REFERAT CA Colon

download REFERAT CA Colon

of 20

description

ini adalah referat mengenai kanker kolon.

Transcript of REFERAT CA Colon

REFERATFECAL IMMUNOCHEMICAL TESTING (FIT) DAN KOLONOSKOPI SEBAGAI TES SKRINING KARSINOMA KOLOREKTAL

Disusun oleh :Erika Zahra Fristy P20090310061

PEMBIMBINGDr. Andik Nurcahyono, Sp.B

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTARSUD SALATIGA

ii

2013iii

HALAMAN PENGESAHAN

Telah diajukan dan disahkan referat dengan judulFecal immunochemical testing (FIT) dan kolonoskopi sebagai tes skrining pada karsinoma kolorektal

Disusun oleh

Nama : Erika Zahra Fristy PNim : 20090310061

Salatiga, Februari 2014Disetujui oleh :Dokter Pembimbing

Dr. Andik Nurcahyono, Sp.BDAFTAR ISIHALAMAN JUDULiHALAMAN PENGESAHANiiDAFTAR ISIiiiBAB I PENDAHULUAN1A.LATAR BELAKANG1B.RUMUSAN MASALAH3C.TUJUAN PEMBUATAN REFERAT3BAB II TINJAUAN PUSTAKA4A.KANKER KOLOREKTAL41.Definisi42.Epidemiologi53.Patofisiologi54.Klasifikasi75.Diagnosa76.Penatalaksanaan10B.KOLONOSKOPI11 C. FECAL OCULT BLOOD TEST12BAB III PEMBAHASAN14BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN16A.KESIMPULAN16B.SARAN16DAFTAR PUSTAKA17

iv

BAB IPENDAHULUANLATAR BELAKANGKanker kolorektal adalah kanker ketiga yang paling sering di seluruh dunia dan yang kedua dalam menyebabkan kematian. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa skrining untuk kanker kolorektal adalahh cukup efektif dan biaya terjangkau untuk rata-rata penduduk berisiko (Ferlay et al, 2008).Rekomendasi untuk skrining terhadap kanker kolorektal dibagi menjadi dua kategori umum : tes tinja (occult blood and exfoliated DNA tests) dan pemeriksaan secara struktural ( sigmoidoskopi fleksibel , kolonoskopi , dan computed tomographic colonography ) . Tes tinja terutama mendeteksi kanker, dan pemeriksaan struktural mendeteksi kanker dan lesi premaligna. Tes tinja untuk darah yang tersembunyi ( guaiac testing dan pengujian immunochemical tinja [ FIT ] ) banyak digunakan di Eropa dan Australia, sedangkan colonoscopy metode skrining yang dominan di Amerika Serikat (Levin et al, 2008).Colonoscopy dianggap tes paling akurat untuk deteksi dini dan pencegahan kanker kolorektal. Meskipun data dari penelitian secara acak mengevaluasi dampak dari colonoscopy pada tingkat kematian akibat kanker kolorektal kurang , prosedur ini direkomendasikan sebagai skrining lini pertama dari data tidak langsung dan studi observasi. Studi kasus - kontrol berbasis populasi telah menyarankan bahwa kolonoskopi secara nyata mengurangi resiko kanker kolorektal dan kematian. Bukti terbaru menunjukkan bahwa pasien dengan tidak ada kelainan pada pemeriksaan kolonoskopi sebelumnya dapat mengurangi resiko kanker kolorektal. Dalam studi kohort, penggunaan skrining kolonoskopi dikaitkan dengan penurunan kejadian kanker kolorektal sebesar 67% dan mengurangi tingkat kematian. Penelitian kohort melibatkan pasien dengan adenoma yang dianjurkan polipektomi dapat mencegah 80% kanker kolorektal. Studi banding telah menunjukkan bahwa semiquantitative FIT lebih akurat daripada guaiac test untuk mendeteksi kanker kolorektal dan adenoma tahap lanjut dan pengujian baru ini sekarang direkomendasikan sebagai pilihan pertama fecal immunochemical testin (FIT)t di skrining kanker kolorektal. Walaupun FIT tidak efektif untuk deteksi neoplasma dibanding kolonoskopi atau sigmoidoskopi, bukti menunjukkan mungkin pemeriksaan ini masih bisa diterima, lebih efektif dan terjangkau daripada pemeriksaan skrining lainnya (Citarda et al, 2001).

RUMUSAN MASALAHApakah pemeriksaan fecal immunochemical testing (FIT) dan kolonoskopi efektif untuk skrining kanker kolorektal?TUJUAN PEMBUATAN REFERAT1. Untuk mengetahui tes skrining pada kanker kolorektal2. Untuk mengetahui ke efektifan fecal immunochemical testing (FIT) dan kolonoskopi sebagai tes skrining kanker kolorektal3. Untuk menambah khasanah kepustakaan

15

17

BAB IITINJAUAN PUSTAKA1. Kanker KolorektalDefinisiKanker kolorektal ditujukan pada tumor ganas yang ditemukan di kolon dan rektum. Kolon dan rectum adalah bagian dari usus besar pada sistem pencernaan yang disebut juga traktus gastrointestinal. Lebih jelasnya kolon berada di bagian proksimal usus besar dan rektum di bagian distal sekitar 5-7cm di atas anus. Kolon dan rektum merupakan bagian dari saluran pencernaan atau saluran gastrointestinal di mana fungsinya adalah untuk menghasilkan energi bagi tubuh dan membuang zat-zat yang tidak berguna (Pezzoli A, Mataresen V, Rubini M, 2007).

EpidemiologiPada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker kolorektal dengan tingkat mortalitas lebih dari 50%. 9,5 persen pria penderita kanker terkena kanker kolorektal, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3 persen dari total jumlah penderita kanker (Depkes, 2006). Perkiraan insiden kanker di Indonesia adalah 100 per 100.000 penduduk. Namun, hanya 3,2% dari kasus kanker yang baru mencari perawatan di Rumah Sakit. Dewasa ini kanker kolorektal telah menjadi salah satu dari kanker yang banyak terjadi di Indonesia, data yang dikumpulkan dari 13 pusat kanker menunjukkan bahwa kanker kolorektal merupakan salah satu dari lima kanker yang paling sering terdapat pada pria maupun wanita (Soeripto, 2003).PatofisiologiKarsinoma kolorektal adalah penyakit yang berasal dari sel epitel yang karena faktor herediter atau mutasi somatik memicu terjadinya pembelahan sel tanpa batas. Biar apapun precursornya, alterasi pada set genetik yang membawa kepada malignan kolorektal. Model yang dibina oleh Fearon dan Vogelstain sangat diterima sebagai prototype sekuens perkembangan kanker kolorektal. Dasar patologik bagi model ini adalah adenoma-carcinoma sekuens. Kejadian karsinoma tanpa bukti adenomatues precursor mencadangkan bahawa ada beberapa lesi displastik dapat digenerasi menjadi malignan tanpa melalui tahapan polipoid. Secara molekular karsinogenesis, telah muncul beberapa studi yang mencadangkan mekanisme evolusi kanker. Ada 2 alur patogenetik yang membawa kepada perkembangan kanker kolorektal. Kedua-dua ada mutasi multiple tetapi yang membedakannya adalah gen yang terlibat dan mekanisme akumulasi mutasi. Alur pertama adalah APC/ -catherin, diakibatkan oleh instabilitas kromosom yang menyebabkan akumulasi mutasi dalam satu siri onkogen dan gen tumor suppressor. Evolusi molekular dalam alur ini berlaku secara satu siri tahapan identifikasi morfologi. Pertama adalah kolon yang normal, menjadi mukosa yang beresiko, kemudian menjadi adenoma dan berkembang menjadi karsinoma. Alur kedua pula adalah alur instabilitas mikrosatelite. Alur ini dikarakteristik oleh lesi genetik pada DNA mismatch repair genes. Seperti dalam alur pertama, juga ada akumulasi mutasi, tetapi pada alur kedua melibatkan gen yang berbeda, tidak ada adenoma-carcinoma sekuens atau tahapan identifikasi morfologi. Defek DNA repair yang disebabkan oleh inaktivasi DNA mismatch repair genes menginisiasi permulaan kanker kolorektal. Mutasi inheritan dalam gen yang terlibat dalam DNA repair bertanggungjawab untuk familial sindrom (Kumar, Abbas, Fausto, 2010).

Klasifikasi Setelah melakukan biopsi-endoskopi dan bedah, kanker dapat diklasifikasikan. Staging secara umum sangat penting sebagai indikator prognostik. Untuk kanker kolorektal , dengan lebih spesifik stagingnya dikenali sebagai Dukes. Maka, stadium 1 hingga 4 berkorelasi dengan staging Dukes dari A hingga D.

DiagnosaCarcinoembrionik Antigen (CEA) Screening CEA adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar. CEA terlalu insensitif dan nonspesifik untuk bisa digunakan sebagai screening kanker kolorektal. Meningkatnya nilai CEA serum, bagaimanapun berhubungan dengan beberapa parameter. Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit dan kehadiran metastase ke organ dalam. Meskipun konsentrasi CEA serum merupakan faktor prognostik independen.Barium Enema Teknik yang sering digunakan adalah dengan memakai double kontras barium enema, yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam mendeteksi polip yang berukuran >1 cm. Teknik ini jika digunakan bersama-sama fleksibel sigmoidoskopi merupakan cara yang hemat biaya sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai pemantauan jangka panjang pada pasien yang mempunyai riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan menggunakan barium enema sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras larut air harus digunakan daripada barium enema. Barium peritonitis merupakan komplikasi yangsangat serius yang dapat mengakibatkan berbagai infeksi dan peritoneal fibrosis. Tetapi sayangnya sebuah kontras larut air tidak dapat menunjukkan detail yang penting untuk menunjukkan lesi kecil pada mukosa kolon (Schwartz, 2005). Endoskopi Tes tersebut diindikasikan untuk menilai seluruh mukosa kolon karena 3% dari pasien mempunyai synchronous kanker dan berkemungkinan untuk mempunyai polip premaligna (Casciato DA, 2004). Kolonoskopi Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa kolon dan rectum. Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat mencapai 160 cm. Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium enema yang keakuratannya hanya sebesar 67% (Depkes, 2006). Sebuah kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory bowel disease, non akut divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non toksik, striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada kolonoskopi terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostik (Schwartz, 2005)Penatalaksanaan Pembedahan Pembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara luas diterima sebagai penanganan kuratif untuk kanker kolorektal. Pembedahan kuratif harus mengeksisi dengan batas yang luas dan maksimal regional lymphadenektomi sementara mempertahankan fungsi dari kolon sebisanya. Untuk lesi diatas rektum, reseksi tumor dengan minimum margin 5 cm bebas tumor (Casciato DA, 2004). Terapi Radiasi Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan x-ray berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua cara pemberian terapi radiasi, yaitu dengan eksternal radiasi dan internal radiasi. Pemilihan cara radiasi diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari kanker. Eksternal radiasi (external beam therapy) merupakan penanganan dimana radiasi tingkat tinggi secara tepat diarahkan pada sel kanker. Sejak radiasi digunakan untuk membunuh sel kanker, maka dibutuhkan pelindung khusus untuk melindungi jaringan yang sehat disekitarnya. Terapi radiasi tidak menyakitkan dan pemberian radiasi hanya berlangsung beberapa menit. Internal radiasi (brachytherapy, implant radiation) menggunakan radiasi yang diberikan ke dalam tubuh sedekat mungkin pada sel kanker. Substansi yang menghasilkan radiasi disebut radioisotop, bisa dimasukkan dengan cara oral, parenteral atau implant langsung pada tumor. Internal radiasi memberikan tingkatAdjuvant Kemoterapi Kanker kolon telah banyak resisten pada hampir sebagian besar agen kemoterapi. Bagaimanapun juga kemoterapi yang diikuti dengan ekstirpasi dari tumor secara teoritis seharusnya dapat menambah efektifitas dari agen kemoterapi. Kemoterapi sangat efektif digunakan ketika kehadiran tumor sangat sedikit dan fraksi dari sel maligna yang berada pada fase pertumbuhan banyak (Schwartz, 2005).1. KolonoskopiKolonoskopi seperti sigmoidoskopi, prosedur ini memungkinkan untuk pemeriksaan visual langsung dari usus besar dan rektum . Sebuah kolonoskop mirip dengan sigmoidoscope, tetapi lebih lama, instrumen yang lebih kompleks , yang memungkinkan visualisasi dari seluruh usus besar dan pengangkatan polip jika ada. Sebelum menjalani kolonoskopi, pasien diinstruksikan meminum bahan pencahar khusus untuk membersihkan usus besar. Sedasi biasanya diberikan selama pemeriksaan untuk meminimalkan ketidaknyamanan. Jika polip ditemukan, maka dapat diambil dengan melewati loop kawat melalui kolonoskop untuk memotong polip dari dinding usus besar dengan menggunakan arus listrik . Studi menunjukkan bahwa kolonoskopi adalah metode yang paling sensitif untuk mendeteksi kanker kolorektal atau polyps adenomatous kanker kolorektal. Skrining dengan kolonoskopi memiliki sejumlah keuntungan: sangat sensitif , memeriksa seluruh usus besar , dan memungkinkan untuk skrining , diagnosis , dan penghapusan dari polip dalam satu kunjungan . Telah diperkirakan bahwa screening colonoscopy memiliki potensi untuk mencegah sekitar 65 % dari kasus kanker kolorektal. Kolonoskopi juga memiliki interval rescreening terpanjang dari semua bentuk pengujian , jika normal, ujian tidak perlu diulang selama 10 tahun . Namun, kolonoskopi memiliki risiko tinggi komplikasi daripada bentuk lain dari pengujian, seperti terjadi perdarahan.1. Fecal Ocult Blood Test (Tes tinja darah samar)Tes tinja darah samar ( FOBT ) : tumor kanker dan beberapa polip besar secara intermiten terjadi perdarahan ke dalam usus . FOBT dapat mendeteksi jumlah darah yang sangat kecil dalam tinja. Alat FOBT diperoleh dari penyedia layanan kesehatan untuk digunakan di rumah . Pendarahan dari kanker kolorektal mungkin intermiten atau tidak terdeteksi , sehingga hasil tes yang akurat membutuhkan pengujian tahunan yang terdiri dari mengumpulkan 2 sampai 3 sampel ( tergantung pada produk ) dari buang air besar berturut-turut. Ada dua jenis FOBT yang tersedia - tes berbasis guaiac, yang mendeteksi darah dari sumber manapun, dan tes berbasis immunochemical , yang mendeteksi hanya darah manusia. Walaupun ada banyak tes berbasis guaiac tersedia, American Cancer Society hanya merekomendasikan tes sensitivitas tinggi ( misalnya Hemmocult Sensa , dll) untuk skrining. kanker kolorektal berbasis guaiac FOBT ( gFOBT ) , individu diinstruksikan untuk menghindari obat anti obat - inflamasi , vitamin C , jus jeruk , dan daging merah selama 3 hari sebelum tes. Biasanya , 6 sampel dari 3 buang air besar berturut-turut dikumpulkan oleh mengolesi sampel tinja tipis pada kartu khusus. Uji immunochemical tinja ( FIT ) mungkin lebih nyaman bagi beberapa orang karena tidak memerlukan pembatasan diet khusus dan mungkin memerlukan koleksi sampel tinja sedikit. Setelah menyelesaikan salah satu dari tes ini , pasien kembali ke dokter atau ke laboratorium untuk evaluasi . Pasien yang memiliki gFOBT positif atau FIT dirujuk untuk kolonoskopi untuk menyingkirkan adanya polip atau kanker . Penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan rutin metode skrining ini mengurangi risiko kematian akibat kanker kolorektal sebesar 15 % sampai 33 %. Selain itu , FOBT juga telah terbukti menurunkan sebesar 20 % kejadian kanker kolorektal dengan mendeteksi polip besar, penting untuk dicatat bahwa efektivitas FOBT tergantung pada pemutaran berulang dari waktu ke waktu , sebuah studi baru-baru menunjukkan bahwa mayoritas pasien yang memilih opsi pengujian ini gagal untuk mematuhi jadwal pengujian rutin.

BAB IIIPEMBAHASANDalam jurnal yang berjudul Colonoscoy versus Fecal Immunchemical Testing in Colorectal-Cancer Screening dan dipublikasikan pada tahun 2012, peneliti mencoba mengukur efikasi skrining menggunakan tes tinja tiap 2 tahun dengan satu kali kolonoskopi untuk mendeteksi karsinoma kolorektal dan mengurangi angka kematian kanker kolorektal. Penelitian ini dilakukan di 8 daerah di Spanyol dengan 15 rumah sakit tersier. Yang menjadi subyek yaitu laki laki atau perempuan asimptomatik berumur antara 50 69 tahun dengan kriteria inklusi riwayat keluarga atau keturunan kanker kolorektal, riwayat kolektomi, riwayat adenoma atau inflammatory bowel disease. Pada hasil penelitian ternyata dua tes skrining tersebut mempunyai keefektifan yang sama (tidak ada perbedaan yang signifikan) dalam mendeteksi kanker kolorektal. Tetapi selain efektif untuk mendeteksi kanker kolorektal, kolonoskopi ternyata lebih efektif untuk mendeteksi adanya adenoma yang kemungkinan bisa berkembang menjadi kanker dibandingkan FIT, sehingga kolonoskopi selain bisa mengurangi angka kematian juga bisa mengurangi insidensi kejadian kanker kolorektal,Dari penilitian di dalam journal ini dapat disimpulkan bahwa tes tinja dengan menggunakan fecal immunochemical testing (FIT) dan kolonoskopi sama sama efektif untuk mendeteksi kanker kolorektal, tetapi kolonoskopi selain bisa mendeteksi kanker kolorektal bisa mendeteksi adenoma lebih baik daripada tes tinja.

BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN1. KESIMPULAN1. Untuk mendeteksi kanker kolorektal skrining dengan kolonoskopi sama baiknya dibanding fecal immunochemical testing (FIT).2. Kolonoskopi terbukti bisa mendeteksi kanker kolonoskopi dan adenoma lainSARAN1. Perlu diadakan penelitian yang lebih spesifik terhadap skrining pada kanker kolorektal.2. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut terhadap FIT dan kolonoskopi sebagai skrining kanker kolorektal..

DAFTAR PUSTAKA1. Ferlay J, Shin HR, Bray F, Forman D, Mathers C, Parkin DM. Estimates of worldwide burden of cancer in 2008: GLOBOCAN 2008. Int J Cancer 2010;127:2893-917.2. Levin B, Lieberman DA, McFarland B, et al. Screening and surveillance for theearly detection of colorectal cancer and adenomatous polyps, 2008: a joint guideline from the American Cancer Society, the US Multi-Society Task Force on Colorectal Cancer, and the American College of Radiology. Gastroenterology 2008;134:1570-95.3. Mandel JS, Church TR, Bond JH, et al. The effect of fecal occult-blood screening on the incidence of colorectal cancer. N Engl J Med 2000;343:1603-7.4. Hewitson P, Glasziou P, Watson E, Towler B, Irwig L. Cochrane systematicreview of colorectal cancer screening using the fecal occult blood test (Hemoccult): an update. Am J Gastroenterol 2008; 103:1541-9.5. Atkin WS, Edwards R, Kralj-Hans I, et al. Once-only flexible sigmoidoscopyscreening in prevention of colorectal cancer: a multicentre randomised controlledtrial. Lancet 2010;375:1624-33.6. Heitman SJ, Hilsden RJ, Au F, Dowden S, Manns BJ. Colorectal cancer screening for average-risk North Americans: an economic evaluation. PLoS Med 2010;7(11): 1000370.7. Brenner H, Chang-Claude J, Seiler CM, Rickert A, Hoffmeister M. Protectionfrom colorectal cancer after colonoscopy: a population-based, case-control study.Ann Intern Med 2011;154:22-30.8. Citarda F, Tomaselli G, Capocaccia R, Barcherini S, Crespi M. Efficacy in standard clinical practice of colonoscopic polypectomy in reducing colorectal cancer incidence. Gut 2001;48:812-5.9. Imperiale TF, Glowinski EA, Lin- Cooper C, Larkin GN, Rogge JD, Ransohoff DF. Five-year risk of colorectal neoplasia after negative screening colonoscopy. N Engl J Med 2008;359:1218-24. [Erratum, N Engl J Med 2009;361:2004.]10. Kahi CJ, Imperiale TF, Juliar BE, Rex DK. Effect of screening colonoscopy on colorectal cancer incidence and mortality. Clin Gastroenterol Hepatol 2009;7:770-5, quiz 711.11. Mandel JS, Church TR, Bond JH, et al. The effect of fecal occult-blood screening on the incidence of colorectal cancer. N Engl J Med. Nov 30 2000;343(22):1603-1607.12. Fenton JJ, Elmore JG, Buist DS, Reid RJ, Tancredi DJ, Baldwin LM. Longitudinal adherence with fecal occult blood test screening in community practice. Ann Fam Med. Sep-Oct 2010;8(5):397-401.13. Levin B, Lieberman DA, McFarland B, et al. Screening and surveillance for the early detection of colorectal cancer and adenomatous Polyps, 2008: a joint guideline from the American Cancer Society, the US Multi-Society Task Force on Colorectal Cancer, and the American College of Radiology. CA Cancer J Clin. May-Jun 2008;58(3):130-160.