Penglihatan terganggu

download Penglihatan terganggu

of 25

description

Skenario 1 blok Endokrin

Transcript of Penglihatan terganggu

  • Skenario 1 Endokrin

    LI. 1.Mampu Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pankreas

    LO.1.1.Memahami dan Menjelaskan Makroskopi Anatomi Pankreas

    Pankreas merupakan organ yang memanjang dan terletak pada epigastrium dan kuadran kiri atas.

    Terletak retroperitoneal melintang di abdomen bagian atas dengan panjang 25 cm, dan berat 120 g.

    Strukturnya lunak, berlobus, dan terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum.

    Pankreas menyilang planum transpyloricum. Pancreas dapat dibagi dalam caput, collum, corpus, cauda.

    Pancreas dapat dibagi dalam:

    Caput Pancreatis, berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagiancekung duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang arteria san venamesenterica superior serta dinamakan Processus

    Uncinatus.

    Collum Pancreatis, merupakan bagian pancreas yang mengecil danmenghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak didepan pangkal vena portae hepatis dan tempat

    dipercabangkannya arteriamesenterica superior dari aorta.

    Corpus Pancreatis, berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan melintang sedikit berbentuk segitiga.

    Cauda Pancreatis, berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis danmengadakan hubungan dengan hilum lienale.

  • Ductus Pancreaticus

    Ductus Pancreaticus Mayor (WIRSUNGI)

    Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput, menerima banyak cabang pada

    perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars desendens duodenum di sekitar pertengahannya bergabung

    dengan ductus choledochus membentuk papilla duodeni mayor Vateri. Kadang-kadang muara ductus

    pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus choledochus.

    Ductus Pancreaticus Minor (SANTORINI)

    Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan kemudian bermuara ke duodenum

    sedikit di atas muara ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor.

    Hubungan

    Ke anterior : Dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatan mesocolon transversum, bursa omentalis, dan gaster.

    Ke posterior : Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae hepatis dan vena lienalis, vena cava inferior, aorta, pangkal arteria mesenterica superior, musculus psoas major sinistra, glandula

    suprarenalis sinistra, ren sinister, dan hilum lienale.

    Vaskularisasi

    Arteriae

    a. pancreaticoduodenalis superior (cabang a. gastroduodenalis )

    a. pancreaticoduodenalis inferior (cabang a. mesenterica cranialis)

    a. pancreatica magna, a.pancretica caudalis dan inferior (cabang a. lienalis)

    Venae

    Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem porta.

    Aliran Limfatik

    Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar. Pembuluh eferen akhirnya

    mengalirkan cairan limf ke nodi limf coeliaci dan mesenterica superiores.

    Persyarafan

    Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan parasimpatis (vagus).

    LO.1.2.Memahami dan Menjelaskan Mikroskopi Anatomi Pankreas

    Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin kelenjar menghasilkan sekret

    yang mengandung enzim-enzim yang dapat menghidrolisis lemak dan karbohidrat. Bagian endokrine

    kelenjar yaitu pulau-pulau langerhans menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang mempunyai

    peranan penting pada metabolisme karbohidrat. Ada 2 bagian :

    1. Bagian exokrin

  • Merupakan kel acinosa complex (berwarna gelap)

    Sel-sel acinus berbentuk pyramid

    Didalam lumen kadang-kadang terdapat sel gepeng (sel centroacinar)

    2. Bagian endokrin

    Disusun oleh sel-sel khusus yang berkelompok dalam suatu daerah tertentu yang kaya pembuluh darah disebut pulau-pulau Langerhans

    Berkelompok dalam pulau2 Langerhans, tersebar, berbentuk sferis berwarna pucat

    Sel tersusun dalam bentuk genjel tak teratur, ditembus banyak jaring kapiler tipe fenestra

    Dengan pewarnaan khusus dapat dibedakan 4 macam sel yaitu, sel , , dan c/PP.

    Sel

    20% populasi sel

    Mensekresi glukagon

    Bentuk besar, mencolok, terutama di perifer

    Sel

    75% dari polulasi, sel paling kecil, menempati bagian tengah

    Mensekresi insulin

    Granula lebih kecil (200 m)

    Sel

    Sel paling besar, 5% dari populasi

    Granula mirip sel , tapi kurang padat

    Menghasilkan hormon Somatostatin yang di pankreas bekerja mengatur pelepasan hormon pulau Langerhans yang lain (parakrin)

    Sel C/sel PP

    Ditemukan hanya pada spesies tertentu, mis. Guinea pig, jumlah terbatas, ukuran sama dengan sel , dengan sedikit atau tanpa granula.

    Mensekresi polipeptida pancreas

    LI. 2.Mampu Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Pankreas

    LO.2.1.Memahami dan Menjelaskan Insulin

    Proses Pembentukan dan Sekresi Insulin

    Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar

    pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian

    disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Secara

    fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersama dengan hormone glukagon yang disekresikan

    oleh sel alfa kelenjar pankreas.

    Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum

    endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga

    terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam

    sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan

  • peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran

    sel.

    Mekanisme diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara normal, karena fungsi

    insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa

    darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta dalam

    memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, dapat pula memiliki

    efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta. Mengenai bagaimana mekanisme sesungguhnya dari

    sintesis dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan tersebut, merupakan hal yang cukup rumit dan belum

    sepenuhnya dapat dipahami secara jelas.

    Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya rangsangan oleh molekul

    glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk dapat melewati membran

    sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang

    terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai

    kendaraan pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah,

    melewati membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan

    mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian membebaskan molekul ATP.

    Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan

    K channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang

    menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca

    channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga menyebabkan peningkatan kadar

    ion Ca intrasel.

    Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak hanya disebabkan oleh

    rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga dapat oleh pengaruh beberapa faktor lain

    termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut, misalnya obat anti diabetes sulfonil urea,

    bekerja pada reseptor tersendiri, tidak pada reseptor yang sama dengan glukosa, yang disebut

    sulphonylurea receptor (SUR).

    Meningkatkan sekresi insulin Menurunkan sekresi insulin

    Peningkatan kadar gula darah

    Peningkatan kadar AL bebas dalam darah

    Peningkatan kadar AA darah

    Hormone GI (gastrin, kolesistokinin, sekretin, gastric inhibitory peptide)

    Glucagon, hormon pertumbuhan, kortisol

    Rangsangan parasimpatis, asetilkolin

    Rangsangan -adrenergik

    Resistensi insulin, obesitas

    Obat-obatan, sulfonylurea

    Penurunan kadar glukosa darah

    Puasa

    Somatostatin

    Aktivitas -adrenergik

    Leptin

    Aksi insulin

    Insulin berikatan dengan subunit di reseptornya, yang akan menimbulkan autofosforilasi subunit reseptor, yang selanjutnya menginduksi aktivitas tirosin kinase. Aktivitas reseptor tirosin kinase memulai

  • suatu rangkaian fosforilasi sel yang meningkatkan atau mengurangi aktivitas enzim, yang meliputi substrat

    reseptor insulin, yang memperantarai pengaruh glukosa terhadap metabolisme glukosa, lemak, dan protein.

    Sebagai contoh, aktivasi dari jalur phosphatidylinositol-32-kinase (PI-3-kinase) akan menstimulasi

    translokasi dari transporter glukosa ( GLUT 4) ke permukaan sel, yang akan membantu pemasukan glukosa

    ke dalam sel. Selain itu aktivasi dari reseptor insulin lainnya dapat menginduksi sintesis protein, sintesis

    glikogen, lipogenesis, dan regulasi dari berbagai gen pada sel yang resposif terhadap insulin.

    Pengangkut Glukosa (Glucose Transporter)

    Disingkat menjadi GLUT, dan memiliki 6 bentuk, yaitu GLUT 1, GLUT 2, GLUT 3 dst. Melaksanakan

    difusi pasif terfasilitasi glukosa melewati membrane plasma. Fungsi tiap GLUT berbeda-beda

    GLUT 1 : memindahkan glukosa menembus sawar darah dan otak

    GLUT 2 : memindahkan glukosa yang masuk ke ginjal dan usus ke aliran darah sekitar melalui kotranspor

    GLUT 3 : pengangkut utama glukosa ke dalan neuron

    GLUT 4 : bertanggung jawab atas sebagian besar penyerapan glukosa oleh mayoritas sel tubuh, yang bekerja hanya setelah berikatan dengan insulin

    GLUT 4 sangat banyak terdapat di jaringan yang paling banyak menyerap glukosa dan darah, yaitu otot

    rangka dan sel jaringan lemak.

    Perangsang utama peningkatan sekresi insulin adalah peningkatan konsentrasi glukosa darah

    Selain konsentrasi glukosa darah, masukan lain yang mengatur sekresi insulin adalah :

    Peningkatan kadar asam amino darah, misalnya setelah makan makanan tinggi protein, secara langsung merangsang sel beta untuk meningkatkan sekresi insulin

    Hormon saluran cerna yang dikeluarkan sebagai respon terhadap adanya makanan, khususmya Glucose dependent Insulin Peptide (GIP), merangsang pankreas, mengeluarkan insulin selain memiliki efek

    regulatorik

    Sistem saraf otonom juga secara langsung mempengaruhi sekresi insulin, peningkatan parasimpatis menyebabkan peningkatan pengeluaran insulin

    Efek pada karbohidrat

    Insulin memilik 4 efek yang menurunkan kadar glukosa darah dan menigkatkan penyimpanan karbohidrat

    :

    Insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel. Beberapa jaringan yang tidak bergantung pada insulin untuk menyerap glukosa yaitu otak, otot yang aktif dan hati

    Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa baik diotot maupun dihati

    Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi glukosa. Dengan menghambat penguraian glikogen, insulin meningkatkan penyimpanan karbohidrat dan menurunkan penguraian

    glukosa dalam hati

    Insulin menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan menghambat glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa di hati. Insulin menurunkan konsentrasi glukosa darah dengan meningkatkan

  • penyerapan glukosa dari darah untuk digunakan dan disimpan oleh sel., secara simultan menghambat

    mekanisme yang digunakan oleh hati untuk mengeluarkan glukosa baru dalam darah. Insulin adalah satu

    satunya hormon yang menurunkan kadar glukosa darah.

    Faktor yang meningkatkan glukosa darah

    Penyerapan glukosa dari saluran cerna

    Produksi glukosa oleh hati yaitu glikogenolisis dan glukoneogenesis

    Faktor yang menurunkan glukosa darah

    Transport glukosa ke dalam sel yaitu untuk menghasilkan energi dan di simpan sebagai glikogen dan trigliserida.

    Ekskresi glukosa melalui urin pada keadaan abnormal

    Efek pada lemak

    Insulin efeknya menurunkan kadar asam lemak darah dan membentuk simpanan trigliserida :

    Insulin meningkatkan transportasi glukosa ke dalam sel jaringan adiposa. Glukosa berfungsi sebagai prekursor untuk pembentukan assm lemak dan gliserol, yaitu bahan mentah untuk membentuk

    trigliserida.

    Insulin meningkatkan enzim enzim yang mengkatalisasi pembentukan asam lemak dari turunan glukosa

    Insulin meningkatkan masuknya asam asam lemak dari daerah ke dalam sel jaringan adiposa.

    Insulin menghambat lipolisis (penguraian lemak), sehingga terjadi penurunan pengeluaran asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam darah.

    Efek pada protein

    Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein :

    Insulin mendorong transportasi aktif asam asam amino dari darah ke dalam otot dan jaringan lain. Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan menghasilkan bahan pembangun untuk sintesis

    protein dalam sel.

    Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino ke dalam protein dengan merangsang perangkat pembuat protein di dalam sel.

    Insulin menghambat penguraian protein. Guyton, Arthur C. Textbook of medical physiology 11th ed. 2006. Elsevier inc., Philadelphia, Pennsylvania

    http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23329/4/Chapter%20II.pdf

    LO.2.2.Memahami dan Menjelaskan Glukogen

    Glukagon, yaitu suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa pulau Langerhans sewaktu kadar

    glukosa darah turun, mempunyai fungsi yang bertentangan dengan insulin. Fungsi utama glukagon adalah

    meningkatkan konsentrasi glukosa darah.

    Efek utama glukagon terhadap metabolism glukosa adalah :

    1. Pemecahan glikogen hati (glikogenolisis)

    glukagonadenil siklase (di

    membran hepatosit)

    siklik adenosin monofosfat

    protein pengatur

    protein kinase

    protein kinasefosforilase b

    kinasemengubah

    fosforilase bfosforilase a

    meningkatkan pemecahan

    glikogenglukosa-1-fosfat defosforilasi

    glukosa dilepaskan dari

    sel-sel hati

  • 2. Meningkatkan proses glukoneogenesis di hati

    Efek lain glukagon :

    1. Mengaktifkan lipase sel lemak meningkatkan persediaan asam lemak (sumber energy tubuh ) 2. Menghambat penyimpanan trigliserida di hati mencegah hati membuang asam lemak dari darah dan

    membantu menambah jumlah persediaan asam lemak

    3. Dengan konsentrasi yang sangat tinggi, glucagon dapat : a. Meningkatkan kekuatan jantung b. Meningkatkan aliran darah di beberapa jaringan (terutama ginjal) c. Meningkatkan sekresi empedu d. Menghambat sekresi asam lambung

    Pengaturan Sekresi Glukagon

    1. Peningkatan glukosa darah menghambat sekresi glukagon.

    Pada kadar hipoglikemik, konsentrasi glucagon plasma akan meningkat beberapa kali lipat, sedangkan

    pada keadaan hiperglikemik akan mengurangi kadar glukosa dalam plasma.

    2. Efek perangsangan asam amino Tingginya kadar asam amino, seperti yang terdapat di dalam darah sesudah makan protein (khususnya

    asam amino alanin dan arginin) akan merangsang timbulnya sekresi glukagon. Manfaat perangsangan asam

    amino terhadap sekresi glukagon adalah bahwa glukagon kemudian memacu konversi cepat dari asam

    amino menjadi glukosa, akan membuat lebih banyak glukosa yang tersedia untuk jaringan.

    3. Efek perangsangan dari kerja fisik Pada waktu melakukan kerja fisik yang melelahkan, konsentrasi glukagon dalam darah seringkali

    meningkat 4-5 kali lipat. Efek yang meguntungkan dari glukagon adalah mencegah menurunnya kadar

    glukosa darah. Faktor yang mungkin dapat meningkatkan sekresi glukagon sewaktu kerja fisik adalah

    meningkatnya kadar asam amino dalam darah. Faktor lainnya seperti rangsangan saraf autonomik pada

    pulau Langerhans dapat juga berperan.

  • PENGATURAN KADAR GLUKOSA DARAH

    Dibawah ini berbagai mekanisme yang terjadi untuk mengatur kadar glukosa darah :

    Pengaturan glukosa darah oleh insulin dan glukagon

    Efek langsung pada hipoglikemia berat

    Respon pada keadaan hipoglikemia yang lama

    LI. 3.Mampu Memahami dan Menjelaskan Diabetes Melitus Tipe 2

    LO.3.1.Memahami dan Menjelaskan Definisi dan Klasifikasi Diabetes Melitus Tipe 2

    Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok

    penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

    insulin atau kedua-duanya.

    Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemi yang

    disebabkan oleh gangguan sekresi insulin dan atau kerja insulin, sehingga terjadi abormalitas metabolisme

    karbohidrat, lemak dan protein. Secara klinik Diabetes mellitus adalah sindroma yang merupakan gabungan

    kumpulan gejala-gejala klinik yang meliputi aspek metabolik dan vaskuler yaitu hiperglikemi puasa dan

    post prandial, aterosklerotik dan penyakit vaskuler mikroangiopati, serta hampir semua organ tubuh akan

    terkena dampaknya.

    Diabetes Mellitus (DM) Tipe II merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap

    insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap di

    sesudah makanglukosa darah

    meningkat tinggi

    kecepatan sekresi insulin

    meningkat

    2/3 glukosa yang diabsorbsi dari

    usus

    diubah menjadi glikogen

    beberapa jam kemudian

    M glukosa darah dan kecepatan sekresi insulin

    berkurang

    sekresi glukagonmeningkatkan kadar glukosa darah normal

    Hipoglikemia berat

    hipotalamusrangsang

    saraf simpatis

    sekresi epinefrin

    (oleh kelenjar adrenal)

    pelepasan glukosa dari

    hati

    hipoglikemia yang lama

    sekresi GH dan kortisol

    mengurangi kecepatan pemakaian

    glukosa

    menambah jumlah

    pemakaian lemak

    kadar glukosa darah normal

  • hasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin Dependent

    Diabetes Mellitus (NIDDM) (Corwin,2001).

    Klasifikasi Diabetes Melitus

    Perbedaan DM tipe 1 dan DM tipe 2

    http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32431/4/Chapter%20II.pdf

  • http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-danupanggi-5294-3-bab2.pdf

    Arisman, 2011. Diabetes Mellitus. Dalam: Arisman, ed. Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas, Diabetes Mellitus

    dan Dislipidemia. Jakarta: EGC

    LO.3.2.memahami dan Menjelaskan Etiologi Diabetes Melitus Tipe 2

    Menurut Smeltzer & Bare (2002) DM tipe II disebabkan kegagalan relatif sel dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan

    perifer dan untuk menghambat produksi glikosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defensiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari

    berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan

    perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pancreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa. Pada pasien-pasien dengan DM tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. Indeks untuk

    DM tipe 2 pada kembar monozigot hampir 100%. Resiko berkembangnya DM tipe 2 pada saudara kandung

    mendekati 40%dan 33% nya untuk anak cucunya. Transmisi genetic adalah paling kuat dan contoh terbaik

    terdapat dalam diabetes awitan dewasa muda (mody), yaitu subtipe penyakit diabetes yang diturunkan

    dengan pola autosomal dominan. Jika orang tua menderita DM tipe 2 rasio diabetes dan non diabetes pada

    anak adalah1:1, dan sekitar 90% pasti membawa (carier) DM tipe 2

    Beberapa faktor resiko yang diketahui dapat mempengaruhi DM tipe II (Smeltzer & Bare, 2002) antara

    lain:

    A. Kelainan genetic Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes, karena gen yang

    mengakibatkan tubuh tak dapat menghasilkan insulin dengan baik.

    B. Usia Umumnya penderita DM tipe II mengalami perubahan fisiologi yang secara drastis, DM tipe II sering

    muncul setelah usia 30 tahun ke atas dan pada mereka yang berat badannya berlebihan sehingga tubuhnya

    tidak peka terhadap insulin.

    C. Gaya hidup stress Stres kronis cenderung membuat seseorang makan makanan yang manis-manis untuk meningkatkan

    kadar lemak seretonin otak. Seretonin ini mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya.

    Tetapi gula dan lemak berbahaya bagj mereka yang beresiko mengidap penyakit DM tipe II.

    D. Pola makan yang salah Pada penderita DM tipe II terjadi obesitas (gemuk berlebihan) yang dapat mengakibatkan gangguan

    kerja insulin (resistensi insulin).Obesitas bukan karena makanan yang manis atau kaya lemak, tetapi lebih

    disebabkan jumlah konsumsi yang terlalu banyak, sehingga cadangan gula darah yang disimpan didalam

    tubuh sangat berlebihan. Sekitar 80% pasien DM tipe II adalah mereka yang tergolong gemuk.

    http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-danupanggi-5294-3-bab2.pdf

    Smeltzer, S. C, Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2.Edisi 8. Jakarta:

    Penerbit Buku Kedokteran EGC

    LO.3.3.Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Diabetes Melitus Tipe 2

    Laporan data epidemiologi Mc Carty dan Zimmer menunjukkan bahwa jumlah penderita DM di dunia

    dari 110,4 juta pada tahun 1994 melonjak 1,5 kali lipat (175,4 juta) pada tahun 2000, dan akan melonjak

    dua kali lipat (239,3 juta) pada tahun 2010 (Tjokroprawiro, 2006). International Diabetes Federation (IDF)

    menyatakan bahwa pada tahun 2005 di dunia terdapat 200 juta (5,1%) orang dengan diabetes (diabetisi)

    dan diduga 20 tahun kemudian yaitu tahun 2025 akan meningkat menjadi 333 juta (6,3%) orang. Negara-

    negara seperti India, China, Amerika Serikat, Jepang, Indonesia, Pakistan, Banglades, Italia, Rusia, dan

    Brazil merupakan 10 besar negara dengan jumlah penduduk diabetes terbanyak (Depkes RI, 2007). Dalam

    Diabetes Atlas edisi kedua tahun 2003 yang diterbitkan oleh IDF, prevalensi diabetes di Indonesia pada

    tahun 2000 adalah 1,9% (2,5 juta orang) dan toleransi glukosa terganggu (TGT) 9,7% (12,9 juta orang)

    dengan prediksi bahwa di tahun 2025 berturut-turut akan menjadi 2,8% (5,2 juta orang) diabetisi dan 11,2%

    (20,9 juta orang) dengan TGT. Sementara menurut WHO 1998, diperkirakan jumlah diabetisi di Indonesia

    akan meningkat hampir 250% dari 5 juta di tahun 1995 menjadi 12 juta pada tahun 2025 (Depkes RI, 2007).

    Dalam Diabetes Care (Wild, 2004), yang melakukan analisa data WHO dan memprediksi Indonesia di

    tahun 2000 dikatakan sebagai nomor 4 terbanyak diabetisi (8,4 juta orang) pada tahun 2030 akan tetap

    nomor 4 di dunia tetapi dengan 21,3 juta diabetisi. Perkiraan jumlah ini akan menjadi kenyataan apabila

  • tidak ada upaya dari kita semua untuk mencegah atau paling tidak mengeliminasi faktor-faktor penyebab

    ledakan jumlah tersebut (Depkes RI, 2007).

    Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini telah dilaksanakan di Indonesia, kekerapan

    diabetes berkisar antara 1,5 sampai dengan 2,3%, kecuali di Manado yang agak tinggi sebesar 6% (Utama,

    2005). Walaupun demikian prevalensi DM di daerah rural ternyata masih rendah. Di Tasikmalaya

    didapatkan prevalensi sebesar 1,1% sedangkan di Kecamatan Sesean, suatu daerah terpencil di Tanah

    Toraja didapatkan prevalensi DM hanya 0,8%. Di sini jelas ada perbedaan antara urban dengan rural,

    menunjukkan bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian diabetes. Tetapi di Jawa Timur, perbedaan rural-

    urban tidak begitu tampak. Di Surabaya pada penelitian epidemiologis yang dikerjakan di Puskesmas

    perkotaan mencakup penduduk di atas 20 tahun (1991), didapatkan prevalensi sebesar 1,43% sedangkan di

    daerah rural (1989) juga didapatkan prevalensi yang hampir sama yaitu 1,47% (Depkes RI, 2007). Hasil

    penelitian epidemiologis di Jakarta (urban) membuktikan adanya peningkatan prevalensi penyakit DM tipe

    2 dari 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993. Di Makasar 1,5% (1981) menjadi 12,9%

    (1998). Menurut Konsensus Pengelolaan DM tipe 2 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI)

    1998 berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat itu diperkirakan pada tahun 2020, di Indonesia

    akan terdapat 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi diabetes mellitus

    sebesar 4%, akan ada 7 juta diabetisi (Depkes RI, 2007). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001,

    menemukan prevalensi DM di kalangan penduduk 25-64 tahun, 7,5% di Jawa dan Bali. Surveilans faktor

    risiko di Depok (2001) yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes)

    Depkes dengan menggunakan kriteria diagnostik DM yang benar, menemukan prevalensi DM tipe 2 pada

    usia 25- 64 tahun sebesar 12,8% dan berubah menjadi 11,2% di tahun 2003 setelah dilakukan intervensi

    terhadap perilaku (Depkes RI, 2007).

    LO.3.4.Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2

    Keadaan normal kadar glukosa darah berkisar antara 70-110 mg/dl, setelah makan kadar glukosa darah

    dapat meningkat 120-140 mg/dl dan akan menjadi normal dengan cepat. Kelebihan glukosa dalam darah

    disimpan sebagai glikogen dalam hati dan sel-sel otot (glicogenesis) yang diatur oleh hormon insulin yang

    bersifat anabolik. Kadar glukosa darah normal dipertahankan selama keadaan puasa karena glukosa

    dilepaskan dari cadangan-cadangan tubuh (glycogenolisisi) oleh hormon glucagon yang bersifat katabolic

    (Arisman, 2011)

    Mekanisme regulasi kadar glukosa darah, hormon insulin merupakan satu-satunya hormon yang

    menurunkan glukosa darah.

  • Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :

    1. Resistensi insulin

    2. Disfungsi sel pancreas Akhir-akhir ini banyak juga dibahas mengenai peran sel pancreas, amilin dan sebagainya. Resistensi

    insulin adalah keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja optimal pada sel-sel targetnya seperti sel otot,

    sel lemak dan sel hepar. Keadaan resisten terhadap efek insulin menyebabkan sel pancreas mensekresi insulin dalam kuantitas yang lebih besar untuk mempertahankan homeostasis glukosa darah, sehingga

    terjadi hiperinsulinemia kompensatoir untuk mempertahankan keadaan euglikemia. Pada fase tertentu dari

    perjalanan penyakit DM tipe 2, kadar glukosa darah mulai meningkat walaupun dikompensasi dengan

    hiperinsulinemia, disamping itu juga terjadi peningkatan asam lemak bebas dalam darah. Keadaan

    glukotoksistas dan lipotoksisitas akibat kekurangan insulin relatif (walaupun telah dikompensasi dengan

    hiperinsulinemia) mengakibatkan sel pancreas mengalami disfungsi dan terjadilah gangguan metabolisme glukosa berupa Glukosa Puasa Terganggu, Gangguan Toleransi Glukosa dan akhirnya DM tipe 2.

    Akhir-akhir ini diketahui juga bahwa pada DM tipe 2 ada peran sel pancreas yang menghasilkan glukagon. Glukagon berperan pada produksi glukosa di hepar pada keadaan puasa. Pengetahuan mengenai

    patofisiologi DM tipe 2 masih terus berkembang, masih banyak hal yang belum terungkap. Hal ini

    membawa dampak pada pengobatan DM tipe 2 yang mengalami perkembangan yang sangat pesat,

    sehingga para ahli masih bersikap hati-hati dalam membuat panduan pengobatan.

    http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32431/4/Chapter%20II.pdf

    Arisman, 2011. Diabetes Mellitus. Dalam: Arisman, ed. Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas, Diabetes Mellitus

    dan Dislipidemia. Jakarta: EGC

    LO.3.5.Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Diabetes Melitus Tipe 2

    Seseorang yang menderita DM tipe II biasanya mengalami peningkatan frekuensi buang air (poliuri),

    rasa lapar (polifagia), rasa haus (polidipsi), cepat lelah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit, kelelahan

    yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya, mudah sakit berkepanjangan, biasanya terjadi pada usia

    di atas 30 tahun, tetapi prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anak-anak dan remaja. Gejala-

    gejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai keletihan akibat kerja, jika glukosa darah sudah

    tumpah kesaluran urin dan urin tersebut tidak disiram, maka dikerubuti oleh semut yang merupakan tanda

    adanya gula (Smeltzer & Bare, 2002)

    Gejala awalnya ditemukan : Poliuria (sering kencing), polidipsi (sering haus), polifagi (sering makan), berat badan menurun, badan sering terasa lemah dan mudah capai.

    Gejala lanjutannya ditemukan : Luka yang tidak dirasakan, sering kesemutan, sering merasakan gatal tanpa sebab, kulit kering, mudah terkena infeksi, dan gairah sex menurun.

    Gejala setelah terjadi komplikasi : Gangguan pembuluh darah otak (stroke), pembuluh darah mata (gangguan penglihatan), pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), pembuluh darah ginjal

    (gagal ginjal), serta pembuluh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren).

    http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-danupanggi-5294-3-bab2.pdf

    Smeltzer, S. C, Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2.Edisi 8. Jakarta:

    Penerbit Buku Kedokteran EGC

    LO.3.6.Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2

    Anamnesis : Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan

    apabila terdapat keluhan klasik DM, antara lain:

    a. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dijelaskan sebabnya.

    b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada laki-laki serta pruritus vulva pada perempuan.

    Pemerikasaan fisik :

    Tinggi badan dan berat badan (tidak sesuai dengan IMT), tekanan darah (hipertensi), lingkar pinggang (cewek >80, cowok >90)

    Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung dengan cara berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (m)

    pangkat 2, atau lebih jelasnya: IMT=BB/(TBxTB)

  • Tanda neuropati

    Mata ( visus, lensa mata dan retina )

    Keadaan kaki ( termasuk rabaan nadi kaki ), kulit dan kuku. Contoh : a. Dorsalis pedis

    Pemeriksaan Penunjang :

    Selain dengan keluhan, diagnosa DM harus ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kadar glukosa darah

    dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood),

    vena ataupun kapiler sesuai kondisi dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda

    sesuai pembakuan WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan

    menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.

    Kriteria Diagnosis Diabetes mellitus

    Untuk kelompok tanpa keluhan DM, hasil pemeriksaan glukosa darahbyang baru satu kali saja

    abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnose DM. Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan

    mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain, atau hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah setelah pembebanan 200 mg/dl.

  • Cara pelaksanaan TTGO

    Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) Untuk diagnostik pada pasien dengan kadar glukosa yang meragukan (belum pasti DM). Tidak

    dilakukan pada pasien dengan gejala klinik khas DM.

    Tiga hari sebelum tes pasien diet cukup karbohidrat (>150 gr/hari) dan melakukan aktifitas fisik seperti

    yang biasa dilakukan. Puasa paling sedikit 8 jam malam hari sebelum pemeriksaan.

    Kurva Harian Glukosa Glukosa darah diperiksa 3-4 kali sehari sebelum makan pagi, siang dan makan malam. Tujuan untuk

    menilai metabolisme tubuh dalam waktu sehari dan memantau hasil pengobatan.

    Pemeriksaan kadar HbA1c dan fruktosamin Merupakan hasil glikosilasi non enzimatik protein. Digunakan untuk memantau hasil pengobatan. Pada

    hipergilkemia yang berlangsung lama protein-protein hasil glikosilasi non enzimztik meningkat, antara lain

    HbAc1 yang menggambarkan kadar gula darah 1-3 bulan sebelum pemeriksaan dan fruktosamin yang

    menggambarkan kadar gula darah 1-3 minggu sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan HbA1c perlu dilakukan

    pada awal penanganan penderita dan setiap 3 bulan untuk memantau hasil pengobatan.

    Pemeriksaan Benda Keton Darah Dua benda keton utama adalah asetoasetat dan 3-beta hidroksi butirat (3HB). Dalam keadaaan normal,

    3 HB merupakan 75-85 % dari benda keton dalam sirkulasi. Produksi benda keton meningkat pada keadaan

    puasa, aktifitas fisik yang berkepanjangan dan diet tinggi lemak. Keadaan patologis yang menimbulkan

    ketoasidosis adalah DM, defisiensi kortisol, defisiensi Growth Hormon, intoksikasi alkohol dan salisilat

    dan pada bayi dengan inborn errors of metabolism.

    Penting untuk memantau komplikasi ketoasidosis terutama pada pasien DM tipe1, DM pada kehamilan,

    pasien DM yang sakit/ stress dan pasien DM yang tidak terkontrol. Untuk diagnosis dan monitoring terapi

    ketoasidosis, pengukuran kadar 3HB mempunyai korelasi yang lebih baik dengan kadar gula darah.

    Saat ini pemeriksaan 3HB dalam darah sudah dapat dilakukan dengan cara carik uji memakai alat

    glukometer, bersamaan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam keadaan normal kadar keton darah

    1 mmol/L disebut hiperketonemia dan > 3mmol/L merupakan indikasi adanya ketoasidosis.

    Pemeriksaan analisa gas darah (Astrup) Memantau komplikasi akibat DM.

    Pemeriksaan profil lipid. Untuk pemantauan pengendalian diabetes melitus dan pencegahan sekunder. Diperiksa kolesterol total,

    trigliserida, kolesterol-HDL, kolesterol-LDL., Kolesterol VLDL.

    Kadar insulin dan proinsulin (C- peptide) Untuk menilai fungsi pancreas, diperiksa secar imunologis. Kelemahan pemeriksaan insulin adalah

    dipengaruhi oleh antibody insulin darah, sedangkan C-peptide tidak.

    http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32431/4/Chapter%20II.pdf

  • Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011

    LO.3.7.Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding Diabetes Melitus Tipe 2

    Diagnosis Banding :

    a) Cystic fibrosis b) Diabetes mellitus type l c) Diabetic ketoacidosis d) Drug-induced glucose intolerance e) Gestational diabetes f) Glucose intolerance g) Pancreatitis

    LO.3.8.Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Diabetes Melitus Tipe 2

    DM jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai organ

    tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, dan saraf. Dengan penanganan yang baik, berupa

    kerjasama yang erat antara pasien dan petugas kesehatan, diharapkan komplikasi kronik DM dapat dicegah,

    setidaknya dihambat perkembangannya (Waspadji,1996)

    Komplikasi DM terbagi dua yaitu komplikasi metabolic akut dan komplikasi vascular jangka panjang.

    Komplikasi metabolic akut disebabkan perubahan yang relative akut dari konsentrasi glukosa plasma.

    Komplikasi metabolic yang paling serius pada DM tipe 1 adalah ketoasidosis diabetic (DKA). Komplikasi

    akut yang lain adalah hiperglikemia hyperosmolar koma nonketotik(HHNK), dan hipoglikemia (Price dan Wilson,2006)

    Komplikasi Metabolik Akut

    Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa

    plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah:

    A. Ketoasidosis Diabetik (DKA). Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1. Hal ini bisa juga terjadi pada DM

    tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar insulin sangat menurun, dan pasien akan mengalami hal berikut:

    Hiperglikemia Hiperketonemia Asidosis metabolik

    Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan

    oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton).

    Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban

    ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan

    diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan

    mengalami syok.

    Akhimya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan meninggal.

    Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga kesehatan telah

    menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin.

    Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik :

    1. Dehidrasi 8. Poliuria

    2. Hipotensi (postural atau supine) 9. Bingung

    3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer 10. Kelelahan

    4. Takikardi 11. Mual-muntah

    5. Kusmaul breathing 12. Kaki kram

    6. Nafas bau aseton 13. Pandangan kabur

    7. Hipotermia 14. Koma (10%)

    B. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK) Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2 yang

    lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Ciri-

    ciri HHNK adalah sebagai berikut:

    Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl. Dehidrasi berat

  • Uremia Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani. Angka mortalitas

    dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat

    ketosis.

    C. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin) Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala

    ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia

    adalah obat-obatan hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid. Hasil penelitian di

    RSCM 1990-1991 yang dilakukan Karsono dkk, memperllihatkan kekerapan episode hipoglikemia

    sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan wanita lebih besar daripada pria, dan sebesar 65% berlatar belakang

    DM. meskipun hipoglikemia sering pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan.

    Kejadian ini sering timbul karena pasien tidak memperlihatkan atau belum mengetahui pengaruh beberapa

    perubahan pada tubuhnya.

    Tanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl, meskipun reaksi hipoglikemia bisa

    didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Tanda klinis dari hipoglikemia sangat bervariasi

    dan berbeda pada setiap orang. Tanda-tanda Hipoglikemia :

    1. Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun. 2. Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitug sederhana. 3. Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung dan bibir, tangan, berdebar-debar. 4. Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.

    Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oral ataupun suntikan.

    Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya:

    Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat. Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisa diperkirakan pada puncak kerjanya, misalnya:

    Insulin reguler : 2-4 jam setelah suntikan

    Insulin NPH : 8-10 jam setelah suntikan

    P.Z.I : 18 jam setelah suntikan

    Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan simpatik), sedangkan akibat insulin sangat menonjol.

    Komplikasi Kronik Jangka Panjang

    Akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol dan meninggi terus menerus yang dikarenakan tidak

    dikelola dengan baik mengakibatkan adanya pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang tidak normal.

    Perubahan dasar itu terjadi pada endotel pembuluh darah, sel otot pembuluh darah maupun pada sel

    masingeal ginjal, semuanya menyebabkan perubahan pada pertumbuhan dan kematian sel yang akhirnya

    akan menjadi komplikasi vascular DM. Struktur pembuluh darah, saraf dan struktur lainnya akan menjadi

    rusak. Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah

    menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama

    menuju kulit dan saraf. Akibat mekanisme di atas akan menyebabkan beberapa komplikasi antara lain

    (Waspadji, 2006) :

    a. Retinopati Terjadinya gangguan aliran pembuluh darah sehingga mengakibatkan terjadi penyumbatan kapiler.

    Semua kelainan tersebut akan menyebabkan kelainan mikrovaskular. Selanjutnya sel retina akan

    berespon dengan meningkatnya ekspresi faktor pertumbuhan endotel vaskular yang selanjutnya akan

    terbentuk neovaskularisasi pembuluh darah yang menyebabkan glaukoma. Hal inilah yang

    menyebabkan kebutaan.

    b. Nefropati Hal-hal yang dapat terjadi antara lain : peningkatan tekanan glomerular dan disertai dengan

    meningkatnya matriks ektraseluler akan menyebabkan terjadinya penebalan membran basal yang akan

    menyebabkan berkurangnya area filtrasi dan kemudian terjadi perubahan selanjutnya yang mengarah

    terjadinya glomerulosklerosis. Gejala-gejala yang akan timbul dimulai dengan mikroalbuminuria dna

    kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis selanjutnya akan terjadi penurunan fungsi laju

    filtrasi glomerular dan berakhir dengan gagal ginjal.

  • c. Neuropati Yang paling sering dan paling penting gejala yang timbul berupa hilangnya sensasi distal atau seperti

    kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit dimalam hari.

    d. Penyakit jantung coroner Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah

    meningkat, sehingga mempercepat aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah).

    Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita DM. Akibat aterosklerosis akan

    menyebabkan penyumbatan dan kemudian menjadi penyakit jantung koroner.

    e. Penyakit pembuluh darah kapiler Mengenali dan mengelola berbagai faktor risiko terkait terjadinya kaki diabetes dan ulkus diabetes

    merupakan hal yang paling sering pada penyakit pembuluh darah perifer yang dikarenakan penurunan

    suplai darah di kaki.

    http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26015/4/Chapter%20II.pdf

    Price.A. Sylvia, Wilson. M. Lorraine. 2006. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.

    LO.3.9.Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Kalau sudah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke arah normal sangat

    sulit, kerusakan yang terjadi pada umumnya akan menetap. Oleh karena itu, usaha pencegahan dini untuk

    komplikasi tersebut sangat diperlukan dan diharapkan akan sangat bermanfaat untuk menghindari

    terjadinya berbagai hal yang tidak menguntungkan.

    Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan diabetes ada 3 jenis atau tahap yaitu:

    1. Pencegahan Primer Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang berisiko

    untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.

    2. Pencegahan Sekunder Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama pada populasi

    resiko tinggi, dengan demikian pasien DM yang sebelumnya tidak terdiagnosa dapat terjaring, sehingga

    dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversibel.

    Oleh karena itu, pada tahun 1994 WHO menyatakan bahwa pendeteksian pasien baru dengan cara

    skrining dimasukkan dalam upaya pencegahan sekunder supaya lebih diketahui lebih dini komplikasi dapat

    dicegah karena dapatreversibel. Untuk negara berkembang termasuk Indonesia upaya ini termasuk mahal.

    3. Pencegahan Tersier Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Untuk mencegah

    kecacatan tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar kemudian penyulit dapat

    dikelola dengan baik disamping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Upaya

    ini meliputi:

    a) Mencegah timbulnya komplikasi diabetes b) Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus menjadi kegagalan organ

    c) Mencegah terjadinya kecacatan tubuh disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringan

    LO.3.10.Memahami dan Menjelaskan Prognosis Diabetes Melitus Tipe 2 Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal., sisanya

    dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan kemungkinan untuk meninggal lebih cepat.

    LI. 4.Mampu Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Diabetes Melitus Tipe 2

    LO.4.1.Memahami dan Menjelaskan Farmakologi Diabetes Melitus Tipe 2

    Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes.

    Tujuan penatalaksanaan :

    Jangka pendek : menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan mencapai target pengendalian glukosa darah.

    Jangka panjang : mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dna neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas.

  • Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat).

    Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

    Terapi Insulin

    Sediaan : Termasuk obat utama DM 1 dan beberapa tipe 2. Suntikan insulin dilakukan dengan IV, IM, SK

    (jangka panjang). Pada SK insulin akan berdifusi ke sirkulasi perifer yang seharusnya langsung masuk ke

    sirkulasi portal, karena efek langsung hormone ini pada hepar menjadi kurang.

    Indikasi dan tujuan : Insulin SK diberikan pada DM 1, DM 2 yang tidak dapat diatasi dengan diet/ antidiabetik oral, dll.

    Tujuan pemberian insulin adalah selain untuk menormalkan kadar insulin juga untuk memperbaiki semua

    aspek metabolism.

    Dosis :

    1. Kebutuhan insulin pada DM antara 5-150 U sehari tergantung dari keadaan pasien. 2. Dosis awal DM muda 0,7-1,5 U/kgBB 3. Untuk DM dewasa kurus 8-10 U insulin kerja sedang diberikan 20-30mnt sblm makan pagi, dan 4-5

    U sebelum makan malam.

    4. DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U sebelum makan malam.

    Efek Samping : Hipoglikemi, alergi dan resisten, lipoatrofi dan lipohipertrofi, edem, kembung,dll.

    Interaksi : Antagonis (adrenalin, glukokortikoid, kortikotropin, progestin, GH, Tiroid, estrogen, glucagon, dll)

    Obat Antidiabetik Oral

    A. Sulfonylurea ( insulin secretagogues )

    Pemberian : 15-30 mnt sebelum makan

    Mek. Kerja : Berinteraksi dengan ATP sensitive K channel pada membrane sel beta depolarisasi membrane dan keadaan ini membuka kanal Ca. sehingga Ca masuk sel beta, merangsang sekresi insulin.

    Farmakokinetik : masa paruh dan metabolism sulfonylurea generasi 1 sangat bervariasi. Semua sulfonylurea dimetabolisme di hepar dan dieksresi melalui ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan pada

    pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat.

    ES : hipoglikemi bahkan sampai koma, mual, muntah, diare, hematologic (leukopenia, agranulositosis), susunan saraf pusat (vertigo, bingung, ataksia), mata dsbg.

    Indikasi : untuk pasien DM yang diabetesnya di peroleh pada usia diatas 40 tahun. Kegagalan disebabkan perubahan farmakogenetik obat, misalnya penghancuran yang terlalu cepat.

    Peringatan : Tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada pasien DM juvenile, pasien yang kebutuhan insulinnya tidak stabil, DM berat, DM dengan kehamilan dan keadaan gawat.

    Interaksi : meningkatkan hipoglikemia (insulin, alcohol, sulfonamide, probenezid, kloramfenikol)

    B. Meglitinid

    Pemberian : sesaat sebelum makan

    Mek. Kerja : Sama dengan sulfonylurea, tetapi struktur kimianya berbeda. Merangsang insulin dengan menutup kanal K yang ATP-independent di sel beta pankreas. Pemberian oral absorpsinya cepat dan

    kadar puncaknya dicapai dalam waktu 1 jam. Masa paruh 1 jam, sehingga harus diberikan beberapa kali

    sehari sebelum makan.

    Farmakokinetik : Metabolisme utama di hepar, 10% di ginjal.

    ES : Hipoglikemi, gangguan saluran cerna, dan alergi.

    C. Biguanid

    Pemberian : sebelum/saat/sesudah makan

    Terdiri : fenformin (ditarik dari peredaran karena sebabin asidosis laktat), buformin, metformin.

    Mek. Kerja : Merupakan antihiperglikemik, metformin dapat menurunkan produksi glukosa dihepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin. Efek ini terjadi karena adanya

  • aktivasi kinase di sel (AMP activated protein kinase). Pada DM yang gemuk, biguanid dapat

    menurunkan BB.

    Farmakokinetik : Metformin oral di absorpsi di intestine, dalam darah tidak terikat protein plasma, eksresi dalam urin utuh, masa paruh sekitar 2 jam.

    Dosis : Awal 2x500 mg, maintenance dose 3x500 mg, max 2,5 gr. Diminum saat makan.

    Indikasi : Pasien DM yang tidak memberikan respon dengan sulfonylurea dapat diatasi dengan metformin, atau kombinasi dengan insulin atau sulfonylurea.

    ES : Mual, muntah, diare, metallic taste, ketosis (pada pasien yang mutlak dengan insulin eksogen), gangguan keseimbangan elektrolit cairan tubuh.

    KI : Kehamilan, penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremi dan penyakit jantung kongestif dan penyakit paru, dengan hipoksia kronik, pemberian zat kontras intravena atau yang akan di operasi harus

    dihentikan dan sesudah 48 jam boleh.

    D. Tiazolidinedion

    Pemberian : tidak bergantung pada jadwal makan

    Mek. Kerja :Berikatan pada peroxisome proliferators activated receptor (PPAR ) suatu resptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein

    pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.

    ES: Peningkatan BB, edem, menambah volum plasma dan memperburuk gagal jantung kongestif, hipoglikemi.

    KI : Gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Perlu pemantauan faal hati secara berkala.

    Interaksi : dengan insulin dapat menyebabkan edem.

    E. Penghambat enzim Alfa-glikosidase (Acarbose)

    Pemberian : bersama makan suapan pertama

    Mek. Kerja : Memperlambat absoprsi glukosa (polisakarida, dekstrin, dan disakarida) di usus halus, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Kerjanya tidak mempengaruhi sekresi

    insulin.

    ES : kembung, flatulens.

    Interaksi : dengan insulin menimbulkan hipoglikemi.

    F. DPP-4 Inhibitor

    Pemberian : diberikan bersama makan dan atau sebelum makan

    Mek. Kerja : Glucagon like peptide 1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptide yang dihasilkan oleh sel L dimukosa usus. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai

    penghambat sekresi glucagon. Namun, sekresi GLP-1 menurun pada DM-2

    Diabetes forum. Treatment gestational diabetes mellitus. Avalaible from : diabetes-forum.net/cgi-

    bin/display_engine.pl?category_id=6&content_id/html.

    Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Type 2 Di Indonesia. 2011. PERKENI

    Madjid DA. Masalah bayi dari ibu diabetes mellitus.Dalam : Adam JMF, editor. Endokrinologi

    praktis.Diabetes mellitus, tiroid, hiperlipidemi.Ujung Pandang. PT Organon : 1989.

    LO.4.2.Memahami dan Menjelaskan Non Farmakologi Diabetes Melitus Tipe 2

    Pilar penatalaksanaan diabetes mellitus :

    1. Edukasi 2. Terapi gizi medis 3. Latihan jasmani 4. Intervensi farmakologis

    1. Edukasi Pasien diberikan pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala

    hipoglikemia.

  • 2. Terapi gizi medis A. Pengaturan Kalori Makanan

    Perhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan

    jasmani. Penetuan stasus gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca.

    Penentuan stasus gizi berdasarkan IMT

    IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat tinggi badan (dalam

    meter) kuadrat.

    Berat badan kurang

  • PROTEIN

    Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori perhari. Pada

    penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40 gram perhari, maka

    perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung energi sebesar 2

    kilokalori/gram.

    LEMAK

    Lemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini sangat

    penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A, D, E, K. Berdasarkan

    rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh. Pembatasan asupan

    lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki

    profil lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal

    (monounsaturated fatty acid : MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki

    glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi, dapat menurunkan kadar

    trigliserida, kolestrol total, kolestrol VLDL, dan meningkatkan kadar kolestrol HDL. Sedangkan

    asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid= PUFA) dapat melindungi

    jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung

    asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan eningkatkan

    aktivitas enzyme lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jarngan perifer.

    Sehingga dapat menurunkan kadar kolestrol LDL.

    3. Latihan jasmani

    LI. 5. Mampu Memahami dan Menjelaskan Retinopati Diabetika

    LO.5.1.Memahami dan Menjelaskan Definisi dan Klasifikasi Retinopati Diabetika

    Retinopati diabetic merupakan kelainan pada retina penderita DM yang bukan karena radang

    (Ilyas,2008). Retinopati diabetic adalah suatu mikroangiopati progressif yang ditandai dengan kerusakan

    dan sumbatan pembuluh darah kecil. Perubahan patologis paling awal adalah penebalan membrane basal

    endotel kapiler dan berkurangnya jumla perisit, yang kemudian berkembang membentuk mikroaneurisma,

    perdarahan, dilatasi pembuluh darah, hard exudate, soft exudate, pembentukan pembuluh darah baru,

    edema retina, terbentuk parut akhirnya menyebabkan kebutaan

    Klasifikasi

    Berdasarkan prognosis dan pengobatannya, retinopati diabetic dibagi menjadi dua bentuk yaitu non-

    proliferatif dan proliferatif. Retinopati diabetic nonproliferatif diklasifikasikan lagi menjadi retinopati diabetic dasar (background diabetic retinopathy) atau retinopati preproliferatif.

    a. Retinopati diabetic nonproliferatif. Pada retinopati diabetic dasar terjadi peningkatan permeabilitas dan inkompetensi dinding pembuluh

    darah. Pada kapiler terbentuk tonjolan kecil bulat (mikroaneurisma), dan vena retina melebar dan berkelokkelok. Di seluruh retina pada bagianbagian yang berlainan terlihat berbagai bentuk perdarahan, seperti bentuk nyala api (flame hemorrhages) karena letaknya di dalam lapisan serabut saraf yang horisontal,

    bentuk titik (dothaemorrhages), dan bentuk bercak (blothaemorrhages) terdapat di retina yang lebih dalam

  • tempat sel dan akson mengarah vertikal. Kapiler yang bocor mengakibatkan sembab retina terutama di

    makula, sehingga retina menebal dan terlihat berawan.

    b. Retinopati diabetic proliferatif. Bentuk retinopati diabetic paling parah adalah PDR yang sangat berisiko menyebabkan kebutaan.

    Karakteristik PDR adalah pembentukan pembuluh darah baru pada atau di dalam satu diameter diskus

    (1DD) diskus optikus, di luar diskus dan 1DD dari batas diskus, proliferasi fibrosis pada atau di dalam

    1DD diskus optikus atau tempat lain diretina, preretinal hemorrhage, dan atau perdarahan vitreous

    http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26015/4/Chapter%20II.pdf

    LO.5.2.memahami dan Menjelaskan Etiologi Retinopati Diabetika

    Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah :

    Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri

    Adanya komposisi darah abnormal

    Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya mikrothrombin

    Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler, selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti dengan eksudasidinding haemorhagic

    dengan udem perikapiler

    Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruangvitreo retinal yang tersisa karena

    vitreus mengalami retraksi

    Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksiarelatif di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru.

    Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal

    Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes

    LO.5.3.Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Retinopati Diabetika

    Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa jumlah

    penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi 154,9 juta pada

    tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami kebutaan.4 The DiabCare Asia 2008

    Study melibatkan 1 785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia

    dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di

    antaranya merupakan retinopati DM proliferatif.

  • LO.5.4.Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Retinopati Diabetika

    Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan terjadi melalui beberapa

    jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oksigen intermediates (ROIs) dan advanced

    glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta

    merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1

    (IGF-1), dan endotelin yang akan mem- perparah kerusakan.

    Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan ekspresi

    aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi sorbitol kemudian

    mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim endotel.

    Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C (PKC). Vascular

    endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi

    ekspresi intracellular adhe- sion molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit

    dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta trombosis

    dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut me- nimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan

    inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga

    merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran basalisnya,

    defisiensi taut kedap antarsel endo- telnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi kebocoran

    protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.

    http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26015/4/Chapter%20II.pdf

    LO.5.5.Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Retinopati Diabetika

    Sebagian besar penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak mengalami gejala penurunan tajam

    penglihatan. Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah retina, dapat ditemukan mikroaneurisma, eksudat

    lipid dan protein, edema, serta perdarahan intraretina. Selanjutnya, terjadi oklusi kapiler retina yang

    mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan serabut saraf retina sehingga terjadi hambatan transportasi

    aksonal. Hambatan transportasi tersebut menimbulkan akumulasi debris akson yang tampak sebagai

    gambaran soft exudates pada pemeriksaan oftalmoskopi. Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati DM

    non- proliferatif.

    Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh darah baru dan ini merupakan tanda

    patognomonik retinopati DM proliferatif. Kebutaan pada DM dapat terjadi akibat edema hebat pada

    makula, perdarahan masif intravitreous, atau ablasio retina traksional.

    LO.5.6.Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Retinopati Diabetika

    Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui pemeriksaan funduskopi

    direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi kelainan retina. Metode

    diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus

    photography. Keunggulan pemeriksaan ter tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat

    dilakukan oleh dokter umum terlatih sehingga mampu laksana dipelayanan kesehatan primer.

    Selanjutnya, retinopati DM dikelompokkan sesuai dengan standar Early Treatment Diabetic

    Retinopathy Study (ETDRS). Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai

    pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM nonproliferatif

    derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh

    dokter spesialis mata.

    Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus, tekanan bola mata,

    slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic fundus photography dengan pemberian

    midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan optical coherence tomography

    (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu

    OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit terdeteksi oleh

    pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi. Ocular ultrasonography

    bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan

    media refraksi.

  • LO.5.7.Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding Retinopati Diabetika

    Neuritis optik

    Ablasio retina

    CRAO

    CRVO

    LO.5.8.Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Retinopati Diabetika

    Pencegahan retinopati diabetik merupakan upaya yang harus dilakukan bersama untuk mencegah atau

    menunda timbulnya retinopati dan juga untuk memperlambat perburukan retinopati.

    Metode pencegahan dan pengobatan retinopati diabetic saat ini meliputi :

    1. Kontrol glukosa darah, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengontrolan kadar glukosa darah yang baik secara signifikan menurunkan resiko perkembangan retinopati diabetik dan juga

    progresifitasnya.

    2. Kontrol tekanan darah 3. Ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau radiasi (jarang dilakukan) 4. Laser koagulasi

    Perkembangan laser fotokoagulasi retina secara dramatis telah mengubah penanganan retinopati diabetik.

    Penggunaan cahaya yang terfokus untuk mengkauter retina telah dipraktiskan sejak beberapa tahun dan

    hasilnya telah dikonfirmasi melalui percobaan klinikal yang ekstensif untuk kedua penyakit NPDR (Non-

    proliferatife Diabetic Retinopathy) dan PDR (Proliferative Diabetic Retinopathy) dan juga untuk beberapa

    tipe makulopati. Mekanisme kerja yang jelas tidak diketahui tapi telah dicadangkan bahwa fotokoagulasi

    lokasisistemik mencegah pembebasan sesuatu yang belum diidentifikasi, faktor vasoformatif pada penyakit

    proliferative. Penanganan ini harus dilakukan pada stadium awal. Foto koagulasi untuk NPDR dengan

    macula udem yang signifikan secara klinis disebut fotokoagulasi macula, manakala fotokoagulasi luas

    untuk PDR disebut fotokoagulas panp-retinal.

    LO.5.9.Memahami dan Menjelaskan Prognosis Retinopati Diabetika

    Kontrol optimal terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah komplikasi retinopati yang lebih

    berbahaya. Pada mata yang mengalami edema makuler dan iskemik yang bermakna akan memiliki

    prognosis yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada mata dengan edema dan perfusi yang

    relative baik.

    LO.5.10.Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Retinopati Diabetika

    Tatalaksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan penyakit. Retinopati DM

    nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun sekali. Penderita retinopati DM nonproliferatif

    derajat ringan-sedang tanpa edema makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan.

    Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula signifikan merupakan indikasi

    laser photocoagulation untuk mencegah per- burukan. Setelah dilakukan laser photocoagulation, penderita

    perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk

    menjalani panretinal laser photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko tinggi untuk berkembang

    menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4 bulan pascatindakan. Panretinal

    laser photocoagula- tion harus segera dilakukan pada penderita retinopati DM proliferatif. Apabila terjadi

    retinopati DM proliferatif disertai edema makula signifikan, maka kombinasi focal dan panretinal laser

    photocoagulation menjadi terapi pilihan

    LI. 6.Mampu Memahami dan Menjelaskan Makanan yang Halal dan Thoyiban

    Semua jenis makanan/minuman adalah halal dimakan/diminum kecuali yg dilarang tegas dlm nash

    Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang halal dan baik / Halalan Thoyyiban

    Al Quran, Surat Al Maidah : 88

    dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya

  • Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang bukan cuma halal, tapi juga baik (Halalan

    Thoyyiban) agar tidak membahayakan tubuh kita. Bahkan perintah ini disejajarkan dengan bertaqwa kepada

    Allah, sebagai sebuah perintah yang sangat tegas dan jelas. Perintah ini juga ditegaskan dalam ayat yang lain,

    seperti yang terdapat pada Surat Al Baqarah : 168

    Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan; karena sesungguhnya syetan itu adalah musuh

    yang nyata bagimu

    Halal itu bukan sekedar halal makanannya, tapi juga dari sumber bagaimana mendapatkannya pun harus

    halal. Kalau sumbernya haram seperti korupsi, mencuri, merampok, menggusur tanah rakyat dengan harga

    yang rendah, maka makanan yang dimakan pun meski sebetulnya halal, tetap haram. Dan akan membuat si

    pemakannya disiksa di api neraka. Nabi berkata:

    Tiap tubuh yang tumbuh dari (makanan) yang haram maka api neraka lebih utama membakarnya. (HR. Ath-

    Thabrani)

    Selain halal, makanan juga harus baik. Meski halal tapi jika tidak baik, hendaknya tidak kita makan. Di antara

    kriteria makanan yang baik adalah:

    Bergizi tinggi

    Makanan lengkap dan berimbang. Waktu SD kita belajar makanan 4 sehat 5 sempurna seperti nasi/jagung, lauk/pauk, sayuran, buah-buahan, dan terakhir susu. Semua makanan tersebut mengandung

    karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh kita. Ada baiknya ditambah

    dengan herbal seperti madu, pasak bumi, habbatus saudah, minyak zaitun, dan sebagainya agar tubuh

    kita sehat.

    Tidak mengandung zat-zat yang membahayakan bagi kesehatan kita, misalnya kolesterol tinggi atau bisa memicu asam urat kita.

    Alami. Tidak mengandung berbagai zat kimia seperti pupuk kimia, pestisida kimia, pengawet kimia (misalnya formalin), pewarna kimia, perasa kimia (misalnya biang gula/aspartame, MSG, dsb)

    Masih segar. Tidak membusuk atau basi sehingga warna, bau, dan rasanya berubah

    Tidak berlebihan. Makanan sebaik apa pun jika berlebihan, tidak baik.