Referat Obgyn
Click here to load reader
-
Upload
yhoess-mei-hadiana -
Category
Documents
-
view
58 -
download
12
Transcript of Referat Obgyn
BAB I
PENDAHULUAN
Likuor amnii atau yang disebut dengan air ketuban adalah cairan yang
terdapat di dalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari lapisan
amnion dan korion. Volume likuor amnii pada hamil cukup bulan 1000 - 1500 ml,
warna putih, agak keruh serta mempunyai bau yang khas agak manis dan amis.
Cairan ini dengan berat jenis 1,008 terdiri dari 98% air. Sisanya terdiri dari garam
anorganik serta bahan organic dan bila diteliti benar terdapat rambut lanugo, sel-
sel epitel serta vernik caseosa. Protein ditemukan rata-rata 2,6% gram per liter
sebagian besar sebagai albumin.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
2002/2003, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada angka 307
per 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin
meninggal karena berbagai sebab.
Premature Rupture of Membrane (PRM) merupakan salah satu penyebab
angka kejadian morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin. Penyebab kematian
langsung adalah kematian ibu karena akibat langsung dari penyakit penyulit
kehamilan, persalinan, dan nifas : misalnya infeksi, eklamsia, perdarahan, emboli
air ketuban, trauma anestesi, trauma operasi, dan lain-lain. Infeksi yang banyak
dialami oleh ibu sebagian besar merupakan akibat dari adanya komplikasi atau
penyulit kehamilan, seperti febris, karioamnionitis, infeksi saluran kemih, dan
65% adalah karena Prematur Rupture Memrane (PRM) yang disebabkan karena
berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intra uterin atau
oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh
adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan servik. 5
PRM merupakan suatu kejadian obstetrik yang banyak ditemukan, dengan
angka kejadian dilaporkan terdapat 6-10% dari kehamilan, dengan 80% darinya
terjadi pada kasus kehamilan yang cukup bulan dan 30-40% nya terjadi pada usia
1
kehamilan pre-term. Apabila terjadi sebelum kehamilan aterm maka akan lebih
banyak masalah dari pada terjadi pada kehamilan aterm. 8
2
B. Rumusan Masalah
Apakah definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis
dan penatalaksanaan premature rupture of membarne.
C. Tujuan Penelitian
Sebagai tigas referat kepanitraan klinik bagian ilmu kebidanan dan
penyakit kandungan di RSUD Dr.Hardjono Ponorogo.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
a. Menghasilkan informasi yang bermanfaat bag ilmu pengetahuan dalam
bidang kedokteran.
b. Sebagai masukan dalam kegiatan belajar, khusus nya premature
rupture of membrane.
2. Manfaat Praktis
a. Meberikan informasi menganai pengelolaan pasien dengan premature
rumpture of membrane.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Premature Rupture of Membrane (PRM)
1. Definisi
Ketuban pecah dini atau Premature Rupture of Membrane (PRM)
adalah pecahnya selapu korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan.
Mochtar R 1998 mendefinisiskan ketuban pecah premature atau
Premature Rupture of Membran (PRM) / Prelabour Rupture of Membrane
(PROM) yaitu pecahnya khorioamniotik dan 1 jam setelahnya tidak diikuti
tanda-tanda persalinan. Ketuban pecah prematur pada preterm yaitu
pecahnya membran chorio-amniotik sebelum onset persalinan pada usia
kehamilan kurang <37 minggu atau disebut juga Preterm Premature
Rupture of membrane (PPROM).
Normalnya ketuban pecah saat pembukaan persalinan lengkap (9-
10 cm) atau normal selaput ketuban pecah pada akhir kala 1 atau awal kala
II persalinan. Bisa juga belum pecah sampai saat mengedan, sehingga
kadang perlu dipecahkan (amniotomi). Bila periode laten terlalu panjang
dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi infeksi yang dapat
meningkatkan angka kematian ibu dan anak. Pada kasus PRM ketuban
pecah, tetapi proses persalinan tidak timbul.
2. Etiologi 1’6.
Walaupun banyak publikasi tentang PRM, namun penyebabnya
masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa
laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan PRM,
namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui.
Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah:
4
a. Infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan
terjadinya PRM.
Membran khorioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila
jaringan ini dipicu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis
dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim
kolagenolitik. Infeksi merupakan faktor yang cukup berperan pada
persalinan preterm dengan ketuban pecah dini. Group B streptococcus
mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis. Selain itu
Bacteroides fragilis, lactobacilli dan staphylococcus epidermidis adalah
bakteri-bakteri yang sering ditemukan pada cairan ketuban pada kehamilan
preterm. Bakteri-bakteri tersebut dapat melepaskan mediator inflamasi
yang menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini menyebabkan adanya
pembukaan serviks, dan pecahnya selaput ketuban.
b. Servik yang inkompetensia
Kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada
servik uteri (akibat persalinan, curetage)
c. Overdistensi uterus
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan misalnya trauma, hidramnion, gemelli.
d. Trauma
Beberapa ahli menyepakati trauma sebagai faktor predisisi atau
penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan
seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan
terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.
5
e. Kelainan letak
Kelainan letak misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian
terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi
tekanan terhadap membran bagian bawah.
f. Faktor lain
- Faktor golongan darah
Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat
menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit
ketuban.
- Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu
- Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
- Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).
- Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut
fase
Laten : makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi.
Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa
menimbulkan morbiditas janin
Menurut Manuaba et al, 2007 penyebab terjadinya ketuban
pecah mempunya dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai
berikut :
a. Serviks inkompeten
Pada ibu hamil pada trimester kedua atau awal trimester ketiga
kehamilan, servik yang imkompeten dapat menipis dan berdilatasi
akibat dari kelemahan instrinsik uterus sehingga menyebabkan ketuban
pecah. Keadaan seperti ini ditandai oleh dilatasi servik tanpa rasa nyeri
dan disertai prolapsus membran amnion lewat servik dan penonjolan
6
membran tersebut kedalam vagina, peristiwa ini diikuti oleh pecahnya
ketuban dan selanjutnya ekpulsi janin imatur sehingga kemungkinan
janin akan meninggal. Tanpa tindakan yang efektif rangkaian peristiwa
yang sama cenderung berulang dengan sendirinya dalam setiap
kehamilan.
b. Ketegangan rahim berlebihan
1. Kehamilan ganda
Kehamilan ganda merupakan suatu kehamilan dengan dua janin atau
lebih. Kehamilan kembar dapat memberikan resiko yang lebih tinggi
baik pada ibu maupun janin. Oleh karena itu, dalam menghadapi
kehamilan kembar harus dilakukan pengawasan yang intensif. Faktor
yang dapat meningkatkan kemungkinan hamil kembar adalah ras,
keturunan, umur, dam paritas. Faktor resiko ketuban pecah pada
kembar dua 50% dan kembar tiga 90% 3.
2. Hidramnion
hidramnion atau polihidramnion adalah keadaan dimana banyaknya air
ketuban melebihi 2000cc. Penambahan air ketuban ini bisa meningkat
dalam beberapa hari disebut hidramnion akut, atau secara perlahan-
lahan disebut hidramnion kronis. Insidennya berkisar antara 1:62 dan
1:754 persalinan, tetapi bentuk yang menyebabkan gangguan lebih
jarang (1:1000 persalinan). Hidramnion yang disertai dengan kelainan
kongenital, terutama dari susunan saraf sentral dan traktus
gastrointestinal, cukup tinggi, disamping itu, sering ditemukan pada
kehamilan ganda dan beberapa panyakit ibu seperti diabetes militus,
preeklamsia3.
3. Patofisiologi
Banyak teori, mulai dari defek kromosom kelainan kolagen,
sampai infeksi. Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan
infeksi (sampai 65%). High virulensi : Bacteroides. Low virulensi :
Lactobacillus
7
Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblast,
jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan
kolagen dikontrol oleh system aktifitas dan inhibisi interleukin -1 (IL-1)
dan prostaglandin.
Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1
dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi
depolimerasi kolagen pada selaput korion/ amnion, menyebabkan ketuban
tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dengan
menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban.
Banyak mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid A2 dan
fosfolipid C yang dapat meningkatkan konsentrasi secara lokal asam
arakidonat, dan lebih lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa
dan selanjutnya menyebakan kontraksi dari miometrium. Pada infeksi juga
dihasilkan produk sekresi akibat aktivasi monosit/makrofag, yaitu sitokin,
interleukin 1, faktor nekrosis tumor dan interleukin 6. Platelet activating
faktor yang dproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal janin yang
ditemukan dalam cairan amnion, secara sinergis juga mengaktifasi
pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk ke dalam cairan amnion
juga akan merangsang sel-sel desidua untuk memproduksi sitokin dan
kemudian prostaglandin yang menyebabkan dimulainya persalinan.
Adanya kelemahan lokal atau perubahan kulit ketuban adalah
mekanisme lain terjadinya ketuban pecah akibat infeksi atau inflamasi.
Enzim bacterial atau produk host yang disekresikan sebagai respon untuk
infeksi dapat menyebabkan kelemahan dan ruptur kulit ketuban. Banyak
floran servikovaginal komensal dan patogenik mempunyai kemampuan
memproduksi protease dan kolegenase yang menurunkan kekuatan
tegangan kulit ketuban. Elastase leukosit polimorfonuklear secara spesifik
dapat memecah kolagen tipe III pada manusia, membuktikan bahwa
infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi kolonisasi bakteri atau
infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan
8
menyebabkan ketuban pecah. Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B ,
katepsin N dan kolagenase yang dihasilkan netrofil dan magrofag,
nampaknya melemahkan kulit ketuban. Sel inflamasi manusia juga
menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah plasminogen menjadi
plasmin, potensial menjadi penyebab ketuban pecah.
4. Manifestasi klinis
a. Keluarnya cairan ketuban merembes lewat vagina
b. Demam (bila terjadi infeksi)
c. Bercak vagina yang banyak
d. Nyeri perut
e. Denyut jantung janin bertambah
f. UK >20 minggu
5. Diagnosis
a. Anamnesis
Tanda yang sering muncul pada PRM adalah keluarnya cairan dari
vagina, bisa berupa aliran yang deras atau hanya merembes. Pasien
kadang mengatakan adanya discharge vagina, perdarahan vagina atau
adanya tekanan pada pelvik saat tidak his. Sebagian pasien bisa
mengalami demam jika terdapat infeksi intrauterine.2’8
b. Pemeriksaan Fisik
Periksa tanda-tanda vital pasien yaitu kesadaran, tekanan darah,
nadi, pernafasan dan suhu badan. Apakah ada tanda-tanda infeksi,
sepertu suhu badan meningkat dan nadi cepat.
Inspeksi dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari
vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak,
pemeriksaan ini akan lebih jelas.
Pemeriksaan dengan inspekulo secara steril merupakan langkah
pemeriksaan pertama. Pemeriksaan dengan speculum akan tampak
keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum
9
tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk,
mengejan atau lakukan maneuver valsava, atau bagian terendah
digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan
terkumpul pada forniks anterior/posterior.
Pemeriksaan dalam (vaginal toucher) seharusnya dihindari pada
pasien suspek PRM, untuk menghindari adanya infeksi. Pemeriksaan
dalam dengan menggunakan jari pemeriksa akan mengakumulasi
segmen bawah Rahim dengan flora vagina yang normal.
Mikroorganisme tersebut bias dengan cepat menjadi patogen.
Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau sudah dalam
persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan bila akan
dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan), dan dibatasi sedikit
mungkin. 8
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna,
konsentrasi, baud an pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini
kecuali air ketuban mungkin juga urine atau secret vagina.
a. Tes Lakmus (tes Nitrazin)
Untuk menguji adanya cairan amnion dapat digunakan kertas
pH nitrazin dimana nanti warna akan berubah menjadi biru-
hijau jika positif pada keadaan basa. pH normal vagina selama
kehamilan adalah 4,5-5,5, pH cairan amniotic adalah 7-7,5.
Tempatkan sepotong kertas nitrazin pada mata pisau speculum
setelah menarik speculum dari vagina, jika kertas lakmus
merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya cairan
ketuban (alkalis).
b. Mikroskopis
Cairan bisa juga dideteksi menggunakan mikroskop dimana
nantinya akan menimbulkan gambaran seperti pakis.
10
c. Ultrasonografi
Pemeriksaan USG harus dilakukan untuk menentukan jumlah
cairan, taksiran berat janin, usia kehamilan, dan presentasi
janin. Kadang – kadang, amniocentesis dengan menggunakan
USG diperlukan untuk mengidentifikasi maturitas janin serta
infeksi.
d. Uji darah lengkap
Untuk mengetahui kadar WBC (jika kadar tinggi bisa
mengindikasikan adanya infeksi), serta memonitor apakah
terjadi distress pada janin. 5
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan PRM menurut Prawirohardjo (2007) dibagi menjadi
konservatif dan aktif
a. Konservatif
Bila umur kehamilan yang kurang bulan dan tidak dijumpai tanda-
tanda infeksi pengelolaannya bersifat konservatif disertai dengan
pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis. Penderita
perlu dirawat dirumah sakit, tidak perlu dilakukan pemeriksaan
dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan
diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan tokolitic agent
diberikan juga tujuan menunda proses persalinan. Tujuan dari
pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada
penderita PRM kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya
pematangan paru.
b. Aktif
Pengelolaan aktif dilakukan bila umur kehamilan aterm. Pada
hakekatnya ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan
dengan sendirinya. Sekitar 70-80% kehamilan genap bulan akan
melahirkan dalam waktu 24 jam setelah ketuban pecah, bila dalam
24 jam setelah ketuban pecaah belum ada tanda-tanda persalinan
11
maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah
section cesaria (SC). Induksi dilakukan dengan memperhatikan
bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sabaliknya <5,
dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan
dengan section cesaria (SC).
7. Komplikasi
Pengaruh pecahnya ketuban terhadap ibu dan bayi adalah
meningkatnya mortalitas dan morbiditas perinatal.
a. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan tanda-tanda infeksi tetapi janin
mungkin telah terkena infeksi, karena infeksi intrauterine lebih
dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu
dirasakan. Jadi akan meninggikan mortalitas dan morbiditas
perinatal.7
b. Terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal,
apalagi bila terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat
dijumpai infeksi puerpuralis (nifas), peritonitis dan septikemi, serta
dry labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur,
partus akan menjadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat dan
nampaklah gejala-gejala infeksi. Hal tersebut akan meninggikan
angka kematian dan angka morbiditas pada ibu. 4
8. Prognosis
Sekitar 70-80% wanita yang mengalami PRM antara usia
kehamilan 28-36 minggu dapat melangsungkan poses persalinan
antara 4 hari, semakin usia kehamilan mendekati usia aterm, semakin
cepat juga progress untuk persalinannya, ketika fetus dalam kondisi
aterm atau mendekati aterm, kesempatan bagus untuk lahir normal
dengan tidak disertai komplikasi. Janin yang lahir premature biasanya
12
disertai dengan adanya organ yang tidak berkembang (contohnya
paru) sehingga perlu perawatan rumah sakit serta intensif untuk
perkembangan dan pertumbuhan organ tersebut. Ketika PRM disertai
prematuritas, akan ada kenaikan morbiditas dan mortalitas yang
signifikan sekitar 10%.8
BAB III
KESIMPULAN
13
Premature Rupture of Membrane (PRM) merupakan masalah penting
dalam obstetrik berkaitan dengan penyulit kelahiran premature dan terjadinya
infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan
mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi pada ibu, oleh karena itu perlu
dilakukan penanganan yang tepat..
14