Referat Obgyn Baruu 1

29
BAB I PENDAHULUAN Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya, baik perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah kelainan yang mengancam ibu. Meski angka kematian ibu hamil telah berkurang secara drastis, kematian akibat perdarahan masih menonjol pada sebagian besar laporan kematian di negara-negara maju. Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua ialah kehamilan 22 minggu, mengingat kemungkinan hidup janin diluar uterus. ¹ , ² Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 22 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 22 minggu. Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak berbahaya. Pada kasus perdarahan 3 antepartum, pikirkan kemungkinan yang lebih berbahaya lebih dahulu, yaitu perdarahan dari plasenta, karena merupakan kemungkinan dengan prognosis terburuk atau terberat, dan memerlukan penatalaksanaan gawat darurat segera. Perdarahan antepartum dapat berasal dari kelainan plasenta, yaitu plasenta previa, 1

description

refrat

Transcript of Referat Obgyn Baruu 1

PENDAHULUAN

BAB IPENDAHULUANPerdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya, baik perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah kelainan yang mengancam ibu. Meski angka kematian ibu hamil telah berkurang secara drastis, kematian akibat perdarahan masih menonjol pada sebagian besar laporan kematian di negara-negara maju. Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua ialah kehamilan 22 minggu, mengingat kemungkinan hidup janin diluar uterus. ,Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 22 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 22 minggu. Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak berbahaya. Pada kasus perdarahan 3antepartum, pikirkan kemungkinan yang lebih berbahaya lebih dahulu, yaitu perdarahan dari plasenta, karena merupakan kemungkinan dengan prognosis terburuk atau terberat, dan memerlukan penatalaksanaan gawat darurat segera. Perdarahan antepartum dapat berasal dari kelainan plasenta, yaitu plasenta previa, solutio plasenta (abruption plasenta) atau perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya. Hal ini dapat diakibatkan karena ruptur sinus marginalis, plaseta letak rendah atau vasa previa. Plasenta letak rendah baru menimbulkan perdarahan pada akhir kehamilan atau pada permulaan persalinan. Sedangkan vasa previa baru menimbulkan perdarahan setelah pemecahan selaput ketuban3.Menurut World Health Organization (2007), pada tahun 2005 AKI di dunia 400 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003, AKI di Indonesia 307 per 100.000 kelahiran hidup, artinya lebih dari 18.000 ibu tiap tahun atau dua ibu tiap jam meninggal oleh sebab yang berkaitan dengan kehamilan. Tingginya angka kematian ibu disebabkan oleh trias klasik, yaitu perdarahan, preeklamsia/eklamsia, dan infeksi yang merupakan penyebab kematian obstetrik secara langsung dimana penyebab yang paling banyak adalah perdarahan. Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3 % dari seluruh persalinan3. Prinsip dasar penanganan pada pasien dengan perdarahan adalah atasi perdarahannya dengan mencari penyebab dan transfusi segera sebagai tatalaksana syok. Apabila pada penilaian ternyata perdarahan nya tidak membahayakan ibu dan atau janin, dengan kehamilannya belum cukup 36 minggu atau taksiran berat badan janin belum mencapai 2500 gram dan belum inpartu maka dibenarkan untuk mempertahankan kehamilan3.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi

Perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 28 minggu.12,18 Karena perdarahan antepartum terjadi pada kehamilan di atas 28 minggu maka sering disebut atau digolongkan perdarahan pada trimester ketiga. Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada trimester ketiga, akan tetapi tidak jarang juga terjadi sebelum kehamilan 28 minggu karena sejak itu segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis.

Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta. Hal ini disebabkan perdarahan yang bersumber pada kelainan plasenta biasanya lebih banyak, sehingga dapat mengganggu sirkulasi O2 dan CO2 serta nutrisi dari ibu kepada janin. Sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta seperti kelainan serviks biasanya relatif tidak berbahaya. Oleh karena itu, pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta.(USU)2.2 Epidemiologi

Perdarahan antepartum terjadi pada kira-kira 3 % dari semua persalinan, yang dibagi menjadi plasenta previa, solusio plasenta dan perdarahan yang belum jelas sumbernya. Iyasu, dkk (1993) dalam suatu analisis terhadap National Hospital Discharge Survey dari tahun 1979- 1987, menemukan bahwa plasenta previa menjadi penyulit pada 0,5 % (1 dari 200) persalinan. Penelitian Soedarto di RSU Uli Banjarmasin tahun 1998-2001 tercatat proporsi plasenta previa 82,9% atau 92 kasus dari 111 perdarahan antepartum.(William) Sedangkan pada solusio plasenta, intensitasnya bervariasi bergantung pada seberapa cepat wanita yang bersangkutan mencari pertolongan, apabila tertunda kecenderungan pemisahan luas yang menyebabkan kematian janin akan meningkat pesat. Frekuenssi yang dilaporkan adalah sekitar 1 dari 200 kelahiran. Perdarahan antepartum yang diakibatkan solusio plasenta di Indonesia terjadi kira-kira 1 diantara 50 persalinan (IR 2%). Frekuensi yang dilaporkan untuk solutio plasenta adalah 1 diantara 50 persalinan.Dii Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo antara tahun 1968 1971 solutio plasenta terjadi pada kira kira 2,1% dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14% solutio plasenta sedang, dan 86% solutio plasenta berat. Solutio plasenta ringan jarang didiagnosis.2.3 KlasifikasiSebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, perdarahan antepartum dibagi menjadi kelainan yang terjadi pada plasenta yaitu plasenta previa dan solusio plasenta kemudian perdarahan yang belum jelas sumbernya3. Klasifikasi ini akan dijelaskan, sebagai berikut:

1. Plasenta previa

Plasenta previa adalah suatu keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat yang abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal). Pada keadaan normal plasenta terletak diatas uterus. Diketahui terdapat 4 derajat dari kelainan ini , yaitu : Plasenta previa totalis, bila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta Plasenta previa lateralis bila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta Plasenta previa marginalis, bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan Plasenta letak rendah bila plasenta yang letaknya abnormal di segmen bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir . Pinggir plasenta kira-kira 2 cm, diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan jalan lahir. Misalnya plasenta previa marginalis pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta previa lateralis pada pembukaan 5 cm. Begitu juga plasenta previa totalis pada pembukaan 3 cm dapat menjadi lateralis pada pembukaan 6 cm. Maka penentuan macamnya plasenta previa harus disertai dengan keterangan mengenai besarnya pembukaan, misalnya plasenta previa lateralis pada pembukaan 5 cm3.

Adapun etiologi dan faktor resiko pada plasenta previa adalah usia. Usia ibu yang lanjut meningkatkan risiko kelainan ini. Insidennya juga meningkat pada usia yang terlaluu muda, yaitu 1 dari 1500 wanita berusia 19 tahun dan 1 dari 100 pada wanita berusia lebih dari 35 tahun. Hal ini dikaitkan dengan sklerosis pembuluh darah arteri kecil dan arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih besar, untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat. Sedangkan pada usia muda hal ini dikaitkan dengan endometrium yang belum matang.13

Multiparitas juga dikaitkan dengan peningkatan insiden plasenta previa. Dalam sebuah studi terhadap 314 wanita para 5 atau lebih. Pada paritas yang tinggi kejadian perdarahan antepartum semakin besar karena endometrium belum sempat sembuh terutama jika jarak antara kehamilan pendek. Selain itu kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang kali direnggangkan, kehamilan cenderung menimbulkan kelainan letak atau kelainan pertumbuhan plasenta. Penelitian A.Wardhana dan K.Karkata (2001-2002) di RS Sanglah Denpasar, Bali menemukan bahwa resiko plasenta previa pada multigravida 1,3 kali lebih besar dibandingkan primigravida.(USU)

Riwayat seksio sesarea meningkatkan kemungkinan terjadinya plasenta previa. Nielsen dkk (1989) mendapatkan peningkatan insidensi plasenta previa lima kali lipat pada wanita Swedia dengan riwayat seksio sesaria. Plasenta previa juga meningkat pada wanita perokok dimana hipoksemia akibat karbonmonoksida menyebabkan hipertrofi plasenta kompensatorik. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda akan menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.(USU)

Adapun etiologi dari plasenta previa belumlah diketahui secara pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai. Pada usia kehamilan trimester tiga, oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan yang terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang tumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di tempat tersebut sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula yang terjadi pada saat pendataran serviks dan membuka. Pada tempat laserasi akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirklasi maternal yaitu ruang intervillus plasenta. Oleh karena itu pada pembentukan segmen bawah rahim pada kasus plasenta previa pasti akan menimbulkan perdarahan (unavoidable bleeding). Perdarahan akan dipermudah dengan segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi, sehingga pembuluh darah tidak menutup sempurna. Perdarahan akan terjadi ketika ada pembekuan. Oleh karena itulh pada plasenta previa terjadi berulang tanpe penyebab, tergantung pada pembukaan dan penipisan segmen bawah rahim3.

Gambaran klinik pada plasenta previa dapat berupa perdarahan tanpa alasan dan tanpa nyeri merupakan gejala utama dan pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau bekerja biasa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak, akan tetapi, perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak daripada sebelumnya, apalagi kalau sebelumnya sudah dilakukan pemeriksaan dalam. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen-segmen uterus akan lebih melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna merah segar (USU)

Perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam kehamilan lanjut harus dicurigai menderita plasenta previa atau solusio plasenta. Untuk menegakkan diagnosisnya dapat dilakukan dengan pemeriksaan letak plasenta tidak langsung menggunakan USG. merupakan cara yang paling tepat untuk menegakkan diagnosis definitif, tidak menimbulkan bahaya radiasi. Pemeriksaan USG rutin pada kehamilan 18-20 minggu dengan plasenta letak-rendah tidak dianjurkan, kecuali terjadi perdarahan berulang. Pemeriksaan USG rutin untuk kehamilan dengan plasenta previa parsial atau total dianjurkan setelah 32 minggu, walaupun saat itu tidak terjadi perdarahan.

Sedangkan pemeriksaan secara langsung dapat dilakukan dengan pemeriksaa dalam. Dewasa ini dengan adanya pemeriksaan USG, pemeriksaan ini tidak dilakukan lagi. Pemeriksaan serviks semacam ini tidak pernah diperbolehkan kecuali bila wanita tersebut sudah berada di kamar operasi dengan segala persiapan untuk pembedahan seksio sesarea segera, karena pemeriksaan serviks yang paling hati-hati pun dapat menimbulkan perdarahan hebat.2. Solusio PlasentaSolusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri sebelum janin lahir. Biasanya terjadi dalam triwulan ketiga. Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta(2)a. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.

b. Solusio plasenta parsialis, plasenta terlepas sebagian.

c. Ruptura sinus marginalis,sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.

2. PritchardJA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan(4)a. Solusio plasenta dengan perdarahan keluarb. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentukhematoma retroplacenterc. Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .3. Cunninghamdan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu:(5,6)a. Solusio plasenta ringan : Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25% atau ada yang menyebutkan kurang dari 1/6 bagian. Jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250 ml dan belum ada komplikasi ke ibu dan janin.b. Solusio plasenta sedang : Luas plasenta yang terlepas lebih dari 25% tetapi belum mencapai separuhnya (50%). Jumlah darah yang keluar lebih dari 50 ml tetapi belum mencapai 1000 ml. Perdarahan diikuti dengan gejala nyeri perut terus menerus, denyut jantung janin menjadi cepat, hipotensi dan takikardia.c. Solusio plasenta berat : Luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50 % dan jumlah darah yang keluar telah mencapai 1000 ml atau lebih. Keadaan umum pasien buruk disertai syok, dan hampir semua janinnya meninggal.

Penyebab utama dari solusio plasenta, masih belum diketahui dengan jelas. Meskipun demikian, beberapa hal tersebut dibawah ini diduga merupakan faktor - faktor yang berpengaruh pada kejadiannya, antara lain :1. Hipertensi essensialis atau preeklamsia2. Tali pusat yang pendek

3. Trauma eksternal4. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior

5. Uterus yang sangat mengecil (Hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir).

Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila darah yang terbentuk sedikit, hematoma hanya akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tanda atau gejalanya pun tidak jelas.Hal ini baru diketahui setelah plasenta dikeluarkan dan terdapat cekungan pada permukaan maternal3.

Apabila hematoma retroplasenter bertambah berat, sehingga sebagian atau seluruh plasenta dapat terlepas dari dinding uterus. Hal yang dapat terjadi adalah sebagian darah akan menyelundup dibawah selaput ketuban keluar dari vagina ,sebagian darah akan menembus masuk kedalam kantong selaput ketuban keluar dari vagina ,sebagian darah akan mengadakan ekstravasasi ke dalam otot uterus dan menyebabkan seluruh permukaan uterus bebercak biru atau ungu yang disebut sebagai uterus couvelaire. Uterus seperti ini akan terasa sangat tegang dan nyeri. Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak tromboplastin akan masuk ke dalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler yang akan menghabiskan persedian fibrinogen akibatnya terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus tapi juga pada alat tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguria dan ptoteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal yang biasanya berakibat fatal.

Untuk mendiagnosis solusio plasenta dapat dilihatkan berdasarkan gejala klinis yang ditemukan sebagai berikut :1. Solutio Plasenta Ringan

Perdarahan pervaginam sedikit dan berwarna kehitam Tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya

Perut terasa agak sakit, atau terus menerus agak tegang

Bagian janin masih mudah diraba

2. Solutio Plasenta Sedang

Gejala dapat timbul perlahan lahan seperti plasenta solutio ringan

Gejala dapat timbul mendadak dengan sakit perut terus menerus

Perdarahan pervaginam tampak sedikit namun perdarahan mungkin telah mencapai 1000 ml

syok

Dinding uterus tegang terus menerus dan nyeri tekan

Bagian - bagian janin sulit diraba

Bunyi jantung janin sukar didengarkan

3. Solutio Plasenta Berat

Ibu Syok

Biasanya janin telah meninggal

Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri

Perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok ibunya

Kemungkinan besar telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjalPemeriksaan Ultrasonography (USG).Ultrasonography adalah suatu metode yang penting untuk mengetahui adanya pendarahan di dalam uterus. Kualitas dan sensitifitas ultrasonografi dalam mendeteksi solusio plasenta telah meningkat secara signifikan belakangan ini. Tetapi bagaimanapun juga ini bukan metode yang sempurna dan sensitif untuk mendeteksi solusio plasenta, tercatat hanya 25% kasus solusio plasenta yang ditegakkan dengan USG.Solusio plasenta tampak sebagai gambaran gumpalan darah retroplacental, tetapi tidak semua solusio plasenta yang di USG ditemukan gambaran seperti di atas. Pada fase akut, suatu perdarahan biasanya hyperechoic, atau bahkan isoechoic, maka kita bandingkan dengan plasenta.

Gambaran konsisten yang mendukung diagnosa solusio plasenta antara lain adalah; gumpalan hematom retroplasenta (hyperochoic hingga isoechoic pada fase akut, dan berubah menjadi hypoechoic dalam satu minggu), gambaran perdarahan tersembunyi, gambaran perdarahan yang meluas. Manfaat lainnya adalah USG dapat dipakai untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain perdarahan antepartum.3. Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya.1. Ruptura Sinus MarginalisRuptur sinus marginalis adalah pecahnya pembuluh vena dekat tepi plasenta yang terbentuk karena penggabungan pinggir, sehingga menyebabkan lepasnya sedikit bagian dari pinggiran ari-ari. Klasifikasi ruptura uteri menurut sebabnya adalah sebagai berikut: Kerusakan atau anomali uterus yang telah ada sebelum hamil (dalam kehamilan). Pembedahan pada miometrium: seksio sesarea atau histerotomi, histerorafia, miomektomi yang sampai menembus seluruh ketebalan otot uterus, reseksi pada kornua uterusatau bagian interstisial, metroplasti. Trauma uterus koinsidental: instrumentasi sonde pada penanganan abortus,trauma tumpul atau tauma tumpul atau tajam seperti pisau atau peluru, ruptur tanpa gejala pada kehamilan sebelumnya(silent rupture in previose pregnancy). Kelainan bawaan: kehamilan dalam bagian rahim yang tidak berkembang. Sebelum kelahiran anak: his spontan yang kuat dan terus-menerus, pemakaian oksitosin atau prostaglandin untuk merangsang persalinan, instilasi cairan ke dalam kantong gestasi atau ruangamnionseperti larutan garam fisiologik atau prostaglandin, perforasi, dengan kateter pengukur tekanan intrauterin, trauma luar tumpul atau tajam,versi luar, pembesaran rahim yang berlebihan misalnya hidramnion dan kehamilan ganda. Dalam periode intrapartum versi-ekstraksi cunam yang sukar,ekstraksi bokong,anomali janin yang menyebabkan distensi berlebihan pada segmen bawah rahim,tekanan kuatpada uterus dalam persalinan, kesulitan dalam melakukan manual plasenta. Cacat rahim yang di dapat: plasenta inkreta atau perkreta,neoplasis trofoblas gestasional,adenomiosis,retroversio uterus gravidus inkarserata.Pada kasus ruptura sinus marginalis sangat sulit untuk mencari penyebabnya, tapi diduga karena: Ibu hamil yang usianya lebih dari 35 tahun Menderita darah tinggi kronis Mengalami pre-eklampsia (gejala keracunan kehamilan) Disebabkan oleh anomali atau kerusakan yang telah ada sebelumnya Trauma Sebagai komplikasi persalinan pada rahim yang masih utuh paling sering terjadi pada rahim yang telah diseksio sesarea pada persalinan sebelumnya. Lebih lagi jika pada uterus yang demikian dilakukan partus percobaan atau persalinan di rangsang dengan oksitosin atau sejenis.Pada waktu his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi. Dengan demikian dinding korpus uteri atau segmen atas rahim menjadi lebih tebal dan volume korpus uteri menjadi lebih kecil. Akibatnya tubuh janin yang menempati korpus uteri terdorong ke bawah ke dalam segmen bawah rahim.

Dari sudut patofisiologi ruptur uteri dapat di tinjau apakah terjadi dalam masa hamil atau dalam persalinan,apakah terjadi pada rahim utuh atau pada rahim yang bercacat, dan sebagainya.tinjaun ini mungkin berlebihan karena tidak penting dari sudut klinik tetapi mungkin ada gunanya dari aspek lain. Tinjauan tersebut bisa mempengaruhi pilihan operasi,apakah akan di lakukanhisterektomiatau histerorafia.

Dalam menghadapi masalah ruptura ini semboyan prevention is better care sangat perlu di perhatikan dan di laksanakan oleh setiap pengelola persalinan dimana pun persalinan itu berlangsung. Pasien risiko tinggi haruslah di rujuk agar persalinannya berlangsung dalam rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang cukup dan diawasi dengan penuh dedikasi oleh petugas berpengalaman. Bila terjadi ruptura uteri tindakan terpilih hanyalah histerektomi dan resusitasi serta antibiotikayang sesuai.

2. Insersio VelamentosaInsersio velamentosa adalah tali pusat yang tidak berinsersi pada jaringan plasenta, tetapi pada selaput janin sehingga pembuluh darah umbilikus berjalan diantara amnion dan korion menuju plasenta (Sarwono, Ilmu Kebidanan.2005).Insersi velamentosa adalah insersi tali pusat pada selaput janin, sering terjadi pada kehamilan ganda. Pada insersi velamentosa, tali pusat dihubungkan dengan plasenta oleh selaput janin. Kelainan ini merupakan kelainan insersi funiculus umbilikalis dan bukan merupakan kelainan perkembangan plasenta. Karena pembuluh darahnya berinsersi pada membran, maka pembuluh darahnya berjalan antara funiculus umbilikalis dan plasenta melewati membran. Bila pembuluh darah tersebut berjalan di daerah ostium uteri internum, maka disebutvasa previa.Vasa previa ini sangat berbahaya karena pada waktu ketuban pecah, vasa previa dapat terkoyak dan menimbulkan perdarahan yang berasal dari anak. Gejalanya ialah perdarahan segera setelah ketuban pecah dan karena perdarahan ini berasal dari anak maka dengan cepat bunyi jantung anak menjadi buruk.Insersi velamentosa ini biasanya terjadi pada kehamilan ganda/ gemeli, karena pada kehamilan ganda sumber makanan yang ada pada plasenta akan menjadi rebutan oleh janin, sehingga dengan adanya rebutan tersebut akan mempengaruhi kepenanaman tali pusat/ insersi. Tanda dan gejalanya belum diketahui secara pasti, perdarahan pada insersi velamentosa ini terlihat jika telah terjadi vasa previa yaitu perdarahan segera setelah ketuban pecah dan karena perdarahan ini berasal dari anak dengan cepat bunyi jantung anak menjadi buruk dan bisa juga menyebabkan bayi tersebut meninggal.Satu-satunya cara mengetahui adanya insersi velamentosa ini sebelum terjadinya perdarahan adalah dengan cara USG. Jadi sebaiknya pada ibu dengan kehamilan gemeli dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan USG, karena untuk mengantisipasi dengan segala kemungkinan penyulit yang ada, salah satunya insersio velamentosa ini. 2.4 PenatalaksanaanSetiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam trimester kedua dan trimester ketiga harus dirawat di rumah sakit. Pasien diminta istirahat baring. Penanganan pada masing masing klasifikasi dibagi menjadi terapi ekspektatif dan terapi aktif (segera). Tujuan dari terapi ekspektatif adalah janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara non invasi. Pada kasus plasenta previa, syarat terapi ekspektatif antara lain:

Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti

Belum ada tanda inpartu

Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dan tanda-tanda vital dalam batas normal)

Janin masih hidup

Sedangkan terapi aktif (segera) adalah untuk merencanakan terminasi kehamilan jika : Janin matur Janin mati atau menderita anomaly atau keadaan yang mengurangi kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali) Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksanakan secara aktif tanpa memandang maturitas janin.

Faktor-faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana yang akan dipilih adalah :

Jenis plasenta previa

Perdarahan: banyak, atau sedikit tapi berulang-ulang

Keadaan umum ibu hamil

Keadaan janin: hidup, gawat janin, atau meninggal

Pembukaan jalan lahir

Paritas atau jumlah anak hidup

Fasilitas penolong dan rumah sakit.

Setelah memperhatikan faktor-faktor diatas, ada 2 pilihan persalinan, yaitu:

1. Persalinan pervaginam bertujuan agar bagian terbawah janin menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah selama persalinan berlangsung, sehingga perdarahan berhenti. Cara yang terpilih adalah pemecahan selaput ketuban (Amniotomi). Apabila amniotomi tidak berhasil, maka terdapat 2 cara lain yang lebih keras menekan plasenta dan mungkin pula lebih cepat menyelesaikan persalinan, yaitu pemasangan cunam Willet dan versi Braxton-Hicks. 2. Seksio sesaria bertujuan untuk secepatnya mengangkat sumber perdarahan, dengan demikian memberikan kesempatan kepada uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahnnya dan untuk menghindarkan perlukaan serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh apabila dilangsungkan persalinan pervaginam. Indikasi seksio caesaria pada plasenta previa: Semua plasenta previa totalis, janin hidup atau meninggal; semua plasenta previa parsialis, plasenta previa marginalis posterior, karena perdarahan yang sulit dikontrol dengan cara-cara yang ada. Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak berhenti dengan tindakan-tindakan yang ada Plasenta previa dengan panggul sempit dan letak lintang. Pada solusio plasenta, tatalaksana ekspektatif (konservatif) prinsipnya kita hanya menunggu sampai perdarahan berhenti dan kemudian partus spontan. Dilakukan apabila kehamilan kurang dari 36 minggu, dan keadaan hemodinamik yang stabil yakni perdarahan berhenti spontan, kontraksi uterus tidak ada, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup. Pasien dirawat dengan tirah baring, atasi anemia, USG dan CTG serial, berikan tokolisis dengan syarat keadaan janin baik, lalu tunggu persalinan spontan. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap , golongan darah, pembekuan darah harus dilakukan.Sedangkan untuk tatalaksana aktif, prinsipnya kita mencoba melakukan tindakan dengan maksud agar anak segera dilahirkan dan perdarahan berhenti. Dilakukan apabila ada perdarahan berlangsung terus, uterus berkontraksi, dapat mengancam ibu/janin, gejala solusio plasenta itu bertambah jelas atau dalam pemantauan USG daerah solutio plasenta bertambah luas.

Disseminating Intravaskular Coagulophaty (DIC) harus disingkirkan, terutama pada kasus-kasus dengan kematian janin. Bedside bleeding test dapat mengkonfirmasikan diagnosis tersebut. Apabila terdapat koagulopati, koreksi dengan fresh frozen plasma atau cryoprecipitate. Segera setelah faktor pembekuan terkoreksi dan volume cairan tergantikan, lakukan terminasi kehamilan.

Bila janin hidup, dilakukan seksio caesaria. Apabila janin mati, ketuban segera dipecahkan (amniotomi) disusul pemberian infus oksitosin untuk mempercepat persalinan pervaginam (dalam 6 jam). Bila kemajuan partus tidak memuaskan atau pembukaan serviks kurang dari 5, lakukan seksio caesaria.Apabila diagnosis solutio plasenta ditegakkan, berarti perdarahan telah terjadi minimal 1000 cc. Dengan demikian, transfusi darah harus segera dilakukan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan karena vasospasmus sebagai reaksi dari perdarahan ini akan meninggikan tekanan darah. Petunjuk paling tepat untuk pemberian transfusi darah secukupnya ialah dengan mengukur tekanan vena pusat (Central Venous Pressure (CVP), CVP pada triwulan ketiga sekitar 10 cmH2O. Untuk memperbaiki hemodinamik pasien berikan lakukan juga resusitasi cairan dengan saline atau ringer laktat dalam 2 jalur. Observasi terus keadaan janin, dan berikan O2 murni untuk pasien dengan hipotensi. Ketuban segera dipecahkan, amniotomi akan merangsang dimulainya persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin yang dapat menyebabkan komplikasi nekrosis korteks ginjal (refleks uterorenal) dan gangguan pembekuan darah. Bila perlu, persalinan dipercepat dengan pemberian infus oksitosin.

Apabila perdarahan tidak dapat diatasi dengan seksio caesaria, uterus Couvelaire dengan kontraksi tidak baik, terjadi afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia, persediaan darah atau fibrinogen tidak ada atau tidak cukup, maka histerektomi perlu dipertimbangkan. Dapat juga dilakukan ligasi arteri hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi fungsi reproduksi masih ingin dipertahankan.2.5 Komplikasi a. Perdarahan. Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah selesai, penderita belum bebas dari bahaya perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III, dan kelainan pembekuan darah. Apabila perdarahan post-partum itu tidak dapat diatasi dengan kompresi bimanual uterus, pemberian uterotonika, maupun pengobatan kelainan pembekuan darah, maka tindakan terakhir untuk mengatasi perdarahan postpartum itu ialah histerektomia atau pengikatan arteria hipogastrika.b. Kelainan pembekuan darah. Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta yang biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemi terjadi kira-kira 10%. Terjadinya hipofibrinogenemi akibat masuknya tromboplastin ke dalam peredaran darah ibu akibat terjadinya pembekuan darah retroplasenter, sehingga terjadi pembekuan darah intravaskular di mana-mana, yang akan menghabiskan faktor-faktor pembekuan darah lainnya, terutama fibrinogen.

c. Oliguria dan gagal ginjal hanya dapat diketahui dengan pengukuran teliti pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta sedang, dan berat, apalagi yang disertai perdarahan tersembunyi, pre-eklamsia, atau hipertensi menahun. Terjadinya oligouria belum dapat diterangkan dengan jelas. Sangat mungkin berhubungan dengan hipovolemia, dan penyempitan pembuluh darah ginjal akibat perdarahan yang banyak. Kelainan pembekuan darah berperanan pula dalam terjadinya kelainan fungsi ginjal ini.

d. Gawat janin. Jarang kasus solusio plasenta yang dating ke rumah sakit dengan janin yang masih hidup. Kalau pun didapatkan janin masih hidup, biasanya keadaannya sudah demikian gawat, kecuali pada kasus solution plasenta ringan.

2.6 PrognosisMortalitas ibu menurut kepustakaan 5-10%, sedangkan di RS Pringadi Medan dilaporkan 6,7%. Hal ini dikarenakan adanya perdarahan sebelum dan sesudah partus, toksemia gravidarum, kerusakan organ terutama nekrosis korteks ginjal dan infeksi. Prognosis ibu tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya perdarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya hipertensi menahun atau preeklampsia, tersembunyi tidaknya perdarahan, jarak waktu antara terjadinya solusio plasenta dan pengosongan uterus. Biasanya bila telah menderita penyakit vaskuler dengan solusio plasenta, maka pada kehamilan berikutnya sering terjadio solusio plasenta yang lebih berat dengan partus prematurus atau immaturus.Mortalitas pada anak mencapai 70-80%. Hal ini tergantung pada derajat pelepasan dari plasenta, bila yang terlepas lebih dari 1/3 maka kemungkinan kematian anak 100%. Prognosis janin pada solutio plasenta berat hampir 100% mengalami kematian. Pada solutio plasenta ringan dan sedang, kematian janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus dan tuanya kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 mL biasanya menyebabkan kematian janin. BAB IIIKESIMPULAN Perdarahan antepartum dapat berasal dari kelainan plasenta dan bukan dari kelainan plasenta. Perdarahan yang cepat dan banyak berasal dari kelainan plasenta. Frekuensi terbanyak ialah plasenta previa dan solutio plasenta. Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada kehamilan setelah 28 minggu. Faktor-faktor terjadinya perdarahan antepartum adalah plasenta previa, solusio plasenta, ruptur sinus marginalis, plasenta letak rendah atau vasa previa. Pentingnya diagnosa secara dini membantu penatalaksanaan secara dini sehingga dapat mengurangi angka mortalitas. Penggunaan Ultrasonography pada plasenta previa sangat akurat dan menunjang diagnosa secara cepat. Penatalaksanaan perdarahan antepartum yang baik dapat mengurangi angka mortalitas dan morbiditas ibu dan janin.

DAFTAR PUSTAKA1. Library.usu.ac.id/download/fk/anatomi-djakobus.3.pdf

2. Wiknjosastro, H, Saifuddin A.B, Rachimhadhi T. Perdarahan Antepartum. Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2002;362-385

3. Mochtar R, Perdarahan Antepartum (hamil tua). Sinopsis Obstetri obstetri fisiologis obstetri patologis, edisi kedua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1998;269-2874.Bagian Obstetri & Ginekologi Fak.Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung, Obstetri Patologi, Ed. 1984, Elstar Offset Bandung, halo 110-120.

5.Saifuddin A.B, Adriansz G, Wiknjosastro, H, Waspodo D. Perdarahan kehamilan lanjut dan persalinan. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwomo Prawirohardjo, Jakarta, 2002;M-18-M-22

6.Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Plasenta Previa, Antepartum hemorrhage. In : Williams Obstetrics, 22st ed, Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange, Connecticut, 2001; 712-716

7. Manjoer A, Triyanti K, Savitri R. Plasenta previa. Kapita Selekta,edisi ketiga. Jakarta:2001; 276-279

PAGE 2