Referat CA Colon

44
REFERAT CARCINOMA COLORECTAL Disusun oleh: Ayu Nabila Kusuma Pradana 030.10.046 Pembimbing: Dr. Daddy S. Carol, Sp.B KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD BEKASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

description

r

Transcript of Referat CA Colon

REFERATCARCINOMA COLORECTAL

Disusun oleh:Ayu Nabila Kusuma Pradana030.10.046

Pembimbing:Dr. Daddy S. Carol, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD BEKASIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTIBEKASI2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Carcinoma Colorectal ini.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada pembimbing dr. Daddy S. Carol, Sp.B yang telah menyediakan waktu serta memberi tambahan banyak ilmu dan informasi mengenai referat ini.

Referat ini disusun sebagai salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD Bekasi. Penulis sangat menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan baik mengenai isi, tata bahasa, maupun informasi ilmiah yang terdapat di dalam tulisan ini. Oleh karena itu kritik dan saran senantiasa diharapkan. Semoga referat ini bermanfaat bagi pembacanya.

Bekasi, April 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Kata pengantar ...2Daftar isi.3Lembar pengesahan....4Bab I Pendahuluan.......5Bab II Tinjauan pustaka.6A. Anatomi ...6B. Fisiologi ...8C. Definisi ....9D. Epidemiologi ...9E. Etiologi dan Faktor Risiko ..9F. Klasifikasi ....... 12G. Patofisiologi 15H. Patologi ....... 16I. Manifestasi Klinis ... 17J. Diagnosis . 19K. Diagnosis Banding ... 24L. Tatalaksana .. 24M. Komplikasi .. 27N. Prognosis .28Bab III Kesimpulan 29Daftar Pustaka 30

LEMBAR PENGESAHAN

Nama Mahasiswa: Ayu Nabila Kusuma PradanaNIM: 030.10.046Bagian: Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah FK Universitas TrisaktiPeriode: 16 Maret 23 Mei 2015Judul: Carcinoma ColorectalPembimbing: dr. Daddy S. Carol, Sp.B

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal :Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi

Bekasi, April 2015

dr. Daddy S. Carol, Sp.B

BAB IPENDAHULUAN

Karsinoma kolorektal adalah keganasan pada kolon dan rektum. Keganasan ini merupakan keganasan saluran pencernaan terbanyak. Kanker kolorektal berada pada urutan ketiga sebagai kanker paling banyak dan urutan ketiga sebagai penyebab kematian terkait kanker di Amerika Serikat. The American Cancer Society memperkirakan bahwa 96.830 orang didiagnosis dengan kanker usus besar di Amerika Serikat pada tahun 2014. Di seluruh dunia, kanker kolorektal berada pada urutan kedua penyebab kanker paling umum pada wanita (614.000 kasus, 9,2% dari semua kanker) dan nomor tiga penyebab kanker paling umum pada pria (746.000 kasus, 10,0% dari total).1,2Di Indonesia jumlah penderita kanker kolorektal menempati urutan ke- 10 (2,75%) setelah kanker lain (leher rahim, payudara, kelenjar getah bening, kulit, nasofaring, ovarium, jaringan lunak, dan tiroid). Dibandingkan penyakit jantung koroner, penyakit keganasan pada kolon dan rektum kurang menjadi perhatian masyarakat awam, padahal angka kejadianya cukup tinggi. Semakin bertambahnya usia harapan hidup, penyakit-penyakit degeneratif seperti kanker juga akan semakin meningkat.3 Risiko terjadinya karsinoma kolorektal (KKR) mulai meningkat setelah umur 40 tahun dan meningkat tajam pada umur 50 sampai 55 tahun, risiko meningkat dua kali lipat setiap dekade berikutnya. Saat ini mulai terjadi pergeseran usia, banyak KKR ditemukan pada usia yang lebih muda. Indonesia memiliki perbedaan persentase pasien KKR usia muda yang lebih besar dibanding negara lainnya. Data Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2006 menunjukkan insiden KKR dengan usia kurang dari 45 tahun pada 4 kota besar di Indonesia sebagai berikut, 47,85% ,54,5% ,44,3% dan 48,2% di Jakarta, Bandung, Makassar, dan Padang. 3 Kunci utama keberhasilan penanganan karsinoma ini adalah ditemukannya kanker dalam stadium dini, sehingga terapi kuratif dapat dilakukan. Namun sebagian besar penderita di Indonesia berobat dalam stadium lanjut sehingga angka survival rendah. Penderita sering datang ke rumah sakit sudah dalam stadium lanjut karena tidak jelasnya gejala awal dan tidak menganggap penting gejala dini yang terjadi, oleh karena itu sudah menjadi tugas dokter untuk mendeteksi karsinoma kolorektal dalam stadium dini, sehingga prognosis penyakit ini menjadi lebih baik.4BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Kolon mempunyai panjang 1,5 meter dan terbentang dari sekum sampai dengan rektum. Diameter terbesarnya 8,5 cm dalam sekum, berkurang menjadi 2,5 cm dalam kolon sigmoideum dan menjadi sedikit lebih berdilatasi dalam rektum. Bagian asendens dan desendens terutama retroperitoneum, sedangkan kolon sigmoideum dan transversum mempunyai mesenterium, sehingga terletak di intraperitoneum. Lapisan otot longitudinal kolon membentuk tiga buah pita yang disebut taenia koli. Panjang taenia lebih pendek daripada kolon itu sendiri sehingga kolon berlipat-lipat dan berbentuk seperti kantong yang dinamakan haustra.Secara embriologik kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri sampai rektum berasal dari usus belakang. Kolon dibagi menjadi kolon asendens, transversum, desenden dan sigmoid. Tempat di mana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Dinding kolon terdiri dari empat lapisan histologi yang jelas, yaitu tunika serosa, tunika muskularis, tunika submukosa dan tunika mukosa. Tunika serosa membentuk apendises epiploika, sedangkan tunika mukosa terdiri dari epitel selapis toraks dan tidak mempunyai vili serta banyak kriptus tubular, dalam sepertiga bawahnya mempunyai sel goblet pensekresi mukus yang ada di keseluruhan kolon. Pada tunika muskularis terdapat sel ganglion pleksus mienterikus (Auerbach) terutama terletak sepanjang permukaan luar stratum sirkulasi.5

Sekum, kolon asendens dan bagian kanan kolon transversum diperdarahi oleh cabang arteri mesenterika superior, yaitu a. ileokolika, a. kolika dekstra dan a. kolika media. Kolon transversum sebelah kiri, kolon desendens, kolon sigmoid dan sebagian besar rektum diperdarahi oleh arteri mesenterika inferior melalui a. kolika sinistra, a. sigmoid dan a. hemoroidalis superior. Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya.Aliran darah vena disalurkan melalui vena mesenterika superior untuk kolon asendens dan kolon transversum dan melalui vena mesenterika inferior untuk kolon desendens, sigmoid dan rektum. Keduanya bermuara ke dalam vena porta, tetapi v. mesenterika inferior melalui v. lienalis. Aliran vena dari kanalis analis menuju ke v. kava inferior. Pada batas rektum dan anus terdapat banyak kolateral arteri dan vena melalui peredaran hemoroidal antara sistem pembuluh saluran cerna dan sistem arteri dan vena iliaka.5,6

Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya, mengikuti arteria regional ke nodi limfatisi preaorta pada pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Hal ini penting diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya dalam reseksi keganasan kolon. Sumber aliran limfe terdapat pada muskularis mukosa. Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus splanknikus dan pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari nervus vagus. Karena distribusi persarafan usus tengah dan usus belakang, nyeri alih pada kedua bagian kolon kiri dan kanan berbeda. Lesi pada kolon bagian kanan yang berasal dari usus tengah terasa mula-mula pada epigastrium atau di atas pusat. Nyeri dari lesi pada kolon desendens atau sigmoid yang berasal dari usus belakang terasa mula-mula di hipogastrium atau di bawah pusat.5,6

B. Fisiologi Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi mukus, serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Dari 700-1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, 150-200 ml sehari dikeluarkan sebagai feses setiap harinya. Absorbsi terutama terjadi di kolon asendens dan kolon transversum. Bakteri dalam kolon mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B. Pembusukan oleh bakteri dari sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat-zat yang lebih sederhana seperti peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak. Pembentukan berbagai gas seperti NH3, CO2, H2, H2S dan CH4 membantu pembentukan flatus di kolon. Beberapa substansi ini dikeluarkan dalam feses, sedangkan zat lainnya diabsorbsi dan diangkut ke hati di mana zat-zat ini akan diubah menjadi senyawa yang kurang toksik dan diekskresikan melalui urin. 5,6 Udara ditelan sewaktu makan, minum atau menelan ludah. Oksigen dan CO2 di dalamnya diserap di usus sedangkan sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan dan peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus mencapai 500 ml sehari. Pada infeksi usus produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus gas tertimbun di jalan cerna yang menimbulkan flatulensi. Kolon hanya memproduksi mukus dan sekresinya tidak mengandung enzim atau hormon pencernaan. Kolon mengekskresi zat sisa dalam bentuk feses. Fungsi utama dari rectum dan kanalis analis ialah untuk mengeluarkan massa feses yang terbentuk dan melakukan hal tersebut dengan cara yang terkontrol. Apabila feses masuk ke dalam rektum, terjadi peregangan rektum sehingga menimbulkan gelombang peristaltik pada kolon desendens dan kolon sigmoid mendorong feses ke arah anus. 5,6

C. DefinisiKanker kolorektal adalah suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal atau tumbuh di dalam struktur saluran usus besar (kolon) dan atau rektum. Karsinoma ini merupakan keganasan saluran pencernaan terbanyak. Jenis keganasan yang terbanyak adalah adenokarsinoma. Lokasi tersering di rektum, sigmoid, kolon asenden, dan kolon desenden. metastasis dapat terjadi secara limfogen, hematogen, dan per kontinuitatum.5

D. EpidemiologiKeganasan ini merupakan keganasan saluran pencernaan terbanyak. Kanker kolorektal berada pada urutan ketiga sebagai kanker paling banyak dan urutan ketiga sebagai penyebab kematian terkait kanker di Amerika Serikat. Penelitian di Amerika menunjukkan angka insiden kanker kolorektal dan angka kematian karena kanker kolorektal lebih tinggi pada ras African Americans dibandingkan ras kulit putih. Ras hispanik memiliki angka insiden kanker kolorektal dan angka kematian yang paling rendah. Di negara Barat, perbandingan insidens lelaki dengan perempuan adalah 3:1. Di Indonesia jumlah penderita kanker kolorektal menempati urutan ke- 10 (2,75%) setelah kanker lain (leher rahim, payudara, kelenjar getah bening, kulit, nasofaring, ovarium, jaringan lunak, dan tiroid). Indonesia memiliki perbedaan persentase pasien KKR usia muda yang lebih besar dibanding negara lainnya. Data Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2006 menunjukkan insiden KKR dengan usia kurang dari 45 tahun pada 4 kota besar di Indonesia sebagai berikut, 47,85% ,54,5% ,44,3% dan 48,2% di Jakarta, Bandung, Makassar, dan Padang.1-3

E. Etiologi dan Faktor RisikoSecara umum dinyatakan bahwa untuk perkembangan KKR merupakan interaksi antara faktor lingkungan dan faktor genetik. Faktor lingkungan multipel beraksi terhadap predisposisi genetik atau defek yang didapat dan berkembang menjadi KKR.5Terdapat 3 kelompok KKR berdasarkan perkembangannya yaitu: 1. kelompok yang diturunkan (inherited) yang mencakup kurang dari 10% dari kasus KKR;2. kelompok sporadik, yang mencakup sekitar 70%;3. kelompok familial, mencakup 20%. 6Kelompok diturunkan adalah mereka yang dilahirkan sudah dengan mutasi germline (germline mutation) pada salah satu allele dan terjadi mutasi somatik pada allele yang lain. Contohnya adalah FAP (Familial Adenomatous Polyposis) dan HNPCC (Hereditary Non-Polyposis Colorectal Cancer. HNPCC terdapat pada sekitar 5% dari KKR. Kelompok sporadik membutuhkan dua mutasi somatik, satu pada masing masing allele-nya. Kelompok familial tidak sesuai kedalam salah satu dari dominantly inherited syndromes diatas (FAP & HNPCC) dan lebih dari 35% terjadi pada umur muda. Meskipun kelompok familial dari KKR dapat terjadi karena kebetulan saja, akan tetapi faktor lingkungan, penetrant mutations yang lemah atau currently germline mutations dapat berperan.6 Terdapat 2 model perjalanan perkembangan KKR (karsinogenesis) yaitu LOH (Loss of Heterozygocity) dan RER (Replication Error). Model LOH mencakup mutasi tumor gen supresor meliputi gen APC, DCC dan p-53 serta aktifasi onkogen yaitu K-ras. Model ini contohnya adalah perkembangan polip adenoma menjadi karsinoma. Sementara model RER karena adanya mutasi gen hMSH2, hMLH1, hPMS1, hPMS2. Model terakhir ini contohnya adalah perkembangan HNPCC. Pada bentuk sporadik, 80% berkembang lewat model LOH dan 20% berkembang lewat model RER.7Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian karsinoma kolon, yaitu:a. UmurKanker kolon sering terjadi pada usia tua. Lebih dari 90% penyakit ini menimpa penderita di atas usia 40 tahun, dengan insidensi puncak pada usia 60-70 tahun. Kanker kolon ditemukan di bawah usia 40 tahun yaitu pada orang yang memiliki riwayat kolitis ulseratif atau poliposis familial.7b. Faktor GenetikMeskipun sebagian besar kanker kolon kemungkinan disebabkan oleh faktor lingkungan, namun faktor genetik juga berperan penting. Ada beberapa indikasi bahwa ada kecenderungan faktor keluarga pada terjadinya kanker kolon. Risiko terjadinya kanker kolon pada keluarga pasien kanker kolon adalah sekitar 3 kali dibandingkan pada populasi umum. Banyak kelainan genetik yang dikaitkan dengan keganasan kanker kolon diantaranya sindrom poliposis. Namun demikian sindrom poliposis hanya terhitung 1% dari semua kanker kolon. Selain itu terdapat Hereditary Non-Polyposis Colorectal Cancer (HNPCC) atau Syndroma Lynch terhitung 2-3% dari kanker kolon.7c. Faktor Lingkungan dan MakananRisiko kanker kolon meningkat pada masyarakat yang bermigrasi dari wilayah dengan insiden kanker kolon yang rendah ke wilayah dengan risiko kanker kolon yang tinggi. Mengkonsumsi serat sebanyak 30 gr/hari terbukti dapat menurunkan risiko timbulnya kanker kolon sebesar 40% dibandingkan orang yang hanya mengkonsumsi serat 12 gr/hari. Orang yang banyak mengkonsumsi daging merah atau daging olahan lebih dari 160 gr/hari akan mengalami peningkatan risiko kanker kolon sebesar 35% dibandingkan orang yang mengkonsumsi kurang dari 1 porsi per minggu. Menurut beberapa penelitian, feces yang mengandung serat akan lebih mudah dieliminir atau dengan kata lain transit time yaitu waktu antara masuknya makanan dan dikeluarkannya sebagai sisa makanan yang tidak dibutuhkan tubuh menjadi lebih singkat. Kontak antara zat-zat iritatif dengan mukosa kolon dan rektum menjadi singkat, sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit di kolon dan rektum.7 d. Polip AdenomaPolip adenoma sering dijumpai pada usus besar. Insiden terbanyak pada umur sesudah dekade ketiga, namun dapat juga dijumpai pada semua umur dan laki-laki lebih banyak dibanding dengan perempuan. Polip adenomatosum lebih banyak pada kolon sigmoid (60%), ukuran bervariasi antara 1-3 cm, namun terbanyak berukuran 1 cm. Polip terdiri dari 3 bagian yaitu puncak, badan dan tangkai. Semakin besar diameter polip semakin besar kecurigaan keganasan. Perubahan dimulai dibagian puncak polip, baik pada epitel pelapis mukosa maupun pada epitel kelenjar, meluas ke bagian badan dan tangkai serta basis polip. Risiko terjadinya kanker meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran dan jumlah polip. Beberapa individu memiliki kecenderungan genetik untuk mengembangkan polip. Kondisi seperti adenomatosa poliposis familial atau sindrom Gardner dapat menyebabkan ratusan polip terbentuk dalam usus besar atau rektum.7e. Kolitis UlserosaPerkiraan kejadian kumulatif dari kanker kolon yang berhubungan dengan kolitis ulserosa adalah 2,5% pada 10 tahun, 7,6% pada 30 tahun dan 10,8% pada 50 tahun. Kolitis ulserosa dimulai dengan mikroabses pada kripta mukosa kolon dan beberapa abses bersatu membentuk ulkus. Pada stadium lanjut timbul pseudopolip yaitu penonjolan mukosa kolon yang ada diantara ulkus. Perjalanan penyakit yang sudah lama, berulang-ulang dan lesi luas disertai adanya pseudopolip merupakan resiko tinggi terhadap karsinoma. Pada kasus demikian harus dipertimbangkan tindakan kolektomi. Tujuannya adalah mencegah terjadinya karsinoma dan menghindari penyakit yang sering berulang-ulang. Karsinoma yang timbul sebagai komplikasi kolitis ulserosa sifatnya lebih ganas, cepat tumbuh dan metastasis.7f. MerokokPerokok jangka lama mempunyai risiko relatif berkisar 1,5-3 kali. Diestimasikan bahwa satu dari lima KKR di Amerika bisa diatributkan kepada merokok. Penelitian kohort dan kasus-kontrol dengan disain yang baik menunjukkan bahwa merokok berhubungan dengan kenaikan risiko terbentuknya adenoma dan juga kenaikan risiko perubahan adenoma menjadi KKR.7

F. Klasifikasi1,5Derajat keganasan karsinoma kolon dan rektum dibagi berdasarkan gambaran histologik menurut klasifikasi Dukes. Dukes membagi karsinoma berdasarkan dalamnya infiltrasi karsinoma di dinding usus.Klasifikasi karsinoma rektum menurut Dukes: 1,5Tahap A: Infiltrasi karsinoma terbatas pada dinding ususTahap B: Infiltrasi karsinoma sudah menembus lapisan muskularis mukosaTahap C: Terdapat metastasis ke dalam kelenjar limfe C1: Beberapa kelenjar limfe dekat tumor primerC2: Dalam kelenjar limfe jauhTahap D: Metastasis jauh

Klasifikasi TNM1,5T Tumor primerTx - Tumor primer tidak dapat dinilaiT0 - Tidak ada tumor primerT1 - Invasi tumor di lapisan sub mukosaT2 - Invasi tumor di lapisan otot propriaT3 - Invasi tumor melewati otot propria ke subserosa atau masuk ke perikolik yang tidak dilapisi peritoneum atau perirektalT4 - Invasi tumor terhadap organ atau struktur sekitarnya atau peritoneum viseralN Kelenjar limfe regionalNx - Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilaiN1 - Metastasis di 1-3 kelenjar limfe perikolik atau perirektalN2 - Metastasis di 4 kelenjar limfe perikolik atau perirektalN3 - Metastasis pada kelenjar limfe sesuai nama pembuluh darah atau pada kelenjar apikalM Metastasis jauhMx - Metastasis jauh tidak dapat dinilaiM0 - tidak ada metastasis jauhM1 - terdapat metastasis jauh

G. PatofisiologiKanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Kanker kolorektal yang sporadik muncul setelah melewati rentang masa yang lebih panjang sebagai akibat faktor lingkungan yang menimbulkan berbagai perubahan genetik yang berkembang menjadi kanker. Kedua jenis kanker kolorektal (herediter dan sporadik) tidak muncul secara mendadak melainkan melalui proses yang diidentifikasikan pada mukosa kolon (seperti pada displasia adenoma). Kanker kolon terjadi sebagai akibat dari kerusakan genetik pada lokus yang mengontrol pertumbuhan sel. Perubahan dari kolonosit normal menjadi jaringan adenomatosa dan akhirnya karsinoma kolon menimbulkan sejumlah mutasi yang mempercepat pertumbuhan sel. Terdapat 2 mekanisme yang menimbulkan instabilitas genom dan berujung pada kanker kolorektal yaitu : instabilitas kromosom (Cromosomal Insyability atau CIN) dan instabilitas mikrosatelit (Microsatellite Instability atau MIN). Umumnya asl kenker kolon melalui mekanisme CIN yang melibatkan penyebaran materi genetik yang tak berimbang kepada sel anak sehingga timbulnya aneuploidi. Instabilitas mikrosatelit (MIN) disebabkan oleh hilangnya perbaikan ketidakcocokan atau missmatch repair (MMR) dan merupakan terbentuknya kanker pada sindrom Lynch. Awal dari proses terjadinya kanker kolon yang melibatkan mutasi somatik terjadi pada gen Adenomatous Polyposis Coli (APC). Gen APC mengatur kematian sel dan mutasi pada gen ini menyebabkan pengobatan proliferasi yeng selanjutnya berkembang menjadi adenoma. Mutasi pada onkogen K-RAS yang biasnya terjadi pada adenoma kolon yang berukuran besar akan menyebabkan gangguan pertumbuhan sel yang tidak normal.8,9Transisi dari adenoma menjadi karsinoma merupakan akibat dari mutasi gen supresor tumor p53. Dalam keadaan normal protein dari gen p53 akan menghambat proliferasi sel yang mengalami kerusakan DNA, mutasi gen p53 menyebabkan sel dengan kerusakan DNA tetap dapat melakukan replikasi yang menghasilken sel-sel dengan kerusakan DNA yang lebih parah. Replikasi sel-sel dengan kehilangan sejumlah segmen pada kromosom yang berisi beberapa alele (misal loss of heterizygosity), hal ini dapat menyebabkan kehilangan gen supresor tumor yang lain seperti DCC (Deleted in Colon Cancer) yang merupakan transformasi akhir menuju keganasan.

Penyebaran kanker kolon dapat melalui 3 cara, yaitu penyebaran secara langsung ke organ terdekat, melalui sistem limpatikus dan hematogen, serta melalui implantasi sel ke daerah peritoneal. Karsinoma kolon dan rektum mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh sambil menembus dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral. Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya misalnya ureter, buli-buli, uterus, vagina atau prostat. Penyebaran limfogen terjadi ke kelenjar parailiaka, mesenterium dan paraaorta. Penyebaran hematogen terutama ke hati. Penyebaran peritoneal mengakibatkan peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa asites.8,9

H. PatologiPada umumnya dalam perjalanan penyakit pertumbuhan adenokarsinoma usus besar sebelah kanan dan kiri berbeda. Adenokarsinoma usus besar kanan, yaitu sekum, kolon asenden, kolon transversum sampai batas fleksura hepatika, tumor cenderung tumbuh eksofitik atau polipoid. Karsinoma usus besar kiri, yaitu kolon transversum batas fleksura lienalis, kolon desenden, sigmoid dan rektum tumbuh berbentuk cincin menimbulkan napkin-ring.

Secara makroskopik karsinoma kolon dapat dibagi atas 3 tipe, yaitu: 1. Tipe nodular Bentuk nodular berupa suatu massa yang keras dan menonjol ke dalam lumen, dengan permukaan noduler. Biasanya tidak bertangkai dan meluas ke dinding kolon. Sering juga terjadi ulserasi, dengan dasar ulkus yang nekrotik dengan tepi yang meninggi, mengalami indurasi dan noduler. Di daerah sekum, bentuk tumor ini kemungkinan tumbuh menjadi suatu massa yang besar, tumbuh menjadi fungoid atau tipe ensefaloid. Permukaan ulkus akan mengeluarkan pus dan darah. 2. Skirous (Schirrous)Pada tipe ini reaksi fibrous sangat banyak sehingga terjadi pertumbuhan yang keras serta melingkari dinding kolon sehingga terjadi konstriksi kolon untuk membentuk napkin ring. Mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di kolon ascenden, sigmoid dan rektum.3. Papilary atau polipoid Tipe ini merupakan pertumbuhan yang sering berasal dari papiloma simple atau adenoma. Tumbuh menonjol ke dalam lumen usus dan berbentuk bunga kol ditemukan terutama di sekum dan kolon ascenden.Secara histologis, hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma yang berasal dari epitel kolon. Bentuk dan diferensiasinya sempurna mempunyai struktur glandula dan kelenjar-kelenjarnya sendiri membesar, terjadi pembengkakan sel kolumna dengan nuklei hipokromasi dengan sel yang mengalami mitosis. Pada bentuk yang kurang berdifirensiasi sel-sel epitel terlihat didalam kolumna atau massa. Desar sel barvariasi dan mungkin terdapat invasi dari pembuluh darah dan pembuluh limfe. Pada pertumbuhan anplastik kadang terlihat signet ring cell (inti mendesak ke arah sel).9

I. Manifestasi KlinisUsus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (caecum, kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteri mesenterika inferior yang memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Tanda dan gejala dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik. Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor. Kolon kanan memiliki kaliber yang besar, tipis dan dinding distensi serta isi fecal ialah air. Karena fitur anatomisnya, karsinoma kolon kanan dapat tumbuh besar sebelum terdiagnosa. Pasien sering mengeluh lemah karena anemia. Darah makroskopis sering tidak tampak pada feses tetapi dapat mendeteksi tes darah samar. Pasien dapat mengeluh ketidaknyamanan pada kuadran kanan perut setelah makan dan sering salah diagnosa dengan penyakit gastrointestinal dan kandung empedu. Jarang sekali terjadi obstruksi dan gangguan berkemih. Kolon kanan : Kelemahan yang tidak dapat dijelaskan / anemia Tes darah samar pada feses Gejala dispepsia Ketidaknyamanan abdomen kanan persisten Teraba massa abdominalKolon kiri memiliki lumen yang lebih kecil dari yang kanan dan konsistensi feses ialah semisolid. Tumor dari kolon kiri dapat secara gradual mengoklusi lumen yang menyebabkan gangguan pola defekasi yaitu konstipasi atau peningkatan frekuensi BAB. Pendarahan dari anus sering namun jarang yang masif. Feses dapat diliputi atau tercampur dengan darah merah atau hitam. Serta sering keluar mukus bersamaan dengan gumpalan darah atau feses. Kolon kiri : Gangguan pola buang air besar Darah makro pada feses Gejala obstruksiPada kanker rektum, gejala utama yang terjadi ialah hematokezia. Perdarahan seringkali terjadi persisten. Darah dapat tercampur dengan feses atau mukus. Pada pasien dengan perdarahan rektal pada usia pertengahan atau tua, walaupun ada hemoroid, kanker tetap harus dipikirkan. Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan kanker kolon, tetapi hal ini adalah sebuah keadaan darurat yang membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan penanganan bedah. Pasien dengan total obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau buang air besar, kram perut dan perut yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak mendapat terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga dapat terjadi pada tumor primer, dan hal ini dapat disalah artikan sebagai akut divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika urinaria atau vagina dan dapat menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria. Metastasis ke hepar dapat menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan hal ini biasanya merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon.Rektum : Pendarahan per rektal Gangguan pola buang air Adanya sensasi tidak lampias Teraba tumor intrarectal1,8

Tabel : Gambaran Klinis Karsinoma Kolorektal LanjutKolon KananKolon KiriRektum

Aspek klinisNyeri Defekasi

ObstruksiDarah pada feses

FesesDispepsiaKeadaan umum memburukAnemiaKolitisKarena penyusupanDiare / diare berkalaJarangSamar

Normal / diareSeringHampir selaluHampir selaluObstruksiKarena ObstruksiKonstipasi progresifHampir selaluSamar atau makroskopikNormalJarangLambatLambatProktitisTenesmiTenesmi terus menerus

Tidak jarangMakroskopik

Perubahan bentukJarangLambatLambat

J. DiagnosisDiagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik termasuk colok dubur, dan pemeriksaan penunjang lainnya: AnamnesisAnamnesis meliputi perubahan pola kebiasaan defekasi, baik berupa diare ataupun konstipasi (change of bowel habit), perdarahan per anum (darah segar), penurunan berat badan, faktor predisposisi, riwayat kanker dalam keluarga, riwayat polip usus, riwayat colitis ulserosa, riwayat kanker payudara/ovarium, uretero sigmoidostomi, serta kebiasaan makan (rendah serat, banyak lemak). Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah adanya perubahan pola buang air besar (change of bowel habits), bisa diare bisa juga obstipasi.Semakin distal letak tumor semakin jelas gejala yang ditimbulkan karena semakin ke distal feses semakin keras dan sulit dikeluarkan akibat lumen yang menyempit, bahkan bisa disertai nyeri dan perdarahan, bisa jelas atau samar. Warna perdarahan sangat bervariasi, merah terang, mahogany, dan kadang merah kehitaman. Makin ke distal letak tumor warna merah makin pudar. Perdarahan sering disertai dengan lendir, kombinasi keduanya harus dicurigai adanya proses patologis pada colorektal. Selain itu, pemeriksaan fisik lainnya yaitu adanya massa yang teraba pada fossa iliaca dextra dan secara perlahan makin lama makin membesar. Penurunan berat badan sering terjadi pada fase lanjut, dan 5% kasus sudah metastasis jauh ke hepar.

Pemeriksaan FisikKarsinoma kolon disebelah kanan, kadang-kadang teraba suatu massa. Tumor sigmoid sedikit dapat diraba diperut kiri bawah. Bila tumor sudah metastase ke hati, akan teraba hati yang nodular dengan bagian yang keras dan yang kenyal. Dapat ditemukan massa di abdomen, apabila ada gejala-gejala obstruksi dari inspeksi dapat ditemukan dinding abdomen distensi, dumb countur, dumb steifung. Dari palpasi ditemukan massa abdomen, dan hipertimpani pada perkusi abdomen, auskultasi usus bisa ditemukan peningkatan peristaltik yang kemudian diikuti dengan metalik sound dan penurunan serta menghilangnya peristaltik. Bisa juga ditemukan nyeri tekan pada seluruh dinding abdomen apabila terjadi perforasi usus. Pemeriksaan colok dubur atau rectal toucher dipakai untuk menilai tonus dari muskulus sfingter ani, ampula rektum, mukosa dan massa. Tonus sfingter ani dinilai kuat atau lemah, ampula rektumnya kolaps atau tidak dan isinya, mukosa dinilai permukaannya apakah kasar, licin atau berbenjol benjol, dan dinilai apakah teraba massa, lokasinya, batasnya dan permukaannya. Kemudian dinilai juga apakah terdapat perdarahan.Pada pemeriksaan colok dubur yang harus dinilai adalah pertama, keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rectum. Kedua, mobilitas tumor untuk mengetahui prospek terapi pembedahan. Ketiga, ekstensi penjalaran yang diukur dari ukuran tumor dan karakteristik pertumbuhan primer, mobilitas atau fiksasi lesi.Pemeriksaan Digital Rectal Examination (DRE) bisa ditemukan massa maligna (massa berbenjol-benjol dengan striktura) di rektum dan rektosigmoid teraba keras kenyal dan lendir darah yang terdapat pada sarung tangan.Tabel : Ringkasan Diagnosis Karsinoma Kolorektal1,8Kolon Kanan : Anemia dan kelemahan Darah okul di feses Dispepsia Perasaan kurang enak di perut kanan bawah Massa di perut kanan bawah Foto rontgen perut khas Penemuan kolonoskopiKolon Kiri : Perubahan pola defekasi Darah di feses Gejala dan tanda obstruksi Foto rontgen khas Penemuan kolonoskopiRektum : Perdarahan rektum Darah di feses Perubahan pola defekasi Pasca defekasi perasaan tidak puas atau rasa penuh Penemuan tumor pada colok dubur Penemuan tumor rektosigmoid

Pemeriksaan PenunjangPada pasien dengan gejala-gejala yang dicurigai karsinoma kolon, diagnosis definitif biasanya ditegakkan dengan endoskopi (fleksibel sigmoidoskopi dan colonoscopy) atau barium enema. Pemeriksaan lain diperlukan untuk pemeriksaan derajat penyakit dan mencari metastase. Ada berbagai pilihan penyaringan tersedia mencakup Fecal occult bleeding (FOBT), fleksibel sigmoidoskopi (FS), sinar-x enema barium, dan kolonoskopi dan fecal immunochemical test (FIT).1,8 Pemeriksaan LaboratoriumMeliputi pemeriksaan tinja apakah ada darah secara makroskopis/mikroskopis atau ada darah samar (occult blood) serta pemeriksaan CEA (carcino embryonic antigen). Kadar yang dianggap normal adalah 2,5-5 ngr/ml. Kadar CEA dapat meninggi pada tumor epitelial dan mesenkimal, emfisema paru, sirhosis hepatis, hepatitis, perlemakan hati, pankreatitis, colitis ulserosa, penyakit crohn, tukak peptik, serta pada orang sehat yang merokok. Peranan penting dari CEA adalah bila diagnosis karsinoma kolorektal sudah ditegakkan dan ternyata CEA meninggi yang kemudian menurun setelah operasi maka CEA penting untuk tindak lanjut. Anemia dapat dibuktikan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit. Pemeriksaan bensidin untuk darah samar bukan pemeriksaan yang khas, tetapi memberi petunjuk adanya perdarahan didalam saluran cerna. Fecal Occult Bleeding Test (FOBT) menawarkan beberapa keuntungan sebagai alat screening yang telah terbukti efektif dalam percobaan secara random, yang non-invasive, dan hemat biaya. Akan tetapi, penurunan angka kematian termasuk rendah (1533%).1,8 Pemeriksaan fungsi hati sering memberi keterangan yang cukup berguna. Perlu disadari bahwa hasil laboratorium tidak memberikan gambaran yang khas tentang kelainan tertentu di kolon atau rektum. 1,8 Flexible Sigmoidoscopy (FS)Flexible Sigmoidoscopy (FS) dapat juga digunakan sebagai alat penyaringan. Prosedur bisa dilakukan dalam kantor tanpa pemberian obat penenang, hemat biaya dan murah, dapat untuk mengurangi angka kematian kanker colon sekitar 6070%, dan persiapan pasien lebih mudah dibandingkan dengan kolonoskopi. Akan tetapi, FS mendeteksi hanya separuh adenomas dan 40% kanker dari proximal sampai splenic flexure. Dapat mengedintifikasi sampai 75% lesi proximal dan tidak dapat mendeteksi lesi distal. Pemeriksaannya sering dibatasi oleh ketidaknyamanan pasien dan kurang persiapan. Dengan melakukan pemeriksaan FOBT setiap tahun dan FS setiap lima 5 tahun. Metode ini memberikan gambaran pada kolon descenden dan memberikan sensitifitas yang baik pada FOBT untuk proximal kanker yang tidak bisa dicapai oleh FS. 1,8 Barium enemaPemeriksaan sinar-x enema barium (BE) mempunyai manfaat cost effective dan memeriksa keseluruhan kolon. Barium enema sebaiknya menggunakan kontras ganda dan usahakan melakukan pemotretan pada berbagai posisi bila ditemukan kelainan. Pada foto kolnon dapat terlihat suatu filling defect pada suatu tempat atau suatu striktura. Selain itu dapat ditemukan lokasi tempat kelainan tersebut.

Gambar : Pemeriksaan kontras barium enema radiograf KolonoskopiKolonoskopi merupakan standar baku diagnosis karsinoma kolorektal. Kolonoskopi memberikan gambaran keseluruhan colon yang dapat mengidentifikasi dari lesi yang proximal dan lesi distal. Kolonoskopi mempunyai sensitifitas terbaik pada metoda screening yang ada saat ini. Kerugian kolonoskopi adalah biaya, resiko yang ditingkatkan seperti pendarahan dan perforasi, persiapan pasien yang sulit, dan membutuhkan pemberian obat sedasi. Secara endoskopi, umumnya bentuk kanker kolorektal ialah polipoid yang ireguler, anular seperti bunga kool yang ulseratif, striktura, sirkular, dan dapat menemukan letak obstruksi. Apabila dibandingkan, kolonoskopi menjadi suatu metoda surveilen yang lebih efektif dibanding dengan kontras barium enema ganda. Setelah melakukan pemeriksaan kolonoskopi dengan disertai polypectomy, 580 pasien dilakukan surveilen dengan kolonoskopi dan kontrol barium enema ganda (DCBE). Hasil kolonoskopi menemukan 392 polyp, DCBE menemukan polyp sebanyak 139 (35%) pada kasus yang sama. 1,8 Biopsi Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting. Biopsi biasanya dilakukan dengan kolonoskopi. Pemeriksaan penunjang lainnya Radiografi thorak : digunakan untuk mendeteksi kanker yang telah metastase ke paru-paru. CT-Scan : digunakan untuk mendeteksi metastase ke nodus limfatikus, hati atau paru-paru1,8

Gambar : CT Scan abdomen bagian atas menunjukkan multipel tumor dalam limpa dan hati yang sudah menyebar (metastase) berasal dari kanker usus (karsinoma).

K. Diagnosis BandingBerbagai kelainan di rongga perut yang bergejala sama atau mirip dengan karsinoma kolorektal antara lain:1. Kolitis ulserativa2. Polip adenomatosa3. Hemoroid interna4. Fisura ani5

L. TatalaksanaSatu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindakan operatif. Tujuan utama tindakan operatif ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun non kuratif. Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak memberikan manfaat kuratif. Sebelum melakukan tindakan operasi harus terlebih dahulu dinilai keadaan umum dan toleransi operasi serta ekstensi dan penyebaran tumor. Terapi standar untuk kanker kolorektal yang digunakan antara lain ialah : 1. PembedahanBedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran lokal maupun jauh. Penatalaksanaan objektif dari karsinoma kolon adalah dengan membuang tumor primer bersama dengan suplai limfovaskularnya. Pada tumor sekum ataupun ascendens, dilakukan hemikolektomi kanan, kemudian anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di fleksura hepatica dilakukan juga hemikolektomi. Pada tumor kolon transversum dilakukan reseksi kolon transversum, kemudian anastomosis ujung ke ujung sedangkan pada tumor kolon descendens dilakukan hemikolektomi kiri. Pada tumor sigmoid dilakukan reseksi sigmoid dan pada rectum sepertiga proksimal dilakukan reseksi anterior. Untuk kanker rektum, jenis operasinya tergantung pada seberapa jauh jarak kanker ini dari anus dan seberapa dalam tumbuh ke dalam dinding rektum. Pada tumor rektum sepertiga tengah, dilakukan reseksi dengan mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi rektum melalui reseksi abdominoperineal Quenu-Miles. Pada operasi ini, anus turut dikeluarkan. Pengangkatan seluruh rektum dan anus mengharuskan penderita menjalani kolostomi menetap (pembuatan hubungan antara dinding perut dengan kolon). Dengan kolostomi, isi usus besar dikosongkan melalui lubang di dinding perut ke dalam suatu kantung, yang disebut kantong kolostomi. Bila memungkinkan, rektum yang diangkat hanya sebagian, dan menyisakan ujung rektum dan anus. Kemudian ujung rektum disambungkan ke bagian akhir dari kolon. 8,10Hemikolektomi kananHemikolektomi kanan extended

Hemikolektomi kiriReseksi kolon transversum

Reseksi kolon sigmoid

Kolostomi

2. KemoterapiPasien dengan karsinoma rektum stadium II-III berisiko tinggi untuk mengalami kekambuhan lokal dan sistemik. Terapi adjuvan harus bertujuan menanggulangi kedua masalah tersebut. (NCI PDQ). Sebagian besar penelitian yang menggunakan radioterapi pra- dan pasca bedah saja dapat menurunkan angka kekambuhan lokal tetapi tidak bermakna dalam angka survival. Kemoterapi Intrahepatic untuk carcinoma colon dengan metastase ke hepar adalah intraarterial floxuridine (FUDR).Protokol-protokol yang sering digunakan: Mayo1. 5-FU 425 mg/m2 dengan bolus IV setiap hari 5 hari berturut-turut satu jam sesudah LV2. LV 20 mg/m2 IV setiap hari untuk 5 hari ber turut-turut3. Frekuensi : ulang setiap 4 sampai 5 minggu. de Gramont1. LV 200 mg/m2 infus 2 jam, diikuti 2. 5-FU400 mg/m2 i.v. bolus diikuti3. 5-FU 600 mg/m2 infus kontinu 22 jam 4. Frekuensi : hari 1+2, ulang setiap 21 hari Dosis 1. capecitabine 1250 mg/m2 bid bila sebagai obat tunggal, capecitabine 1000 mg/m2 bila dikombinasi dengan oxaliplatin/irinotecan2. irinotecan 250 mg/m2 bila diberikan dengan kombinasi 5-FU/FA setiap 21 hari dan 130 mg/m2 bila dikombinasi dengan capecitabine3. oxaliplatin 135 mg/m2 bila diberikan dengan kombinasi 5-FU/FA setiap 21 hari dan 85 mg/m2 bila dikombinasi dengan capecitabine6Rekomendasi Tingkat A1. Stadium I/Dukes A : tidak diberikan kemoterapi2. Stadium III/Dukes C : kemoterapi 5-FU/FA atau capecitabine, hingga 6 bln3. Stadium IV/metastasis : kemoterapi 5-FU/FA atau capecitabine, hingga 6 bln ditambah oxaliplatin atau irinotecan, 6 bln

Tingkat Rekomendasi BStadium IIA/Dukes B1 : dipertimbangkan pemberian kemoterapi

Rekomendasi Tingkat DStadium IIB/Dukes B2 : kemoterapi 5-FU/FA atau capecitabine, hingga 6 bln

3. RadioterapiRadiasi bertujuan untuk mengurangi resiko kekambuhan dari karsinoma rektal. Radiasi bermanfaat juga sebagai terapi paliatif, yaitu mengurangi pertumbuhan tumor pada lokasi spesifik yang merupakan hasil metastase dari karsinoma kolorektal. Terapi ini juga bisa untuk meningkatkan kualitas hidup dan membantu mengontrol nyeri atau kompresi medula spinalis atau sindrom vena cava.Terapi radiasi setelah pengangkatan tumor, bisa membantu mengendalikan pertumbuhan tumor yang tersisa, memperlambat kekambuhan dan meningkatkan harapan hidup. Pengangkatan tumor dan terapi radiasi efektif untuk penderita kanker rektum yang disertai 1-4 kanker kelenjar getah bening. Tetapi kurang efektif pada penderita kanker rektum yang memiliki lebih dari 4 kanker kelenjar getah bening.4

M. KomplikasiKomplikasi primer dihubungkan dengan kanker kolorektal, antara lain :a. Obstruksi usus diikuti dengan penyempitan lumen akibat lesib. Perforasi dari dinding usus oleh tumor, diikuti kontaminasi organ peritonealc. Perluasan langsung ke organ-organ yang berdekatanKomplikasi yang timbul setelah pembedahan (reseksi usus besar) dibagi menjadi 2 berdasarkan perkiraan waktu munculnya komplikasi, yaitu komplikasi segera dan komplikasi lambat. Komplikasi segera meliputi :a. Kardiorespirasib. Kebocoran anastomosisc. Infeksi lukad. Retensi urinee. ImpotenKomplikasi lambat meliputi kekambuhan6

N. PrognosisLebih dari 90% pasien dengan keganasan kolorektal yang dilakukan operasi reseksi secara kuratif atau paliatif, angka kematiannya sekitar 3-6%. Persentase jangka hidup 5 tahun sesudah reseksi tergantung dari stadium lesi. Dukes A (terbatas pada dinding usus) : 90-100 % Dukes B (melalui seluruh dinding) : 75-85 % Dukes C (kelenjar getah bening positif) : 30-40 % Dukes D (metastasis ke tempat yang jauh atau penyebaran lokal tidak dapat direseksi lagi) :