Referat Obgyn Ilyn

download Referat Obgyn Ilyn

of 24

description

refarat

Transcript of Referat Obgyn Ilyn

BAB IPENDAHULUAN

Traktus urinarius wanita berbeda dibandingkan pada pria. Pada wanita, hubungan antara kandung kemih dengan vagina dan urethra yang lebih pendek menimbulkan banyak masalah pada traktus urinarius. Inkontinensia urin merupakan keluarnya urin yang tidak dapat ditahan. Kelainan inkontinensia urin sendiri tidak mengancam jiwa penderita, tetapi berpengaruh pada kualitas hidup yang disebabkan oleh faktor distres psikologis dan faktor sosial yang sulit diatasi. Penderita merasa rendah diri karena selalu basah akibat urin yang keluar mungkin pada saat batuk, bersin, mengangkat barang berat, bersenggama, bahkan kadang pada saat berisitirahat, sehingga setiap saat penderita harus memakai kain pembalut.Inkontinensia urin disebabkan oleh beberapa faktor dan dapat menyerang semua umur. Akan tetapi, wanita di atas umur 50 tahun lebih berisiko untuk menderita Inkontinensia urin. Keadaan ini, mungkin saja bersifat sementara, yang mungkin disebabkan karena kondisi kesehatan yang kurang baik. Baik laki-laki maupun wanita, keduanya bisa saja menderita Inkontinensia urin karena kelainan neurologis, keadaan stroke, kelainan bawaan, dan masalah fisik yang berhubungan dengan spesifik yang dapat disebabkan oleh suatu penyakit, pengunaan obat-obatan, dan atau merupakan gejala dari suatu penyakit, pengunaan obat-obatan, dan atau merupakan gejala dari suatu penyakit. Kadang-kadang, inkontinensia urin merupakan gejala dari infeksi pada traktus urinarius.Wanita sangat rentan untuk terjadinya inkontinensia urin terutama pada masa kehamilan dan setelah melahirkan atau setelah terjadinya perubahan hormonal karena menopause akibat kelemahan atau kekendoran dari otot-otot pervis.

18

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Inkontinensia UrinInkontinensia urin adalah keluarnya urin yang tidak dapat ditahan atau tidak disadari. Dapat disebabkan oleh faktor psikis, farmokologis, keadaan patologis, dan faktor-faktor lainnya. Menurut Contincence Society, inkontinensia urin merupakan suatu keadaan dimana keluarnya kencing tidak dapat ditahan yang secara objektif dapat diperlihatkan dan dapat menimbulkan masalah kesehatan dan masalah sosial. Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan daripada yang belum pernah melahirkan (nulipara). Diduga disebabkan oleh perubahan otot dan fasia di dasar panggul. Kebanyakan penderita inkontinensia urin telah menderita desensus dinding depan vagina disertai sisto-uretrokel. 1,2

Anatomi Uretra WanitaPada wanita dewasa, uretra berupa sebuah tabung muskuler dengan panjang sekitar 3-4 sentimeter, bagian proksimal dilapisi dengan epitel transisional dan di bagian distal dilapisi dengan epitel pipih berlapis. Di sekeliling urethra terdapat otot polos. Sfingter urethra berupa otot bergaris mengitari 2/3 distal urethra dan merupakan 50% dari resisten urethra total yang memegang peranan agar tak terjadi inkontinensia. Adanya sfingter urethra ini juga memungkinkan diberhentikannya aliran urine di akhir proses miksi, 2 buah Ligamentum pubouretal posterior membentuk mekanisme suspensi yang kuat pada urethra dan menahan uretra ke arah depan serta mempertahankan kedekatannya dengan pubis saat terjadi stress. Ligamentum ini terbentang dari bagian bawah os pubis ke arah batas antara bagian tengah dan 1/3 distal urethra.3Vesikal dan uretra dapat dipandang sebagai suatu kesatuan dengan pertumbuhannya yang berasal dari jaringan sekitar sinus urogenitalis. Oleh karena itu lapisan otot polos keduanya sama, lapisan dalam merupakan lapisan longitudinal dan lapisan luar membentuk anyaman sirkuler yang mengelilingi lubang urethra. Anyaman sirkuler ini yang berperan pada keadaan istirahat atau tekanan dalam urethra. Anyaman otot vesika ini menjadi satu lapisan dengan kelanjutan serabut-serabutnya ditemukan pula di dinding uretra sebagai otot-otot urethra, dikenal sebagai muskulus sfingter vesicae internus atau muskulus lisosfingter. Otot-otot tersebut terletak di bawah lapisan jaringan yang elastis dan tebal dan di sebelah luar dilapisi jaringan ikat. Di dalam lapisan elastis yang tebal ditemukan lapisan mukosa dengan jaringan submukosa yang spongious.4Di samping muskulus sfingter vesikae internus dan lebih ke distal sepanjang 2 cm, urethra dilingkari oleh suatu lapisan otot yang dikenal sebagai muskulus sfingter urethra ekstranus atau muskulus rabdosfingter eksternus. Otot ini dapat menginkatkan fungsi sfingter vesika dengan menarik urethra ke arah proksimal sehingga urethra lebih menyempit. Otot-otot polos vesika dan urethra berada di bawah pengaruh saraf parasimpatis, dan dengan demikian berfungsi serba otonom. Muskulus rabdosfingter merupakan sebagian dari otot-otot dasar panggul sehingga kekuatannya dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan dasar panggul tertentu. Muskulus bulbokavernorsus dan ishiokavernosus juga dapat aktif ditutup bila vesika penuh dan ada perasaaan ingin berkemih, sehingga tidak terjadi inkontinensia.4Terdapat 3 komponen anatomis dari mekanisme kontinensia, yaitu penyangga urethra, sfingter internus dan eksternus. Sfingter internus yang terletak setinggi leher vesika, bila terganggu menimbulkan inkontinensia stres walaupun penyangga normal, sedang sfingter eksternus mempunyai kemampuan untuk kontraksi volunter.3,4

Inervasi Saluran KemihInervasi saluran kemih berada di bawah kendali saraf simpatik dan parasimpatik yang mengandung komponen motoris dan sensoris. Serabut efferent parasimpatik berasal dari segemen medulla spinalis S2-S4 menuju ke m.detrussor, berganti neuron pada dinding vesika urinaria dan berfungsi pula sebagai penghambat bagi otot polos vesicae urinaria dan relaksasi sphincter urethra. Perangsangan saraf parasimpatik pelvis dan pemberian obat kolinergik menyebabkan otot detrusor berkontraksi.1,3Traktus urinarius bagian bawah berada di bawah kendali serabut saraf simpatis dan parasimpatis. Serabut parasimpatis berasal dari S2 sampai S4. Stimulasi saraf parasimpatis dan pemberian obat golongan antikolinergik menyebabkan kontraksi muskulus detrussor. Obat antikolinergik menurunkan tekanan intravesikal dan meningkatkan kapasitas kandung kemih. Serabut simfatis berasal dari T10 sampai L2. Serabut simfatis memiliki komponen dan adrenergik. Serabut komponen berujung di muskulus detrussor dan ujung serabut komponen terutama berada di urethra. Stimuliasi adrenergik menyebabkan kontraksi bladder neck dan urethra serta relaksasi muskulus detrussor. Nervus pudendus (S2 sampai S4) memberikan inervasi motoris pada sfingter urethra bergaris.1,3

Fisiologi MiksiMekanisme miksi dipengaruhi oleh lantai pelvis, dinding abdomen dan diaphragma thoracis. Sebelum miksi berlangsung, terjadi kontraksi otot-otot dinding abdomen dan diaphragma thoracis sehingga tekanan intraabdominal meningkat dan diikuti oleh relaksasi m.pubococcygeus, selanjutnya collum vesicae bergerak turun dengan segera diikuti oleh kontraksi m.detrussor. Kandung kemih akan terisi jika urin mengalir dari ureter. Untuk menampung urin, kandug kemih akan melakukan distensi sehingga dapat menampung 300-400 urin tanpa menambah tekanan intravesikal istirahat, yang tetap berada di bawah 10cmH20. Pada keadaan istirahat, persambungan vesiko-uretra datar dan terdapat sudut kira-kira 900 antara kandung kemih dengan uretra (sudut uretro-vesikal). Kontinensi dipertahankan karena ada tonus inheren uretra dan otot-otot yang menyelubungi persambungan uretrovesikal dan uretro prosimal, yang mempertahankan tekanan intrauretra 10-7cm lebih tinggi dari tekanan di dalam kandung kemih.2Apabila lebih dari 350 ml urin meregangkan kandung kemih, reseptor regang muskarinik kolinergik di kandung kemih akan terangsang. Hal ini menyebabkan otot detrusor berkontraksi dan tekanan intravesikal meningkat. Berlawanan dengan itu, perpanjangan otot detrusor yang mengelilingi uretra proksimal dalam bentuk spiral berelaksasi sehingga tekanan intrauretra menurun di bawah tekanan intravesikal. Pada usia 5 tahun, kebanyakan anak telah belajar menginhibisi kontraksi detrusor dan mempertahankan uretra tetap tertutup, sehingga miksi dapat ditunda hingga waktu yang tepat. Pada beberapa wanita, pusat pengaturan tinggi ini tidak dapat dikontrol sehingga miksi terjadi pada waktu yang tidak sesuai. Baris kedua untuk melawan miksi involunter adalah otot-otot pubokoksigeus yang mengelilingi dan menunjang uretra distal.2,5Apabila telah siap mengeluarkan urin, otot detrusor akan berkontraksi dengan kuat sehingga meningkatkan tekanan intravesikal di atas tekanan intrauretra. Kontraksi detrusor juga menyebabkan dasar kandung kemih berbentuk corong dan sudut uretrovesikal menjadi hilang. Dalam waktu yang sama, itit abdomen berkontraksi sehingga lebih meningkatkan tekanan intravesikal lagi. Perubahan-perubahan ini yang dibarengi relaksasi otot uretra proksimal memungkinkan urin keluar melalui uretra. Setelah itu otot-otot yang mengelilingi uretra distal dikendorkan, dan urin keluar hingga kandung kemih kosong. Ketika kandung kemih telah kosong, rangsangan detrusor berhenti dan berelaksasi, sehingga sudut uretro-vesikal pulih kembali. Uretra proksimal berkontraksi dari ujung distal ke persambungan uretro-vesikal, memeras kembali beberapa tetes urin kembali ke dalam kandung kemih. Akhirnya sfingter eksterna menutup.2,5

Etiologi Inkontinensia UriPada keadaan normal, tekanan pada vesika urinaria lebih tinggi daripada tekanan di urethra, sehingga urin akan tertinggal di dalam vesika urinaria. Uretra proksimal dan vesika urinaria, terdapat dalam pelvis. Pada keadaan dimana terjadinya peningkatan tekanan intra-abdominal (saat batuk dan bersin), maka akan diteruskan ke vesika urinaria dan uretra secara merata sehingga tidak menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan antara vesika urinaria dan urethra. Hal ini menyebabkan terjadinya inkontinensia.4Terdapat beberapa macam klasifikasi inkontinensia urine, di sini hanya dibahas beberapa jenis yang biasa ditemukan yaitu:4A. Inkontinensia stres (Stres Inkontinence)B. Inkontinensia desakan (Urgency Incontinence)C. Inkontinensia desakan (Urgency Incontinence)D. Inkontinensia fungsional (Functional Incontinence)E. Inkontinensia campuran (Mixed Incontinence)

A. Inkontinensia stres (Stres Inkontinence)Inkontinensia stres biasanya disebabkan oleh lemahnya mekanisme penutup. Keluhan khas yaitu mengeluarkan urine sewaktu batuk, bersin, menaiki tangga atau melakukan gerakan mendadak, berdiri sesudah berbaring atau duduk. Gerakan semacam itu dapat meningkatkan tekanan dalam abdomen dan karena itu juga di dalam kandung kemih. Otot urethra tidak dapat melawan tekanan ini dan keluarlah urine.3,4Berdasarkan beratnya, derajat inkontinensia urine adalah : 3,4 Derajat I: inkontinensia urine hanya terjadi karena tekanan yang hebat seperti batuk, bersin atau jogging. Derajat II: inkontinensia urine yang terjadi karena tekanan yang sedang misalnya gerakan yang cepat atau berjalan naik turun tangga. Derajat III: inkontinensia yang bisa terjadi hanya dengan tekanan ringan saja misalnya berdiri. Pasien mengalami inkontinensia pada posisi terlentang.Kebanyakan keluhan ini progresif perlahan-lahan, kadang terjadi sesudah melahirkan. Akibatnya penderita harus sering mengganti pakaian dalam dan bila perlu juga pembalut wanita. Frekuensi berganti pakaian, dan juga jumlah pembalut wanita yang diperlukan setiap hari, berupa ukuran kegawatan keluhan inkontinensia ini. Biasanya dalam pemeriksaan badan tidak dijumpai kelainan pada ginjal dan jandung kemih. Pada pemeriksaan vulva ternyata bahwa sewaktu mengejang dapat dilihat dinding depan vagina. Informasi yang penting bisa diperoleh dengan percobaan Marshall-Marchetti. Penderita diminta untuk berkemih di WC sampai habis. Dalam posisi ginekologis dimasukkan kateter ke dalam kandung kemih. Ditentukan jumlah urine yang tersisa. Kemudian diikuti oleh pengisian kandung kemih dengan air sampai penderita ingin berkemih. Dengan demikian ditentukan kapasitas kandung kemih. Normalnya seharusnya 400-450 ml. Kemudian dicoba menirukan stres yang mengakibatkan pengeluaran urin dengan meminta penderita batuk. Jika pada posisi berbaring tidak terjadi pengeluaran urine, maka percoba diulang pada posisi berdiri dengan tungkai dijauhkan satu sama lain. Pada inkontinensia stres sejati, harus terjadi pengeluaran urine pada saat ini. Kemudian dicoba dengan korentang atau dengan dua jari menekan dinding depan vagina kanan dan kiri sedemikian rupa ke arah kranial sehingga sisto-uretrokel hilang. Penderita diminta batuk lagi. Bila sekarang pengeluaran urine terhenti maka ini menunjukkan penderita akan dapat disembuhkan dengan operasi kelainan yang dideritanya. Pemeriksaan ini dapat ditambah dengan sistometri, sistoskopi serta kalibrasi pada urethra untuk menyingkirkan kemungkinan stenosis.4Pada foto rontgen lateral atas sistogram miksi bisa tampak sudut terbelakang vesikouretra membesar sampai 1800 atau lebih. Normalnya sudut ini sekitar 1200. Gambaran ini menegaskan adanya sistokel pemeriksaan badan.4Diagnosis dengan pengobatan inkontinensia pada wanita merupakan masalah interdisipliner antara urologi dan ginekologi. Di sini pengambilan keputusan yang tepat setidak-tidaknya sama penting seperti mutu pengobatan. Sering terjadi kelainan ginekologis yang juga harus diobati. Kebanyakan diagnostik yang tepat ditegakkan dari kerjasama yang baik antara urolog dan ginekolog.4,5Pada inkontinensia stres yang ringan, misalnya yang menghabiskan 3-4 pembalut sehari, penderita bisa memperoleh perbaikan dengan fisioterapi dan senam untuk otot-otot dasar panggul. Pada prinsipnya pengobatan inkontinensia stres bersifat operatif. Dikenal berbagai teknik bedah yang semuanya dapat memberikan perbaika 80-90 kasus. Semua bentuk operasi ini berlandaskan pada prinsip yang sama yaitu menarik dinding vagina ke arah ventral untuk menghilangkan sistokel dan mengembalikan sudut vesiko-uteral menjadi 1200 seperti semula. Ini dapat terlaksana dengan menjahitkan dinding vagina pada periosteum tulang pubis (teknik Marshall-Marchetti); dengan mengikatkan dinding vagina lebih lateral pada lig. Pouparti (teknik Burch); atau dengan bedah sling, menarik uretra ke atas memakai selembar fasia atau bahan yang tidak dapat diresorpsi serta diikatkan pada fasia abdominalis.4,5

B. Inkontinensia desakan (Urgency Incontinence)Inkontinensia desakan adalah keluarnya urine secara involunter dihubungkan dengan keinginan yang kuat untuk mengosongkannya (urgensi). Biasanya terjadi akibat kandung kemih tak stabil. ewaktu pengisian, otot detusor berkontraksi tanpa sadar secara spontan maupun karena dirangsang (misalnya batuk). Kandung kemih dengan keadaan semacam ini disebut kandung kemih tak stabil. Biasanya kontraksinya disertai dengan rasa ingin miksi. Gejala gangguan ini yaitu urgensi, frekuensi, nokturia dan nokturnal enuresis. Penyebab kandung kemih tak stabil adalah idiopatik, diperkirakan didapatkan pada sekitar 10% wanita, akan tetapi hanya sebagian kecil yang menimbulkan inkontinensia karena mekanisme distal masih dapat memelihara inkontinensia pada keadaan kontraksi yang tidak stabil. Rasa ingin miksi biasanya terjadi, bukan hanya karena detrusor (urgensi motorik), akan tetapi juga akibat fenomena sensorik (urgensi sensorik). Urgensi sensorik terjadi karena adanya faktor iritasi lokal, yang sering dihubungkan dengan gangguan meatus uretra, divertikula uretra, sistitis, uretritis dan infeksi pada vagina dan serviks.4Tipe inkontinensia ini dapat dibedakan menjadi 2 pembagian besar yaitu:-Overaktifitas detrusor idiopatik (Idiopathic detrusor overactivity): disebabkan oleh infeksi lokal atau pun infeksi menyeluruh, leadaan inflamasi, neoplasma, atau iritasi pada vesika urinaria.-Overaktifitas detrusor neurogenik (Neurogenic detrussor overactivity): disebabkan oleh defek respon inhibisi SSP seperti pada keadaan stroke, dan stenosis servikal.Aksi involunter dari otot-otot vesika urinaria dapat pula terjadi karena kerusakan pada nervus di vesika urinaria, terus ke sistem saraf pusat, atau pada otot-otot itu sendiri.3,4

C. Inkontinensia luapan (Overflow Incontinence)Inkontinensia luapan yaitu keluarnya urine secara involunter ketika tekanan intravesikal melebihi tekanan maksimal uretra akibat dari distensi kandung kemih tanpa adanya aktifitas detrusor. Terjadi pada keadaan kandung kemih yang lumpuh akut atau kronik yang terisi terlalu penuh, sehingga tekanan kandung kemih dapat naik tinggi sekali tanpa disertai kontraksi sehingga akhirnya urine menetes lewat uretra secara intermitten atau keluar tetes demi tetes. Penyebab kelainan ini berasal dari penyakit neurogen, seperti akibat cedera vertebrata, sklerosis multipel, penyakit serebrovaskular, meningomyelokel, trauma kapitis, serta tumor otak dan medula spinalis.4Corak atau sifat gangguan fungsi kandung kemih neurogen dapat berbeda, tergantung pada tempat dan luasnya luka, koordinasi normal antara kandung kemih dan uretra berdasarkan refleks miksi, yang berjalan melalui pusat miksi pada segmen sakral medula spinalis. Baik otot kandung kemih maupun otot polos dan otot lurik pada uretra dihubungkan dengan pusat miksi. Otot lurik periuretral di dasar panggul yang menjadi bagian penting mekanisme penutupan uretra juga dihubungkan dengan pusat miksi sakral. Di dalam pusat yang lebih atas ini, sekaligus masuk isyarat mengenai keadaan kandung kemih dan uretra, sehingga rasa ingin miksi disadari.4Inkontinensia tipe ini juga dapat terjadi karena kelemahan otot vesika urinaria dan hambatan pada uretra (akibat trauma nervus misalnya akibat DM, tumor, dan batu uretra). Keadaan ini kadang sulit dibedakan dengan retensio urine yang kronis yang dikombinasi dengan overflow inkontinensia dan stress inkontinensia. Biasanya disebabkan oleh adanya fistula, seperti fistula vesikovaginal atau fistula uretrovaginal. Tipe inkontinensia ini jarang terjadi pada wanita.3,4

D.Inkontinensia fungsional (Functional Incontinence)Orang dengan gangguan kesehatan yang sulit untuk berfikir, berpindah, atau kesulitan berkomunikasi sehingga sulit untuk pergi ke toilet. Contohnya pasien dengan Alzheimerdisease, pasien yang duduk di kursi roda, arthritis, dll.4

E. Inkontinensia campuran (Mixed Incontinence)Stress inkontinensia dan urge inkontinensia sering terjadi secara bersamaan pada wanita. Inkontinensia jenis ini ditandai dengan pengeluaran urin involunter yang disertai dengan urgensi seperti batuk, bersin, dan keadaan lainnya yang dapat meningkatkan tekanan intra-abdominal. Dari banyak studi, menunjukkan bahwa tipe inkontinensia ini yang paling umum terjadi pada wanita.2,4

Insiden dan EpidemologiKetika wanita bertambah tua, insiden inkontinensia meningkat, yang sering menyebabkan isolasi sosial atau masalah psikologik. Pada kelompok umur 35-50 tahun, 5% wanita menderita inkontinensia sekurang-kurangnya sekali seminggu. Pada usia 60 tahun, 15-20% wanita mengeluh inkontinensia uri, pada usia 80, satu di antara empat wanita menderita inkontinensia.2,4Di Amerika, 10 juta kasus inkontinensia urine dan sekitar 85% pada wanita (1992). Perkiraan prevalensi dalam populasi 20-30%. Angka prevalensi secara pasti sulit ditentukan, karena banyak penderita menganggap peristiwa inkontinensia normal terjadi pada wanita (terutama lanjut usia), atau kalau ada pun biasanya penderita malu untuk mengatakan. Sedangkan di Indonesia, masih belum banyak dibicarakan. Kalau diteliti, penderita inkontinensia urine banyak pada wanita dengan fistula vesikovaginal/ureterovaginal, prolaps alat-alat genitalia, postpartum atau pasca operasi obstetri/ginekologi, dan pada usia pasca-menopause. Inkontinensia urin tekanan lebih sering terjadi pada wanita kaukasian di Afrika, Amerika, dan Spanyol yaitu masing-masing 41%, 31%, dan 30%. Sedangkan insidens terjadinya inkontinensia urgensi pada ketiga kelompok tersebut masing-masing adalah 19%, 16% dan 16%.2Masalah inkontinensia tekanan umumnya terjadi ada wanita yang aktif. Bo dkk melaporkan bahwa 35% dari 37 orang pelatih pendidikan fisik atau olahraga terjadi pada usia 18 hingga 27 tahun dan 62% pada masyarakat dengan taraf sosial dan higiene yang rendah. Sebanyak 144 dari atlet nullipara, 28% di antaranya inkontinensia terjadi selama latihan. Pada populasi inkontinensia yang dipilih dengan keluhan inkontinensia urin, inkontinensia urin tekanan diperkirakan mencapai 50-70%.2,4

Diagnosisa. AnamnesisAnamnesis merupakan langkah terpenting dalam melakukan evaluasi/pemeriksaan terhadap inkontinensia urin. Manifestasi klinis IU pada setiap pasien bervariasi. Variasi yang ditemukan seperti beratnya, frekuensi, dan lain-lain. Penting diingat bahwa banyak pasien enggan untuk memulai berdiskusi tentang penyakitnya. Oleh sebab itu, untuk semua pasien (khususnya usia >65 tahun) sebaiknya diberikan pertanyaan spesifik tentang masalah miksi. Hal-hal yang penting untuk digali pada saat anamnesis antara lain:2- Onset (kehamilan, post-partum, bedah, trauma)- Lama keluhan- Faktor-faktor presipitasi (batuk, bersin, perubahan posisi, mendengar air yang mengalir)- Frekuensi/berat/kuantitas- Penyakit penyerta (konstipasi kronis, prolapsus organ pelvis, inkontinensia fecal, dll)- Kondisi kesehatan (kanker, DM, penyakit neurologis, dan lain-lain)- Riwayat sosial (kondisi tempat tinggal, aktivitas, riwayat merokok, minum alkohol, minum kopi, dan lan-lain)

b. Pemeriksaan FisisPemeriksaan selanjutnya yang terpenting adalah untuk mendeteksi faktor-faktor penyebab dan kondisi kesehatan yang serius. Pemeriksaan harus selalu mempertimbangkan kondisi neurologis seperti multiple sklerosis, lesi serabut saraf, neoplasma, khususnya pada keadaan terdapat faktor risiko. Pemeriksaan fisis yang dilakukan meliputi:3- Neurologis Memeriksa sensasi perineal, tonus sphincter anus, refleks bulbocavernosus. Memeriksa status kognitif, kekuatan dan tonus motoris, vibrasi, dan sensasi perineal.- Abdomen Pemeriksaan masase, distensi buli-buli setelah miksi, hernia, dan tanda-tanda overload cairan. Pemeriksaan ada/tidaknya deformitas, dll.- Pelvis Semua pasien perempuan sebaiknya dilakukan pemeriksaan pelvis, nilai mukosa vagina, introitus vagina, Pemeriksaan bimanual untuk mendeteksi ada/tidaknya massa.2,3Tes Tekanan Tes ini untuk menilai tekanan yang menyebabkan kelemahan pada saat buli-buli penuh. Caranya minta pasien untuk batuk yang kuat. Adanya urin yang keluar menunjukkan adanya stress inkontinensia.Tes TamponPasien diminta untuk memasang tampon yang telah ditimbang pada vulvanya. Pasien meminum 500 ml cairan yang tidak mengandung natrium selama 15 menit. Dalam 30 menit berikutnya, ia melakukan sejumlah aktivitas. Tampon tersebut kemudian dilepas dan ditimbang kembali. Bila ada perbedaan berat, perbedaan ini adalah berat urin yang keluar. Tes tampon yang lebih rumit, yang menuntut kepatuhan pasien lebih besar adalah tes tampon selama 48 jam. Pasien memakai tampon tersebut dan membawanya kepada dokter untuk ditimbang.2,3

Pemeriksaan Laboratorium2- Urinalisis dan kultur urin untuk menilai ada/tidaknya infeksi.- Hematuria seharusnya dinilai dengan studi sitology urin, IVP, dan sistouretroskopi.- Menilai elektrolit serum, terutama kadar kalsium.- Cek kadar glukosa, terutama pada pasien diabetes dengan poliuria atau polidipsi.

Pemeriksaan Radiologi- Ultrasonografi:2,3 Digunakan untuk menilai ada/tidaknya hidronefrosis, hidroureter, dan batu traktus urinarius.- Fluoroscopy dan video urodunamics:2,3 Pemeriksaan ini untuk menilai buli-buli, intra-abdominal, dan tekanan uretra. Berguna untuk memeriksa inkontinensia stress kompleks.- IVP: untuk membedakan antara fistula ureterovesikal dan fistula vesikovaginal.2,3- MRI: teknik yang paling akurat untuk visualisasi defek dasar panggul.2,3,4

TerapiPada umumnya terapi inkontinensia urine adalah dengan cara operasi. Akan tetapi pada kasus ringan ataupun sedang, bisa dicoba dengan terapi konservatif. Latihan otot dasar panggul adalah terapi non operatif yang paling populer, selain itu juga dipakai obat-obatan, stimulasi dan pemakaian alat mekanis.41. Latihan Otot Dasar Pinggul (Pelvic Floor Exercises)1,2,4Inkontinensia dipengaruhi oleh aktifitas otot lurik arethra dan dasar pelvis. Fisioterapi meningkatan efektifitas otot ini. Otot dasar panggul membantu penutupan urethra pada keadaan yang membutuhkan ketahanan urethra misalnya pada waktu batuk. Juga dapat mengangkat sambungan urethrovesikal ke dalam daerah yang ditransmisi tekanan abdomen dan berkontraksi secara reflek dengan peningkatan tekanan intraabdominal, perubahan posisi dan pengisian kandung kemih. Pada inkompeten sfingter uretra, terdapat hilangnya transmisi tekanan abdominal pada uretra proksimal. Fisio terapi membantu meningkatkan tonus dan kekuatan otot lurik uretra dan periuretra.1,2,4Pada kandung kemih neurogik, latihan kandung kemih (bladder training) telah menunjukkan hasil yang selektif. Latihan kandung kemih adalah upaya melatih kandung kemih dengan cara konservatif, sehingga secara fungsional kandung kemih tersebut kembali normal dari keadaannya yang abnormal. Langkah-langkah LKK (Latihan Kandung Kencing):1,2,4,6,7,8- Tentukan tipe kandung kemih neurogenik- Tiap waktu miksi dimulai dengan stimulasi: Tipe UMN: menepuk paha dalam, menarik rambut daerah pubis, masukkan jari pada rektum. Tipe LMN: metode Crade atau manuver valsava.- Kateterisasi: kateter menetap atau berkala.

2. Obat-obatan2a. Alfa Adrenergik AgonisOtot leher vesika dan urethra prosimal mengandung alfa adrenoseptor yang menghasilkan kontraksi otot polos dan peningkatan tekanan penutupan urethra obat aktif agonis alfareseptor bisa menghasilkan tipe stimulasi ini dengan efek samping relatif ringan.2,7b. EfedrinEfek langsung merangsang alfa sebaik beta-adrenoseptor dan juga melepaskan noradrenalin dari saraf terminal obat ini juga dilaporkan efektif pada inkontinensia stres. Efek samping meningkatkan tekanan darah, kecemasan dan insomnia oleh karena stimulasi SSP.2,7c. PhenylpropanololaminePPA (Phenylpropanololamine) efek stimulasi perifer sebanding dengan efedrin, akan tetapi dengan efek CNS yang terkecil. PPA adalah komponen utama obat influensa dalam kombinasi dengan antihistamin dan anthikolinergik. Dosis 50 mg dua kali sehari. Efek samping minimal. Didapatkan 59% penderita inkontinensia stres mengalami perbaikan.2,7d. EsterogenPenggunaannya masih kontroversi. Beberapa penelitian menunjukkan efek meningkatkan transmisi tekanan intra abdominal pada uretra dengan ostrogen dosis tinggi oral dan intravaginal. Estrogen biasanya diberikan setelah tindakan bedah pada inkontinensia dengan tujuan memperbaiki vaskularisasi dan penyembuhan jaringan urogential, walaupun belum ada data yang akurat.2,4,7,8

3. Stimulasi ElektrikMetode ini paling sedikit diterima dalam terapi walaupun sudah rutin digunakan selama 2 dekade. Prinsip stimulasi elektrik adalah menghasilkan kontraksi otot lurik urethra dan parauretra dengan memakai implant/non-implant (anal atau vaginal) elektrode untuk meningkatkan tekanan urethra. Aplikasi stimulasi dengan kekuatan rendah selama beberapa jam per hari selama beberapa bulan. Terdapat 65% perbaikan penderita dengan cara implant, tapi metode ini tidak populer karena sering terjadi efek mekanis dan morbiditas karena infeksi. Sedang stimulasi non-implant terdiri dari generator mini yang digerakkan dengan baterai dan dapat dibawa dalam pakaian penderita dan dihubungkan dengan elektrode anal/vaginal. Bentuk elektrode vaginal: ring, hodge pessary, silindris.2,8

4. Alat Mekanis (Mechanical Devices)Tampon: Tampon dapat membantu pada inkontinensia stres terutama bila kebocoran hanya terjadi intermitten misal pada waktu latihan. Pengunaan terus menerus dapat menyebabkan vagina kering/luka.4,8,9Edward Spring: Dipasang intravagina. Terdapat 70% perbaikan pada penderita dengan inkontinensia stres dengan pengobatan 5 bulan. Kerugian terjadi ulserasi vagina.4Bonnass Device: Terbuat dari bahan lateks yang dapat ditiup. Bila ditiup dapat mengangkat sambungan urethrovesikal dan urethra proksimal.45. Penangan OperatifPenanganan operatif pada pasin inkontinensia urin adalah materi utama referat ini.

BAB IIITERAPI OPERATIF PADA INKONTINENSIA URIN

Lebih dari 200 prosedur telah dijelaskan dalam literatur untuk pengobatan inkontinensia stres. Hal ini mencerminkan kombinasi dari perubahan teknik dan pendekatan prosedur yang efektif dan pengenalan teknologi baru dan bahan. 6Bentuk-bentuk terapi pembedahan meliputi :10 Kolporafi anterior Uretropeksi retropubik Prosedur sling pubovaginal Prosedur jarum Periuretral bulking agent Tension vaginal tape (TVT) dan Tension Obturator Tape (TOT)Dari beberapa bentuk terapi bedah diatas, akan dibahas 2 jenis yang lazim digunakan yakni kolporafi anterior dan uretropeksi retropubik.101. Kolporafi AnteriorSaat ini, kolporafi anterior adalah pilihan definitif untuk pengobatan SUI (Stress Urine Incontinence) dibandingkan dengan prosedur lain. Gambaran ini telah dipublikasikan oleh Kelly (1913). Walaupun tekhnik ini lebih lazim dipakai untuk kasus sistokel, namun tekhnik ini telah direkomendasi secara internasional di beberapa benua untuk penatalaksanaan inkontinensia stres pada wanita karena dapat mengurangi tingkat komplikasi. Teknik operasi termasuk penggunaan jahitan pada robekan fasia dari uretra dan kandung kemih yang kemudian dimodifikasikan oleh Kennedy (1937), selanjutnya sejumlah modifikasi minor pun telah dilakukan.

Melakukan kolporafi anterior memerlukan pemahaman tepat tentang anatomi dan fisiologi struktur dasar panggul dan yang harus diidentifikasi adalah :1. Mukosa vagina2. Peritoneum vesikouterina3. Fasia pubovesikalis-servikalis4. Otot kandung kemih5. Uretrovesical junction (leher kandung kemih)6. Uretra7. Vena-vena pleksus uterovaginalAdapun indikasi untuk melakukan kolporafi anterior umumnya mempertimbangkan dua hal, yakni :a) Terbukti relaksasidinding anterior vagina dengan minimal ditandai bentuk sistokel b) IU tipe stres berhubungan dengan sistokel derajat sedang

Teknik operasi kolporafi anterior adalah sebagai berikut.10Penderita dalam posisi litotomi. Vagina dan perineum dibersihkan secara aseptis dan antiseptis. Dilakukan insisi setinggi apeks vagina. Dengan menggunakan bantuan klem Allis ditempatka di lateral dari tempat insisi. Sesudah titik awal insisi diidentifikasi, mukosa vagina diinfiltrasi dengan cairan salin-epinefrin. Dibuat insisi vertical sepanjang mukosa meluas ke dalam dari apeks vagina sampai meatus uretra. Insisi tidak komplit tetapi agak meluas sampai 5-6 cm. Ujung mukosa vagina dielevasikan dengan klem Allis dan lapisan fasia dipisahkan secara tajam dari bagian dalam mukosa vagina. Hati-hati saat memisahkan permukaan dalam mukosa vagina dan batas yang diperkirakan. Daerah ini relatif avaskuler dan fasia menjadi sehat untuk ditutup dan koreksi sistokel. Pembedahan dilanjutkan sampai dinding vagina yang dipisahkan dari fasia. Hati-hati di daerah junction uretral dan daerah periuretral. Disini mukosa vagina lebih menyokong dibanding di atas kandung kemih. Di daerah periuretral lateral terdapat pleksus vena besar, jadi hati-hati memisahkannya dari mukosa vagina untuk menghindari laserasi vena. Selanjutnya dipasang kateter Folley no. 14 F dengan pengisian balon 5 cc. Junction urethrovesical ditopang dengan penjahitan parallel terhadap uretra dengan menggunakan chromic catgut no.O. Penjahitan ini dinamakan twin stitches. Sudut uretrovesikal dielevasikan mendekati fasia di mediana. Dua atau tiga jahitan twin stitches ditempatkan lebih distal di bawah uretra. Sisa sistokel dikoreks, mulai dari junction uretrovesical dengan jahitan terputus satu-satu menggunakan chromic 2.0. Fasia ditutup mediana dari junction uretrovesical sampai apeks insisi. Selanjutnya, dijahit aproksimasi fasia, daerah sistokel dijahit secara jelujur chromic catgut 2.0. Mukosa vagina didekatkan, perbaiki mukosa yang lebih dan jahit secara jelujur dengan dilakukan chromic catgut no. 2.0. Hati-hati daerah dead space antara mukosa dan vagina. Tidak perlu drain. 10

2. Uretropeksi RetropubikTeknik uretropeksi retropubik merupakan terapi gold standard pada kasus SUI dengan leher kandung kemih dan uretra yang berfungsi normal. Everard Williams (1974) pertama kali memaparkan teknik operasi suspensi vesikal retropubik. Kemudian dimodifikasi oleh Marshall, Marchetti dan Krantz. Berikut ini adalah teknik operasinya.6,10Penderita dalam posisi Llyord-Davies , dilakukan pemsangan kateter Folley. Dinding perut dinsisi secara transversa. Setelah peritoneum disisihkan, tampak ruang Retzius. 10

Gambar 1. Posisi pasien untuk urethropeksi retropubik 6

Gambar 2 : Anatomi ruang Retzius.6Leher kandung kemih dan uretra dibebaskan dengan jari, dipotong dengan gunting dan disishkan dengan kasa. Perdarahan dirawat. Setelah leher kandung kemih dan uretra atas cukup bebas, dari belakang tulang pubik dan simfisis, dilakukan 2 atau 3 penjahitan pada dinding lateral vagina sampai uretra. Marchetti menggunakan chromic catgut dengan jarum kecil bulat. Tetapi sekarang lebih disukai penjahitan dengan polyglycollic acid. Tahap ini dipermudah dengan cara asisten memasukkan jarinya dengan sarung tangan ke dalam vagina dengan terelevasi dengan tepat. 6,10

Gambar 3 : asisten memasukkan jarinya dengan sarung tangan ke dalam vagina dengan terelevasi secara tepat. Jaringan uretra dan parauretra disisihkan ke arah medial sampai dinding vagina tampak jelas sebelum dilakukan penjahitan 6

Jaringan uretra dan parauretra disisihkan ke arah medial sampai dinding vagina tampak jelas sebelum dilakukan penjahitan. Penjahitan selanjutnya yaitu angka delapan dari bawah ke atas periostium dari sisi yang lain lalu diikat hingga uretra dan leher kandung kemih terangkat berlawanan dengan bagian belakang tulang pubik. Jahitan selanjutnya dilakukan pada urethrovesical junction dalam jaringan muskulofasial leher kandung kemih dan dilakukan fiksasi perikondrium simfisis. 6,10

Gambar 4 : Penjahitan fasia endopelvic di leher kandung kemih; A: Arcus tendineous panggul fasia. B: periosteum dari simfisis pubis. C: ligamentum Cooper. D: obturatorius internus fasia.6

Gambar 5 : Perpindahan kandung kemih ke medial setelah penjahitan6

Gambar 6 : Jahitan ditempatkan ke dalam fasia endopelvic sepanjang uretra dan tetap ke periosteum atau fibrokartilago sepanjang belakang simfisis pubis.6

BAB IVPENUTUPRingkasanInkontinensia urin adalah ketidakmampuan menahan kencing. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik, dengan beberapa prosedur diagnostik yang diperlukan mempunyai hasil yang baik untuk menegakkan diagnosis gangguan ini. Jenis inkontinensia urin yang utama yaitu inkontinensia stres, desakan, luapan, fungsional, dan campuran. Kehamilan, post partum, menopause adalah salah satu faktor pencetus yang sering dijumpai. Penatalaksanaan konservatif dilakukan pada kasus inkompeten sfingter urethra sebelum terapi bedah, Bila dasar inkontinensia neurogen atau mental maka pengobatan disesuaikan dengan faktor penyebab.Bentuk-bentuk terapi pembedahan meliputi Kolporafi Anterior, Uretropeksi Retropubik, Prosedur Sling Pubovaginal, Prosedur Jarum, Periuretral Bulking Agent, Tension vaginal tape (TVT) dan Tension Obturator Tape (TOT). Dari beberapa bentuk tersebut, 2 bentuk yang lazim digunakan yakni kolporafi anterior dan uretropeksi retropubik.

REFERENSI

1. Norwitz E, Schorge J. 2008. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Edisi II. Jakarta : Erlangga2. Nuradnan, R. 2008. Inkontinensia Urine. Available from : http://brocosasak.blogspot.com/2008/10/inkontinensia-urin_23.html.Accessed 6 maret 20113. Santoso Iman, SpOG. 2008. Pencegahan Stress Inkontinensia Urin. Available from URL : http://staff.ui.id/internal140119297/material/PENCEGAHANSTRESINKONTINENSIAURIN.pdf.Accessed 6 Maret 20114. Permana RU. 2008. Tesis:Prevalensi dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder pada Paramedis Perempuan di RSUD H. Adam Malik Medan. Available from http://repository .usu.ac.id/bitstream/123456789/6453/1/08E00065.pdf_Accessed 5 Maret 20115. Llewellyn D, Jones. 2002. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Hipokrates6. Rock A, John and Jones, Howard W. 2008. Te Lindes OPERATIVE GYNECOLOGY TENTH EDITION. USA : Woltker Kluwer.7. Davila G, Willy. And Neimar, Minda. 2008. FEMALE UROLOGY, UROGYNECOLOGY, AND VOIDING DYSFUNCTION. New York : Marcel Dekker.8. Downis, Ellis G R. 1988. ADVANCES IN GYNAECOLOGICAL SURGERY. USA : GMM9. Prawiharjo S. 2000. ILMU KANDUNGAN. Edisi I. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka10. Junizaf, Prof. 2000. Buku Ajar UROGINEKOLOGI INDONESIA. Jakarta : HIMPUNAN UROGINEKOLOGI INDONESIA.