badan lamelar, yang

diproduksi oleh exocytosis dari keratinosit. Perubahan dalam ekspresi enzim yang

terlibat dalam keseimbangan adhesi struktur epidermis juga akan memberikan

kontribusi untuk menghambat barrier epidermis pada pasien dengan atopic

dermatitis.

Apakah perubahan epidermis ini primer atau sekunder terhadap inflamasi

mendasari tetap tidak jelas sampai immunohisto-chemical dan studi genetik

menyoroti pentingnya mutasi FLG pada dermatitis atopik. FLG berkontribusi pada

sitoskeleton keratin dengan bertindak sebagai template untuk perakitan dari kantung

cornified; bahkan, produk FLG yang rusak berkontribusi terhadap kapasitas

pengikatan air stratum corneum. Varian genetik FLG pada dermatitis atopik yang

tidak memiliki kapasitas untuk membelah proteolytically telah diidentifikasi, tetapi

secara genetis lainnya ditentukan perubahan dari epidermis (misalnya, perubahan di

dalam kantung cornified protein involucrin dan loricrin) atau komposisi lemak juga

akan memberikan kontribusi untuk disfungsi barrier. Peradangan dapat mengubah

ekspresi gen seperti FLG yang terlibat fungsi barrier epidermis, memungkinkan

peningkatan penetrasi transepidermal terhadap allergens lingkungan, dan,

berhubungan dengan pruritus, mendorong peradangan dan sensitisasi.

Sistem Imun Bawaan

Sel epitel pada permukaan antara kulit dan lingkungan adalah garis

pertahanan pertama dari sistem imun bawaan. Mereka dilengkapi dengan berbagai

struktur penginderaan, yang meliputi Toll-like reseptor (TLRs), C-type lectins,

nukceotida-binding oligomerization domain-like reseptor, dan peptidoglykan-

recognition proteins. Sedikitnya 10 TLRs berbeda telah diuraikan dalam manusia,

mereka mengikat bakteri, jamur (baik sel dinding), atau struktur virus (DNA atau

RNA dan karena itu dinamakan cytosin phosphat guanidine [CpG]), dan struktur

18

Page 19: AI - Dermatitis Atopi

mikroba lain disebut pola molekul patogen. TLR mediated aktivasi sel epitel

menginduksi produksi defensin dan cathelicidins–antimikrobia peptides.

Kulit menghasilkan cathelicidin LL-37; β-defensin HBD-1, HBD-2, dan

HBD-3; dan dermcidin. Inflamasi lingkungan diprakarsai oleh interleukin-4,

interleukin-13, dan interleukin-10 turunmengatur peptida antimikroba pada kulit

pasien dengan dermatitis atopik. Karena alasan-alasan ini, sulit untuk mengelola

infeksi mikroba pada kulit pasien dengan dermatitis atopik. Lesi dan normal kulit

secara ekstensif dikoloni oleh bakteri seperti Staphylococcus aureus atau seperti

jamur Malassezia. Pasien dengan dermatitis atopik yang cenderung untuk terjadi

eksim herpeticum dan eksim vaccinatum karena penurunan produksi cathelicidin,

yang mempunyai activitas antivirus yang ampuh.

Mekanisme Awal inflamasi Kulit

Dermatitis atopik onset awal biasanya muncul karena tidak adanya IgE-

mediated yang terdeteksi sebagai sensitisasi alergi, dan pada beberapa anak -

kebanyakan perempuan. Mekanisme awal yang menyebabkan peradangan kulit pada

pasien dengan dermatitis atopik tidak diketahui. Mereka bisa memerlukan induksi

neuropeptide, induksi iritasi, atau pruritus sehingga menggaruk, yang melepas

proinflamasi sitokin dari keratinosit, atau mereka bisa sel T- dimediasi tapi reaksi

IgE-independen terhadap alergen muncul pada barrier epidermis terganggu atau

dalam makanan (apa yang disebut food-sensitive dermatitis atopik). Allergen-IgE

spesifik bukan prasyarat, namun, karena patch tes dapat menunjukkan bahwa

aeroallergens terjadi di bawah kulit menyebabkan reaksi positif walaupun ketiadaan

IgE allergen spesifik.

Autoimmun pada Dermatitis Atopik

Disamping IgE antibodi melawan makanan dan aeroallergens, spesimen

serum dari pasien dengan dermatitis atopik berat mengandung IgE antibodi juga

menyerang protein dari

keratinosit dan sel endotel seperti mangan superoksida dismutase dan calciums-

binding protein. Level IgE autoantibodi serum ini berhubungan dengan parahnya

penyakit. Menggaruk mungkin menghasilkan protein intraselular dari keratinosit.

19

Page 20: AI - Dermatitis Atopi

Protein ini bisa meniru struktur molekul mikroba dan dengan demikian bisa

menginduksi IgE autoantibodi. Sekitar 25% orang dewasa dengan dermatitis atopik

memiliki antibodi IgE melawan protein sendiri.

Pada pasien ini, onset awal dermatitis atopik, ditandai dengan pruritus hebat,

infeksi kulit bakteri berulang, dan serum IgE tinggi. Selanjutnya, antibodi IgE

menyerang proteinnya sendiri dapat terdeteksi pada pasien dengan dermatitis atopik

segera pada 1 tahun pertama kehidupan. Beberapa autoallergens dalam kulit juga

penginduksi kuat dari respon Th1. Antibodi IgE pada dermatitis atopik dapat

diinduksi oleh alergen lingkungan, tapi IgE antibodi yang menyerang autoantigens di

kulit bias menyebabkan alergi inflamasi terus-menerus. Oleh karena itu, dermatitis

atopik tampaknya berdiri di perbatasan antara alergi dan autoimmunity.

Faktor Predisposisi Dermatitis Atopic

Makanan dan aeroallergens

Sebagian besar reaksi makanan yang dimediasi IgE yang mempengaruhi kulit

merupakan urtikarial. Oleh karena itu kemampuan makanan untuk memperburuk AD

telah dilaporkan. Sekarang ada beberapa studies dikontrol dengan baik menunjukkan

hubungan antara konsumsi makanan dan pengembangan ruam eczematous pada

anak-anak dengan AD. Sekitar 40% anak anak dengan AD sedang hingga parah

memiliki alergi makanan dan konsumsi makanan yang salah akan memperburuk AD.

Alergi makanan yang paling umum yang terkait dengan AD adalah telur ayam. Susu,

gandum, kedelai dan alergi kacang tanah juga dapat memperburuk AD.

Diagnosis alergi makanan masih problema dimana prick tes makanan positif

atau uji serum IgE makanan positif tidak selalu berkorelasi dengan sensitivitas klinis.

Tungau debu rumah adalah aeroallergen paling banyak dipelajari. Penerapan alergi

debu tungau dengan tes patch akan mendorong suatu lesi eczematous pada pasien

sensitive dengan AD. Jadi menghindari allergen makanan dan membatasi pajanan

pada aeroallergens dapat membantu dalam mengurangi gejala AD.

Faktor pencetus Infeksi

20

Page 21: AI - Dermatitis Atopi

Pasien dermatitis atopik mengalami peningkatan kerentanan terhadap bakteri,

virus dan infeksi jamur kulit. Kurang lebih, 90% dari pasien AD menunjukkan

adanya Staphylococcus aureus pada lesi. Exotoxins staphylococcal dapat

mengaktifkan sel Langerhans kulit dan makrofag untuk memproduksi mediator

inflamasi keratinosit termasuk IL-1 dan TNF- α menyebabkan meningkatnya

ekspresi reseptor adhesi sel endotel dan kemokin T yang dapat merekrut sel.

Reseptor adhesi sel endotel kulit, E-selektin berikatan dengan cutaneous lymphocyte

associated antigen (CLA +) sel T memori. CLA + T sel diperkirakan memproduksi

sitokin Th2. Eksotoksin Staphylococcal antibodi IgE spesifik pada pasien AD dapat

mengikat basofil dan sel mast untuk melepaskan histamin menyebabkan gatal pada

kulit.

Kulit pasien AD juga rentan terhadap infeksi kulit virus berikut vaccinia

inokulasi dengan virus. Pasien Dermatitis atopik terutama mereka dengan dermatitis

kepala dan leher, sering dipengaruhi oleh patogen jamur Malassezia furfur. Adanya

antibodi IgE terhadap furfur M. pada pasien ini telah dilaporkan pada pasien dengan

kedua jenis ekstrinsik dan intrinsik AD. Terapi antijamur telah menunjukkan untuk

menjadi menjanjikan dalam subkelompok AD pasien.

Kriteria Diagnosis Dermatitis Atopik

Kriteria Hanifin dan Rajka:Kriteria ini telah digunakan selama bertahun-tahun dan tampaknya tetap relevan dan cukup cermat sehingga tetap dianut. Kriteria AD

tersebut telah dimodifikasi oleh Hanifin pada tahun 1991 sebagaimana yang dicantumkan pada tabel di bawah ini.

Kriteria Mayor Kriteria Minor

Riwayat flexural dermatitis Kulit kering

Onset di bawah usia 2 tahun Ichthyosis

Adanya rasa gatal/pruris Palmar hyperlinearity

Riwayat asma Keratosis piliaris

Riwayat kulit kering Type I allergy and increased serum IgE

Adanya flexural dermatitis yang tampak Hand and foot dermatitis

Cheilitis

Nipple eczema

21

Page 22: AI - Dermatitis Atopi

Presence of S. aureus and Herpes simplex

Perifolicular keratosis

Pityarisis alba

Early age of onset

Recurrent conjunctivitis

Dennie-Morgan intraorbital fold

Keratoconus

Cataract

Orbital darkening

Facial pallor/erythema

Anterior neck folds

Itch when sweating

Omtolerance to wool and lipid solvents

Perifolicular accentuation

Food intolerance

Course influended by environmental and

emotional factors

White dermographism or delayed blanch

Untuk mendiagnosis AD, pasien harus mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga

kriteria minor.

Kriteria mayor dan minor yang diusulkan Hanifin dan Rajka didasarkan

pengalaman klinis. Kriteria ini cocok untuk diagnosis penelitian berbasis rumah sakit

(hospital based) dan eksperimental, tetapi tidak dapat dipakai pada penelitian

berbasis populasi, karena kriteria minor umumnya ditemukan pula pada kelompok

kontrol, di samping juga belum divalidasi terhadap diagnosis dokter atau diuji untuk

pengulangan (repeatability).

Kriteria Hanifin dan Rajka untuk bayi adalah sebagai berikut:

Kriteria Mayor Kriteria Minor

Riwayat atopi pada keluarga Xerosis/iktiosis/hiperliniaris Palmaris

22

Page 23: AI - Dermatitis Atopi

Dermatitis di muka atau ekstensor Aksentuasi perifolikular

Pruritus Fisura belakang telinga

Skuama di skalp kronis

Hanifin dan Rajka juga membuat scoring untuk derajat sakit seperti di bawah ini:

Kondisi Skor

1. Luas Penyakit Fase Anak:

- Kurang dari 9% luas tubuh =1

- 9-36% luas tubuh =2

- Lebih dari 36% luas tubuh =3

Fase Infantil:

- Kurang dari 18% luas tubuh =1

- 18-54% luas tubuh =2

- Lebih dari 54% luas tubuh =3

2. Kekambuhan Lebih dari 3 bulan remisi/tahun =1

Kurang dari 3 bulan remisi/tahun =2

Terus menerus =3

3. Intensitas Gatal ringan, kadang mengganggu tidur

malam

=1

Gatal sedang, sering mengganggu tidur

malam

=2

Gatal hebat, sangat mengganggu tidur

malam

=3

Penentuan derajatnya adalah sebagai berikut:

Nilai Artinya

3.0 – 4.0 Ringan

4.5 – 7.5 Sedang

23

Page 24: AI - Dermatitis Atopi

8.0 – 9.0 Berat

Kriteria William

Kelompok kerja Inggris (UK Working Party) yang dikoordinasi oleh William

memperbaiki dan menyederhanakan kriteria Hanifin dan Rajka menjadi satu set

kriteria untuk pedoman diagnosis AD yang dapat diulang dan divalidasi. Pedoman

ini sahih untuk orang dewasa, anak, berbagai ras, dan sudah divalidasi dalam

populasi, sehingga dapat memudahkan dokter Puskesmas membuat diagnosis.

Kriteria William lebih sederhana, praktis, dan cepat, karena tidak

memasukkan beberapa kriteria minor Hanifin dan Rajka yang hanya didapatkan

pada kurang dari 50% pasien AD, sehingga sering digunakan dalam penelitian di

lapangan (studi epidemiologi).

Tabel Kriteria Williams

Dapat disimpulkan bahwa Kriteria Williams lebih spesifik, sedangkan kriteria

Hanifin-Rajka lebih sensitive.

Penatalaksanaan :

Edukasi :

24

Page 25: AI - Dermatitis Atopi

1. Jaga kebersihan tubuh dengan menghindarkan diri dari keringat yang

berlebihan, segera mandi dan ganti pakaian dengan yang bersih jika

berkeringat.

2. Kenakan sarung tangan pada bayi untuk menghindarkan bayi dari

kecenderungan menggaruk bagian yang gatal, agar tidak menimbulkan luka.

3. Hindarkan memakai antibakterial untuk mandi (misal pada sabun mandi)

karena bisa menghilangkan flora normal pada tubuh.

4. Hindari faktor pencetus.

5. Hindari memakai pakaian yang panas.

6. Kondisikan ruangan sesejuk mungkin untuk menghindari keringat berlebihan.

7. Menghindarkan pemakaian bahan-bahan iritan (deterjen, alkohol,

astringen,pemutih, dll)

8. Menghindarkan suhu yang terlalu panas dan dingin, kelembaban tinggi.

9. Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat mencetuskan DA.

10. Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi jumlah TDR/agen infeksi, seperti

menghindari penggunaan kapuk/karpet/mainan berbul.

11. Menghindarkan stres emosi.

12. Mengobati rasa gatal.

Pengobatan medika mentosa:

Pengobatan topical

1. Hidrasi kulit

Dengan melembabkan kulit, diharapkan sawar kulit menjadi lebih baik dan

penderita tidak menggaruk dan lebih impermeabel terhadap

mikroorganisme/bahan iritan. Berbagai jenis pelembab dapat dipakai antara

lain krim hidrofilik urea 10%, pelembab yang mengandung asam laktat

dengan konsentrasi kurang dari 5%. Pemakaian pelembab beberapa kali

sehari, setelah mandi.

2. Kortikosteroid topikal

25

Page 26: AI - Dermatitis Atopi

Walau steroid topikal sering diberi pada pengobatan DA, tetapi harus berhati-

hati karena efek sampingnya yang cukup banyak. Kortikosteroid potensi

rendah diberi pada bayi, daerah intertriginosa dan daerah genitalia.

Kortikosteroid potensi menengah dapat diberi pada anak dan dewasa. Bila

aktifitas penyakit telah terkontrol. kortikosteroid diaplikasikan intermiten,

umumnya dua kali seminggu.

3. Imunomodulator topikal

A. Takrolimus

Bekerja sebagai penghambat calcineurin, sediaan dalam bentuk salap 0,03%

untuk anak usia 2 – 15 tahun dan dewasa 0,03% dan 0,1%. Pada pengobatan

jangka panjang tidak ditemukan efek samping kecuali rasa terbakar setempat.

B. Pimekrolimus

Yaitu suatu senyawa askomisin yaitu suatu imunomodulator golongan

makrolaktam. Kerjanya sangat mirip siklosporin dan takrolimus. Sediaan

yang dipakai adalah konsentrasi 1%, aman pada anak dan dapat dipakai pada

kulit sensitif 2 kali sehari.

4. Preparat terMempunyai efek anti pruritus dan anti inflamasi pada kulit. Sediaan dalam

bentuk salep hidrofilik misalnya mengandung liquor carbonat detergent 5% -

10% atau crude coaltar 1% - 5%.

5. Antihistamin

Antihistamin topikal tidak dianjurkan pada DA karena berpotensi kuat

menimbulkan sensitisasi pada kulit. Pemakaian krim doxepin 5% dalam

jangka pendek (1minggu) dapat mengurangi gatal tanpa sensitisasi, tapi

pemakaian pada area luas akan menimbulkan efek samping sedatif.

Pengobatan sistemik

1. Kortikosteroid

26

Page 27: AI - Dermatitis Atopi

Hanya dipakai untuk mengendalikan DA eksaserbasi akut. Digunakan dalam

waktu singkat, dosis rendah, diberi selang-seling. Dosis diturunkan secara

tapering. Pemakaian jangka panjang akan menimbulkan efek samping dan

bila tiba-tiba dihentikan akan timbul rebound phenomen.

2. Antihistamin

Diberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih anti histamin harus

diperhatikan berbagai hal seperti penyakit-penyakit sistemik, aktifitas

penderita dll. Anti histamin yang mempunyai efek sedatif sebaiknya tidak

diberikan pada penderita dengan aktifitas disiang hari (seperti supir) . Pada

kasus sulit dapat diberi doxepin hidroklorid 10-75 mg/oral/2 x sehari yang

mempunyai efek anti depresan dan blokade reseptor histamine H1 dan H2.

3. Anti infeksi

Pemberian anti biotika berkaitan dengan ditemukannya peningkatan koloni S.

aureus pada kulit penderita DA. Dapat diberi eritromisin, asitromisin atau

kaltromisin. Bila ada infeksi virus dapat diberi asiklovir 3 x 400 mg/hari

selama 10 hari atau 4 x 200 mg/hari untuk 10 hari.

4. Interferon

IFN γ bekerja menekan respons IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi

sel TH1. Pengobatan IFN γ rekombinan menghasilkan perbaikan klinis

karena dapat menurunkan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi.

5. Siklosporin

Adalah suatu imunosupresif kuat terutama bekerja pada sel T akan terikat

dengan calcineurin menjadi suatu kompleks yang akan menghambat

calcineurin sehingga transkripsi sitokin ditekan. Dosis 5 mg/kg BB/oral,

diberi dalam waktu singkat, bila obat dihentikan umumnya penyakit kambuh

kembali. Efek sampingnya adalah peningkatan kreatinin dalam serum dan

bisa terjadi penurunan fungsi ginjal dan hipertensi.

6. Terapi sinar (phototherapy)

27

Page 28: AI - Dermatitis Atopi

Dipakai untuk DA yang berat. Terapi menggunakan ultra violet β atau

kombinasi ultra violet A dan ultra violet B. Terpai kombinasi lebih baik

daripada ultra violet B saja. Ultra violet A bekerja pada SL dan eosinofil

sedangkan ultra violet B mempunyai efek imunosupresif dengan cara

memblokade fungsi SL dan mengubah produksi sitoksin keratinosit.

7. Probiotik

Pemberian probiotik perinatal akan menurunkan resiko DA pada anak di usia

2 tahun pertama.

Prognosis

Sulit meramalkannya karena adanya peran multifaktorial. Faktor yang

berhubungan dengan prognosis kurang baik, adalah :

1. DA yang luas pada anak.

2. Menderita rinitis alergika dan asma bronkiale.

3. Riwayat DA pada orang tua atau saudaranya.

4. Awitan (onset) DA pada usia muda.

5. Kadar IgE serum sangat tinggi.

6. Diperkirakan 30 – 35% penderita DA infantil akan berkembang menjadi

asma bronkiale atau hay fever. Penderita DA mempunyai resiko tinggi untuk

mendapat dermatitis kontak iritan akibat kerja di tangan.8

28

Page 29: AI - Dermatitis Atopi

BAB V

KESIMPULAN

Imunisasi merupakan tindakan atau proses terbentuknya kekebalan tubuh/

imunitas terhadap mikroorganisme tertentu yang merupakan salah satu hal yang

penting dilakukan. Imunitas bisa terjadi secara aktif maupun pasif. Imunitas aktif

bisa dilakukan secara buatan (=vaksinasi), atau secara alamiah, yaitu setelah

seseorang sembuh dari suatu infeksi.

Banyak para orang tua di Indonesia yang masih enggan untuk membawa

anaknya melakukan imunisasi dengan berbagai alasan yang juga merupakan hasil

dari berbagai mispersepsi yang terlanjur ada di masyarakat. Mispersepsi ini

menganggap bahwa imunisasi merupakan kontraindikasi pada beberapa keadaan

salah satunya keadaan atopi misalnya eczema (Dermatitis Atopi) yang merupakan

suatu keadaan hipersensitivitas dan tidak berhubungan dengan efek samping

imunisasi.

Jadi, pada kasus bayi yang terlambat di imunisasi dengan keadaan eczema ini

boleh mendapatkan imunisasi.

29

Page 30: AI - Dermatitis Atopi

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI. Alergi Pada Anak. [Ikatan Dokter Anak Indonesia Website]. 2009

[cited 2012 September 14]. Available: http://www.idai.or.id/childandhealth.

2. Handoko PP. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu penyakit kulit

dan kelamin. Edisi 4. Jakarta: FKUI; 2005. p. 138-47.

3. Handoko PP. Penyakit Parasit Hewani. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,

editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin fakultas kedokteran universitas

Indonesia. Edisi 6. Jakarta: Badan penerbit fakultas kedokteran universitas

Indonesia; 2010. p. 144-5.

4. Dali M. Penatalaksanaan Dermatitis Atopik. J Med Nus 2005; 26: 36-7.

5. Baratawidjaja KG. Rengganis, I. Imunologi Dasar. Edisi 10. Jakarta: Badan

penerbit FKUI; 2012.

6. Wiradharma D, Rusli I, Wiradharma K. Konsep Dasar Vaksinasi. Jakarta:

Sagung Seto; 2012.

7. Bieber T. Atopic Dermatitis. N Engl J Med 2008; 358:1483-94

8. Sularsito SA, Djuanda S. In: Hamzah M, Aisyah S. Dermatitis, editors. Ilmu

Penyakit Kulit Dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2007.

30

Page 31: AI - Dermatitis Atopi

LAMPIRAN

31