Pengaruh Keluarga Dalam Manajemen Dan Perkembangan Gangguan Cemas

33
PENGARUH KELUARGA DALAM MANAJEMEN DAN PERKEMBANGAN GANGGUAN CEMAS Ronald M. Rapee Centre for Emotional Health, Macquarie University, Sydney, NSW 2109, Australia Abstrak Berdasarkan dari berbagai teori, keluarga diperkirakan memainkan peran kunci dalam berbagai psikopatologi . Namun, model spesifik dari perkembangan gangguan cemas hanya menempatkan sedikit penekanan pada faktor keluarga meskipun sudah terdapat bukti yang jelas bahwa kecemasan berjalan dalam keluarga. Tinjauan ini meneliti bukti keterlibatan sejumlah f dalam perkembanktor yang terkait keluarga pada perkembangan gangguan cemas serta pentingnya keluarga dalam manajemen cemas. Bukti yang didapat di kebanyakan wilayah terbukti lemah dan tidak konsisten, dengan satu pengecualian banyak literatur yang menyebutkan mengenai tentang peran orangtua dalam pengembangan kecemasan. Saat ini terdapat sedikit bukti bahwa faktor keluarga memiliki peran yang kuat dalam pengobatan kecemasan, selain itu penelitian lain menunjukkan nilai orang tua dan pasangan sebagai pendukung non-kritis dalam terapi gangguan cemas. Janji-janji dan petunjuk dalam literatur, dikombinasikan dengan metode yang tidak konsisten saat ini, menunjukkan bahwa diperlukan penelitian lebih jauh lebih untuk menentukan apakah faktor-faktor keluarga tertentu memainkan peran kunci dalam pengembangan dan pengelolaan gangguan kecemasan.

description

Psikiatri

Transcript of Pengaruh Keluarga Dalam Manajemen Dan Perkembangan Gangguan Cemas

Page 1: Pengaruh Keluarga Dalam Manajemen Dan Perkembangan Gangguan Cemas

PENGARUH KELUARGA DALAM MANAJEMEN DAN PERKEMBANGAN GANGGUAN CEMAS

Ronald M. Rapee

Centre for Emotional Health, Macquarie University, Sydney, NSW 2109, Australia

Abstrak

Berdasarkan dari berbagai teori, keluarga diperkirakan memainkan peran kunci dalam

berbagai psikopatologi . Namun, model spesifik dari perkembangan gangguan cemas hanya

menempatkan sedikit penekanan pada faktor keluarga meskipun sudah terdapat bukti yang

jelas bahwa kecemasan berjalan dalam keluarga. Tinjauan ini meneliti bukti keterlibatan

sejumlah f dalam perkembanktor yang terkait keluarga pada perkembangan gangguan cemas

serta pentingnya keluarga dalam manajemen cemas. Bukti yang didapat di kebanyakan

wilayah terbukti lemah dan tidak konsisten, dengan satu pengecualian banyak literatur yang

menyebutkan mengenai tentang peran orangtua dalam pengembangan kecemasan. Saat ini

terdapat sedikit bukti bahwa faktor keluarga memiliki peran yang kuat dalam pengobatan

kecemasan, selain itu penelitian lain menunjukkan nilai orang tua dan pasangan sebagai

pendukung non-kritis dalam terapi gangguan cemas. Janji-janji dan petunjuk dalam literatur,

dikombinasikan dengan metode yang tidak konsisten saat ini, menunjukkan bahwa

diperlukan penelitian lebih jauh lebih untuk menentukan apakah faktor-faktor keluarga

tertentu memainkan peran kunci dalam pengembangan dan pengelolaan gangguan

kecemasan.

Kata kunci: Gangguan cemas. Keluarga. Pengasuhan. Pelecehan. Pengobatan.

Faktor Keluarga dalam Risiko dan Perkembangan Kecemasan

Transmisi Keluarga

Terdapat sedikit keraguan bahwa kecemasan berjalan dalam keluarga. Banyak

penelitian yang telah menunjukkan bukti bahwa terdapat tingkat kecemasan dan gangguan

kecemasan yang lebih tinggi pada kerabat tingkat pertama orang-orang dengan gangguan

cemas (Hettema et al. 2001). Kesesuaian dalam keluarga telah terbukti pada orang dewasa

dengan gangguan kecemasan (Fyer et al 1995;. Stein et al, 1998.), anak-anak dengan

Page 2: Pengaruh Keluarga Dalam Manajemen Dan Perkembangan Gangguan Cemas

gangguan kecemasan (Last et al 1991;. Lieb et al, 2000.), dan orang-orang dengan sifat cemas

yang tinggi (Jardine et al. 1984).

Hettema dan rekannya (2001) melakukan studi meta-analisis mengenai kesesuaian

keluarga dalam gangguan kecemasan, terutama difokuskan pada populasi klinis. Berdasarkan

dari penelitian dengan kriteria yang selektif, terdapat kesimpulan bahwa ada faktor

kesesuaian keluarga dalam gangguan panik, gangguan kecemasan umum, gangguan obsesif

kompulsif, dan fobia (termasuk fobia sosial, agorafobia, dan fobia spesifik). Pada gangguan

kecemasan, mereka memperkirakan bahwa untuk probandus dengan gangguan kecemasan,

kemungkinan memiliki kerabat tingkat pertama dengan gangguan kecemasan adalah sekitar

4-6x lebih besar daripada orang tanpa gangguan.

Sejak ulasan ini dibuat, beberapa studi tingkat populasi mendukung kesimpulan ini.

Sebagai contoh, sebuah studi di Denmark menunjukkan lebih dari 20.000 populasi manusia

dengan catatan kejiwaan menunjukkan bahwa seorang individu dengan gangguan kecemasan

memiliki kemungkinan 6,8 kali untuk memiliki saudara dengan gangguan lain (Steinhausen

et al. 2009). Probabilitas serupa menunjukkan apakah relatif yang dimaksud adalah orang tua,

saudara, atau anak dari proband tersebut. Sebuah penelitian di Swedia melihat kesesuaian

tersebut ada pada hubungan orangtua-anak (Li et al. 2008). Risiko seorang anak yang

memiliki gangguan kecemasan jika orang tua mereka memiliki gangguan kecemasan adalah

sekitar 2x lebih besar, terlepas dari apakah orang tua tersebut ibu atau ayah. Jika kedua orang

tua memiliki gangguan kecemasan, risiko meningkat menjadi 5,1 kali. Meskipun studi ini

menggunakan diagnosis klinis yang berpotensi tidak bisa diandalkan dan membatasi diri pada

proporsi yang relatif kecil dari penderita kecemasan yang mencari bantuan profesional,

ukuran sampel mereka yang mengesankan memberikan dukungan yang jelas untuk lebih hati-

hati melakukan studi keluarga sebelumnya (Hettema et al. 2001).

Salah satu yang menjadi pertanyaan pokok yang berhubungan sekitar transmisi dalam

keluarga adalah spesifitas dari efeknya. Dengan kata lain, apakah dengan adanya kerabat

dengan gangguan cemas dalam keluarga meningkatkan risiko terjadinya gangguan yang

sama, gangguan kecemasan lain, atau beberapa psikopatologi lain? Beberapa penelitian telah

menguji pertanyaan tersebut, dan mendapatkan hasil bahwa terdapat peningkatan risiko pada

pasien dengan keluarga yang mempunyai gangguan kecemasan, meskipun hasil dari

penelitian tidak selalu konsisten. Salah satu dari beberapa penelitian tersebut menunjukkan

bahwa terdapat peningkatan insidensi terjadinya gangguan cemas pada probandus dengan

Page 3: Pengaruh Keluarga Dalam Manajemen Dan Perkembangan Gangguan Cemas

kerabat tingkat pertama dari pasien dengan fobia sosial, agorafobia, fobia simpel dan kontrol

berdasarkan kriteria DSM-III (Fyer et al. 1995). Transmisi dalam keluarga telah ditunjukkan

pada penelitian bahwa probandus dengan keluarga yang mempunyai gangguan cemas

mempunyai risiko lebih besar untuk mempunyai gangguan yang sama, tetapi tidak untuk

gangguan cemas yang lain. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada penelitian dengan fobia

sosial (Coelho et al. 2007; Low et al. 2008; Stein et al. 1998), gangguan panik (Low et al.

2008; Mendlewicz et al. 1993; Noyes et al. 1986), dan OCD (Carter et al. 2004; Fyer et al.

2005). Penelitian pada hubungan keluarga dengan GAD (General Anxiety Disorder)

menunjukkan spesifitas yang kurang jelas (Beesdo et al. 2010; Coelho et al. 2007;

Mendlewicz et al. 1993), dimungkinkan karena reabilitass diagnostik yang lebih rendah pada

gangguan ini.

Secara jelas bahwa terdapatnya keluarga dengan gangguan kecemasan mencerminkan

penetrasi genetik yang kuat. Penelitian pada data yang sama menyebutkan adanya faktor

turunan meningkatkan risiko gangguan kecemasan sebanyak 30-40% (Hettema et al. 2001).

Bagaimanapun, hanya sedikit penelitian mengestimasi perbedaan mencolok karena gangguan

gen spesifik, justru penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kebanyakan pengaruh gen

adalah pada kecemasan dan gangguan lain yang berkaitan (Gregory and Eley 2007).

Ketidaksesuaian hasil penelitian dari keluarga dan saudara kembar ini sangat menarik dan

mungkin menunjukkan bahwa faktor turunan pada kecemasan ini mengarah pada gangguan

spesifik oleh faktor-faktor yang terkait dengan keluarga. Sebaliknya, data dari penelitian pada

saudara kembar menunjukkan apakah variasi kecemasan ini disebabkan oleh pengaruh

lingkungan (seperti faktor keluarga), setidaknya gangguan cemas pada keluarga (Hettema et

al. 2001). Pada gangguan cemas anak, datanya kurang jelas dan beberapa penelitian

menyebutkan variasi yang signifikan untuk mempengaruhi lingkungan pada umunya (Eley et

al. 2003; Feigon et al. 2001; Topolski et al. 1997). Selanjutnya, efek utama baik faktor

genetik atau lingkungan sangat mustahil untuk gangguan apapun, dan lebih memungkinkan

bahwa gangguan kecemasan adalah produk dari korelasi dan interaksi kompleks gen-

lingkungan, yang sangat sulit untuk model dari data kembar (Eley dan Lau 2005). Apa yang

tampaknya benar adalah bahwa ada dasar genetik yang kuat untuk gangguan kecemasan yang

bagaimanapun pada beberapa gangguan seperti skizofrenia atau gangguan bipolar. Mungkin

juga ada beberapa pengaruh dari faktor lingkungan dan keluarga bersama, tapi ini mungkin

jauh lebih lemah pada gangguan tertentu seperti gangguan eksternalisasi atau penyalahgunaan

zat dan hampir pasti berinteraksi dengan genetik anak. Ada juga penelitian yang menyatakan

kontribusi lingkungan untuk gangguan kecemasan lebih bermakna daripada banyak gangguan

Page 4: Pengaruh Keluarga Dalam Manajemen Dan Perkembangan Gangguan Cemas

lainnya. Sisa dari makalah ini akan meringkas beberapa bukti terbatas pada hubungan antara

variabel terkait dengan keluarga dan gangguan kecemasan. Mengingat bahwa gangguan

kecemasan adalah masalah kronis yang biasanya dimulai pada masa kanak-kanak atau

remaja, faktor keluarga selama masa kanak-kanak cenderung memiliki pengaruh yang

terbesar. Orang tua dan anggota keluarga lainnya juga cenderung lebih berpengaruh dalam

perkembangan perilaku psikopatologi dan hal-hal yang terkait selama masa kanak-kanak.

Oleh karena itu, sebagian besar penelitian yang relevan dan sebagian besar ulasan ini akan

fokus pada pengaruh keluarga pada kecemasan masa kanak-kanak. Namun, dukungan

keluarga dan faktor terkait selama masa dewasa mungkin memainkan peran dalam

pemeliharaan gangguan dan juga perlu dievaluasi.

Karakteristik fisik keluarga

Mungkin mengejutkan, ada sedikit bukti yang menunjukkan bahwa faktor

karakteristik fisik keluarga termasuk ukuran keluarga, komposisi, urutan lahir, atau

lingkungan tempat tinggal berperan penting dalam kecemasan. Beberapa studi besar

epidemiologi gagal dalam menjelaskan hubungan yang konsisten antara diagnosis gangguan

kecemasan pada masa kanak-kanak dengan faktor karakteristik fisik keluarga (Canino et al.

2004; Ford et al. 2004; Lewinsohn et al. 1993). Namun, ada pengecualian untuk sumber yang

mengatakan mungkin ada hubungan antara status sosial ekonomi yang rendah dengan

keberadaan rasa cemas pada masa kanak-kanak, meskipun hasilnya belum sepenuhnya

konsisten (Cronk et al.2004; Ford et al. 2004; Medina-Mora et al.2005; Xue et al. 2005).

Dukungan terhadap hubungan ini sudah terlihat pada suatu studi longitudinal yang

menunjukkan bahwa status sosial ekonomi yang rendah selama masa kanak-kanak

dipengaruhi oleh tingkat pekerjaan ibu dan ayah dimana ini merupakan sebuah alat prediksi

yang signifikan dalam diagnosis gangguan cemas menyeluruh pada masa kanak-kanak

(Moffitt et al.2007).

Seperti yang tertera di atas, ada sedikit bukti bahwa faktor karakteristik fisik lain

meningkatkan risiko kecemasan. Bukti yang konsisten menunjukkan jika dewasa dengan

kecemasan, terutama fobia sosial, kurang dari mereka yang suka menikah atau memiliki

hubungan pada umumnya dibandingkan dengan mereka yang tanpa gangguan (Hunt et al.

2002; Lampe et al. 2003; Magee et al. 1996), tetapi ini lebih kepada konsekuensi dari

penyebab gangguan tersebut. Tentu saja, hubungan yang mungkin kurang romantis, yang

Page 5: Pengaruh Keluarga Dalam Manajemen Dan Perkembangan Gangguan Cemas

terjadi sebagai sebuah konsekuensi dari kecemasan sosial dapat mendukung atau memicu

munculnya gangguan, tetapi kemungkinan ini belum dapat dievaluasi.

Konflik interparental, kekerasan, dan kepuasan hubungan

Banyaknya penelitian yang menunjukkan bahwa hubungan orangtua seperti masalah

perkawinan dan perceraian, kekerasan antarindividu, dan konflik dapat mempengaruhi

psikopatologi anak (Hudson 2005). Sebagian besar penelitian ini berfokus pada permasalahan

eksternalisasi anak, dengan mempertimbangkan sedikitnya ketertarikan pada permasalahan

internalisasi. Secara umum, permasalahan hubungan orangtua, terutama konflik interparental

dan kekerasan, telah menunjukkan hubungan yang sedikit lebih kuat dibandingkan dengan

eksternalisasi gejala internalisasi pada keturunannya (Buehler et al. 1997; Hudson 2005).

Dimana internalisasi telah dinilai, itu telah banyak diukur sebagai skor tunggal yang

menggabungkan kecemasan dan depresi, dan ada beberapa studi yang telah disertakan

langkah-langkah yang jelas dan berbeda dari kecemasan. Namun, beberapa studi yang

menilai kecemasan menunjukkan hubungan sederhana antara permasalahan hubungan

orangtua dan kecemasan dalam keturunan.

Dalam sebuah studi kecil dari 35 remaja (usia 11-15 tahun) yang orangtuanya

bercerai, mereka yang orangtuanya melanjutkan untuk bertunangan setelah perceraian

dilaporkan memiliki tingkat kecemasan yang tinggi dan penarikan dibandingkan mereka yang

bercerai tanpa konflik yang besar (Long et al. 1988). Hasil campuran ditunjukkan dalam

sebuah studi cross-sectional pada anak usia 5-6 tahun yang ibunya menyelesaikan kualitas

perkawinan dan kecemasan anak mereka (Peleg-Popko and Dar 2001). Kualitas perkawinan

memiliki hubungan negatif dengan dua ketakutan spesifik tetapi bukan alat prediksi yang

signifikan dalam kecemasan sosial. Satu dari banyak studi lengkap lainnya menjadi bagian

dari Christchurch kohort longitudinal (Fergusson and Horwood 1998). Lebih dari 1.200

orang muda pada usia 18 tahun sudah melaporkan kejadian masa lalu tentang kekerasan

interparental selama masa kanak-kanak dan juga teliti dinilai akibat dari psikososial dan

sejumlah variabel karakteristik fisik keluarga yang digunakan. Remaja yang melihat

kekerasan yang ditunjukkan kedua orangtuanya memiliki hubungan signifikan terhadap

gangguan kecemasan pada diri mereka. Namun, setelah mengontrol kovariat yang signifikan,

hanya kekerasan ayah menjadi alat prediksi gangguan kecemasan.

Page 6: Pengaruh Keluarga Dalam Manajemen Dan Perkembangan Gangguan Cemas

Jika kesedihan dan kesengsaraan interparental ditunjukkan untuk memprediksi cemas,

salah satu kunci pertanyaannya itu apa yang bisa menengahi hubungan mereka. Ada sebuah

penelitian kecil untuk mengatasi masalah ini. Dalam sebuah studi cross-sectional dari 267

keluarga, hubungan antara depresi orangtua dan gejala internalisasi anak berbagi

penyelesaian pada umumnya sejauh mana orangtua menceritakan ketakutan, kesedihan, atau

kurangnya pemecahan masalah selama konflik interparental (Du Rocher Schudlich and

Cummings 2003). Pengarang berpendapat jika bentuk konflik perkawinan menengahi

hubungan antara disforia orangtua dan internalisasi anak. Namun, selalu mungkin saat emosi

orangtua bisa menurunkan kecenderungan genetic cemas kepada anak yang secara mandiri

berhubungan dengan bentuk konflik. Sepanjang masalah yang sama, kecenderungan

temperamental pada kecemasan mungkin tercermin dalam penelitian yang telah menunjukkan

bahwa penilaian yang dibuat oleh anak-anak selama konflik interparental dapat

mempengaruhi gejala (Hudson 2005). Sebagai contoh, Dadds dan rekannya (Dadds et al.

1999) menunjukkan bahwa anak-anak melaporkan penyalahkan diri sendiri dan ancaman

tinggi selama konflik orangtua yang lebih mungkin untuk mengekspresikan gejala

internalisasi daripada eksternalisasi. Hasil yang sama, sebagian menghubungkan ancaman

selama konflik dengan gejala cemas, sudah dilaporkan oleh yang lain (Grych et al. 2000;

Jouriles et al. 2000).

Hubungan ini menunjukkan pada data cross-sectional sudah didukung oleh beberapa

studi longitudinal. Contohnya, perpisahan orangtua atau perceraian pada awal kehidupan

anak (terutama hingga kelas 6) telah ditunjukkan untuk memprediksi gejala internalisasi pada

usian 15 tahun. Demikian pula, pada studi kecil dari 37 keluarga, kepuasan dan kesejahteraan

perkawinan dilaporkan oleh orangtua dan diamati harmoni orangtua dan perbedaan ketika

anak berusia satu tahun yang diperkirakan laporan guru tentang kecemasan anak pada usia 4

tahun (Mc Hale and Rasmussen 1998). Akhirnya, pada tindak lanjut jangka panjang,

keturunan (antara usia 6-23 tahun) dari orangtua salah satunya menderita gangguan depresi

mayor atau tanpa gangguan dinilai untuk psikopatologi pada usia 10 dan 20 tahun setelah

penilaian awal (Nomura et al. 2002; Pilowsky et al. 2006). Miskin penyesuaian perkawinan

dilaporkan orangtua pada awal diprediksi gangguan kecemasan pada anak-anak mereka 10

tahun kemudian, tetapi hanya untuk orangtua yang tidak memiliki gangguan kejiwaan. Hasil

ini tidak bisa diulangi 20 tahun kemudian, dan tidak memiliki efek pada kecemasan yang

ditemukan sebenarnya pada perceraian orangtua.

Page 7: Pengaruh Keluarga Dalam Manajemen Dan Perkembangan Gangguan Cemas

Hasil di bagian sebelumnya menunjukkan pengaruh yang kecil dan inkonsisten dari

perceraian orangtua dan ketidakpuasan pada kecemasan. Mungkin jika hasil ini sebenarnya

menggambarkan konflik interparental dan kekerasan yang sering dihubungkan dengan

ketidakpuasan perkawinan dan perceraian. Sepanjang garis ini, sebuah studi dari 682

keluarga menggambarkan bahwa korban kekerasan keluarga pada anak usia 6 tahun

dihubungkan dengan gejala internalisasi; namun, ketika internalisasi anak 2 tahun

sebelumnya dikontrol secara statistik, efek ini sebagian besar menghilang (Litrownik et al.

2003). Sebuah studi yang dilakukan dengan teliti oleh Jekielek (1998) diantara 1.640 anak

usia 6-14 tahun yang orangtuanya memberikan keterangan selama 4 tahun sebelumnya

menunjukkan bahwa perceraian orangtua dan konflik interparental memperkirakan

kecemasan anak selanjutnya. Namun, konflik orangtua yang paling kuat dan paling konsisten

dalam memprediksi kecemasan di kemudian hari. Anak-anak dari keluarga berkonflik yang

orangtuanya bercerai lebih dari 2 tahun menunjukkan relative rendah tingkat kecemasannya.

Sebaliknya, anak-anak yang orangtuanya tidak bercerai dan tinggi konflik menunjukkan

tingkat kecemasan tertinggi. Yang penting, data ini menunjukkan bahwa (dimengerti) hidup

dalam situasi konflik yang tinggi dapat mengakibatkan konkuren (negara) kecemasan di

kalangan anak-anak, tetapi itu akan menghasilkan abadi (sifat) kecemasan.

Kualitas Keluarga

Mengukur kualitas keluarga dan keadaan yang sukar sebagai prediktor psikopatologi

cenderung menjadi variabel nonspesifik, hal ini merupakan cerminan dari berbagai faktor

termasuk kecemasan di kalangan orang tua, stres lingkungan dan aktivitas kehidupan,

persepsi dan temperamen individu.

Namun, kualitas lingkungan keluarga berpotensi memiliki pengaruh dalam

pengembangan beberapa bentuk psikopatologi (Hudson dan Rapee 2005), walaupun biasanya

tidak menjadi banyak perhatian dalam mayoritas model spesifik untuk berkembangnya

gangguan kecemasan (Chorpita dan Barlow 1998; Hudson dan Rapee 2004).

Mungkin karena alasan ini, beberapa studi telah mengevaluasi lingkungan keluarga

secara umum dan pengaruh spesifiknya terhadap kecemasan. Sejumlah studi telah meneliti

keseluruhan hubungan antara kecemasan, dan hasil kuisioner tentang lingkungan keluarga

telah menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa

lingkungan keluarga yang lebih miskin lebih banyak pada orang dewasa atau anak-anak

dengan gangguan kecemasan daripada kelompok kontrol (Warner dkk. 1995), sedangkan

Page 8: Pengaruh Keluarga Dalam Manajemen Dan Perkembangan Gangguan Cemas

penelitian lain telah gagal untuk mendukung asosiasi ini (Beidel et al, 1996; KNAPPE et al

2009).

Satu penelitian kecil menunjukkan perbedaan yang signifikan antara anak-anak

dengan gangguan kecemasan dan kontrol dalam subskala dari Skala Lingkungan Keluarga

(ekspresif) tapi tidak dengan yang lainnya (kontrol) (Suveg et al. 2005). Dalam penampang

Studi yang berasal dari laporan ibu tentang anak laki-lakinya yang mengalami kecemasan (5-

6 tahun), lebih besarnya kedisiplinan dalam keluarga hanya berhubungan dengan ketakutan

pada orang asing dan bukan ketakutan pada yang lainnya (Peleg - Popko dan Dar 2001).

Menariknya, dalam penelitian ini, ikatan keluarga yang lebih erat berhubungan positif

dengan tingkat ketakutan sosial dan kecemasan yang lebih tinggi. Para penulis ini

menemukan penelitian yang menunjukkan overprotection lebih besar dalam keluarga

ditemukan pada anak-anak dengan kecemasan (lihat di bawah). Dalam populasi yang lebih

besar dipelajari lebih dari 3.000 remaja yang diikuti selama 10 tahun, lingkungan keluarga

yang miskin berhubungan signifikan dengan terjadinya GAD tapi tidak dengan gangguan

kecemasan lain (Beesdo et al. 2010).

Pemeriksaan faktor yang lebih spesifik dalam lingkungan keluarga sekarang tidak

begitu umum. Dalam sebuah studi longitudinal sekitar 1.000 remaja di kelas 7 sampai 11,

persepsi remaja terhadap argumen dan konflik dalam keluarga diprediksi memiliki pengaruh

pada variasi kecil dalam gejala kecemasan pada remaja yang terjadi satu tahun kemudian

(Mechanical Hansell dan 1989). Sayangnya, penilaian konflik hanya didasarkan pada satu

item yang tidk teroprasionalisasi dengan baik dan tidak dievaluasi secara independen pada

remaja, dan penilaian terhadap kecemasan didasarkan pada empat-item ukuran yang

dikembangkan oleh penulis. Dalam sampel 149 anak-anak Amerika Afrika yang berumur

enam tahun, anak melaporkan(tapi bukan orang tua yang melaporkan) memiliki gejala

kecemasan yang signifikan pada 6 tahun kemudian, dimana diprediksi oleh pengukuran pada

lingkungan keluarga yang berisi konflik perkawinan, peristiwa hidup yang negatif, dan

psikopatologi orangtua (Grover et al. 2005). Sebaliknya hasil tersebut, dua studi yang jangka

panjang pada depresi orang tua (yang dilaporkan di atas) tidak menunjukkan prediksi

signifikan pada gejala kecemasan dalam keturunannya pada 10 dan 20 tahun untuk ukuran

kohesi keluarga (Nomura et al. 2002; Pilowsky et al. 2006).

Tampaknya ada sedikit bukti bahwa lingkungan keluarga negatif atau konfliktual

merupakan prediktor penting pada khusus kecemasan. Namun memang benar, pertanyaan ini

Page 9: Pengaruh Keluarga Dalam Manajemen Dan Perkembangan Gangguan Cemas

memiliki telah tidak diteliti dengan baik sejauh ini. Pengukuran yang tidak konsisten, dan

studi longitudinal yang terkendali dengan baik sangat langka. Pengaruh lingkungan umum

keluarga pada perkembangan kecemasan pada orang dewasa belum diteliti.

Pelecehan fisik dan seksual

Penyalahgunaan seorang anak lebih mungkin dilakukan oleh anggota keluarga, dan

karena itu, termasuk di sini diperiksa pengaruh keluarga terhadap kecemasan (meskipun

diakui bahwa tidak semua kekerasan terhadap anak mencerminkan pengaruh keluarga).

Namun, beberapa studi tentang efek penyalahgunaan dibedakan menjadi pelanggaran

kecemasan intra dan ekstra-keluarga, dan karena itu, bukti tentang pelanggaran yang spesifik

dengan faktor keluarga tidak sepenuhnya jelas. Beberapa penelitian yang terkendali dengan

baik telah menilai Pelecehan seksual anak dan gangguan yang kemudian terjadi dan variabel

latar belakang keluarga pasien telah dikendalikan (Fergusson et al. 2008, Kendler et al. 2000,

Nelson et al. 2002).

Gangguan kecemasan umum telah dinilai dengan menggunakan diagnostik

wawancara terstruktur, sementara pelecehan seksual pada anak dinilai dengan laporan diri

retrospektif. Secara statistik dengan mengendalikan kesulitan keluarga dan faktor lingkungan,

kebanyakan studi telah menunjukkan hubungan signifikan antara pelecehan seksual masa

kanak-kanak dan berbagai gangguan kecemasan. Keterkaitan secara konsisten signifikan

ketika penyalahgunaan melibatkan kontak kelamin dan terutama hubungan seksual. Tetapi

yang penting, pelecehan seksual terbukti menjadi faktor risiko untuk berbagai bentuk

psikopatologi, dan secara umum tampaknya kemungkinan mengalami gangguan kecemasan

anak pelecehan seksual sedikit lebih rendah dari kemungkinan mengalami sejumlah

gangguan lainnya (Fergusson et al 2008.; Kendler et al. 2000).

Dalam satu studi, pelecehan seksusal pada masa kanak-kanak (dan kekerasan fisik) itu

tidak signifikan berhubungan secara murni dengan kecemasan dan hanya terkait dengan

kecemasan ketika komorbiditas dengan depresi (Levitan et al. 2003). Demikian Meskipun

masa kanak-kanak pelecehan seksual tampaknya menjadi faktor risiko untuk kegelisahan,

mungkin memainkan peran yang kurang penting dalam hal ini di beberapa gangguan lainnya.

Penelitian lebih sedikit telah membahas pentingnya kekerasan fisik dalam

perkembangan gangguan kecemasan, dan secara keseluruhan hasilnya kurang konsisten. Satu

Studi dari 682 keluarga menunjukkan bahwa gejala internal anak pada usia 6 dipengaruhi

Page 10: Pengaruh Keluarga Dalam Manajemen Dan Perkembangan Gangguan Cemas

oleh agresi verbal orangtua, bahkan setelah tingkat internalisasi anak dikontrol sejak 2 tahun

sebelumnya (Litrownik et al. 2003). Dalam sebuah studi longitudinal 375 peserta, kekerasan

fisik dinilai pada umur 15 dan dievaluasi pada umur 18 dan dinilai pada umur 21 tahun

(Silverman et al. 1996).

Untuk kedua pria dan wanita, pengalaman kekerasan fisik sebelum usia 18

meningkatkan risiko PTSD pada usia 21, tetapi tidak meningkatkan risiko untuk gangguan

kecemasan lain dinilai (sederhana dan fobia sosial). Dalam penelitian yang lebih besar, lebih

dari 1.200 anak muda Selandia Baru diuji dalam laporan retrospektif kekerasan fisik dan

seksual pada usia 18 dan 21 dan dievaluasi dalam berbagai bentuk psikopatologi pada usia

25 (Ferguson et al. 2008). Sejumlah besar kovariat yang relevan termasuk permasalahan

keluarga, IQ, pendidikan orang tua, dan SES juga dievaluasi. Hasil penelitian menunjukkan

hubungan yang moderat dan sangat signifikan antara kekerasan fisik pada masa kanak-kanak

dan gangguan kecemasan di kemudian hari. Namun, efek ini menghilang ketika kovariat,

termasuk pelecehan seksual dikontrol. Sebaliknya, hubungan antara pelecehan seksual anak

dan gangguan kecemasan tetap signifikan bahkan setelah mengendalikan kovariat, termasuk

kekerasan fisik.

Secara umum, penelitian saat ini menunjukkan bahwa pelecehan seksual selama masa

kanak-kanak meningkatkan risiko gangguan kecemasan, tetapi efek ini tidak spesifik untuk

kecemasan, dan pelecehan seksual tampaknya kurang terkait erat dengan gangguan

kecemasan dengan bentuk-bentuk psikopatologi. Kekerasan fisik muncul untuk menunjukkan

keterkaitan akan walaupun kurang spesifik dengan gangguan kecemasan dan kecemasan

tampaknya meningkat hanya sebagai bagian dari peningkatan umum dalam psikopatologi dan

tekanan. Apakah pelecehan meninggalkan pengaruh menetap pada gangguan kecemasan

setahun setelah itu masih belum banyak diperhatikan, dan hanya ada sedikit data tentang

apakah gangguan kecemasan pada dewasa (selain PTSD) dapat terus terjadi karena kekerasan

yang terus berlangsung.

Gaya pengasuhan

Dari berbagai faktor hubungan keluarga , gaya pengasuhan orangtua paling banyak

dipelajari terkait dengan gangguan kecemasan. Menurut definisi, gaya pengasuhan hanya

mungkin berpengaruh masa kanak-kanak dan tidak dalam perkembangan selanjutnya .

Sejumlah besar studi empiris, menggunakan kuesioner retrospektif dan metode pengamatan

langsung, telah menunjukkan bahwa interaksi orang tua - anak dengan gangguan kecemasan

Page 11: Pengaruh Keluarga Dalam Manajemen Dan Perkembangan Gangguan Cemas

berbeda dengan kelompok kontrol tanpa kecemasan ( McLeod et al .2007; Rapee 1997;

Colonna et al . 2011).

Mayoritas penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan metodologis, diantaranya

adalah sampel yang kecil, laporan berupa retrospektif, dan operasionalisasi yang tidak

konsisten pada orang tua. Namun, sebagian kecil temuan tetap memberikan tingkat

kepercayaan yang memadai pada hasil penelitian. Beberapa penelitian telah membandingkan

populasi cemas dengan bentuk-bentuk psikopatologi. Dalam penelitian tersebut, sering

mengalami kegagalan dalam membedakan kelompok dengan gangguan yang berhubungan

dengan pengasuhan, memberikan petunjuk bahwa pola asuh orang tua tertentu dapat

dikaitkan dengan berbagai bentuk psikopatologi ( Rapee 1997). Namun, seperti yang

dinyatakan sebelumnya, kurangnya mengevaluasi konsistensi konstruksi orangtua, terutama

penelitian sebelumnya , dapat berkontribusi pada hasil yang kurang spesifik. Dalam literatur

sebelumnya, dipaparkan alasan bahwa sebagian besar bukti menunjukkan bahwa overproteksi

orang tua dan kontrol orang tua berhubungan dengaan gangguan kecemasan, sedangkan

penolakan orang tua dan kurangnya kehangatan orang tua lebih kuat dihubungkan dengan

depresi ( Rapee 1997) .

Oleh karena itu, teori model overproteksi orangtua bisa menjadi faktor kunci dalam

perkembangan kecemasan (Chorpita dan Barlow 1998; Hudson dan Rapee 2004; Manassis

danBradley tahun 1994, Rubin et al . 2009). Sejalan dengan saran, sebuah studi longitudinal

baru-baru ini dilakukan pada lebih dari 3.000 remaja/ dewasa muda ( 14-24 tahun pada awal )

menunjukkan bahwa gangguan kecemasan secara signifikan diprediksi oleh laporan awal

ayah yang overprotektif , tapi tanpa ada penolakan atau kurangnya kehangatan orang tua,

sementara gangguan mood yang diprediksi oleh penolakan dan kurangnya kehangatan ,

bukan dengan overprotection ( Beesdo et al . 2010) .

Sementara mayoritas penelitian menggunakan metodologi cross sectional , beberapa

studi longitudinal mulai banyak dilakukan( Edwards et al 2010; . Rapee 2009, Rubin et al .

2002). Kebanyakan penelitian ini telah dilakukan pada anak yang sangat muda (usia

prasekolah). Hasilnya memiliki beragam faktor mendukung hubungan dua arah yang

berbeda- overproteksi pada waktu pertama memprediksi kecemasan kemudian hari dan

kecemasan pada waktu pertama memprediksi overproteksi selanjutnya. Hasil ini konsisten

dengan sebagian besar model teori yang memprediksi hubungan timbal balik antara ayah

overprotektif dan anak dengan kecemasan ( Hudson dan Rapee 2004 Rubin et al . 2009). Satu

Page 12: Pengaruh Keluarga Dalam Manajemen Dan Perkembangan Gangguan Cemas

dari beberapa penelitian telah mendukung hipotesis. Data tersebut dinilai dari 600 anak yang

berumur empat tahun dan dilakukan penilaian kembali 1 tahun kemudian ( Edwards et al .

2010). Menurut laporan para ibu dalam penelitian tersebut, anak dengan lingkungan

overproteksi diprediksi akan memiliki kecemasan yang terjadi satu tahun kemudian,

sementara kecemasan pada anak tersebut akan diikuti overproteksi ibu yang terjadi satu

tahun kemudian. Sebaliknya , data yang kompatibel menyebutkan bahwa hubungan ayah

hanya terjadi satu arah yaitu dari overproteksi akan berpengaruh pada terjadinya kecemasan

di kemudian hari. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perilaku orangtua yang

overprotektif pada akhirnya dapat menyebabkan perilaku pasien lebih cemas. Dalam studi

pertama, 26 anak nonclinical ( usia 7-13 tahun ) diminta untuk menyajikan dua pidato singkat

( de Wilde dan Rapee 2008).

Pada pidato pertama, para ibu hadir dalam persiapan pidato anaknya dan secara

sengaja diberikan instruksi untuk melakukan tindakan protektif dan mengontrol pakaian atau

setidaknya berperan dalam menentukan pakaian. Ketika pidato kedua, anak anak

mempersiapkan semuanya sendirian, anak-anak yang ibunya sebelumnya bertindak lebih

protektif menampilkan secara jelas tanda-tanda kecemasan. Penelitian ini sudah diulangi lagi

dengan metode yang sangat mirip (Thirlwall dan Creswell 2010). Dalam penelitian lanjutan,

ibu dalam kelompok kontrol berinteraksi dengan anak dengan kecemasan. Dalam hal itu

anak dengan ciri kepribadian cemas yang memiliki ibu yang banyak mengendalikan

menunjukkan tingkat tertinggi kecemasan dalam menanggapi pidato. Oleh karena itu , data

ini tampaknya relatif konsisten menunjukkan pengaruh orangtua yang overproteksi pada

terjadinya kecemasan. Namun, hal yang menyebabkan hubungan kausal masih belum teruji

dan membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Ditambah lagi, data dari penelitian serupa menunjukkan tidak terdapat dukungan yang

konsisten untuk peranan lingkungan sekitar pada kecemasan. Pada penelitian tersebut

didapatkan bahwa hasil pengaruh lingkungan orang tua itu bergantung juga dengan gen anak.

Bukti tentang interaksi gen dengan lingkungan seperti ini masih sedikit.

Meskipun cara asuh orang tua seperti mengkritik atau kurangnya kehangatan mungkin

berperan dalam terjadinya kecemasan, pengaruhnya secara spesifik masih kurang dibuktikan

secara konsisten.

Page 13: Pengaruh Keluarga Dalam Manajemen Dan Perkembangan Gangguan Cemas

Modelling

Mengikuti perkembangan teori dari kecemasan, telah lama diasumsikan bahwa rasa

takut berasal dari situasi yang dilihat dan dialami dari lingkungan. (Field 2006; Merckelbach

et al. 1996; Mineka and Zinbarg 2006). Keluarga berpengaruh terhadap perkembangan rasa

cemas pada anak. Merupakan sebuah kenyataan bahwa kecemasan anak dipengaruhi oleh

ketakutan orang tua yang dilihat dan dituru anak. Namun penjelasan mengenai hal ini sangat

sulit untuk didemonstrasikan karena bukti yang terbatas. Hal ini juga dikarenakan tidak

terdapat bukti bahwa modelling tidak tergantung dari gen turunan.

Penelitian terhadap binatang menunjukkan pengaruh dari situasi yang terjadi pada

lingkungan. Penelitian pada monyet menunjukkan mereka mampu mengalami rasa takut yang

sebelumnya merupakan stimulus netral setelah melihat pasangannya bereaksi ketakutan

terhadap sebuah objek. (Cook and Mineka 1989).

Penelitian pada manusia menunjukkan bayi akan merefleksikan reaksi ketakutan ibu

terhadap objek yang tidak diketahui. (Hornik Parritz et al. 1992; Mumme and Fernald 1996).

Perkembangan lebih jauh dari paradigma ini menunjukkan bahwa anak dengan usia masih

sangat muda (usia dibawah 2 tahun) mampu mempelajari rasa takut dan menghindari objek

yang tidak dikenal sebagai hasil dari pengamatan terhadap reaksi ketakutan ibu mereka.

(Dubi et al. 2008; Gerull and Rapee 2002). Relevansi yang lebih mengena terhada tipe

kelainan kecemasan, jenis rasa takut dapatan ini telah diaplikasikan sebagai ketakutan

terhadap orang asing (de Rosnay et al. 2006). Hal yang menarik dari penelitian ini adalah

interasksi modeling dengan perangai anak seperti ketakutan terhadap orang asing dikarenakan

anak melihat ibu mereka bereaksi ketakutan dan mempunyai karakter yang suka melarang.

Bukti yang telah diungkapan tidak mampu menunjukkan bahwa pembelajaran rasa

takut terjadi pada keluarga dengan penuh rasa cemas. Perkiraan yang lebih tepat terhadap

hubungan hal ini adalah orangtua dari anak yang cemas juga memiliki kelainan pada rasa

cemas.

Orangtua dengan kelainan rasa cemas akan menunjukkan reaksi ketakutan lebih jelas

dibanding orangtua lainnya. Hal ini didukung dengan self-report dari ibu dengan anak yang

cemas menunjukkan tendensi ekspresi kecemasan dan ketakutan didepan anak mereka yang

lebih besar. (Muris et al. 1996).

Pada dua penelitian yang berhubungan, Murray dkk mengobservasi ibu dengan rasa

cemas dan ibu tanpa rasa cemas beserta anaknya secara sosial (10 minggu dan 10 bulan) pada

kondisi interaksi alami dengan orang asing. (Murray et al. 2007, 2008). Pada kedua

Page 14: Pengaruh Keluarga Dalam Manajemen Dan Perkembangan Gangguan Cemas

penelitian, anak dengan ibu cemas secara sosial menunjukkan peningkatan ketakutan

terhadap orang asing dan hal ini berhubungan dari riwayat ketika bayi sang ibu

mengekspresikan kecemasan dan penolakan sosial.

Dari perspektif yang berbeda, penelitian lain menunjukkan bahwa anak dengan usia

yang lebih tua mampu untuk mempelajari ketakutan dari stimulus yang terlihat, ekspresi

verbal mengenai kualitas sebuah bahaya. (Muris and Field 2010). Penelitian mengenai

modelling mengasumsikan bahwa orangtua dengan kecemasan akan mengekspresikan

ancaman dan bahaya lebih kuat ketika mendeskripsikan obyek dan pengalaman. Hal ini akan

menyebakan ketakutan dapatan pada anak. Beberapa penelitian menunjukkan interpretasi

ancaman yang bias pada anak juga terdapat pada ibu mereka. (Creswell et al. 2005; Gifford et

al. 2008).

Namun hubungan ini secara jelas merefleksikan tingginya kecemasan yang dibagi

bersama antara anak dan ibu dengan kecemasan. Setidaknya satu studi menunjukkan bahwa

anak dengan kecemasan mengaharpkan ibu mereka akan menginterpretasikan material

ambigu sebagai sebuah ancaman. (Lester et al. 2010). Terdapat bukti yang berkembang

bahwa ekspresi verbal atau tingkah laku kecemasan pada orang tua akan meningkatkan rasa

cemas diantara anak mereka, namun mekanisme ini tidak dapat dijelaskan sebagai penyebab

kelainan kecemasan. Sangat menarik untuk dispekulasikan bahwa ekspresi serupa seperti

pasangan romantis mampu menghilangkan kecemasan yang berlebihan, namun teori ini

belum pernah dilakukan pengujian.

Pengaruh keluarga terhadap terapi kecemasan

Variabel keluarga sebagai prediktor terapi

Evaluasi dari variabel yang memprediksi hasil terapi akhir-akhir ini menunjukkan

hasil yang tidak konsisten dan tidak signifikan dikarenakan berbagai alasan termasuk fakta

bahwa harus dilakukan penelitian dengan cakupan yang lebih luas dan rata-rata bukan

penelitian dengan design test untuk faktor prediksi. Konsisten dengan hal yang sudah sangat

jelas, penelitian mengenai terapi kecemasan sangat jarang mengidentifikasi prediktor

keluarga pada hasil terapi.

Diantara penelitian mengenai manajemen kecemasan anak, beberapa studi

mengindikasikan bahwa gangguan emosi orangtua (ibu atau ayah dengan cemas atau depresi)

menunjukkan outcome lebih buruk (Berman et al. 2000; Bodden et al. 2008; Cooper et al.

2008; Kendall et al. 2008; Rapee 2000). Sementara emosi orangtua dapat mempengaruhi

Page 15: Pengaruh Keluarga Dalam Manajemen Dan Perkembangan Gangguan Cemas

lingkungan keluarga dalam berbagai cara, sepertinya pengaruh ini mencerminkan kepribadian

yang lebih besar atau adanya pengaruh genetik. (Rapee et al. 2009).

Secara mengejutkan, jarang dilakukan penelitian terhadap hubungan orangtua pada

gangguan kecemasan anak, dan apabila dimasukkan dalam penelitian hasilnya tidak

signifikan sebagai prediktor outcome. Pada sebuah studi, 100 anak dengan kecemasan

diterapi dengan berbagai startegi kognitif behaviour namun gagal menunjukkan kualitas

hubungan orangtua sebagai prediktor terhadap respon terapi.

(Berman et al. 2000).

Lingkungan keluarga sangat jarang dinilai pada studi mengenai keberhasilan terapi

kecemasan pada anak. Terdapat dua studi mengenai terapi pada OCD yang menilai pengaruh

lingkungan keluarga menujukkan hasil yang kontradiktif. Pada sebuah studi penilian berdasar

the McMaster Family Assessment Device dilaporkan oleh kedua orang tua menunjukkan

perbaikan secara signifikan setelah 12 bulan terapi (Barrett et al. 2005); namun peneltian lain

dengan penialian yang dikembangkan oleh penulis tidak menunjukkan respon terapi yang

signifikan (Wever and Rey 1997).

Berbeda dengan penelitian pada anak, orang dewasa menunjukkan respon terapi lebih

buruk pada hubungan keluarga yang tidak akur atau bermusuhan. (Chambless and Steketee

1999; Renshaw et al. 2003; Steketee et al. 2007). Sebagai contoh, pada sebuah penelitian,

pasien dewasa diberikan terapi terhadap OCD atau agrophobia menunjukkan perkembangan

terapi yang buruk dan merasa kecewa dengan kritik yang diberikan dari keluarga (terutama

tunangan atau orangtua) (Steketee et al. 2007). Tingkat kecemasan dan stress yang

berkepanjangan secara langsung berhubungan dengan rasa kecewa pasien dengan kritik

pasangan dan variabel ini menjadi prediktor sebagai kritik yang berkepanjangan. Tidak dapat

dijelaskan dari penelitian ini apakah kritik yang berkepanjangan daroi pasangan merupakan

refleksi dari kritik yang sebenarnya. Namun pada penelitian terdahulu Chambless and

Steketee (1999) menunjukkan permusuhan keluarga (as measured by the Camberwell Family

Interview) merupakan prediktor negatif keberhasilan terapi agoraphobia dan OCD. Kritik

yang diterima juga merupakan outcome prediktor meskipun harus dilakukan kontrol apakah

merupkan kritik yang sebenarnya. Hal ini menunjukkan kebencian yang diekspresikan

keluarga dan kritik yang diterima mempengaruhi respon dari terapi.

Page 16: Pengaruh Keluarga Dalam Manajemen Dan Perkembangan Gangguan Cemas

Manfaat penelitian diatas terhadap mengasuh anak

Secara mengejutkan hanya terdapat sedikit penelitian mengenai hubungan orang tua

dan anak sebagai prediktor keberhasilan terapi pada kecemasan anak. Namun satu studi

terhadap pasien dewasa menunjukkan adaptasi keluarga yang membolehkan perilaku

obsessive compulsive behaviours merupakan wujud dari sebuah overproteksi orangtua

terhadap anak menunjukkan outcome yang lebih buruk. (Amir et al. 2000). Penelitian serupa

mengungkapkan akomodasi keluarga terhadap obsesif dan kompulsif merupakan prediktor

negatif pada manajemen terapi anak dengan OCD (Merlo et al.2009; Storch et al. 2010).

melalui perspektif lain, Chambless and Steketee (1999) menyimpulkan bahwa kritik spesifik

dari keluarga mengenai tingkah laku yang harus dihindari pasien dan tanpa ada rasa benci

mampu menjadi motivasi dan meningkatkan respon terapi. Oleh karena itu terdapat beberapa

faktor yang mampu mempengaruhi keberhasilan terapi kecemasan pada pasien dewasa dan

anak yakni keluarga, orangtua, pasangan, dan tingkah laku.

Pentingnya Menyertakan Keluarga dalam Terapi Anak yang Mengalami Kecemasan

Pertanyaan yang menjengkelkan dalam terapi kecemasan masa kanak-kanak adalah

apakah ada manfaat untuk menyertakan peran orang tua dalam terapi (Creswell dan

Cartwright-Hatton 2007; Rapee et al. 2009). Dari semua tinjauan dan meta-analisis

menunjukkan bahwa program dimana anak yang mengalami kecemasan yang orang taunya

ikut tergabung dalam terapi efeknya tidak lebih besar dari program yang hanya menyertakan

anaknya saja (In-Albon dan Schneider 2006; James et al. 2006). Namun, tinjauan tersebut

tidak mempertimbangkan perbedaan umur pada anak dan pada kenyataannya ada beberapa

studi yang mengikutsertakan rentang usia yang cukup atau kekuatan yang cukup untuk

menemukan perbedaan yang relevan (Creswell dan Cartwright-Hatton 2007; Rapee et al.

2009).

Di tinjauan literatur Creswell dan Cartwright-Hatton (2007) disimpulkan bahwa ada

petunjuk konsisten di literatur bahwa menyertakan orang tua dalam terapi untuk anak yang

mengalami kecemasan menunjukkan keuntungan yang lebih besar namun efek tersebut kecil.

Hal yang penting dari meninjau faktor keluarga dalam kecemasan adalah apakah mungkin

untuk memperbaiki efek terapi dengan menargetkan secara khusus variabel keluarga yang

penting secara teoritis. Studi yang telah mengevaluasi keuntungan memasukkan orang tua

dalam terapi telah menggunakan berbagai metode dalam keterlibatan dan beberapa telah

mencoba target kunci variabel keluarga secara spesifik.

Page 17: Pengaruh Keluarga Dalam Manajemen Dan Perkembangan Gangguan Cemas

Satu pengecualian yaitu percobaan dimana pengobatan yang sangat singkat untuk

kegelisahan pada orang tua telah ditambahkan pada pengobatan standar untuk kecemasan

pada anak (Cobham et al, 1998). Hasil agak tercampur, dengan hanya satu ukuran (diagnosa

kecemasan pada anak pasca perawatan) menunjukkan efek yang lebih kuat untuk anak-anak

yang orang tuanya mengalami kecemasan yang menerima perawatan orang tua dan sebagian

besar pengukuran gagal untuk menunjukkan perbedaan antara perawatan. Hasilnya lebih

konsisten dalam penelitian terbaru yang lebih besar yang termasuk komponen manajemen

kecemasan orang tua sedikit lebih panjang dan lebih intensif (Hudson et al. 2009). Meskipun

dalam studi terakhir semakin besar fokus pada kecemasan orang tua, hasilnya kembali gagal

untuk menunjukkan efek yang lebih besar pada anak yang mengalami kecemasan saat

kecemasan orang tua juga diberikan perawatan.

Perawatan yang beralamat pada fungsi keluarga lain seperti depresi pada orang tua,

fungsi perkawinan, kualitas keluarga dan seterusnya belum dilakukan pada area kecemasan

anak. Satu pengecualian adalah fokus pada orang tua yang proteksinya terlalu berlebihan,

dimana

hal tersebut termasuk dalam beberapa program (Rapee et al., 2006).

Namun, sampai saat ini belum ada penelitian yang dikendalikan yang

membandingkan efek pengobatan untuk anak yang mengalami kecemasan yang mencakup

ataupun tidak mencakup fokus pada proteksi berlebihan orang tua.

Secara klinis, tampaknya ada beberapa keuntungan untuk memasukkan dan

menyatukan orang tua ke dalam pengobatan untuk anak yang mengalami kecemasan. Dokter

ahli di lapangan sebagian besar akan berpendapat bahwa dengan menyertakan orang tua akan

memberikan manfaat terbesar bagi alasan praktis seperti membantu untuk memastikan

kepatuhan pekerjaan dan membantu generalisasi dunia nyata dan faktor-faktor tersebut

cenderung lebih penting untuk anak-anak muda. Bukti empiris sampai saat ini masih

bertentangan, dan sebagian ini mungkin disebabkan oleh kenyataan bahwa penelitian

umumnya tidak spesifik mengidentifikasi peran orang tua dalam terapi (seperti kepatuhan

mengerjakan tugas) dan belum cukup meneliti mengenai pengaruh usia.

Pentingnya Menyertakan Pasangan Dalam Pengobatan Kecemasan Pada Dewasa

Sejumlah studi telah meneliti nilai dari menyertakan pasangan dalam pengobatan untuk

kecemasan pada dewasa. Sebagian besar pekerjaan ini telah difokuskan pada agoraphobia

Page 18: Pengaruh Keluarga Dalam Manajemen Dan Perkembangan Gangguan Cemas

mengikuti saran awal bahwa perselisihan perkawinan merupakan faktor penting dalam

pengembangan agoraphobia (lihat Emmelkamp dan Gerlsma 1994).

Beberapa pekerjaan paralel juga berfokus pada OCD. Secara umum, penelitian yang

telah meneliti penyertaan pasangan ke dalam pengobatan untuk kecemasan pada dewasa telah

menunjukkan hasil yang beragam (lihat Emmelkamp dan Gerlsma 1994; Renshaw et al.

2005; Steketee dan Shapiro 1995 untuk tinjauan).

Namun, seperti literatur di atas yang menyertakan keluarga dalam pengobatan untuk

kecemasan pada anak, menyertakan atau tidak menyertakan pasangan dalam pengobatan

mungkin bukan menjadi isu utama. Mungkin lebih penting untuk melihat bagaimana

pasangan tersebut disertakan dan apakah fokus pada keterampilan tertentu dan aspek

hubungan antar pasangan mungkin meningkatkan hasil (Renshaw et al 2005;. Steketee dan

Shapiro 1995).

Sebagai contoh, beberapa studi terbaru telah menunjukkan bahwa sejauh mana pasien

menganggap kritik dari pasangan mereka di samping tingkat aktual permusuhan dan atribusi

negatif yang dibuat oleh pasangan dapat mengurangi kemanjuran paparan pengobatan untuk

kecemasan (Renshaw et al 2003, 2006;. Steketee et al 2007.).

Dengan demikian, mungkin program yang secara khusus bersasaran pada kritik

pasangan dan permusuhan serta mengajarkan pasien untuk mengatasi dengan baik

permusuhan juga dapat menghasilkan hasil yang lebih baik.

Ringkasan dan Kesimpulan

Penelitian peran faktor keluarga di kedua etiologi dan pengobatan gangguan

kecemasan secara mengejutkan terbatas. Mengejutkan karena faktor keluarga terletak pada

dasar dari banyak teori psikopatologi dan telah ditunjukkan untuk memainkan peran kunci

dalam beberapa bentuk gangguan. Tapi tampaknya faktor keluarga tidak bermain sebesar

peran dalam pengembangan atau pengobatan gangguan kecemasan seperti yang mereka

lakukan dalam bentuk lain dari psikopatologi.

Beberapa faktor demografis tampaknya berkaitan dengan perkembangan gangguan

kecemasan. Dari faktor-faktor yang telah dinilai, beberapa bukti menunjukkan bahwa status

sosial ekonomi yang rendah dapat menimbulkan kecemasan kemudian, meskipun variabel

tidak memperhitungkan varians ditandai kecemasan kemudian. Hubungan umum keluarga

Page 19: Pengaruh Keluarga Dalam Manajemen Dan Perkembangan Gangguan Cemas

dan kualitas keseluruhan dari hidup keluarga tidak menunjukkan hubungan yang signifikan

dengan perkembangan atau pengobatan gangguan kecemasan. Tentu saja, kurangnya efek

sebagian mungkin karena untuk miskin operasionalisasi kualitas keluarga dan berbagai

macam dan sifat psikometrik lemah dari banyak pengukuran. Penelitian masa depan yang

berfokus lebih spesifik pada aspek rinci dan jelas yang dioperasionalisasikan kualitas

keluarga belum dapat menunjukkan beberapa hubungan. Salah satu variabel yang telah hati-

hati diteliti dan telah menunjukkan beberapa kontribusi untuk varians gangguan kecemasan

adalah pelecehan seksual pada masa kanak-kanak. Sangat menarik untuk dicatat, bagaimana

pun, itu bahkan seperti variabel teoritis logis (diberikan elisitasi atas ancaman tak terduga)

tampaknya menjelaskan varians lebih sedikit dalam pengembangan gangguan kecemasan

dibandingkan dalam beberapa bentuk lain dari psikopatologi.

Penelitian yang paling ekstensif telah mengaitkan gangguan kecemasan dengan

interaksi orang tua-anak dan terutama dengan proteksi berlebihan orang tua. Sejumlah

penelitian telah menunjukkan hubungan antara proteksi berlebihan orang tua dan kecemasan

pada keturunannya, meskipun menyimpulkan hubungan sebab akibat masih jauh dari jelas.

Namun demikian, beberapa studi longitudinal dan eksperimental mulai mengindikasikan

kemungkinan peran proteksi berelebihan orang tua dalam kecemasan di kemudian hari

dengan tambahan selain elisitasi timbal balik proteksi berlebihan oleh kecemasan anak. Studi

longitudinal masa depan yang lebih hati-hati menilai proteksi berlebihan orang tua pada awal

kehidupan mungkin mulai menunjukkan beberapa efek yang menarik.

Mengingat pentingnya keluarga dalam perkembangan anak-anak, cukup mengejutkan

bahwa penelitian telah gagal untuk menunjukkan pengaruh yang kuat dari keterlibatan atau

hubungan keluarga pada hasil pengobatan untuk anak-anak yang mengalami kecemasan.

Beberapa bukti jelas menunjukkan bahwa menyertakan orang tua dalam pengobatan anak-

anak cemas mungkin bermanfaat, tetapi ini lebih mungkin untuk anak-anak yang sangat

muda dan tidak terkait dengan efek yang sangat kuat atau jelas. Ada isu penting yang masih

harus ditangani, seperti pentingnya menargetkan secara khusus proteksi berlebihan orang tua

dalam pengobatan, tetapi kemungkinan peran kunci orang tua yang bermain dalam

pengobatan kecemasan pada anak adalah untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan dan

generalisasi dunia nyata. Demikian pula, bukti telah bercampur mengenai hasil menyertakan

pasangan dalam pengobatan untuk kegelisahan dewasa, tetapi pengukuran yang lebih spesifik

menunjukkan bahwa mengatasi permusuhan dan kritik dapat menghasilkan keuntungan.

Kemungkinan bahwa mediator kunci adalah penambahan kepatuhan terhadap pengobatan

Page 20: Pengaruh Keluarga Dalam Manajemen Dan Perkembangan Gangguan Cemas

diciptakan oleh pasangan yang mendukung dan konstruktif. Jelas jika hubungan pasangan

yang buruk mungkin mengganggu peningkatan kepatuhan pengobatan dan bekerja pada

hubungan pasangan yang mungkin bermanfaat. Dengan demikian, manfaat klinis dapat

diperoleh melalui spesifik, perhatian ditargetkan untuk interaksi pasangan dan cara dimana

pasangan dapat dengan tidak mengecap dan dengan tidak mengkritik sehingga mendorong

klien untuk berpartisipasi dalam terapi.

Khususnya yang berkaitan dengan intervensi, adalah kurangnya model konseptual

yang komprehensif yang menguraikan cara dimana variabel orang tua, pasangan, dan

keluarga mungkin mempengaruhi pengembangan, pemeliharaan, dan modifikasi gangguan

kecemasan pada berbagai tahap perkembangan. Model seperti itu akan membantu untuk

mengatur dan fokus upaya penelitian empiris. Penghindaran dan penilaian ancaman terletak

di jantung kecemasan, dan sehingga kemungkinan faktor keluarga memiliki peran untuk

bermain, itu akan melalui pengaruh mereka pada proses-proses inti. Sebagai contoh, mungkin

bukan kritik pasangan yang penting untuk hasil pengobatan tapi kritik lebih khusus ditujukan

pada upaya untuk terlibat dalam perilaku pendekatan baru. Demikian pula, pelecehan seksual

mungkin kurang berpengaruh dalam perkembangan kecemasan dibandingkan dengan

pelecehan seksual oleh pelaku tertentu pada waktu tertentu dan dengan cara tertentu, dimana

mengembangkan perkiraan ancaman dan kerentanan. Jelas ada sejumlah besar pertanyaan

yang masih harus ditangani sebelum peran keluarga pada onset dan pengelolaan gangguan

kecemasan dapat dipahami.