Referat Hidrokel v hernia.doc
Transcript of Referat Hidrokel v hernia.doc
REFERAT
PERBEDAAN HERNIA SKROTALIS DAN HIDROKEL
SERTA PENANGANANNYA
Penyusun:
Reza Suryapandu N 030.07.216
Pembimbing:
dr. H. Bambang H. Sigit, Sp. A
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
PERIODE 18 JUNI 2012 – 25 AGUSTUS 2012
JAKARTA
2012
1
PENDAHULUAN
Pada masa perkembangan embrional, testis awalnya berlokasi di dalam rongga
peritoneum. Saat testis turun melalui kanalis inguinalis untuk masuk ke dalam scrotum,
terdapat pula perpanjangan dari peritoneum yang berbentuk seperti kantung yang disebut
prosesus vaginalis. Setelah testis turun ke dalam skrotum, prosesus vaginalis akan mengalami
obliterasi dan menjadi semacam suatu tali fibrosa tanpa lumen. Ujung distal dari prosesus
vaginalis tetap bertahan menjadi suatu membran yang mengelilingi testis yang disebut tunika
vaginalis. Jika terdapat prosesus vaginalis yang tetap terbuka (prosesus vaginalis paten) maka
akan terdapat hubungan antara rongga peritoneum dengan regio inguinal dan skrotum. Jika
ukuran prosesus vaginalis paten kecil, maka hanya cairan saja yang dapat melewatinya,
sehingga terbentuk hidrokel. Jika ukurannya cukup besar, maka usus, omentum, dan isi
rongga peritoneum lain dapat masuk, sehingga terbentuk hernia.
Pentingnya membedakan kedua kasus tersebut sehubungan dengan penanganan yang
dilakukan untuk kemudian mengurangi komplikasi yang dapat terjadi.
2
PERBEDAAN HERNIA SKROTALIS DAN HIDROKEL SERTA
PENANGANANNYA
A. HERNIA SKROTALIS
DEFINISI
Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Hernia terdiri atas: 1. Kantong
hernia; pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. 2. Isi hernia; organ atau
jaringan yang keluar melalui kantong hernia. 3. Locus Minoris Resistance 4. Cincin
hernia; merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong hernia.
5.Leher hernia; bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong hernia.
Pembagian hernia berdasarkan proses terjadinya yaitu hernia kongenital atau bawaan
dan hernia yang didapat atau akuisita. Hernia diberi nama menurut letaknya, misalnya
diafragma, inguinal, umbilikal, femoral, dan sebagainya. Menurut sifatnya, hernia
dapat disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat keluar masuk. Isi hernia keluar jika
berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada
keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus. Bila isi kantung hernia tidak dapat
dikembalikan ke dalam rongga disebut hernia irreponibel.
Hernia inguinalis adalah suatu keadaan dimana sebagian usus masuk melalui
sebuah defek pada dinding perut ke dalam kanalis inguinalis. Kanalis inguinalis
adalah saluran yang berbentuk tabung, yang merupakan jalan tempat turunnya testis
dari perut kedalam skrotum sesaat sebelum bayi dilahirkan. Sedangkan hernia
skrotalis adalah lanjutan dari hernia inguinalis, yaitu penonjolan isi perut hingga
masuk ke dalam skrotum.
Kanalis inguinalis merupakan daerah yang dibatasi oleh anulus inguinalis
internus, yang merupakan bagian terbuka dari fasia tranversalis dan aponeurosis
m.transversus abdominis, di bagian kraniolateral. Di medial bawah, diatas tuberkulum
pubikum, kanal ini dibatasi oleh anulus inguinalis eksternus, bagian terbuka dari
aponurosis m.oblikus abdominis eksternus. Atapnya adalah aponeurosis m. oblikus
abdominis eksternus, dan didasarnya terdapat ligamentum inguinale. Kanal berisi tali
sperma pada pria, dan ligamentum rotundum pada wanita.
ETIOLOGI
Hernia skrotalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab
yang didapat (akuisita). Hernia dapat dijumpai pada setiap usia, lebih banyak pada
3
pria ketimbang pada wanita. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan
pintu masuk hernia pada anulus inguinalis internus yang cukup lebar sehingga dapat
dilalui oleh kantong dan isi hernia. Di samping itu diperlukan pula faktor yang dapat
mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar tersebut.
Pada masa perkembangan embrional, testis awalnya berlokasi di dalam rongga
peritoneum. Saat testis turun melalui kanalis inguinalis untuk masuk ke dalam
scrotum, terdapat pula perpanjangan dari peritoneum yang berbentuk seperti kantung
yang disebut prosesus vaginalis. Setelah testis turun ke dalam skrotum, prosesus
vaginalis akan mengalami obliterasi dan menjadi semacam suatu tali fibrosa tanpa
lumen. Ujung distal dari prosesus vaginalis tetap bertahan menjadi suatu membran
yang mengelilingi testis yang disebut tunika vaginalis. Jika terdapat prosesus
vaginalis yang tetap terbuka (prosesus vaginalis paten) maka akan terdapat hubungan
antara rongga peritoneum dengan regio inguinal dan skrotum. Jika ukuran prosesus
vaginalis paten kecil, maka hanya cairan saja yang dapat melewatinya, sehingga
terbentuk hidrokel komunikantes. Jika ukurannya cukup besar, maka usus, omentum,
dan isi rongga peritoneum lain dapat masuk, sehingga terbentuk hernia.
Pada orang sehat, terdapat tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya
hernia skrotalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur m.
Oblikus abdominis internus yang menutup anulus inguinalis internus ketika
berkontraksi, dan adanya fasia transversa yang kuat yang menutup trigonum
Hesselbach yang umumnya hampir tidak berotot. Gangguan pada mekanisme ini
dapat menyebabkan terjadinya hernia. Faktor yang dipandang berperan kausal adalah
adanya prosessus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan didalam rongga perut,
dan kelemahan otot dinding perut karena usia.
Pada neonatus kurang lebih 90% prosessus vaginalis tetap terbuka sedangkan
pada bayi umur satu tahun sekitar 30 % prosessus vaginalis belum tertutup. Tetapi
kejadian hernia pada umur ini hanya beberapa persen. Tidak sampai 10% anak dengan
prosessus vaginalis paten menderita hernia. Pada lebih dari separuh populasi anak,
dapat dijumpai prosessus veginalis paten kontralateral, tetapi insiden hernia tidak
melebihi 20%. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa adanya prosessus vaginalis
yang paten bukan merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia tapi diperlukan
faktor lain seperti anulus inguinalis yang cukup besar.
Tekanan intra abdomen yang meninggi secara kronik seperti batuk kronik,
konstipasi dan asites sering disertai hernia skrotalis. Insiden hernia meningkat dengan
4
bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya penyakit yang meninggikan
tekanan intra abdomen dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya. Dalam
keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus turut
kendur. Pada keadaan itu tekanan intra abdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis
berjalan lebih vertikal, sebaliknya bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis
inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat
mencegah masuknya usus kedalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut
antara lain terjadi akibat kerusakan n.ilioskrotalis dan n.iliofemoralis setelah
apendektomi.
DIAGNOSIS
Diagnosis hernia ditegakkan berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik. Gejala
dan tanda klinik hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Sebagian besar
hernia adalah asimtomatik, dan kebanyakan ditemukan pada pemeriksaan fisik rutin
dengan palpasi benjolan pada annulus inguinalis superfisialis. Pada hernia reponibel
keluhan satu-satunya adalah benjolan di lipatan paha yang muncul pada waktu berdiri,
batuk, bersin, atau mengedan, dan menghilang setelah berbaring. Dengan berlalunya
waktu, sejumlah hernia turun ke dalam skrotum sehingga skrotum membesar.
Omentum yang terperangkap di dalam kantung hernia dapat menyebabkan gejala
nyeri abdomen yang kronis. Nyeri hebat yang disertai mual atau muntah baru timbul
kalau sudah terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau
gangren.
Tanda klinik pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada inspeksi
saat pasien mengedan dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul sebagai
penonjolan di regio inguinalis yang berjalan dari lateral atas kemedial bawah.
Kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada funikulus spermatikus sebagai
gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi gesekan dua permukaaan
sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera, tetapi umumnya tanda ini sukar
ditentukan. Kalau kantong hernia berisi organ maka tergantung isinya, pada palpasi
mungkin teraba usus, omentum (seperti karet), atau ovarium. Dengan jari telunjuk
atau jari kelingking pada anak dapat dicoba mendorong isi hernia dengan
menonjolkan kulit skrotum melalui anulus eksternus sehingga dapat ditentukan
apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak. Dalam hal hernia dapat direposisi, pada
waktu jari masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau
5
hernia menyentuh ujung jari, berarti hernia inguinalis lateralis, dan kalau samping jari
yang menyentuh menandakan hernia inguinalis medialis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan transiluminasi dapat digunakan untuk membedakan hidrokel
dengan hernia. Bising usus pada auskultasi skrotum akan semakin mengarah pada
hernia.
TATALAKSANA
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah
direposisi. Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata, kecuali pada
pasien anak-anak. Reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang isi
hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya k earah cincin
hernia dengan tekanan lambat tapi menetap sampai terjadi reposisi. Pada anak-anak
inkarserasi lebih sering terjadi pada umur dibawah dua tahun. Reposisi spontan lebih
sering dan sebaliknya gangguan vitalitas isi hernia jarang terjadi jika dibandingkan
dengan orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh cincin hernia yang lebih elastis
dibandingkan dengan orang dewasa. Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak
dengan pemberian sedatif dan kompres es diatas hernia. Bila usaha reposisi ini
berhasil anak disiapkan untuk operasi pada hari berikutnya. Jika reposisi hernia tidak
berhasil dalam waktu enam jam harus dilakukan operasi segera.
Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah
direposisi dan tidak pernah menyembuhkan, sehingga harus dipakai seumur hidup.
Cara ini tidak dianjurkan karena mempunyai komplikasi, antara lain merusak kulit
dan tonus otot dinding perut di daerah yang tertekan sedangkan strangulasi tetap
mengancam. Pada anak-anak cara ini dapat menimbulkan atrofi testis karena tekanan
pada tali sperma yang mengandung pembuluh darah testis.
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis
yang rasional, untuk mencegah inkarserasi kemudian, obstruksi usus dan infark usus.
Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Pada tahun 1889, Bassini
pertama melaporkan hasil yang terus-menerus berhasil dengan perbaikan bedah pada
hernia inguinalis. Bassini menggunakan prosedur cermat dengan ligasi tinggi kantong
hernia dan pendekatan anatomi cermat bagi conjoined fascia dari muskulus oblikus
internus dan transverses abdominis ke ligamentum inguinal (poupart). Halsted, yang
tidak menyadari penemuan Bassini sejak dipublikasi dalam jurnal Italia yang tak
6
terkenal, secara bebas menggambarkan tindakan serupa pada tahun 1889. Tindakan
Halsted juga terdiri dari penjahitan fasia oblikus internus dan transverses abdominis
ke ligamentum inguinale. Dalam tidakan pertamanya, halsted mentransplantasi
funikulus spermatikus diatas penutupan fasia oblikus eksternus (Halsted I). Kemudian
Halsted melakukan tindakan yang sama, tetapi memungkinkan funikulus spermatikus
tetap dalam posisi normalnya dibawah fasia oblikus eksternus (Halsted II). Tindakan
Bassini dan Halsted menampilkan kemajuan besar dan zaman penatalaksanaan bedah
yang luas dari hernia inguinalis dimulai.
Sejak karya peloporan ini, sejumlah variasi tehnik telah diperkenalkan
bersama dengan konsep baru, dalam usaha menurunkan angka kekambuhan yang
telah rendah. McVay mempopularisasikan tehnik perapatan conjoint tendonmuskulus
oblikus internus dan rektus abdominis ke ligamentum cooper, suatu operasi yang pada
mulanya digambarkan oleh Lotheissen pada tahun 1889. Shouldice mengenalkan
konsep membuka lantai inguinalis dan mengimbrikasi fasia transversalis dengan
tehnik jahitan kontinyu. Saat ini operasi yang diuraikan oleh pelopor ini terutama
digunakan dalam mengoreksi hernia.
Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari herniotomi dan hernioplasti. Pada
herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya. Kantong
dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong
hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus
dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting
artinya dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal
berbagai metode hernioplastik seperti memperkecil anulus inguinalis internus dangan
jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan
pertemuan m. tranversus internus abdominis dan m. oblikus internus abdominis yang
dikenal dengan nama conjoint tendon ke ligamentum inguinale poupart menurut
metode Bassini, atau menjahitkan fasia tranversa m. transversus abdominis, m.oblikus
internus abdominis ke ligamentum cooper pada metode Mc Vay. Metode McVay
dapat digunakan pada kasus hernia inguinalis indirek yang besar. Untuk hernia
inguinalis direk, khususnya yang berukuran besar dan berulang, metode McVay
umumnya lebih disukai.
Bila defek cukup besar atau terjadi residif berulang diperlukan pemakaian
bahan sintesis nonabsorbable sepertimersilene, prolene mesh atau marleks untuk
7
menutup defek. Tubuh akan membentuk jaringan granulasi di sekitar mesh yang
dianggap tubuh sebagai benda asing, kemudian membentuk jaringan parut dan
menciptakan barier tanpa tegangan (tension-free barrier) yang solid sehingga
mencegah hernia kambuh kembali.
KOMPLIKASI
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi
hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia irreponibel. Ini dapat terjadi
kalau hernia terlalu besar atau terdiri dari omentum, organ ektraperitoneal (hernia
geser) atau hernia akreta. Disini tidak timbul gejala klinik kecuali berupa benjolan.
Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia
strangulata yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana. Sumbatan dapat
terjadi total atau parsial seperti pada hernia Richter. Bila cincin hernia sempit, kurang
elastis atau lebih kaku seperti pada hernia femoralis dan hernia obturatoria, lebih
sering terjadi jepitan parsial. Jarang terjadi inkarserasi retrograd, yaitu dua segmen
usus terperangkap didalam kantong hernia dan satu segmen lainnya berada dalam
rongga peritoneum seperti hurup W.
Jepitan hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada
permulaaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau struktur didalam
hernia dan transudasi kedalam kantong hernia. Timbulnya udem menyebabkan jepitan
pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringa
terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia berisi transudat berupa
cairan serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri dari usus, dapat terjadi perforasi yang
akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau peritonitis jika terjadi hubungan
dengan rongga perut.
Gambaran klinik hernia inkarserata yang mengandung usus dimulai dengan
gambaran obstruksi usus dengan gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam
basa. Bila sudah terjadi strangulasi karena gangguan vaskularisasi maka dapat terjadi
gangguan toksik akibat gangren, dan gambaran klinis menjadi kompleks dan sangat
serius. Penderita mengeluh nyeri lebih hebat di tempat hernia, nyeri akan menetap
karena rangsangan peritoneum. Pada pemeriksaan lokal yang ditemukan benjolan
yang tidak dapat dimasukkan lagi, disertai nyeri tekan dan tergantung keadaaan isi
hernia dapat dijumpai tanda peritonitis atau abses lokal. Hernia strangulata dapat
8
menyebabkan perforasi, peritonitis, sepsis hingga kematian, sehingga merupakan
keadaan gawat darurat dan perlu mendapat pertolongan segera.
Komplikasi operasi hernia antara lain infertilitas akibat cedera pada vas
deferens, atrofi testis akibat cedera pada pembuluh darah testis saat operasi,
kriptorchidis sekunder akibat pembentukan jaringan parut berlebihan paska operasi,
dan rekurensi hernia.
B. HIDROKEL
DEFINISI
Hidrokel adalah kumpulan cairan serosa yang berkembang di antara lapisan
visera dan parietalis tunika vaginalis. . Dalam keadaan normal, cairan yang berada di
dalam rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan
reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.
KLASIFIKASI
Hidrokel dapat diklasifikasi menjadi dua jenis berdasarkan kapan terjadinya
yaitu:
1. Hidrokel primer
Hidrokel primer terlihat pada anak akibat kegagalan penutupan prosesus vaginalis.
Prosesus vaginalis adalah suatu divertikulum peritoneum embrionik yang
melintasi kanalis inguinalis dan membentuk tunika vaginalis. Hidrokel jenis ini
tidak diperlukan terapi karena dengan sendirinya rongga ini akan menutup dan
cairan dalam tunika akan diabsorpsi.
2. Hidrokel sekunder
Pada orang dewasa, hidrokel sekunder cenderung berkembang lambat dalam suatu
masa dan dianggap sekunder terhadap obstruksi aliran keluar limfe. Dapat
disebabkan oleh kelainan testis atau epididimis. Keadaan ini dapat karena radang
atau karena suatu proses neoplastik. Radang lapisan mesotel dan tunika vaginalis
menyebabkan terjadinya produksi cairan berlebihan yang tidak dapat dibuang
keluar dalam jumlah yang cukup oleh saluran limfe dalam lapisan luar tunika.
Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis :
1. Hidrokel testis
Kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat
diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang
hari.
9
2. Hidrokel Funikulus
Kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak disebelah cranial dari
testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada diluar kantong
hidrokel. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.
3. Hidrokel Komunikan
Terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum
sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis
kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah pada saat anak
menangis. Pada palpasi kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat
dimasukkan kedalam rongga abdomen
ETIOLOGI
Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena :
1. Belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan
peritoneum ke prosesus vaginalis atau
2. Belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan
reabsorbsi cairan hidrokel.
10
3. Pada bayi laki-laki hidrokel dapat terjadi mulai dari dalam rahim. Pada usia
kehamilan 28 minggu ,testis turun dari rongga perut bayi kedalam skrotum,
dimana setiap testis ada kantong yang mengikutinya sehingga terisi cairan yang
mengelilingi testis tersebut.
PATOFISIOLOGI
Hidrokel disebabkan oleh kelainan kongenital (bawaan sejak lahir) ataupun
ketidaksempurnaan dari prosessus vaginalis tersebut menyebabkan tidak menutupnya
rongga peritoneumm dengan prosessus vaginalis. Sehingga terbentuklah rongga
antara tunika vaginalis dengan cavum peritoneal dan menyebabkan terakumulasinya
cairan yang berasal dari sistem limfatik disekitar. Cairan yanng seharusnya
seimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya. Tetapi
pada penyakit ini, telah terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan limfa. Dan
terjadilah penimbunan di tunika vaginalis tersebut. Akibat dari tekanan yang terus-
menerus, mengakibatkan Obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus
spermatikus. Dan terjadilah atrofi testis dikarenakan akibat dari tekanan pembuluh
darah yang ada di daerah sekitar testis tersebut.
Hidrokel dapat ditemukan dimana saja sepanjang funikulus spermatikus, juga
dapat ditemukan di sekitar testis yang terdapat dalam rongga perut pada undensensus
testis. Hidrokel infantilis biasanya akan menghilang dalam tahun pertama, umumnya
tidak memerlukan pengobatan, jika secara klinis tidak disertai hernia inguinalis.
Hidrokel testis dapat meluas ke atas atau berupa beberapa kantong yang saling
berhubungan sepanjang processus vaginalis peritonei. Hidrokel akan tampak lebih
besar dan kencang pada sore hari karena banyak cairan yang masuk dalam kantong
sewaktu anak dalam posisi tegak, tapi kemudian akan mengecil pada esok paginya
setelah anak tidur semalaman.
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis hidrokel kongenital tergantung pada jumlah cairan yang
tertimbun. Bila timbunan cairan hanya sedikit, maka testis terlihat seakan-akan sedikit
membesar dan teraba lunak. Bila timbunan cairan banyak terlihat skrotum membesar
dan agak tegang. Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak
nyeri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan
konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya
transiluminasi.
11
Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa
macam hidrokel, yaitu
1. Hidrokel testis
Pada hidrokel testis, kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga
testis tak dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah
sepanjang hari.
2. Hidrokel funikulus
Pada hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di
sebelah kranial testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar
kantong hidrokel. Pada anamnesis, kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang
hari.
3. Hidrokel komunikan.
Pada hidrokel komunikan terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan
rongga peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum.
Pada anamnesis, kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah
besar pada saat anak menangis. Pada palpasi, kantong hidrokel terpisah dari testis
dan dapat dimasukkan ke dalam rongga abdomen. Pembagian ini penting karena
berhubungan dengan metode operasi yang akan dilakukan pada saat melakukan
koreksi hidrokel
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Transilumisasi Scrotum
Bila dilakukan transiluminasi pada hidrokel terlihat translusen, terlihat
benjolan terang dengan masa gelap oval dari bayangan testis.
2. USG
Pemeriksan USG dapat dipertimbangkan apabila hasil pemeriksaan
transiluminasi tidak jelas yang disebabkan oleh tebalnya kulit skrotum pasien.
Dengan hasil USG berwarna keabu-abuan.
TATALAKSANA
Hidrokel biasanya tidak berbahaya dan pengobatan biasanya baru dilakukan
jika penderita sudah merasa terganggu atau merasa tidak nyaman atau jika
hidrokelnya sedemikian besar sehingga mengancam aliran darah ke testis.
Pengobatannya bisa berupa aspirasi (pengisapan cairan) dengan bantuan sebuah jarum
atau pembedahan. Tetapi jika dilakukan aspirasi, kemungkinan besar hidrokel akan
berulang dan bisa terjadi infeksi. Setelah dilakukan aspirasi, bisa disuntikkan zat
12
sklerotik tetrasiklin, natrium tetra desil sulfat atau urea) untuk menyumbat/menutup
lubang di kantung skrotum sehingga cairan tidak akan tertimbun kembali. Hidrokel
yang berhubungan dengan hernia inguinalis harus diatasi dengan pembedahan
sesegera mungkin. Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia
1 tahun dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh
sendiri, tetapi jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan
untuk dilakukan koreksi.
Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah :
1. Hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah,
2. Indikasi kosmetik
3. Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dalam
melakukan aktivitasnya sehari-hari.
Tindakan pembedahan berupa hidrokelektomi. Pengangkatan hidrokel bisa
dilakukan anestesi umum ataupun regional (spinal).
KOMPLIKASI
1. Hematom pada jaringan skrotum yang kendor
2. Kalau tidak ditangani segera, penumpukan cairan ini bisa mengganggu
kesuburan dan fungsi seksualnya.
3. Infeksi testis.
13
KESIMPULAN
Hidrokel dan hernia skrotalis bermanifestasi klinis sebagai benjolan pada
daerah testis dengan perbedaan utama berupa benjolan pada hernia teraba sebagai
massa dan lebih sering nyeri. Dengan melakukan tes transiluminasi, hidrokel
memberikan hasil tes yang positif sedangkan pada hernia inguinalis hasil tes negatif.
Pentingnya membedakan kedua kasus tersebut sehubungan dengan penanganan yang
dilakukan untuk kemudian mengurangi komplikasi yang dapat terjadi.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R. & de Jong, Wim, 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Kortz, Warren J. & Sabiston, David C., 1994. Sabiston Buku Ajar Bedah. Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC
3. Bax, Tim et al, 1999. Surgical Options in the Management of Groin Hernias.
Retrieved from :http://www.aafp.org/afp/990101ap/143.html. Accessed
on : July 16th, 2012.
4. Desarda, Mohan P., 2003. Surgical Physiology of Inguinal Hernia Repair.
Retrieved from :http://www.biomedcentral.com/1471-2482/3/2. Accessed
on : July 16th, 2012.
5. Nicks, Bret A. & Askew, Kim, 2009. Hernias. Retrieved
from : http://emedicine.medscape.com/article/775630-followup. Accessed
on : July 17th, 2012.
6. Ortenberg, Joseph, 2009. Hydrocele and Hernia in Children. Retrieved
from :http://emedicine.medscape.com/article/1015147-followup. Accessed
on : July 17th, 2012.
7. Anonym. Inguinal hernia. http://en.wikipedia.org. Accessed on : July 17th, 2012.
8. Anonym. Inguinal hernia. http;//www.mayoclinic.com Accessed on : July 17th,
2012.
9. Anonym. What is an inguinal hernia. http;//health.yahoo.com. Accessed
on : July 17th, 2012.
10. Swartz MH. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Alih Bahasa: Lukmanto P, Maulany R.F,
Tambajong J. Jakarta: EGC, 1995. Pp. 276-8
15