Refrat Tetanus
Transcript of Refrat Tetanus
I. PENDAHULUHAN
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman
Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti
kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot
masseter dan otot-otot rangka (IPD UI). Biasanya tidak disertai dengan penurunan
kesadaran (UNAIR).
Tetanus adalah penyakit akut yang membahayakan jiwa, yang diperantarai
oleh tetanospasmin, neurotoksin yang kuat, yang ditimbulkan oleh Clostridium
tetani, suatu batang gram postif anaerob pembentuk spora. Tetanus biasanya
terjadi akibat kontaminasi luka tetapi juga dapat terjadi menyertai otitis media
yang kronis, luka bakar, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, pembedahan elektif,
kehamilan atau aborsi, atau tempat injeksi yang terinfeksi pada pengguna obat
intravena yang ilegal (STEIN).
Sekalipun tetanus termasuk kedalam penyakit yang disebabkan oleh
bakteri anaerob Clostridium tetani akan tetapi oleh karena tingginya angka
kematian yang disebabkan oleh kegagalan pernafasan maka tetanus dimasukkan
kedalam kegawatan sistem saraf (UGD).
Kematian yang diakibatkan oleh tetanus telah merenggut 50.000 tentara
Negara Poros (Jerman) dalam perang dunia II; sementara Sekutu mengimunisasi
prajuritnya terhadap tetanus dan memperkecil jumlah kematian prajurit akibat
tetanus (MIKRO). Amerika Serikat telah menggunakan vaksin tetanus untuk
mengimunisasi bayi dan anak-anak sejak tahun 1940, namun kejadian tetanus
masih tetap ada utamanya pada penderita dewasa yang tidak tervaksinasi atau
yang tidak adekuat vaksinasi (eMedicine). Shimoni et al melaporkan bahwa
selama tahun 1987-1997 di USA telah terjadi serangan tetanus sebanyak 740
kasus, sebanyak 53 kasus terjadi pada orang yang tervaksinasi penuh dan 22 kasus
terjadi pada orang yang sudah mendapatkan boster tetanus antara 5-9 tahun (Tet-
Vinson). Hal ini menunjukkan bahwa imunisasi/vaksinasi tetanus tidak menjamin
seseorang tidak terserang tetanus, tetapi imunisasi tetanus dapat memperkecil
peluang serangan tetanus.
1
Di Jakarta, tahun 1998, dilaporkan kejadian tetanus pada anak-anak yang
tidak divaksin sebanyak 17 dari 22 kasus yang terjadi dan 5 anak dari 6 kasus
tetanus pada tahun 1999 (KONIKA). Mengingat vaksinasi tidak menjamin 100%
bahaya tetanus dan tingginya kematian akibat tetanus pada orang dewasa yang
tervaksinasi, maka penanganan tetanus secepat dan setepat mungkin akan
memperkecil angka kematian. Untuk itu dibutuhkan pengetahuan/wawasan bagi
tenaga medis untuk dapat mengenali kasus-kasus tetanus sedini mungkin.
II. EPIDEMIOLOGI
Insidensi.
Diseluruh dunia, tetanus adalah penyakit negara berkembang, hangat,
beriklim lembab dan menjangkiti semua usia, dengan perhatian khusus pada bayi
dan orang muda. Tahun 1992 diperkirakan 578.000 bayi mati akibat tetanus
neonatorum. Diawal 1990an, diperkirakan jumlah tetanus neonatorum sebanyak
360.000 kasus dengan 140.000 kasus kematian per tahunnya. Tetanus adalah salah
satu dari penyakit target yang WHO program dengan imunisasi. Keseluruhannya,
insidensi tahunan tetanus neonatorum adalah 0,5-1 juta kasus (eMedicine).
Negara-negara maju memiliki insidensi tetanus yang hampir sama seperti
hasil obeservasi di USA. Hanya 126 kasus dilaporkan di Inggris dan Wales kurun
1984-1992. Di USA, 130 kasus dilaporkan antara 1998-2000, California dan
Texas adalah penyumbang angka tertinggi. Semua negara bagian meminta semua
anak sekolah sudah divaksinasi. Lebih dari 96% anak-anak telah menerima 3 atau
lebih imunisasi DPT selama sekolah dan insidensi tahunan tetanus turun dibawah
50 kasus per tahunnya. Sedangkan insidensi tetanus pada pengguna suntikan
meningkat dari 3,6% pada tahun 1994 menjadi 11% kasus selama 1995-1997. Dan
tahun 1998-2000 meningkat menjadi 15% kasus (eMedicine).
2
Mortalitas
Keseluruhan, mortalitas tetanus adalah 45%. Mortalitas tetanus di USA
6% pada orang dengan 1-2 dosis tetanus toxoid dan 15% pada individu yang tidak
tervaksinasi.
Dari 1998-2000, rasio kasus fatal di USA 18%; antara 1995-1997 sebesar
11%. Dibandingkan dengan rasio kasus fatal tahun 1947 sebesar 91%.
Angka mortalitas tertinggi terdapat pada kelompok tua >60 tahun (40%)
dibandingkan dengan umur 20-59 tahun (8%). Antara 1998-2000 di USA,
75% kematian terjadi pada pasien tua >60 tahun.
Mortalitas meningkat pada pasien yang gagal nafas (30%) dibandingkan dengan
yang tidak sebesar 4% (eMedicine).
Ras. Di USA dari 1998,insidensi tetanus tertinggi pada orang Hispanik (0,38
kasus per juta penduduk) diikuti kulit putih (0,13 kasus per juta penduduk), dan
Afro-Amerika (0,12 kasus per juta penduduk) (eMedicine).
Sex. Ada perbedaan kadar imunitas tetanus diantara jenis kelamin.
Keseluruhan, laki-laki dipercaya lebih terlindungi dari pada wanita, mungkin
karena vaksinasi tambahan yang diberikan selama pengabdian militer atau
aktivitas profesional.
Di USA dari 1998-2000, insidensi tetanus pada laki-laki sampai umur 59
tahun adalah 2,5 kali lebih tinggi dari pada wanita.
Di negara maju, peningkatan imunitas diantara wanita muncul saat pemberian
tetanus toksoid selama kehamilan untuk mencegah tetanus neonatorum
(eMedicine).
Umur. Insidensi tetanus meningkat bersamaan peningkatan umur, 36% umur > 59
tahun dan 9% pada usia < 20 tahun (eMedicine).
3
III. ETIOLOGI
Clostridium adalah basil gram positif pembentuk spora. Terdapat lebih
dari 50 spesies. Penyakit-penyakit utama yang diakibatkan bakteri ini disebabkan
oleh eksotoksinnya (MIKRO).
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2
– 5 X 0,4 – 0,5 millimikron. Kuman ini berspora, gram positif, dan bersifat
anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang berbentuk bulat yang letaknya di
ujung, penabuh genderang (drum stick). Eksotoksinnya bersifat neurotoksik;
tetanospasmin. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 65 0C akan hancur
dalam 5 menit. Disamping itu dikenal pula tetanolisin yang bersifat hemolisis,
yang perannya kurang berarti dalam proses penyakit (IPD UI).
Kuman ini tersebar luas di dunia dalam tanah dan tinja kuda dan hewan
lainnya. Beberapa tipe Clostridium tetani dapat dibedakan dengan antigen flagel
spesifik. Semianya mempunyai antogen O (somatik), yang dapat tersamar, dan
semuanya menghasilkan neurotoksin dari tipe antigenik yang sama,
tetanospasmin (MIKRO).
Toksin
Sel vegetatif Clostridium tetani menghasilkan tetanospasmin yang
terutama dilepaskan bila bakteri tersebut lisis. Produksi toksin tampaknya
dikendalikan oleh gen dalam plasmid. Toksin intraseluler itu merupakan
polipeptida (BM 160.000) yang dapat dibelah oleh enzim proteolitik menjadi dua
fragmen dengan toksisitas yang lebih tinggi. Toksin murni mengandung lebih dari
2 x 107 dosis letal mencit per milligram. Tetanospasmin bekerja di susunan saraf
pusat, menghambat pelepasan asetilkolin, sehingga mengganggu transmisi
neuromuskular. Namun cara kerja yang paling penting adalah penghambatan
neuron spinal postsinaps dengan menghambat pelepasan mediator penghambat.
Ini mengakibatkan kejang otot yang menyeluruh, hiperefleksia, dan kejang umum
(MIKRO).
4
IV. PORT D’ENTRE
USA:
73% cedera akut termasuk ulkus 50%, laserasi 33%, dan abrasi 9%.
Korban kebakaran, pasien yang mendapat suntikan intramuskuler, tattoo,
pasien dengan frostbite, infeksi gigi (periodontal abses), ekstraksi gigi,
root canal therapy, trauma jaringan lunak intraoral, trauma tembus mata,
dan infeksi umbilikus bayi (eMedicine).
V. FAKTOR RISIKO
Lesi kulit kronik (ulkus, abses, gangren), penyalahguna narkotika
parenteral, post operasi (4% kasus) dengan onset 7 hari post operasi.
Diabetes mellitus (12% kasus), 69% nya akibat cedera akut, dan 25% nya
dengan ulkus diabetik. Usia lanjut juga merupakan faktor resiko tetanus
karena imunitas tetanus menurun seiring bertambahnya umur. Sekitar 50%
dewasa tua lebih dari 50 tahun tidak kebal tetanus karena mereka belum
divaksinasi atau tidak mendapatkan boster tetanus. Prevalensi kekebalan
tetanus di USA pada kelompok umur 6-39 tahun >80% tetapi pada umur
>70 tahun sebesar 28% (eMedicine).
Faktor risiko tetanus neonatorum:
- Ibu yang tidak tervaksinasi, kelahiran dirumah, pemotongan tali pusat
yang tidak higienis.
- Riwayat tetanus neonatorum pada seorang anak menjadi faktor resiko
tetanus neonatorum pada anak berikunya (eMedicine).
VI. PATOGENESIS
Clostridium tetani bukan organisme yang invasif. Infeksi tetap
terlokalisasi pada daerah yang rusak (luka, luka bakar, cedera, ujung umblikus,
jahitan bedah) tempat spora masuk. Luas jaringan yang terinfeksi kecil, dan
5
penyakit ini hampir seluruhnya merupakan toksemia. Germinasi spora dan
pertumbuhan organisme vegetatif yang menghasilkan toksin dibantu oleh (1)
jaringan nekrotik, (2) garam-garam kalsium, dan (3) adanya infeksi piogenik,
yang semuanya membantu menimbulkan potensial oksidasi-reduksi yang rendah.
Spora tersebut bergerminasi dalam jaringan mati pada Eh sebesar + 10 mV (Eh
pada jaringan normal adalah + 120 mV) (MIKRO). Secara klinik, infeksi lokalnya
sering tak menonjol. Bentuk luka yang dapat menimbulkan suasana anaerob
adalah sebagai berikut:
a. Luka dalam misalnya luka tusuk karena paku, luka pecahan kaca atau kaleng,
pisau dan benda tajam lainnya.
b. Luka karena tabrakan, kecelakaan kerja ataupun karena perang.
c. Luka-luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga atau tonsil, gigitan
serangga juga merupakan tempat masuk kuman penyebab tetanus (IPD UI).
Toksin yang dilepaskan dari sel-sel vegetatif dapat mencapai susunan saraf
pusat melalui transpor akson secara retrograd atau melalui aliran darah (MIKRO).
1. Toksin diabsorbsi ujung syaraf motorik dan melalui sumbu silindrik dibawah
ke kornu anterior medula spinalis.
2. Toksin diabsorpsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri
kemudian masuk susunan saraf pusat (IPD UI).
Toksin bersifat seperti antigen, sangat mudah diikat jaringan saraf dan bila
dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Toksin
yang bebas dalam darah, sangat mudah dinetralkan oleh antitoksin spesifik (IPD
UI).
Efek neurologis yang ditimbulkan oleh tetanospasmin dihasilkan oleh
beberapa tempat aksi toksin, yaitu:
1. Otot lurik (kontraksi otot).
2. Saraf perifer (blokade neuromuskular akibat terhambatnya pembebasan
asetilkolin dari terminal saraf).
3. Medula spinalis (hilangnya hambatan pada pelepasan asetilkolin pada jalur
motorik, sehingga mengakibatkan rigiditas otot secara rata) (STEIN). Lebih
6
khusus lagi, tetanospasmin bekerja pada sinapsis sistem motorik jenis dan
(KUMAR).
4. Sistem saraf otonom (STEIN). Kegagalan inhibisi simpatetik akan
menyebabkan takikardia, hipertensi, hipotensi, vasokonstriksi, demam,
keringat dan menyebabkan bertambahnya sekresi bronkus dan ludah (UGD).
Kegagalan ini sering berhubungan dengan sudden death pada tetanus
(eMEdicine).
5. Susunan saraf pusat (kejang) (STEIN).
Neuron-neuron yang melepaskan gamma aminobutyric acid (GABA) dan
glycine, neurotransmitter inhibisi utama, adalah sensitif terhadap
tetanospasmin, memicu kegagalan proses inhibisi respon reflek motorik
terhadap sitmulasi sensorik. Hal ini menghasilkan kontraksi generalisata dari
otot-otot agonis dan antagonis yang menjadi ciri “spasme tetani”. Saraf perifer
yang terpendek menjadi yang pertama mentranspor toksin ke CNS, yang
dimulai dengan gejala awal berupa distorsi wajah dan punggung dan kaku
kuduk. Sekali toksin tersebut berikatan dengan neuron, toksin tidak dapat
dinetralisasi oleh antitoksin. Pemulihan fungsi saraf dari toksin tetanus
membutuhkan akhiran saraf baru dan pembentukan sinapsis yang baru
(eMedicine).
h
VII. PATOLOGI
Perubahan morfologi amat minimal dan tidak spesifik. Jaringan luka
biasanya hanya menampakkan reaksi radang non-spesifik dengan nekrosis
jaringan. Jaringan saraf juga menampakkan reaksi non-spesifik, dan terdiri atas
pembengkakan sel-sel ganglion motorik yang berhubungan dengan
pembengkanan dan lisis inti sel (IPD UI).
7
VIII. GEJALA KLINIS
Masa inkubasi dari waktu inokulasi spora sampai permulaan gejala
biasanya kurang dari 2 minggu tetapi dapat bervariasi dari 2 hari (prognosis
buruk) sampai 8 minggu (STEIN). Massa inkubasi rata-rata adalah 7 hari, dan
kebanyakan kasus (73%), inkubasi antara dari 4-14 hari. 15% kasus beronset <4
hari dan 12% kasus beronset >14 hari. Pasien dengan manifestasi <1 minggu dari
cedera memiliki kondisi klinik yang lebih berat (eMedicine). Terdapat 3 bentuk
klinik dari tetanus: generalisata, lokal, dan sefalik (STEIN; KUMAR).
A. Tetanus generalisata. Bentuk generalisata adalah yang paling lazim (80%)
dari biasanya memperlihatakan trismus (sehingga dinamakan “kejang
mulut”/lockjaw) dan sulit menelan. Nyeri, kekakuan, dan rigiditas sering
terdapat pada kelompok otot yang lain, terutama leher, punggung, dan perut.
Risus sardonikus adalah ekspresi wajah yang khas akibat kontraksi otot yang
terus-menerus. Kekejangan otot yang terus berlanjut pada punggung dapat
mengakibatkan opistotonus (STEIN; KUMAR). Kaku otot menyebar dari
dagu dan otot wajah ke otot ekstensor lengan dalam waktu 24-48 jam.
Disfagia muncul pada tetanus berat dengan tanda spasme otot faring, dengan
onset beberapa hari. Spasme refleks muncul pada kebanyakan pasien dan
dipicu oleh stimulus sensori yang minimal seperti keramaian, cahaya atau
sentuhan. Spasme terjadi beberapa detik sampai beberapa menit; intensif
terjadi; meningkat seiring progresi penyakitnya; dan dapat menyebabkan
apnoe, fraktur tulang, dislokasi, dan rhabdomyolysis. Spasme laring dapat
muncul kapan saja dan menyebabkan asfiksia (eMedicine).
B. Tetanus lokal. Pada tetanus lokal, terdapat kontraksi otot yang nyeri dan terus
berlanjut di sekitar luka yang terinfeksi (STEIN; eMedicine). Kelainan ini
menetap selama beberapa minggu tetapi biasanya self-limiting (eMedicine).
C. Tetanus sefalik dapat terjadi setelah luka kepala atau otitis media kronis dan
secara khas disertai dengan kelainan saraf kranial (STEIN). Nervus craniales
VII sering terserang (bell’s palsy) dengan variasi ophthalmoplegic tetanus
yang diinduksi trauma tembus mata dan melumpuhkan N III serta ptosis.
8
Kelainan ini jika tidak terdiagnosis penyebabnya dapat menjadi tetanus
generalisata (eMedicine).
Serangan timbul paroksismal, dapat dicetuskan oleh rangsang suara,
cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul spontan. Karena kontraksi
otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin bahkan dapat
terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak). Kadang dijumpai demam yang
ringan dan biasanya pada stadium akhir (IPD UI).
Tetanus neonatorum (UNAIR).
- Onset 3-10 hari setelah lahir (eMedicine).
- Tidak mau/bisa menetek.
- Mulut ‘mencucu’ seperti mulut ikan.
- Risus sardonikus dan kekakuan otot ekstremitas.
- Hipoksia dan sianosis.
- Tanda-tanda infeksi tali pusat; tali pusat “kotor”
- Semua tetanus neonatorum termasuk gradasi berat.
IX. LABORATORIUM
Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang didapatkan
peninggian tekanan cairan otak atau bahkan dalam batas normal (IPD UI;
eMedicine).
X. DIAGNOSIS
Anamnesis terdapatnya riwayat luka-luka disertai keadaan klinis berupa
kekakuan otot terutama di daerah rahang, sangat membantu diagnosis (IPD UI).
Lokasi luka akibat trauma akut dapat terjadi di ekstremitas bawah (52%),
ekstremitas atas (34%), dan kepala-leher (5%) (eMedicine). Pembuktian kuman
9
seringkali tidak perlu, karena amat sukar mengisolasi kuman dari luka tersebut
(IPD UI).
Tes Spatula: (eMedicine)
- Dilakukan secara bedside
- Tes sederhana ini dilakukan dengan cara menempelkan tongue spatula ke
orofaring.
- Prinsipnya, tes ini merangsang “reflex gag”, dan pasien mencoba untuk
memuntahkan spatula (Tes negatif).
- Pada tetanus, pasien mengalami spasme reflex dari masseter dan menggigit
spatula (Tes positif).
- Dari 400 pasien, tes ini memiliki sensitivitas 94% dengan spesifisitas 100%.
XI. DIAGNOSIS BANDING
Trismus:
Abses retrofaring, abses gigi yang berat, pembesaran kelenjar limfe
leher.
Kaku kuduk:
Meningitis (demam, kesadaran menurun), kelainan cairan
serebrospinal.
Spasme laring dan faring:
Rabies
Tetani:
Hipokalsemia dan hiperphosphatemia. Overdosis fenotiazin,
keracunan striknin (minuman tonikum). Ensefalitis. Hysteria.
Ensefalopati hepatika.
Opstotonus:
Akut abdomen
10
XII. PENATALAKSANAAN
1. Netralisasi Toksin
a. Tetanus Imunoglobulin adalah antitoksin pilihan; dosis 3000-10.000 unit
diberikan IM atau IV, meski dosis yang lebih rendah juga efektif.
Pemberian dosis tunggal sudah adekuat. Toksin yang sudah terikat dengan
neuron tidak dapat dieliminasi oleh antitoksin, tetapi toksin yang
bersirkulasi dapat dinetralisasi (NEURO).
b. TIG intrathecal; sebuah RCT menyatakan bahwa pasien yang diterapi
dengan antitetanus imunoglobulin lewat intratekal menunjukkan kemajuan
klinik yang lebih baik daripada injeksi IM (BMJ).
c. Anti Tetanus Serum dapat digunakan, tetapi sebelumnya diperlukan skin
tes untuk hipersensitif. Dosis biasa 50.000 unit IM diikuti 50.000 unit
lewat infus lambat IV. Jika pembedahan eksisi luka memungkinkan,
sebagian antitoksin dapat disuntikkan disekitar luka (NEURO).
2. Eliminasi Bakteri
a. Lokasi luka dibersihkan kalau perlu dieksisi.
b. Kultur luka untuk menemukan bakterinya, tetapi tidak selalu berhasil.
c. Penicillin adalah drug of choice: berikan prokain penicillin, 1,2 juta unit
IM atau IV setiap 6 jam selama 10 hari (NEURO).
d. Untuk pasien yang alergi penicillin dapat diberikan tetracycline, 500 mg
PO atau IV setiap 6 jam selama 10 hari (NEURO).
Pemberian antibiotik diatas dapat meneradikasi Clostridium tetani tetapi tidak
dapat mempengaruhi proses neurologisnya (IPD UI; STEIN).
3. Suportif Terapi
a. Nutrisi dan cairan:
- Pemberian cairan IV disesuaikan dengan keadaan penderita, seperti
sering kejang, hiperpireksia, dan sebagainya.
- Beri nutrisi tinggi kalori, bila perlu dengan nutrisi parenteral.
11
- Bila sonda nasogastrik telah dapat dipasang (tanpa memperberat
kejang), pemberian makanan per oral hendaknya segera dilaksanakan.
b. Menjaga agar pernafasan tetap efisien:
- Pembersihan saluran nafas dari lendir.
- Pemberian zat asam tambahan.
- Bila perlu, lakukan trakeotomi
c. Mengurangi kekakuan dan mengatasi kejang:
- Antikonvulsan diberikan secara titrasi, sesuai kebutuhan dan respon
klinis.
- Pada penderita yang cepat memburuk (serangan makin sering dan
makin lama), pemberian antikonvulsan dirubah seperti pada awal
terapi, yaitu dimulai lagi dengan pemberian secara bolus, dilanjutkan
dengan dosis rumatan yang lebih tinggi.
- Bila dosis maksimal telah tercapai namun kejang belum teratasi, harus
dilakukan pelumpuhan otot secara total, dibantu dengan pernafasan
mekanik (ventilator).
Jenis Obat Anti kejang, Dosis dan Efek Sampingnya, Yang Lazim Digunakan pada Tetanus (IPD UI).
Jenis Obat Pemberian Dosis Efek Samping
Diazepam IM 0,5-1,0 mg/kg BB/4 jam Sopor, koma
Meprobamat IM 300-400 mg/4 jam Tidak ada
Klorpromasin IM 25-75 mg/4 jam Hipotensi
Fenobarbital IM 50-100 mg/4 jam Depresi prenafasan
Untuk Tetanus neonatorum:
Dosis awal: 5-10 mg diazepam IV (bolus) atau perektal, segera setelah
penderita masuk RS, disusul:
Dosis rumatan: 110 – 120 mg diazepam intravena, dibagi secara merata
selama 24 jam, baik dengan syringe pump maupun secara periodik (12 x
sehari).
12
Penurunan dosis dilakukan bertahap tiap 3 hari, dan bila sonda nasogastrik
telah dapat dipasang, diberikan peroral.
Untuk Tetanus Anak:
Dosis awal: 10 mg diazepam IV (bolus), segera setelah penderita masuk
RS, disusul
Dosis rumatan: disesuaikan dengan berat-ringannya kejang. Apabila
keadaannya berat, dosis dapat dinaikkan sampai maksimal 200 mg/hari,
dengan memperhatikan tanda-tanda kelebihan dosis.
d. Neuromuscular blockers dapat membantu apabila metode yang lain gagal
untuk mengurangi spasme yang mempengaruhi proses penelanan atau
respirasi. Pasien harus diventilasi mekanik saat neuromuscular blockers
digunakan. Pancuronium (Pavulon), succinylcholine, dan bloker yang lain
dapat bermanfaat jika pasien sudah diintubasi. Sedasi seharusnya diberikan
secara maintenance atau ditingkatkan dosisnya ketika bloker sedang
digunakan karena tidak menyenangkan bagi pasien apabila sadar saat tubunya
parlisis. Infus baclofen intrathecal telah digunakan juga untuk mengontrol
spasme (NEURO).
e. Semua penderita tetanus harus tetap dalam unit perawatan intensif di
ruangan yang tenang dengan cahaya remang samapai spasme, kejang, dan
ketidakstabilan autonom (perubahan besar tekanan darah) telah mereda
(STEIN).
4. Kontrol sistem otonom.
Ketidakstabilan otonom yang bermanifestasi sebagai takiaritmia, perubahan
besar tekanan darah, dan demam harus ditangani dalam unit perawatan intensif
dengan obat penyekat alfa dan beta yang dititrasi untuk mempertahankan
tanda-tanda vital didalam nilai yang dapat diterima (STEIN).
5. Konsultasi.
- Spesialis Kedokteran Perawatan Intensif sebagai konsultan utama.
13
- Konsul spesialis penyakit paru setelah masuk ICU bagi pasien yang
menunjukkan gejala pernafasan buruk atau karena pasien harus diventilasi
mekanik.
- Konsul anestesiologi setelah masuk ICU jika baclofen intrathecal hendak
diberikan.
XIII. OBAT-OBATAN
Obat-obat yang digunakan untuk mengobati spasme otot, kekakuan, dan
kejang tetanik meliputi sedatif-hipnotika, anestesi umum, muscle relaxant sentral,
dan neuromuscular blocking agents. Antibiotik digunakan untuk mencegah
perkembangbiakan C tetani, sehingga mengurangi produksi dan pelepasan toksin.
Antikonvulsi—Sedatif-hipnotika adalah pengobatan utama tetanus.
Benzodiazepine adalah obat utama yang paling efektif untuk mencegah spasme
otot yang bekerja dengan cara menghambat GABA. Diazepam adalah obat yang
paling banyak diteliti dan digunakan. Diazepam mengurangi kecemasan,
menimbulkan sedasi, dan melemaskan otot.
Phenobarbital adalah jenis lain antikonvulsi yang dapat dipakai untuk
memperpanjang efek diazepam. Phenobarbital juga digunakan untuk mengobati
spasme otot yang berat dan menimbulkan sedasi ketika obat neuromuscular
blocking digunakan.
Nama Obat
Diazepam (Valium) – Terapi utama untuk spasme tetanik dan kejang tetanik. Menekan semua tingkat dari CNS, termasuk limbik dan formasio retikularis, mungkin dengan meningkatkan aktivitas GABA, neurotransmiter penghambat utama.
Dosis Dewasa
Spasme ringan: 5-10 mg PO q4-6h prnSpasme sedang: 5-10 mg IV prnSpasme berat: Mix 50-100 mg in 500 cc D5W and infuse at 40 mg/h
Dosis anak-anakSpasme ringan: 0.1-0.8 mg/kg/d PO divided tid/qidSpasme sedang atau berat: 0.1-0.3 mg/kg IV q4-8h
14
KontraindikasiDilaporkan adanya Hipersensitivitas dan galukoma sudut sempit.
Interaksi Toksisitas pada CNS meningkat bila digunakan bersama dengan alkohol, fenotiasin, barbiturat, MAO inhibitor; Cisapride dapat meningkatkan kadar diazepam secara signifikan.
Kehamilan D – tidak aman pada kehamilan
PerhatianHati-hati pada pasien yang mendapat depressan CNS; hati-hati pada pasien dengan hipoalbuminemia atau gagal hati saat toksikasi diazepam meningkat.
Nama ObatPhenobarbital (Barbita, Luminal) – Dosis obat harus cukup kecil sehingga tidak menekan pernafasan. Jika pasien sudah dalam kondisi ventilator, dosis lebih tinggi mengakibatkan sedasi.
Dosis dewasa 1 mg/kg IM q4-6h; not to exceed 400 mg/d Dosis anak-anak 5 mg/kg/d IV/IM divided tid/qid
KontraindikasiDilaporkan hipersensitivitas, kerusakan fungsi hati, penyakit pernafasan berat, pasien nefritis.
Interaksi
Mungkin menurunkan efek kloramfenikol, digitoxin, kortikosteroid, karbamazepin, teofilin, verapamil, metronidazol, dan antikoagulan (pasien dengan antikoagulan membutuhkan penghitungan dosis jika ingin menaikkan atau menurunkan jumlah rejimen); pemberian bersama alkohol dapat menimbulkan efek ketagihan dan kematian; kloramfenikol, valproic acid, dan inhibitor MAO dapat meningkatkan toksisitas fenobarbital; rifampin mungkin menurunkan efek fenobarbital; induksi terhadap enzim mikrosomal dapat menurunkan efek kontrasepsi oral pada wanita (harus memakai kontrasepsi tambahan untuk mencegah kehamilan, menstruasi yang tidak teratur dapat muncul).
Kehamilan D – Tidak aman pada kehamilan
Perhatian
Pada terapi yang lama, evaluasi sistem hematopoiesis, ginjal, hepar, dan organ lain; hati-hati pada demam, hipertiroidisme, diabetes mellitus, dan anemia berat sejak reaksi lain muncul; hati-hati pada myastenia gravis dan mixedema.
Skeletal muscle relaxants – Obat ini dapat menghambat monosinaps dan
polisinaps reflex di tingkat spinal, mungkin dengan hiperpolarisasi terminal
aferennya.
Nama Obat Baclofen (Lioresal) – Baclofen IT, adalah pelemas otot yang bekerja sentral, telah digunakan secara percobaan untuk membantu pasien lepas dari ventilator dan menghentikan
15
infus diazepam. Baclofen IT 600 kali lebih poten daripada Baclofen PO. Pemberian ulang secara IT masih manjur dalam membatasi lama pemakaian ventilator buatan atau mencegah pemakaian intubasi.Mungkin menginduksi hiperpolarisasi terminal aferen dan menghambat reflex monosinaps dan polisinaps pada tingkat spinal.Seluruh dosis baclofen diberikan secara bolus. Dosis dapat diulang setelah 12 jam atau lebih jika paroksismalnya kembali spontan. Baclofen IT drip telah dilaporkan penggunaannya pada sejumlah kecil pasien tetanus.
Dosis Dewasa<55 years: 1000 mcg IT (intrathecal)>55 years: 800 mcg IT (intrathecal)
Dosis anak-anak<16 years: 500 mcg IT (intrathecal)>16 years: Administer as in adults
Kontraindikasi Dilaporkan adanya hipersensitivitas.
InteraksiAnalgesik opiat, benzodiazepine, alkohol, TCAs, guanabenz, MAOIs, clindamycin, dan hypertensive agents mungkin meningkatkan efek baclofen.
Kehamilan C – Belum diterbitkan hasil penilitian pada kehamilan (???).
Perhatian
Hati-hati pada pasien dengan riwayat disrefleksia autonomik dan ketika spastisitas digunakan untuk menaikkan fungsi; disrefleksia autonomik dan timbul dari pemutusan pengobatan ini.
Nama Obat
Dantrolene (Dantrium) – merangsang pelemasan otot dengan memodulasi kontraksi otot skelet pada persambungan myoneural dan beraksi secara langsung pada otot. Penggunaan ini telah dilaporkan pada sejumlah case reports tetapi bukan yang dari FDA
Dosis Obat 1 mg/kg IV over 3 h; diulang q4-6h prn
Dosis anak-anak0.5 mg/kg IV bid initial; increase to 0.5 mg/kg IV bid/qid, then by increments of 0.5-3 mg/kg bid/qid prn; not to exceed 100 mg qid
KontraindikasiDilaporkan hipersensitiivtas, penyakit hati aktif (hepatitis, cirrhosis)
InteraksiToksisitas meningkat dengan pemberian bersama clofibrate dan warfarin; dengan estrogen dapat meningkatkan hepatotoksisitas pada wanita > 35 tahun
Kehamilan C – keamanan selama kehamilan belum ada penerbitan.
PerhatianDapat menyebabkan hepatotoksik (gunakan hanya dengan indikasi); hati-hati pada kegagalan fungsi pernafasan dan insufisiensi cor berat; dapat menyebabkan fotosensitif.
16
Antitoxins – Agen ini digunakan untuk menetralkan semua toksin yang tidak
mencapai CNS.
Nama Obat
Tetanus immune globulins (Hyper-Tet, Bay-Tet) – Digunakan sebagai profilaksi tetanus dan untuk mengobati toksin tetanus. TIG memberikan imunitas pasif. TIG seharusnya digunakan untuk mengobati semua pasien tetanus, dengan kombinasi dengan terapi dan suportif lainnya. Harusnya juga digunakan untuk mencegah tetanus pada pasien cedera akut yang tidak diimunisasi atau dengan imunisasi yang tidak adekuat.
Dosis dewasaProphylaxis: 250-500 U IM pada ekstremitas yang berlainan dengan tetanus toksoid. Clinical tetanus: 3,000-10,000 U IM
Dosis anak-anakProphylaxis: 250 U IM pada ekstremitas yang berlainan dengan tetanus toksoidClinical tetanus: pemberian seperti dewasa
Kontraindikasi
Pasien dengan hipersensitivitas terhadap protein kuda atau sapi seharus tidak menerima sntitoksin dari sapi; jangan menuntik ditempat yang sama atau dengan spuit yang habis dipakai untuk tetanus toksoid; jangan diberikan secara intravena.
Interaksi
Vaksin virus-hidup mungkin tidak berkembang biak secara sempurna, dan respon antibodi dapat diturunkan ketika vaksin diberikan setelah tetanus immune globuline karena adanya antibodi didalam immune globuline; vaksin virus-hidup idealnya diberikan paling tidak 3 bulan setelah terapi dengan tetanus immune globuline; jika pemberian sediaan immune globulin menjadi kebutuhan karena paparan penyakit, vaksin virus-hidup dapat diberikan secara simultan dengan immune globulin pada tempat kendali dari yang dipilih untuk immune globulin; replikasi virus vakasin dan perangsangan kekebalan muncul 1-2 minggu setelah vaksinasi, maka dari itu, jika jarak pemberian vaksin dan immune globulin <14 hari atau jika mereka diberikansecara simultan, vaksinasi seharusnya diulang paling tidak setelah 3 bulan setelah diberikan preparat immune globulin, setidaknya tes serologis mengindikasikan bahwa telah terbentuk antibodi yang adekuat
Kehamilan C – keamanan selama kehamilan belum terpublikasikan.
Perhatian
Hati-hati pada pasien dengan reaksi alerdi sistemik mengikuti pemberian preparat human immunoglobulin; hati-hati pada trombositopenia berat atau semua gangguan koagulasi yang menjadi kontraindikasi injeksi IM
17
Antibiotics – Diberikan pada pasien dengan tetanus klinis. bagaimanapun,
keampuhannya dipertanyakan. Secara teori, antibiotik dapat mencegah
perkembangbiakan C tetani, sehingga menekan produksi toksin. Biarpun begitu,
sebuah studi dari 364 pasien menemukan tidak ada perbedaan angka fatalitas
antara pasien yang menerima antibiotik dan yang tidak. Penicillin G adalah drug
of choice. Metronidazole dianjurkan oleh beberapa sebagai obat yang lebih baik.
Sebuah studi menunjukkan mortalitas yang rendah pada pasien yang diberikan
metronidazol dibandingkan dengan penicillin. Tetracycline adalah obat alternatif
bagi mereka yang alergi penicillin atau metronidazol. Antibiotik dosis tinggi
direkomendasikan untuk jaringan yang favor diffusion menjadi devitalized tissue.
Nama Obat
Penicillin G (Pfizerpen) – Mempengaruhi sintesis mukopeptida dinding sel selama multiplikasi aktif, menghasilkan aktivitas baktericidal terhadap mikroorganisme yang sensitif. Rekomendasi pemakaian 10-14 hari. Penicillin IV dosis tinggi dapat menyebabkan anemia hemolitik dan neurotoksik. Cardiac arrest telah dilaporkan pada pasien yang diberikan Na-penicillin G dosis masif. Pasien dengan gagal ginjal memiliki resiko khusus.
Dosis Dewasa 10-24 million U/d IV/IM divided qid Dosis anak-anak 100,000-250,000 U/kg/d IV/IM divided qid Kontraindikasi Dilaporkan adanya hipersensitifitas
InteraksiProbenecid dapat meningkatkan efek penicillin; pemberian bersamaan dengan tetracyclines dapat menurunkan efek penicillin
KehamilanB – biasanya aman tetapi keuntungan lebih besar daripada resikonya.
Perhatian Hati-hati pada kegagalan fungsi ginjal
Nama Obat
Metronidazole (Flagyl) – aktif melawan beberapa bakteri anaerob dan protozoa. Zatnya diabsorbsi kedalam sel, dan hasil metabolisme intermediate berikatan dengan DNA menghmambat sintesis protein, menyebabkan kematian sel.Anjuran pemakaian 10-14 hari. Beberapa menyarankan DOC bersama penicillin G adalah sama-sama GABA agonist, yang mungkin menekan efek toxin.
Dosis Dewasa 500 mg PO q6h or 1 g IV q12h; not to exceed 4 g/d Dosis Dewasa 15-30 mg/kg/d IV divided q8-12h; not to exceed 2 g/d Kontraindikasi Dilaporkan adanya hipersensitivitas; kehamilan trimester pertama
18
Interaksi
Cimetidine dapat meningkatkan toksisitas metronidazole; dapat meningkatkan efek antikoagulan; dapat meningkatkan toksisitas litium dan fenitoin; disulfiram like reaction dapat muncul dengan etaniol oral
KehamilanB - biasanya aman tetapi keuntungan lebih besar daripada resikonya.
PerhatianTakar dosisnya pada penyakit hepar; monitor kejang dan munculnya neuropati perifer.
Nama ObatDoxycycline (Vibramycin, Doxychel) – Menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri dengan berikatan dengan subunit ribosom 30S dan 50S dari bakteri yang sesuai. Anjuran pemakaian 10-14 hari.
Dosis Dewasa 100 mg PO/IV q12h
Dosis anak-anak<8 years: tidak direkomendasikan<100 lb (45 kg): 2 mg/lb/d (4.4 mg/kg/d) PO/IV divided bid>100 lb (45 kg): diberikan sesuai dosis dewasa
Kontraindikasi Hipersensitif, disfungsi hati berat
Interaksi
Bioavailabilitas menurun oleh antasida yang mengandung aluminum, calcium, magnesium, besi, or bismuth subsalicylate; tetracyclines dapat meningkatkan efek hipoprotrombinemis anti koagulan; tetracyclines dapat menurunkan efek kontrasepsi oral, menyebabkan menstruasi dan peningkatan risiko kehamilan
Kehamilan D – Tidak aman bagi kehamilan
Perhatian
Fotosensitif dapat muncul pada paparan yang lama sinar cahaya matahari atau lampu; turunkan dosis pada gagal ginjal; dianjurkan untuk mengukur kadar obat dalam serum pada pemberian jangka lama; tetracycline yang digunakan selama periode pertumbuhan gigi (separuh masa kehamilan yang terakhir sampai umur 8 tahun) dapat menyebabkan perubahan warna gigi yang permanen; Fanconilike syndrome dapat muncul pada tetrasiklin kadaluarsa
Neuromuscular blocking agents – Agen ini menghambat penjalaran impuls saraf
di neuromuscular junctions pada otot rangka dan/atau ganglion autonomik.
Nama Obat Vecuronium (Norcuron) -- Prototypic, nondepolarizing neuromuscular blocking agent reliabel dalam menghasilkan paralisis otot. Untuk maintenance paralysis, dapat digunakan secara perinfus.Bayi lebih sensitif terhadap aktivitas blokade neuromuscular, dan meski dalam dosis yang sama, pemulihannya memanjang 50%. Tidak dianjurkan
19
penggunaan pada neonatus.
Dosis dewasa
0.08-0.1 mg/kg IV; may reduce to 0.05 mg/kg jika pasien sudah diterapi dengan succinylcholineMaintenance paralysis: 0.025-0.1 mg/kg/h IV; may titrate to desired train-of-four response (commonly 2 of 4 twitches)
Dosis anak-anak
7 weeks to 1 year: 0.08-0.1 mg/kg/dose diikuti oleh maintenance dose of 0.05-0.1 mg/kg q1h prn1-10 years: mungkin membutuhkan dosis inisial yang lebih tinggi dan lebih banyak suplementasi>10 years: pemberian sama dengan dewasa
Kontraindikasi hipersensitif; myasthenia gravis atau sindrom yang serupa
Interaksi
When vecuronium is used concurrently with inhalational anesthetics, neuromuscular blockade is enhanced; renal or hepatic failure as well as concomitant administration of steroids may result in prolonged blockade despite withdrawal of the agent
Kehamilan C – keamanan dalam kehamilan belum diterbitkan.
PerhatianPada myasthenia gravis atau myasthenic syndrome, dosis kecil vecuronium dapat menimbulkan efek yang profound
XIV. PROGNOSIS
Dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat memperburuk keadaan, yaitu:
a. Masa inkubasi yang pendek (kurang dari 7 hari).
b. Neonatus dan usia tua (lebih dari 55 tahun).
c. Frekuensi kejang yang sering.
d. Kenaikan suhu badan yang tinggi.
e. Pengobatan terlambat.
f. Periode trismus dan kejang yang semakin sering.
g. Adanya penyulit spasme otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas (IPD UI).
Pada tetanus lokal, prognosis baik, tetapi kematian mencapai 50% pada tetanus
generalisata (NEURO).
20
XV. KOMPLIKASI
Sepsis (pada neonatus), patah tulang, bronkopneumonia (UNAIR). Di
USA sebelum 1954, asfiksia dari spasme tetani adalah penyebab biasa kematian.
Bagaimanapun juga, dengan pemberian neuromuscular blockers, ventilasi
mekanik, obat-obatan pengontrol spasme, serangan jantung mendadak telah
menjadi penyebab pertama kematian. Kematian jantung mendadak diakibatkan
oleh produksi katekolain yang banyak sebagai akibat aksi langsung
tetanospasmin, atau tetanolisin pada myokardium (eMedicine).
Komplikasi lainnya:
- Fraktur tulang panjang
- Dislokasi sendi glenohumeral dan temporomandibula.
- Hipoksia, pneumonia aspirasi, emboli pulmo.
- Efek otonomik: hipertensi dan cardiac dysrhythmias.
- Ileus paralitic, pressure sores, dan retensi urin.
- Malnutrisi dan stress ulcers.
- Koma, nerve palsies, neuropati, psychological aftereffects, dan kontaktur
fleksi (eMedicine).
XVI. PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit tetanus meliputi (IPD UI):
1. Imunisasi aktif
- Dosis inisial 0,5 mL toksoid intramuskuler.
- 8 minggu kemudian diulang dengan dosis yang sama.
- Booster, 6-12 bulan kemudian.
- Subsequent booster, diberikan 5 tahun berikutnya.
2. Mencegah terjadinya luka.
3. Merawat luka secara adekuat.
21
4. Pemberian anti tetanus serum (ATS) atau Tetanus Imunoglobulin (TIG) dalam
beberapa jam setelah luka akan memberikan kekebalan pasif, sehingga
mencegah terjadinya tetanus akan memperpanjang masa inkubasi.
Umumnya diberikan dalam dosis 1500 U ATS intramuskular atau 250 Unit
TIG intramuskuler setelah dilakukan tes kulit.
5. Di negara barat, pencegahan tetanus dilakukan dengan pemberian toksoid dan
TIG seperti dalam tabel dibawah ini:
Ringkasan petunjuk profilaksis tetanus untuk penanganan luka secara rutin 1990a
Riwayat Toksoid Tetanus
(Dosis)
Kecil dan Bersih Luka lainnyab
Tdc TIG Tdc TIG
Tak menentu atau <3 Ya Tidak Ya Ya
> 3 atau lebihd Tidake Tidak Tidakf TidakaTd = toksoid tetanus dan difteria (untuk penggunaan pada orang dewasa); TIG = Tetanus ImunoGlobulin (250 unit IM).bMisalnya, tetapi tidak terbatas pada luka yang terkontaminasi oleh kotoran, feses, tanah, atau liur; luka tusuk; avulsi; atau luka akibat peluru, luka bakar parah, atau frostbite.cUntuk anak-anak dibawah umur 7 tahun, toksoid serap difteria dan tetanus serta vaksin pertusis, atau toksoid seraf difteria dan tetanus (untuk penggunaan pediatrik, DT) kalau vaksin pertusis dikontrainsikasikan, lebih dipilih daripada toksoid tetanus saja.dKalau hanya pernah mendapat 3 dosis toksoid cair, dosis toksoid keempat, sebaiknya toksoid serap, perlu diberikan.eYa, Jika lebih dari 10 tahun sejak dosis terakhir.fTidak, jika lebih dari 5 tahun sejak dosis terakhir. Booster yang lebih sering diperlukan dan dapat memperbesar efek samping (STEIN).
Pencegahan tetanus neonatorum (UNAIR).
- Mencaga sterilitas persalinan
- Perawatan tali pusat yang baik/higienis
- Imunisasi rutin pada bayi, anak, dan wanita hamil
- Imunisasi aktif pada setiap penderita tetanus segera setelah dirawat inap.
22
XVII. DAFTAR PUSTAKA
IPD UI
UNAIR
STEIN
UGD
MIKRO
EMedicineTetanusLast Updated: March 14, 2005 Author: Daniel J Dire, MD, FACEP, FAAEM, Clinical Assistant Professor, Department of Emergency Medicine, University of Texas-Houston Daniel J Dire, MD, FACEP, FAAEM, is a member of the following medical societies: American Academy of Clinical Toxicology, American Academy of Emergency Medicine, American College of Emergency Physicians, and Association of Military Surgeons of the US Editor(s): Theodore Gaeta, DO, MPH, Residency Director, Clinical Associate Professor of Emergency Medicine in Medicine, Department of Emergency Medicine, New York Methodist Hospital; Francisco Talavera, PharmD, PhD, Senior Pharmacy Editor, eMedicine; Eddy Lang, MDCM, CCFP (EM), CSPQ, Assistant Professor, Department of Family Medicine, McGill University; Consulting Staff, Department of Emergency Medicine, The Sir Mortimer B Davis-Jewish General Hospital; John Halamka, MD, Chief Information Officer, CareGroup Healthcare System, Assistant Professor of Medicine, Department of Emergency Medicine, Beth Israel Deaconess Medical Center; Assistant Professor of Medicine, Harvard Medical School; and Charles V Pollack, Jr, MD, MA, Associate Professor, Department of Emergency Medicine, University of Pennsylvania College of Medicine; Chairman, Department of Emergency Medicine, Pennsylvania Hospital Copyright 2005, eMedicine.com, Inc
Tet-VinsonBMJ 2000;320:383 ( 5 February David R Vinson© British Medical Journal 2000 Letters Immunisation does not rule out tetanus. Shimoni Z, Dobrousin A, Cohen J, Pitlik S. Tetanus in an immunisedpatient. BMJ 1999; 319:1049[Full Text]. (16 October.)
KONIKAKUMAR
NEURO
BMJBMJ 2004;328:615 (13 March), doi:10.1136/bmj.38027.560347.7C
(published 5 March 2004) Paper
Randomised controlled trial of tetanus treatment with antitetanus immunoglobulin by the intrathecal or intramuscular route Demócrito de Barros Miranda-Filho, reader in infectious diseases1, Ricardo Arraes de Alencar Ximenes, reader in infectious diseases1, Antônio Alci Barone, reader in infectious diseases3, Vicente Luiz Vaz, lecturer in infectious diseases1, Aderbal Gomes Vieira, consultant
23
in infectious diseases2, Valéria Maria Gonçalves Albuquerque, senior lecturer in infectious diseases1
24