Presentasi Snake Bite
-
Upload
sawenda-bakpaoo -
Category
Documents
-
view
224 -
download
6
Transcript of Presentasi Snake Bite
BAB I
PENDAHULUAN
Kematian dan luka akibat gigitan ular berbisa, terjadi di hamper seluruh
dunia terutama di dunia yang beriklim tropis ( Brunda and Sashidar, 2007 ).
Pengobatan korban gigitan ualar di Rumah Sakit atau Ruang Gawat Darurat selalu
melibatkan penggunaan serum anti bias ular (Satar dkk, 2005 ). Serum anti bias
ular atau disebut juga antivenon, dapat bersifat monovalen ( satu jenis ular
spesifik ) ataupun polivalen (antibody berasal dari beberapa jenis ular), (Dart and
McNally, 2001). Penggunaan serum monovalen lebih efektif dibandingkan serum
polivalen karena lebih sedikit menimbulkan efek samping. Namun demikian
penggunaan serum monovalen memerlukan identifikasi yang tepat terhadap ular
yang menggigit. Identifikasi jenis ular yang menggigit pada kasus gigitan ular
tidaklah mudah. Jadi jika identifikasi tidak dapat dilakukan, maka akan lebih tepat
digunakan serum anti bias ular polivalen (stagg dkk, 1994).
Dalam jurnal yang berjudul “ Efek Samping pemberian Serum Anti Bisa
Ular Pada Kasus Gigitan Ular “ menyebutkan bahwa berdasarkan kajian hasil-
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa reaksi efek samping yang mungkin
timbul adalah reaksi anafilaksis alergi akut atau urtikaria yang biasanya bersifat
ringan.
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Racun
binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang
dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia. Sebagian
kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ, beberapa mempunyai efek pada
hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa zat
farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan.
Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya.
Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya, sering kali
mengandung faktor letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir
predator, racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan
1
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan
mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut
merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus.
Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah
parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa
ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran
kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.
Prinsip penanganan pada korban gigitan ular: 1) Menghalangi penyerapan
dan penyebaran bisa ular. 2) Menetralkan bisa. 3) Mengobati komplikasi.
Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi
segera cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya lakukan
prinsip RIGT, yaitu: R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan
istirahatkan korban, kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga
racun akan lebih cepat menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik
karena kaget. I: Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban
untuk tidak berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak
datang, lakukan tehnik balut tekan (pressure-immoblisation) pada daerah sekitar
gigitan (tangan atau kaki) lihat prosedur pressure immobilization (balut tekan).
G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin. T: Tell the
Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul ada korban.
(Foruniverse, Nursing. 2010. Pertolongan Pertama Pada Gigitan Ular,
(Online), http://nursingforuniverse.blogspot.Com/2010/01/pertolongan-pertama-
pada-gigitan-ular_18.html diakses 19 November 2012 pukul 02.00 WIB).
2
BAB II
STUDY PUSTAKA
A. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan yang bersifat
individual. Sensasi nyeri yang dirasakan oleh tiap individu memiliki
persepsi yang berbeda-beda atau dapat dikatakan nyeri bersifat subjektif.
Sulit untuk memberikan batasan pasti terhadap nyeri yang dirasakan.
Tidak mudah untuk memberikan batasan nyeri yang jelas yang hanya
dapat diungkapkan oleh individu yang mengalaminya. Hal ini juga
menyebabkan definisi nyeri untuk tiap individu berbeda-beda.
Nyeri dapat didefinisikan dalam 3 hal, yaitu sebagai berikut.
1. Definisi Nyeri Secara Medis
Menurut International Association for Study of Pain (1979),
nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang
tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang
bersifat aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-
kejadian di mana terjadi kerusakan.
Arthur C. Curton (1983) mengatakan bahwa nyeri merupakan
suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang
rusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk
menghilangkan rasa nyeri.
2. Definisi Nyeri Secara Psikologis
Sternbach mengartikan nyeri sebagai sesuatu yang abstrak, di
mana nyeri terdapat padanya :
a. Personality, di mana sensasi terdapat nyeri yang dirasakan individu
bersifat pribadi ( subjektif ), artinya antara individu satu dengan
yang lainnya mengalami sensasi nyeri yang berbeda.
b. Adanya stimulus yang merugikan sebagai peringatan terhadap
kerusakan jaringan.
3
c. Pola respon dari individu terhadap nyeri, sebagai alat proteksi
untuk melindungi dirinya dari kerugian yang ditimbulkan oleh
nyeri.
3. Definisi Nyeri Keperawatan
McCaffery (1980) menyatakan bahwa nyeri adalah segala
sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi
kapan saja saat seseorang mengatakan nyeri. Definisi ini menempatkan
seseorang pasien sebagai expert atau ahli dibidang nyeri, karena hanya
pasien lah yang tahu tentang nyeri yang ia rasakan. Bahkan nyeri
adalah sesuatu yang sangat subjektif, tidak ada ukuran yang objektif
padanya, sehingga hanyalah orang yang merasakannya yang paling
akurat dan tepat dalam mendefinisikan nyeri.
B. Karakteristik Nyeri
1. Onset dan durasi
Perawat mengkaji sudah berapa lama nyeri dirasakan, seberapa sering
nyeri kambuh, dan apakah munculnya nyeri itu pada waktu yang sama.
2. Lokasi
Perawat meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri terasa,
menetap atau terasa menyebar.
3. Keparahan
Perawat meminta klien menggambarkan seberapa parah nyeri yang
dirasakan. Untuk memperoleh data ini perawat bisa menggunakan alat
bantu, skala ukur. Klien ditunjukkan skala ukur, kemudian disuruh
memilih sesuai dengan kondisinya saat ini yang mana. Skala ukur bisa
berupa skala numeric, deskriptif, dan analog visual.
4. Kualitas
Minta klien menggambarkan nyeri yang dirasakan, biarkan klien
mendiskripsikan apa yang dirasakan sesuai dengan kata-katanya
sendiri. Perawat boleh memberikan deskripsi pada klien, bila klien
tidak mampu menggambarkan nyeri yang dirasakan.
4
5. Pola Nyeri
Perawat meminta klien untuk mendeskripsikan aktivitas yang
menyebabkan nyeri dan meminta untuk mendemontrasikan aktivitas
yang bisa menimbulkan nyeri .
6. Cara Mengatasi
Tanyakan pada klien tindakan yang dilakukan apabila nyerinya muncul
dan kaji juga apakah yang dilakukan klien itu bisa efektif untuk
mengurangi nyeri.
7. Tanda lain yang menyertai
Kaji adanya penyerta nyeri, seperti mual, muntah, konstipasi, gelisah,
keinginan untuk miksi dll. Gejala penyerta memerlukan prioritas
penanganan yang sama dengan nyeri itu sendiri .
Karakteristik nyeri berdasarkan metode P, Q, R, S, T yaitu sebagai berikut.
1. Faktor pencetus (P: Provocate)
Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus nyeri pada klien,
dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian-bagian
tubuh yang mengalami cedera. Apabila perawat mencurigai adanya
nyeri psikogenik maka perawat harus dapat mengeksplore perasaan
klien dan menanyakan perasaan-perasaan apa yang dapat mencetuskan
nyeri.
2. Kualitas (Q: Quality)
Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan
oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-
kalimat: tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih,
perih, tertusuk dll, dimana tiap-tiap klien mungkin berbeda-beda dalam
melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan.
3. Lokasi (R: Region)
Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk
menunjukkan semua bagian/daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh
klien. Untuk melokalisasi nyeri lebih spesifik, maka perawat dapat
5
meminta klien untuk melacak daerah nyeri dari titik yang paling nyeri,
kemungkinan hal ini akan sulit apabila nyeri yang dirasakan bersifat
difus (menyebar).
4. Tingkat (S: Scale)
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang
paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk
menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri
sedang atau berat. Namun kesulitannya adalah makna dari istilah-
istilah ini berbeda bagi perawat dan klien serta tidak adanya batasan-
batasan khusus yang membedakan antara nyeri ringan, sedang dan
berat. Hal ini juga bisa disebabkan karena memang pengalaman nyeri
pada masing-masing individu berbeda-beda.
5. Durasi (T: Time)
Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi,
dan rangkaian nyeri. Perawat dapat menanyakan: “kapan nyeri mulai
dirasakan?”, “sudah berapa lama nyeri dirasakan?”, “apakah nyeri
yang dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap hari?”, “seberapa
sering nyeri kambuh?” atau dengan kata-kata lain yang semakna.
C. Etiologi Nyeri
Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu
penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis.
Secara fisik misalnya, penyebab nyeri adalah trauma (baik trauma
mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik), neoplasma peradangan,
gangguan sirkulasi darah, dan lain-lain . Secara psikis, penyebab nyeri
dapat terjadi oleh karena adanya trauma psikologis.
Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf
bebas mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka.
Trauma termis menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat
rangsangan akibat panas, dingin. Trauma kimiawi terjadi karena sentuhan
6
zat asam atau basa yang kuat. Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri
karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri.
Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau
kerusakan jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga karena
tarikan, jepitan, atau metastase. Nyeri pada peradangan terjadi karena
kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan atau
terjepit oleh pembengkakan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nyeri oleh fisik
berkaitan dengan terganggunya serabut saraf reseptor nyeri, yang terletak
dan tersebar pada lapisan kulit dan jaringan tertentu yang terletak lebih
dalam. Nyeri oleh psikologis merupakan nyeri yang dirasakan bukan
karena penyebab organik, melainkan akibat trauma psikologis dan
pengaruhnya terhadap fisik.
D. Klasifikasi Nyeri
1. Berdasarkan sumbernya
a. Cutaneus/superfisial
Nyeri yang mengenai kulit/jaringan subkutan. Biasanya bersifat
burning ( seperti terbakar ). Contoh: terkena ujung pisau atau
gunting.
b. Deep sonatic/nyeri dalam
Nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh darah, tendon, dan
syaraf, nyeri menyebar dan lebih lama dari pada cutaneus. Contoh:
sprain sendi.
c. Visceral (pada organ dalam)
Stimulasi reseptor nyeri dalam rongga abdomen, cranium dan
thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan
jaringan.
2. Berdasarkan penyebab
a. Nosiseptif
7
Terjadi akibat adanya kerusakan jaringan di luar sistem syaraf baik
itu kerusakan kulit, kerusakan sendi, kerusakan otot, kerusakan
tulang dan lainya. Nyeri nosiseptif ini tidak disertai gangguan
fungsi saraf, sehingga nyeri ini hanya menimbulkan gangguan
fungsi karena nyerinya semata.
b. Psikogenetik
Manifestasi nyeri yang di timbulkan tidak disebabkan karena
adanya kerusakan jaringan saraf maupun jaringan lainya di dalam
tubuh. Hal ini hanya karena faktor kejiwaan atau kecemasan, misal
pada orang yang stres.
c. Nyeri neuropatik/nyeri syaraf
Gejala penyerta yang di timbulkan akibat gangguan fungsi saraf itu
sendiri. Nyeri saraf itu akibat gangguan saraf penggerak otot,
misalnya akan mengakibatkan mulai dari kelemahan otot stimulasi
kontraksi otot, baik klonik (kontraksi otot menetap) atau kram.
Demikian juga halnya jika terjadi nyeri syaraf akibat gangguan
saraf perasa atau sensoris maka akan terjadi gejala nyeri yang
disertai gejala kehilangan rasa, kebas, sampai tidak terasa pada
perabaan.
3. Berdasarkan lama/durasinya
Nyeri akut Nyeri kronik Terjadi segera setelah tubuh
terkena cidera Fungsi: sebagai pemberi
peringatan akan adanya cidera
Lamanya dalam hitungan menit
Daerah nyeri terlokalisasi Respon sistem saraf simpatis:
takikardia, peningkatan respirasi, peningkatan TD, pucat, lembap, berkeringat, dan dilatasi pupil
Tingkah laku menggosok bagian yang nyeri
Nyeri konstan yang menetap sepanjang suatu periode tertentu
Lamanya sampai hitungan bulan, > 6 bulan
Daerah nyeri menyebar Fungsi fisiologi bersifat
normal Respon sistem saraf
parasimpatis: penurunan TD, bradikardia, kulit kering, panas, dan pupil konstriksi
Tidak ada keluhan nyeri Tidak ada aktifitas fisik
8
Penampilan klien tampak cemas, gelisah, dan terjadi ketegangan otot
sebagai respon nyeri Penampilan klien tampak
depresi dan menarik diri
E. Patofisiologi Nyeri
Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius àaktivitas
elektrik reseptor terkait. Transmisi, dalam proses ini terlibat tiga
komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang meneruskan impuls ke
medulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang
menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan
thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan
cortex. Modulasi yaitu aktivitas saraf utk mengontrol transmisi nyeri.
Suatu jaras tertentu telah diteruskan di sistem saran pusat yang secara
selektif menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis. Jaras ini
diaktifkan oleh stress atau obat analgetika seperti morfin (Dewanto).
Persepsi, Proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga menimbulkan
perasaan subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas. bahkan struktur otak
yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas. Sangat disayangkan
karena nyeri secara mendasar merupakan pengalaman subyektif sehingga
tidak terhindarkan keterbatasan untuk memahaminya (Dewanto).
F. Pathway
Stimulus nyeri: biologis, zat kimia, panas, listrik serta mekanik
Stimulus nyeri menstimulasi nosiseptor di perifer
Implus nyeri diteruskan oleh serat aferen (A-delta & C) ke medula spinalis
melalui dorsal horn
9
Implus bersinapsis di substansia traktus gelatinosa ( lamina II dan III)
Implus melewati traktus spinothalamus
Implus masuk ke formatio retikularis Implus langsung masuk ke thalamus
Sistem limbik fast pain
Slow pain
Timbul respon emosi
Respon otonom : TD meningkat , Keringat dingin
G. Batasan Karakteristik Nyeri
a) Melapor nyeri secara verbal atau nonverbal
b) Menunjukan kerusakan
c) Posisi untuk mengurangi nyeri
d) Gerakan untuk melindungi
e) Tingkah laku berhati-hati
f) Muka topong
g) Gangguna tidur (Mata sayup tampak capai, sulit atau gerakan kacau)
h) Fokus pada diri sendiri
i) Focus menyempit(penurunan persepsi waktu, kerusakanproses berfikir,
penurunan interaksi dengan orang dan lingkunagan)
j) Tingah laku ditraksi (jalan-jalan, menemui orang lain, aktivitas
berulang)
k) Respon otonom (diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan
nafas, nadi, dilatasi pupil)
l) Perubahan otonom dalam tonus otot ( dalam rentan lwmah ke kaku)
m) Tingkah laku ekspresiv (gelisah, merintih, menangis, waspada, nafas
panjang, mengeluh)
10
n) Perubahan dalam nefsu makan
H. Fokus Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:
1. Ekspresi klien terhadap nyeri
Perawat harus mempelajari respon perilaku terhadap nyeri dapat
mencakup:
a. Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis,
Sesak Nafas, Mendengkur)
b. Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan
gigi, Menggigit bibir)
c. Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi,
Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan
d. Kontak dengan orang lain/interaksi sosial
(Menghindari percakapan,
e. Menghindari kontak sosial, Penurunan
rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
Perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien dalam
mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Klien yang tidak
mampu berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan perhatian
khusus ketika pengkajian.
2. Klasifikasi pengalaman nyeri
Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien akut atau
kronik. Apabila akut, maka dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang
karakteristik nyeri dan apabila nyeri bersifat kronik, maka perawat
menentukan apakah nyeri berlangsung intermiten, persisten atau
terbatas.
I. Fokus Intervensi
11
1. Manajemen nyeri:
a. Kaji nyeri yang dialami klien (meliputi PQRST)
b. Observasi ketidaknyamanan nonverbal terhadap nyeri
c. Kaji pengalaman masa lalu klien terhadap nyeri
d. Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk klien
e. Kolaborasi pemberian analgetik
f. Ajarkan tehnik nonfarmakologi untuk mengatasi nyeri
g. Dst (lihat lebih lengkap di NIC)
2. Manajemen nyeri terdiri dari:
a. Farmakologis (kolaborasi)-------penggunaan analgetik
Mengganggu penerimaan/stimuli nyeri dan interpretasinya dengan
menekan fungsi talamus & kortek serebri.
b. Non farmakologi (mandiri)
Sentuhan terapeutik
Teori ini mengatakan bahwa individu yang sehat mempunyai
keseimbangan energi antara tubuh dengan lingku;ngan luar.
Orang sakit berarti ada ketidakseimbangan energi, dengan
memberikan sentuhan pada klien, diharapkan ada transfer energi
dari perawat ke klien.
Akupresur
Pemberian penekanan pada pusat-pusat nyeri
Guided imagery
Meminta klien berimajinasi membayangkan hal-hal yang
menyenangkan, tindakan ini memerlukan suasana dan ruangan
yang tenang serta konsentrasi dari klien. Apabila klien
mengalami kegelisahan, tindakan harus dihentikan. Tindakan ini
dilakukan pada saat klien merasa nyaman dan tidak sedang nyeri
akut.
Distraksi
12
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan
sampai sedang. Distraksi visual (melihat TV atau pertandingan
bola), distraksi audio (mendengar musik), distraksi sentuhan
(massase, memegang mainan), distraksi intelektual (merangkai
puzzle, main catur)
Anticipatory guidence
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan
nyeri. Contoh tindakan: sebelum klien menjalani prosedur
pembedahan, perawat memberikan penjelasan/informasi pada
klien tentang pembedahan, dengan begitu klien sudah punya
gambaran dan akan lebih siap menghadapi nyeri.
Hipnotis
Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti
positif.
Biofeedback
Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu
informasi tentang respon nyeri fisiologis dan cara untuk melatih
kontrol volunter terhadap respon tersebut. Terapi ini efektif untuk
mengatasi ketegangan otot dan migren, dengan cara memasang
elektroda pada pelipis.
Stimulasi kutaneus
Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran
adalah cara ini bisa melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok
stimulasi nyeri. Bisa dilakukan dengan massase, mandi air
hangat, kompres dengan kantong es dan stimulasi saraf elektrik
transkutan (TENS/ transcutaneus electrical nerve stimulation).
TENS merupakan stimulasi pada kulit dengan menggunakan arus
listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar
BAB III
STUDY KASUS
13
KASUS
Tn. D 63 tahun datang ke IGD RS Saras Husada pada tanggal 14
November 2012 pukul 13.30 WIB dengan keluhan nyeri pada jari manis tangan
sebelah kanan. Pasien mengatakan pusing sekali setelah tadi pagi digigit ular saat
disawah, jenis ular tidak diketahui. Pasien terlihat gelisah dan meringis kesakitan.
Jari manis tangan kanan pasien terlihat ada luka bekas gigitan, tampak kemerahan,
bengkak, dan jika ditekan terasa nyeri. Pasien terlihat lemah dan pucat. Dari
pemeriksaan TTV didapatkan hasil TD 150/80 mmHg, N 80x/menit, S 38ºC dan
RR 20 x/menit. Kesadaran pasien composmetis, konjungtiva anemis, dan sklera
anikterik.
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA Tn. D DENGAN
MASALAH KEPERAWATAN UTAMA NYERI AKUT DI INSTALASI
GAWAT DARURAT RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO
Ruang : IGD RSSH Purworejo
Pengkaji : Sawenda Kusuma Mawar Dani Tugiyo
NIM : A10900548
Tanggal : 14 November 2012
Waktu : Pukul 13.30 WIB
A. PENGKAJIAN
1. Data Biografi
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. D
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Bayem, Kutoarjo
Pekerjaan : Petani
14
No RM : 1036588
Diagnosa Medik : Snake Bite
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. A
Umur : 45 tahun
Alamat : Bayem, Kutoarjo
Hub. dg pasien : Anak kandung
2. Primary Survey
a. Airway
Jalan nafas bersih, tidak ada sumbatan, tidak ada penumpukan secret.
b. Breath
- RR 24 x/menit
- Suara paru sonor
- Jalan nafas bersih
- Bentuk dada simetris,
- Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan
- Tidak ada pernafasan cuping hidung
c. Circulation
- Nadi 80 x/menit
- TD 150/80 mmHg
- SB 38oC
- Akral hangat
- Konjunctiva ananemis
- Mukosa bibir lembab
- CRT < 2 detik
d. Disability
- Kesadaran compos mentis, E4M6V5
- Pupil isehokor
- Reflek cahaya (+)
e. Expossure
15
- Ada bekas gigitan di jari manis tangan kanan
- Ada pembengkakan pada jari manis sebelah kanan
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Tn. D mengatakan pusing
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Tn. D 63 tahun datang ke IGD RS Saras Husada pada tanggal 14
November 2012 pukul 13.30 WIB dengan keluhan nyeri pada jari
manis tangan sebelah kanan. Pasien mengatakan pusing sekali setelah
tadi pagi digigit ular saat disawah, jenis ular tidak diketahui. Pasien
terlihat gelisah dan meringis kesakitan. Jari manis tangan kanan
pasien terlihat ada luka bekas gigitan, tampak kemerahan, bengkak,
dan jika ditekan terasa nyeri. Pasien terlihat lemah dan pucat. Dari
pemeriksaan TTV didapatkan hasil TD 150/80 mmHg, N 80x/menit,
S 38ºC dan RR 20 x/menit. Kesadaran pasien composmetis,
konjungtiva anemis, dan sklera anikterik.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien memiliki tidak memiliki riwayat penyakit menular dan
menurun.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada riwayat keluarga yang menderita penyakit menular ataupun
menurun.
4. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum : sedang
- Kesadaran : Compos mentis, GCS E4M6V5
- TTV
TD 150/80 mmHg, N 80 x/mnt, RR 24 x/mnt, S 38ºC
- Kepala
16
Bentuk mesochepal, kulit kepala bersih, rambut ada uban dan sedikit
kotor
- Mata
Pupil isehokor, reaksi cahaya (+), konjunctiva ananemis, sclera
anikterik
- Hidung
Kotor, terdapat secret, tidak ada nafas cuping hidung
- Mulut
bersih, tidak terdapat secret, mukosa bibir lembab
- Telinga
- Bersih, tidak ada penumpukan serumen
- Leher
- Tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak teraba pembesaran kelenjar
tiroid
- Thorak
Jantung
I : Dada simetris
P : Tidak ada krepitasi
P : Perkusi pekak
A : Suara jantung normal
Paru
I : Ada penggunaan otot bantu nafas
P : Pengembangan tidak simetris pada paru sebelah kanan
P : Perkusi sonor
A : Suara nafas vesikuler
Abdomen
I : Bentuk Datar, supel, tidak ada asites
17
A : bising usus normal, peristatik 12x/mnt.
P :blass kosong, tidak teraba massa.
P : perkusi timpani
- Ekstremitas
Atas : terdapat luka bekas gigitan ular dan bengkak pada jari
manis tangan kanan, terdapat nyeri tekan pada luka, kekuatan otot 5/5
Bawah : tidak ada oedema, kekuatan otot 5/5
- Kulit
turgor kulit lembab, warna sawo matang
5. Terapi
IVFD RL 20 tpm
Dexa 2 x 30 mg
ATS profilaksis 1x1 ampul
Incisi luka pada luka
ABU 1 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 30 – 40 menit
Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2
flacon ABU lagi. ABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc)
B. ANALISA DATA
No/tgl Data Etiologi Problem
18
14/11/201213.30
DS:Pasien mengatakan pusing sekali setelah tadi pagi digigit ular saat disawah, jenis ular tidak diketahui
DO :Pasien terlihat gelisah dan meringis kesakitan. Jari manis tangan kanan pasien terlihat ada luka bekas gigitan, tampak kemerahan, bengkak, dan jika ditekan terasa nyeri. Dari pemeriksaan TTV didapatkan hasil TD 150/80 mmHg, N 80x/menit, S 38ºC dan RR 20 x/menit.
Agen cedera fisik
Nyeri Akut
14/11/201213.30
DS : -DO :Akral teraba hangat, Pasien terlihat lemah dan pucat. Dari pemeriksaan TTV didapatkan hasil TD 150/80 mmHg, N 80x/menit, S 38ºC dan RR 20 x/menit.
proses infeksi Hipertermi
14/11/201213.30
DS :DO :terlihat ada luka bekas gigitan, tampak kemerahan, bengkak, dan jika ditekan terasa nyeri. Dari pemeriksaan TTV didapatkan hasil TD 150/80 mmHg, N 80x/menit, S 38ºC dan RR 20 x/menit
kegagalan untuk
mengatasi infeksi
Resiko Infeksi
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik
2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kegagalan
untuk mengatasi infeksi
C. INTERVENSI
19
No.
Dx Tujuan dan KHIntervensi Rasional
1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 30 menit diharapkan nyeri akut teratasi dengan indicator nyeri :
Indikator awal Akhir
- Melaporkan adanya nyeri
- Perubahan tekanan darah
- Ekspresi Nyeri
- TTV dalam keadan normal
2
3
2
2
5
5
5
5
Keterangan :
1. kuat
2. berat
3. sedang
4. ringan
5. tidak ada
a. Kaji karakteristik nyeri PQRST
b. posisikan pasien semifowler
c. observasi KUd. ajari klien
tarik nafas dalame. monitor TTVf. Kolaborasi
Pemberian analgetik dexa 1x1amp dan kolaborasi pemberian terapi.
a. Identifikasi karakteristik nyeri & factor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok & untuk mengevaluasi ke efektifan dari terapi yang diberikan.
b. Membuat pasien rileks, O2 dapat optimal
c. Memantau penurunan kesadaran karena proses penyakit
d. Nafas dalam akan menglihkan pusat nyeri dengan konsentrasi melakukan nafas dalam
e. Tanda-tanda vital sangat penting untuk mengetahui keadaan jantung, sushu tubuh yang disebabkan infeksi
f. Analgesik untuk mengurangi nyeri.
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 30 menit diharapkan hipertermi teratasi dengan indikator:
Indikator Awa akhir
a. Pantau suhu pasien (derajat dan pola)
b. Monitor KUc. Monitor TTVd. Berikan kompres
mandi hangat
a. suhu 38,9o – 41,1oC menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis; mis,
20
l
- Temperatur kulit sesuai yang diharapkan
- Temperatur tubuh sesuia yang diharapkan
- Tidak ada sakit kepala
- Melaporkan kenyamanan tubuh
2
2
2
4
5
5
5
5
Keterangan :
1. keluhan ekstrim
2. keluhan berat
3. keluhan sedang
4. keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
pada lipatan paha dan aksila, hindari penggunaan alcohol
e. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
f. Kolaborasi dengan pemberian antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen(Tylenol)
kurva demam lanjut berakhir lebih dari 24 jam menunjukkan demam remitten ( bervariasi hanya beberapa derajat pada arah tertentu. Menggigil sering mendahului puncak suhu.
b. Memantau penurunan kesadaran karena proses penyakit
c. Tanda-tanda vital sangat penting untuk mengetahui keadaan jantung, sushu tubuh yang disebabkan infeks
d. dapat membantu mengurangi demam. Catatan : penggunaan air es/alcohol mungkin menyebabkan kedinginan, Peningkatan suhu secara actual. Selain itu alcohol dapat mengeringkan kulit.
e. Adanya peningkatan metabolisme menyebabkan kehilangan banyak energi. Untuk itu diperlukan peningkatan intake cairan dan nutrisi digunakan untuk mengurangi
21
demam dengan aksi sentral nya pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi.
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 30 menit diharapkan infeksi dapat teratasi dengan indikator:
Indikator Awal akhir
- luka tidak kemerahan, bengkak, dan nyeri
- suhu tubuh dan kulit sesuai yang diharapkan
- TTV dalam rentang normal
2
3
3
5
5
5
Keterangan :
1. ekstrim
2. berat
3. sedang
4. ringan
5. tidak menunjukan
a. kaji tanda-tanda infeksi ( warna, ukuran, kelainan pada luka )b. bersihkan luka setiap haric. Monitor TTVd. Pantau Jumlah Leukosite. Kolaborasi pemberian antibiotik
a. menunjukan tanda infeksius akut
b. untuk mengurangi racun yang ada di area yang mungkin belum tersebar semua
c. menunjukan kondisi yang buruk ataupun baik
d. leukosit yang meningkat kompensasi tubuh dalam mengendalikan infeksi
e. antibiotik untuk mengurangi infeksi
D. IMPLEMENTASI
22
Tanggal/Waktu
Tindakan Respon Pasien Paraf
14/11/1213.30
13.30
13.30
13.30
13.35
13.40
13.55
a. Melakukan anamnesa
b. Memposisikan pasien
c. Mengobservasi KU pasien
d. Mengukur TTV
e. Memasang infus
f. Mengajari latihan nafas dalam
g. Memberikan terapi inj.
h. Melakukan perawatan luka bekas gigitan
i. Mengukur TTV
j. Pasien dipindahkan ke ruang cempaka.
Kooperatif
posisi semifowler supinasi
Klien mengatakan pusing, nyeri pada pada jarinya
Klien tampak meringis kesakitan,
Kooperatif
RR 24 x/menit, S 38 C, Nadi 80 x/menit, TD 150/ 80mmHg
Terpasang infuse RL 10 tpm
Kooperatif
Terapi injeksi masuk Ranitidin 1 ampul, ketorolak 30 mg
KooperatifKooperatif
RR 20 x/menit, S 38C, Nadi 80 x/menit, 140/ 80mmHg
Kooperatif
23
E. EVALUASI
Tanggal/ Waktu
Evaluasi
14/11/12 S : Klien mengatakan masih pusing dan sakit ditangan
24
13.45 O : KU sedang, TD 160/80 mmHg, N 80 x/mnt, RR 24 x/mnt.A : Masalah belum teratasi
Indikator Awal Tuj Hasil
- Ekspresi Nyeri
- TTV dalam keadan normal
- Melaporkan adanya nyeri
- Perubahan tekanan darah
- Temperatur kulit sesuai yang diharapkan
- Temperatur tubuh sesuia yang diharapkan
- Tidak ada sakit kepala
- Melaporkan kenyamanan tubuh
- luka tidak kemerahan, bengkak, dan nyeri
2
3
2
3
2
2
2
3
3
5
5
5
5
5
5
5
5
5
4
3
2
4
3
3
4
4
4
P : Berikan posisi nyaman, Pantau KU, monitor TTV, pantau luka, pantau jumlah leukosit, lanjutkan terapi.
BAB IV
PEMBAHASAN
25
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 14 November2012 pukul 13.45
WIB. Data yang dapat diperoleh dari pengkajian ini yaitu pengkajian Airway :
Jalan nafas bersih, tidak ada sumbatan, tidak ada penumpukan secret. Breath :
RR 24 x/menit, suara paru sonor, jalan nafas bersih, bentuk dada simetris,
tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan, tidak ada pernafasan cuping
hidung. Circulation : Nadi 100 x/menit, TD 110/70 mmHg, S 36,5oC, akral
hangat, conjunctiva ananemis, mukosa bibir lembab, CRT < 2 detik. Disability
: kesadaran compos mentis, GCS E4M6V5, pupil isehokor, reflek cahaya (+).
Expossure : ada bekas gigitan di jari manis tangan kanan, ada pembengkakan
pada jari manis sebelah kanan
B. Analisa Data
Dari hasil analisa data dari pengkajian, penulis menemukan masalah
keperawatan yaitu Nyeri akut. Menurut Wilkinson (2007) batasan
karakteristik untuk diagnosa Nyeri Akut yaitu :
a. Data Subyektif
- Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan dengan isyarat.
b. Obyektif
- Gerakan menghindari nyeri
- Posisi menghindari nyeri
Pada klien snake bite, klien mengatakan pusing sekali setelah tadi pagi
digigit ular saat disawah, jenis ular tidak diketahui. Pasien terlihat gelisah dan
meringis kesakitan. Jari manis tangan kanan pasien terlihat ada luka bekas
gigitan, tampak kemerahan, bengkak, dan jika ditekan terasa nyeri. Pasien
terlihat lemah dan pucat. Dari pemeriksaan TTV didapatkan hasil TD 150/80
mmHg, N 80x/menit, S 38ºC dan RR 20 x/menit. Kesadaran pasien
composmetis, konjungtiva anemis, dan sklera anikterik. Sehingga penulis
menegakan 3 diagnosa yaitu :
26
1. Nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera fisik
2. Hipertermi berhubungan
dengan proses infeksi
3. Resiko infeksi berhubungan
dengan kegagalan untuk mengatasi infeksi
Menurut Nanda (2009) batasan karakteristik untuk diagnosa 1 : Nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera fisik, laporan secara verbal atau
nonverbal, Fakta dari observasi, Posisi antalgik (menghindari nyeri), Gerakan
melindungi, Tingkah laku berhati-hati, Muka topeng (nyeri), Gangguan tidur
(mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai), Terfokus
pada diri sendiri, Respon autonom (seperti berkeringat, perubahan tekanan
darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil), Perubahan otonom dalam
tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku), Tingkah laku
ekspresif (contoh gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah), Perubahan dalam nafsu makan dan minum. Data-
data ini sesuai untuk batasan karakteristik Nyeri akut menurut Nanda. Jadi
penulis menegkkan diagnosa Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
fisik.
Menurut Nanda (2009) batasan karakteristik untuk diagnosa 2 :
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi, kulit kemerahan, peningkatan
suhu tubuh diatas kisaran normal, kulit terasa hangat. Jadi penulis menegkkan
diagnosa Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
Menurut Nanda (2009) batasan karakteristik untuk diagnosa 3 : Resiko
infeksi berhubungan dengan kegagalan untuk mengatasi infeksi, pertahanan
tubuh primer yang tidak adekuat ( missal : integritas kulit tidak normal
(kemerahan, odemea, nyeri), jaringan yang mengalami trauma. Jadi penulis
menegkkan diagnosa Resiko infeksi berhubungan dengan kegagalan untuk
mengatasi infeksi.
C. Intervensi
27
Perencanaan menggambarkan mengenai tujuan yang diharapkan dan
rencana tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien sesuai kebutuhan
berdasarkan diagnosa keperawatan.
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Dengan melihat data Tn. D maka didapatkan Nyeri akut b.d agen cedera
fisik. Dengan melihat data Tn. D maka diharapkan nyeri akut dapat teratasi
dengan kaji skala nyeri PQRST, posisikan pasien, observasi KU, ajari
klien tarik nafas dalam, monitor TTV Kolaborasi Pemberian analgetik
dexa 1x1amp dan kolaborasi pemberian terapi.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Dengan melihat data Tn. D maka didapatkan Hipertermi berhubungan
dengan proses infeksi: Dengan melihat data Tn. D maka diharapkan nyeri
akut dapat teratasi dengan Pantau suhu pasien (derajat dan pola), Monitor
KU, Monitor TTV, Berikan kompres mandi hangat pada lipatan paha dan
aksila, hindari penggunaan alcohol, Tingkatkan intake cairan dan nutrisi,
Kolaborasi dengan pemberian antipiretik, misalnya ASA (aspirin),
asetaminofen(Tylenol)
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kegagalan untuk mengatasi infeksi
Dengan melihat data Tn. D maka didapatkan Resiko infeksi berhubungan
dengan kegagalan untuk mengatasi infeksi: Dengan melihat data Tn. D
maka diharapkan nyeri akut dapat teratasi dengan kaji tanda-tanda infeksi (
warna, ukuran, kelainan pada luka ), bersihkan luka setiap hari, Monitor
TTV, Pantau Jumlah Leukosit, Kolaborasi pemberian antibiotik
B. Implementasi
Implementasi adalah tindakan untuk merealisasikan rencana yang telah
ditetapkan dalam thap perencanaan. Untuk masalah keperawatan bersihan
jalan napas tidak efektif dan intoleransi aktifitas dengan tindakan antara lain:
Melakukan anamnesa, Memposisikan pasien, Mengobservasi KU pasien,
Mengukur TTV, Memasang infuse RL intrafix, Mengajari latihan nafas dalam,
28
Memberikan terapi inj, Melakukan perawatan luka bekas gigitan, Mengukur
TTV, Pasien dipindahkan ke ruang cempaka.
C. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap pengukuran keberhasilan rencana data
pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan pasien. Pada pukul 13.55 WIB dilakukan secara umum RR :
20x/menit, KU sedang 140/80mmHg, N:80x/menit. GCS:15 E4 M6 V5, luka
bersih.
29
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien Tn. D
dengaan masalah Nyeri akut b.d agen cedera fisik, Hipertermi berhubungan
dengan proses infeksi dan Resiko infeksi berhubungan dengan kegagalan
untuk mengatasi infeksi di IGD RSSH Purworejo, penulis mencoba menarik
kesimpulan sebagai berikut: Pada masalah keperawatan Nyeri akut belum
teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit dengan
menitik beratkan pada status infeksi yang menyebabkan nyeri dan peradangan,
hal ini perlu waktu minimal beberapa jam, sedangkan yang penulis lakukan
hanya bersifat pertolongan sementara.
B. Saran
Menjadi perawat tidaklah mudah, perlu ketelitian dan kejelian dalam
menentukan masalah keperawatan yang terjadi pada pasien. Apalagi untuk
perawat di IGD haruslah cepat, terampil dan tepata. Untuk meminimalkan
terjadi kesalahan dalam menentukan diagnosa atau masalah keperawatan
hendaklah menggunakan pengkajian secara ABC dalam pengkajian sehingga
dalam menganalisa tepat.
30
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA International. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2099-2011. Jakarta; EGC.
Potter, Patricia dan Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.
Prasetyo, Sigit Nian. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Tucker, Susan Martin, dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien: Proses
keperawatan, diagnosis, dan evaluasi. Jakarta: EGC.
31