CSS Gangguan Cemas
-
Upload
adeq-meecha-hamzah -
Category
Documents
-
view
71 -
download
4
description
Transcript of CSS Gangguan Cemas
CLINICAL SCIENCE SESSION
GANGGUAN CEMAS
Oleh :
Dila Larasati
Erva Monica Saputro
Narji Khameneii Amizah
Preseptor : Tuti Kurnianingsih, dr., SpKJ
BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA
RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2015
GANGGUAN CEMAS
KECEMASAN NORMAL
Sensasi kecemasan sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut
ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak menyenangkan, dan samar-samar,
seringkali disertai gejala otonomik seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi,
kekakuan pada dada, dan gangguan lambung ringan.
Manifestasi perifer dari kecemasan:
Diare
Pusing, melayang
Hiperhidrosis
Hiperrefleksia
Hipertensi
Palpitasi
Midriasis pupil
Gelisah (misalnya, mondar-mandir)
Sinkop
Takikardia
Rasa kesemutan di anggota gerak
Tremor
Upset stomach(‘butterflies’)
Frekuensi urin, hesitansi, urgensi
a. Ketakutan dan Kecemasan
Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan; ia memperingatkan adanya
bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan
untuk mengatasi ancaman. Ketakutan, suatu sinyal serupa yang menyadarkan,
harus dibedakan dari kecemasan. Rasa takut adalah respons dari suatu ancaman
yang asalnya diketahui, eksternal, jelas, atau bukan bersifat konflik; kecemasan
adalah respons terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal,
samar-samar, atau konfliktual.
b. Fungsi adaptif dari kecemasan
Kecemasan memperingatkan adanya ancaman eksternal dan internal. Pada
tingkat yang lebih rendah kecemasan memperingatkan ancaman akan cedera pada
tubuh, rasa takut, keputusasaan, kemungkinan hukuman, atau frustasi dari
kebutuhan sosial atau tubuh, perpisahan dari orang yang dicintai, gangguan pada
keberhasilan atau status seseorang dan akhirnya ancaman pada kesatuan atau
keutuhan seseorang. Kecemasan akan mengarah seseorang untuk mengambil
langkah yang diperlukan untuk mencegah ancaman atau meringankan akibatnya.
c. Stres dan Kecemasan
Suatu peristiwa dirasakan dapat menyebabkan stres adalah tergantung pada
sifat peristiwa dan kekuatan seseorang, pertahanan psikologis, dan mekanisme
mengatasinya(coping mechanism).Seseorang yang egonya berfungsi dengan baik
adalah dalam keseimbangan adaptif dengan dunia eksternal maupun internal; Jika
ego tidak berfungsi dengan tepat dan ketidakseimbangan yang dihasilkannya
berlangsung cukup lama, orang mengalami kecemasan kronis. Baik
ketidakseimbangan eksternal, antara tekanan dunia luar dan ego seseorang, atau
ketidakseimbangan internal, antara impuls pasien (contoh: impuls agresif, seksual,
dan ketergantungan) dan kesadaran, akan menghasilkan suatu konflik
d. Gejala Kecemasan
Gambaran klinis dinilai dari 2 hal, yaitu gejala fisiologis dan gejala psikologik.
1. Gejala fisiologis
Gemetar
Nyeri punggung dan nyeri kepala
Ketegangan otot
Napas pendek, hiperventilasi
Mudah lelah, sering kaget
Hiperaktivitas otonomik (wajah merah dan pucat, takikardia, palpitasi,
tangan terasa dingin, diare, mulut kering, sering kencing)
Parestesia
Sulit menelan
2. Gejala psikologik
Rasa takut yang berlebihan dan sulit untuk dikontrol
Sulit konsentrasi
Insomnia
Libido menurun
Rasa mual di perut
Hipervigilance (siaga berlebih)
KECEMASAN PATOLOGIS
a. Teori psikologis
Tiga bidang utama teori psikologis yaitu psikoanalitik, perilaku,dan
eksistensial, telah menyumbang teori tentang penyebab kecemasan.
1. Teori psikoanalitik
Freud menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego bahwa
suatu dorongan yang tidak dapat diterima menekan untuk mendapatkan
perwakilan dan pelepasan sadar Sebagai suatu sinyal, kecemasan
menyadarkan ego untuk mengambil tindakan defensif terhadap tekanan dari
dalam
2. Teori perilaku
Teori perilaku atau belajar tentang kecemasan telah menghasilkan suatu
pengobatan yg paling efektif untuk gangguan kecemasan.Teori perilaku
menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yg dibiasakan terhadap
stimuli lingkungan yg spesifik’
3. Teori eksistensial
Teori eksistensial tentang kecemasan memberikan model untuk gangguan
kecemasan umum,dimana tidak terdapat stimulasi yg dapat diidentifikasikan
secara spesifik untuk suatu perasaan kecemasan yang kronik. Konsep inti dari
teori eksistansional adalah bahwa seseorang menjadi menyadari adanya
kehampaan yang menonjol didalam dirinya, ia merasa hidup di alam tanpa
tujuan.
b. Teori Biologis:
Teori biologis dari kecemasan antara lain:
1. Sistem saraf otonom
Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu kardiovaskular
(sebagai contohnya, takikardia), muskular (sebagai contohnya, nyeri
kepala ,diperkirakan bahwa kecemasan sistem saraf pusat mendahului
manifestasi perifer dari kecemasan
2. Neurotransmitter
a. Norepinefrin
Penelitian pada manusia menunjukkan bahwa, pada pasien dengan
gangguan panik, agonis ad:energik-beta-sebagai contohnya, isoproterenol dan
antagonis adrenergik-alfa2 sebagai contohnya,dapat mencetuskan serangan
panik parah dan sering. Sebaliknya, clonidine, suatu agonis adrenergikalfa2,
menurunkan gejala kecemasan pada beberapa situasi percobaan dan terapetik.
Temuan yang kurang konsisten adalah bahwa pasien dengan gangguan
kecemasan, khususnya gangguan panik:, memiliki kadar metabolit
noradrenergik yaitu 3-methoxy-4-hydroxyphenylgiycol (MHPG) dalam CSF
dan urin yang meninggi.
b. Serotonin
Pengamatan bahwa antidepresan serotonergik memiliki efek terapetik pada
beberapa gangguan kecemasan Beberapa laporan menyatakan bahwa m-
chlorophenylpiperazine (mCPP), suatu obat dengan efek serotonergik dan
nonserotonergik yang multipel, dan fenfluramine (Pondimin), yang
menyebabkan pelepasan serotonin, memang menyebabkan peningkatan
kecemasan
c. GABA
benzodiazepine yang tidak dapat dipungkiri, yang meningkatkan aktivitas
GABA pada reseptor GABA-A, di dalam pengobatan, beberapa jenis
gangguan kecemasan peneliti.menghipotesiskan bahwa beberapa pasien
dengan gangguan kecemasan memiliki fungsi reseptor GABA yang abnormal,
walaupun hubungan tersebut belum terbukti secara langsung.
3. Penelitian pencitraan otak
Penelitian struktural sebagai contohnya, pemeriksaan tomografi komputer
(CT) dan pencitraan resoiiansi magnetik (MRI) kadang-kadang menemukan
suatu peningkatan ukuran ventrikel serebral tomografi komputer emisi foton
tunggal (SPECT (EEG) pada pasien dengan gangguan kecemasan telah secara
beragam melaporkan adanya kelainan di korteks frontalis
4. Penelitian genetika
Penelitian genetika telah menghasilkan data yang kuat bahwa sekurangnya
suatu komponen genetika berperan terhadap perkembangan gangguan
kecemasan. Hampir separuh dari semua pasien dengan gangguan panik
memiliki sekurangnya satu sanak saudara yang menderita gangguan cemas
5. Pertimbangan neuroanatomis (sistim limbik dan korteks serebral frontalis)
GANGGUAN PANIK
Gangguan panik adalah ditandai dengan terjadinya serangan panik yang
spontan dan tidak diperkirakan. Serangan panik adalah periode kecemasan atau
ketakutan yang kuat dan relatif singkat (biasanya kurang dari satu tahun), yang
disertai oleh gejala somatik tertentu seperti palpitasi dan takipnea. Frekuensi pasien
dengan gangguan panik mengalami serangan panik adalah bervariasi dari serangan
multiple dalam satu hari sampai hanya beberapa serangan selama setahun.
Epidemiologi
Wanita dua sampai tiga kali lebih sering terkena daripada laki – laki.
Gangguan paling sering berkembang pada dewasa muda – usia rata – rata timbulnya
adalah kira – kira 25 tahun.
Etiologi
1. Faktor Biologis
Hipotesis hasil penelitian menyebutkan bahwa gangguan panik melibatkan
regulasi sistem saraf perifer dan pusat di dalam patofisiologi gangguan panik
(peningkatan tonus simpatetik). Sistem neurotransmitter utama yang terlibat
adalah norepinefrin, serotonin, dan gamma-aminobutyric acid (GABA).
2. Faktor Genetika
Adanya peningkatan risiko gangguan panik sebesar empat sampai delapan kali
lipat pada sanak saudara derajat pertama pasien dengan gangguan panik
dibandingkan dengan sanak saudara derajat pertama dari pasien dengan gangguan
psikiatrik lainnya.
3. Faktor Psikososial
- Teori kognitif perilaku
Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang
dipelajari baik dari perilaku modeling orang tua atau melalui proses pembiasaan
klasik.
Gambaran Klinis
- Dapat terjadi spontan atau setelah luapan kegembiraan, kelelahan fisik, aktifitas
seksual, atau trauma emosional sedang.
- Serangan berlangsung 20 – 30 menit, jarang > 1 jam.
- Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat dan suatu perasaan ancaman
kematian dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu untuk menyebutkan sumber
ketakutannya.
- Merasa kebingungan dan sulit memusatkan perhatian.
- Takikardia, palpitasi, sesak nafas, dan berkeringat.
- Kesulitan berbicara, gangguan daya ingat.
- Gejala penyerta : depresi, resiko bunuh diri, depersonalisasi.
Diagnosis
Kriteria diagnosis DSM-V untuk gangguan panik:
Diagnosis Banding
Gangguan medis : Infark miokard, kelainan tiroid, paratiroid, adrenal, intoksikasi
obat, gangguan saraf perifer atau sentral.
Gangguan mental : Pura – pura, gangguan buatan, hipokondriasis, gangguan
depersonalisasi, fobia sosial dan spesifik, gangguan stress paskatraumatik,
gangguan somatoform, gangguan depresif dan skizofrenia
Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Gangguan panik biasanya memiliki onset selama masa remaja akhir atau masa
dewasa awal, walaupun onset selama anak – anak, remaja awal, dan usia pertengahan
dapat terjadi. Pada umumnya gangguan panik adalah suatu gangguan kronis.
Frekuensi dan keparahan serangan panik mungkin berfluktuasi. Serangan panik dapat
terjadi beberapa kali sehari atau kurang dari satu kali dalam sebulan.
Depresi dapat mempersulit gambaran gejala pada kira – kira 40 – 80 % dari
semua pasien. Walaupun pasien tidak cenderung berbicara tentang gagasan bunuh
diri, mereka berada dalam risiko yang meninggi untuk melakukan bunuh diri. Prestasi
di sekolah dan pekerjaan dan interaksi keluarga seringkali terganggu. Pasien dengan
fungsi pramorbid yang baik dan lama, gejala yang singkat cenderung memiliki
prognosis yang baik.
Terapi
Farmakoterapi
Obat trisiklik (clomipramine dan imipramine) dan tetrasiklik, inhibitor
monoamine oksidase (MAOIs : phenelzine , tranylcypromine), inhibitor ambilan
kembali spesifik serotonin (SSRIs : fluoxetine, sertraline, paroxetine), dan
benzodiazepine adalah efektif di dalam pengobatan gangguan panik. Tetapi, antagonis
reseptor adrenergic beta (contoh : propranolol) adalah tidak efektif untuk mengobati
gangguan panik azasprinoes yang sekarang tersedia, sebagai contohnya buspirone
(BuSpar) kemungkinan tidak efektif, walaupun uji coba definitif belum pernah
dilakukan.
Terapi Kognitif dan Perilaku
Dua pusat utama terapi kogitif untuk gangguan panik adalah instruksi tentang
kepercayaan salah dari pasien dan informasi tentang serangan panik. Penerapan
relaksasi diperlukan untuk memasukkan suatu rasa pengendalian pada pasien tentang
tingkat kecemasan dan relaksasinya. Latihan pernafasan diperlukan untuk
mengendalikan hiperventilasi pada serangan panik. Pemaparan in vivo juga dilakukan
sebagai terapi perilaku primer untuk gangguan panik.
AGORAPHOBIA
Agoraphobia berasal dari kata agora dan phobos dalam bahasa Yunani yang
artinya ‘ fear of the marketplace’. Agoraphobia adalah rasa takut atau cemas terhadap
suatu tempat yang sulit untuk keluar dari tempat tersebut. Kondisi ini dapat
menyebabkan gangguan yang berat karena orang akan sulit bekerja dan tidak mau
keluar rumah. Di U.S peneliti beranggapan bahwa agoraphobia adalah komplikasi dari
gangguan panik. Seseorang akan merasa takut bila terkena serangan panik mendadak
di tempat umum sehingga orang tersebut cenderung akan mengurung diri. Namun
pada klasifikasi DSM-V panik bisa menjadi komorbid atau tidak komorbid dengan
gangguan panik .
Epidemiologi
Berdasarkan DSM-5 usia diatas 65 tahun memiliki prevalensi 0.4 persen mengalami
agoraphobia. 50% penderita agoraphobia juga memiliki gangguan panik, dan biasanya
agoraphobia muncul setelah adanya kejadian traumatis.
Diagnosis dan Gejala Klinis
Diagnosis Banding
Mayor depresif disorder, schizophrenia, pranoid personality disorder, avoidance
personality disorder, dependent personality disorder.
Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Kebanyakan penyebab agoraphobia adalah gangguan panik, ketika gangguan panik
disembuhkan agoraphobia akan membaik seiring waktu. Apabila tanpa gangguan
panik cenderung akan lebih kronis, juga apabila disertai gangguan depresi dan
ketergantungan alkohol.
Terapi
Farmakoterapi
a. Benzodiazepine : onset paling cepat untuk menogbati panik. Alprazolam
(Xanax) dan lorazepam (Ativan)sering digunakan. Clonazepam (Klonopin)
juga dikatakan efektif. Penggunaan benzodiazepin berpotensi menimbulkan
dependensi, kerusakan kognisi, apabila dignakan dalam jangka panjang. Efek
samping mild dizziness dan sedatif.
b. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors: SSRIs mengurangi atau mencegah
kecemasan, termasuk agoraphobia. Efek samping: gangguan tidur, mengantuk,
lightheadedness, mual, diare.
c. Tricyclic and Tetracyclic Drugs: Clomipramine (Anafranil) and imipramine
(Tofranil) paling efektif untuk gangguan ini. Dosis harus diberikan perlahan
meningkat sampai mencapai keuntungan klinis penuh hingga minggu 8- 12.
Psychotherapy
a. Supportive Psychotherapy: Menguatkan defense adaptive
b. Insight-Oriented Psychotherapy: Tujuannya untuk meningkatkan insight
pasien agar ia tahu apabila maslaah tidak diselesaikan akan terus muncul
gejalanya.
c. Behavior Therapy:Teknik berupa positif dan negatif reinforcement,
desensitasi sistematis, menghentikan pikiran berlebihan, relaksasi, mengontrol
rasa sakit, monitor diri, hipnosis.
d. Cognitive Therapy.memeberikan PR dan tugas yang harus dikerjakan
e. Virtual Therapy. Menggunakan program komputer untuk mencoba seolah-
olah orang tersebut ada dalam keramaian.
GANGGUAN ANXIETAS KHAS DAN SOSIAL
1) Definisi
Fobia adalah ketakutan yang berlebihan terhadap objek,
keadaan, dan situasi yang spesifik. Fobia khas adalah ketakutan yang
kuat dan menetap terhadap objek atau situasi tertentu. Fobia sosial
adalah ketakutan yang kuat dan menetap terhadap situasi dimana dapat
terjadi keadaan yang memalukan.
Jenis-jenis fobia di antaranya:
- Acrophobia: takut terhadap ketinggian
- Agoraphobia: takut terhadap ruang terbuka
- Ailurophobia: takut terhadap kucing
- Hydrophobia: takut terhadap air
- Claustrophobia: takut terhadap tempat tertutup
- Cynophoba: takut terhadap anjing
- Mysophobia: takut terhadap kotoran dan kuman
- Pyrophobia: takut terhadap api
- Xenophobia: takut terhadap orang asing
- Zoophobia : takut terhadap binatang
2) Epidemiologi
Fobia Khas
- Lebih sering terjadi dibandingkan fobia sosial
- Gangguan mental yang umum terjadi pada wanita
- 5-10 per 100 orang
Fobia Sosial
- Wanita >> laki-laki
- Usia puncak terjadi pada remaja
Psychodynamic Themes in Phobias Principal defense mechanisms include displacement, projection, and avoidance. Environmental stressors, including humiliation and criticism from an older
sibling, parental fights, or loss and separation from parents, interact with a genetic-constitutional diathesis.
A characteristic pattern of internal object relations is externalized in social situations in the case of social phobia.
Anticipation of humiliation, criticism, and ridicule is projected onto individuals in the environment.
Shame and embarrassment are the principal affect states. Family members may encourage phobic behavior and serve as obstacles to any
treatment plan. Self-exposure to the feared situation is a basic principle of all treatment.
3) Diagnosis
1. Fobia Khas
DSM-V Diagnostic Criteria for Specific PhobiaA. Marked fear or anxiety about of a specific object or situation (e.g., flying, heights,
animals, receiving an injection, seeing blood).Note: In children, the anxiety may be expressed by crying, tantrums, freezing, or clinging.
B. The phobic object or situation almost always provokes immediate fear or anxiety.C. The phobic object or situation almost is actively avoided or endured with intense
fear or anxiety.D. The fear or anxiety is out of proportion to the actual danger posed by the specific
object or situation and to the sociocultural context.E. The fear, anxiety or avoidance is persistent, typically lasting for 6 months or more.F. The fear, anxiety, or avoidance causes clinically significant distress or impairment
in social, occupational, or other important areas of functioning.G. The disturbance is not better explained by the symptoms of another mental disorder,
including fear, anxiety, and avoidance of situation associated with panic-like symptoms or other incapacitating symptoms (agrophobia); objects or situations related to obsessive (as obsessive-compulsive disorder, posttraumatic stress disorder (e.g., avoidance of stimuli associated with a severe stressor), separation anxiety disorder (e.g., avoidance of school), social phobia (e.g., avoidance of social situations because of fear of embarrassment)
Kriteria Diagnostik Fobia Khas (Terisolasi) menurut PPDGJ-III
Semua kriteria harus dipenuhi untuk diagnosis pasti :
- Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus
merupakan manifestasi primer dari ansietasnya dan bukan sekunder
dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham dan pikiran obsesif
- Ansietas harus terbatas pada adanya objek atau situasi fobik tertentu
(highly specific situations)
- Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya
Pada fobia khas ini umumnya tidak ada gejala psikiatrik lain, tidak
seperti halnya agorafobia dan fobia sosial.
2. Fobia Sosial
DSM-V Diagnostic Criteria for Social Phobia
Kriteria Fobia Sosial PPDGJ-III
Semua kriteria harus dipenuhi untuk diagnosis pasti
- Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus
merupakan manifestasi primerdari ansietasnya dan bukan sekunder
dari gejala-gejala lain misalnya waham atau pikiran obsesif
- Anxietas harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial tertentu
(outside the family circle)
- Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang
menonjol
- Bila terlalu sulit membedakan antara fobia sosial dengan agorafobia,
hendaknya diutamakan diagnosis agorafobia.
4. Gambaran Klinis
- Ketika pasien dihadapkan pada situasi atau objek tertentu atau ketika
pasien mengantisipasi suatu paparan terhadap situasi atau objek
tertentu maka akan timbul kecemasan yang berat
- Pasien akan berusaha untuk menghindari phobic stimulus
- Pasien biasanya mengalami substance-related disorders
(mis.alkohol) sebagai cara untuk menghindari stress akibat stimulus
phobia nya.
5. Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk fobia khas adalah hypochondriasis,
obsessive-compulsive disorder (OCD), and kepribadian paranoid.
Diagnosis banding untuk fobia sosial adalah gangguan depresif
berulang dan kepribadian schizoid.
6. Tata Laksana
1. Fobia Sosial
- Psikoterapi
- Farmakoterapi
Obat-obat yang efektif untuk fobia sosial termasuk :
1. selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs)
2. the benzodiazepines
3. venlafaxine (Effexor)
4. buspirone (BuSpar)
2. Fobia Khas
- Exposure therapy, dimana terapis melakukan desensitisasi secara
bertahap kepada pasien dengan menggunakan stimulus fobia, dan
mereka akan mengajarkan kepada pasien bagaimana teknik untuk
menghadapi gangguan cemas yang muncul, misalnya dengan
relaksasi, mengontrol pernapasan serta pendekatan kognitif.
- The cognitive-behavioral approaches, dilakukan dengan
meyakinkan pasien bahwa situasi fobia yang dialami pasien pada
kenyataannya aman.
- Farmakoterapi (misalnya dengan benzodiazepine)
Generalized Anxiety Disorder
Gangguan kecemasan umum didefinisikan sebagai kecemasan atau kekhawatiran
yang berlebihan pada beberapa peristiwa atau aktivitas untuk sebagian besar hari
selama setidaknya dalam periode 6 bulan.
Kekhawatiran yang muncul sulit dikontrol dan berhubungan dengan gejala somatik,
seperti ketegangan otot, iritabilitas, sulit tidur, dan gelisah. Kecemasan yang ada tidak
terfokus pada fitur dari gangguan lain, tidak disebabkan oleh penggunaan substansi
tertentu atau kondisi medis umum, dan tidak berlangsung hanya saat terdapat
gangguan mood dan gangguan psikiatrik. Kecemasan ini sulit dikontrol, menyusahkan
secara subyektif, dan menyebabkan perburukan pada bagian penting dari hidup
seseorang.
Epidemiologi
Gangguan kecemasan umum merupakan kondisi umum, prevalensi dalam 1 tahun
berkisar antara 3 – 8%. Rasio perempuan dibandingkan dengan laki-laki adalah 2 : 1,
namun rasio perempuan dan laki-laki yang menjalani rawat inap adalah 1:1.
Prevalensi seumur hidup mencapai 5%, namun studi dari The Epidemiological
Catchment Area (ECA) menganjurkan prevalensi seumur hidup mencapai 8%. Pada
klinik gangguan kecemasan, sekitar 25% pasien memiliki gangguan kecemasan
umum. Gangguan ini biasanya memiliki awitan pada usia remaja akhir atau dewasa
awal, meskipun beberapa kasus umum terlihat pada orang dewasa yang lebih tua.
Komorbiditas
Gangguan kecemasan umum merupakan gangguan yang sering berdampingan dengan
gangguan mental lain, biasanya fobia sosial, fobia spesifik, gangguan panik, atau
gangguan depresi. 59 – 90% pasien memiliki gangguan mental lain. 25% pasien pada
akhirnya mengalami gangguan panik. Gangguan kecemasan umum dibedakan dengan
gangguan panik oleh tidak adanya serangan panik spontan. Persentase tinggi
tambahan pasien memiliki gangguan depresi mayor. Gangguan lain yang umum
berhubungan adalah dysthymic disorder dan substance-related disorder.
Etiologi
Penyebab dari gangguan kecemasan umum tidak diketahui dan dapat mempengaruhi
sekelompok orang yang bermacam-macam.
Faktor biologis
Efek terapetik dari benzodiazepin dan azaspiron (contohnya, buspiron) terfokus pada
upaya penilitian biologis dari sistem neurotransmiter GABA dan serotonin.
Benzodiazepin (reseptor agonis) diketahui dapat mengurangi kecemasan, flumazenil
(reseptor benzodiazepin antagonis) dan β-carbolines (benzodiazepine receptor reverse
agonist) diketahui dapat menyebabkan kecemasan. Meskipun tidak ada data
meyakinkan yang menunjukkan bahwa reseptor benzodiazepin abnormal pada pasien
dengan gangguan kecemasan umum, beberapa penelitian terfokus pada lobus
oksipitalis, yang memiliki konsentrasi reseptor benzodiazepin tertinggi di otak.
Daerah otak lain yang diduga terlibat dalam gangguan ini adalah ganglia basalis,
sistem limbik, dan korteks frontalis. Karena buspiron adalah agonis dari reseptor
serotonin 5-HT1A, ada hipotesis bahwa regulasi sistem serotonergik pada pasien
gangguan kecemasan umum tidak normal. Sistem neurotransmiter lain termasuk
sistem norepinefrin, glutamat, dan kolesistokinin. Beberapa bukti menunjukkan
bahwa pasien memiliki subsentivitas dari reseptor α2-adrenergik, seperti ditunjukkan
oleh adanya pelepasan tumpul hormon pertumbuhan setelah infusi klonidin.
Studi pencitraan otak pada pasien menunjukkan temuan signifikan. Salah satu studi
PET menunjukkan kecepatan metabolisme lebih rendah pada ganglia basalis dan
white matter pasien dengan gangguan kecemasan umum. Salah satu studi genetik
menunjukkan adanya hubungan genetik antara gangguan kecemasan umum dengan
gangguan depresi pada wanita. Studi lain menunjukkan 25% dari first-degree
relatives juga mengalami gangguan kecemasan umum, 50% pada kembar
monozigotik, dan 15% pada kembar dizigotik.
Berbagai abnormalitas pada elektroensefalogram (EEG) terlihat pada ritme alfa dan
evoked potentials. Studi EEG tidur menunjukkan peningkatan diskontinuitas tidur,
penurunan delta sleep, penurunan stage 1 sleep, dan penurunan rapid eye movement
sleep.
Faktor psikososial
Faktor psikososial yang menyebabkan berkembangnya gangguan kecemasan umum
adalah cognitive-behavioral school dan psychoanalytic school. Berdasarkan kognitif-
perilaku, pasien dengan gangguan kecemasan umum merespon pada bahaya yang
dirasakan secara tidak benar dan tidak akurat. Ketidakakuratan dihasilkan oleh atensi
selektif terhadap rincian negatif pada lingkungan, distorsi dalam memproses
informasi, dan pandangan negatif berlebihan pada kemampuan seseorang untuk
mengatasi. Hipotesis psikoanalitik menunjukkan bahwa kecemasan merupakan gejala
dari konflik yang tidak teratasi dan tidak tersadari.
Diagnosis
Gambaran Klinis
Karakteristik penting dari gangguan kecemasan umum adalah kecemasan dan
kekhawatiran yang berkelanjutan dan berlebihan disertai dengan ketegangan motorik
atau gelisah. Kecemasan ini berlebihan dan mengganggu aspek lain dari kehidupan
seseorang. Pola ini harus terjadi setidaknya lebih dari 3 bulan. Ketegangan motorik
biasanya dimanifestasikan dengan gemetar, gelisah, dan sakit kepala.
Diagnosis Banding
Gangguan medis
Gangguan saraf
Gangguan endokrin
Gangguan metabolik
Medication-related disorder
Gangguan psikiatrik
Gangguan panik
Fobia
OCD
PTSD
Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Usia awitan sulit ditentukan, banyak pasien dengan gangguan melaporkan bahwa
mereka telah lama mengalami kecemasan sejauh mereka ingat. Pasien biasanya
datang pada dokter sekitar usia 20 tahun, meskipun kontak pertama kali dapat terjadi
pada berbagai usia. Hanya sepertiga pasien dengan gangguan umum mencari
pengobatan psikiatrik. Banyak pasien yang datang ke dokter umum, dokter spesialis
penyakit dalam, atau dokter spesialis jantung dan paru untuk mengobati gejala
somatik dari gangguan tersebut. Karena tingginya insidensi komorbiditas gangguan
mental pada pasien dengan gangguan kecemasan umum, perjalanan klinis dan
prognosis sulit diprediksi. Beberapa data menunjukkan bahwa peristiwa hidup
berhubungan dengan awitan gangguan kecemasan umum: kejadian dari beberapa
peristiwa negatif sangat meningkatkan kecenderungan munculnya gangguan.
Gangguan kecemasan umum merupakan kondisi kronis yang dapat berlangsung
seumur hidup.
Pengobatan
Pengobatan paling efektif untuk gangguan kecemasan umum adalah salah satu
kombinasi dasi psikoterapi, farmakoterapi, dan pendekatan suportif.
Psikoterapi
Pendekatan psikoterapi utama untuk gangguan kecemasan umum berorientasi pada
kognitif-perilaku, suportif, dan wawasan. Pendekatan kognitif dapat menunjukkan
distorsi kognitif secara langsung, dan pendekatan perilaku menunjukkan gejala
somatik secara langsung. Teknik utama yang digunakan pada pendekatan perilaku
adalah relaksasi dan biofeedback. Terapi suportif menawarkan ketentraman dan
kenyamanan. Orientasi wawasan fokus pada menemukan konflik yang tidak disadari
dan mengenali kekuatan ego.
Farmakoterapi
Other Anxiety Disorders
Anxiety Disorder Attributable to Another Medical Condition
Banyak gangguan medis yang berhubungan dengan kecemasan. Gejala yang muncul
termasuk serangan panik, kecemasan umum, dan tanda lain dari distres. Pada seluruh
kasus, tanda dan gejala disebabkan oleh efek fisiologis dari kondisi medis secara
langsung.
Epidemiologi
Kejadian gejala kecemasan yang berhubungan dengan kondisi medis umum banyak
ditemukan, meskipun insidensi dari gangguan berbeda untuk setiap kondisi medis
umum yang spesifik.
Etiologi
Diagnosis
Diagnosis memerlukan adanya gejala dari gangguan kecemasan yang disebabkan oleh
satu atau lebih penyakit medis. DSM-5 menyarankan klinisi untuk menentukan
gangguan dikarakterisasi oleh gejala kecemasan umum atau serangan panik. Klinisi
harus meningkatkan kecurigaan untuk diagnosis ketika kecemasan kronis atau
paroksismal berhubungan dengan penyakit fisik yang diketahui menyebabkan gejala
pada beberapa pasien.
Gambaran Klinis
Panic Attacks
Pasien dengan kardiomiopati memiliki insidensi tertinggi dari gangguan panik
sekunder untuk kondisi medis umum. 83% pasien dengan kardiomiopati yang
menunggu transplantasi jantung memiliki gejala gangguan panik. Peningkatan
noradrenergik mungkin yang menjadi stimulus untuk serangan panik. 25% pasien
dengan penyakit Parkinson dan PPOK memiliki gejala gangguan panik. Gangguan
medis lain yang berhubungan antara lain nyeri kronis, primary biliary cirrhosis, dan
epilepsi.
Kecemasan umum
Prevalensi tinggi dari gejala gangguan kecemasan umum dilaporkan pada pasien
dengan sindrom Sjӧgren yang mungkin berhubungan dengan efek dari sindom pada
fungsi kortikal dan subkortika dan fungsi tiroid. Prevalensi tertinggi dari gejala
gangguan kecemasan umum terlihat pada pasien penyakit Grave (hipertiroidisme),
yaitu sebanyak dua pertiga dari seluruh pasien yang memenuhi kriteria gangguan
kecemasan.
Fobia
Gejala fobia jarang ditemukan. Namun 17% gejala fobia sosial ditemukan pada pasien
dengan penyakit Parkinson. Orang lebih tua dengan kesulitan keseimbangan sering
mengeluhkan ketakutan untuk jatuh.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan dibutuhkan saat gangguan kecemasan karena kondisi medis lain
dianggap sebagai bagian dari diagnosis banding. Jika memungkinkan, pemeriksaan
dipilih untuk menyingkirkan diagnosis spesifik yang terlihat dari gejala somatik
pasien.
Pemeriksaan yang dilakukan antara lain CBC, elektrolit, glukosa darah, BUN,
kreatinin, tes fungsi liver, kalsium, magnesium, fosfor, tes fungsi tiroid, dan urin.
Beberapa pemeriksaan mungkin dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis
pheochromocytoma (katekolamin urin), gangguan seizure (EEG), aritmia jantung
(Holter monitoring), dan penyakit paru (pulse oximetry, AGD). Brain imaging
berguna untuk menyingkirkan diagnosis gangguan demielinasi, tumor, stroke, atau
hidrosefalus dan penting terutama untuk pasien cemas dengan gejala neurologis (sakit
kepala, perubahan motorik atau sensorik, dan pusing). Pungsi lumbal mungkin sesuai
jika diduga ada penyebab inflamasi atau infeksi.
Diagnosis Banding
Kecemasan sebagai gejala dapat berhubungan dengan banyak gangguan psikiatrik
diluar gangguan kecemasan itu sendiri. Pemeriksaan status mental dibutuhkan untuk
menentukan adanya gejala mood atau gejala psikotik yang menunjukkan diagnosis
psikiatrik lain. Bagi klinisi untuk menyimpulkan bahwa pasien memiliki gangguan
kecemasan akibat gejala medis umum, pasien harus jelas memiliki kecemasan sebagai
gejala predominan dan harus memiliki penyebab spesifik gangguan medis
nonpsikiatrik.
Pengobatan
Pengobatan utama untuk gangguan kecemasan akibat kondisi medis umum adalah
mengobati kondisi medis yang mendasari. Jika saat kondisi primer hilang namun
gejala gangguan kecemasan masih ada, pengobatan gejala tersebut harus mengikuti
petunjuk pengobatan untuk gangguan mental spesifik. Secara umum, teknik
modifikasi perilaku, agen anxiolitik, dan antidepresan serotonergik merupakan
pengobatan yang paling efektif.
Substance-Induced Anxiety Disorder
Substance-induced disorder merupakan hasil langsung dari substansi toksik, antara
lain termasuk penyalahgunaan obat, medikasi, racun, dan alkohol.
Epidemiologi
Substance-induced anxiety disorder umum terjadi, disebabkan oleh konsumsi obat-
obatan rekreasional dan penggunaan obat yang diresepkan.
Etiologi
Simpatomimetik, seperti amfetamin, kokain, dan kafein, paling banyak berhubungan
dengan pembentukan gejala gangguan kecemasan. Beberapa obat serotonergik (LSD,
MDMA) juga dapat menyebabkan sindrom kecemasan akut dan kronis pada
penggunanya.
Diagnosis
Kriteria diagnosis untuk gangguan kecemasan karena substansi memerlukan adanya
gejala kecemasan menonjol dan serangan panik. DSM-5 menyatakan bahwa gejala
harus muncul selama penggunaan obat atau dalam 1 bulan penghentian penggunaan
substansi. Struktur dari diagnosis termasuk spesifikasi substansi (contoh: kokain),
kondisi yang sesuai saat awitan (contoh: intoksikasi), dan pola gejala spesifik (contoh:
panic attacks).
Diagnosis Banding
Gangguan kecemasan primer
Gangguan kecemasan karena kondisi medis umum
Gangguan mood
Gangguan kepribadian
Malingering
Pengobatan
Pengobatan primer untuk gangguan kecemasan ini adalah menghilangkan substansi
penyebab. Pengobatan kemudian fokus pada pemilihan pengobatan alternatif apabila
substansi tersebut merupakan obat indikasi medis, pembatasan jika substansi
didapatkan dari pengaruh lingkungan, atau untuk mengobati substance-related
disorder yang mendasari. Jika gejala gangguan kecemasan tetap ada setelah
penggunaan substansi dihentikan maka pengobatan dengan psikoterapi dan
farmakoterapi mungkin sesuai.
Mixed Anxiety-Depressive Disorder
Mixed anxiety-depressive disorder menggambarkan pasien dengan gejala kecemasan
dan depresi yang tidak memenuhi kriteria diagnosis dari gangguan kecemasan atau
gangguan mood. Kombinasi dari gejala depresi dan kecemasan menyebabkan
gangguan fungsional signifikan pada orang yang mengalaminya.
Epidemiologi
Koeksistensi gangguan depresi mayor dan gangguan panik umum terjadi. Dua pertiga
pasien dengan gejala depresi memiliki gejala kecemasan menonjol, dan satu pertiga
memenuhi kriteria diagnosis gangguan panik.. 20 – 90% pasien dengan gangguan
panik memiliki episode gangguan depresi mayor. Beberapa klinisi dan penelitian
memperkirakan prevalensi gangguan ini pada populasi umum adalah 10% dan 50%
pada klinik pelayanan primer.
Etiologi
1. Beberapa investigator menemukan adanya temuan neurologis yang serupa pada
gangguan depresi dan gangguan kecemasan, terutama gangguan panik, termasuk
respon tumpul kortisol pada hormon adrenokortikotropik, respon tumpul hormon
pertumbuhan pada klonidin, dan repon tumpul TSH dan prolaktin pada TRH.
2. Hiperaktivitas sistem noradrenergik, ditunjukkan dengan adanya peningkatan
konsentrasi metabolit norepinefrin (MHPG) pada urin, plasma, atau CSS.
3. Serotonin dan GABA juga mungkin terlibat sebagai penyebab gangguan. Obat-obatan
serotonergik berguna dalam pengobatan gangguan depresi dan kecemasan.
4. Pada beberapa keluarga gejala kecemasan dan depresi terkait secara genetik.
Diagnosis
Terdapat gejala subsindromal dari kecemasan dan depresi, dan adanya gejala otonom,
seperti tremor, palpitasi, mulut kering, dan sensai perut melilit.
Diagnosis Banding
Gangguan kecemasan umum
Dysthymic disorder
Gangguan depresi minor
Gangguan kepribadian (disorders, avoidant, dependent, OCD)
Pengobatan
Pendekatan psikoterapi, seperti terapi kognitif atau modifikasi perilaku, insight-
oriented dapat dilakukan. Farmakoterapi untuk mixed anxiety-depressive disorder
dapat menggunakan obat anti cemas, antidepresan, atau keduanya.
OBAT ANTI-ANXIETAS
1. Pilihan Obat Anti-Anxietas
Obat anti-anxietas disebut juga golongan anxiolytics, minor
tranquilizers, dan psycholeptics. Secara garis besar, obat golongan anti-
anxietas dapat dibagi menjadi dua, yaitu golongan benzodiazepine dan non-
benzodiazepine. Berikut ini adalah jenis obat, sediaan, dan dosis yang ada di
Indonesia berdasarkan MIMS Vol. 12 Tahun 2011
NoNama
GenerikNama Dagang Sediaan Dosis Anjuran
Benzodiazepine
1. Diazepam Stesolid
Trazep
Valisanbe
Valium
Tab 2 mg
Ampul 10 mg/2ml
Tube rektal 5 mg/2,5 ml
10 mg/2,5 ml
Tube rektal 5 mg/2,5 ml
10 mg/2,5 ml
Tab 2 mg
5 mg
Ampul 10 mg/2 ml
Tab 5 mg
Ampul 10 mg/2 ml
Oral
3 x 2-5 mg/hari
Injeksi
5-10 mg IM/IV
Tube rektal
BB <10 kg: 5 mg
BB >10 kg: 10 mg
2. Lora-zepam Merlopam
Renaquil
Tab 0,5 mg
2 mg
Tab 1 mg
2-3 x 1 mg/hari
3. Clobazam Anxibloc
Asabium
Clobazam OGB Dexa
Clofritis
Frisium
Proclozam
Tab 10 mg
Tab 10 mg
Tab 10 mg
Tab 10 mg
Tab 10 mg
Tab 10 mg
2-3 x 10 mg/hari
4. Broma-zepam Lexotan
Lexzepam 3
Tab 1, 5 mg
3 mg
6 mg
Tab 3 mg
3 x 1,5-3 mg/hari
5. Alpra-zolam Actazolam
Alprazolam Dexa Medica
Alviz
Apazol
Atarax
Feprax
Tab 0,5 mg
1 mg
Tab 0,5 mg
1 mg
Tab 0,5 mg
1 mg
Tab 0,5 mg
1 mg
Tab 0,5 mg
3 x 0,25-0,5 mg/hari
Frixitas
Grazolam
Xanax
Xanax XR
Zypraz
Tab 0,25 mg
0,5 mg
1 mg
Tab 0,25 mg
0,5 mg
1 mg
Tab 0,5 mg
1 mg
Tab 0,25 mg
0,5 mg
1 mg
Tab 0,5 mg
1 mg
Tab 0,25 mg
0,5 mg
1 mg
Non-benzodiazepine
6. Buspirone Xiety Tab 10 mg 2-3 x 10 mg/hari
2. Cara Penggunaan
2.1 Indikasi
Gejala sasaran obat anti-anxietas adalah sindroma anxietas.
Sindroma ini dapat terjadi pada berbagai gangguan seperti yang
disebutkan di bawah ini:
1. Sindrom anxietas psikik
Gangguan anxietas menyeluruh, gangguan panik, gangguan fobik,
gangguan obsesif-kompulsif, gangguan stres pasca-trauma.
2. Sindrom anxietas organik
Hipertiroid, pheochromocytoma, dll.
3. Sindrom anxietas situasional
Gangguan penyesuaian dengan anxietas, gangguan cemas
perpisahan
4. Sindrom anxietas penyerta
Gangguan jiwa dengan anxietas (misalnya skizofrenia), gangguan
fisik dengan anxietas (misalnya kanker).
2.2 Pemilihan Obat
Golongan benzodiazepine merupakan obat terpilih dari seluruh
obat anti-anxietas karena spesifisitas, potensi, dan keamanannya.
Spektrum klinis benzodiazepine meliputi anti-anxietas,
antikonvulsan, anti-insomnia, dan sebagai premedikasi tindakan
operatif. Berikut adalah penggunaan yang biasa dipilih berdasarkan
spektrum klinis masing-masing obat golongan benzodiazepine:
- Diazepam dan chlordiazepoxide merupakan benzodiazepine yang
bersifat broad-spectrum sehingga cocok untuk digunakan dalam
seluruh spektrum klinis benzodiazepine.
- Bromazepam, lorazepam, dan clobazam memiliki dosis yang
berjauhan (dose-related) dalam penggunaannya sebagai anti-
insomnia dan anti-anxietas. Ketiganya lebih efektif untuk terapi
anti-anxietas.
- Nitrozepam dan furozepam memiliki dosis yang berdekatan (non
dose-related) dalam penggunaannya sebagai anti-insomnia dan
anti-anxietas. Keduanya lebih efektif untuk terapi insomnia.
- Midazolam memiliki onset kerja yang cepat dan durasi kerja yang
singkat, sehingga cocok untuk premedikasi tindakan operatif.
Berdasarkan efek non-terapeutiknya, golongan benzodiazepine
juga memiliki beberapa property yang unik untuk masing-masing obat
sehingga penggunaannya lebih cocok untuk golongan tertentu:
- Clobazam memiliki efek yang paling sedikit terhadap performa
psikomotor, sehingga cocok digunakan untuk orang usia produktif
yang masih aktif.
- Lorazepam memiliki waktu paruh yang pendek dan tidak
terakumulasi secara signifikan pada dosis terapeutik, sehingga
cocok digunakan untuk pasien dengan gangguan fungsi liver atau
ginjal.
- Alprazolam cocok untuk pasien dengan anxietas antisipatorik
karena onset kerjanya cepat dan memiliki efek antidepresan.
- Sulpiride memiliki risiko ketergantungan obat yang paling minimal
dan cocok untuk meredakan gejala somatik dari anxietas.
2.3 Pengaturan Dosis
Efek obat mulai terlihat saat obat mencapai steady-state di
plasma darah, yaitu 5-7 hari setelah mulai pemberian obat 2-3 kali
sehari. Pengaturan dosis yang dilakukan tidak seketat pemberian obat
neuroleptika (antipsikotik) atau antidepresan, yaitu sebagai berikut:
- Obat diberikan sesuai dosis awal yang dianjurkan
- Naikkan dosis obat setiap 3-5 hari sekali hingga mencapai dosis
optimal
- Pertahankan dosis optimal selama 2-3 minggu
- Turunkan dosis 1/8x setiap 2-4 minggu hingga mencapai dosis
minimal yang masih efektif (maintenance dose)
- Bila efektivitas berkurang, naikkan dosis
- Pertahankan dosis efektif hingga 4-8 minggu
- Tapering off
2.4 Lama Pemberian
Pemberian obat untuk anxietas yang disebabkan oleh faktor
eksternal dapat dihentikan setelah 1-3 bulan. Untuk anxietas
antisipatorik, boleh digunakan obat anti-anxietas sewaktu-waktu.
Penghentian obat dilakukan secara bertahap supaya tidak menimbulkan
withdrawal symptoms.
2.5 Profil Efek Samping Obat
Efek samping obat anti-anxietas dapat berupa sedasi (ditandai
dengan rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kemampuan
psikomotor menurun, dan kemampuan kognitif melemah) serta
relaksasi otot (ditandai dengan rasa lemas dan cepat lelah).
Selain itu, benzodiazepine memiliki risiko menyebabkan
ketergantungan, walaupun lebih rendah daripada golongan narkotika.
Ketergantungan lebih sering terjadi pada pasien yang memiliki riwayat
penyalahgunaan obat, alkohol, maupun pasien dengan kepribadian
yang labil. Untuk menghindari ketergantungan, benzodiazepine
diresepkan pada dosis terapeutik selama tidak lebih dari 100 hari.
Penghentian obat secara mendadak akan menyebabkan rebound
phenomenon yang ditandai dengan pasien menjadi irritable, bingung,
gelisah, insomnia, tremor, palpitasi, keringat dingin, dan konvulsi.
Peristiwa ini lebih sering terjadi pada obat yang memiliki waktu paruh
lambat. Contoh obat yang memiliki waktu paruh panjang sehingga
lebih jarang menyebabkan rebound phenomenon adalah clobazam.
2.6 Interaksi Obat
Benzodiazepine yang diberikan dengan depresan sistem saraf
pusat seperti phenobarbital, antipsikotik, antidepresan, alkohol dan
opiate dapat menyebabkan potensiasi efek sedasi bahkan dapat
menyebabkan gagal napas.
Benzodiazepine yang diberikan dengan stimulant sistem saraf
pusat seperti amphetamine, caffeine, dan appetite suppressant dapat
menyebabkan antagonisme efek anti-anxietas dari benzodiazepine
sehingga efektivitasnya dalam mengurangi cemas berkurang.
Benzodiazepine yang diberikan dengan obat golongan
neuroleptika (antipsikotik) dapat mengurangi kebutuhan untuk obat
neuroleptika sehingga mengurangi risiko efek samping dari
neuroleptika.
2.7 Kontraindikasi dan Perhatian Khusus
Kontraindikasi pemberian benzodiazepine adalah pasien yang
hipersensitif terhadap benzodiazepine, pasien dengan myasthenia
gravis, penyakit kronis pada paru, liver, maupun ginjal.
Pada wanita kehamilan trimester pertama, benzodiazepine
dapat melewati plasenta dan mempengaruhi janin. Penggunaan saat
persalinan sebaiknya dihindarkan karena dapat menyebabkan janin
mengalami hipotonia, hipotermia, dan depresi pernapasan.
Pada anak-anak dan pasien lanjut usia, dapat terjadi
paradoxical reaction dimana pasien mengalami kegilisahan,
iritabilitas, disinhibisi, gangguan tidur, dan peningkatan spastisitas
otot.
2.8 Intoksikasi/Overdosis
Gejala intoksikasi atau overdosis benzodiazepine antara lain
adalah penurunan kesadaran (jarang terjadi koma) dan lemas,
menurunnya pernapasan, nadi, dan tekanan darah, ataksia, confusion,
disertai hiporefleksia.
Terapi yang diberikan adalah pemberian antagonis
benzodiazepine, flumazenil secara intravena sebanyak 0,5 mg/5 cc.
Selain itu, diberikan terapi suportif terhadap gejala intoksikasi yang
ditemukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan&Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 11th ed. Philadelphia ; Lippincott Williams and
Wilkins. 2013