Presentasi Snake Bite

46
BAB I PENDAHULUAN Kematian dan luka akibat gigitan ular berbisa, terjadi di hamper seluruh dunia terutama di dunia yang beriklim tropis ( Brunda and Sashidar, 2007 ). Pengobatan korban gigitan ualar di Rumah Sakit atau Ruang Gawat Darurat selalu melibatkan penggunaan serum anti bias ular (Satar dkk, 2005 ). Serum anti bias ular atau disebut juga antivenon, dapat bersifat monovalen ( satu jenis ular spesifik ) ataupun polivalen (antibody berasal dari beberapa jenis ular), (Dart and McNally, 2001). Penggunaan serum monovalen lebih efektif dibandingkan serum polivalen karena lebih sedikit menimbulkan efek samping. Namun demikian penggunaan serum monovalen memerlukan identifikasi yang tepat terhadap ular yang menggigit. Identifikasi jenis ular yang menggigit pada kasus gigitan ular tidaklah mudah. Jadi jika identifikasi tidak dapat dilakukan, maka akan lebih tepat digunakan serum anti bias ular polivalen (stagg dkk, 1994). Dalam jurnal yang berjudul “ Efek Samping pemberian Serum Anti Bisa Ular Pada Kasus Gigitan Ular “ menyebutkan bahwa berdasarkan kajian hasil-hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa reaksi efek samping 1

Transcript of Presentasi Snake Bite

Page 1: Presentasi Snake Bite

BAB I

PENDAHULUAN

Kematian dan luka akibat gigitan ular berbisa, terjadi di hamper seluruh

dunia terutama di dunia yang beriklim tropis ( Brunda and Sashidar, 2007 ).

Pengobatan korban gigitan ualar di Rumah Sakit atau Ruang Gawat Darurat selalu

melibatkan penggunaan serum anti bias ular (Satar dkk, 2005 ). Serum anti bias

ular atau disebut juga antivenon, dapat bersifat monovalen ( satu jenis ular

spesifik ) ataupun polivalen (antibody berasal dari beberapa jenis ular), (Dart and

McNally, 2001). Penggunaan serum monovalen lebih efektif dibandingkan serum

polivalen karena lebih sedikit menimbulkan efek samping. Namun demikian

penggunaan serum monovalen memerlukan identifikasi yang tepat terhadap ular

yang menggigit. Identifikasi jenis ular yang menggigit pada kasus gigitan ular

tidaklah mudah. Jadi jika identifikasi tidak dapat dilakukan, maka akan lebih tepat

digunakan serum anti bias ular polivalen (stagg dkk, 1994).

Dalam jurnal yang berjudul “ Efek Samping pemberian Serum Anti Bisa

Ular Pada Kasus Gigitan Ular “ menyebutkan bahwa berdasarkan kajian hasil-

hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa reaksi efek samping yang mungkin

timbul adalah reaksi anafilaksis alergi akut atau urtikaria yang biasanya bersifat

ringan.

Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Racun

binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang

dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia. Sebagian

kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ, beberapa mempunyai efek pada

hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa zat

farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan.

Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya.

Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya, sering kali

mengandung faktor letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir

predator, racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan

1

Page 2: Presentasi Snake Bite

Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan

mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut

merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus.

Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah

parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa

ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran

kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.

Prinsip penanganan pada korban gigitan ular: 1) Menghalangi penyerapan

dan penyebaran bisa ular. 2)      Menetralkan bisa. 3)      Mengobati komplikasi.

Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi

segera cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya lakukan

prinsip RIGT, yaitu: R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan

istirahatkan korban, kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga

racun akan lebih cepat menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik

karena kaget. I:  Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban

untuk tidak berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak

datang, lakukan tehnik balut tekan (pressure-immoblisation) pada daerah sekitar

gigitan (tangan atau kaki) lihat prosedur pressure immobilization (balut tekan).

G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin. T:  Tell the

Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul  ada korban.

(Foruniverse, Nursing. 2010. Pertolongan Pertama Pada Gigitan Ular,

(Online), http://nursingforuniverse.blogspot.Com/2010/01/pertolongan-pertama-

pada-gigitan-ular_18.html diakses 19 November 2012 pukul 02.00 WIB).

2

Page 3: Presentasi Snake Bite

BAB II

STUDY PUSTAKA

A. Definisi Nyeri

Nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan yang bersifat

individual. Sensasi nyeri yang dirasakan oleh tiap individu memiliki

persepsi yang berbeda-beda atau dapat dikatakan nyeri bersifat subjektif.

Sulit untuk memberikan batasan pasti terhadap nyeri yang dirasakan.

Tidak mudah untuk memberikan batasan nyeri yang jelas yang hanya

dapat diungkapkan oleh individu yang mengalaminya. Hal ini juga

menyebabkan definisi nyeri untuk tiap individu berbeda-beda.

Nyeri dapat didefinisikan dalam 3 hal, yaitu sebagai berikut.

1. Definisi Nyeri Secara Medis

Menurut International Association for Study of Pain (1979),

nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang

tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang

bersifat aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-

kejadian di mana terjadi kerusakan.

Arthur C. Curton (1983) mengatakan bahwa nyeri merupakan

suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang

rusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk

menghilangkan rasa nyeri.

2. Definisi Nyeri Secara Psikologis

Sternbach mengartikan nyeri sebagai sesuatu yang abstrak, di

mana nyeri terdapat padanya :

a. Personality, di mana sensasi terdapat nyeri yang dirasakan individu

bersifat pribadi ( subjektif ), artinya antara individu satu dengan

yang lainnya mengalami sensasi nyeri yang berbeda.

b. Adanya stimulus yang merugikan sebagai peringatan terhadap

kerusakan jaringan.

3

Page 4: Presentasi Snake Bite

c. Pola respon dari individu terhadap nyeri, sebagai alat proteksi

untuk melindungi dirinya dari kerugian yang ditimbulkan oleh

nyeri.

3. Definisi Nyeri Keperawatan

McCaffery (1980) menyatakan bahwa nyeri adalah segala

sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi

kapan saja saat seseorang mengatakan nyeri. Definisi ini menempatkan

seseorang pasien sebagai expert atau ahli dibidang nyeri, karena hanya

pasien lah yang tahu tentang nyeri yang ia rasakan. Bahkan nyeri

adalah sesuatu yang sangat subjektif, tidak ada ukuran yang objektif

padanya, sehingga hanyalah orang yang merasakannya yang paling

akurat dan tepat dalam mendefinisikan nyeri.

B. Karakteristik Nyeri

1. Onset dan durasi

Perawat mengkaji sudah berapa lama nyeri dirasakan, seberapa sering

nyeri kambuh, dan apakah munculnya nyeri itu pada waktu yang sama.

2. Lokasi

Perawat meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri terasa,

menetap atau terasa menyebar.

3. Keparahan

Perawat meminta klien menggambarkan seberapa parah nyeri yang

dirasakan. Untuk memperoleh data ini perawat bisa menggunakan alat

bantu, skala ukur. Klien ditunjukkan skala ukur, kemudian disuruh

memilih sesuai dengan kondisinya saat ini yang mana. Skala ukur bisa

berupa skala numeric, deskriptif, dan analog visual.

4. Kualitas

Minta klien menggambarkan nyeri yang dirasakan, biarkan klien

mendiskripsikan apa yang dirasakan sesuai dengan kata-katanya

sendiri. Perawat boleh memberikan deskripsi pada klien, bila klien

tidak mampu menggambarkan nyeri yang dirasakan.

4

Page 5: Presentasi Snake Bite

5. Pola Nyeri

Perawat meminta klien untuk mendeskripsikan aktivitas yang

menyebabkan nyeri dan meminta untuk mendemontrasikan aktivitas

yang bisa menimbulkan nyeri .

6. Cara Mengatasi

Tanyakan pada klien tindakan yang dilakukan apabila nyerinya muncul

dan kaji juga apakah yang dilakukan klien itu bisa efektif untuk

mengurangi nyeri.

7. Tanda lain yang menyertai

Kaji adanya penyerta nyeri, seperti mual, muntah, konstipasi, gelisah,

keinginan untuk miksi dll. Gejala penyerta memerlukan prioritas

penanganan yang sama dengan nyeri itu sendiri .

Karakteristik nyeri berdasarkan metode P, Q, R, S, T yaitu sebagai berikut.

1. Faktor pencetus (P: Provocate)

Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus nyeri pada klien,

dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian-bagian

tubuh yang mengalami cedera. Apabila perawat mencurigai adanya

nyeri psikogenik maka perawat harus dapat mengeksplore perasaan

klien dan menanyakan perasaan-perasaan apa yang dapat mencetuskan

nyeri.

2. Kualitas (Q: Quality)

Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan

oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-

kalimat: tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih,

perih, tertusuk dll, dimana tiap-tiap klien mungkin berbeda-beda dalam

melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan.

3. Lokasi (R: Region)

Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk

menunjukkan semua bagian/daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh

klien. Untuk melokalisasi nyeri lebih spesifik, maka perawat dapat

5

Page 6: Presentasi Snake Bite

meminta klien untuk melacak daerah nyeri dari titik yang paling nyeri,

kemungkinan hal ini akan sulit apabila nyeri yang dirasakan bersifat

difus (menyebar).

4. Tingkat (S: Scale)

Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang

paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk

menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri

sedang atau berat. Namun kesulitannya adalah makna dari istilah-

istilah ini berbeda bagi perawat dan klien serta tidak adanya batasan-

batasan khusus yang membedakan antara nyeri ringan, sedang dan

berat. Hal ini juga bisa disebabkan karena memang pengalaman nyeri

pada masing-masing individu berbeda-beda.

5. Durasi (T: Time)

Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi,

dan rangkaian nyeri. Perawat dapat menanyakan: “kapan nyeri mulai

dirasakan?”, “sudah berapa lama nyeri dirasakan?”, “apakah nyeri

yang dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap hari?”, “seberapa

sering nyeri kambuh?” atau dengan kata-kata lain yang semakna.

C. Etiologi Nyeri

Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu

penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis.

Secara fisik misalnya, penyebab nyeri adalah trauma (baik trauma

mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik), neoplasma peradangan,

gangguan sirkulasi darah, dan lain-lain . Secara psikis, penyebab nyeri

dapat terjadi oleh karena adanya trauma psikologis.

Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf

bebas mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka.

Trauma termis menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat

rangsangan akibat panas, dingin. Trauma kimiawi terjadi karena sentuhan

6

Page 7: Presentasi Snake Bite

zat asam atau basa yang kuat. Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri

karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri.

Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau

kerusakan jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga karena

tarikan, jepitan, atau metastase. Nyeri pada peradangan terjadi karena

kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan atau

terjepit oleh pembengkakan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nyeri oleh fisik

berkaitan dengan terganggunya serabut saraf reseptor nyeri, yang terletak

dan tersebar pada lapisan kulit dan jaringan tertentu yang terletak lebih

dalam. Nyeri oleh psikologis merupakan nyeri yang dirasakan bukan

karena penyebab organik, melainkan akibat trauma psikologis dan

pengaruhnya terhadap fisik.

D. Klasifikasi Nyeri

1. Berdasarkan sumbernya

a. Cutaneus/superfisial

Nyeri yang mengenai kulit/jaringan subkutan. Biasanya bersifat

burning ( seperti terbakar ). Contoh: terkena ujung pisau atau

gunting.

b. Deep sonatic/nyeri dalam

Nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh darah, tendon, dan

syaraf, nyeri menyebar dan lebih lama dari pada cutaneus. Contoh:

sprain sendi.

c. Visceral (pada organ dalam)

Stimulasi reseptor nyeri dalam rongga abdomen, cranium dan

thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan

jaringan.

2. Berdasarkan penyebab

a. Nosiseptif

7

Page 8: Presentasi Snake Bite

Terjadi akibat adanya kerusakan jaringan di luar sistem syaraf baik

itu kerusakan kulit, kerusakan sendi, kerusakan otot, kerusakan

tulang dan lainya. Nyeri nosiseptif ini tidak disertai gangguan

fungsi saraf, sehingga nyeri ini hanya menimbulkan gangguan

fungsi karena nyerinya semata.

b. Psikogenetik

Manifestasi nyeri yang di timbulkan tidak disebabkan karena

adanya kerusakan jaringan saraf maupun jaringan lainya di dalam

tubuh. Hal ini hanya karena faktor kejiwaan atau kecemasan, misal

pada orang yang stres.

c. Nyeri neuropatik/nyeri syaraf

Gejala penyerta yang di timbulkan akibat gangguan fungsi saraf itu

sendiri. Nyeri saraf itu akibat gangguan saraf penggerak otot,

misalnya akan mengakibatkan mulai dari kelemahan otot stimulasi

kontraksi otot, baik klonik (kontraksi otot menetap) atau kram.

Demikian juga halnya jika terjadi nyeri syaraf akibat gangguan

saraf perasa atau sensoris maka akan terjadi gejala nyeri yang

disertai gejala kehilangan rasa, kebas, sampai tidak terasa pada

perabaan.

3. Berdasarkan lama/durasinya

Nyeri akut Nyeri kronik Terjadi segera setelah tubuh

terkena cidera Fungsi: sebagai pemberi

peringatan akan adanya cidera

Lamanya dalam hitungan menit

Daerah nyeri terlokalisasi Respon sistem saraf simpatis:

takikardia, peningkatan respirasi, peningkatan TD, pucat, lembap, berkeringat, dan dilatasi pupil

Tingkah laku menggosok bagian yang nyeri

Nyeri konstan yang menetap sepanjang suatu periode tertentu

Lamanya sampai hitungan bulan, > 6 bulan

Daerah nyeri menyebar Fungsi fisiologi bersifat

normal Respon sistem saraf

parasimpatis: penurunan TD, bradikardia, kulit kering, panas, dan pupil konstriksi

Tidak ada keluhan nyeri Tidak ada aktifitas fisik

8

Page 9: Presentasi Snake Bite

Penampilan klien tampak cemas, gelisah, dan terjadi ketegangan otot

sebagai respon nyeri Penampilan klien tampak

depresi dan menarik diri

E. Patofisiologi Nyeri

Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius àaktivitas

elektrik reseptor terkait. Transmisi, dalam proses ini terlibat tiga

komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang meneruskan impuls ke

medulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang

menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan

thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan

cortex. Modulasi yaitu aktivitas saraf utk mengontrol transmisi nyeri.

Suatu jaras tertentu telah diteruskan di sistem saran pusat yang secara

selektif menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis. Jaras ini

diaktifkan oleh stress atau obat analgetika seperti morfin (Dewanto).

Persepsi, Proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga menimbulkan

perasaan subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas. bahkan struktur otak

yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas. Sangat disayangkan

karena nyeri secara mendasar merupakan pengalaman subyektif sehingga

tidak terhindarkan keterbatasan untuk memahaminya (Dewanto).

F. Pathway

Stimulus nyeri: biologis, zat kimia, panas, listrik serta mekanik

Stimulus nyeri menstimulasi nosiseptor di perifer

Implus nyeri diteruskan oleh serat aferen (A-delta & C) ke medula spinalis

melalui dorsal horn

9

Page 10: Presentasi Snake Bite

Implus bersinapsis di substansia traktus gelatinosa ( lamina II dan III)

Implus melewati traktus spinothalamus

Implus masuk ke formatio retikularis Implus langsung masuk ke thalamus

Sistem limbik fast pain

Slow pain

Timbul respon emosi

Respon otonom : TD meningkat , Keringat dingin

G. Batasan Karakteristik Nyeri

a) Melapor nyeri secara verbal atau nonverbal

b) Menunjukan kerusakan

c) Posisi untuk mengurangi nyeri

d) Gerakan untuk melindungi

e) Tingkah laku berhati-hati

f) Muka topong

g) Gangguna tidur (Mata sayup tampak capai, sulit atau gerakan kacau)

h) Fokus pada diri sendiri

i) Focus menyempit(penurunan persepsi waktu, kerusakanproses berfikir,

penurunan interaksi dengan orang dan lingkunagan)

j) Tingah laku ditraksi (jalan-jalan, menemui orang lain, aktivitas

berulang)

k) Respon otonom (diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan

nafas, nadi, dilatasi pupil)

l) Perubahan otonom dalam tonus otot ( dalam rentan lwmah ke kaku)

m) Tingkah laku ekspresiv (gelisah, merintih, menangis, waspada, nafas

panjang, mengeluh)

10

Page 11: Presentasi Snake Bite

n) Perubahan dalam nefsu makan

H. Fokus Pengkajian

Hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:

1. Ekspresi klien terhadap nyeri

Perawat harus mempelajari respon perilaku terhadap nyeri dapat

mencakup:

a. Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis,

Sesak Nafas, Mendengkur)

b. Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan

gigi, Menggigit bibir)

c. Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi,

Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan

d. Kontak dengan orang lain/interaksi sosial

(Menghindari percakapan,

e. Menghindari kontak sosial, Penurunan

rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)

Perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien dalam

mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Klien yang tidak

mampu berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan perhatian

khusus ketika pengkajian.

2. Klasifikasi pengalaman nyeri

Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien akut atau

kronik. Apabila akut, maka dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang

karakteristik nyeri dan apabila nyeri bersifat kronik, maka perawat

menentukan apakah nyeri berlangsung intermiten, persisten atau

terbatas.

I. Fokus Intervensi

11

Page 12: Presentasi Snake Bite

1. Manajemen nyeri:

a. Kaji nyeri yang dialami klien (meliputi PQRST)

b. Observasi ketidaknyamanan nonverbal terhadap nyeri

c. Kaji pengalaman masa lalu klien terhadap nyeri

d. Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk klien

e. Kolaborasi pemberian analgetik

f. Ajarkan tehnik nonfarmakologi untuk mengatasi nyeri

g. Dst (lihat lebih lengkap di NIC)

2. Manajemen nyeri terdiri dari:

a. Farmakologis (kolaborasi)-------penggunaan analgetik

Mengganggu penerimaan/stimuli nyeri dan interpretasinya dengan

menekan fungsi talamus & kortek serebri.

b. Non farmakologi (mandiri)

Sentuhan terapeutik

Teori ini mengatakan bahwa individu yang sehat mempunyai

keseimbangan energi antara tubuh dengan lingku;ngan luar.

Orang sakit berarti ada ketidakseimbangan energi, dengan

memberikan sentuhan pada klien, diharapkan ada transfer energi

dari perawat ke klien.

Akupresur

Pemberian penekanan pada pusat-pusat nyeri

Guided imagery

Meminta klien berimajinasi membayangkan hal-hal yang

menyenangkan, tindakan ini memerlukan suasana dan ruangan

yang tenang serta konsentrasi dari klien. Apabila klien

mengalami kegelisahan, tindakan harus dihentikan. Tindakan ini

dilakukan pada saat klien merasa nyaman dan tidak sedang nyeri

akut.

Distraksi

12

Page 13: Presentasi Snake Bite

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan

sampai sedang. Distraksi visual (melihat TV atau pertandingan

bola), distraksi audio (mendengar musik), distraksi sentuhan

(massase, memegang mainan), distraksi intelektual (merangkai

puzzle, main catur)

Anticipatory guidence

Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan

nyeri. Contoh tindakan: sebelum klien menjalani prosedur

pembedahan, perawat memberikan penjelasan/informasi pada

klien tentang pembedahan, dengan begitu klien sudah punya

gambaran dan akan lebih siap menghadapi nyeri.

Hipnotis

Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti

positif.

Biofeedback

Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu

informasi tentang respon nyeri fisiologis dan cara untuk melatih

kontrol volunter terhadap respon tersebut. Terapi ini efektif untuk

mengatasi ketegangan otot dan migren, dengan cara memasang

elektroda pada pelipis.

Stimulasi kutaneus

Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran

adalah cara ini bisa melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok

stimulasi nyeri. Bisa dilakukan dengan massase, mandi air

hangat, kompres dengan kantong es dan stimulasi saraf elektrik

transkutan (TENS/ transcutaneus electrical nerve stimulation).

TENS merupakan stimulasi pada kulit dengan menggunakan arus

listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar

BAB III

STUDY KASUS

13

Page 14: Presentasi Snake Bite

KASUS

Tn. D 63 tahun datang ke IGD RS Saras Husada pada tanggal 14

November 2012 pukul 13.30 WIB dengan keluhan nyeri pada jari manis tangan

sebelah kanan. Pasien mengatakan pusing sekali setelah tadi pagi digigit ular saat

disawah, jenis ular tidak diketahui. Pasien terlihat gelisah dan meringis kesakitan.

Jari manis tangan kanan pasien terlihat ada luka bekas gigitan, tampak kemerahan,

bengkak, dan jika ditekan terasa nyeri. Pasien terlihat lemah dan pucat. Dari

pemeriksaan TTV didapatkan hasil TD 150/80 mmHg, N 80x/menit, S 38ºC dan

RR 20 x/menit. Kesadaran pasien composmetis, konjungtiva anemis, dan sklera

anikterik.

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA Tn. D DENGAN

MASALAH KEPERAWATAN UTAMA NYERI AKUT DI INSTALASI

GAWAT DARURAT RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO

Ruang : IGD RSSH Purworejo

Pengkaji : Sawenda Kusuma Mawar Dani Tugiyo

NIM : A10900548

Tanggal : 14 November 2012

Waktu : Pukul 13.30 WIB

A. PENGKAJIAN

1. Data Biografi

a. Identitas Pasien

Nama : Tn. D

Umur : 63 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Bayem, Kutoarjo

Pekerjaan : Petani

14

Page 15: Presentasi Snake Bite

No RM : 1036588

Diagnosa Medik : Snake Bite

b. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Tn. A

Umur : 45 tahun

Alamat : Bayem, Kutoarjo

Hub. dg pasien : Anak kandung

2. Primary Survey

a. Airway

Jalan nafas bersih, tidak ada sumbatan, tidak ada penumpukan secret.

b. Breath

- RR 24 x/menit

- Suara paru sonor

- Jalan nafas bersih

- Bentuk dada simetris,

- Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan

- Tidak ada pernafasan cuping hidung

c. Circulation

- Nadi 80 x/menit

- TD 150/80 mmHg

- SB 38oC

- Akral hangat

- Konjunctiva ananemis

- Mukosa bibir lembab

- CRT < 2 detik

d. Disability

- Kesadaran compos mentis, E4M6V5

- Pupil isehokor

- Reflek cahaya (+)

e. Expossure

15

Page 16: Presentasi Snake Bite

- Ada bekas gigitan di jari manis tangan kanan

- Ada pembengkakan pada jari manis sebelah kanan

3. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama

Tn. D mengatakan pusing

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Tn. D 63 tahun datang ke IGD RS Saras Husada pada tanggal 14

November 2012 pukul 13.30 WIB dengan keluhan nyeri pada jari

manis tangan sebelah kanan. Pasien mengatakan pusing sekali setelah

tadi pagi digigit ular saat disawah, jenis ular tidak diketahui. Pasien

terlihat gelisah dan meringis kesakitan. Jari manis tangan kanan

pasien terlihat ada luka bekas gigitan, tampak kemerahan, bengkak,

dan jika ditekan terasa nyeri. Pasien terlihat lemah dan pucat. Dari

pemeriksaan TTV didapatkan hasil TD 150/80 mmHg, N 80x/menit,

S 38ºC dan RR 20 x/menit. Kesadaran pasien composmetis,

konjungtiva anemis, dan sklera anikterik.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Pasien memiliki tidak memiliki riwayat penyakit menular dan

menurun.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Tidak ada riwayat keluarga yang menderita penyakit menular ataupun

menurun.

4. Pemeriksaan Fisik

- Keadaan umum : sedang

- Kesadaran : Compos mentis, GCS E4M6V5

- TTV

TD 150/80 mmHg, N 80 x/mnt, RR 24 x/mnt, S 38ºC

- Kepala

16

Page 17: Presentasi Snake Bite

Bentuk mesochepal, kulit kepala bersih, rambut ada uban dan sedikit

kotor

- Mata

Pupil isehokor, reaksi cahaya (+), konjunctiva ananemis, sclera

anikterik

- Hidung

Kotor, terdapat secret, tidak ada nafas cuping hidung

- Mulut

bersih, tidak terdapat secret, mukosa bibir lembab

- Telinga

- Bersih, tidak ada penumpukan serumen

- Leher

- Tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak teraba pembesaran kelenjar

tiroid

- Thorak

Jantung

I : Dada simetris

P : Tidak ada krepitasi

P : Perkusi pekak

A : Suara jantung normal

Paru

I : Ada penggunaan otot bantu nafas

P : Pengembangan tidak simetris pada paru sebelah kanan

P : Perkusi sonor

A : Suara nafas vesikuler

Abdomen

I : Bentuk Datar, supel, tidak ada asites

17

Page 18: Presentasi Snake Bite

A : bising usus normal, peristatik 12x/mnt.

P :blass kosong, tidak teraba massa.

P : perkusi timpani

- Ekstremitas

Atas : terdapat luka bekas gigitan ular dan bengkak pada jari

manis tangan kanan, terdapat nyeri tekan pada luka, kekuatan otot 5/5

Bawah : tidak ada oedema, kekuatan otot 5/5

- Kulit

turgor kulit lembab, warna sawo matang

5. Terapi

IVFD RL 20 tpm

Dexa 2 x 30 mg

ATS profilaksis 1x1 ampul

Incisi luka pada luka

ABU 1 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 30 – 40 menit

Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2

flacon ABU lagi. ABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc)

B. ANALISA DATA

No/tgl Data Etiologi Problem

18

Page 19: Presentasi Snake Bite

14/11/201213.30

DS:Pasien mengatakan pusing sekali setelah tadi pagi digigit ular saat disawah, jenis ular tidak diketahui

DO :Pasien terlihat gelisah dan meringis kesakitan. Jari manis tangan kanan pasien terlihat ada luka bekas gigitan, tampak kemerahan, bengkak, dan jika ditekan terasa nyeri. Dari pemeriksaan TTV didapatkan hasil TD 150/80 mmHg, N 80x/menit, S 38ºC dan RR 20 x/menit.

Agen cedera fisik

Nyeri Akut

14/11/201213.30

DS : -DO :Akral teraba hangat, Pasien terlihat lemah dan pucat. Dari pemeriksaan TTV didapatkan hasil TD 150/80 mmHg, N 80x/menit, S 38ºC dan RR 20 x/menit.

proses infeksi Hipertermi

14/11/201213.30

DS :DO :terlihat ada luka bekas gigitan, tampak kemerahan, bengkak, dan jika ditekan terasa nyeri. Dari pemeriksaan TTV didapatkan hasil TD 150/80 mmHg, N 80x/menit, S 38ºC dan RR 20 x/menit

kegagalan untuk

mengatasi infeksi

Resiko Infeksi

Diagnosa Keperawatan:

1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik

2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

3. Resiko infeksi berhubungan dengan kegagalan

untuk mengatasi infeksi

C. INTERVENSI

19

Page 20: Presentasi Snake Bite

No.

Dx Tujuan dan KHIntervensi Rasional

1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 30 menit diharapkan nyeri akut teratasi dengan indicator nyeri :

Indikator awal Akhir

- Melaporkan adanya nyeri

- Perubahan tekanan darah

- Ekspresi Nyeri

- TTV dalam keadan normal

2

3

2

2

5

5

5

5

Keterangan :

1. kuat

2. berat

3. sedang

4. ringan

5. tidak ada

a. Kaji karakteristik nyeri PQRST

b. posisikan pasien semifowler

c. observasi KUd. ajari klien

tarik nafas dalame. monitor TTVf. Kolaborasi

Pemberian analgetik dexa 1x1amp dan kolaborasi pemberian terapi.

a. Identifikasi karakteristik nyeri & factor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok & untuk mengevaluasi ke efektifan dari terapi yang diberikan.

b. Membuat pasien rileks, O2 dapat optimal

c. Memantau penurunan kesadaran karena proses penyakit

d. Nafas dalam akan menglihkan pusat nyeri dengan konsentrasi melakukan nafas dalam

e. Tanda-tanda vital sangat penting untuk mengetahui keadaan jantung, sushu tubuh yang disebabkan infeksi

f. Analgesik untuk mengurangi nyeri.

2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 30 menit diharapkan hipertermi teratasi dengan indikator:

Indikator Awa akhir

a. Pantau suhu pasien (derajat dan pola)

b. Monitor KUc. Monitor TTVd. Berikan kompres

mandi hangat

a. suhu 38,9o – 41,1oC menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis; mis,

20

Page 21: Presentasi Snake Bite

l

- Temperatur kulit sesuai yang diharapkan

- Temperatur tubuh sesuia yang diharapkan

- Tidak ada sakit kepala

- Melaporkan kenyamanan tubuh

2

2

2

4

5

5

5

5

Keterangan :

1. keluhan ekstrim

2. keluhan berat

3. keluhan sedang

4. keluhan ringan

5. Tidak ada keluhan

pada lipatan paha dan aksila, hindari penggunaan alcohol

e. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

f. Kolaborasi dengan pemberian antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen(Tylenol)

kurva demam lanjut berakhir lebih dari 24 jam menunjukkan demam remitten ( bervariasi hanya beberapa derajat pada arah tertentu. Menggigil sering mendahului puncak suhu.

b. Memantau penurunan kesadaran karena proses penyakit

c. Tanda-tanda vital sangat penting untuk mengetahui keadaan jantung, sushu tubuh yang disebabkan infeks

d. dapat membantu mengurangi demam. Catatan : penggunaan air es/alcohol mungkin menyebabkan kedinginan, Peningkatan suhu secara actual. Selain itu alcohol dapat mengeringkan kulit.

e. Adanya peningkatan metabolisme menyebabkan kehilangan banyak energi. Untuk itu diperlukan peningkatan intake cairan dan nutrisi digunakan untuk mengurangi

21

Page 22: Presentasi Snake Bite

demam dengan aksi sentral nya pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi.

3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 30 menit diharapkan infeksi dapat teratasi dengan indikator:

Indikator Awal akhir

- luka tidak kemerahan, bengkak, dan nyeri

- suhu tubuh dan kulit sesuai yang diharapkan

- TTV dalam rentang normal

2

3

3

5

5

5

Keterangan :

1. ekstrim

2. berat

3. sedang

4. ringan

5. tidak menunjukan

a. kaji tanda-tanda infeksi ( warna, ukuran, kelainan pada luka )b. bersihkan luka setiap haric. Monitor TTVd. Pantau Jumlah Leukosite. Kolaborasi pemberian antibiotik

a. menunjukan tanda infeksius akut

b. untuk mengurangi racun yang ada di area yang mungkin belum tersebar semua

c. menunjukan kondisi yang buruk ataupun baik

d. leukosit yang meningkat kompensasi tubuh dalam mengendalikan infeksi

e. antibiotik untuk mengurangi infeksi

D. IMPLEMENTASI

22

Page 23: Presentasi Snake Bite

Tanggal/Waktu

Tindakan Respon Pasien Paraf

14/11/1213.30

13.30

13.30

13.30

13.35

13.40

13.55

a. Melakukan anamnesa

b. Memposisikan pasien

c. Mengobservasi KU pasien

d. Mengukur TTV

e. Memasang infus

f. Mengajari latihan nafas dalam

g. Memberikan terapi inj.

h. Melakukan perawatan luka bekas gigitan

i. Mengukur TTV

j. Pasien dipindahkan ke ruang cempaka.

Kooperatif

posisi semifowler supinasi

Klien mengatakan pusing, nyeri pada pada jarinya

Klien tampak meringis kesakitan,

Kooperatif

RR 24 x/menit, S 38 C, Nadi 80 x/menit, TD 150/ 80mmHg

Terpasang infuse RL 10 tpm

Kooperatif

Terapi injeksi masuk Ranitidin 1 ampul, ketorolak 30 mg

KooperatifKooperatif

RR 20 x/menit, S 38C, Nadi 80 x/menit, 140/ 80mmHg

Kooperatif

23

Page 24: Presentasi Snake Bite

E. EVALUASI

Tanggal/ Waktu

Evaluasi

14/11/12 S : Klien mengatakan masih pusing dan sakit ditangan

24

Page 25: Presentasi Snake Bite

13.45 O : KU sedang, TD 160/80 mmHg, N 80 x/mnt, RR 24 x/mnt.A : Masalah belum teratasi

Indikator Awal Tuj Hasil

- Ekspresi Nyeri

- TTV dalam keadan normal

- Melaporkan adanya nyeri

- Perubahan tekanan darah

- Temperatur kulit sesuai yang diharapkan

- Temperatur tubuh sesuia yang diharapkan

- Tidak ada sakit kepala

- Melaporkan kenyamanan tubuh

- luka tidak kemerahan, bengkak, dan nyeri

2

3

2

3

2

2

2

3

3

5

5

5

5

5

5

5

5

5

4

3

2

4

3

3

4

4

4

P : Berikan posisi nyaman, Pantau KU, monitor TTV, pantau luka, pantau jumlah leukosit, lanjutkan terapi.

BAB IV

PEMBAHASAN

25

Page 26: Presentasi Snake Bite

A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 14 November2012 pukul 13.45

WIB. Data yang dapat diperoleh dari pengkajian ini yaitu pengkajian Airway :

Jalan nafas bersih, tidak ada sumbatan, tidak ada penumpukan secret. Breath :

RR 24 x/menit, suara paru sonor, jalan nafas bersih, bentuk dada simetris,

tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan, tidak ada pernafasan cuping

hidung. Circulation : Nadi 100 x/menit, TD 110/70 mmHg, S 36,5oC, akral

hangat, conjunctiva ananemis, mukosa bibir lembab, CRT < 2 detik. Disability

: kesadaran compos mentis, GCS E4M6V5, pupil isehokor, reflek cahaya (+).

Expossure : ada bekas gigitan di jari manis tangan kanan, ada pembengkakan

pada jari manis sebelah kanan

B. Analisa Data

Dari hasil analisa data dari pengkajian, penulis menemukan masalah

keperawatan yaitu Nyeri akut. Menurut Wilkinson (2007) batasan

karakteristik untuk diagnosa Nyeri Akut yaitu :

a. Data Subyektif

- Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan dengan isyarat.

b. Obyektif

- Gerakan menghindari nyeri

- Posisi menghindari nyeri

Pada klien snake bite, klien mengatakan pusing sekali setelah tadi pagi

digigit ular saat disawah, jenis ular tidak diketahui. Pasien terlihat gelisah dan

meringis kesakitan. Jari manis tangan kanan pasien terlihat ada luka bekas

gigitan, tampak kemerahan, bengkak, dan jika ditekan terasa nyeri. Pasien

terlihat lemah dan pucat. Dari pemeriksaan TTV didapatkan hasil TD 150/80

mmHg, N 80x/menit, S 38ºC dan RR 20 x/menit. Kesadaran pasien

composmetis, konjungtiva anemis, dan sklera anikterik. Sehingga penulis

menegakan 3 diagnosa yaitu :

26

Page 27: Presentasi Snake Bite

1. Nyeri akut berhubungan

dengan agen cedera fisik

2. Hipertermi berhubungan

dengan proses infeksi

3. Resiko infeksi berhubungan

dengan kegagalan untuk mengatasi infeksi

Menurut Nanda (2009) batasan karakteristik untuk diagnosa 1 : Nyeri

akut berhubungan dengan agen cedera fisik, laporan secara verbal atau

nonverbal, Fakta dari observasi, Posisi antalgik (menghindari nyeri), Gerakan

melindungi, Tingkah laku berhati-hati, Muka topeng (nyeri), Gangguan tidur

(mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai), Terfokus

pada diri sendiri, Respon autonom (seperti berkeringat, perubahan tekanan

darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil), Perubahan otonom dalam

tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku), Tingkah laku

ekspresif (contoh gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas

panjang/berkeluh kesah), Perubahan dalam nafsu makan dan minum. Data-

data ini sesuai untuk batasan karakteristik Nyeri akut menurut Nanda. Jadi

penulis menegkkan diagnosa Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera

fisik.

Menurut Nanda (2009) batasan karakteristik untuk diagnosa 2 :

Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi, kulit kemerahan, peningkatan

suhu tubuh diatas kisaran normal, kulit terasa hangat. Jadi penulis menegkkan

diagnosa Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

Menurut Nanda (2009) batasan karakteristik untuk diagnosa 3 : Resiko

infeksi berhubungan dengan kegagalan untuk mengatasi infeksi, pertahanan

tubuh primer yang tidak adekuat ( missal : integritas kulit tidak normal

(kemerahan, odemea, nyeri), jaringan yang mengalami trauma. Jadi penulis

menegkkan diagnosa Resiko infeksi berhubungan dengan kegagalan untuk

mengatasi infeksi.

C. Intervensi

27

Page 28: Presentasi Snake Bite

Perencanaan menggambarkan mengenai tujuan yang diharapkan dan

rencana tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien sesuai kebutuhan

berdasarkan diagnosa keperawatan.

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

Dengan melihat data Tn. D maka didapatkan Nyeri akut b.d agen cedera

fisik. Dengan melihat data Tn. D maka diharapkan nyeri akut dapat teratasi

dengan kaji skala nyeri PQRST, posisikan pasien, observasi KU, ajari

klien tarik nafas dalam, monitor TTV Kolaborasi Pemberian analgetik

dexa 1x1amp dan kolaborasi pemberian terapi.

2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

Dengan melihat data Tn. D maka didapatkan Hipertermi berhubungan

dengan proses infeksi: Dengan melihat data Tn. D maka diharapkan nyeri

akut dapat teratasi dengan Pantau suhu pasien (derajat dan pola), Monitor

KU, Monitor TTV, Berikan kompres mandi hangat pada lipatan paha dan

aksila, hindari penggunaan alcohol, Tingkatkan intake cairan dan nutrisi,

Kolaborasi dengan pemberian antipiretik, misalnya ASA (aspirin),

asetaminofen(Tylenol)

3. Resiko infeksi berhubungan dengan kegagalan untuk mengatasi infeksi

Dengan melihat data Tn. D maka didapatkan Resiko infeksi berhubungan

dengan kegagalan untuk mengatasi infeksi: Dengan melihat data Tn. D

maka diharapkan nyeri akut dapat teratasi dengan kaji tanda-tanda infeksi (

warna, ukuran, kelainan pada luka ), bersihkan luka setiap hari, Monitor

TTV, Pantau Jumlah Leukosit, Kolaborasi pemberian antibiotik

B. Implementasi

Implementasi adalah tindakan untuk merealisasikan rencana yang telah

ditetapkan dalam thap perencanaan. Untuk masalah keperawatan bersihan

jalan napas tidak efektif dan intoleransi aktifitas dengan tindakan antara lain:

Melakukan anamnesa, Memposisikan pasien, Mengobservasi KU pasien,

Mengukur TTV, Memasang infuse RL intrafix, Mengajari latihan nafas dalam,

28

Page 29: Presentasi Snake Bite

Memberikan terapi inj, Melakukan perawatan luka bekas gigitan, Mengukur

TTV, Pasien dipindahkan ke ruang cempaka.

C. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap pengukuran keberhasilan rencana data

pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan pasien. Pada pukul 13.55 WIB dilakukan secara umum RR :

20x/menit, KU sedang 140/80mmHg, N:80x/menit. GCS:15 E4 M6 V5, luka

bersih.

29

Page 30: Presentasi Snake Bite

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien Tn. D

dengaan masalah Nyeri akut b.d agen cedera fisik, Hipertermi berhubungan

dengan proses infeksi dan Resiko infeksi berhubungan dengan kegagalan

untuk mengatasi infeksi di IGD RSSH Purworejo, penulis mencoba menarik

kesimpulan sebagai berikut: Pada masalah keperawatan Nyeri akut belum

teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit dengan

menitik beratkan pada status infeksi yang menyebabkan nyeri dan peradangan,

hal ini perlu waktu minimal beberapa jam, sedangkan yang penulis lakukan

hanya bersifat pertolongan sementara.

B. Saran

Menjadi perawat tidaklah mudah, perlu ketelitian dan kejelian dalam

menentukan masalah keperawatan yang terjadi pada pasien. Apalagi untuk

perawat di IGD haruslah cepat, terampil dan tepata. Untuk meminimalkan

terjadi kesalahan dalam menentukan diagnosa atau masalah keperawatan

hendaklah menggunakan pengkajian secara ABC dalam pengkajian sehingga

dalam menganalisa tepat.

30

Page 31: Presentasi Snake Bite

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan

Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA International. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi

2099-2011. Jakarta; EGC.

Potter, Patricia dan Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fundamental

Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.

Prasetyo, Sigit Nian. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Tucker, Susan Martin, dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien: Proses

keperawatan, diagnosis, dan evaluasi. Jakarta: EGC.

31