Pneumonia Syukron

download Pneumonia Syukron

of 28

description

Pneumonia

Transcript of Pneumonia Syukron

REFERATPNEUMONIA

Oleh:Syukron Amrullah, S.Ked (210.121.0006)Pembimbing:dr. Hendri Wiyono, Sp.PLaboratorium Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kanjuruhan KepanjenSub Bagian Paru dan Pernafasan

Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Malang

2015KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T, karena atas rahmat dan hidayah-Nya panulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Pneumonia. Tujuan penulisan referat ini adalah guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang-RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang. Di samping itu mengingat pentingnya Pneumonia yang merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada pembimbing kami dr. Hendri Wiyono, Sp.P atas bimbingan dalam penulisan referat ini.

Penulis menyadari referat ini masih memiliki kekurangan, untuk itu kritik dan saran penulis harapkan dalam rangka penyempurnaan penulisan referat ini. Semoga referat ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Malang, 10 April 2015

PenulisBAB I

PENDAHULUANA. LATAR BELAKANG Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya tinggi. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Gejala Pneumonia adalah demam, sesak nafas, nafas dan nadi cepat, dahak berwarna kehijauan, serta gambaran hasil rontgen memperlihatkan konsolidasi pada bagian paru. Konsolidasi terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan mokroorganisme. Akibatnya, fungsi paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas, karena tak tersisa ruanguntuk oksigen. Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh bakteri, virus atau mikoplasma ( bentuk peralihan antara bakteri dan virus ). Bakteri yang umum adalah streptococcus Pneumoniae, Staphylococcus Aureus, KlebsiellaSp, Pseudomonas sp, virus misalnya virus influenza. Pneumonia sebenarnya bukan peyakit baru. American Lung Associationmisalnya, menyebutkan hingga tahun 1936 pneumonia menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi pneumonia dan influenzakembali merajalela dan menjadi penyebab kematian ketujuh di negara itu.Pneumonia menyebabkan infeksi paru. Alveoli dipenuhi pus dan cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang sehingga penderita sesak nafas dan batuk.

Selain mikroorganisme, faktor resiko lain yang meningkatkan terjadinya pneumonia antara lain faktor usia, lingkungan seperti tempat tinggal padat penduduk, rumah sakit, perokok, alkohol, individu yang mengalami gangguan reflek batuk, individu yang mendapat terapi yang menggunakan alat pernafasan dan individu yang mempunyai penyakit kronis (Smeltzer & Bare, 2001).

Menurut Zul Dahlan tahun 2009, penyakit saluran nafas menjadi penyebab kematian tertinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% pasien yang berobat didapatkan Pneumonia komunitas dan pneumonia nosokomial. Dari data tersebut, Pneumonia akut sekitar 15-20%. Kejadian Pneumonia Nosokomial di ICU hampir 25% dari semua kasus infeksi yang ada dan 90% pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik (Ventilator Associated Pneumonia).

B. TUJUAN

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui dan memahami:

1. Definisi Pneumonia

2. Epidemiologi Pneumonia

3. Klasifikasi Pneumonia4. Pneumonia komuniti

5. Pneumonia nosokomial6. Etiologi Pneumonia

7. Patofisiologi Pneumonia

8. Manifestasi klinis Pneumonia

9. Penegakan Diagnosa Pneumonia

10. Penatalaksanaan Pneumonia

11. Komplikasi dan prognosis Pneumonia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAA. ANATOMI DAN FISIOLOGI PARU-PARU

Gambar Anatomi Paru-Paru

Paru-paru berjumlah sepasang terletak di dalam rongga dada kiri dan kanan.Paru-paru kanan memiliki 3 lobus, sedangkan paru-paru kiri memiliki 2 lobus. Di dalam paru-paru ini terdapat kantong alveolus yang berjumlah 300 juta buah.Alveolus ini berperan dalam pertukaran gas di dalam paru.Bagian luar paru-paru dibungkus oleh selaput pleura untuk melindungi paru-paru dari gesekan ketika bernapas, berlapis 2 dan berisi cairan.

Mekanisme Pertahanan Paru-paru

1. Mekanisme pembersihan di saluran napas penghantar, yaitu:

Reepitelisasi saluran napas

Aliran lendir pada permukaan epitel

Bakteri alamiah atau "ephitelial cell binding site analog"

Faktor humoral lokal (IgG dan IgA)

Komponen mikroba setempat

Sistem transpor mukosilier

Reflek bersin dan batukSaluran napas atas (nasofaring dan orofaring) memiliki mekanisme pertahanan melalui barier anatomi terhadap masuknya mikroorganisme yang patogen. Silia dan mukus mendorong mikroorganisme keluar dengan cara dibatukkan atau ditelan.

Bila terjadi disfungsi silia seperti pada Sindrome Kartagener's, pemakaian pipa nasogastrik dan pipa nasotrakeal yang lama dapat mengganggu aliran sekret yang telah terkontaminasi dengan bakteri patogen. Dalam keadaan ini dapat terjadi infeksi nosokomial atau "Hospital Acquired Pneumonia".

2. Mekanisme pembersihan di "Respiratory exchange airway", yaitu:

Cairan yang melapisi alveolar termasuk surfaktan

Sistem kekebalan humoral lokal (IgG)

Makrofag alveolar dan mediator inflamasi

Penarikan netrofil

Sistem kekebalan humoral sangat berperan dalam mekanisme pertahanan paru (saluran napas atas). IgA merupakan salah satu bagian dari sekret hidung (10 % dari total protein sekret hidung). Penderita defisiensi IgA memiliki resiko untuk terjadi infeksi saluran napas atas yang berulang. Bakteri yang sering mengadakan kolonisasi pada saluran napas atas sering mengeluarkan enzim proteolitik dan merusak IgA. Bakteri gram negatif (P.aeroginosa, E.colli, Serratia spp, Proteus spp, dan K.penumoniae) mempunyai kemampuan untuk merusak IgA. Defisiensi dan kerusakan setiap komponen pertahan saluran napas atas menyebabkan kolonisasi bakteri patogen sebagai fasilitas terjadinya infeksi saluran napas bawah.

3. Mekanisme pembersihan di saluran udara subglotisMekanisme pertahanan saluran napas subglotis terdiri dari anatomik, mekanik, humoral dan komponen seluler. Mekanisme penutupan dan refleks batuk dari glotis merupakan pertahanan utama terhadap aspirat dari orofaring. Bila terjadi gangguan fungsi glotis maka hal ini berbahaya bagi saluran napas bagian bawah yang dalam keadaan normal steril. Tindakan pemasangan pipa Nasogastrik, alat trakeostomi memudahkan masuknya bakteri patogen secara langsung ke saluran napas bawah. Gangguan fungsi mukosiliar dapat memudahkan masuknya bakteri patogen ke saluran napas bawah, bahkan infeksi akut oleh M.pneumoniae, H.Influenzae dan virus dapat merusak gerakan silia.

4.Mekanisme pembersihan di"respiratory gas exchange airway"

Bronkiolus dan alveolus mempunyai mekanisme pertahanan sebagai berikut :

Cairan yang melapisi alveolus :

a. Surfaktan

Suatu Glikoprotein yang kaya lemak, terdiri dari beberapa komponen SP-A, SP-B, SP-C, SP-D yang berfungsi memperkuat fagositosis dan killing terhadap bakteri oleh makrofag.

b. Aktifiti anti bakteri (non spesifik) : FFA, lisozim, iron binding protein.

IgG (IgG1 dan IgG2 subset yang berfungsi sebagai opsonin)

Makrofag Alveolar yang berperan sebagai mekanisme pertahanan pertama

Berfungsi untuk menarik PMN leukosit ke alveolus (ada infeksi GNB, P. aeruginosa)

Mediator biologi

Kemampuan untuk menarik PMN ke saluran napas termasuk C5a, produksi dari makrofag alveolar, sitokin, leukotrien.B. DEFINISI PNEUMONIAPneumonia adalah inflamasi atau peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Sedangkan inflamasi pada parenkim paru yang disebabkan oleh selain mikroorganisme disebut dengan pneumonitis (Soedarsono, dkk. 2005). Pneumonia dibedakan menjadi dua yaitu Pneumonia Komunitas dan Pneumonia Nosokomial. Pneumonia nosokomial dibedakan menjadi dua yaitu Pneumonia yang berkaitan dengan Rumah Sakit (Hospital Acquired Pneumonia) dan Pneumonia yang berkaitan dengan pemakaian alat kesehatan seperti ventilator (Ventilator Associated Pnemonia). Pneumonia Nosokomial merupakan Pneumonia yang didapat setelah pasien rawat inap 48 jam di rumah sakit dan tidak dijumpai infeksi paru saat pasien masuk rumah sakit (Fauci, et al. 2008).C. KLASIFIKASI PNEUMONIA1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis

a. Pneumonia komuniti (Community Acquired Pneumonia)

b. Pneumonia nosokomial (Healt Care Associated Pneumonia)

c. Pneumonia aspirasi

d. Pneumonia pada penderita imunokompromis

2. Berdasarkan mikroorganisme penyebab

a. Pneumonia nakterial/ tipikal

b. Pneumonia atipikal

c. Pneumonia virus

d. Pneumonia jamur

3. Berdasarkan predileksi infeksi

a. Pneumonia lobaris

b. Bronkopneumonia

c. Pneumonia interstisial

D. ETIOLOGI PNEUMONIAPneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Pneumonia komuniti lebih sering disebabkan oleh bakteri Gram Positif, sedangkan pneumonia nosokomial lebih sering disebabkan oleh bakteri Gram Negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram Negatif.1. Bakteri

Bakteri tipikal: Streptococcus pneumoniae (pnemokokus), Streptococcus piogenes, Staphylococcus aureus, Bakteri gram negatif: Klebsiela pneumonia, Legionella, Haemophilus influenza.Bakteri atipikal: Mycoplasma pneumoniae, Chlamidophila pneumoniae, Legionella spp.2. VirusInfluenza virus, Parainfluenza virus, Syncytial adenovirus, chicken-pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herpes simpleks, Hanta virus.3. FungiAspergilus, Fikomisetes, Blastomisetes dermatitidis, Histoplasma kapsulatum.4. ParasitToxoplasmagondii,Strongioides stercoralis dan AscariasisE. PATOFISIOLOGI PNEUMONIADalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini

disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh (host) dan mikroorganisme (agent), mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.

Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :

1. Inokulasi langsung

2. Penyebaran melalui pembuluh darah

3. Inhalasi bahan aerosol

4. Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 mm melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveolus dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia. Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama.

Patogenesa dan manifestasi klinis Pneumonia

Mikroorganisme di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:

e. Stadium I Hiperemia (4 12 jam pertama/ kongesti)

Respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

f. Stadium II Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)

Alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

g. Stadium III Hepatisasi kelabu (3 8 hari)

Sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. h. Stadium IV Resolusi (7 11 hari)

Respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.F. PENEGAKAN DIAGNOSA PNEUMONIAAnamnesa:

1. Suhu tubuh meningkat >40oC

2. Menggigil

3. Batuk dengan dahak purulen dapat disertai darah

4. Nyeri dada

Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan :

1. Inspeksi :

Sisi yang sakit tertinggal2. Palpasi :

Pada sisi yang sakit, gerakan dinding dada tertinggalVokal fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

3. Perkusi :

Pada sisi yang sakit redup4. Auskultasi :

a. Suara nafas bronkovesikuler hingga bronkhial

b. Suara tambahan ronkhi basah halus atau ronkhi basah kasar pada stadium resolusic. Suara tambahan egophoni, bronkhophoni, tes bisik (+)

Foto Rontgen Thorak Penderita Pneumonia

Pemeriksaan Penunjanga. Foto Thorak

Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan "air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.b. Laboratorium

Leukositosis (10.000-30.000/cmm)

Shift to the left

LED meningkat

c. Kultur dahak

G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pneumonia adalah antibiotik berdasarkan mikroorganisme penyebab pneumonia dan pengobatan suportif. Berikut ini pengobatan antibiotik secara empiris:

Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP) Golongan Penisilin

TMP-SMZ

Makrolid

Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP) Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)

Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi

Marolid baru dosis tinggi

Fluorokuinolon respirasi

Pseudomonas aeruginosa

Aminoglikosid

Seftazidim, Sefoperason, Sefepim

Tikarsilin, Piperasilin

Karbapenem : Meropenem, Imipenem

Siprofloksasin, Levofloksasin

Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA) Vankomisin

Teikoplanin

Linezolid

Hemophilus influenzae TMP-SMZ

Azitromisin

Sefalosporin gen. 2 atau 3

Fluorokuinolon respirasi

Legionella

Makrolid

Fluorokuinolon

Rifampisin

Mycoplasma pneumoniae

Doksisiklin

Makrolid

Fluorokuinolon

Chlamydia pneumoniae

Doksisikin

Makrolid

Fluorokuinolon

H. KOMPLIKASI1. Hemoptoe

2. Efusi Pleura

3. Empiema

4. Abses paru

5. Gagal nafas

6. Kor pulmonale akut

7. Syok septik

I. PNEUMONIA KOMUNITI

Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di masyarakat. Pneumonia komuniti ini merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan angka kematian tinggi di dunia.

1. Etiologi

Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan bakteri Gram positif dan dapat pula bakteri atipik. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif.

Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, dan Makasar) dengan cara pengambilan bahan dan metode pemeriksaan mikrobiologi yang berbeda didapatkan hasil pemeriksaan sputum:

o Klebsiella pneumoniae 45,18%

o Streptococcus pneumoniae 14,04%

o Streptococcus viridans 9,21%

o Staphylococcus aureus 9%

o Pseudomonas aeruginosa 8,56%

o Steptococcus hemolyticus 7,89%

o Enterobacter 5,26%

Pseudomonas spp 0,9%

2. Diagnosis

Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :

Batuk-batuk bertambah

Perubahan karakteristik dahak / purulen

Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam

Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki

Leukosit > 10.000 atau < 4500

Penilaian derajat Kiparahan penyakit

Penilaian derajat kerahan penyakit pneumonia kumuniti dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT) seperti tabel di bawah ini :Tabel Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan PORT

Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih' kriteria berikut:

Kriteria minor:

Frekuensi napas > 30/menit

Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg

Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus

Tekanan sistolik < 90 mmHg

Tekanan diastolik < 60 mmHg

Kriteria mayor:

Membutuhkan ventilasi mekanik

Infiltrat bertambah > 50%

Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)

Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis

Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia komuniti adalah :

1. Skor PORT lebih dari 70

2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini.

Frekuensi napas > 30/menit

Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg

Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus

Tekanan sistolik < 90 mmHg

Tekanan diastolik < 60 mmHg

3. Pneumonia pada pengguna NAPZA

Kriteria perawatan intensif

Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah penderita yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor >4 jam [syok sptik]) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi untuk perawatan Ruang Rawat Intensif.

PNEUMONIA ATIPIK

Pada pneumonia selain ditemukan bakteri penyebab yang tipik sering pula dijumpai bakteri atipik. Bakteri atipik yang sering dijumpai adalah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Legionella spp. Penyebab lain Chlamydiapsittasi, Coxiella burnetti, virus Influenza tipe A & B, Adenovirus dan Respiratori syncitial virus.

Diagnosis pneumonia atipik

a. Gejalanya adalah tanda infeksi saluran napas yaitu

Demam, batuk nonproduktif dan gejala sistemik berupa nyeri kepala dan mialgia. Gejala klinis pada tabel di bawah ini dapat membantu menegakkan diagnosis pneumonia atipik.

b. Pada pemeriksaan fisik terdapat ronki basah tersebar, konsolidasi jarang terjadi.

c. Gambaran radiologis infiltrat interstitial.

d. Labolatorium menunjukkan leukositosis ringan, pewarnaan Gram, biarkan dahak atau darah tidak ditemukan bakteri.

e. Laboratorium untuk menemukan bakteri atipik.

Isolasi biarkan sensitivitinya sangat rendah

Deteksi antigen enzyme immunoassays (EIA)

Polymerase Chain Reaction (PCR)

Uji serologi

Cold agglutinin

Uji fiksasi komplemen merupakan standar untuk diagnosis M.pneumoniae

Micro immunofluorescence (MIF). Standard serologi untuk C.pneumoniae

Antigen dari urin untuk Legionella

Tabel perbedaan pneumonia atipik dan pneumonia tipik

3 Penatalaksanaan

Terapi antibiotik empiris pada pneumonia komuniti

Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi:

a. Penderita rawat jalan

Pengobatan suportif / simptomatik

- Istirahat di tempat tidur

- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi

- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas

- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran

Pemberian antiblotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam

b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa

Pengobatan suportif / simptomatik

Pemberian terapi oksigen

Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit

Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam

c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif

Pengobatan suportif / simptomatik

- Pemberian terapi oksigen

- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam

Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik

Pengobatan pneumonia atipik

Antibiotik masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia termasuk atipik. Antibiotik terpilih pada pneumonia atipik yang disebabkan oleh M.pneumoniae, C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan :

Makrolid baru (azitromisin, klaritromisin, roksitromisin)

Fluorokuinolon respiness

Doksisiklin4 PROGNOSIS

Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Angka kematian penderita pneumonia komuniti kurang dari 5% pada penderita rawat jalan , sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi 20%. Menurut Infectious Disease Society Of America ( IDSA ) angka kematian pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1% dan kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas V 29,2%. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian penderita pneumonia komuniti dengan peningkatan risiko kelas. Di RS Persahabatan pneumonia rawat inap angka kematian tahun 1998 adalah 13,8%, tahun 1999 adalah 21%, sedangkan di RSUD Dr. Soetomo angka kematian 20 -35%.J. PNEUMONIA NOSOKOMIAL

1) DefinisiPneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah sakit. Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal.2) Etiologi

Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia komuniti. Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug resistance (MDR) misalnya S.pneumoniae, H. Influenzae, Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA) dan kuman MDR misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter spp dan Gram positif seperti Methicillin Resistance Staphylococcus aureus (MRSA). Pneumonia nosokomial yang disebabkan jamur, kuman anaerob dan virus jarang terjadi.3) Patogenesis

4) DiagnosisMenurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-Atlanta), diagnosis pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut :

a. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah sakit

b. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :

Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif

Ditambah 2 diantara kriteria berikut: - suhu tubuh > 38oC1. sekret purulen

2. leukositosis

Kriteria pneumonia nosokomial berat menurut ATS:

1. Dirawat di ruang rawat intensif

2. Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O2 > 35 % untuk mempertahankan saturasi O2 > 90 %

3. Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar atau kaviti dari infiltrat paru

4. Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan atau disfungsi organ yaitu :

Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg)

Memerlukan vasopresor > 4 jam

Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam

Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis

5) Penatalaksanaan

Skema terapi empirik pada HAP dan VAPBeberapa pedoman dalam pengobatan pneumonia nosokomial ialah :

1. Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang harus mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin sebagai penyebab, perhitungkan pola resistensi setempat

2. Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan dosis dan cara pemberian yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang maksimal. Pemberian terapi emperis harus intravena dengan sulih terapi pada pasien yang terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi saluran cerna yang baik.

3. Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada hasil kultur yang berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons klinis.

4. Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi kuman MDR

5. Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis memburuk

6. Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan empirik apabila respons klinis awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik berdasarkan data mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah mortaliti apabila terapi empirik telah memberikan hasil yang memuaskan.

Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP pada pasien tanpa faktor risiko patogen MDR, onset dini dan semua derajat penyakit (mengacu ATS / IDSA 2004)

Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP untuk semua derajat penyakit pada pasien dengan onset lanjut atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu ATS / IDSA 2004)

Dosis antibiotik intravena awal secara empirik untuk HAP dan VAP pada pasien dengan onset lanjut atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu pada ATS/IDSA 2004)

6) Prognosis

Prognosis akan lebih buruk jika dijumpai salah satu dari kriteria di bawah ini, yaitu

1. Umur > 60 tahun

2. Koma waktu masuk

3. Perawatan di IPI

4. Syok

5. Pemakaian alat bantu napas yang lama

6. Pada foto toraks terlihat gambaran abnormal bilateral

7. Kreatinin serum > 1,5 mg/dl

8. Penyakit yang mendasarinya berat

9. Pengobatan awal yang tidak tepat

10. Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten (P.aeruginosa, S.malthophilia, Acinetobacter spp. atau MRSA)

11. Infeksi onset lanjut dengan risiko kuman yang sangat virulen

12. Gagal multiorgan

13. Penggunaan obat penyekat H2 yang dapat meningkatkan pH pada pencegahan perdarahan usus

BAB III

KESIMPULAN3.1 Kesimpulan

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru(alveoli). Gejalapenyakitini berupa napas cepatdan napas sesak, karenaparu meradang secara mendadak. Gejala yang lain pada Pneumonia adalah demam, sesak napas, napasdan nadi cepat, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet, serta gambaran hasil rontgen memperlihatkan konsolidasi pada bagian paru.

3.2 Saran

Denganmakalahini,diharapkanmahasiswadapatmenambahpemahaman serta mengembangkan referensi tentang penyakit pneumonia guna mendiagnosa secara cepat, tepat, sedini mungkin, dan memberikan terapi yang sesuai.DAFTAR PUSTAKAAlsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press; 2009. (hal. 162-179)

Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumonia, Tension and Traumatic. Updated: 2010 May 27; cited 2011 January 10. Available from http://emedicine.medscape.com/article/827551Dimopoulos G, Matthaiou DK, Karageorgopoulos DE, Grammatikos AP, Athanassa Z, Falagas ME (2008). "Short- versus long-course antibacterial therapy for community-acquired pneumonia: a meta-analysis".Drugs68(13): 184154.doi:10.2165/00003495-200868130-00004.PMID18729535.

Fauci, et al (editors). 2008. Harrisons Manual Of Medicine International Edition. 17th ed. McGraw-Hill companies. United States of America.Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC; 1997. (hal. 598)

Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press; 2007

Metlay JP, Kapoor WN, Fine MJ (November 1997). "Does this patient have community-acquired pneumonia? Diagnosing pneumonia by history and physical examination".JAMA278(17): 14405.doi:10.1001/jama.278.17.1440.PMID9356004.Metlay JP, Schulz R, Li YH,et al.(July 1997). "Influence of age on symptoms at presentation in patients with community-acquired pneumonia".Archives of Internal Medicine157(13): 14539.doi:10.1001/archinte.157.13.1453.PMID9224224.Niederman MS, Mandell LA, Anzueto A,et al.(June 2001)."Guidelines for the management of adults with community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and prevention".American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine163(7): 173054.PMID11401897.

Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumonia (Collapsed Lung). Cited : 2011 January 10. Available from : http://www.medicinenet.com/Pneumonia/article.htmSoedarsono, dkk. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Paru.ed III. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo. Surabaya: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga:2005 (hal. 15)

Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. (hal. 1063)Syrjl H, Broas M, Suramo I, Ojala A, Lhde S (August 1998). "High-resolution computed tomography for the diagnosis of community-acquired pneumonia".Clinical Infectious Diseases27(2): 35863.doi:10.1086/514675.PMID9709887.

Vardakas KZ, Siempos II, Grammatikos A, Athanassa Z, Korbila IP, Falagas ME (December 2008)."Respiratory fluoroquinolones for the treatment of community-acquired pneumonia: a meta-analysis of randomized controlled trials".CMAJ179(12): 126977.doi:10.1503/cmaj.080358.PMC2585120.PMID19047608.20