Lapsus Pneumonia

35
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pneumonia adalah salah satu infeksi saluran napas bawah akut yang sering dijumpai. Pneumonia dapat terjadi secara primer atau merupakan tahap lanjutan manifestasi infeksi saluran napas bawah lainnya. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, bagian distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. 1,2 Pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia tipikal dan atipikal berdasarkan bakteri penyebabnya. Dalam perkembangannya pneumonia saat ini dikelompokkan menjadi pneumonia komuniti yang didapat di masyarakat dan pneumonia nosokomial yang didapat di rumah sakit atau pusat perawatan kesehatan. Berdasarkan data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. 2 Insiden pneumonia komunitas di Amerika dilaporkan 12 kasus per 1000 orang pertahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara tersebut. 2 1

Transcript of Lapsus Pneumonia

Page 1: Lapsus Pneumonia

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pneumonia adalah salah satu infeksi saluran napas bawah akut yang sering

dijumpai. Pneumonia dapat terjadi secara primer atau merupakan tahap lanjutan

manifestasi infeksi saluran napas bawah lainnya. Pneumonia adalah peradangan

yang mengenai parenkim paru, bagian distal dari bronkiolus terminalis yang

mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi

jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.1,2

Pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia tipikal dan atipikal

berdasarkan bakteri penyebabnya. Dalam perkembangannya pneumonia saat ini

dikelompokkan menjadi pneumonia komuniti yang didapat di masyarakat dan

pneumonia nosokomial yang didapat di rumah sakit atau pusat perawatan

kesehatan. Berdasarkan data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan

pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di

Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan

nomor 3 di Vietnam.2 Insiden pneumonia komunitas di Amerika dilaporkan 12

kasus per 1000 orang pertahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat

infeksi pada orang dewasa di negara tersebut.2

Penyebab pneumonia terkadang sulit ditemukan dan memerlukan waktu

beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat

menyebabkan kematian bila tidak segera diobati. Sehingga dokter diharapkan agar

dapat menilai sesegera mungkin kebutuhan hospitalisasi pasien dengan kecurigaan

pneumonia komuniti menggunakan indeks keparahan pneumonia yang

disesuaikan dengan kondisi klinis. Berdasarkan rekomendasi konsensus beberapa

organisasi, pengobatan awal pneumonia diberikan terapi antibiotik secara empirik

dengan memperhatikan pengalihan terapi antibiotik parenteral ke antibiotik oral

jika keluhan membaik dan pasien dapat mentoleransi pengobatan oral.2,4

1

Page 2: Lapsus Pneumonia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, bagian distal dari

bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta

menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.1

Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang

disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang

disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan

peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi,

aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.2,5,6

2.2 Epidemiologi

Berdasarkan data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia

merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7

di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di

Vietnam.2 Di Amerika Serikat pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6

dan nomor 1 sebagai penyebab kematian akibat penyakit infeksi.4,7 Hasil Survei

Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas

bawah menempati urutan ke 2 sebagai penyebab kematian di Indonesia.

Diperkirakan insiden community-acquired pneumonia (CAP) 3,5 – 4 juta kasus

pertahun atau 5-11 kasus per 1000 populasi dewasa, dengan insiden tertinggi pada

bayi dan usia lanjut. Sekitar 20% dari penderita tersebut memerlukan perawatan di

rumah sakit dengan angka mortalitas 5-12% dan 25-50% pada penderita yang

dirawat di ICU.5,6

2.3 Etiologi

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu

bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang

diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif,

sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif

sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-

2

Page 3: Lapsus Pneumonia

akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri

yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah

bakteri gram negatif.

Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia

dengan cara pengambilan bahan dan metode pemeriksaan mikrobiologi bahan

sputum didapatkan hasil sebagai berikut; Klebsiela pneumoniae 45,18%,

Streptococcus pneumoniae 14,04%, Streptococcus viridans 9,21%,

Staphylococcus aureus 9%, Pseudomonas aeruginosa 8,56%, Streptococcus

hemolyticus 7,89%, Enterobacter 5,26%, Pseudomonas spp 0,9%.2 Dari beberapa

studi prospektif lain menyatakan kuman patogen pada 30–60% kasus pneumonia

komuniti tidak dapat diidentifikasi.3,7

2.4 Patogenesis

Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru.

Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi

ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan,

maka mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko

infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai

dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme

mencapai permukaan2,3 :

1. inhalasi bahan aerosol

2. aspirasi orofaring atau lambung

3. Inokulasi langsung

4. Penyebaran melalui pembuluh darah

5. Kolonisasi dipermukaan mukosa

6. Reaktivasi

Masuknya mikroorganisme secara inhalasi terjadi pada infeksi virus,

mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Bakteri dengan ukuran 0,5 -

2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya

terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung,

orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi

mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi

paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal

3

Page 4: Lapsus Pneumonia

waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan

pemakai obat (drug abuse). Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk

secara inhalasi atau aspirasi. Pada pneumonia komunitas, gambaran interaksi daya

tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan juga dipengaruhi oleh faktor yang

meningkatkan risiko infeksi oleh patogen tertentu seperti yang terlihat pada tabel

1.

Tabel 1. Faktor Perubah yang Meningkatkan Risiko Infeksi oleh Pathogen Tertentu pada Pneumonia Komunitas

Pneumokokkus yang resisten penisilin dan obat lainUsia > 65 tahunPengobatan B-lactam dalam 3 bulan terakhirAlkoholismeImmunosupresif (termasuk penggunaan kortikosteroidPenyakit penyerta yang multipleKontak pada klinik lansia

Pathogen Gram NegatifTinggal di rumah jompoPenyakit kardiopulmonal penyertaPenyakit penyerta multipelBaru selesai mendapatkan terapi antibiotika

Pseudomonas AeruginosaPenyakit paru structural (bronkiektasis)Terapi kortikosteroid (>10 mg prednisone/hari)Terapi antibiotik spectrum luas > 7 hari pada bulan sebelumnyaMalnutrisiSumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jilid II Ed IV

2.5 Patologi

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan

reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN

dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum

terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan

dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi

bakteri tersebut kemudian dimakan. Secara singkat gambaran proses ini akan

menunjukkan 4 zona pada daerah parasitik tersebut yaitu2,3 :

1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.

2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah

merah (red hepatization).

4

Page 5: Lapsus Pneumonia

3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif

dengan jumlah PMN yang banyak (gray hepatization).

4. Zona resolusiE : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang

mati, leukosit dan alveolar makrofag.

2.6 Klasifikasi

Klasifikasi pneumonia sangat beragam dan yang sering digunakan antara

lain:

1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :

a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)

b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia/nosocomial

pneumonia)

c. Pneumonia aspirasi

d. Pneumonia pada penderita immunocompromised

Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan.

2. Berdasarkan bakteri penyebab

a. Pneumonia bakterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri

mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella

pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi

influenza.

b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia

c. Pneumonia virus

d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama

pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)

3. Berdasarkan predileksi infeksi

a. Pneumonia lobaris

Sering pada pneumonia bakterial, jarang pada bayi dan orang tua.

Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder

disebabkan oleh obstruksi bronkus, misalnya pada aspirasi benda asing atau

proses keganasan

5

Page 6: Lapsus Pneumonia

b. Bronkopneumonia

Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat

disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua.

Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.

c. Pneumonia interstisial

2.7 Diagnosis

Penegakkan diagnosis dibuat dengan maksud megarahkan pemberian

terapi yaitu mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit, dan

perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. Dugaan mikroorganisme penyebab

infeksi akan mengarahkan kepada pemilihan terapi empiris yang tepat. Diagnosis

pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik

yang teliti, dan pemeriksaan penunjang.

Gambaran Klinis

1. Anamnesis

Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil,

suhu tubuh meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak mukoid

atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.2,3-7

Melalui anamnesis dievaluasi pula faktor predisposisi pasien, usia pasien

dan awitan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab.1

2. Pemeriksaan fisik

Temuan pemeriksaan fisik dada tergantung dari luas lesi di paru.

Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas,

pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi

terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin

disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada

stadium resolusi. Presentasi klinis yang muncul bervariasi tergantung

etiologi, usia dan keadaan klinis penderita. Pada pneumonia komunitas

terdapat perbedaan pneumonia atipik dan tipikal yang membantu dalam

memberikan terapi empiris sesuai etiologi.

6

Page 7: Lapsus Pneumonia

Tabel 2. Perbedaan gambaran klinik pneumonia atipik dan tipik

Sumber: Pneumonia Komuniti; Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003

Pemeriksaan penunjang

1. Gambaran radiologis

Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk

menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai

konsolidasi dengan "air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial

serta gambaran kavitas. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan

penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi,

misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh

Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan

infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela

pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas

kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.

2. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,

biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada

hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan

LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak,

kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita

7

Page 8: Lapsus Pneumonia

yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan

hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis

pemeriksaan fisisk, foto toraks dan laboratorium. Diagnosis pasti pneumonia

komuniti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat

progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :

• Batuk-batuk bertambah

• Perubahan karakteristik dahak / purulen

• Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam

• Pemeriksaan fisik : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial

dan rhonki

• Leukosit > 10.000 atau < 4500

2.8 Penatalaksanaan

Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinis

penderita yang dapat dinilai dengan indeks derajat keparahan penyakit. Bila

keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat inap dapat diobati di rumah.

Selain itu perlu diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi (tabel 2) yaitu

keadaan yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen

yang spesifik. Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komuniti dapat

dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia

Patient Outcome Research Team (PORT) seperti tabel di bawah ini

8

Page 9: Lapsus Pneumonia

Tabel 3. Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT)

Karakteristik Penderita Jumlah Point

Faktor demografi- Usia : laki-laki

perempuan - Perawatan di rumah - Penyakit penyerta

Keganasan Penyakit hati Gagal jantung kongestif Penyakit serebrovaskuler Penyakit ginjal

Pemeriksaan fisik - Perubahan status mental - Pernapasan > 30 kali/menit - Tekanan darah sistolik < 90 mmHg - Suhu tubuh < 35o atau > 40o C - Nadi > 125 kali/menit

Hasil laboratorium / radiologi - Analisa gas darah arteri : pH < 7,35 - BUN > 30 mg/dL - Natrium < 130 mEq/liter - Glukosa > 250 mg/dL - Hematokrit < 30% - PO2 < 60 mmHg - Efusi pleura

umur (tahun) umur (tahun) – 10

+10

+30+20+10+10+10

+ 20+ 20+ 20+15 +10

+ 30+ 20+ 20+10+ 10+10+10

Menurut American Thoracic Society (ATS) kriteria pneumonia berat bila

dijumpai 'salah satu atau lebih' kriteria di bawah ini.

Kriteria minor sebagai berikut:

• Frekuensi napas > 30/menit

• Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg

• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

• Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus

9

Page 10: Lapsus Pneumonia

• Tekanan sistolik < 90 mmHg

• Tekanan diastolik < 60 mmHg

Kriteria mayor adalah sebagai berikut :

• Membutuhkan ventilasi mekanik

• Infiltrat bertambah > 50%

• Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)

• Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita

riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis.

Berdasarkan kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap

pneumonia komuniti adalah (tabel 4) :

1. Skor PORT lebih dari 70

2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila

dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini :

• Frekuensi napas > 30/menit

• Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg

• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

• Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus

• Tekanan sistolik < 90 mmHg

• Tekanan diastolik < 60 mmHg

3. Pneumonia pada pengguna NAPZA

Tabel 4. Derajat Skor Risiko Pneumonia Menurut PORT

Kriteria perawatan intensif

Penderita yang memerlukan perawatan di ruang rawat intensif adalah penderita

yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan

ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor > 4 jam [syok sptik]) atau 2 dari

10

Page 11: Lapsus Pneumonia

3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru

menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmHg). Kriteria minor

dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi untuk perawatan ruang rawat

intensif.

Penatalaksanaan pneumonia komuniti dapat dibagi 3 bagian yaitu :

penderita rawat jalan, penderita rawat inap di ruang rawat biasa, penderita rawat

inap di ruang rawat intensif. Penderita rawat jalan diberikan terapi

suportif/simptomatik yaitu istirahat di tempat tidur, minum secukupnya untuk

mengatasi dehidrasi, dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran, dan pemberian

antibiotik harus diberikan kurang dari 8 jam. Penderita rawat inap di ruang rawat

biasa diberikan terapi suportif berupa terapi oksigen, pemasangan infus untuk

rehidrasi dan koreksi dan elektrolit, obat simptomatik seperti antipiretik,

mukolitik, dan antibiotik harus diberikan kurang dari 8 jam. Penderita yang

dirawat di ICU bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik. Petunjuk

terapi empiris menurut PDPI dapat dilihat pada tabel 5

Tabel 5. Petunjuk Terapi Empiris Menurut PDPI

Rawat Jalan - Tanpa faktor modifikasi : Golongan β laktam atau β laktam + anti β laktamase

- Dengan faktor modifikasi : Golongan β laktam + anti β laktamase atau Fluorokuinolon

respirasi (levofloksasin, moksifloksasin, gatifloksasin)- Bila dicurigai pneumonia atipik : makrolid baru (roksitrosin,

klaritromisin, azitromosin)

Rawat inap - Tanpa faktor modifikasi : Golongan beta laktam + anti beta laktamase i.v atau Sefalosporin G2,G3 i.v atau Fluorokuinolon respirasi- Dengan faktor modifikasi : Sefalosporin G2,G3 i.v atau Fluorokuinolon respirasi i.v- Bila curiga disertai infeksi bakteri atipik ditambah makrolid baru

Ruang Rawat intensif

- Tidak ada faktor resiko infeksi pseudomonas :Sefalosporin G3 i.v non pseudomonas ditambah makrolid baru atau fluorokuinolon respirasi i.v

- Ada faktor risiko infeksi pseudomonas : • Sefalosporin G3 i.v anti pseudomonas i.v atau karbapenem

i.v ditambah fluorokuinolon anti pseudomonas

11

Page 12: Lapsus Pneumonia

(siprofloksasin) i.v atau aminoglikosida i.v.• Bila curiga disertai infeksi bakteri atipik :

sefalosporin anti pseudomonas i.v atau carbamapenem i.v ditambah aminoglikosida i.v ditambah lagi makrolid baru atau fluorokuinolon respirasi i.v

Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan / memburuk maka

pengobatan disesuaikan dengan bakteri penyebab dan uji sensitivitas.

Antibiotik masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia

termasuk atipik. Antibiotik terpilih pada pneumonia atipik yang disebabkan oleh

M.pneumoniae, C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan :

Makrolid baru (azitromisin, klaritromisin, roksitromisin)

Fluorokuinolon respiness

Doksisiklin

Terapi Sulih (switch therapy)

Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan

obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi

biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan obat suntik ke oral

harus memperhatikan ketersediaan antibiotik yang diberikan secara iv dan

antibiotik oral yang efektivitasnya mampu mengimbangi efektivitas antibiotik iv

yang telah digunakan. Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama,

potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat sama

atau berbeda, potensi lebih rendah).

• Contoh terapi sekuensial: levofioksasin, moksifloksasin, gatifloksasin

• Contoh switch over : seftasidin iv ke siprofloksasin oral

• Contoh step down amoksisilin, sefuroksim, sefotaksim iv ke cefiksim oral.

Obat suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3 hari, kemudian pada

hari ke 4 diganti obat oral dan penderita dapat berobat jalan. Kriteria untuk

perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia komuniti :

• Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi

• Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna

• Penderita sudah tidak panas ± 8 jam

• Gejala klinik membaik (mis : frekuensi pernapasan, batuk)

• Leukosit menuju normal/normal

12

Page 13: Lapsus Pneumonia

Evaluasi pengobatan

Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 24 - 72 jam tidak

ada perbaikan, kita harus meninjau kernbali diagnosis, faktor-faktor penderita,

obat-obat yang telah diberikan dan bakteri penyebabnya, seperti dapat dilihat pada

gambar 1.

Gambar 1. Evaluasi pengobatan pneumonia secara empiris2

2.9 Prognosis

Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita,

bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan

yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita

yang dirawat. Angka kematian penderita pneumonia komuniti kurang dari 5%

pada penderita rawat jalan, sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit

menjadi 20%.

13

Page 14: Lapsus Pneumonia

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas pasien

Nama : NR

Umur : 80 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Peladung, Amlapura

Suku : Bali

Agama : Hindu

Status : Pasien rawat inap

NRM/MRS :47459/ 1 Juli 2012

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama: Demam

Pasien merupakan rujukan dari praktek dokter swasta di Karangasem

dengan diagnosis obs. Malaise + susp. Pneumonia. Pasien mengeluh demam sejak

± 4 hari yang lalu SMRS. Pasien juga mengeluh batuk sejak 1 minggu SMRS,

dahak (+) berwarna putih kekuningan, darah (-), kadang disertai sesak saat

bernapas, nyeri dada (-). Keringat pada malam hari dan penurunan berat badan (-).

Pasien juga mengeluh lemas, mual dan muntah ± 3 kali berisi makanan. Makan

dan minum pasien dikatakan menurun oleh keluarga dan sulit tidur. BAB/BAK

dikatakan normal.

Riwayat penyakit dahulu: pasien dikatakan tidak pernah menderita

penyakit jantung (-), hipertensi (-), diabetes melitus(-), asma (-), TB (-). Riwayat

pengobatan: berobat di praktek swasta dan mendapat terapi dexamethasone 3x1,

cefadroxil 2x500mg, vitamin 1x1. Riwayat operasi sebelumnya (-).

Riwayat sosial: Pasien saat ini sudah tidak bekerja dan hanya beristirahat

di rumah. Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal oleh pasien.

14

Page 15: Lapsus Pneumonia

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present:

KU : Sedang

TD : 110/70 mmHg

N : 88 x/menit

RR : 20x/menit

Temperatur aksila : 38,5°C

Saturasi O2 : 98 %

Status General

Kepala

Mata : konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), refleks pupil +/+ isokor

THT : Otorrhea (-/-), Rhinorrea (-/-), Tonsil T1/T1, Hiperemis (-)

Leher

Kelenjar limfe: Inspeksi: warna kulit dbn; Palpasi: Pembesaran KGB (-), massa(-).

Dada

Paru-Paru

Inspeksi : retraksi dada (-), luka/scar tidak, gerak dada kanan

tertinggal.

Palpasi : vokal fremitus ↑ /normal

Perkusi : redup/sonor

Auskultasi : Vesikular +/+, rhonci +/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra

Perkusi : batas jantung: Kanan: PSL (D); Kiri: MCL (S)

Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur tidak ada

Abdomen

Inspeksi : scar (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : nyeri tekan (-), hati dan limpa tak teraba, distensi (-)

15

Page 16: Lapsus Pneumonia

Perkusi : timpani

Ektremitas : hangat (++/++), edema (--/--)

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap ( 1 juli 2012)

Pemeriksaan Hasil Rentang normal

WBC 22,16x103/μL 5,00-10,00

RBC 3,63x106/ μL 3,60-6,50

HGB 10,0 g/dL 12,00-18,00

MCHC 34,56 g/dL 32,00-36,00

MCH 29,85 pg 27,80-33,80

MCV 79,88 pg 83,90-99,10

HCT 28,93% 35,00-56,00

PLT 377 x103/μL 150,00-450,00

Kimia darah (2 juli 2012)

Pemeriksaan Hasil Nilai normal satuan

GOT 27 <27 U/L

GPT 23 <34 U/L

Albumin 2,8 3,4-4,3 g/dl

Glukosa sewaktu 169 <140 mg/dl

Kreatinin 0,66 0,5-0,9 mg/dl

Natrium 124 136-145 mmol/L

Kalium 4,2 3,5-5,1 mmol/L

Kimia darah (4 juli 2012)

Pemeriksaan Hasil Nilai normal satuan

Natrium 132 136-145 mmol/L

Kalium 4,5 3,5-5,1 mmol/L

16

Page 17: Lapsus Pneumonia

Albumin 3,2 3,4-4,3 g/dl

Pemeriksaan BTA 3X : Tidak ditemukan bakteri tahan asam

Leukosit : 80/lpk, epitel 10/lpk

Pemeriksaan radiologi thorax :

Kesan pneumonia dan cardiomegali 62%

Pemeriksaan EKG : Sinus rhytm, HR :84x/m, Axis normal, ST-T changes

(-)

3.5 Resume

Pasien perempuan, 80 tahun, datang dengan keluhan demam 4 hari SMRS, batuk

disertai dahak berwarna putih kekuningan, sesak napas (+). Pasien juga mengeluh

mual dan muntah ± 3 kali. Pemeriksaan fisik ditemukan anemia +/+, gerak dada

kanan tertinggal, vokal fremitus kanan ↑, perkusi kanan redup dan rhonki +/±.

Laboratorium: leukosit 22,16x103/μL, radiologi: kesan pneumonia.

3.6 Diagnosis

Pneumonia kelas IV

- Hipoalbumin

- Hiponatremia

Obs. dyspepsia

3.7 Usulan Pemeriksaan Penunjang Lanjutan

AGD

Kultur sputum

17

Page 18: Lapsus Pneumonia

3.8 Terapi

MRS

Oksigen 3 lpm

IVFD Tridex 27B + neurobion 5000 14 tpm ; NaCl 0,9 % 20 tpm

Omeprazole dalam NS 100 cc 2 x 1

Ondancentron 3x4 mg iv

Levofloxacin 1x1 flash

Paracetamol 3 x 1 tablet

Enercore 1x 1 tablet

Biocurliv 2 x 1 tablet

Alprazolam 1x0,5 mg

3.9 Prognosis

Dubius ad bonam.

3.10 Follow up selama rawat inap

Tanggal/

jam

Anamnesis Diagnosis Terapi

02/7/2012(08.00)

S : demam (+), batuk (+), sesak kadang-kadang, mual (+), muntah (-), ma/mi <<O: TD: 110/70, N:84x/m, RR: 20x/m, Tax: 380CMata : an +/+Po : rh +/±

- Pneumonia kl IV- dyspepsia

- IVFD RL 20 tpm- Omeprazole dlm NS

100 cc 2 x 1- Ondancentron 3x4mg iv- Levofloxacin 1x1 flash- Paracetamol 3 x 1 tablet - Enercore 1x 1 tablet- biocurliv 2x1- enercore 1x1- alprazolam 1x 0,5mg- KIE pasien- TKTPPdx/ - Na, K, alb

3/7/2012 S : demam (+), batuk (+), sesak (+), mual (+), muntah (-), ma/mi <<O: TD: 110/70, N:80x/m, RR: 20x/m, Tax: 390CMata : an ±/±

- Pneumonia kl IV * hipoalbumin * hiponatremia- obs. dyspepsia

- IVFD NaCl 3 % 14 tpm - Albumin 25 % 1 fl- Obat batuk campur 3x1- Th/ lain dilanjutkan

18

Page 19: Lapsus Pneumonia

Po : rh +/± 4/7 2012 S : demam (+), batuk

(+), sesak (↓), mual (+), muntah (-), ma/mi <<O: TD: 100/70, N:84x/m, RR: 20x/m, Tax: 390CMata : an ±/±Po : rh +/-

- Pneumonia kl IV * hipoalbumin * hiponatremia- obs. dyspepsia

- IVFD NaCl 3 % 14 tpm- Parasetamol fl 3x1 iv - Th/ lain dilanjutkan- Pdx/ cek Na, K, Alb

Cek BTA sputum

5/7 2012 demam (+), batuk (↓), sesak (↓), mual (+), muntah (-), ma/mi ↓O: TD: 100/70, N:84x/m, RR: 20x/m, Tax: 38,50CMata : an ±/±Po : rh +/-

- Pneumonia kl IV * hipoalbumin * hiponatremia- obs. dyspepsia

- IVFD NaCl 3 % 14 tpm- Th/ lain dilanjutkan

6/7/2012 demam (+), batuk (↓), sesak (↓), mual (↓), muntah (-), ma/mi ↑O: TD: 110/70, N:84x/m, RR: 20x/m, Tax: 37,50CMata : an ±/±Po : rh +/-

- Pneumonia kl IV * hipoalbumin * hiponatremia- obs. dyspepsia

- Paracetamol flash stop oral 3x 500mg

- VIP albumin 3x1- Th/ lain lanjut

7/7/2012 demam (-), batuk (↓), sesak (-), mual (↓), muntah (-), ma/mi ↑O: TD: 110/70, N:84x/m, RR: 18x/m, Tax: 370CMata : an ±/±Po : rh -/-

- Pneumonia kl IV * hipoalbumin * hiponatremia- obs. dyspepsia

- Th/lanjutkan

8/7/2012 demam (-), batuk (↓), sesak (-), mual (↓), muntah (-), ma/mi ↑↑O: TD: 110/70, N:84x/m, RR: 18x/m, Tax: 370CMata : an ±/±Po : rh -/-

- Pneumonia kl IV * hipoalbumin * hiponatremia- obs. dyspepsia

- BPL- Th/ levofloxacin 1x1 Omeprazole 2x1 tab-KIE Kontrol poliklinik

19

Page 20: Lapsus Pneumonia

BAB 4

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien adalah perempuan usia 80 tahun, datang dengan

keluhan demam 4 hari SMRS, batuk disertai dahak berwarna putih kekuningan,

kadang sesak napas (+). Jika dibandingkan dengan kasus maka usia penderita

sesuai dengan teori yakni insiden tertinggi pneumonia adalah pada bayi dan usia

lanjut. Selain itu usia pasien 80 tahun berdasarkan teori merupakan salah satu

faktor perubah yang meningkatkan risiko infeksi oleh patogen tertentu pada

pneumonia komunitas yakni usia > 65 tahun. Gambaran klinik yang dikeluhkan

oleh pasien sesuai dengan teori yakni pneumonia biasanya ditandai dengan

demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan

dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri

dada. Namun pada pasien tidak ditemukan nyeri dada dan darah pada dahak.

Pasien dikeluhkan mengalami mual dan muntah. Pada tinjauan pustaka

merupakan bagian dari gejala pneumonia atau dapat pula dipikirkan penyebab lain

mengingat penderita adalah geriatric.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan Tax : 38,50 C, disertai RR: 22

kali/menit menunjukkan adanya peningkatan suhu tubuh dan usaha napas

meningkat sesuai dengan teori yang mendukung diagnosis pneumonia.

Pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva pucat +/+, gerak dada kanan tertinggal,

vokal fremitus kanan ↑, perkusi kanan redup dan rhonki +/±. Hal ini sesuai

dengan teori yakni pemeriksaan fisik pada pneumonia menunjukkan bagian yang

sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada

perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai

bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki

basah kasar pada stadium resolusi.

Dari pemeriksaan radiologi didapatkan konsolidasi pada paru kanan atas.

Temuan ini sesuai dengan teori gambaran radiologis pneumonia dapat berupa

infiltrat sampai konsolidasi dengan "air broncogram", penyebab bronkogenik dan

interstisial serta gambaran kaviti. Dari pemeriksaan laboratorium pada pasien

20

Page 21: Lapsus Pneumonia

ditemukan leukositosis (22,16x103/μl) hal ini sesuai dengan teori bahwa pada

pneumonia terjadinya infeksi menyebabkan peningkatan leukosit dan LED. Pada

pasien dilakukan pemeriksaan sputum BTA (-), leukosit 80/lpd, epitel sel

10/lpd. Pemeriksaan sputum BTA dilakukan untuk menyingkirkan adanya

kemungkian tuberkulosis. Sesuai dengan teori dikatakan untuk menentukan

diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi.

Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut

dapat terjadi asidosis respiratorik namun pada pasien tidak dilakukan AGD. Pada

pasien juga ditemukan hipoalbumin (2,8), hiponatremia (124), yang mungkin

disebabkan kondisi pasien adalah geriatric dengan intake kurang akibat mual dan

muntah.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang mendukung ke

arah diagnosis pneumonia komuniti yakni gambaran radiologi disertai 2 atau lebih

gejala yaitu batuk-batuk bertambah, perubahan karakteristik dahak / purulen, suhu

tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam, pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda

konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki, serta leukosit > 10.000 atau < 4500.

Berdasarkan kesesuaian klinis penderita dengan teori maka penderita didiagnosis

dengan pneumonia kelas IV yang disesuaikan dengan skor PORT 100 sehingga

berdasarkan kesepakatan PDPI pasien memenuhi indikasi rawat inap.

Selanjutnya pasien diterapi dengan oksigen 3 lpm, IVFD Tridex 27B +

neurobion 5000 14 tpm ; NaCl 0,9 % 20 tpm, obat batuk, paracetamol

3x500 mg, Omeprazole dalam NS 100 cc 2 x 1, Ondancentron 3x4 mg iv, dan

Levofloxacin 1x1 flash. Jika dibandingkan teori maka penatalaksanaan pada

pasien sudah sesuai karena pada teori pasien rawat inap diberikan terapi suportif

dan simptomatik, dan pemberian antibiotik sesegera mungkin. Pemilihan

levofloxacin sebagai terapi antibiotik empiris telah sesuai dengan teori petunjuk

penggunaan terapi empirik PDPI untuk pasien rawat inap dengan faktor

modifikasi adalah sefalosporin G2, G3 iv atau Fluoroquinolon respirasi iv.

Antibiotik intravena pada pasien dihentikan pada hari 6 perawatan setelah tidak

demam, batuk dan sesak berkurang. Terapi antibiotik diberikan secara oral dan

pasien dipulangkan sesuai dengan teori mengenai kriteria perubahan antibiotik

intravena ke oral.

21

Page 22: Lapsus Pneumonia

BAB 4

KESIMPULAN

Pneumonia adalah sebagai peradangan parenkim paru yang disebabkan

oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit) yang ditandai dengan

adanya gejala seperti demam, batuk, sesak napas atau nyeri dada.

Penegakkan diagnosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang serta diperlukan penentuan derajat keparahan

penyakit dengan mnggunakan skor PORT dan penilaian ada tidaknya

faktor modifikasi untuk mengarahkan penatalaksanaan pneumonia.

Penatalaksanaan pneumonia dapat dilakukan dengan rawat jalan maupun

rawat inap sesuai indeks keparahan penyakit dengan memberikan terapi

suportif/simptomatik dan pemberian antibiotik empiris sesegera mungkin

sesuai panduan PDPI serta memperhatikan peralihan antibiotik intravena

ke antibiotic oral sesuai indikasi.

22

Page 23: Lapsus Pneumonia

DAFTAR PUSTAKA

1. Dahlan Z. Pneumonia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta.

2006. IV: 964-971.

2. Pneumonia Komuniti : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di

Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. 1- 34.

3. Mandell LA, Barlett JG, et al. Update of Practice Guidelines for the

Management of Community-Acquired Pneumonia. Clin Infect Dis. 2003.

37 : 1405-1433

4. Lutfiyya NM, Henley E, et al. Diagnosis and Treatment of Community-

Acquired Pneumonia. Am Fam Physician. 2006. 73:442-450

5. Partridge MR. Infection of Respiratory Tract. Understanding Respiratory

Medicine. Manson, London. 2006. P.102-118

6. Ward JP, Leach RM, et al. Community Acquired Pneumonia. The

Respiratory System at a Glance 2nd Ed. London. 2006. P.76-79

7. Marrie TJ, Campbell GD et al. Disorders of Respiratory System :

Pneumonia. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th Ed. 2005. p

1528-1541

23

Page 24: Lapsus Pneumonia

24