Referat Pneumonia

33
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia. Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan penyumbang terbesar penyebab kematian anak usia di bawah lima tahun (anak-balita). Menurut Said, 2010, pneumonia membunuh anak lebih banyak daripada penyakit lain apapun, mencakup hampir 1 dari 5 kematian anak-balita, membunuh lebih dari 2 juta anak-balita setiap tahun yang sebagian besar terjadi di negara berkembang. Oleh karena itu pneumonia disebut sebagai pembunuh anak no 1 (the number one killer of children). Di negara berkembang pneumonia merupakan penyakit yang terabaikan (the neglegted disease) atau penyakit yang terlupakan (the forgotten disease) karena begitu banyak anak yang meninggal karena pneumonia, namun sangat sedikit perhatian yang diberikan kepada masalah pneumonia. Menurut WHO tahun 2008, insidens pneumonia anak- balita di negara berkembang adalah 151,8 juta kasus

description

kuliah

Transcript of Referat Pneumonia

Page 1: Referat Pneumonia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian

bawah yang terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah

sakit dan sering menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah

yang menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia.

Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan penyumbang terbesar

penyebab kematian anak usia di bawah lima tahun (anak-balita). Menurut Said, 2010,

pneumonia membunuh anak lebih banyak daripada penyakit lain apapun, mencakup

hampir 1 dari 5 kematian anak-balita, membunuh lebih dari 2 juta anak-balita setiap

tahun yang sebagian besar terjadi di negara berkembang. Oleh karena itu pneumonia

disebut sebagai pembunuh anak no 1 (the number one killer of children). Di negara

berkembang pneumonia merupakan penyakit yang terabaikan (the neglegted disease)

atau penyakit yang terlupakan (the forgotten disease) karena begitu banyak anak yang

meninggal karena pneumonia, namun sangat sedikit perhatian yang diberikan kepada

masalah pneumonia.

Menurut WHO tahun 2008, insidens pneumonia anak-balita di negara

berkembang adalah 151,8 juta kasus pneumonia/ tahun, 10% diantaranya merupakan

pneumonia berat dan perlu perawatan di rumah sakit. Di negara maju terdapat 4 juta

kasus setiap tahun sehingga total insidens pneumonia di seluruh dunia ada 156 juta

kasus pneumonia anak-balita setiap tahun. Terdapat 15 negara dengan insidens

pneumonia anak-balita paling tinggi, mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus

di seluruh dunia. Lebih dari setengahnya terdapat di 6 negara, mencakup 44%

populasi anak-balita di dunia.

Menurut Kartasamita, 2010, pneumonia merupakan penyebab kesakitan dan

kematian utama pada balita. Setiap tahun lebih dari 2 juta anak di dunia meninggal

karena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), khususnya pneumonia. Sebagian besar

kematian terjadi di negara miskin, dimana pengobatan tidak selalu tersedia dan vaksin

sulit didapat. Menurunkan angka kematian pada anak karena infeksi saluran napas

Page 2: Referat Pneumonia

akut, dalam hal ini pneumonia, menjadi prioritas di dunia. Menurut laporan Badan

Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), hampir 1 dari 5 balita di negara

berkembang meninggal disebabkan oleh pneumonia, namun hanya sedikit sekali

perhatian diberikan terhadap penyakit ini.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui definisi pneumonia

2. Mengetahui penyebab dari pneumonia

3. Mengetahui klasifikasi dari pneumonia

4. Mengetahui manifestasi klinis dari pneumonia

5. Mengetahui pemeriksaan fisik dan penunjang pneumonia

6. Mengetahui terapi dan komplikasi

7. Mengetahui prognosis

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-mustofakam-6696-1-babi.pdf

Page 3: Referat Pneumonia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pneumonia adalah penyakit peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh

bermacam etiologi seperti virus, bakteri, mikoplasma, jamur atau bahan kimia/

benda asing yang teraspirasi dengan akibat timbulnya ketidakseimbangan ventilasi

dengan perfusi (ventilation perfusion mismatch). Menurut anatomis pneumonia

pada anak dibedakan menjadi 3 yaitu pneumonia lobaris, pneumonia lobularis

(bronkopneumonia), pneumonia interstitial (Mansjoer, 2000).

2.2 Klasifikasi

Menurut anatomis pneumonia dibedakan menjadi : (Bradley et.al., 2011)

1. Pneumonia lobaris

Pneumonia dimana seluruh lobus (biasanya 1 lobus) terkena infeksi secara

difusi. Penyebabnya adalah streptococcus pneumonia. Lesinya yaitu bakteri

yang dihasilkannya menyebar merata keseluruh lobus.

2. Bronkopneumonia

Pada bronkopneumonia terdapat kelompok infeksi pada seluruh jaringan

pulmo dengan multiple fokal infection yang terdistribusi berdasarkan tempat

dimana gerombolan bakteri dan debrisnya tersangkut di bronkus. Penyebab

utama adalah obstruksi bronkus oleh mukus dan aspirasi isi lambung lalu

bakteri terperangkap disana kemudian memperbanyak diri dan terjadi infeksi

pada pulmo. Bronkopneumonia terbagi menjadi 2 subtipe, yaitu :

a. Pneumonia aspirasi

Mekanisme infeksi terjadi saa partikel-partikel udara membawa bakteri

masuk keparu-paru. Banyak terjadi pada pasien post operasi dan pasien-

pasien dengan kondisi lemah.

b. Pneumonia intertitialis

Reaksi inflamasi melibatkan dinding alveoli dengan eksudat yang relatif

sedikit dan sel-sel leukosit PMN dalam jumlah relatif sedikit. Pneumonia

Page 4: Referat Pneumonia

intertitialis biasanya ada kaitannya dengan ISPA. Penyebabnya adalah vrus

(influenza A, B, RSV dan rhinovirus) serta mycoplasma pneumonia.

Menurut berat ringannya, dibagi menjadi : (who)

a. Pneumonia ringan

Batuk/ kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat saja.

Napas cepat pada :

- Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/ menit

- Anak umur 2-11 bulan : ≥ 50 kali/ menit

- Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali/ menit

- Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/ menit

b. Pneumonia berat

Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut

ini :

- Kepala terangguk-angguk (head nodding)

- Pernapasan cuping hidung

- Tarikan didnding dada bagian bawah kedalam (chest indrawing)

- Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas,

konsolidasi, dll)

Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini :

- Napas cepat

- Suara merintih (grunting) pada bayi muda

- Pada auskultasi terdengar : creckles (ronkhi), suara pernapasan

menurun, suara pernapasan bronkial.

- Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai : tidak dapat menyusu

atau minum/ makan/ memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau

tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat.

Berdasar klinis dan epidemiologis :

a. Pneumonia komuniti

b. Pneumonia nosokomial

c. Pneumonia aspirasi

d. Pneumonia pada penderita immunocompromised.

Page 5: Referat Pneumonia

Berdasar bakteri penyebab :

a. Pneumonia bakterial / tipikal.

b. Pneumonia atipikal, disebebkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia.

c. Pneumonia virus

d. Pneumonia jamur. Pada penderita dengan daya tahan lemah

(immunocompromised).

2.3 Epidemiologi

Di Indonesia ISPA masih mendapat perhatian cukup besar. Antara 40-60%

kunjungan di puskesmas adalah karena ISPA. ISPA dibagi menjadi pneumonia

dan nonpneumonia. Penyakit ISPA yang menjadi fokus program kesehatan adalah

pneumonia karena merupakan salah satu penyebab utama kematian anak (Depkes

RI, 2009). Menurut WHO (2006), pneumonia merupakan penyebab utama

kematian pada anak usia di bawah 5 tahun (balita), yaitu sekitar 19% atau sekitar

1,8 juta balita tiap tahunnya meninggal karena pneumonia. Angka ini melebihi

jumlah akumulasi kematian akibat malaria, AIDS, dan campak. Diperkirakan

lebih dari 150 juta kasus pneumonia terjadi setiap tahunnya pada balita di negara

berkembang, yaitu sekitar 95% dari semua kasus baru pneumonia di dunia.

2.4 Etiologi

Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung :

Usia, status imunologis, status lingkungan, kondisi lingkungan, status imunisasi,

faktor pejamu. Penyebab pneumonia antara lain adalah bakteri (streptococus

pneumoniae, staphylococus aureus), virus (Influenza, parainfluenza, adenovirus),

mikoplasma jamur (Candidiasis, histoplasmosis, aspergifosis, coccidioido

mycosis, cryptococosis, pneumocytis carini) dan senyawa kimia maupun partikel.

Page 6: Referat Pneumonia

Berikut daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber

dari di negara maju : (Said, 2008)

Usia Etiologi tersering Etiologi terjarang

Lahir- 20 hari Bakteri : E.Coli, streptococcus

grup B, Listeria

monocytogenes

Bakteri : bakteri anaerob,

streptococcus grup D,

haemophillus

influenza,streptococcus

pneumonia

Virus : CMV, HMV

3 minggu – 3 bulan Bakteri : Clamydia

Trachomatis, streptococcus

pneumoniae

Virus : adenovirus, influenza,

parainfluenza 1,2,3

Bakteri : haemophilus influenza

tipe b, Bordetella Pertusis,

Staphylococcus aureus

Virus : CMV

4 bulan – 5 tahun Bakteri : Clamydia

pneumoniae, Mycoplasma

pneumoniae, Streptococcus

pneumoniae

Virus : adenovirus, rinovirus,

influenza, parainfluenza

Bakteri : haemophillus influenza

tipe b, Staphylococcus aureus

Virus : varicella zoster

5 tahun- remaja Bakteri :

Clamydia pneumoniae,

Mycoplasma pneumoniae

Bakteri : haemophillus

influenza, legionella sp

2.5 Faktor Resiko

Terdapat berbagai faktor risiko yang tercatat sebagai faktor risiko pneumonia

antara lain, pneumonia yang terjadi pada masa bayi (umur dibawah 2 bulan),

BBLR, tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat atau tidak

mendapat ASI eksklusif, malnutrisi, defisiensi vitamin A, asupan zink yang tidak

adekuat, tingginya prevalensi kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan

koinsidensi dengan penyakit lain seperti AIDS dan campak. Faktor lingkungan

seperti tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri dan asap rokok

serta polusi ruangan) dan lingkungan perumahan yang padat juga meningkatkan

kecendrungan balita untuk terserang pneumonia (Said, 2008; UNICEF/WHO,

2006; Misba dkk, 2009).

Page 7: Referat Pneumonia

2.6 Patofisiologi

Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru.

Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis

dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal

berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme

pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai

leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas

yang diperantarai sel.

Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila

virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian

bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas,

dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan

terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi

mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak

dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.

Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat

paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia

bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah,

eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang

dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan

penurunan compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg

melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis

(ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya

hipoksemia.  Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja

jantung.

Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi

progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus,

resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara

enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk.

Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura

menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung

secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan

pembentukan perlekatan (Bennete, 2013).

Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):

Page 8: Referat Pneumonia

1.    Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan

peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia

ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah

pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup

histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur

komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk

melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.

Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium

sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.

Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus

ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah

paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen

hemoglobin.

2.    Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,

eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari

reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya

penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah

dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau

sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung

sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

3.    Stadium III (3-8 hari berikutnya)

Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin

terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat

karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler

darah tidak lagi mengalami kongesti.

4.    Stadium IV (7-11 hari berikutnya)

Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan

mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga

jaringan kembali ke strukturnya semula.

Page 9: Referat Pneumonia

2.7 Manifestasi Klinik

Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi

saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak

sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak

sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping

hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai

pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana

pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif (Bennete, 2013).

Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya bronkopneumonia

ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013):

1.    Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,

suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.

Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi

dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung;

orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang

bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas

menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada,

yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan

Page 10: Referat Pneumonia

suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat

apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat

pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah

dibandingkan anak yang lebih tua.

Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae

supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya

akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat

“head bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan

kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda

distres pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem saraf

pusat dapat dicurigai.

Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress

pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal

(contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase

hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan.

Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan

negatif faring selama inspirasi.    

2.    Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran

fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi

paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.

3.    Pada perkusi tidak terdapat kelainan

4.    Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.

Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang

dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun

rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau

lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah

crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya).

Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan

napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

2.8 Pemeriksaan Penunjang (pdt)

Laboratorium

1. Pada pemeriksaan darah tepi dapat terjadi leukositosis dengan hitung jenis

bergeser ke kiri

Page 11: Referat Pneumonia

2. Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan

keadaan hipoksemia. Kadar PaCO2 dapat rendah, normal atau meningkat

tergantung kelainannya. Dapat terjadi asidosis respiratorik, asidosis metabolik

dan gagal napas.

3. Pemeriksaan kultur darah jarang memberikan hasil positif tetapi dapat

membantu pada kasus yang tidak menunjukkan respon terhadap penanganan

awal.

4. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumonia viral dan bakterial.

Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3

dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000

/mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat

pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan

hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis

respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah

bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan (Bennete, 2013).

Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan

peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang

tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus

bawah (Bennete, 2013).

Kriteria diagnosis

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Bradley et.al., 2011):

1.    Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding

dada

2.    Panas badan

3.    Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)

4.    Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus

5.    Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit

predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

Diagnosis pneumonia ringan

Di samping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat saja. Napas

cepat:

Page 12: Referat Pneumonia

o pada anak umur 2 bulan – 11 bulan: ≥ 50 kali/menit

o pada anak umur 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit

Pastikan bahwa anak tidak mempunyai tanda-tanda pneumonia berat.

Diagnosis pneumonia berat

Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini:

- Kepala terangguk-angguk

- Pernapasan cuping hidung

- Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

- Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas, konsolidasi, dll)

Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:

Napas cepat:

o Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit

o Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali/menit

o Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit

o Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit

Suara merintih (grunting) pada bayi muda

o Pada auskultasi terdengar:

o Crackles (ronki)

o Suara pernapasan menurun

o Suara pernapasan bronkial

Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:

Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya

Kejang, letargis atau tidak sadar

Sianosis

Distres pernapasan berat.

Untuk keadaan di atas ini tatalaksana pengobatan dapat berbeda (misalnya:

pemberian oksigen, jenis antibiotik).

2.9 Penatalaksanaan

Tatalaksana pneumonia ringan :

Page 13: Referat Pneumonia

- Anak di rawat jalan

- Beri antibiotik: Kotrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari

selama 3 hari atau Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama

3 hari. Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari

Tindak lanjut:

Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa

kembali anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak

memburuk atau tidak bisa minum atau menyusu.

Ketika anak kembali:

Jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu makan

membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari.

Jika frekuensi pernapasan, demam dan nafsu makan tidak ada perubahan,

ganti ke antibiotik lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi.

Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani

sesuai pedoman di bawah ini.

Tatalaksana pneumonia berat

- Anak dirawat di rumah sakit

Terapi Antibiotik:

Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam),

yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak

memberi respons yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya

terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral

(15 mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari berikutnya.

Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan

yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan

semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan

berat) maka ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV

setiap 8 jam).

Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan

pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.

Page 14: Referat Pneumonia

Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali

sehari).

Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat

foto dada.

Apabila diduga pneumonia stafilokokal (dijelaskan di bawah untuk

pneumonia stafilokokal), ganti antibiotik dengan gentamisin (7.5 mg/kgBB

IM sekali sehari) dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam)

atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari –3 kali pemberian). Bila keadaan anak

membaik, lanjutkan kloksasilin (atau dikloksasilin) secara oral 4 kali

sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin

secara oral selama 2 minggu.

Terapi Oksigen :

Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat

Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi

oksigen (berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila tersedia

oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa oksigen setiap

harinya pada anak yang stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi

tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen setelah saat ini tidak berguna

Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal.

Penggunaan nasal prongs adalah metode terbaik untuk menghantarkan

oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau masker kepala tidak

direkomendasikan. Oksigen harus tersedia secara terus-menerus setiap

waktu.

Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat atau napas > 70/menit)

tidak ditemukan lagi.

Perawat sebaiknya memeriksa sedikitnya setiap 3 jam bahwa kateter

atau prong tidak tersumbat oleh mukus dan berada di tempat yang benar serta

memastikan semua sambungan baik.

Sumber oksigen utama adalah silinder. Penting untuk memastikan bahwa

semua alat diperiksa untuk kompatibilitas dan dipelihara dengan baik, serta

staf diberitahu tentang penggunaannya secara benar.

Perawatan penunjang

Page 15: Referat Pneumonia

Bila anak disertai demam (> 39º C) yang tampaknya menyebabkan distres,

beri parasetamol.

Bila ditemukan adanya wheeze, beri bronkhodilator kerja cepat

Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan

oleh anak, hilangkan dengan alat pengisap secara perlahan.

Pastikan anak memperoleh kebutuhan cairan rumatan sesuai umur anak,

tetapi hati-hati terhadap kelebihan cairan/overhidrasi.

o Anjurkan pemberian ASI dan cairan oral.

o Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan

cairan rumatan dalam jumlah sedikit tetapi sering. Jika asupan

cairan oral mencukupi, jangan menggunakan pipa nasogastrik

untuk meningkatkan asupan, karena akan meningkatkan risiko

pneumonia aspirasi. Jika oksigen diberikan bersamaan dengan

cairan nasogastrik, pasang keduanya pada lubang hidung yang

sama.

Bujuk anak untuk makan, segera setelah anak bisa menelan makanan. Beri

makanan sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai kemampuan anak dalam

menerimanya.

Pemantauan

Anak harus diperiksa oleh perawat paling sedikit setiap 3 jam dan oleh

dokter minimal 1 kali per hari. Jika tidak ada komplikasi, dalam 2 hari akan

tampak perbaikan klinis (bernapas tidak cepat, tidak adanya tarikan dinding

dada, bebas demam dan anak dapat makan dan minum).

Nutrisi (idai)

Pada anak dengan distress napas berat, pemberian makanan peroral

harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat NGT atau intravena. Tetapi

harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat menekan pernapasan, khususnya

pada bayi/anak dengan ukuran lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan,

sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil.

Kriteria rawat inap idai

Page 16: Referat Pneumonia

Bayi Anak

Saturasi oksigen ≤ 92%, sianosis,

frekuensi napas > 60x/menit, distress

pernapasan, apneu intermitten atau

grunting, tidak mau minum/ menetek,

keluarga tidak bisa merawat dirumah

Saturasi oksigen < 92%, sianosis,

frekuensi napas > 50x/menit, distress

pernapasan, grunting, terdapat tanda

dehidrasi, keluarga tidak bisa

merawat dirumah

Kriteria pulang idai

Gejala dan tanda pneumonia menghilang

Asupan peroral adekuat

Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (peroral)

Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol

Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah

2.10 Komplikasi

Jika anak tidak mengalami perbaikan setelah dua hari, atau kondisi

anak semakin memburuk, lihat adanya komplikasi atau adanya diagnosis lain.

Jika mungkin, lakukan foto dada ulang untuk mencari komplikasi

Beberapa komplikasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut:

a) Pneumonia Stafilokokus.

Curiga ke arah ini jika terdapat perburukan klinis secara cepat walaupun sudah

diterapi, yang ditandai dengan adanya pneumatokel atau pneumotoraks dengan

efusi pleura pada foto dada, ditemukannya kokus Gram positif yang banyak

pada sediaan apusan sputum. Adanya infeksi kulit yang disertai pus/pustula

mendukung diagnosis.

Terapi dengan kloksasilin (50 mg/kg/BB IM atau IV setiap 6 jam) dan

gentamisin (7.5 mg/kgBB IM atau IV 1x sehari). Bila keadaan anak

mengalami perbaikan, lanjutkan kloksasilin oral 50mg/kgBB/hari 4 kali

sehari selama 3 minggu.

Catatan: Kloksasilin dapat diganti dengan antibiotik anti-stafilokokal lain

seperti oksasilin, flukloksasilin, atau dikloksasilin.

b) Empiema. Curiga ke arah ini apabila terdapat demam persisten, ditemukan

tanda klinis dan gambaran foto dada yang mendukung.

Page 17: Referat Pneumonia

Bila masif terdapat tanda pendorongan organ intratorakal.

Pekak pada perkusi.

Gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua sisi

dada.

Jika terdapat empiema, demam menetap meskipun sedang diberi antibiotik

dan cairan pleura menjadi keruh atau purulen.

Tatalaksana

Drainase

Empiema harus didrainase. Mungkin diperlukan drainase ulangan

sebanyak 2-3 kali jika terdapat cairan lagi. Penatalaksanaan selanjutnya

bergantung pada karakteristik cairan. Jika memungkinkan, cairan pleura

harus dianalisis terutama protein dan glukosa, jumlah sel, jenis sel,

pemeriksaan bakteri dengan pewarnaan Gram dan Ziehl-Nielsen.

Terapi antibiotik

Bila pasien datang sudah dalam keadaan empiema, tatalaksana sebagai

pneumonia, tetapi bila merupakan komplikasi dalam perawatan, terapi

antibiotik sesuai dengan alternatif terapi pneumonia.

Jika terdapat kecurigaan infeksi Staphylococcus aureus, beri kloksasilin

(dosis 50 mg/kgBB/kali IM/IV diberikan setiap 6 jam) dan gentamisin

(dosis 7.5 mg/kgBB IM/IV sekali sehari). Jika anak mengalami perbaikan,

lanjutkan dengan kloksasilin oral 50-100 mg/kgBB/hari. Lanjutkan terapi

sampai maksimal 3 minggu.

Gagal dalam terapi

Jika demam dan gejala lain berlanjut, meskipun drainase dan terapi antibiotik

adekuat, lakukan penilaian untuk kemungkinan tuberkulosis.

Tuberkulosis.

Seorang anak dengan demam persisten ≥ 2 minggu dan gejala pneumonia

harus dievaluasi untuk TB. Lakukan pemeriksaan dengan sistem skoring untuk

menentukan diagnosis TB pada anak. Jika skor ≥ 6 berarti TB dan diberikan

terapi untuk TB. Respons terhadap terapi TB harus dievaluasi.

Page 18: Referat Pneumonia

Anak dengan positif HIV atau suspek positif HIV.

Beberapa aspek terapi antibiotik berbeda pada anak dengan HIV positif atau

suspek HIV. Meskipun pneumonia pada anak dengan HIV/suspek HIV

mempunyai gejala yang sama dengan anak non-HIV, PCP, tersering pada

umur 4-6 bulan, merupakan penyebab tambahan yang penting dan harus

segera diterapi.

Beri ampisillin + gentamisin selama 10 hari, seperti pada pneumonia Jika

anak tidak membaik dalam 48 jam, ganti dengan seftriakson (80 mg/ kgBB

IV sekali sehari dalam 30 menit) jika tersedia.

Jika tidak tersedia, beri gentamisin + kloksasilin (seperti pada pneumonia).

Pada anak umur 2-11 bulan juga diberikan kotrimoksazol dosis tinggi (8

mg/kgBB TMP dan 40 mg/kg SMZ IV setiap 8 jam, oral 3x/hari) selama 3

minggu. Pada anak berusia 12-59 bulan, pemberian antibiotik seperti di

atas diberikan jika ada tanda PCP (seperti gambaran pneumonia interstisial

pada foto dada)

2.11 Prognosis ngastiah,2005. Perawatan anak sakit edisi 2. EGC: Jakarta

Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat

diturunkan sampai kurang dari 1%. Jika pasien disertai malnutrisi energi

protein dan pasien yang datang terlambat angka mortalitasnya masih tinggi.

2.12 Preventif

1. Pencegahan primer

Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor resiko terhadap

kejadian pneumonia. Upaya yang dapat dilakukan antara lain :

a.Memberikan imunisasi campak pada usia 9 bulan dan imunisasi DPT

(difteri, pertusis, tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada usia 2,3, dan 4 bulan.

b. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberikan ASI pada bayi

neonatal sampai berumur 2 tahun dan makanan bergizi pada balita. Di

samping itu, zat-zat gizi yang dikonsumsi bayi dan anak-anak juga perlu

mendapat perhatian.

c. Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan.

d. Mengurangi kepadatan hunian rumah

2. Pencegahan sekunder

Page 19: Referat Pneumonia

Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya untuk mencegah orang yang

telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindari

komplikasi dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi

diagnosis dini dan pengobatan yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnya

penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya yang dilakukan antara lain :

a.Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral dan

penambahan oksigen.

b. Pneumonia ringan : Diberikan antibiotik kotrimoksasol oral, ampisilin atau

amoksisilin.

c. Bukan pneumonia : perawatan dirumah saja. Tidak diberkan antibiotik, bila

demam tinggi diberikan paracetamol. Jika anak mengalami nyeri tenggorokan,

beri penicillin dan dipantau selama 10 hari kedepan.

3. Pencegahan tersier

Tujuan utama dari pencegahan tersier adalah mencegah agar tidak munculnya

penyakit lain atau kondisi lain yang akan memperburuk kondisi anak,

mengurangi kematian serta usaha rehabilitasinya. Pada pencegahan tingkat ini

dilakukan upaya untuk mencegah proses penyakit lebih lanjut seperti

perawatan dan pengobatan. Upaya yang dilakukan dapat berupa :

a.melakukan perawatan yang ekstra pada balita dirumah, beri antibiotik

selama 5 hari, anjurkan ibu untuk tetap kontrol bila keadaan anak memburuk.

b. bila anak bertambah parah, maka segera bawa ke sarana kesehatan terdekat

agar penyakit tidak bertambah berat dan tidak menimbulkan kematian.

Page 20: Referat Pneumonia

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pneumonia adalah salah satu penyakit akibat infeksi parenkim paru yang dapat

menyerang setiap usia. Pneumonia adalah suatu penyakit yang disebapkan oleh

infeksi bakteri Streptococus pneumoniae dengan tanda gejala yang akan muncul

adalah demam, batuk, sesak napas, dan terkadang disertai dengan nyeri dada.

Penatalaksanaan medis yang dilakukan pada pasien pneumonia dalah pemberian

antibiotik untuk mengatasi infeksi oleh bakteri dan pemberian antipiretik untuk

mengatasi suhu tubuh yang tinggi. Selain itu pemeriksaan penunjang juga perlu

dilakukan untuk melihat daerah paru yang terkena infeksi, dan mengetahui apakah ada

komplikasi lain yang dapat disebabkan oleh penyakit ini.

3.2 Saran

Mengingat pneumonia adalah penyakit yang menyerang salah satu sistem vital

tubuh yaitu sistem respirasi, maka penting untuk diberikan penanganan sesegera

mungkin dan setepat mungkin untuk menghindari keadaan fatal pada pasien

pneumonia. Pendidikan kesehatan juga penting untuk diberikan kepada pasien

maupun keluarganya untuk menghindari komplikasi dan terulangnya kejadian yang

sama.

Page 21: Referat Pneumonia

DAFTAR PUSTAKA

Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/article/967822-

overview. (11 Mei 2015)

Bradley J.S. dkk. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and

Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the Pediatric

Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis.

53 (7): 617-630

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak.

Jakarta : IDAI

Kartasasmita, Cissy B. 2010. Pneumonia Pembunuh Balita. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. edisi 3. Jakarta: Medika Aesculafius. Hal 470-477

Said, Mardjanis. 2010. Pengendalian Pneumonia Anak-Balita dalam Rangka Pencapaian MDG 4. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

SMF Ilmu Kesehatan Anak. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Edisi III. Surabaya :

Pembina Utama Madya

WHO. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta : WHO

Said, M. Pneumonia, Buku Ajar Respiratori Anak. Edisi II. Jakarta : Ikatan Dokter Anak

Indonesia.