LAPSUS PNEUMONIA
-
Upload
hanifanirham -
Category
Documents
-
view
20 -
download
0
description
Transcript of LAPSUS PNEUMONIA
BAB I
LAPORAN KASUS
I.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. N
Umur : 1 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Asrama Yon Kav 2/Tank Ambarawa
Agama : Islam
Tanggal masuk : 07 Februari 2015
No.CM : 074041-2015
DPJP : dr. Tundjungsari Ratna Utami, M.Sc, Sp.A
Pasien Kelas I Umum
I.2. DATA DASAR
1.2.1. Anamnesis
Alloanamnesis dan autoanamnesis dilakukan pada tanggal 07 Februari 2015.
Keluhan Utama : Batuk dan pilek sejak 3 hari SMRS
Keluhan Tambahan : Sesak napas, demam
Riwayat Perjalan Penyakit:
Pasien datang dengan keluhan batuk dan pilek sejak 3 hari SMRS. Batuk
dirasakan terus menerus terkadang sampai mengganggu waktu tidur pada malam
hari. Batuk yang timbul juga disertai dahak namun sulit untuk dikeluarkan
sehingga tidak diketahui warna dahaknya.
Setelah timbul batuk pasien juga terlihat sesak dengan napas lebih cepat
tetapi tidak sampai biru, sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca, posisi, aktivitas dan
tidak ada suara mengi (ngik-ngik).
Selain itu, menurut keluarga pasien, pasien juga mengalami demam namun
demam dirasakan tidak terlalu tinggi. Demam dirasakan sepanjang hari,
bertambah panas bila terutama pada malam hari. Pasien sudah diberikan obat
namun keluhannya tidak membaik.
1
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit batuk dan pilek yang dialami saat ini oleh pasien
sebelumnya juga pernah dirasakan oleh pasien dan membaik.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien yaitu batuk
pilek tersebut.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Ibu dengan P2A0
ANC : Ibu pasien rutin memeriksa kehamilan di bidan, kaki bengkak (-),
muntah-muntah berlebihan (-), trauma (-), anemia (-), perdarahan (-)
Riwayat kelahiran : Pasien anak kedua, persalinan dengan SC atas indikasi
BSC satu kali, hamil kurang bulan, BBL 2450 gram, lahir langsung menangis
dengan Ibu memiliki riwayat sesak (+)
Riwayat kuning dan sesak setelah lahir (-)
Riwayat Nutrisi
Pasien mendapatkan ASI hanyai sampai usia 6 bulan setelah itu dilanjutkan
dengan pemberian susu formula.
2
Riwayat Imunisasi
Usia Vaksin
0 Hb 1
1 BCG, Polio 1
2 DPT/Hb Kombo 1, Polio 2
3 DPT/Hb Kombo 2, Polio 3
4 DPT/Hb Kombo 3, Polio 4
9 Campak
Riwayat Tumbuh dan Kembang
Untuk perkembangan motorik kasar :
Pada usia 6 bulan, pasien sudah bisa duduk dan pada usia saat ini pasien sudah
bisa berjalan sendiri.
Untuk perkembangan motorik halus :
Di usia ini, pasien ingin menyentuh benda apa saja dan memasukkannya ke dalam
mulut.
Untuk perkembangan bahasa :
Di usia saat ini sudah mulai menirukan suara, mengulang bunyi yang
didengarnya, belajar menyatakan satu atau dua kata.
Untuk perkembangan sosial :
Di usia ini pasien sudah mulai berpartisipasi dengan permainan.
3
I.3. PEMERIKSAAN (Obyektif)
Tanggal 07 Februari 2015
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, sesak
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign :
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 110 x/menit reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 48 x/menit, reguler
Suhu : 38,3o C, axillar
Status Gizi :
BB : 9 Kg
TB : 70 cm
Status gizi :
BB/U : -2 < SD < 0
TB/U : -3 < SD
BB/TB: 0 < SD < 1
Status Generalis
Kulit : pucat (-), sianosis (-)
Kepala : mesocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : sekret (-), darah/epistaksis (-)
Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-)
Leher : pembesaran limfonodi (-)
Cor
- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
kuat angkat (-)
- Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, suara tambahan (-), bising (-)
4
Pulmo
- Inspeksi : gerak simetris (statis dan dinamis), retraksi dinding dada
(+/+)
- Palpasi : fokal fremitus dextra=sinistra
- Perkusi : sonor seluruh lapang paru
- Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, rhonki (+), wheezing (-)
Abdomen
- Inspeksi : pembesaran (-)
- Auskultasi : bising usus (+)
- Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba. nyeri tekan (-)
- Perkusi : timpani (+)
Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-), capillary refill <2 detik
1.4. Diagnosis Sementara
Pneumonia
1.5. Diagnosis Banding
Bronkiolitis
Bronkitis akut
TB
5
I.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tanggal 8 Februari 2015
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Darah Rutin
Hemoglobin 12.3 13.5 – 17,5 gr/dL
Leukosit 8.6 6 – 15 ribu
Eritrosit 4.91 3.6 – 5.2 juta
Hematokrit 35.2 37 – 47%
Trombosit 319 150 – 440
ribu/mm3
MCV 71.7 82 – 98 fl
MCH 25.1 23 – 31 pg
MCHC 34.9 32-36 g/dL
Hitung Jenis Leukosit
Limfosit 66.2 25 – 40%
Monosit 14.3 2 – 8%
Granulosit 19.5 50-80%
LED I 10 0-8 mm/jam
LED II 30 0-15mm/jam
1.7. Diagnosis
Pneumonia
1.8. Resume
Pasien datang dengan keluhan batuk dan pilek sejak 3 hari SMRS. Batuk
dirasakan terus menerus terkadang sampai mengganggu waktu tidur pada malam
hari. Batuk yang timbul juga disertai berdahak namun sulit untuk dikeluarkan
sehingga tidak diketahui warna dahaknya.
Setelah timbul batuk pasien juga terlihat sesak dengan napas lebih cepat
tetapi tidak sampai biru, sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca, posisi, aktivitas dan
tidak ada suara mengi (ngik-ngik).
6
Selain itu, menurut keluarga pasien, pasien juga mengalami demam namun
demam dirasakan tidak terlalu tinggi. Demam dirasakan sepanjang hari,
bertambah panas bila terutama pada malam hari. Pasien sudah diberikan obat
namun keluhannya tidak membaik.
Sebelumnya pasien juga pernah mengalami batuk dan pilek seperti ini
namun membaik. Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan batuk dan
pilek serta sesak seperti yang dialami pasien. Pasien lahir dari Ibu P2A0, anak
kedua, persalinan dengan SC atas indikasi BSC satu kali, hamil kurang bulan,
BBL 2450 gram, lahir langsung menangis dengan Ibu memiliki riwayat sesak (+).
Pasien hanya mendapatkan ASI sampai usia 6 bulan kemudian dilanjutkan dengan
pemberian susu formula. Pasien sudah mendapatkan imunisasi lengkap, riwayat
tumbuh kembang juga sesuai dengan usianya.
Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang dan terlihat sesak. RR
didapatkan 48x/menit dan yang lain dalam batas normal. Kemudian pada
pemeriksaan paru, pada inspeksi didapatkan retraksi (+/+), pada auskultasi
terdengar suara ronki (+).
Pada pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium didapatkan penurunan
kadar Hb, kadar hematokrit, peningkatan kadar limfosit dan monosit serta
penurunan kadar granulosit dan peningkatan kadar LED I dan II.
1.9. Tatalaksana
Inf. KAEN 3A 12 tpm mikro
Inj. Cefotaksim 3 x 400 mg
Paracaetamol syr 4 x cth ¾
Salbutamol syr 3 x cth ½
1.10. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Que ad santionam : Dubia ad bonam
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai parenkim paru
biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala
klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan
Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun
bronchopneumonia disebut pneumonia.
Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau
napas cepat. Napas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam,
sedangkan napas cepat diketahui dengan menghitung tarikan napas dalam satu
menit. Untuk balita umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan napasnya 40 kali atau
lebih dalam satu menit, balita umur 2 bulan sampai 2 tahun tarikan napasnya 50
kali atau lebih per menit, dan umur kurang dari 2 bulan tarikan napasnya 60 kali
atau lebih per menit.
Epidemiologi
Pneumonia masih menjadi masalah kesehatan utama pada anak di negara
berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak berusia di bawah lima tahun (balita). Insiden pneumonia pada anak ≤ 5 tahun
di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang
10-20 kasus/100 anak/tahun. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah
Tangga tahun 2001 kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun.
Ini berarti bahwa pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita
setiap tahun, atau hampir 300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit.
8
Etiologi
Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh
bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan
protozoa.
1. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang
paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di
kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh
sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan
menyebabkan kerusakan. Selain Streptococcus pneumoniae, juga oleh
Hemophillus influenza tipe B, Staphylococcus aureus. Balita yang
terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-
engah dan denyut jantungnya meningkat cepat. Spektrum
mikroorganisme penyebab pneumonia pada neonatus dan bayi kecil
berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada
neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri
Gram negatif seperti E.coli, Pseudomonas sp, Klebsiella sp.
Sedangkan pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia
sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae,
Hemophillus influenza tipe B dan S.aureus. Pada anak yang lebih
besar dan remaja, selain bakteri tersebut juga sering ditemukan infeksi
Mycoplasma pneumoniae.
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir – 20 hari Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri anaerob
Streptoccus group B Streptoccous group D
Listeria monocytogenes Haemophilllus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
9
Virus sitomegalo
Virus Herpes simpleks
3 minggu – 3 bulan Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus pneumoniae Haemophilus influenzae
tipe B
Virus Moraxella catharalis
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainfluenza 1,2,3 Virus
Respiratory Syncytial Virus Virus sitomegalo
4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae
tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis
Virus Staphylococcus aureus
Virus Adeno Virus
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus
5 tahun – remaja Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
10
Respiratory Syncytial
Virus
Virus Varisela-Zoster
2. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.
Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory
Syncial Virus (RSV), Rhinovirus dan virus Parainfluenza. Meskipun
virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas,
pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada
umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh
dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan
virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan
kematian.
3. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan
penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan
sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya.
Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar
luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering
pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah,
bahkan juga pada yang tidak diobati.
4. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii
Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada
bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam
beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat
dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P.
Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru.
11
Klasifikasi
1. Berdasarkan umur
a. Kelompok usia < 2 bulan
1) Pneumonia Berat
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut
pneumonia pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah
Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia
pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur.
Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu
sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam
hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P.
Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari
paru.
2) Bukan Pneumonia
Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per
menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.
b. Kelompok usia 2 bulan sampai < 5 tahun
1) Pneumonia berat
Kepala terangguk-angguk, pernapasan cuping hidung, tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam, napas cepat yaitu :
Anak umur < 2 bulan : ≥ 60x/menit
Anak umur 2-11 bulan : ≥ 50x/menit
Anak umur 1-5 tahun : ≥ 40x/menit
Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30x/menit
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suara merintih (grunting)
pada bayi muda.
Pada auskultasi terdengar : crackles (ronki), suara pernapasan
menurun, suara pernapasan bronkial. Pada foto dada
menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas,
konsolidasi)
Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai :
12
Tidak dapat menyusu atau minum/makan,
memuntahkan semuanya.
Kejang, letargis atau tidak sadar.
Sianosis.
Distress pernapasan berat.
2) Pneumonia ringan
Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa
penarikan dinding dada.
Napas cepat :
Pada anak umur 2-11 bulan : ≥ 50x/menit
Pada anak umur 1-5 tahun : ≥ 40x/menit
3) Bukan pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau
penarikan dinding dada.
4) Pneumonia persisten
Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun
telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang
kuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan
dinding dada, frekuensi pernapasan yang tinggi, dan demam
ringan.
2. Berdasarkan klinis dan epidemiologis
a. Pneumonia Komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia Nosokomial (hospital-acquired pneumonia/
Nosocomial pneumonia).
c. Pneumonia Aspirasi.
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised.
3. Berdasarkan agen penyebab
a. Pneumonia Bakterial / tipikal. Klebsiella pada penderita
alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
13
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita daya tahan tubuh lemah
Patofisiologi
1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin
untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
14
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam
ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler
dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida
maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel
darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host )
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat
oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga
warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium
ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan
bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
3. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih
tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat
kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula
15
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu
reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan
menghasilkan eksudat, yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta
karbon dioksida. Sel-sel darah putih, kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi ke
dalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara. Area
paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema mukosa, dan
bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronki atau alveoli dengan
mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang
memasuki paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar ke sisi
kiri jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpirau dari
sisi kanan ke sisi kiri jantung. Percampuran darah yang teroksigenasi dan tidak
teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan hipoksemia arterial.
Sindrom Pneumonia Atipikal. Pneumonia yang berkaitan dengan
mikoplasma, fungus, klamidia, demam-Q, penyakit Legionnaires’.
Pneumocystis carinii, dan virus termasuk ke dalam sindrom pneumonia
atipikal.
Pneumonia mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer
yang paling umum. Mikoplasma adalah organisme kecil yang dikelilingi oleh
membran berlapis tiga tanpa dinding sel. Organisme ini tumbuh pada media
kultur khusus tetapi berbeda dari virus. Pneumonia mikoplasma paling sering
terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan dewasa muda.
Pneumonia kemungkinan ditularkan oleh droplet pernapasan yang
terinfeksi, melalui kontak dari individu ke individu. Pasien dapat diperiksa
terhadap antibodi mikoplasma.
Inflamasi infiltrat lebih kepada interstisial ketimbang alveolar.
Pneumonia ini menyebar ke seluruh saluran pernapasan, termasuk bronkiolus.
Secara umum, pneumonia ini mempunyai ciri-ciri bronkopneumonia. Sakit
telinga dan miringitis bulous merupakan hal yang umum terjadi. Pneumonia
atipikal dapat menimbulkan masalah-masalah yang sama baik dalam ventilasi
maupun difusi seperti yang diuraikan dalam pneumonia bakterial.
16
Faktor Resiko
Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada
balita, diantaranya :
1. Faktor Intrinsik
Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan
berat ringannya penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan
tubuh tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya :
a) Status gizi
Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya
pneumonia. Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan
imunologik seseorang sangat dipengaruhi adanya persediaan gizi
dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan
kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti pneumonia.
b) Status imunisasi
Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat
dijumpai pada balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini
balita terhindar dari penyakit. Dikarenakan kekebalan bawaan
hanya bersifat sementara, maka diperlukan imunisasi untuk tetap
mempertahankan kekebalan yang ada pada balita. Salah satu
strategi pencegahan untuk mengurangi kesakitan dan kematian
akibat pneumonia adalah dengan pemberian imunisasi. Melalui
imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan
kematian penyakit yang dapapat dicegah dengan imunisasi.
c) Pemberian ASI (Air Susu Ibu)
Asi yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai
bahan makanan bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari
penyakit dan infeksi, karena dapat mencegah pneumonia oleh
bakteri dan virus. Riwayat pemberian ASI yang buruk menjadi
salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian
pneumonia pada balita.
d) Umur Anak
17
Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak
umur dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih tua, hal ini
dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2 tahun belum
sempurna dan lumen saluran napas yang masih sempit.
2. Faktor Ekstrinsik
Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada
peningkatan resiko terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan
sempit, kotor dan tidak mempunyai sarana air bersih menyebabkan
balita sering berhubungan dengan berbagai kuman penyakit menular
dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang berasal dari tempat yang
kotor tersebut, yang berpengaruh diantaranya :
a) Ventilasi
Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan
pengeluaran udara kotor dari ruangan yang tertutup. Termasuk
ventilasi adalah jendela dan penghawaan dengan persyaratan
minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang
tinggi merupakan media untuk berkembangnya bakteri terutama
bakteri patogen
b) Polusi Udara
Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya
disebabkan oleh polusi di dalam dapur. Asap dari bahan bakar
kayu merupakan faktor risiko terhadap kejadian pneumonia pada
balita. Polusi udara di dalam rumah juga dapat disebabkan oleh
karena asap rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan dan juga
akibat pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor.
Manisfestasi Klinis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara
ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil
18
yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga
memerlukan perawatan di RS.
Gejala infeksi umum seperti demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
penurunan napsu makan, dan keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah,
atau diare. Gejala gangguan respiratori seperti batuk, sesak napas, retraksi
dada, takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih, sianosis.
Pneumonia pada neonatus dan bayi kecil
Sering terjadi akibat transmisi vertikal ibu-anak yang berhubungan dengan
proses persalinan
Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari ibu,
misalnya melalui aspirasi mekonium, cairan amnion, atau dari serviks ibu.
Serangan apnea
Sianosis
Merintih
Napas cuping hidung
Takipnea
Letargi, muntah
Tidak mau minum
Takikardi atau bradikardi
Retraksi subkosta
Demam
Sepsis pada pneumonia neontus dan bayi kecil sering ditemukan sebelum
48 jam pertama
Angka mortalitas sangat tinggi di negara maju, yaitu dilaporkan 20-50%
Angka kematian di Indonesia dan di negara berkembang lainnya diduga
lebih tinggi.
Pneumonia pada balita dan anak yang lebih besar
Takipnea
Retraksi subkosta (chest indrawing)
Napas cuping hidung
19
Ronki basah halus nyaring
Sianosis
Ronki hanya ditemukan bila ada infiltrat alveolar
Retraksi dan takipnea merupakan tanda klinis pneumonia yang bermakna
Kadang-kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus
kanan bawah yang menimbulkan infiltrasi diafragma
Nyeri abdomen dapat menyebar ke kuadran kanan bawah dan menyerupai
apendisitis.
DIAGNOSA
Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana Untuk Pelayanan Kesehatan Primer
Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun
Pneumonia berat
o Bila ada sesak napas
o Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia
o Bila tidak ada sesak napas
o Ada napas cepat
o Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.
Bukan pneumonia
o Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas.
o Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan
pengobatan simptomatis seperti penurun panas.
Bayi berusia dibawah 2 bulan
Pneumonia
o Bila ada napas cepat atau sesak napas
o Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
o Tidak ada napas cepat atau sesak napas
o Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis
20
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan Laboratorium
1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/
mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat
berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.
2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
3. Peningkatan LED.
4. Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak diobati.
Selain kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan
tenggorok (throat swab).
5. Analisa gas darah ( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan Pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran
air bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus
pneumoniae; bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain
staphylococcus, virus atau mikoplasma; dan pneumonia interstisial
(interstitial disease) oleh virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada
segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman
aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja.
Infiltrat di lobus atas sering ditimbulkan Klebsiella, tuberkulosis atau
amiloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus
atau bakteriemia.
Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab: 2, 14, 16
1. kultur sputum atau bilasan cairan lambung
2. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
3. deteksi antigen bakteri
21
Tatalaksana
Pneumonia ringan
Anak di rawat jalan.
Beri antibiotik kotrimoksazol 4 mg TMP/KgBB/kali 2 kali sehari selama 3
hari atau amoksisilin 25 mg/KgBB/kali 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk
pasien HIV diberikan selama 5 hari.
Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa
kembali anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak memburuk
atau tidak bisa minum atau menyusu. Jika pernapasannya membaik (melambat),
demam berkurang, napsu makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai
seluruhnya 3 hari. Jika frekuensi pernapasan, demam dan naosu makan tidak ada
perubahan, ganti anibiotik lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi.
Pneumonia berat
Anak di rawat di rumah sakit.
Terapi antibiotik
1. Berikan ampisilin/amo
2. ksisilin 25-50 mg/KgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam, yang harus
dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi
respons baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi
dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral 15
mg/KgBB/kali tiga kali sehari untuk 5 hari berikutnya.
3. Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan
yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan atau memuntahkan
semuanya, kejang, letargis, atau tidak sadar, sianosis, distress
pernapasan berat) makan ditambahkan kloramfenikol 25 mg/KgBB/kali
IM atau IV setiap 8 jam.
22
4. Bila datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampisilin-kloramfenikol atau ampisilin-
gentamisin.
5. Sebagai alternatif, beri ceftriaxone 80-100 kg/BB IM atau IV sekali
sehari.
6. Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat
foto dada.
7. Apabila diduga pneumonia stafilokokal ganti antibiotik dengan
gentamisin 7,5 mg/kgBB IM sekali sehari dan kloksasilin 50 mg/kgBB
IM atau IV setiap 6 jam atau klindamisin 15 mg/kgBB/hari – 3 kali
pemberian. Bila keadaan anak membaik, lanjutkan kloksasilin secara
oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu atau
klindamisin oral selama 2 minggu.
Terapi oksigen
23
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini dari hasil anamnesis, pemeriksa fisik, dan pemeriksaan
penunjang pasien didiagnosis sebagai pneumonia, dengan hal-hal yang mendasari
pengambilan diagnosis tersebut diantaranya :
Pada anamnesis didapatkan keluhan batuk dan pilek sejak 3 hari SMRS.
Batuk dirasakan terus menerus terkadang sampai mengganggu waktu tidur pada
malam hari. Batuk yang timbul juga disertai berdahak namun sulit untuk
dikeluarkan sehingga tidak diketahui warna dahaknya. Setelah timbul batuk
pasien juga terlihat sesak dengan napas lebih cepat tetapi tidak sampai biru, sesak
tidak dipengaruhi oleh cuaca, posisi, aktivitas dan tidak ada suara mengi (ngik-
ngik).
Selain itu, menurut keluarga pasien, pasien juga mengalami demam namun
demam dirasakan tidak terlalu tinggi. Demam dirasakan sepanjang hari,
bertambah panas bila terutama pada malam hari. Pasien sudah diberikan obat
namun keluhannya tidak membaik.
Dari hasil anamnesis yang didapatkan terdapat beberapa gejala pneumonia
yang biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas selama beberapa
hari. Pada pneumonia akan didapatkan gejala-gejala berikut yaitu demam, batuk
dengan napas cepat, crackles (ronki) pada auskultasi, kepala terangguk-angguk,
napas cuping hidung, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, sianosis. Pada
pasien, gejala yang ditemukan yaitu demam (terjadi peningkatan suhu di atas nilai
normal), batuk berdahak disertai dengan sesak napas. Sesak yang timbul pada
manifestasi klinis pneumonia bisa disebabkan karena pasien dalam stadium klinis
tertentu yang menyebabkan proses difusi oksigen dari alveolus ke kapiler paru
terganggu yang menyebabkan saturasi oksigen menurun. Kemudian sesak tidak
24
dipengaruhi oleh cuaca, posisi, aktivitas dan tidak ada suara mengi (ngik-ngik)
dapat menyingkirkan kemungkinan penyebab sesak berasal dari jantung atau
asma.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda yang menguatkan pneumonia
diantaranya :
Tanda vital :
RR : 48 x/menit, reguler
Suhu : 38,3o C, axillar
Status Generalis
Sianosis : tidak ada
Paru-paru
Inspeksi : retraksi ada (+/+)
Auskultasi : vesikuler +/+, ronki basah halus nyaring di kedua lapang
paru, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis teraba, thrill tidak teraba
Perkusi : sukar dilakukan
Auskultasi : Bunyi Jantung I - II reguler, murmur (-) gallop (-)
Pada hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan kadar Hb,
leukosit masih dalam batas normal, penurunan kadar hematokrit, trombosit dalam
kadar normal, pada hitung jenis leukosit didapatkan peningkatan kadar monosit
serta peningkatan kadar LED I dan II.
Namun saran untuk ditambahkan pemeriksaan foto rontgen thorax posisi AP
untuk lebih menguatkan diagnosis ke arah pneumonia.
Penatalaksanaan
25
Inf. KAEN 3A 12 tpm mikro
Inj. Cefotaksim 3 x 400 mg
Paracaetamol syr 4 x cth ¾
Salbutamol syr 3 x cth ½
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2005. Pelayanan Kesehatan anak di Rumah Sakit.Jakarta. WHO
2. Dahlan, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta
3. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 6, Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.
4. Rahajoe, NN, Bambang s, Darmawan, BS. 2008. Buku Ajar Respirologi
Anak. Jakarta. IDAI.
5. Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit
Paru FK UNAIR. Surabaya
6. Behrman RE, Vaughan VC, 1992, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian
II, Edisi 12, Penerbit EGC, Jakarta, hal: 617-628.
7. Isselbacher, et al, Harrison, 1995, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam,
Edisi 13, Vol. 2, Penerbit EGC, Jakarta, hal. 906-909.
26
27