Portofolio 1 (Snake Bite)
description
Transcript of Portofolio 1 (Snake Bite)
PORTOFOLIO
SNAKE BITE(Bedah)
Disusun oleh:dr. Anggun Ari Mukti
Pembimbing:dr. Imam Prasetyodr. Siti Hannah
RSUD KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN2015HALAMAN PENGESAHAN
Telah disahkan dan disetujui portofolio Dokter InternsipSnake Bite
Nama: dr. Anggun Ari MuktiNo. ID:Pada:
Pekalongan, 1 April 2015
Dokter InternshipDokter Pendamping 1Dokter Pendamping 2
dr. Anggun Ari Muktidr. Imam Prasetyodr. Siti HannahNIP.NIP.
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO
Pada hari ini tanggal 1 April 2015 telah dipresentasikan portofolio oleh:Nama Peserta:dr. Anggun Ari MuktiDengan Judul/ Topik:Snake BiteNama Pendamping:dr. Imam Prasetyodr. Siti HannahNama Wahana:RSUD Kajen Kab Pekalongan
No.Nama Peserta PresentasiTanda Tangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping 1Pendamping 2
dr. Imam Prasetyodr. Siti Hannah
KASUS 1
No. ID dan Nama Peserta : dr. ANGGUN ARI MUKTI
No. ID dan Nama Wahana : RSUD KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN
Topik: Snake Bite (Bedah)
Tanggal (kasus): 11 01 2015Pendamping: dr. IMAM PRASETYO dr. SITI HANNAH
Tanggal presentasi : 01 04 2015
Tempat presentasi: RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan
Obyektif presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Autoanamnesis dan alloanamnesis dengan istri pasien dilakukan pada tanggal 11 Januari 2015 pukul 09.40 WIB di IGD RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan.Tn. T, 50 tahun, datang setelah digigit ular di jempol kaki kanan 2 jam SMRS, nyeri pada luka gigitan, bengkak (+), mual (+), keringat dingin (+), muntah (-), sesak (-), pusing (-).
Tujuan: Menegakkan diagnosis snake biteMengatasi kegawatdaruratan pada pasien snake bitePenatalaksanaan dan edukasi pada pasien snake bite
Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas: Presentasi& Diskusi Diskusi Email Pos
Data pasien:Nama: Tn. TNo. Reg: 125256
Nama Klinik: IGD RSUD Kajen Kab. PekalonganTelp: Terdaftar sejak:
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:Snake bite. Keadaan umum sedang. Nyeri, kemerahan dan bengkak pada luka gigitan. Keringat dingin. Mual.
2. Riwayat Pengobatan: Sudah dibawa ke mantri untuk pembersihkan luka
3. Riwayat Kesehatan/ PenyakitPasien belum pernah terkena gigitan ular.
4. Riwayat Keluarga:Tidak ada keluarga pasien yang terkena gigitan ular pada hari yang sama.
5. Riwayat Pekerjaan: Pasien seorang petani.
DAFTAR PUSTAKA1. Ahmed, S.M. etc. 2008. Emergency Treatment Of a Snake Bite : Pearls From Literature dalam Journal Of Emergencies, Trauma, and Shock, Vol 1(2), Juli December 2008 : 97-105.2. Daley, B. J., 2006. Snake Bite. Department of Surgery, Division of Trauma and Critical Care, University of Tennessee School of Medicine. Emedicine.com.3. De Jong W., 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.4. Depkes. 2007. Penatalaksanaan Gigitan Ular Berbisa. Dirjen POM Depkes RI.5. Sudoyo, A.W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI : Jakarta.6. WHO. 2010. Guidelines for The Clinical Management of Snake Bite in The South East Asia Region. Faculty of Tropical Medicine Mahidol University : Thailand.
Hasil pembelajaran:1. Penegakan diagnosis pada kasus snake bite2. Penatalaksanaan yang tepat pada kasus snake bite
1. SUBYEKTIFPasien datang setelah terkena gigitan ular di kaki kanan sekitar 2 jam SMRS. Pasien mengeluh merasa nyeri pada luka gigitan dan kaki pasien bengkak. Pasien juga mengeluarkan keringat dingin setelah sampai di Rumah Sakit. Pasien mengeluh mual. Muntah (-), sesak (-), pusing (-).Pasien mengaku digigit ular saat berada di sawah. Ular tersebut berwarna hijau dengan badan memanjang. Sebelum dibawa ke RS, luka gigitan tersebut sudah dibersihkan oleh mantri.
2. OBYEKTIFPemeriksaan Fisik:KU: sedang, kesadaran Compos Mentis, E4V5M6. Status gizi: kesan cukup. BB: 55 kg/ TB: 168 cmTekanan Darah: 110/90 mmHgNadi : 68 x/ menitRespiratory Rate: 20 x/menitSuhu: 36 oCSPO2: 99%Mata: CA (-/-), SI (-/-), pupil isokorHidung: rhinorrea (-)Mulut: trismus (-), gum bleeding (-)Telinga: otorrhea (-)Thorax: Pulmo SDV (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-)Cor BJ I-II reguler, murmur (-)Abdomen: sejajar dada, supel, peristaltik normal, nyeri tekan (-), timpaniEkstremitas: akral dingin + / + + / + edema - / - + / -Status Lokalis:Tampak vulnus morsum pada digiti I pedis dextra, edema (+), ekimosis (+), nyeri tekan (+).
3. ASSESMENTNyeri serta bengkak yang timbul pada kasus ini disebabkan karena adanya reaksi lokal akibat gigitan ular. Gigitan ular dapat menimbulkan gejala lokal maupun sistemik. Gejala lokal yang mungkin timbul antara lain edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (dalam 30 menit - 24 jam). Sedangkan efek sistemik yang dapat timbul yaitu hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, menggigil, mual, hipersalivasi, muntah, nyeri kepala dan pandangan kabur. Pasien ini menunjukkan timbulnya gejala lokal dan gejala sistemik akibat gigitan ular. Menurut klasifikasi Schwartz, gigitan ular pada pasien ini termasuk derajat 2.
4. PLANNINGDiagnosis : SNAKE BITE
Terapi Membuat sayatan silang (cross) di tempat luka gigitan sampai darah keluar sembari dibersihkan Injeksi ABU vial infiltrate dan vial intramuscular Injeksi Ketorolac 1 ampul intravascular (skin test)
Monitoring : cek darah lengkap, ureum, creatinin, ureum rutin/ serial
FOLLOW UP
Subyektif & ObyektifAssesment & Planing
11 Januari 2015
S : Nyeri di luka bekas gigitan, bengkak (+), mual (+), keringat dingin (+), muntah (-), sesak (-), pusing (-)
O : KU sedang, compos mentisTD : 110/90 mmHgN : 68 x/menitS : 36 CRR : 20Status lokalis : vulnus morsum digiti I pedis dextra, ekimosis, edema, nyeri tekan
Hasil urinalisis :Makroskopis Kuning jernih Berat jenis : 1,020 Esterase : negatif Nitrit : negatif pH : 5 Protein : +2 Glukosa : negatif Keton : negatif Urobilin : negatif Bilirubin : negatif Blood : negatif
Mikroskopis Epitel sel : 2 5/lpk Leukosit : 3 7/lpk Eritrosit : 1 3/lpk Coarse cast : negatif Fine gran cast : negatif Cast : negatif Kristal : negatif Hifalin : 1 3/lpk S. granuler : 0 2/lpk
A : Snake bite
P : IVFD D5% + drip ABU 1 vial maintenance IVFD D5% 16 tpm Injeksi Cefotaxime 1 gr/ 12 jam Injeksi Ketorolac 1 amp/ 8 jam
12 Januari 2015
S : Nyeri berkurang, bengkak berkurang, mual (-).
O : KU baik, compos mentisTD : 110/90 mmHgN : 80 x/menitS : 36,5 CRR : 20Status lokalis : vulnus morsum digiti I pedis dextra, edema (+), nyeri tekan (+), ekimosis (-)
A : Snake bite hari ke-2
P : IVFD D5% 16 tpm Injeksi Cefotaxime 1 gr/ 12 jam Injeksi Ketorolac 1 amp/ 8 jam
13 Januari 2015
S : Nyeri (-), bengkak (-), mual (-).
O : KU baik, compos mentisTD : 120/90 mmHgN : 86 x/menitS : 36,5 CRR : 22Status lokalis : vulnus morsum digiti I pedis dextra, edema (-), nyeri tekan (-), ekimosis (-)
Hasil urinalisis :Makroskopis Kuning jernih Berat jenis : 1,020 Esterase : negative Nitrit : negatif pH : 6 Protein : negatif Glukosa : negatif Keton : negatif Urobilin : negatif Bilirubin : negatif Blood : negatif
Mikroskopis Epitel sel : 2 4/lpk Leukosit : 1 3/lpk Eritrosit : 1 2/lpk Coarse cast : negatif Fine gran cast : negatif Cast : negatif Kristal : Ca oxalat
A : Snake bite hari ke-3
P :Boleh pulang
Tinjauan Pustaka
A. DefinisiSnake bite adalah keadaan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa (Depkes RI, 2007).
B. Agen PenyebabBerdasarkan morfologi gigi taringnya, ular dapat diklasifikasikan ke dalam 4 famili utama, yaitu:1. Famili Elapidae, bertubuh pendek dengan gigi taring depan yang kuat. Yang termasuk dalam spesies ini adalah ular kobra, ular king kobra, ular karang dan ular air. Elapidae cukup panjang, ramping, warnanya cenderung tidak seragam dengan pola simetris di atas kepala.2. Famili Crotalidae/ Viperidae dengan taring panjang, bertubuh pendek dan tebal dengan banyak pola bulat kecil di bagian dorsal kepala serta pola warna yang khas pada permukaannya. Yang termasuk adalah ular tanah, ular hijau dan ular bandotan puspo3. Famili Hydrophidae 4. Famili Colubridae misalnya ular pohon, ular piton (Warrel, 2010)
Tabel 1. Perbedaan ular berbisa dan tidak berbisaPerbedaanUlar BerbisaUlar Tidak Berbisa
KepalaSegitigaSegiempat panjang
MataLonjongBundar
Taring bisa (fang)Ada (2 taring besar di rahang atas)Tidak ada/ gigi kecil
Lubang hidung & mataAdaTidak ada
Bekas gigitan2 luka gigitan utama karena taringLuka bentuk U
C. Mekanisme Kerja Bisa Ular
Gambar 1. Gambaran anatomis taring dan bisa ular
Lebih dari 90% bisa ular terdiri atas protein. Masing-masing racun mengandung lebih dari 100 jenis protein : enzimatik (racun pada 80-90% viperid dan 25-70% elapid), toksin polipeptid nonenzimatik, dan nontoksin protein (faktor pertumbuhan saraf).1. Venom enzimatika. Zink metaloprotein : merusak endotel vaskuler yang menyebabkan perdarahanb. Enzim prokoagulan : racun Viperidae, beberapa Elapidae dan Colubridae mengandung serin protease dan enzim prokoagulan lain yang bersifat seperti thrombin (mengaktivasi factor X), prothrombin dan faktor clotting lain. Enzim-enzim tersebut menstimulasi terjadinya penggumpalan darah dengan pembentukan fibrin dalam aliran darahc. Fosfolipase A (lecithinase) : merusak mitokondria, eritrosit, leukosit, trombosit, ujung saraf perifer, otot skeletal, endotel vaskuler, membrane, memproduksi neurotoxin presinaps, efek sedatif mirip opiate, menyebabkan pelepasan histamine dan antikoaguland. Asetilkolinesterase e. Hyaluronidase : menyebarkan bisa melalui perusakan jaringanf. Enzim proteolitik (metalloproteinase, endopeptidase/ hidrolase) dan sitotoksin polipeptid (cardiotoksin) : meningkatkan permeabilitas vaskuler yang menyebabkan edema, memar, dan nekrosis pada lokasi gigitan2. Toksin polipeptid (neurotoksin) : post-sinaps () neurotoksin misalnya -bungarotoxin dan cobrotoxin mengandung 60-62 atau 66-74 asam amino. Mereka mengikat reseptor asetilkolin di motor-endplate. Presinaps () neurotoksin misalnya -bungarotoksin, crotoxin, dan taipoxin, mengandung 120-140 asam amino dan a-fosfolipase-A. Mereka melepaskan asetilkolin di ujung saraf pada neuromuscular junction kemudian merusakn tepinya, mencegah pelepasan transmitter. (Warrel, 2010)Racun (bisa) diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah mata. Racun ini disimpan di bawah gigi taring pada rahang atas. Rahang dapat bertambah sampai 20 mm pada ular berbisa yang besar. Dosis racun tiap gigitan bergantung pada waktu yang yang terlewati setelah gigitan yang terakhir, derajat ancaman dan ukuran mangsa.
D. Manifestasi Klinis Racun yang merusak jaringan menyebabkan nekrosis jaringan yang luas dan hemolisis. Gejala dan tanda yang menonjol berupa nyeri hebat dan tidak sebanding dengan besar luka, edema, eritem, petekia, ekimosis, bula dan tanda nekrosis jaringan. Dapat terjadi perdarahan di peritoneum atau perikardium, udem paru, dan syok berat karena efek racun langsung pada otot jantung. Ular berbisa yang bersifat neurotoksik menyebabkan rasa kesemutan, lemas, mual, salivasi, dan muntah. Pada pemeriksaan ditemukan ptosis, refleks abnormal, dan sesak napas sampai akhirnya terjadi henti nafas akibat kelumpuhan otot pernafasan. Ular kobra dapat juga menyemprotkan bisanya yang kalau mengenai mata dapat menyebabkan kebutaan sementara. (de Jong, 1998)1. Gejala Lokal: bekas gigitan, nyeri local, perdarahan local, limfangitis, pembesaran limfenodi, inflamasi (edema, kemerahan, hangat), bula, infeksi local (membentuk abses), nekrosis2. Gejala Sistemik : lemas, kelemahan otot, berkeringat, menggigil, hipotensi, hipersalivasi, mual, muntah, nyeri perut, nyeri kepala, pandangan kabur dan penurunan kesadaran3. Gejala khusus gigitan ular berbisa :a. Hematotoksik (Viperidae) : perdarahan memanjang di tempat gigitan, perdarahan sistemik spontan dari gusi, mata, intracranial, vagina, epistaksis, hemoptoe, hematemesi, melena, hematuri, antepartum haemorrhage pada wanita hamil, perdarahan mukosa, kulit (petekie, purpura) dan retinab. Kardiotoksik (Viperidae) : hipotensi, syok, aritmia, edema pulmoc. Neurotoksik (Elapidae, Russels viper) : penurunan kesadaran, parestesia, abnormalitas indera pengecap dan pembau, ptosis, oftalmoplegi, paralisis otot wajah dan otot-otot lain yang diinervasi oleh nervus cranial, afonia, disfagi, paralisis otot pernafasan.d. Trombosis arteri serebral (Russels viper) : strokee. Melumpuhkan otot skeletal (ular laut) : kaku, trismusf. Sindrom kompartemen : edema tungkai dengan tanda tanda 5P (pain, pallor, paresthesia, paralysis pulselesness). (Warrel, 2010)
Tabel 2. Klasifikasi gigitan ular menurut SchwartzDerajatVenerasiLukaNyeriEdema/ EritemaSistemik
00 ++/-< 3cm/ 12jam0
I+/-+-3-12 cm/ 12 jam0
II+++++>12-25 cm/ 12 jam+Neurotoksik, mual, pusing, syok
III+++++>25 cm/ 12 jam++Ptekhie, syok, ekhimosis
IV+++++++>ekstremitas++Gagal ginjal akut, koma, perdarahan
E. Diagnosis1. Anamnesis lengkap : identitas, waktu dan tempat kejadian, jenis dan ukuran ular, riwayat penyakit sebelumnya.2. Pemeriksaan fisik : status umum dan lokal (tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan) serta perkembangannya setiap 12 jam.3. Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan kadar gula darah, BUN, dan elektrolit. Untuk gigitan hebat dilakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.
F. Diagnosis Banding1. Anafilaksis2. Trombosis vena bagian dalam3. Trauma vaskular ekstrimitas4. Scorpion Sting5. Syok septik6. Luka infeksi
G. Penatalaksanaan1. Pertolongan PertamaTujuan dari pertolongan pertama ini adalah untuk mengurangi penyerapan racun (bisa ular), bantuan hidup dasar, dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Hal-hal yang harus dilakukan antara lain :a. Tenangkan korban, karena kepanikan akan membuat racun lebih cepat terserap.b. Imobilisasi ekstremitas yang terkena gigitan dengan bidai atau ikat dengan kain (untuk memperlambat penyerapan racun).c. Gunakan balut yang kuat, hal tersebut akan mengurangi penyerapan racun yang bersifat neurotoksin, namun jangan gunakan pada gigitan yang menyebabkan nekrosis.d. Jangan melakukan intervensi apapun pada luka, termasuk menginsisi, kompres dengan es, ataupun pemberian obat apapun.e. Mengikat daerah proksimal dan distal daerah gigitan. Efektif jika sebelum 30 menit. Tujuan ikatan adalah untuk menahan aliran limfe, bukan menahan aliran vena atau ateri.f. Penderita dilarang berjalan dan dilarang minum minuman yang mengandung alcohol.g. Selalu utamakan keselamatan diri. Jangan membunuh ular yang menggigit. Bila sudah mati, bawa ke rumah sakit untuk identifikasi.h. Jangan menghisap daerah luka.
2. Penatalaksanaan Khususa. Airway : Penatalaksanaan patensi jalan napasb. Breathing : Penatalaksanaan fungsi pernapasanc. Circulation : Penatalaksanaan sirkulasi (infus cairan kristaloid)d. Disability : Cek kemungkinan kerusakan pada sistem saraf (cek level kesadaran)e. Exposure : lindungi dari kemungkinan paparan dinginf. Beri pertolongan pertama pada luka gigitan: perban ketat dan luas diatas luka, imobilisasi (dengan bidai). Usahakan membuang bisa sebanyak mungkin dengan menoreh lubang bekas masuknya taring ular sepanjang dan sedalam cm. Bisa yang tertelan akan dinetralkan oleh cairan pencernaan. Selain itu dapat juga dilakukan eksisi jaringan berbentuk elips karena ada dua bekas tusukan gigi taring, dengan jarak cm dari lubang gigitan, sampai kedalaman fasia otot.g. Ambil 5 10 ml darah untuk pemeriksaan: waktu trotombin, APTT, D-dimer, fibrinogen dan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit (terutama K), CK. Periksa waktu pembekuan, jika >10 menit, menunjukkan kemungkinan adanya koagulopatih. Apus tempat gigitan dengan dengan venom detectioni. Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda yang dilemahan), polivalen 1 ml berisi: 10-50 LD50 bisa Ankystrodon, 25-50 LD50 bisa Bungarus, 25-50 LD50 bisa Naya Sputarix, Fenol 0.25% v/v.Teknik pemberian yaitu 2 vial @5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9% atau Dextrose 5% dengan kecapatan 40-80 tetes/menit. Maksimal 100 ml (20 vial). Infiltrasi lokal pada luka tidak dianjurkan. Indikasi SABU adalah adanya gejala venerasi sistemik dan edema hebat pada luka. Pedoman SABU mengacu pada Schwartz & Way (Depkes, 2007): Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah pemberiann antivenom Jika koagulopati tidak membak (fibrinogen tidak meningkat, waktu pembekuan darah tetap memanjang), ulangi pemberian SABU. Ulangi pemeriksaan darah pada 1 dan 3 jam berikutnya, dst. Jika koagulopati membaik (fibrinogen meningkat, waktu pembekuan menurun) maka monitor ketat kerusakan dan ulangi pemeriksaan darah untuk memonitor perbaikkannya. Monitor dilanjutkan 2x24 jam untuk mendeteksi kemungkinan koagulopati berulang. Perhatian untuk penderita dengan gigitan Viperidae untuk tidak menjalani operasi minimal 2 minggu setelah gigitanj. Terapi suportif lainnya pada keadaan : Gangguan koagulopati berat: beri plasma fresh-frozen Perdarahan: beri tranfusi darah segar atau komponen darah, fibrinogen, vitamin K, tranfusi trombosit Hipotensi : beri infus cairan kristaloid Rabdomyolisis: beri cairan dan natrium bikarbonat Sindrom kompartemen: lakukan fasiotomi Gangguan neurologik: beri neostigmin (asetilkolinesterase), diawali dengan sulfas atropin Beri tetanus profilaksis bila dibutuhkan Untuk mengurangi rasa nyeri berikan aspirin atau kodein, hindari penggunaan obat-obatan narkotik depresank. Terapi Profilaksis Antibiotik spektrum luas. Kuman terbanyak yang dijumpai adalah P.aerugenosa, Proteus,sp, Clostridium sp, B.fragilis Beri toksoid tetanus Pemberian serum anti tetanus: sesuai indikasi (Sudoyo, 2006)
H. Komplikasi1. Syok hipovolemik 2. Edema paru 3. Gagal napas4. Kematian
18