9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pneumonia terkait ventilator ...
Pneumonia Bab 2 Plkk
-
Upload
dika-safari-ramadhan -
Category
Documents
-
view
37 -
download
0
description
Transcript of Pneumonia Bab 2 Plkk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Profil Posyandu Flamboyan
Posyandu Flamboyan beralamat di RW 27 kelurahan Cipageran
Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi. Posyandu ini mencakup 178 KK, 15
Dasawisma, meiliki 5 kader terlatih. Untuk program/kegiatan posyandu tahun
2012 yaitu kegiatan kunjungan rumah yang terdiri dari penimbangan rutin tiap
bulan, penyuluhan, pemberian vitamin A tiap bulan Februari dan Agustus,
penimbangan dan pengukuran tinggi badan tiap bulan Februari dan Agustus,
kunjungan rumah dan PHBS, dengan waktu 1 bulan sekali. Pengembangan dari
program Posyandu ini adalah penemuan dini dan Pengamatan penyakit Kejadian
Luar Biasa (KLB), berbagai program pembangunan masyarakat RW lainnya.
2.2 Profil Posyandu Flamboyan
Data penelitian diperoleh secara kuasi eksperimental melalui kuesioner
yang dibagikan kepada ibu balita Posyandu Flamboyan Cipageran RW 27 yang
hadir pada waktu penelitian yaitu sebanyak 22 orang, dengan jumlah responden
yang hadir dan mengisi kuesioner pre test yaitu sebanyak 19 orang dan jumlah
responden yang hadir pada saat penyuluhan, mengisi kuesioner pre test dan
kuesioner post test dengan lengkap yaitu sebanyak 14 orang.
5
2.3 Pneumonia Anak
Pneumonia adalah penyakit yang disebabkan inflamasi pada parenkim
paru, yaitu bronkiolus respiratorius, duktus alveolus dan alveolus. Pneumonia
pada anak merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak dibawah
usia lima tahun.10
Di seluruh dunia terjadi 1,6 sampai 2,2 juta kematian anak-balita karena
pneumonia setiap tahun, sebagian besar terjadi di negara berkembang, 70%
terdapat di Afrika dan Asia Tenggara. WHO tahun 2005 melaporkan proporsi
penyebab kematian anak-balita di negara berkembang adalah pneumonia 19%,
diare 17%, malaria 8% dan campak 4%.11
Pneumonia merupakan penyebab kematian kedua di Indonesia setelah
diare, sekitar 15,5% diantara semua balita.12
Pada tahun 2008 provinsi dengan insidens pneumonia tertinggi, yaitu Jawa
Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Gorontalo. Pada tahun 2007 dan 2008
perbandingan kasus pneumonia pada balita dibandingkan dengan usia ≥5 tahun
adalah 7:3. Artinya bila ada 7 kasus penumonia pada balita maka akan terdapat 3
kasus pneumonia pada usia ≥5 tahun. Pada tahun 2009 terjadii perubahan menjadi
6:4. Namun pneumonia pada balita masih tetap merupakan proporsi terbesar.
Selain itu, proporsi penemuan pneumonia pada bayi adalah sebesar >20% dari
semua kasus pneumonia.,13
2.4 Faktor Resiko Pneumonia
Berbagai faktor risiko yang meningkatkan kejadian, beratnya penyakit dan
kematian karena pneumonia, yaitu status gizi buruk, pemberian ASI eksklusif
6
yang tidak adekuat, defisiensi vitamin A dan zinc, bayi berat badan lahir rendah
(BBLR), imunisasi yang tidak lengkap dan polusi udara dalam kamar terutama
asap rokok dan asap bakaran dari dapur.14
Faktor pengetahuan dari ibu tentang Pneumonia memiliki peranan
terhadap tindak lanjut yang diambil jika anaknya menderita penyakit tersebut.
Suchmn dalam purwanti (2004), menyebutkan bahwa pengetahuan mengenai
penyakit dan gejalanya kemungkinan dapat menjelaskan mengapa kelompok etnis
tertentu menggunakan beberapa sarana pelayanan kesehatan. Asumsi yang umum
adalah masyarakat akan lebih menggunakan sarana pelayanan kesehatan apabila
mereka mengetahui lebih banyak mengenai penyakit dan gejalanya. Orang tidak
akan mencari pertolongan medis atau pencegahan penyakit bila mereka kurang
mempunyai pengetahuan dan motivasi minimal yang relavan dengan kesehatan,
bila mereka memandang keadaan tidak cukup berbahaya, bila tidak yakin terhadap
keberhasilan suatu intervensi medis, dan bila mereka melihat adanya beberapa
kesulitan dalam melaksanakan perilaku kesehatan yang disarankan. (Health belief
models Resenstock, (1974) dalam Muzaham (2007) )
Asupan gizi yang kurang merupakan risiko untuk kejadian dan kematian
balita dengan infeksi saluran pernapasan. Perbaikan gizi seperti pemberian ASI
ekslusif dan pemberian mikro-nutrien bisa membantu pencegahan penyakit pada
anak. Pemberian ASI sub-optimal mempunyai risiko kematian karena infeksi
saluran napas bawah, sebesar 20%.14
Program pemberian vitamin A setiap 6 bulan untuk balita telah
dilaksanakan di Indonesia. Vitamin A bermanfaat untuk meningkatkan imunitas
7
dan melindungi saluran pernapasan dari infeksi kuman. Hasil penelitian Sutrisna
di Indramayu (1993) menunjukkan peningkatan risiko kematian pneumonia pada
anak yang tidak mendapatkan vitamin A. Penelitian di beberapa negara Asia
Selatan menunjukkan bahwa suplementasi Zinc pada diet sedikitnya 3 bulan dapat
mencegah infeksi saluran pernapasan bawah. Di Indonesia, Zinc dianjurkan
diberikan pada anak yang menderita diare.14
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) mempunyai risiko untuk meningkatnya
pneumonia, dan perawatan di rumah sakit penting untuk mencegah BBLR.
Pemberian imunisasi dapat menurunkan risiko untuk terkena pneumonia.
Imunisasi yang berhubungan dengan kejadian penyakit pneumonia adalah
imunisasi pertusis (DTP), campak, Haemophilus influenza, dan pneumokokus.14
Polusi udara yang berasal dari pembakaran di dapur dan di dalam rumah
mempunyai peran pada risiko kematian balita di beberapa negara berkembang.
Diperkirakan 1,6 juta kematian berhubungan dengan polusi udara dari dapur.
Hasil penelitian Dherani, dkk ( 2008) menyimpulkan bahwa dengan menurunkan
polusi pembakaran dari dapur akan menurunkan morbiditas dan mortalitas
pneumonia. Hasil penelitian juga menunjukkan anak yang tinggal di rumah yang
dapurnya menggunakan listrik atau gas cenderung lebih jarang menderita
pneumoia dibandingkan dengan anak yang tinggal dalam rumah yang memasak
dengan menggunakan minyak tanah atau kayu. Selain asap bakaran dapur, polusi
asap rokok juga berperan sebagai faktor risiko. Anak dari ibu yang merokok
mempunyai kecenderungan menderita pneumonia daripada anak yang ibunya
tidak merokok (16% berbanding 11%). 14
8
Faktor lain yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pneumonia,
yaitu kemiskinan, status sosio-ekologi, kesenjangan pembiayaan kesehatan.15
Kemiskinan yang luas berdampak besar dan menyebabkan derajat
kesehatan rendah dan status sosio-ekologi menjadi buruk. Akibat derajat
kesehatan yang rendah maka penyakit infeksi termasuk infeksi kronis dan infeksi
HIV mudah ditemukan. Banyaknya komorbid lain seperti malaria, campak, gizi
kurang, defisiensi vit A, defisiensi seng (Zn), tingginya prevalensi kolonisasi
patogen di nasofaring, tingginya kelahiran dengan berat lahir rendah, tidak ada
atau tidak memberikan ASI dan imunisasi yang tidak adekwat memperburuk
derajat kesehatan. 15
Status sosio-ekologi yang tidak baik ditandai dengan buruknya
lingkungan, daerah pemukiman kumuh dan padat, polusi dalam-ruang akibat
penggunaan biomass (bahan bakar rumah tangga dari kayu dan sekam padi), dan
polusi udara luar-ruang. Ditambah lagi dengan tingkat pendidikan ibu yang
kurang memadai serta adanya adat kebiasaan dan kepercayaan lokal yang salah.15
Di negara berpenghasilan rendah pembiayaan kesehatan sangat kurang.
Sebagai gambaran kesenjangan pembiayaan kesehatan adalah sbb: di seluruh
dunia 87% pembiayaan kesehatan dipakai hanya untuk 16% jumlah penduduk di
negara ber penghasilan tinggi. Sisanya (13 %) pembiayaan di pakai untuk
sebagian besar (84%) penduduk di negara berpenghasilan rendah. Pembiayaan
kesehatan yang tidak cukup menyebabkan fasilitas kesehatan seperti infrastruktur
kesehatan untuk diagnostik dan terapeutik tidak adekwat dan tidak memadai,
9
tenaga kesehatan yang terampil terbatas, di tambah lagi dengan akses ke fasilitas
kesehatan sangat kurang. 14
2.5 Etiologi Pneumonia Anak
Usia anak merupakan faktor terpenting dalam menentukan etiologi,
mengetahui gambaran klinis dan menentukan terapi yang sesuai. Etiologi tersering
pneumonia pada neonatus dan bayi 20 hari disebabkan Streptococcus Group B
dan bakteri gram negatif seperti Escheria coli, Pseudomonas sp., dan Klebsiella
sp. Pada bayi yang lebih besar sampai balita, pneumonia sering disebabkan oleh
infeksi Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza tipe B, dan
Staphylococcus aureus. Pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri
tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumonia.10
Tabel 1.1 Etiologi Pneumonia pada Anak Berdasarkan Kelompok Usia
Usia Etiologi Tersering Etiologi yang Jarang
3 minggu-3 bulan Bakteri:
Chlamydia trachomatis
Streptococcus pneumonia
Virus:
Virus Adeno
Virus Influenza
Virus Parainfluenza 1,2,3
Respiratory Syncytial virus
Bakteri:
Bordetella pertussis
Haemopillus influenza tipe
B
Moraxella catharalis
Staphylococcus aureus
Ureaplasma urealyticum
Virus:
10
Virus Varisela Zoster
4 bulan-5 tahun Bakteri:
Chlamydia pneumonia
Mcoplasma pneumonia
Streptococcus pneumonia
Virus:
Virus Adeno
Virus Influenza
Virus Parainfluenza 1,2,3
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus
Bakteri:
Haemopillus influenza tipe
B
Moraxella catharalis
Neisseria meningitidis
Staphylococcus aureus
Virus:
Virus Varisela Zoster
Sumber 10
2.6 Patologi dan Patogenesis
Pada pneumonia, mikroorganisme terinhalasi melalui hidung dan melewati
salaruan pernapasan ke paru bagian perifer. Mikroorganisme akan menginfeksi
jaringan parenkim paru sehingga terjadi edema sebagai reaksi jaringan. Akan
tetapi, hal ini akan mempermudah proliferasi dan penyeberan mikroorganisme ke
jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena akan mengalami konsolidasi, yaitu
terjadinya serbukan radang sel radang polimorfonuklear, fibrin, sel darah merah,
dan mikroorganisme. Stadium ini disebut stadium hepatasi merah. Selanjutnya,
deposisi fibrin akan semakin bertambah, dan leukosit polimorfonuklear akan
melakukan fagositosis. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Reaksi ini
akan dilanjutkan dengan meningkatnya jumlah makrofag di alveolus, degenerasi
11
sel alveolus, fibrin menipis, mikroorganisme dan debris dilisiskan. Stadium ini
disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak
terinfeksi akan tetap normal.10
Patofisologi
12
Inhalasi bakteri lewat hidung
Bakteri mencapai parenkim paru
Fagositosis oleh macrofag alveolar
Kemampuan macrofag alveolar < bakteri
Macrofag alveolar menginisasi pengeluaran mediator, sitokin, kemokin
Sitokin dilepaskan
(IL-1, IL-, TNF)
Kemokin dilepaskan
(ECF-A,NCF-A)
Merubah set point di hipotalamus
Netrofil Tinggi Leukositosis
Demam Capilary Leak Sekresi PG Fagositos bakteri
RBC, WBC keluar
Peningkatan permeabilitas
vaskuler
Vasodilatasi
Cairan intersisial
keluar
Bercak infiltrate di
CXR
Masuk ke alveoli
Alveoli terisi cairan
Lung Compliance menurun
Pertukaran gas terganggu Sesak Nafas
2.7 Manisfestasi Klinis
13
Manisfestasi klinis pneumonia pada anak tergantung pada berat-ringannya
penyakit. Secara umum manisfestasi klinis dikategorikan sebagai gejala infeksi
umum dan gejala gangguan respiratori. Gejala infeksi umum oneumonia berupa
demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan dan keluhan
gastrointestinal misalnya mual, muntah dan diare. Gejala gangguan respiratori dari
pneumonia berupa batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, pernapasan cuping
hidung, air trapping, merintih dan sianosis.10
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk membantu diagnosis
pneumonia pada anak yaitu pemeriksaan darah lengkap dan foto toraks. Pada
pneumonia yang disebabkan oleh bakteri akan didapatkan leukositosis
>30.000/mm3. Akan tetapi, pada pneumonia virus dan pneumonia mikoplasma
umumnya ditemukan leukosit dalam batas normal. Pada foto toraks pneumonia
umumnya akan ditemukan infiltrat alveolar, berupa konsolidasi paru dengan air
bronchogram dan btonkopneumonia, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat
meluas hingga ke perifer paru.10
2.9 Penegakkan Diagnosis
World Health Organization mengembangkan pedoman diagnosis dan
tatalaksana yang sederhana. Pedoman ini terutama ditujukan untuk Pelayanan
Kesehatan Primer dengan tujuan untuk menyederhanakan gejala klinis yang
langsung dapat dideteksi, menentukan klasifikasi penyakit, dan menentukan dasar
pemakaian antibiotik. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi napas cepat, sesak
14
napas dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke pelayanan
kesehatan. Napas cepat dinilai dengan menghitung frekuensi napas selama satu
menit penuh saat bayi dalam keadaan tenang. Sesak napas dilihat dengan adanya
tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam ketika menarik napas (retraksi
epigastrium). Tanda bahaya pada anak usia 2 bulan-5 tahun yaitu tidak dapat
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk. Tanda bahaya untuk
bayi di bawah dua bulan yaitu malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,
mengi dan demam atau badan terasa dingin.10
Tabel 1.2 Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Pedoman WHO
Bayi dan anak berusia 2 bulan-5 tahun
1. Pneumonia berat Bila ada sesak napas
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
2. Pneumonia Bila tidak ada sesak napas
Ada napas cepat dengan frekuensi
>50x/menit untuk anak usia 2 bulan-1
tahun, dan >40x/menit untuk anak usia
>1-5tahun
Tidak perlu dirawat, diberikan
antibiotik oral
3. Bukan Pneumonia Bila tidak ada sesak napas dan napas
cepat
Tidak perlu dirawat, dan tidak perlu
15
diberikan antibiotik, hanya diberikan
obat simptomatis, misalnya obat
penurun panas
Bayi berusia di bawah 2 bulan
4. Pneumonia Bila ada sesak napas atau napas cepat
dengan frekuensi >60x/menit
harus dirawat dan diberikan antibiotik
5. Bukan Pneumonia Bila tidak ada sesak napas dan napas
cepat
Tidak perlu dirawat, dan tidak perlu
diberikan antibiotik
2.10 Penatalaksanaan
Pneumonia pada anak umumnya tidak perlu dirawat inap. Indikasi
perawatan kasus pneumonia terutama pada kasus berat, misalnya toksis, distres
pernapasan, tidak mau makan atau minum, adanya penyakit lain, komplikasi dan
pada bayi di bawah dua bulan.10
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap yaitu pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai dan pengobatan suportif. Pengobatan suportif meliputi
pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi gangguan keseimbangan
asam-basa, elektrolit dan gula darah serta antipiretik jika disertai demam.
16
Antibiotik yang diberikan pada anak pneumonia ringan rawat jalan,
misalnya amoksisilin dengan dosis 25mg/kgBB atau kotrimoksazol dengan dosis
4mg/kgBB TMP-20mg?kgBB sulfametoksazol.10
2.11 Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pneumotoraks atau infeksi ekstratorakal misalnya meningtiis
purulenta.10
2.12 Pencegahan
Pencegahan Pneumonia pada anak merupakan hal yang esensial dalam
strategi penurunan kematian anak. Upaya pencegahan pneumonia meliputi
beberapa hal, diantaranya :
1. ASI ekslusif 6 bulan
2. Gizi cukup dan seimbang sesuai usia anak.
Kecukupan gizi merupakan kunci dalam meningkatkan system
pertahanan tubuh anak, dimulai dari ASI ekslusif pada 6 bulan pertama
kehidupan. Gizi yang baik terbukti dapat mencegah pneumonia dan
juga mempercepat penyembuhan.
3. Imunisasi.
Imunisasi yang penting berkaitan dengan pneumonia antara lain
imunisasi DPT, campak, Pneumokokus, dan Hib. Imunisasi DPT dan
campak merupakan imunisasi wajib yang harus diberikan pada anak,
sedangkan imunisasi pneumokokus dan Hib merupakan imunisasi
17
anjuran yang dapat diberikan pada anak karena memberikan kekebalan
terhadap kuman penyebab pneumonia.
4. Lingkungan bebas asap.
Anak-anak harus dijauhkan dari pajanan asap rokok, asap dapur
terutama dari pembakaran kayu dan sejenisnya, serta polusi udara.
Memperbaiki hygiene lingkungan dapat dilakukan misalnya dengan
menyediakan ventilasi yang baik di dalam rumah, menjaga kebersihan,
dan menggunakan masker pelindung untuk mengurangi pajanan
terhadap polusi.
5. Etiket batuk. Penularan pneumonia banyak berasal dari percikan batuk
atau bersin pasien pneumonia. Untuk menghindari penularan tersebut,
sebaiknya menutup mulut saat batuk atau bersin. Selain itu, penting
untuk mencuci tangan setelahnya untuk menghindari tersebarnya
kuman. (Sumber: Jurnal ‘ Karakteristik Penderita Penyakit Pneumonia
Pada Anak di Ruang Merpati Rumah Sakit Umum Herna Medan ‘ oleh
Zr. Ganda Sigalingging, SKM, dosen Fakultas Ilmu Keperawatan<
Universitas Darma Agung Medan 2011)
18
19