LAPSUS PNEUMONIA

38
BAB I LAPORAN KASUS I.1. IDENTITAS PASIEN Nama : An. N Umur : 1 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Alamat : Asrama Yon Kav 2/Tank Ambarawa Agama : Islam Tanggal masuk : 07 Februari 2015 No.CM : 074041-2015 DPJP : dr. Tundjungsari Ratna Utami, M.Sc, Sp.A Pasien Kelas I Umum I.2. DATA DASAR 1.2.1. Anamnesis Alloanamnesis dan autoanamnesis dilakukan pada tanggal 07 Februari 2015. Keluhan Utama : Batuk dan pilek sejak 3 hari SMRS Keluhan Tambahan : Sesak napas, demam Riwayat Perjalan Penyakit: Pasien datang dengan keluhan batuk dan pilek sejak 3 hari SMRS. Batuk dirasakan terus menerus terkadang sampai mengganggu waktu tidur pada malam hari. Batuk yang timbul juga disertai dahak namun sulit untuk dikeluarkan sehingga tidak diketahui warna dahaknya. 1

description

LAPSUS

Transcript of LAPSUS PNEUMONIA

Page 1: LAPSUS PNEUMONIA

BAB I

LAPORAN KASUS

I.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. N

Umur : 1 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Asrama Yon Kav 2/Tank Ambarawa

Agama : Islam

Tanggal masuk : 07 Februari 2015

No.CM : 074041-2015

DPJP : dr. Tundjungsari Ratna Utami, M.Sc, Sp.A

Pasien Kelas I Umum

I.2. DATA DASAR

1.2.1. Anamnesis

Alloanamnesis dan autoanamnesis dilakukan pada tanggal 07 Februari 2015.

Keluhan Utama : Batuk dan pilek sejak 3 hari SMRS

Keluhan Tambahan : Sesak napas, demam

Riwayat Perjalan Penyakit:

Pasien datang dengan keluhan batuk dan pilek sejak 3 hari SMRS. Batuk

dirasakan terus menerus terkadang sampai mengganggu waktu tidur pada malam

hari. Batuk yang timbul juga disertai dahak namun sulit untuk dikeluarkan

sehingga tidak diketahui warna dahaknya.

Setelah timbul batuk pasien juga terlihat sesak dengan napas lebih cepat

tetapi tidak sampai biru, sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca, posisi, aktivitas dan

tidak ada suara mengi (ngik-ngik).

Selain itu, menurut keluarga pasien, pasien juga mengalami demam namun

demam dirasakan tidak terlalu tinggi. Demam dirasakan sepanjang hari,

bertambah panas bila terutama pada malam hari. Pasien sudah diberikan obat

namun keluhannya tidak membaik.

1

Page 2: LAPSUS PNEUMONIA

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit batuk dan pilek yang dialami saat ini oleh pasien

sebelumnya juga pernah dirasakan oleh pasien dan membaik.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien yaitu batuk

pilek tersebut.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Ibu dengan P2A0

ANC : Ibu pasien rutin memeriksa kehamilan di bidan, kaki bengkak (-),

muntah-muntah berlebihan (-), trauma (-), anemia (-), perdarahan (-)

Riwayat kelahiran : Pasien anak kedua, persalinan dengan SC atas indikasi

BSC satu kali, hamil kurang bulan, BBL 2450 gram, lahir langsung menangis

dengan Ibu memiliki riwayat sesak (+)

Riwayat kuning dan sesak setelah lahir (-)

Riwayat Nutrisi

Pasien mendapatkan ASI hanyai sampai usia 6 bulan setelah itu dilanjutkan

dengan pemberian susu formula.

2

Page 3: LAPSUS PNEUMONIA

Riwayat Imunisasi

Usia Vaksin

0 Hb 1

1 BCG, Polio 1

2 DPT/Hb Kombo 1, Polio 2

3 DPT/Hb Kombo 2, Polio 3

4 DPT/Hb Kombo 3, Polio 4

9 Campak

Riwayat Tumbuh dan Kembang

Untuk perkembangan motorik kasar :

Pada usia 6 bulan, pasien sudah bisa duduk dan pada usia saat ini pasien sudah

bisa berjalan sendiri.

Untuk perkembangan motorik halus :

Di usia ini, pasien ingin menyentuh benda apa saja dan memasukkannya ke dalam

mulut.

Untuk perkembangan bahasa :

Di usia saat ini sudah mulai menirukan suara, mengulang bunyi yang

didengarnya, belajar menyatakan satu atau dua kata.

Untuk perkembangan sosial :

Di usia ini pasien sudah mulai berpartisipasi dengan permainan.

3

Page 4: LAPSUS PNEUMONIA

I.3. PEMERIKSAAN (Obyektif)

Tanggal 07 Februari 2015

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang, sesak

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign :

Tekanan darah : 100/70 mmHg

Nadi : 110 x/menit reguler, isi dan tegangan cukup

RR : 48 x/menit, reguler

Suhu : 38,3o C, axillar

Status Gizi :

BB : 9 Kg

TB : 70 cm

Status gizi :

BB/U : -2 < SD < 0

TB/U : -3 < SD

BB/TB: 0 < SD < 1

Status Generalis

Kulit : pucat (-), sianosis (-)

Kepala : mesocephal

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung : sekret (-), darah/epistaksis (-)

Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-)

Leher : pembesaran limfonodi (-)

Cor

- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

- Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra

kuat angkat (-)

- Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, suara tambahan (-), bising (-)

4

Page 5: LAPSUS PNEUMONIA

Pulmo

- Inspeksi : gerak simetris (statis dan dinamis), retraksi dinding dada

(+/+)

- Palpasi : fokal fremitus dextra=sinistra

- Perkusi : sonor seluruh lapang paru

- Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, rhonki (+), wheezing (-)

Abdomen

- Inspeksi : pembesaran (-)

- Auskultasi : bising usus (+)

- Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba. nyeri tekan (-)

- Perkusi : timpani (+)

Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-), capillary refill <2 detik

1.4. Diagnosis Sementara

Pneumonia

1.5. Diagnosis Banding

Bronkiolitis

Bronkitis akut

TB

5

Page 6: LAPSUS PNEUMONIA

I.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tanggal 8 Februari 2015

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Darah Rutin

Hemoglobin 12.3 13.5 – 17,5 gr/dL

Leukosit 8.6 6 – 15 ribu

Eritrosit 4.91 3.6 – 5.2 juta

Hematokrit 35.2 37 – 47%

Trombosit 319 150 – 440

ribu/mm3

MCV 71.7 82 – 98 fl

MCH 25.1 23 – 31 pg

MCHC 34.9 32-36 g/dL

Hitung Jenis Leukosit

Limfosit 66.2 25 – 40%

Monosit 14.3 2 – 8%

Granulosit 19.5 50-80%

LED I 10 0-8 mm/jam

LED II 30 0-15mm/jam

1.7. Diagnosis

Pneumonia

1.8. Resume

Pasien datang dengan keluhan batuk dan pilek sejak 3 hari SMRS. Batuk

dirasakan terus menerus terkadang sampai mengganggu waktu tidur pada malam

hari. Batuk yang timbul juga disertai berdahak namun sulit untuk dikeluarkan

sehingga tidak diketahui warna dahaknya.

Setelah timbul batuk pasien juga terlihat sesak dengan napas lebih cepat

tetapi tidak sampai biru, sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca, posisi, aktivitas dan

tidak ada suara mengi (ngik-ngik).

6

Page 7: LAPSUS PNEUMONIA

Selain itu, menurut keluarga pasien, pasien juga mengalami demam namun

demam dirasakan tidak terlalu tinggi. Demam dirasakan sepanjang hari,

bertambah panas bila terutama pada malam hari. Pasien sudah diberikan obat

namun keluhannya tidak membaik.

Sebelumnya pasien juga pernah mengalami batuk dan pilek seperti ini

namun membaik. Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan batuk dan

pilek serta sesak seperti yang dialami pasien. Pasien lahir dari Ibu P2A0, anak

kedua, persalinan dengan SC atas indikasi BSC satu kali, hamil kurang bulan,

BBL 2450 gram, lahir langsung menangis dengan Ibu memiliki riwayat sesak (+).

Pasien hanya mendapatkan ASI sampai usia 6 bulan kemudian dilanjutkan dengan

pemberian susu formula. Pasien sudah mendapatkan imunisasi lengkap, riwayat

tumbuh kembang juga sesuai dengan usianya.

Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang dan terlihat sesak. RR

didapatkan 48x/menit dan yang lain dalam batas normal. Kemudian pada

pemeriksaan paru, pada inspeksi didapatkan retraksi (+/+), pada auskultasi

terdengar suara ronki (+).

Pada pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium didapatkan penurunan

kadar Hb, kadar hematokrit, peningkatan kadar limfosit dan monosit serta

penurunan kadar granulosit dan peningkatan kadar LED I dan II.

1.9. Tatalaksana

Inf. KAEN 3A 12 tpm mikro

Inj. Cefotaksim 3 x 400 mg

Paracaetamol syr 4 x cth ¾

Salbutamol syr 3 x cth ½

1.10. Prognosis

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Que ad santionam : Dubia ad bonam

7

Page 8: LAPSUS PNEUMONIA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai parenkim paru

biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala

klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan

Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun

bronchopneumonia disebut pneumonia.

Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau

napas cepat. Napas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam,

sedangkan napas cepat diketahui dengan menghitung tarikan napas dalam satu

menit. Untuk balita umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan napasnya 40 kali atau

lebih dalam satu menit, balita umur 2 bulan sampai 2 tahun tarikan napasnya 50

kali atau lebih per menit, dan umur kurang dari 2 bulan tarikan napasnya 60 kali

atau lebih per menit.

Epidemiologi

Pneumonia masih menjadi masalah kesehatan utama pada anak di negara

berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas

anak berusia di bawah lima tahun (balita). Insiden pneumonia pada anak ≤ 5 tahun

di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang

10-20 kasus/100 anak/tahun. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah

Tangga tahun 2001 kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun.

Ini berarti bahwa pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita

setiap tahun, atau hampir 300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit.

8

Page 9: LAPSUS PNEUMONIA

Etiologi

Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh

bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan

protozoa.

1. Bakteri

Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi

sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang

paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di

kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh

sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan

menyebabkan kerusakan. Selain Streptococcus pneumoniae, juga oleh

Hemophillus influenza tipe B, Staphylococcus aureus. Balita yang

terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-

engah dan denyut jantungnya meningkat cepat. Spektrum

mikroorganisme penyebab pneumonia pada neonatus dan bayi kecil

berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada

neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri

Gram negatif seperti E.coli, Pseudomonas sp, Klebsiella sp.

Sedangkan pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia

sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae,

Hemophillus influenza tipe B dan S.aureus. Pada anak yang lebih

besar dan remaja, selain bakteri tersebut juga sering ditemukan infeksi

Mycoplasma pneumoniae.

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir – 20 hari Bakteri Bakteri

E. colli Bakteri anaerob

Streptoccus group B Streptoccous group D

Listeria monocytogenes Haemophilllus influenzae

Streptococcus pneumoniae

Ureaplasma urealyticum

Virus

9

Page 10: LAPSUS PNEUMONIA

Virus sitomegalo

Virus Herpes simpleks

3 minggu – 3 bulan Bakteri Bakteri

Chlamydia trachomatis Bordetella pertusis

Streptococcus pneumoniae Haemophilus influenzae

tipe B

Virus Moraxella catharalis

Virus Adeno Staphylococcus aureus

Virus Influenza Ureaplasma urealyticum

Virus Parainfluenza 1,2,3 Virus

Respiratory Syncytial Virus Virus sitomegalo

4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae

tipe B

Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis

Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis

Virus Staphylococcus aureus

Virus Adeno Virus

Virus Influenza Virus Varisela-Zoster

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Syncytial virus

5 tahun – remaja Bakteri Bakteri

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae

Mycoplasma pneumoniae Legionella sp

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

Virus

Virus Adeno

Virus Epstein-Barr

Virus Influenza

Virus Parainfluenza

Virus Rino

10

Page 11: LAPSUS PNEUMONIA

Respiratory Syncytial

Virus

Virus Varisela-Zoster

2. Virus

Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.

Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory

Syncial Virus (RSV), Rhinovirus dan virus Parainfluenza. Meskipun

virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas,

pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada

umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh

dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan

virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan

kematian.

3. Mikoplasma

Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan

penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan

sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya.

Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar

luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering

pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah,

bahkan juga pada yang tidak diobati.

4. Protozoa

Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia

pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii

Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada

bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam

beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat

dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P.

Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru.

11

Page 12: LAPSUS PNEUMONIA

Klasifikasi

1. Berdasarkan umur

a. Kelompok usia < 2 bulan

1) Pneumonia Berat

Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut

pneumonia pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah

Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia

pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur.

Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu

sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam

hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P.

Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari

paru.

2) Bukan Pneumonia

Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per

menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.

b. Kelompok usia 2 bulan sampai < 5 tahun

1) Pneumonia berat

Kepala terangguk-angguk, pernapasan cuping hidung, tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam, napas cepat yaitu :

Anak umur < 2 bulan : ≥ 60x/menit

Anak umur 2-11 bulan : ≥ 50x/menit

Anak umur 1-5 tahun : ≥ 40x/menit

Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30x/menit

Pada pemeriksaan fisik didapatkan suara merintih (grunting)

pada bayi muda.

Pada auskultasi terdengar : crackles (ronki), suara pernapasan

menurun, suara pernapasan bronkial. Pada foto dada

menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas,

konsolidasi)

Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai :

12

Page 13: LAPSUS PNEUMONIA

Tidak dapat menyusu atau minum/makan,

memuntahkan semuanya.

Kejang, letargis atau tidak sadar.

Sianosis.

Distress pernapasan berat.

2) Pneumonia ringan

Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa

penarikan dinding dada.

Napas cepat :

Pada anak umur 2-11 bulan : ≥ 50x/menit

Pada anak umur 1-5 tahun : ≥ 40x/menit

3) Bukan pneumonia

Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau

penarikan dinding dada.

4) Pneumonia persisten

Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun

telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang

kuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan

dinding dada, frekuensi pernapasan yang tinggi, dan demam

ringan.

2. Berdasarkan klinis dan epidemiologis

a. Pneumonia Komuniti (community-acquired pneumonia)

b. Pneumonia Nosokomial (hospital-acquired pneumonia/

Nosocomial pneumonia).

c. Pneumonia Aspirasi.

d. Pneumonia pada penderita immunocompromised.

3. Berdasarkan agen penyebab

a. Pneumonia Bakterial / tipikal. Klebsiella pada penderita

alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.

13

Page 14: LAPSUS PNEUMONIA

b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan

Chlamydia

c. Pneumonia virus

d. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi

terutama pada penderita daya tahan tubuh lemah

Patofisiologi

1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan

yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai

dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat

infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator

peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera

jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan

prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.

Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin

untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas

14

Page 15: LAPSUS PNEUMONIA

kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam

ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler

dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus

meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida

maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering

mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel

darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host )

sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat

oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga

warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium

ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan

bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48

jam.

3. Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin

terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa

sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih

tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat

kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7 – 11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh

makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula

15

Page 16: LAPSUS PNEUMONIA

Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu

reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan

menghasilkan eksudat, yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta

karbon dioksida. Sel-sel darah putih, kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi ke

dalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara. Area

paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema mukosa, dan

bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronki atau alveoli dengan

mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang

memasuki paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar ke sisi

kiri jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpirau dari

sisi kanan ke sisi kiri jantung. Percampuran darah yang teroksigenasi dan tidak

teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan hipoksemia arterial.

Sindrom Pneumonia Atipikal. Pneumonia yang berkaitan dengan

mikoplasma, fungus, klamidia, demam-Q, penyakit Legionnaires’.

Pneumocystis carinii, dan virus termasuk ke dalam sindrom pneumonia

atipikal.

Pneumonia mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer

yang paling umum. Mikoplasma adalah organisme kecil yang dikelilingi oleh

membran berlapis tiga tanpa dinding sel. Organisme ini tumbuh pada media

kultur khusus tetapi berbeda dari virus. Pneumonia mikoplasma paling sering

terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan dewasa muda.

Pneumonia kemungkinan ditularkan oleh droplet pernapasan yang

terinfeksi, melalui kontak dari individu ke individu. Pasien dapat diperiksa

terhadap antibodi mikoplasma.

Inflamasi infiltrat lebih kepada interstisial ketimbang alveolar.

Pneumonia ini menyebar ke seluruh saluran pernapasan, termasuk bronkiolus.

Secara umum, pneumonia ini mempunyai ciri-ciri bronkopneumonia. Sakit

telinga dan miringitis bulous merupakan hal yang umum terjadi. Pneumonia

atipikal dapat menimbulkan masalah-masalah yang sama baik dalam ventilasi

maupun difusi seperti yang diuraikan dalam pneumonia bakterial.

16

Page 17: LAPSUS PNEUMONIA

Faktor Resiko

Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada

balita, diantaranya :

1. Faktor Intrinsik

Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan

berat ringannya penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan

tubuh tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya :

a) Status gizi

Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya

pneumonia. Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan

imunologik seseorang sangat dipengaruhi adanya persediaan gizi

dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan

kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti pneumonia.

b) Status imunisasi

Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat

dijumpai pada balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini

balita terhindar dari penyakit. Dikarenakan kekebalan bawaan

hanya bersifat sementara, maka diperlukan imunisasi untuk tetap

mempertahankan kekebalan yang ada pada balita. Salah satu

strategi pencegahan untuk mengurangi kesakitan dan kematian

akibat pneumonia adalah dengan pemberian imunisasi. Melalui

imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan

kematian penyakit yang dapapat dicegah dengan imunisasi.

c) Pemberian ASI (Air Susu Ibu)

Asi yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai

bahan makanan bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari

penyakit dan infeksi, karena dapat mencegah pneumonia oleh

bakteri dan virus. Riwayat pemberian ASI yang buruk menjadi

salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian

pneumonia pada balita.

d) Umur Anak

17

Page 18: LAPSUS PNEUMONIA

Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian

pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak

umur dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih tua, hal ini

dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2 tahun belum

sempurna dan lumen saluran napas yang masih sempit.

2. Faktor Ekstrinsik

Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada

peningkatan resiko terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan

sempit, kotor dan tidak mempunyai sarana air bersih menyebabkan

balita sering berhubungan dengan berbagai kuman penyakit menular

dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang berasal dari tempat yang

kotor tersebut, yang berpengaruh diantaranya :

a) Ventilasi

Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan

pengeluaran udara kotor dari ruangan yang tertutup. Termasuk

ventilasi adalah jendela dan penghawaan dengan persyaratan

minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya ventilasi akan

menyebabkan naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang

tinggi merupakan media untuk berkembangnya bakteri terutama

bakteri patogen

b) Polusi Udara

Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya

disebabkan oleh polusi di dalam dapur. Asap dari bahan bakar

kayu merupakan faktor risiko terhadap kejadian pneumonia pada

balita. Polusi udara di dalam rumah juga dapat disebabkan oleh

karena asap rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan dan juga

akibat pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor.

Manisfestasi Klinis

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara

ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil

18

Page 19: LAPSUS PNEUMONIA

yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga

memerlukan perawatan di RS.

Gejala infeksi umum seperti demam, sakit kepala, gelisah, malaise,

penurunan napsu makan, dan keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah,

atau diare. Gejala gangguan respiratori seperti batuk, sesak napas, retraksi

dada, takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih, sianosis.

Pneumonia pada neonatus dan bayi kecil

Sering terjadi akibat transmisi vertikal ibu-anak yang berhubungan dengan

proses persalinan

Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari ibu,

misalnya melalui aspirasi mekonium, cairan amnion, atau dari serviks ibu.

Serangan apnea

Sianosis

Merintih

Napas cuping hidung

Takipnea

Letargi, muntah

Tidak mau minum

Takikardi atau bradikardi

Retraksi subkosta

Demam

Sepsis pada pneumonia neontus dan bayi kecil sering ditemukan sebelum

48 jam pertama

Angka mortalitas sangat tinggi di negara maju, yaitu dilaporkan 20-50%

Angka kematian di Indonesia dan di negara berkembang lainnya diduga

lebih tinggi.

Pneumonia pada balita dan anak yang lebih besar

Takipnea

Retraksi subkosta (chest indrawing)

Napas cuping hidung

19

Page 20: LAPSUS PNEUMONIA

Ronki basah halus nyaring

Sianosis

Ronki hanya ditemukan bila ada infiltrat alveolar

Retraksi dan takipnea merupakan tanda klinis pneumonia yang bermakna

Kadang-kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus

kanan bawah yang menimbulkan infiltrasi diafragma

Nyeri abdomen dapat menyebar ke kuadran kanan bawah dan menyerupai

apendisitis.

DIAGNOSA

Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana Untuk Pelayanan Kesehatan Primer

Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun

Pneumonia berat

o Bila ada sesak napas

o Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Pneumonia

o Bila tidak ada sesak napas

o Ada napas cepat

o Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.

Bukan pneumonia

o Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas.

o Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan

pengobatan simptomatis seperti penurun panas.

Bayi berusia dibawah 2 bulan

Pneumonia

o Bila ada napas cepat atau sesak napas

o Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Bukan pneumonia

o Tidak ada napas cepat atau sesak napas

o Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis

20

Page 21: LAPSUS PNEUMONIA

Pemeriksaan penunjang :

Pemeriksaan Laboratorium

1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/

mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat

berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.

2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.

3. Peningkatan LED.

4. Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak diobati.

Selain kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan

tenggorok (throat swab).

5. Analisa gas darah ( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan Pada stadium

lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

Pemeriksaan Radiologis

Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran

air bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus

pneumoniae; bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain

staphylococcus, virus atau mikoplasma; dan pneumonia interstisial

(interstitial disease) oleh virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada

segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman

aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja.

Infiltrat di lobus atas sering ditimbulkan Klebsiella, tuberkulosis atau

amiloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus

atau bakteriemia.

Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab: 2, 14, 16

1. kultur sputum atau bilasan cairan lambung

2. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus

3. deteksi antigen bakteri

21

Page 22: LAPSUS PNEUMONIA

Tatalaksana

Pneumonia ringan

Anak di rawat jalan.

Beri antibiotik kotrimoksazol 4 mg TMP/KgBB/kali 2 kali sehari selama 3

hari atau amoksisilin 25 mg/KgBB/kali 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk

pasien HIV diberikan selama 5 hari.

Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa

kembali anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak memburuk

atau tidak bisa minum atau menyusu. Jika pernapasannya membaik (melambat),

demam berkurang, napsu makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai

seluruhnya 3 hari. Jika frekuensi pernapasan, demam dan naosu makan tidak ada

perubahan, ganti anibiotik lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi.

Pneumonia berat

Anak di rawat di rumah sakit.

Terapi antibiotik

1. Berikan ampisilin/amo

2. ksisilin 25-50 mg/KgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam, yang harus

dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi

respons baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi

dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral 15

mg/KgBB/kali tiga kali sehari untuk 5 hari berikutnya.

3. Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan

yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan atau memuntahkan

semuanya, kejang, letargis, atau tidak sadar, sianosis, distress

pernapasan berat) makan ditambahkan kloramfenikol 25 mg/KgBB/kali

IM atau IV setiap 8 jam.

22

Page 23: LAPSUS PNEUMONIA

4. Bila datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan

pengobatan kombinasi ampisilin-kloramfenikol atau ampisilin-

gentamisin.

5. Sebagai alternatif, beri ceftriaxone 80-100 kg/BB IM atau IV sekali

sehari.

6. Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat

foto dada.

7. Apabila diduga pneumonia stafilokokal ganti antibiotik dengan

gentamisin 7,5 mg/kgBB IM sekali sehari dan kloksasilin 50 mg/kgBB

IM atau IV setiap 6 jam atau klindamisin 15 mg/kgBB/hari – 3 kali

pemberian. Bila keadaan anak membaik, lanjutkan kloksasilin secara

oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu atau

klindamisin oral selama 2 minggu.

Terapi oksigen

23

Page 24: LAPSUS PNEUMONIA

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini dari hasil anamnesis, pemeriksa fisik, dan pemeriksaan

penunjang pasien didiagnosis sebagai pneumonia, dengan hal-hal yang mendasari

pengambilan diagnosis tersebut diantaranya :

Pada anamnesis didapatkan keluhan batuk dan pilek sejak 3 hari SMRS.

Batuk dirasakan terus menerus terkadang sampai mengganggu waktu tidur pada

malam hari. Batuk yang timbul juga disertai berdahak namun sulit untuk

dikeluarkan sehingga tidak diketahui warna dahaknya. Setelah timbul batuk

pasien juga terlihat sesak dengan napas lebih cepat tetapi tidak sampai biru, sesak

tidak dipengaruhi oleh cuaca, posisi, aktivitas dan tidak ada suara mengi (ngik-

ngik).

Selain itu, menurut keluarga pasien, pasien juga mengalami demam namun

demam dirasakan tidak terlalu tinggi. Demam dirasakan sepanjang hari,

bertambah panas bila terutama pada malam hari. Pasien sudah diberikan obat

namun keluhannya tidak membaik.

Dari hasil anamnesis yang didapatkan terdapat beberapa gejala pneumonia

yang biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas selama beberapa

hari. Pada pneumonia akan didapatkan gejala-gejala berikut yaitu demam, batuk

dengan napas cepat, crackles (ronki) pada auskultasi, kepala terangguk-angguk,

napas cuping hidung, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, sianosis. Pada

pasien, gejala yang ditemukan yaitu demam (terjadi peningkatan suhu di atas nilai

normal), batuk berdahak disertai dengan sesak napas. Sesak yang timbul pada

manifestasi klinis pneumonia bisa disebabkan karena pasien dalam stadium klinis

tertentu yang menyebabkan proses difusi oksigen dari alveolus ke kapiler paru

terganggu yang menyebabkan saturasi oksigen menurun. Kemudian sesak tidak

24

Page 25: LAPSUS PNEUMONIA

dipengaruhi oleh cuaca, posisi, aktivitas dan tidak ada suara mengi (ngik-ngik)

dapat menyingkirkan kemungkinan penyebab sesak berasal dari jantung atau

asma.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda yang menguatkan pneumonia

diantaranya :

Tanda vital :

RR : 48 x/menit, reguler

Suhu : 38,3o C, axillar

Status Generalis

Sianosis : tidak ada

Paru-paru

Inspeksi : retraksi ada (+/+)

Auskultasi : vesikuler +/+, ronki basah halus nyaring di kedua lapang

paru, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : iktus cordis teraba, thrill tidak teraba

Perkusi : sukar dilakukan

Auskultasi : Bunyi Jantung I - II reguler, murmur (-) gallop (-)

Pada hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan kadar Hb,

leukosit masih dalam batas normal, penurunan kadar hematokrit, trombosit dalam

kadar normal, pada hitung jenis leukosit didapatkan peningkatan kadar monosit

serta peningkatan kadar LED I dan II.

Namun saran untuk ditambahkan pemeriksaan foto rontgen thorax posisi AP

untuk lebih menguatkan diagnosis ke arah pneumonia.

Penatalaksanaan

25

Page 26: LAPSUS PNEUMONIA

Inf. KAEN 3A 12 tpm mikro

Inj. Cefotaksim 3 x 400 mg

Paracaetamol syr 4 x cth ¾

Salbutamol syr 3 x cth ½

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2005. Pelayanan Kesehatan anak di Rumah Sakit.Jakarta. WHO

2. Dahlan, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi. Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta

3. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit, Edisi 6, Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.

4. Rahajoe, NN, Bambang s, Darmawan, BS. 2008. Buku Ajar Respirologi

Anak. Jakarta. IDAI.

5. Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit

Paru FK UNAIR. Surabaya

6. Behrman RE, Vaughan VC, 1992, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian

II, Edisi 12, Penerbit EGC, Jakarta, hal: 617-628.

7. Isselbacher, et al, Harrison, 1995, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam,

Edisi 13, Vol. 2, Penerbit EGC, Jakarta, hal. 906-909.

26

Page 27: LAPSUS PNEUMONIA

27