Referat CA Colon

download Referat CA Colon

of 27

description

ca kolon

Transcript of Referat CA Colon

REFERAT

CA COLOREKTAL

Oleh :Sasminto J 500 090 020

Pembimbing : dr. Saut Idoan Sijabat, Sp.B STASE ILMU PENYAKIT BEDAH RSUD DR HARDJONO PONOROGOFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHSURAKARTA2013REFERAT

CA COLOREKTAL

Yang diajukan oleh :SasmintoJ500 090 020

Tugas ini dibuat untuk memenuhi persyaratan Program Profesi DokterPada hari tanggal . 2013

Pembimbing :dr. Saut Idoan Sijabat. Sp.B ( )

Dipresentasikan di hadapan :dr. Saut Idoan Sijabat. Sp.B()

Kabag. Profesi Dokter :dr. Dona Dewi Nirlawati( )

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang karsinoma kolorektal merupakan kanker yang terjadi pada kolon dan rektum. Sebagian besar (98 %) kanker di usus besar adalah adenokarsinoma. Adenoma adalah polip neoplastik yang berkisar dari tumor kecil yang sering bertangkai hingga lebih besar dan yang biasanya sessile.Karsinoma kolorektum tersebar di seluruh dunia, dengan angka insidensi tertinggi di Amerika serikat, kanda, Australia, selandia baru, Denmark , Swedia, dan Negara maju lainya. Risiko kanker usus besar meningkat dengan usia, riwayat polip sebelumnya atau kanker, sejarah keluarga kanker, serta riwayat lama penyakit radang usus, termasuk ulcerative colitis dan bahkan penyakit CrohnCanker colorektal masih merupakan sumber masalah penting dari morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia . CRC merupakan kanker yang secara konsisten paling sering didiagnosis ketiga di negara Amerika. The American Cancer Society memperkirakan bahwa akan ada 103.170 kasus baru untuk kanker kolon dan 40290 kasus baru untuk kanker rectum pada tahun 2012, di samping itu, diperkirakan ada 51.690 kematian. Eropa sebagai salah satu negara maju dengan angka insiden kanker kolorektal yang tinggi. Pada tahun 2004 terdapat 2.886.800 insiden dan 1.711.000 kematian karena kanker, kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada angka insiden dan mortalitasInsidensi karsinoma kolon dan rectum di Indonesia cukup tinggi. Di Indonesia jumlah penderita kanker kolorektal menempati urutan ke-10 (2,75%) setelah kanker lain (leher rahim, payudara, kelenjar getah bening, kulit, nasofaring, ovarium, jaringan lunak, dan tiroid). insidensi puncak untuk kanker kolorektum adalah usia 60 hingga 70 tahun; kurang dari 20% kasus terjadi pada usia kurang dari 50 tahun bila kanker kolo rectum di temukan pada pasien usia muda , perlu dicurigai adanya colitis ulseratif atau salah satu sindrom dari poliposis. Laki-laki terkena sekitar 20 % lebih sering dari pada perempuanPada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insiden yang ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk, terutama antara negara maju dan berkembang. Demikian pula antara Negara Barat dan Indonesia, terdapat perbedaan pada frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan. Di Indonesia frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan sebanding antara pria dan wanita; banyak terdapat pada seseorang yang berusia muda; dan sekitar 75% dari kanker ditemukan pada kolon rektosigmoid, sedangkan di Negara Barat frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan pada pria lebih besar daripada wanita. Letak kanker kolorektal biasanya 10% terletak pada kolon ascenden, 10% pada kolon transversum termasuk kedua fleksura, 5 % kolon descenden dan 75 % pada colon rectosigmoid. Jika dilihat dari sudut pandang epidemiologi ada 2 faktor yang menyebabkan suatu penyakit menjadi suatu masalah kesehatan yang penting. Yang pertama adalah frekuensi, ini berkaitan dengan tingginya insiden atau prevalensi, termasuk penyakit yang potensial akan meninggi dalam tingkat insidensi. Adanya faktor- faktor gaya hidup dan populasi diatas memungkinkan kanker kolorektal dimasa yang akan datang potensial meninggi dalam hal insidensi. Yang kedua adalah derajat keparahan atau tingginya mortalitas. Dari data didapatkan 50 persen penderita kanker kolorektal meninggal dikarenakan penyakit ini. Hal ini disebabkan karena pada stadium awal seringkali tidak menunjukkan gejala, sehingga pasien baru datang setelah ada gejala yang biasanya sudah pada stadium akhir, yang menyebabkan penanganan kuratif sudah tidak dapat dilakukan lagi. Maka dari itu sangat penting bagi tenaga kesehatan khususnya dokter untuk dapat mengidentifikasi atau mengetahui tentang penyakit tumor kolorektal secara tepat dan cepat, supaya perkembangan penyakitnya tidak berlanjut ke stadium yang lebih buruk.

B. TujuanTujuan penulisan refrat ini adalah untuk mengetahui mengenai tumor kolorektal, baik dari segi definisi, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis hingga tatalaksana.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi dan Anatomi Ca kolonNeoplasma atau Kanker adalah pertumbuhan baru (atau tumor) massa yang tidak normal akibat proliferasi sel-sel yang beradaptasi tanpa memiliki keuntungan dan tujuan. Neoplasma terbagi atas jinak atau ganas. Neoplasma ganas disebut juga sebagai kanker (cancer) (Sylvia, 2006).Ca kolon merupakan kanker yang terjadi pada kolon. Sebagian besar (98 %) kanker di usus besar adalah adenokarsinoma. Adenoma adalah polip neoplastik yang berkisar dari tumor kecil yang sering bertangkai hingga lebih besar dan yang biasanya sessile. Semua lesi adenomatosa terjadi akibat proliferasi dan dysplasia epitel, yang mungkin bersifat ringan sampai sedemikian berat sehingga mencerminkan transformasi menjadi karsinoma.

Gb.1. Kanker kolon.

Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5m yang terbentang dari sekum sampai kanalis analis, dengan diameter rata-rata sekitar 6,5cm tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rectum (Samsuhidajat, 2002). Secara embriologik, kolon kanan berasal dari usus tengah sedangkan kolon kiri sampai rektum berasal dari usus belakang. Kolon dibagi menjadi kolon asenden, transversum, desenden, dan sigmoid. Tempat dimana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok kekiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum, yang menjelaskan alasan anatomis meletakkan penderita pada sisi kiri bila diberi enema, karena pada posisi ini gaya berat membantu mengalirkan air dari rektum ke fleksura sigmoid (Samsuhidajat, 2002).Usus besar mempunyai empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya. Akan tetapi ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja. Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang taenia lebih pendeh daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang dinamakan haustra. Apendises epiploika adalah kantong-kantong kecil peritoneum yang berisis lemak dan melekat disepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal dari lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung vili atau rugae. Kriptus Lieberkhun (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada usus halus (Samsuhidajat,2002). Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (sekum, kolon asenden dan dua pertiga proksimal kolon tranversum) dan arteri mesenterika inferior memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon tranversum, kolon desenden dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) (Sylvia, 2006).Alir balik vena dari kolon dan rektum superior melalui vena mesenterika superior-inferior dan vena hemorioidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik (Sylvia, 2006). Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakral mensuplai bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medula spinalis melalui saraf splangnikus untuk mencapai kolon. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan (Sylvia, 2006).

Gb.2. Usus Besar Manusia

2. EpidemiologiInsidensi karsinoma kolon dan rectum di Indonesia cukup tinggi. Di Indonesia jumlah penderita kanker kolorektal menempati urutan ke-10 (2,75%) setelah kanker lain (leher rahim, payudara, kelenjar getah bening, kulit, nasofaring, ovarium, jaringan lunak, dan tiroid). insidensi puncak untuk kanker kolorektum adalah usia 60 hingga 70 tahun; kurang dari 20% kasus terjadi pada usia kurang dari 50 tahun bila kanker kolo rectum di temukan pada pasien usia muda , perlu dicurigai adanya colitis ulseratif atau salah satu sindrom dari poliposis. Laki-laki terkena sekitar 20 % lebih sering dari pada perempuan (Sander, 2008).Karsinoma kolorektum tersebar di seluruh dunia, dengan angka insidensi tertinggi di Amerika serikat, kanda, Australia, selandia baru, Denmark , Swedia, dan Negara maju lainya. Risiko kanker usus besar meningkat dengan usia, riwayat polip sebelumnya atau kanker, sejarah keluarga kanker, serta riwayat lama penyakit radang usus, termasuk ulcerative colitis dan bahkan penyakit Crohn (ACS, 2006).

3. Etiologi dan facktor resikoBeberapa etiologi dan faktor yang dapat meningkatkan terjadinya karsinoma colorectal antara lain:1. Diet tinggi karbohidrat, lemak dan rendah serat.2. Usia diatas 50 tahun.3. riwayat keluarga satu tingkat generasi dengan riwayat kanker kolorektal mempunyai resiko lebih besar 3 kali lipat.4. Riwayat pribadi mengidap adenoma atau adenokarsinoma kolorektal mempunyai resiko 3 kali lipat5. Familial polyposis coli, gardner syndrome, dan turcot syndrome, pada semua pasien ini tanpa dilakukan kolektomi dapat berkembang menjadi kanker rectal.6. Resiko sedikit meningkat pada pasien juvenile polyposis syndrome, peutz-jeghers syndrome dan muir syndrome.7. Terjadi pada 50% pasien kanker kolorektal herediter nonpolyposis.8. Inflammatory bowel disease Colitis ulseratif ( resiko 30% setelah umur 25 tahun). Chorn disease, beresiko 4 sampai 10 kali lipat (Sander, 2008).

4. PtofosiologiTumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip adenoma. Insidensi dari tumor kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih terjadi di rectum dan colon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal tidak terdeteksi, menimbulkan beberapa gejala. Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar ke dalam lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Karsinoma kolon dan rectum mulai berkembang di mukosa dan bertumbuh sambil menembus dinding dan meluas secara sirkuler kearah oral dan aboral. Di daerah rectum, penyebaran ke arah anal jarang melebihi dua centimeter. Penyebaran perkontinuatum menembus jaringan sekitaratau organ sekitarnya misalnya ureter, buli-buli, uterus, vagina atau prostat. Penyebaran limfogen terjadi ke kelenjar para iliaka, mesenterium, dan paraaorta. Penyebaran hematogen terutama ke hati. Penyebaran peritoneal mengakibatkan peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa asites. Penyebaran intra lumen dapat terjadi, sehingga pada saat didiagnosis terdapat dua atau lebih tumor yang sama didalam kolon dan rectum.Kanker kolon dan rectum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel usus) di mulai sebagai polip jinak tapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas kedalam struktur sekitarnya.

Tabel. 1 jenis polip dan kemungkinan malignitasJenisResiko malignitas

Juvenile-

Pseudopolip-

Poliposis kolon60%

Adenoma vilosa40%

Polip adenomatosa60%

Polip berasal dari epitel mukosa dan merupakan neoplasma jinak terbanyak di colon dan rectum.Polip juvenile terdapat pada anak berusia sekitar lima tahun dan ditemukan di seluruh kolon. Biasanya tumormengalami regresi spontan dan tidak bersifat ganas. Gejala klinis utamanya adalah perdarahan spontan dari rectum yang kadang disertai lender. Karena selalu bertangkai, polip dapat menonjol keluar dari anus sewaktu defekasi.Polip adenomatosa adalah polip asli yang bertangkai dan jarang ditemukan pada usia di bawah 21 tahun. Insidensinya meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Gambaran klinis umumnya tidak ada, kecuali perdarahan dari rectum dan prolaps polip dari anus disertai anemia.letaknya 70 % di sigmoid dan rectum dan bersifat pra maligna sehingga harus diangkat setelah di temukan. Adenoma vilosa terjadi pada mukosa berupa perubahan hiperplasi yang berpotensi ganas, terutama pada usia tua. Adenoma vilosa mungkin didapatkan agak luas dipermukaan selaput lender rektosigmoid sebagai rambut halus. Polip ini kadang memproduksi banyak lendir sehingga menimbulkan diare berlendir yang mungkin disertai hipokalemia. Pseudo polip dapat timbul sebagai proliferasi radang pada setiap colitis kronik terutama colitis ulserosa. Poliposis kolon atau poliposis familial merupakan penyakit herediter yang jarang di temukan. Gejala pertamnaya timbul pada usia 13-20 tahun. Gejalanya kadang timbul rasa mulas atau diare disertai perdarahan per ani. Biasanya sekum tidak terkena (Samsuhidajat, 2002).

5. Gejala klinisGejala klinis karsinoma pada kolon kiri berbeda dengan colon kalan. Karsinoma kolon kiri sering bersifat skirotik sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan obstruksi, terlebih karena feses sudah menjadi padat. Pada karsinoma kolon kanan , jarang terjadi stenosis dan feses masih cair sehingga tidak ada factor obstruksi (Yeatman, 2001). Gejala dan tanda dini karsinoma tidak ada. Umumnya, gejala pertama timbul karena penyulit, yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan, atau akibat penyebaran. Karsinoma kolon kiri dan rectum menyebabkan perubahan pola defekasi, seperti konstipasi atau defekasi dengan tanesmi. Makin ke distal letak tumor, feses makin menipis, atau seperti kotoran kambing, atau lebih cair disertai darah atau lendir. Tanesmi merupakan gejala yang biasa didapat pada karsinoma rectum. Perdarahan akut jarang dialami, demikian juga nyeri di daerah panggul berupa tanda penyakit lanjut. Bila pada obstruksi penderita bias flatus, perut penderita akan terasa lega.Gambaran klinis tumor sekum dan kolon ascenden tidak khas. Dyspepsia, kelemahan umum, penurunan berat badan dan anemia merupakan gejala umum. Oleh karena itu penderita sering datang dengan keadaan yang lemah.Nyeri pada kolon kiri lebih nyata daripada kolon kanan. Tempat yang dirasa nyeri berbeda karena asal embriologinya berlainan, yaitu dari usus tengah dan usus belakang. Nyeri kolon kiri bermula di bawah umbilicus, sedangkan kolon kanan di epigastrium.

Gb. 3. nyeri visceral kolonKeterangan gambar :(1) nyeri visceral dari kolon kanan, yaitu usus tengah, dirasakan di ulu hati atau di sebelah cranial dari umbilicus. (2) nyeri visceral dari colon kiri, yaitu usus belakang, dirasa di perut bagian bawah. (3) penyusupan karsinomarektum kedaerah panggul dan atau anus menyebabkan nyeri di panggul dalam, dasar panggul, atau daerah anus (Samsuhidajat, 2002).

6. Diagnosis dan StagingDiagnosa karsinoma kolorektal di tegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik abdomen dan rectak toucher. Prosedur diagnostic paling penting dari kanker kolon adalah pengujian darah samar, enema barium atau colon in loop, dan kolonoscopy. Pemeriksaan ini sebaiknya diilakukan setiap tiga tahun untuk usia 40 th ke atas. Sebanyak 60% kasus dari kanker kolorektal dapat di identifikasi dengan colonoscopy dengan biopsy atau apusan sitologi.Ada beberapa tes pada daerah kolon dan rectum untuk mendeteksi kanker kolorektal, diantaranya adalah :

A. Pemeriksaan darah lengkapPemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionik Antigen ) dan uji fecal occult blood test (FOBT) untuk melihat perdarahan di jaringan.CEA adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk kedalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar. Fecal occult blood test (FOBT), kanker maupun polyp dapat menyebabkan pendarahan dan FOBT dapat mendeteksi adanya darah pada tinja. FOBT ini adalah tes untuk memeriksa tinja.Bila tes ini mendeteksi adanya darah, harus dicari darimana sumber darah tersebut, apakah dari rektum, kolon atau bagian usus lainnya dengan pemeriksaan yang lain. Yang digunakan biasanya yaitu tes benzidine.Prinsip tes dengan menggunakan metode benzidine yaitu Darah mengandung enzim peroksidase yang akan menguraikan hidrogen peroksida dalam suasana asamsehingga akan mengoksidasi benzidine menjadi senyawa yang berwarna hijau biru. Benzidine tes sensitifitasnya 1-10 kali lebih baik dibandingkan dengan menggunakan Guaiac tes. Pemeriksaan menggunakan benzidine basa, dinilai jika terjadin perubabhan warna menjadi hijau sampai biru. Hasil positif palsu dapat disebabkan karena : makan daging dalam jumlah yang banyak, terapi besi, iodium, oksidator, colchinin, dan obat yang bersifat oksidator. Hasil negative palsu disebabkan karena konsumsi vitamin C lebih dari 500mg/hari. Maka dari itu, sebelum pemeriksaan pasien harus diedukasi untuk diet benzidine terlebih dahulu.Diet ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pendarahan pada saluran cerna bagian atas. Bahan makanan yang dapat menimbulkan reaksi dengan larutan benzidin tidak diperbolehkan (bahan makanan yang mengandung hemoglobin dan klorofil). Diet Benzidin biasanya hanya diberikan selama 2-3 hari saja. Menurut keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk saringan atau lunak.

Tabel 2. Bahan makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan Bahan MakananBoleh DiberikanTidak Boleh Diberikan

Sumber karbohidratBeras dibubur atau dibubur saring ; kentang di pure ; makaroni, roti, biskuit, tepung-tepungan diolah menjadi bubur atau puding putih.Dalam bentuk nasi, digoreng ,ubi, singkong.

Sumber protein hewaniTelur, ikan berdaging putih, susu.Daging, ikan berdaging merah, ayam, telur.

Sumber protein nabatiTahu dan tempe ditim atau disetupKacang-kacangan kering

SayuranKembang kol, labu siam dan labu kuningSayuran hijau seperti bayam, kangkung, buncis, atau kacang panjang.

Buah-buahaPisang ambon, sari sirsak, pepayaBuah yang berwarna hijau, seperti advokad, buah yang dimakan dengan kulitnya seperti jambu biji dan apel.

LemakMentega, margarinMinyak goreng, lemak daging

B. Digital rectal examination (DRE)Dapat digunakan sebagai skrening pemeriksaan awal. Kurang lebih 75% karsinoma rectum dapat dipalpasi pada pemeriksaan rectal pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak 10 cm dari rectum, tumor akan teraba keras dan menggaung.

Gb.4. Pemeriksaan colok dubur pada kecurigaan Ca rekti.Rectal toucher untuk menilai: Tonus sfingter ani : kuat atau lemah Ampula rectum: kolaps, kembung, atau terisi feses Mukosa : kasar, berbenjol-benjol atau kaku Tumor: teraba atau tidak, lokasi, lumen yang dapat di tembus jari, mudah berdarah atau tidak, batas dan jaringan sekitarnya, jarak dari garisanorektal dari tumor. Prostat: ada pembesaran atau tidak

C. Barium enemaYaitu pemeriksaaan dengan cara memasukan caiaran yang mengandung barium melalui rectum kemudian dilakukan seri foto x-rays pada traktus gastrointestinal bagian bawah. Tehnik yang sering dipakai adalah dengan menggunakan dobel kontras barium enema, yang sensifitasnya mencapai 90% dalam mendeteksi polip yang berukuran > 1cm.

Gb.5. Contoh hasil colon in loop

D. ColonoscopyColonoscopy diindikasikan untuk menilai seluruh mukosa kolon karena 3% dari pasien mempunyai synchronous kanker dan berkemungkinan untuk mempunyai polip premaligna. Alat colonoskopi dimasukkan melalui rectum sampai kolon ascenden, polip atau sampel jaringan dapat diambil untuk biopsy.

Gb.6. Endoskopi

Gb.7. Contoh hasil endokopi ca kolon

E. Imaging tekhnika. CT ScanCT Scan dapat mengevaluasi abdominal cavity dari pasien kanker kolon pre operatif. CT S can bias mendeteksi metastase ke hepar , kelenjar adrenal, ovarium, kelenjar limfa, dan organ lainya di pelvis. Sensitifitas nya mencapai 55%.Pelvic CT Scan dapat mengidentifikasi invasi tumor ke dindingusus dengan akurasi mencapai 90% dan mendeteksi pembesaran kelenjar getah bening >1cm pada 75% pasien. Penggunaan CT dengan kontras dari abdomen dan pelvis dpat mengidentifikasi metastase pada hepar dan daerah intraperitoneal.

Gb.8. Contoh CT Scan pelvis pada ca kolon yang sudah bermetastasis pada hepar dan daerah intraperitonealb. MRIMRI lebih spesifik untuk tumor pada hepar daripada CT scan dan sering digunkan pada klarifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan menggunakan CT scan.

Gb.9. MRI dari karsinoma colon

c. Endoskopi ultrasound (EUS)EUS secara signifikan menguatkan penilaian preoperative dari kedalaman invasi tumor, terlebih untuk tumor rectal. Keakurasianya sebesar 95%, 70% untuk CT dan 60 % untuk digital rectal examination (Leddin, 2004).

Jika di temukan tumor dari salah satu pemeriksaan di atas,biopsy harus segera dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarsinoma merupakan jenis yang paling sering, yaitu sekitar 90-95% dari kanker usus besar. Jenis lainya adalah karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumor, adenosquamous carcinomas, dan undifferentiated tumors.Ketika diagnosis tumor sudah ditetapkan, maka selanjutnya yaitu menentukan stadium tumor. Tujuanya adalah untuk mengetahui perluasan dan lokasi tumor untuk menentukan terapi yang tepat dan menentukan prognosis.Derajat keganasan karsinoma kolon dan rectum sesuai gambaran histologisnya. Stadium perumbuhan karsinoma di bagi menurut klasifikasi dukes. Klasifikasi dukes dibagi berdasarkan dalamnya infiltrasikarsinoma ke dinding usus.Table 3. klasifikasi karsinoma dan rectum (dukes)Dukes Dalamnya infiltrasiPrognosis hidup setelah 5 tahun

ATerbatas di dinding usus. (mukosa dan sub mukosa)97%

BMenembus lapisan muskularis mukosa ( menembus musc propria)80%

CMetastasis ke kelenjar limfe

C1Kelenjar sekitar colon60%

C2Kelenjar limfe jauh (kelenjar di pangkal pembuluh darah, sampai batas proksimal reseksi)30%

DMetastasis jauh 4 kelenjar, N3 bila terdapat kelenjar sepanjang pembuluh darah; 3) adanya metastasis jauh (M1). Adapun sistim TNM dapat dijabarkan sebagai berikut (Schwartz, 1995):Tumor Primer (T) Tx : Tumor primer tak dapat ditentukan To : Tidak ditemukan tumor primer Tis : Carcinoma in situ: invasi intraepithelial ke lamina propria T1 : Tumor menyebuk submucosa T2 : Tumor menyebuk muscularis propria T3 : Tumor menembus muscularis propria ke subserosa atau perikolika atau jaringan perirektal T4 : Tumor menginfiltrasi organ atau struktur atau ke peritoneum visceralKelenjar Limfe Regional (N) Nx : KGB Regional tidak dapat ditentukan No : Tak terdapat keterlibatan KGB regional N1 : Metastasis ke 1-3 KGB regional N2 : Metastasis ke 4 atau lebih KGB regional Metastasis jauh (M) Mx : Tidak dapat ditentukan adanya metastasis jauh Mo : Tidak ditemukan metastasis jauh M1 : Ditemukan metastasis jauhDefinisi Stadium Stadium 0 Tis, No, Mo Stadium I T1, No, Mo T2, No, Mo Stadium II T3, No, Mo T4, No, Mo Stadium III Semua T, N1, Mo Sernua T, N2, Mo Stadium IV Semua T, Semua N, M1 (Mitchel, 2005).

7. Diagnosis bandingBerbagai kelainan di rongga perut yang bergejala sama atau mirip dengan karsinoma kolorektal antara lain ulkus peptic, neoplasma lambung, kolesistisis, abses hati, neoplasma hati, abses apendiks, masa periapendikuler, amuboma, diverticulitis, colitis ulserosa, enteritis regionalis, proktitis pasca radiasi dan polip rectum.

8. PenatalaksanaanSatu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindakan bedah. Tujuan utamanya adalah untuk memperlancar saluran cerna, baik secara kuratif maupun non kuratif. Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak member manfaat kuratif (Samsuhidajat, 2002).

1. PembedahanPembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk stadium I dan II kanker kolon. Tindakan bedah terdiri dari reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limfe regional. Bila sudah terjadi metastasis jauh, tumor primer akan direseksi juga dengan maksud mencegah obstruksi, perdarahan, anemia, inkontinensia, fitsel dan nyeri (Sidani, 2005). Pada karsinoma rectum tindakan pembedahan dipilih bergantung pada letaknya, khusus jarak batas bawah karsinoma dan anus. Sedapat mungkin anus dan sfingter eksterna dan sfingter interna dipertahankan untuk menghindari anus preternaturalis.Bedah kuratif dilakukan jika tidak ditemukan gejala penyebaran local maupun jauh. Pada tumor sekum dan kolon ascenden, dilakukan hemikolektomi kanan,dilanjutkan dengan anastomosis ujung-ke ujung. Pada tumor di fleksura hepatica dilakukan juga hemikolektomi. Pada tumor kolon transversum, dilakukan reseksi kolon transversum yang dilanjutkan dengan anastomosis ujung-keujung. Sedangkan pada tumor kolon descenden, dilakukan hemikolektomi kiri. Pada tumor sigmoid dilakukan reseksi sigmoid, dan pada tumor rectum sepertiga proksimal dilakukan reseksi anterior. Pada tumor rectum sepertiga tengah , dilakukan reseksi dengan mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi rektum melalui reseksi abdominoperineal Quenu-Miles, pada operasi ini anus ikut di keluarkan.

Gb.9. Reseksi dan Anastomosis2. RadiasiRadiasi bisa menyusutkan tumor sebelum dilakukan pembedahan. Radioterapi adalah sebagai terapi tamnbahan untuk pembedahan pada kasus tumor local yang sudah diangkat melalui pembedahan, dan untuk penanganan kasus matastasis jauh tertentu. Terutama ketika digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan setelah pembedahan menunjukan telah menurunkan resikokekambuhan local di pelvis sebesar 46% dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metstasis jauh, radiasi telah berguna mengurangi efek local dari metastasis tersebut. Misalnya pada otak. Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang memiliki tumor local yang unresectable,3. KemoterapiKemoterapi yang digunakan setelah operasi pengangkatan kanker dilakukan, disebut dengan adjuvant chemoteraphy. Hal ini dapat membantu agar kanker tidak kambuh kembali dan telah ditunjukkan untuk membantu orang dengan stadium II dan tahap III kanker usus besar dan kanker rektum agar hidup lebih lama. Adjuvant chemoteraphy dapat dipertimbangkan pada pasien dimana tumornya menembus sangat dalam dan tumor local yang bergerombol (stadium II lanjut dan stadium III). Terapi standartnya adalah dengan florouracil, (5-FU) dikombinasi dengan leucovorin dalam jangka waktu 6-12 bulan. 5-FU merupakan anti metabolit dan leucoforin memperbaiki respon. Agen lainya levamisole (meningkatkan system imun), dapat menjadi subtitusi bagi leucovorin. Protocol ini menurunkan angka kekambuhan kira-kira 15% dan menurunkan angka kematian kira-kira sebesar 10%.Indikasi pemberian kemoterapi untuk mencegah kekambuhan dengan criteria : Derajat keganasan 3-4 Invasi tumor ke limfatik dan pembuluh darah. Adanya obstruksi usus. Kelenjar yang diperiksa kurang dari 12 buah. Sadium T4,N0,M0. T3 dengan perforasi terlokalisasi Tepi sayatan dengan positif untuk tumor. Tepi sayatan dengan penentuan batas yang terlalu dekat dengan tumor atau sulit ditentukan. Pada carcinoma kolon,kemoterapy di indikasikan untuk ca kolon dengan stadium III-IV, atau stadium II dengan prognosis yang buruk.Beberapa efek samping yang ditimbulkan dari kemoterapy: Rambut rontok Sariawan Penurunan nafsu makan Mual dan muntah Kemo dapat mempengaruhi pembentukan sel-sel dara di sumsum tulang, yang dapat menyebabkan jumlah sel derah menjadi rendah dan menyababkan : menigkatnya kemungkinan infeksi, mudah perdarahan dan lemah (ACS, 2006).

9. SkriningKanker kolorektal menyebabkan sekitar 57.000 kematian pertahun di Amerika Sekrikat. Beberapa organisasi seperti Nasional Cancer Institute, American Cancer Society dan American College of Psicians memiliki penuntun skrining yang telah disetujui untuk mendeteksi kanker kolorektal pada stadium yang masih dapat disembuhkan sehingga membantnu mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit ini. Strategi skrining pada orang yang tidak memperlihatkan gejala dianjurkan sebagai berikut: (1) Laki-laki dan perempuan berusia lebih dari 40 tahun untuk menjalani pemeriksaan rectal digital (Rectal toucher) setiap tahun, dan orang yang berusia diatas 50 tahun harus menjalani pemeriksaan darah samar feses setiap tahun dan pemeriksaan sigmoidoskopi setiap tiga hingga lima tahun setelah dua kali pemeriksaan awal yang berjeda setahun (Sylvia, 2006). Orang yang beresiko tinggi karena memiliki riwayat keluarga juga harus menjalani menjalani pemeriksaan kolon total dengan enema barium kontras atau kolonoskopi setip tiga hingga lima tahun. Individu yang memiliki riwayat keluarga terkena kanker kolorektal harus dipantau ketat dengan melakukan skrining teratur. (Myers , 2013).

10. PrognosisPrognosisnya bergantung pada ada tidaknya metastasis jauh. Yakni bergantung pada klasifikasi penyebaran tumor dan tingkat keganasan sel tumor. Pada tumor yang terbatas pada dinding usus tanpa penyebaran, angka kelangsungan hidup lima tahun adalah 80%, yang menembus dinding tanpa penyebaran 75%, dengan penyebaran kelenjar 32%, dan dengan metastasis jauh satu persen. Bila disertai diferensiasi sel tumor buruk,prognosisnya sangat buruk (Samsuhidajat, 2002).

BAB IIIPENUTUP

1. Ca kolon merupakan kanker yang terjadi pada kolon. Sebagian besar (98 %) kanker di usus besar adalah adenokarsinoma.2. Factor resiko yang bias menyebabkan tumor kolon antara lain : diet rendah serat, usia >50 tahun, poliposis familial dan riwayat inflammatory bowel disease.3. Keluhan pada ca kolon tidak khas, dapat berupa dispepsi, nyeri yang menjalar sampei region epigastrium, kelemahan umum, penurunan berat badan, anemia dan sedikit keluhan obstruktif.4. Diagnose banding ca kolon (ascenden dan transversum adalah abses appendiks, tukak peptic, karsinoma lambung, abses hati, karsinoma hati, kolesistisis dan kelainan saluran empedu.5. Komplikasi karsinoma kolorektal antaralain obstruksi usus parsial atau lengkap, perforasi, perdarahan, dan penyebaran ke organ lain.6. Pengobatan terpilih adalah operasi.

DAFTAR PUSTAKAAmerican cancer Society. 2006. Cancer Facts and Figure 2006. American Cancer Society Inc. Atlanta. Samsuhidajat R. De Jong Wim., 2002. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.Leddin D et all., 2004. Canadian Association of Gastroenterology and the Canadian Digestive Health Foundation: Guidelines on colon cancer screening. Can J Gastroenterol Vol 18 No 2Meyers E.A et all., 2013. Colorectal cancer in patients under 50 years of age: A retrospective analysis of two institutions' experience. World J Gastroenterol 2013 September 14; 19(34): 5651-5657

Mitchel S., Cappel M.D., 2005. The pathophysiology, clinical presentation, and diagnosis of colon cancer and adenomatous polyps. Division of Gastroenterology, Department of Medicine, Albert Einstein Medical Center, 5501 Old York Road, Philadelphia, PA 19141-3098, USASander M.A., 2008. Profil of Colo-Rectal Cancer at Hasan Sadikin Hospital Bandung. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang. Sylvia A,P., Wilson Lorraine M., 2006. Patofisiologi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hlm929-933Sidani M et all ., 2005. Guidelines for the management of colon and rectal cancers. American university of Beirut.Yeatman T.J., 2001. Colon Cancer. Macmillan Publishers Ltd, Nature Publishing Group