PBL Blok 19

20
Penyakit Jantung Reumatik et causa Demam Rematik Shabrina Khairunnisa 102011339 B 3 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Kampus 2 Ukrida, Jl. ArjunaUtara no. 6 Jakarta 11510 Skenario Seorang anak perempuan berusia 16 tahun datang ke UGD dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari SMRS. Keluhan sesak didahului batuk, mudah lelah, sering berdebar- debar sejak 1 bulan yang lalu. Sesak nafas meningkat setelah aktivitas fisik dan membaik setelah pasien beristirahat atau tidur dengan 2-3 bantal. Keluhan demam tidak ada. Pasien lahir spontan ditolong bidan, langsung menangis dan tidak biru saat lahir. Keluhan sering batuk pilek sejak kecil, BB sulit nail, menetek sebentar- sebentar tidak ada. Keluhan sering sakit tenggorokan waktu kecil diakui. Rumusan Masalah: anak perempuan16 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari yang lalu dan sesak didahului batuk, mudah lelah, sering berdebar- debar sejak 1 bulan yang lalu. Hipotesis: Anak perempuan tersebut menderita penyakit jantung rematik Pendahuluan

description

pbl

Transcript of PBL Blok 19

Page 1: PBL Blok 19

Penyakit Jantung Reumatik et causa Demam Rematik

Shabrina Khairunnisa

102011339

B 3

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Kampus 2 Ukrida, Jl. ArjunaUtara no. 6 Jakarta 11510

Skenario

Seorang anak perempuan berusia 16 tahun datang ke UGD dengan keluhan sesak

nafas sejak 2 hari SMRS. Keluhan sesak didahului batuk, mudah lelah, sering berdebar- debar

sejak 1 bulan yang lalu. Sesak nafas meningkat setelah aktivitas fisik dan membaik setelah

pasien beristirahat atau tidur dengan 2-3 bantal. Keluhan demam tidak ada. Pasien lahir

spontan ditolong bidan, langsung menangis dan tidak biru saat lahir. Keluhan sering batuk

pilek sejak kecil, BB sulit nail, menetek sebentar- sebentar tidak ada. Keluhan sering sakit

tenggorokan waktu kecil diakui.

Rumusan Masalah: anak perempuan16 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2

hari yang lalu dan sesak didahului batuk, mudah lelah, sering berdebar- debar sejak 1 bulan

yang lalu.

Hipotesis: Anak perempuan tersebut menderita penyakit jantung rematik

Pendahuluan

Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang

digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan ikut. Proses sistemuk ini

merupaka reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh terutama jantung,

sendi dan sistem saraf pusat. Demam rematik bisa terjadi dua jenis, yaitu demam rematik akut

dengan penekanan akut atau demam rematik inaktif. Demam rematik akut ditandai dengan

gejala- gejala akut yang jelas, sedangkan yang inaktif hanya demam yang ditandai tanpa

tanda- tanda radang. Penyakit jantung rematik diakibatkan oleh gejala sisa dari demam

rematik sebelumnya, yang merupakan jenis penyakit jantung yang didapat, bukan bawaan.

Paling banyak dijumpai pada populasi anak- anak dan dewasa muda.

Page 2: PBL Blok 19

Anamnesis1

Pada anamnesis yang perlu ditanyakan pertama kali adalah keluhan utama pasien.

Didapatkan pasien mengalami sesak nafas sejak 2 hari yang lalu. Setelah itu tanyakan

keluhan penyerta nya, seperti batuk, mudah lelah, sering merasa berdebar- debar sejak satu

bulan yang lalu. Rasa berdebar- debar tersebut juga meningkat jika sedang melakukan

aktivitas dan berbaring dengan 2-3 bantal. Demam tidak ada. Selanjutnya tanyakan riwayat

terdahulu apakah pernah sakit seperti itu sejak kecil. Ternyata dari hasilnya pasien mengaku

sering sakit batuk pilek, BB sulit naik dan sering sakit tenggorokan. Tanyakan juga riwayat

pengobatan dan riwayat kelahirannya karena menyangkut riwayat sehak kecil. Terakhir

tanyakan lingkungan sekitar bagaimana dan riwayat orang tuanya.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik selanjutnya yang dilakukan pertama kali adalah tanda-tanda vital

pasien dengan hasil suhu tubuh 36,3°C, tekanan darah 120/80mmHg, denyut nadi:

140x/menit, frekuensi pernafasan: 40x/menit.

Selanjutnya pemeriksaan fisik dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan aukultasi

pada dada pasien tersebut. Didapatkan hasil ictus cordis tampak dua jari lateral pada linea

midclavicularis sinistra pada ICS 6, pada auskultasi jantung terdengar pansistolik murmur

grade 3/6 di apeks jantung dan pada auskultasi paru hasilnya vesikuler dan ronki basah halus

pada kedua basal paru, serta adanya bunyi murmur pada ICS 2 linea sternalis kanan.

Pemeriksaan Penunjang2,3

Pemeriksaan adanya infeksi kuman Streptokokus Grup A sangat membantu diagnosis, yaitu :

a. Pada saat sebelum ditemukan infeksi Streptokokus Grup A

b. Pada saat ditemukan atau menetapnya pasca Strepokokus Grup A

Untuk menetapkan ada atau pernah adanya infeksi kuman streptokokus ini dapat dideteksi

dengan hapusan tenggorok pada saat akut.3 Biasanya kultur sterptokokus grup A negatif pada

fase akut. Jika positif inipun belum pasti membantu diagnosis sebab kemungkinan akibat

kekambuhan dari kuman stretokokus atau infeksi dengan streptokokus dengan strain yang

Page 3: PBL Blok 19

lain. Tetapi antibodi stertokokus lebih menjelaskan adanya infeksi streptokokus dengan

adanya kenaikan titer antistreptoksin O (ASTO) dan antideoksiribonukleat B (anti DNA-ase

B).4

Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dialakukan dengan pemeriksaan darah

dengan hasil jumlah sel darah putih bertambah, laju endap darah meningkat.3

EKG, rontgen thoraks dan ecocardiografi didapatkan dengan hasil berupa hipertrofi

atrium dan ventrikel kiri sampai hipertofi bilateral, yang tergantung dari berat-ringannya

kerusakan katup.

Differential Diagnosis1,4

1. Miokarditis

Miokarditis merupakan penyakit iinflamasi pada miokard, yang disebabkan

karena infeksi maupun non infeksi. Miokarditis primer diduga karena infeksi akut

atau respons autoimun pasca infeksi viral. Sedangkan yang sekunder disebabkan oleh

patogen seperti bakteri, jamur dan lain- lain. Gejala paling jelas adalah demam, nyeri

dada, nyeri otot, nyeri sendi, dan malaise. Biasanya pasien tidak mempunyai keluhan

kardiovaskular, tetapi memiliki kelainan pada segmen ST dan gelombang T pada

EKG.

2. Perikarditis

Perikardium terdiri dari perikardium viseralis yang melekat ke miokardium

dan parietalis yang bagian luarnya. Pada perikarditis, bisa terjadi inflamasi pada salah

satu atau kedua lapisan tersebut. Respond perikard terhadap peradangan bervariasi

dari akumulasi cairan atau darah, deposisi fibrin, proliferasi fibrosa. Disebabkan

biasanya oleh reaksi radang penumpukan cairan (eksudasi) dalam rongga perikard

yang disebut efusi perikard. Bisa karena virus, bakteri ataupun jamur. Keluhan paling

sering adalah nyeri dada yang tajam, retrosternal atau sebelah kiri. Bertambah sakit

apabila bernapas, batuk atau menelan.

3. Penyakit Jantung bawaan Asyanotik

Atrial Septal Defect

Defek pada septum yang memisahkan atrium kiri dan kanan. Pada bayi jarang terlihat

yang asimtomatik. Tapi sesudah beranjak dewasa terdengar murmur dan wide fixed

Page 4: PBL Blok 19

split pada inspirasi maupun ekspirasi saat auskultasi dan mengalami gangguan irama

jantung. Pada kasus ini didapatkan perbesaran atrium kanan jika dilakukan foto

thorax. Pada EKG menunjukan adanya beban volume ventrikel kanan dikarenakan

pengisian ventrikel kanan lebih lambat.

Vena Septal Defect

Pada defek ini terdapat di septum yang memisahkan antara ventrikel kiri dan

kanan. Pada auskultasi terdengar murmur pansistole grade 3. Dan pada foto thorax

terlihat adanya perbesaran ventrikel kiri yang disebabkan oleh hipertrofi karena

dilatasi miokardium akibat peningkatan beban kerja. Pada kasus ini ventrikel kanan

tidak membesar karena darah yang dipompa dari ventrikel kiri langsung dipompa ke

a. Pulmonalis pada fase sistole. Pada kasus ini, anak terdapat gangguan tumbuh

kembang, serta mudah lelah jika melakukan aktivitas berat. Infeksi paru berulang

hingga gagal jantung.

Persisten Ductus Arteriosus

Terdapatnya darah fetal yang mehubungkan percabangan a. Pulmonalis kiri dengann

aorta desendent yaotu tepat sebelah distal a. Subclavia. Kasus ini sering ditemukan

pada bayi prematur. Pada anamnesis, terdapat gagal jantung kongestif yang berakibat

gagal tumbuh, takipneu, takikardi dan penurunan aktivitas menyusu. Ditemukan

continous murmur grade 2-4 di ICS 2 saat auskultasi.

Working Diagnosis1-6

Reumatic Heart Disease (Penyakit Jantung Rematik)

Demam rematik adalah sindrom sebagai akibat infeksi beta- Streptococcus

hemolyticus grup A, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut,

karditis, korea minor, nodul subkutan dan eritema marginatum.

Telah dikemukakan bahwa jantung merupakan satu- satunya organ yang dapat

menderita akibat kelainan permanen demam reumatik. Penyakit jantung reumatik kronik juga

dapat ditemukan tanpa adanya riwayat demam reumatik akit. Hal ini dapat ditemukan baik

pada anak maupun pada dewasa dengan kelainan katup yang khas untuk penyakit jantung

reumatik. Kelainan katup yang paling ditemukan adalah katup mitral, katup aorta dan katup

pulmonal. Penyakit jantung reumatik ini dapat ditemukan tanpa ada riwayat demam reumatik

Page 5: PBL Blok 19

akut. Hak ini terutama didapatkan pada penderita dewasa dengan ditemukannya kelainan

katup. Mungkin dahulu pasien pernah menderita “serangan karditis subklinis”. Kelainan

katup yang sering dijumpai adalah:

Insufiensi Mitral2-3

Adalah valvulitis mitral sebagian besar sudah terjadi pada hari- hari pertama

serangan demam reumatik akut. Sebagian akan sembuih sempurna, tetapi sebagian

lain- lain meninggalkan gejala sisa berupa insufiensi mitral. Arti lain adalah

kebocoran mitral akibat proses penyembuhan valvulitis mitral yang menyebabkan

daun- daun katup menebal sehingga tidak bisa menutup sempurna. Pelebaran

ventrikel kiri dan perubahan arah M.Papilaris serta korda tendinae menambah

kebocoran tersebut.

Penutupan katup mitral yang tidak sempurna ini menyebabkan terjadinya

regurgitasi darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri salama fase sistole. Pafa kelainan

mungkin tidak terdapat kardiomegali. Tertimbunnya darah atrium kiri saat awal

diastole akan menyebabkan terjadinya stenosis mitral relatif sehingga terjadi flow

murmur diastolik. Biasanya tidak menimbulkan keluhan yang serius, hanya biasanya

anak mudah lelahdan terdapat dispneu. Pada pemeriksaan EKG juga didapatkan

hipertrofi ventrikel kiri dan hipertrofi atrium kiri.

Stenosis Mitral2-3

Adalah perlekatan daun- daun katup, selain dapat menimbulkan insufiensi

mitral, juga dapat menyebabkan stenosis mitral. Perubahan- perubahan m. Papilaris,

cincin atrioventricularis dan korda tandinae juga terjadi. Perubahan ini mengakibatkan

terjadinya insufisiensi dan stenosis bersamaan.

Obstruksi katup mitral akan menghalangi masuknya darah dari atrium kiri ke

ventrikel kiri. Beban volume atrium kiriakan menyebabkan dilatasi atrium kiri dan

tekanan atrium kiri yang berlebihan akan di kembalikan ke pungsi vena pulmonalis

sehingga memungkinkan terjadi hipertensi pulmonal. Ini akan menyebabkan beban

jantung kanan akan bertambah, hipertrofi ventrikel kanan yang dapat menyebabkan

gagaj ginjal.

Insufiensi Aorta2-3

Kelainan katuo aorta pada demam reumatik hampir selalu berupa insufisiensi

aorta. Sebagian darah yang dipompakan oleh ventrikel kiri ke aorta akan kembali ke

Page 6: PBL Blok 19

ventrikel kiri akibat kebocoran katup aorta. Hal ini terjadi saat awal diastol, akibatnya

ventrikel menderita beban volume sehinggal dilatasi. Untuk mendapatkan curah

jantung, maka ventrikel kiri bekerja lebih kuat untuk memompakan darah, sehingga

terjadi hipertrofi ventrikel kiri.

Etiologi1

Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi

individu, penyebab penyakit faktor lingkungan. Penyakit ini sangat berhubungan erat dengan

infeksi saluran nafas bagian atas oleh beta- Streptococcus hemolyticus golongan A (SGA).

Berbeda dengan glumerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi Streptococcus di kulit

maupun saluran nafas, demam rematik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi

Streptococcus di kulit.

Epidemiologi1,3

Meskipun individu- individu segala umur dapat diserang oleh demam rematik akut,

tetapi DR ini banyak terdapat pada anak dan orang usia muda (5-15 tahun). Ada dua keadaan

terpenting dari swgi epidemiologik pada DR akut ini yaitu kemiskinan dan kepadatan

penduduk. Tetapi pada saat wabah DR tahun 1980 di Amerika pasien- pasien anak yang

terserang juga pada kelompok ekonomi menengah keatas. Setelah perang dunia kedua

dilaporkan bahwa di Amerika dan Eropa insiden DR menurun, tetapi DR masih merupakan

masalah kesehatan masyarakat di negara- negara berkembang.

Penyakit ini masih terlihat meningkat di negara tropis dan sub-tropis seperti

kegawatan karditis dan payang jantung yang meningkat. Ternyata insiden tertinggi adalah

pada anak muda dan terjadinya kelainan kantup jantung adalah sebagai akibat kekurangan

kemampuan untuk melakukan pencegahan sekunder dari DR dan PJR. Dilaporkan bahwa DR

dan PJR adalah penyebab utama kematian penyakit jantung dibawah 45 tahun, juga 25%-

40% penyakit jantung disebabkan oleh PJR untuk semua umur.

Selain itu faktor predisposis pada individu juga ditentukan dari;

- Faktor genetik

Page 7: PBL Blok 19

Banyak demam rematik atau penyakit jantung rematik terjadi pada suatu keluarga

maupun anak kembar. Pada umumnya disetujui bahwa ada faktor keturunan tetapi

cara penurunannya belum dapat dipastikan.

- Jenis kelamin

Dahulu sering dikatakan bahwa demam rematik lebih sering didaptkan pada anak

wanita dibandingkan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar tidak ada yang

membedakan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin dapat ditentukan.

- Golongan etnis dan ras

Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama sering didapatkan pada

orang berkulit hitam dibandingkan orang berkulit putih. Tetapi data ini harus dinilai

dengan hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada dua

golongan tersebut ikut berperan.

- Umur

Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada penyakit ini. Penyakit

ini paing sering mengenai anak umur 5-15 tahun dengan puncak sekitar 8 tahun.

Tidak bisa ditemukan pada anak berumur 3-5 tahun dan sangat jarang dengan anak

yang berumur sebelum 3 tahun dan 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai

dengan insidens infeksi Stretokokus pada anak usia sekolah.

- Faktor-faktor lingkungan

- Keadaan sosial ekonomi yang buruk

Insidens dinegara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik.

Termasuk dalam keadaan sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan

penghuni yang padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera

mengobati anak yang sedang sakit sangat kurang., pendapatan yang rendah sehingga

perawatan sangat kurang.

- Iklim dan geografi

Banyak didapatkan pada daerah beriklim sedang, tetapi data akhir0akhir ini

menunjukkan bahwa daerah tropis mempunyai insidens yang tinggi.

- Cuaca

Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas

atas meningkat, sehingga insidens demam rematik juga meningkat.

Page 8: PBL Blok 19

Patogenesis1,3,5-6

Meskipun sampai sekarang ada hal- hal yang belum jelas mengenai penyakit ini,

tetapi ada penelitian yang mendapatkan bahwa DR yang mengakibatkan PJR yerjadi akibat

sensitisasi dari antigen Streptokokus sesudah 1-4 minggu infeksi Streptokokus di faring.

Lebih kurang 95% pasien menunjukan peninggian titter antistreptoksin O (ASTO),

antideoksiribonukleat (antiDNA-ase B) yang merupakan dua macam tes yang biasa dilakukan

untuk infeksi kuman SGA.

Faktor- faktor yang diduga terjadinya komplikasi pasca streptokokus ini kemungkinan

utama adalah pertama Virulensi dan Antigenisitas Streptopkokus, dan kedua besarnya

responsi umum dari “host” dan persistensi organisme yang menginfeksi faring. Resiko untuk

kambuh sesudah pernah mendapat serangan Streptokokus adalah 50-60%.

Penelitian- penelitian lain kebanyakan menyokong mekanisme autoimunitas atas

dasar reaksi antigen antibodi terhadap antigen Streptokokus. Salah satu antigen tersebut

adalah protein- M Streptokokus. Pada serum pasien DR akut dapat ditemukan antibodi dan

antigen. Antibodi yang terbentuk bukan bersifat kekebalan. Dan reaksi ini dapat ditemukan

pada miokar, otot skelet dan otot polos. Dengan imunofloresensi dapat ditemukan

imunoglobulinnya dan komplemen pada sarkolema miokard.

Morfologi1

Lesi yang patognomonik DR adalah Badan Aschoff sebagai diagnostik histopatologik.

Sering ditemukan juga pada saar tidak adanya tanda- tanda kelainan jantung, dan dapat

bertahan lama setelah tanda- tanda gambaran klinis menghilang, atau masi ada keaktifan

laten. Badan Aschoff ini umumnya terdapat pada septum fibrosa intervaskular, di jaringan

ikat perivaskular dan di daerah subendotelial. Pada PJR biasanya terkena ketiga lapisan

endokard, miokard dan perikard secara bersamaan atau sendiri- sendiri atau kombinasi.

Pada endokard yang terkena utama adalah katup- katup jantung dan 50% mengenai

katup mitral. Pada keadaan dini DR akut, katup- katup yang terkena ini akam memerah,

edema dan menebal dengan vegetasi yang disebut sebagai Verruceae. Setelah agak tenang,

katup- katup yang terkena akan menjadi tebal, fibrotik, pendek dan tumpul yang

menimbulkan stenosis.

Page 9: PBL Blok 19

Manifestasi klinis1,3,5-6

DR atau PJR merupakan kumpulan gejala terpisah- pisah dan kemudian menjadi suatu

penyakit. Gejala- gejalanya dapat mengenai beberapa bagian tubuh, antara lain:

Artritis

Artritis adalah gejala mayor yang sering ditemukan pada DR akut. Sendi yang dikenai

berpindah- pindah tanpa cacat yang biasanya adalah sendi besar seperti lutut,

pergelangan kaki, paha, lengan panggul, siku dan bahu. Munculnya tiba- tiba dengan

rasa nyeri yang meningkat selama 12- 24 jam yang diikuti dengan reaksi radang.

Nyeri ini akan perlahan- lahan menghilang. Radang sendi ini jarang yang menetap

lebih dari satu minggu sehingga terlihat sembuh sempurna. Proses migrasi artritis ini

membutuhkan waktu 3- 6 minggu. Sendi- sendi kecil jari tangan dan kaki juga dapat

dikenai. Biasanya yang menderita hebat tidak menderita karditis yang berat dan

seballiknya.

Karditis

Karditis adalah proses peradangan aktif yang mengenai endokardium, miokardium

atau perikardium. Karditis merupakan gejala mayor terpenting karena hanya karditis

lah yang meninggalkan gejala sisa terutama kerusakan katup jantung. Karditis

merupakan manifestasi klinis yang penting dengan insiden 40-50% atau berlanjut

deengan gejala yang lebih berat yaitu gagal jantung. Kadang- kadang karditis itu

asimptomatik dan terdeteksi saat adanya nyeri sendi. Karditis ini bisa hanya mengenai

endokardium saja. Endokarditis terdeteksi saat adanya bising jantung. Katup mitral

yang terbanyak dikenai dan dapat bersamaan dengan katup aorta. Katup aorta sendiri

jarang dikenai. Adanya regurgitasi mitral ditemukan dengan bising sistolik yang

menjalar ke aksila, dan kadang- kadang juga disertai bising mid- sistolik. Dengan dua

dimensi ekokardiografi dapat mengevaluasi kelainan anatomi jantung sedangkan

dengan doppler dapat menentukan fungsi dari jantung.

Chorea

Chorea ialah gerakan- gerakan cepat, bilateral, tanpa tujuan dan sukar dikendalikan

terutama pada ekstremitas, seringkali disertai kelemahan otot. Chorea ini didapatkan

10% dari DR yang dapat merupakan manifestasi klinis sendiri atau bersamaan dengan

karditis. Masa laten infeksi SGA dengan chorea cukup lama yaitu 2-6 bulan atau

Page 10: PBL Blok 19

lebih. Lebih sering dikenai pada perempuan pada umur 8-12 tahun. Dengan gejala ini

muncul selama 3-4 bulan. Gerakan- gerakan tanpa disadari akan ditemukan pada

wajah dan anggota- anggota gerak tubuh yang biasanya unilateral. Dan gerakan ini

menghilang saat tidur.

Eritema Marginatum

Eritema marginatum merupakan gambaran demam reumatik pada kulit, berupa

bercak- bercak merah muda dengan bagian tengahnya pucat sedangkan tepinya

berbatas tegas, berbentuk bulat atau bergelombang tapi individu tidak merasa gatal.

Tempatnya berpindah- pindah seperti di kulit dada atau paha. Eritema marginatum ini

ditemukan kira- kira 5 % dari pasien DR, dan berlangsung berminggu- minggu dan

berbulan- bulan, tidak nyeri dan tidak gatal.

Nodul Subkutanius

Nodul ini terletak dibawah kulit, keras, tidak terada sakit, mudah digerakkan.

Biasanya terdapat pada bagian ekstensor persendian terutama siku, lutut, pergelangan

tangan dan kaki. Nodul ini timbul beberapa hari setelah serangan akut demam

reumatik. Besarnya kira- kira 0,5- 2cm, bundar, terbatas, dan tidak nyeri tekan.

Demam pada DR tidak khas, dan jarang menjadi keluhan utama pasien DR.

Penatalaksanaan2-3

Medika Mentosa

1. Eradikasi kuman beta-Streptococcus hemolyticus grup A

Pengobatan adekuat terhadap infeksi Streptococcus harus segera dilakukan

setelah diagnosis diteggakan. Dianjurkan menggunakan Benzathine penisilin G

dengan cara intramuskular dan penisilin oral 3 kali sehari selama 10 hari. Pada

penderita yang resisten terhadap penicilin bisa digantikan dengan eritromisin.

Pengobatan terhadap streptococcus ini harus tetap diberikan meskipun usap

tenggorokan negatif. Karena kuman masing mungkin ada dalam jumlah sedikt

dalam jaringan faring dan tonsil. Penisilin tidak berpengaruh terhadap demam,

gejala sendi dan laju endap darah.

Page 11: PBL Blok 19

2. Obat anti inflamasi

Yang dipakai secara luas ilah salisilat dan steroid, keduanya efektif untuk

mengurangi gejala demam, kelainan sendi serta fase reaksi akut. Kedua obat

tersebut tidak mengubah lamanya serangan demam reumatik maupun akibat

seelanjutnya. Steroid tidak lebih unggul dari pada salisilat terhadap gejala sisa

kelainan jantung. Saat ini hanya dapat dilihat bahwa steroid lebih cepat

memperbaiki keadaan umum anak, nafsu makan cepat bertambah, laju endap

darahnya menurun.

Non Medika Mentosa2-3

1. Diet

Bentuk dan jenis makanan disesuaikan dengan keadaan penderita. Pada sebagian

besar kasus cukup diberikan makanan biasa, cukup kalori dan protein. Bila

terdapat gagal jantung, diet disesuaikan dengan diet gagal jantung.

2. Pembedahan

Indikasi terapi bedah pada penyakit jantung reumatik lebih sering kepada dewasa

dibanding anak- anak. Indikasi oada anak ialah:

a. Kardiomegali berat

b. Kardiomegali progresif

c. Gagal jantung yang tidak dapat diatasi dengan terapi medis.

Prognosis1,3-4

DR tidak akan kambuh bila infeksi streptokokus diatasi. Prognosis sangat baik bila

karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut DR. Selama 5 tahun pertama perjalanan

penyakit DR dan PJR tidak membaik bila bising organik katup tidak menghilang. Prognosis

memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan ternyata DR akut dengan payah jantung

akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun. Dari data penyembuhan

ini akan bertambah bila penhgobatan pencegahan sekunder dilakukan secara baik. Ada

penelitian melaporkan bahwa stenosis mitral sangat tergantung pada beratnya karditis,

sehingga kerusakan katup mitral selama 5 tahun pertama sangat mempengaruhi angka

kematian DR ini.

Page 12: PBL Blok 19

Komplikasi

Komplikasi yang bisa terjadi pada penyakit jantung rematik yaitu adanya gagal

jantung dan aritmia dengan gejala sesak nafas, mual, muntah, nyeri lambung, dan batuk

kering, jika terjadi kerusakan katup jantung, maka sepanjang hidupnya penderita akan

memiliki resiko menderita infeksi katup (endokarditis), dan tromboemboli.

Pencegahan1,3-4

Pencegahan penyakit jantung reumatik tentu saja harus dilakukan pencegahan dari

pangkalnya yaitu dengan mencegah anak menderita demam reumatik. Karena dari demam

reumatik, anak bisa terjangkit penyakit jantung reumatik dari kelainan sebelumnya.

Pencegahan ada dua macam:

1. Pencegahan primer: mencegah infeksi Streptococcus beta hemolyticus sehingga

tercegah demam reumatik.

2. Pencegahan sekunder: Mencegah infeksi Streptococcus beta hemolyticus pada bekas

penderita demam reumatik.

Kesimpulan

Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penyakit jantung reumatik adalah

penyakit dari demam reumatik sebelumnya. Demam reumatik ini disebabkan oleh infeksi

kuman beta-Streptococcus hemolyticus. Demam reumatik pada anak tersebut meninggalkan

sisa pada jantung anak tersebut. Sehingga saat kedua kali terjangkit penyakit ini, karditis anak

tersebut kambuh. Demikian hipotesis diatas dapat diterima.

Page 13: PBL Blok 19

Daftar Pustaka

1. Leman S. Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik, buku ajar ilmu penyakit

dalam. Interna publishing. Jilid 2. Edisi 5. Jakarta. 2009.

2. Buku kuliah 2 ilmu kesehatan anak. FKUI. Jilid 2. Jakarta 1995; hal:734-459.

3. Markum A H, Ismael S, Alatas H, et al. Buku ajar ilmu kesehatan anak. FKUI. Jilid 1.

Jakarta. 1991; hal 599-607

4. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani I W. Kapita selekta kedokteran FKUI. Media

aesculapius. Edisi ke-3. Jilid 2. Jakarta:

5. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Ilmu kesehatan anak. Edisi 15. Vol 2. Jakarta:

2000. Hal;929- 35.

6. Wahab S. Demam reumatik dan kelainan jantung reumatik pada anak. PT

pembimbing masa. Jakarta; 1992. Hal: 5-49.