PBL Blok 19 (Yuni)

22
Gagal Jantung Akut (AHF) Pada Dewasa Yuni Inri Yanti 102012146/E3 [email protected] Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 PENDAHULUAN Heart Failure (HF) atau gagal jantung (GJ) adalah suatu sindroma klinis kompleks, yang didasari oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah keseluruh jaringan tubuh dengan adekuat, akibat adanya gangguan structural dan fungsional dari jantung. Pasien dengan HF biasanya menunjukkan ciri-ciri seperti gejala-gejala dari HF berupa sesak nafas yang spesifik pada saat istirahat atau saat beraktifitas dan atau rasa lemah, tidak bertenaga. Tanda-tanda dari HF berupa retensi air seperti kongesti paru, edema tungkai dan ditemukannya abnormalitas dari struktur dan fungsional jantung. Gagal Jantung Akut (GJA) didefinisikan sebagai serangan cepat/rapid/onset atau adanya perubahan pada gejala-gejala atau tanda-tanda dari gagal jantung yang berakibat diperlukannya tindakan atau terapi secara urgent. GJA dapat berupa serangan pertama GJ, atau perburukan dari gagal jantung kronik sebelumnya. Skenario Seorang laki-laki berusia 62 tahun datang dibawa oleh istrinya ke klinik dokter keluarga dengan keluhan sesak nafas 1

description

PBL Blok 19 (Yuni)

Transcript of PBL Blok 19 (Yuni)

Page 1: PBL Blok 19 (Yuni)

Gagal Jantung Akut (AHF) Pada Dewasa

Yuni Inri Yanti

102012146/E3

[email protected]

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

PENDAHULUAN

Heart Failure (HF) atau gagal jantung (GJ) adalah suatu sindroma klinis kompleks,

yang didasari oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah keseluruh jaringan

tubuh dengan adekuat, akibat adanya gangguan structural dan fungsional dari jantung. Pasien

dengan HF biasanya menunjukkan ciri-ciri seperti gejala-gejala dari HF berupa sesak nafas

yang spesifik pada saat istirahat atau saat beraktifitas dan atau rasa lemah, tidak bertenaga.

Tanda-tanda dari HF berupa retensi air seperti kongesti paru, edema tungkai dan

ditemukannya abnormalitas dari struktur dan fungsional jantung. Gagal Jantung Akut (GJA)

didefinisikan sebagai serangan cepat/rapid/onset atau adanya perubahan pada gejala-gejala

atau tanda-tanda dari gagal jantung yang berakibat diperlukannya tindakan atau terapi secara

urgent. GJA dapat berupa serangan pertama GJ, atau perburukan dari gagal jantung kronik

sebelumnya.

Skenario

Seorang laki-laki berusia 62 tahun datang dibawa oleh istrinya ke klinik dokter

keluarga dengan keluhan sesak nafas yang memberat sejak 2 hari yang lalu. Awalnya, sattu

minggu yang lalu pasien pernah mengalami nyeri dada, namun saat itu nyeri membaik

sendiri. Tidak lama kemudian mulai timbul sesak yang seiring waktu dirasakan semakin

memberat terutama beraktivitas. Pasien sering terbangun saat malam hari karena sesak dan

lebih nyaman tidur dengan menggunakan 2 bantal kepala. Pasien memiliki riwayat merokok

namun sudah berhenti sejak 5 tahun yang lalu, selain itu ia juga didiagnosis menderita

diabetes sejak setahun yang lalu.

1

Page 2: PBL Blok 19 (Yuni)

PEMBAHASAN

Anamnesis

Anamnesis merupakan wawancara riwayat kesehatan pasien baik secara langsung atau

tidak langsung yang memiliki tiga tujuan utama yaitu mengumpulkan informasi, membagi

informasi, dan membina hubungan saling percaya untuk mendukung kesejahteraan pasien.

Informasi atau data yang dokter dapatkan dari wawancara merupakan data subjektif berisi hal

yang diutarakan pasien kepada dokter mulai dari keluhan utama hingga riwayat pribadi dan

sosial yang mencakup identitas, keluhan utama, penyakit saat ini, riwayat penyakit dahulu,

riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit keluarga, riwayat sosial.1 Pada kasus ini,

anamnesis mengenai keluhan utama dapat dimulai dengan menanyakan :

- Sejak kapan sesak nafasnya mulai timbul?

- Sudah berapa lama sesak nafasnya timbul?

- Sesak nafasnya timbul pada saat beraktivitas atau saat beristirahat?

- Adakah riwayat nyeri dada?

- Adakah riwayat penyakit jantung sebelumnya khususnya MI, angina, murmur, aritmia,

atau penyakit katup jantung yang diketahui?

- Adakah riwayat faktor resiko aterosklerosis?

- Adakah riwayat penyakit pernapasan atau ginjal?

- Apakah ada keluhan penyerta lainnya? (seperti deman, mual, pusing, lemas)

- Sebelumnya apakah pasien sudah pernah berobat atau minum obat yang dibeli di

warung?

- Apakah pasien sudah pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya?

- Apakah di keluarga pasien ada yang memiliki keluhan yang sama?

- Apakah pasien memiliki riwayat hipertensi dan DM?

- Apakah pasien memiliki kebiasaan merokok dan minum-minuman beralkohol atau tidak?

- Pola hidupnya bagaimana sehat atau tidak?

Pemeriksaan Fisik

Untuk memastikan diagnosis dari penyakit yang diderita oleh pasien, yang selanjutnya

kita lakukan adalah pemeriksaan fisik pada pasien.2 Pemeriksaan fisik dilakukan :

2

Page 3: PBL Blok 19 (Yuni)

- Keadaan umum pasien

- Kesadaran

- Tanda-tanda vital (TTV)

Penderitaan umumnya tampak sangat gelisah dan sesak. Kesadaran bervariasi dari

sedikit berubah sampai koma. Pada tipe hiperkapnik, penderita mengalami sakit kepala,

kebingungan, mengantuk, tertidur sampai koma. Kadang-kadang didapatkan gangguan

penglihatan terutama pada asidosis berat, juga dapat terjadi tremor. Pada tipe hipoksik

tampak sianosis di bibir dan jari-jari.

Pada system pernapasan, biasanya didapatkan frekuensi napas menurun, normal atau

meningkat, pernapasan mungkin sukar atau tenang, sehingga pola pernapasan perlu diamati

dengan baik, misalnya napas cepat dan dangkal menandakan depresi pernapasan, takipnea

menunjukkan adanya hipoksemia. Pada system kardiovaskular biasanya tekanan sedikit

meningkat. Pada kasus berat didapatkan hipotensi, bradikardi yang bervariasi sampai aritmia.

Pada pemeriksaan fisik thoraks dicari penyakit-penyakit yang kemungkinan

mendasarinya. Adanya murmur, irama gallop. Disertai dengan ronki menunjukkan adanya

gagal jantung: bising mengi yang keras menunjukkan adanya asma berat, ronki basah disertai

dengan demam ditemukan pada kasus infeksi pulmoner. Kalau ada tanda-tanda gangguan

neurologis perlu dipikirkan kemungkinan terjadi stroke.

Dari skenario :

Pasien tampak sakit berat

TTV :TD 140/ 90, nadi 90x/ menit, suhu 36,5°C, RR 28x/ menit

Auskultasi :

Paru – Paru: napasvesikuler, terdengarronkhi basah pada seluruh lapangan paru

Jantung : bunyi jantung 1,2 murni reguler, murmur (-), gallop (+) S3

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, urea, kreatinin, gula darah, albumin, dan enzim

hati merupakan pemeriksaan awal pada semua penderota GJA. Kadar sodium yang rendah,

urea dan kreatinin yang tinggi memberikan prognosis buruk pada GJA.3,4

3

Page 4: PBL Blok 19 (Yuni)

Dari skenario didapati Hemoglobin : 14g/dl, Hematokrit : 40%, Leukosit: 10.000/uL ,

Trombosit:350.000/uL1

Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi yang sangat penting, meliputi frekuensi

debar jantung, irama jantung, sistem konduksi dan kadang etiologi dari GJA. Kelainan

segmen ST; berupa segmen ST elevasi infark miokard (STEMI) atau Non STEMI.

Gelombang Q petanda infark transmural sebelumnya, dan adanya hipertrofi.4

Foto Thorax

Foto thorax harus diperiksakan secepat mungkin pada pasien yang diduga GJA, untuk

menilai drajat kongesti paru, dan untuk mengetahui adanya kelainan paru dan jantung yang

lain seperti efusi pleura, infiltrat, atau kardiomegali.4

Ekokardiografi

Ekokardiografi memegang peranan yang sangat penting untuk evaluasi kelainan

struktural dan fungsional dari jantung yang berkaitan dengan GJA. Semua penderita GJA

harus dievaluasi / ekokardiografi secepat mungkin. Penemuan dengan ekokardiografi bisa

langsung menentukan strategi pengobatan.4

Analisa Gas Darah Arterial

Pemeriksaan analisa gas darah arterial memungkinkan kita untuk menilai oksigenasi

(pO2), fungsi respirasi (pCO2) dan kesimbangan asam basa (pH) harus dinilai pada setiap

pasien dengan respiratory distress berat.4,5

Working Diagnosis

Diagnosis kerja yang sesuai adalah gagal jantung akut. Gagal jantung akut (GJA)

merupakan keadaan jantung yang tak bisa memompa darah dengan gejala sesak nafas hebat

secara tiba-tiba. Sebelum terjadi gagal jantung akut, biasanya penderita sudah mengalami

gejala sesak nafas. Gagal jantung akut dapat berupa serangan pertama gagal jantung atau

perburukan dari gagal jantung kronik sebelumnya.4

Kondisi yang dapaat mencetuskan GJA adalah ketidakpatuhan minum obat GJ, atau

nasehat-nasehat medik, pemakaian obat seperti NSAID, cyclo-oxygenare (COX) inhibitor,

4

Page 5: PBL Blok 19 (Yuni)

dan thiazolidinediones, GJ berat juga bisa sebagai akibat dari gagal multi organ (multiorgan

failure).

Differential Diagnosis

Gagal Jantung Kronik (GJK)

Suatu kondisi patologi, dimana terdapat kegagalan jantung memompa darah yang

sesuai dengan kebutuhan jaringan. Suatu definisi objektif yang sederhana untuk menentukan

batasan gagal jantung akut dan kronik hampir tidak mungkin dibuat karena tidak terdapat

nilai batas yang tegas pada disfungsi ventrikel. Guna kepentingan praktis, gagal jantung

kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang komplek yang disertai dengan keluhan

seperti sesak napas, fatik, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema dan tanda objektif

adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.

Penatalaksanaan

Diuretik (diureik loop, thiazide, metolazon) penting untuk pengobatan simtomatik bila

ditemukan beban cairan berlebihan, kongesti paru dan edema perifer.

Beta bloker direkomendasikan pada semua gagal jantung ringan, sedang dan berat yang

stabil baik dalam keadaan iskemi atau kardiomiopati non iskemi dalam pengobatan

standard seperti diuretic atau penyekat enzim konversi angiotensin.

Nitrat sebagai tambahan bila ada keluhan angina atau sesak, jangka panjang tidak

terbukti memperpanjang simtom gagal jantung

Acute Respiratory Distress Syndome (ARDS)

Sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas membran alveolar-kapiler

terhadap air, larutan dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus, dan akumulasi

cairan yang mengandung protein dalam parenkim paru. Onset akut umumnya berlangsung 3-

5 hari sejak adanya diagnosa kondisi yang menjadi faktor risiko ARDS. Tanda pertama ialah

takipnea, retraksi interkostal, adanya rongki basah kasar yang jelas. Dapat ditemui hipotensi,

febris. Pada auskultasi ditemukan ronki basah kasar. Gambaran hipoksia/sianosis yang tak

respon dengan pemberian oksigen. Sebagian besar kasus disertai disfungsi/gagal organ ganda

yang umumnya juga mengenai ginjal, hati, saluran cerna, otak dan sistem kardiovaskular.

Penatalaksanaan

5

Page 6: PBL Blok 19 (Yuni)

Terapi oksigen

Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong.

Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP

Inhalasi nebulizer

Fisioterapi dada

Pemantauan hemodinamik/jantung

Pengobatan Brokodilator Steroid

Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan

Pneumonia

Proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) yang termasuk dalam

salah satu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah. Terdapat beberapa penyebab yang

berbeda yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia seperti bakteri, virus, jamur dan

benda asing. Contoh gejala klinis yang ditimbulkan dari pneumonia ini adalah seperti batuk

(sputum kuning kental), sesak nafas, nyeri dada, demam + menggigil (>40°C), napascepat,

retraksi dada, dan sianosis. Sedangkan tanda-tanda menderita Pneumonia dapat diketahui

setelah menjalani pemeriksaan X-ray (Rongent) dan pemeriksaan sputum.

Edema Paru Akut

Edema Paru Akut (Kardiak) adalah pembengkakan dan/atau akumulasi cairan dalam

paru. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya pertukaran gas dan dapat menyebabkan gagal

napas. Edema Paru dapat terjadi akibat kegagalan jantung memindahkan cairan dari sirkulasi

paru (Edema Paru Kardiogenik) atau akibat trauma langsung pada parenkim paru (Edema

Paru Non-Kardiogenik). Pengobatan tergantung dari penyebab, tapi lebih menitikberatkan

pada memaksimalkan fungsi respirasi dan menyingkirkan penyebab.

Penatalaksanaan

1. Oksigen (40%-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk

(pasien makin sesak, takipneu, ronkhi bertambah, PaO2 tidak bisadipertahankan > 60

mmHg dengan O2 konssentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi atau tidak

mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi

endotrakeal, suction dan ventilator.

6

Page 7: PBL Blok 19 (Yuni)

2. Diuretik Furosemid 40-80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4

jam atau dilanjutkan drip ontinue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.

3. Bila perlu (tekanan darah turun /tanda hipoperfusi) : Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit atau

doputamin 2-10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat

ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.

Etiologi

Penyakit yang menyebabkan kerusakan atau beban berlebih pada kemampuan pompa

jantung menyebabkan gagal jantung. Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal.

Penyakit jantung koroner pada FraminghamStudy dikatakan sebagai penyebab gagal jantung

pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita.5

Faktor risiko gagal jantung adalah sebagai berikut:

Diabetes dan merokok merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan

dari gagal jantung

Berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL

Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa

penelitian

Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut

maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Alkohol menyebabkan

gaga jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan

defisiensi tiamin

Beberapa obat–obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti

doxorubicindan obat antivirus seperti zidofudin juga dapatmenyebabkan gagal jantung

akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung

Epidemiologi

Diperkirakan terdapat sekitar 23 juta orang mengidap gagal jantung di seluruh dunia.

American Heart Association memperkirakan terdapat 4,7 juta orang menderita gagal jantung

di Amerika Serikat pada tahun 2000 dan dilaporkan terdapat 550.000 kasus baru setiap tahun.

Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa diperkirakan mencapai 1 – 2%. Di Indonesia

belum ada data epidemiologi untuk gagal jantung, namun pada Survei Kesehatan Nasional

2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi merupakan penyebab kematian utama di

Indonesia (26,4%) dan pada Profil Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan bahwa penyakit

7

Page 8: PBL Blok 19 (Yuni)

jantung berada di urutan ke-delapan (2,8%) pada 10 penyakit penyebab kematian terbanyak

di rumah sakit di Indonesia.

Patogenesis7

Pada awal gagal jantung, akibat cardiac output yang rendah, di dalam tubuh terjadi

peningkatan aktifitas saraf simpatis dan sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAA), serta

pelepasan arginin vasopresin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk

mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Apabila curah jantung menurun, akan terjadi

aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron. Beberapa mekanisme seperti hipoperfusi renal,

berkurangnya natrium terfiltrasi yang mencapai makula densa tubulus distal, dan

meningkatnya stimulasi simpatis ginjal, memicu peningkatan pelepasan renin dari aparatus

juxtaglomerular. Respon neurohumoral ini akan membawa keuntungan untuk sementara

waktu, namun setelah beberapa saat, kelainan sistem neurohumoral ini akan memacu

perburukan gagal jantung, tidak hanya karena vasokontriksi serta retensi air dan garam yang

terjadi, akan tetapi juga karena adanya efek toksik langsung dari noradrenalin dan angiotensin

terhadap miokard.

Aktivasi neurohormonal : terjadi dengan peningkatan vasokonstriksor (renin, angiotensin

II, katekolamin) yang memicu retensi garam dan air serta meningkatkan beban akhir

(afterload) jantung. Hal tersebut mengurangi pengosongan ventrikel kiri (LV) dan

menurunkan curah jantung, yang menyebabkan aktivasi neuroendokrin yang lebih hebat,

sehingga meningkatkan afterload dan seterusnya, yang akhirnya membentuk lingkaran

setan.

Dilatasi ventrikel: terganggunya fungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan

meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara

mekanis (hukum laplace). Jika persediaan energy terbatas (misalnya pada penyakit

coroner) selanjutnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas dan aktivasi

neuroendokrin.

Gejala Klinis

Gagal Jantung merupakan sindrom klinis yang kompleks dengan gejala-gejala yang

tipikal dari sesak napas (dispneu) dari mudah lelah (fatigue) yang dihubungkan dengan

kerusakan fungsi maupun struktur dari jantung yang menggangu kemampuan ventrikel untuk

8

Page 9: PBL Blok 19 (Yuni)

mengisi dan mengeluarkan darah ke sirkulasi. Berikut merupakan gejala-gejala yang

ditimbulkan dari gagal jantung:4

- Dispnea atau perasaan sulit bernafas: manifestasi gagal jantung yang paling umum, yang

disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti vaskular paru yang

mengurangi kelenturan paru. Ortopnea atau dispnea saat berbaring disebabkan oleh

redistribusi aliran darah dari bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral.

- Batuk non produktif: disebabkan oleh kongesti, terutama pada posisi berbaring. Gagal ke

belakang pada gagal jantung kiri yang berlanjut dapat menyebabkan terakumulasinya

cairan paru yang oleh karena gaya gravitasi akan terkumpul di bagian bawah paru,

menyebabkan timbulnya bunyi ronkhi yang khas menggambarkan kondisi gagal jantung

- Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP)/pembendungan vena-vena leher: disebabkan

gagal ke belakang pada sisi kanan jantung yang dapat meningkatkan tekanan vena sentral

(CVP) apabila jantung kanan gagal menyesuaikan peningkatan aliran balik vena ke

jantung selama inspirasi. Peningkatan CVP selama inspirasi dikenal dengan istilah

Kussmaul sign.

- Edema perifer: disebabkan penimbunan cairan dalam ruang intertisial. Edema mula-mula

tampak pada bagian tubuh yang menggantung dan terutama pada malam hari, akibat

redistribusi cairan dan reabsorbsi pada waktu berbaring serta berkurangnya vasokontriksi

ginjal pada waktu istirahat. Pada kasus ini terjadi edema paru akut yang digambarkan

dengan kebiasaantidur dengan menggunakan dua bantal untuk mengurangi sesaknya.

Edema paru akut adalah  akumulasi cairan di intersisial dan alveolus paru yang terjadi

secara mendadak, disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edem paru kardiak),

yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga terjadi

gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia.

- Kelemahan dan keletihan otot

- Takikardi yang menggambarkan respon terhadap saraf simpatik, sedangkan menurunya

denyut nadi menggambarkan penurunan volume sekuncup dan vasokonstriksi perifer

- Gallop ventrikel atau bunyi jantung ketiga (S3)

Keberadaan S3 merupakan ciri khas gagal ventrikel kiri yang disebabkan oleh pengisian

cepat pada ventrikel yang tidak lentur atau terdistensi

Di samping itu, ada beberapa klasifikasi AHF (Acute Heart Failure)

Klasifikasi Killip class :

9

Page 10: PBL Blok 19 (Yuni)

- Killip I : No heart failure

- Killip II : Ronki, gallop, kongesti paru ½ bagian bawah

- Killip III : Severe heart failure, ronki diseluruh lapang

- Killip IV : Cardiogenik syok, hipotensi, oliguna, cianosis.

Klasifikasi Forester yang juga berdasarkan tanda-tanda klinis dan karakteristik hemodinamik

pada infark akut.

Penatalaksanaan6,8

Tujuan utama terapi GJA adalah koreksi hipoksia, meningkatkan curah jantung, perfusi

ginjal, pengeluaran natrium dan urin. Sasaran pengobatan secepatnya adalah memperbaiki

simptom dan menstabilkan kondisi hemodinamik.

Terapi Umum: Terapi umum pada gagal jantung akut ditujukan untuk mengatasi infeksi,

gangguan metabolik (diabetes mellitus), keadaan katabolik yang tidak seimbang antara

nitrogen dan kalori yang negatif, serta gagal ginjal.

Terapi Oksigen dan ventilasi :Terapi ini ditujukan untuk memberikan oksigen yang adekuat

untuk memenuhi kebutuhan oksigen tingkat sel sehingga dapat mencegah disfungsi endorgan

dan awitan kegagalan multi organ. Pemeliharaan saturasi O2 dalam batas normal (95%-98%)

penting untuk memaksimalkan oksigenasi jaringan.

a) Medica mentosa

Morfin diindikasikan pada tahap awal pengobatan GJA berat, khususnya pada pasien

gelisah dan dispnea. Morfin menginduksi venodilatasi, dilatasi ringan pada arteri dan

dapat mengurangi denyut jantung.

Antikoagulan terbukti dapat digunakan untuk sindrom koroner akut dengan atau tanpa

gagal jantung. Namun, tidak ada bukti manfaat heparin atau lowmolecular weight heparin

(LMWH) pada GJA saja.

Vasodilator diindikasikan pada kebanyakan pasien GJA sebagai terapi lini pertama pada

hipoperfusi yang berhubungan dengan tekanan darah adekuat dan tanda kongesti dengan

diuresis sedikit. Obat ini bekerja dengan membuka sirkulasi perifer dan mengurangi

preload. Beberapa vasodilator yang digunakan adalah:

- Nitrat: mengurangi kongesti paru tanpa mempengaruhi stroke volume atau

meningkatkan kebutuhan oksigen oleh miokardium pada GJAkanan, khususnya

pada pasien sindrom koroner akut.

10

Page 11: PBL Blok 19 (Yuni)

- Nesiritid: rekombinan peptida otak manusia yang identik dengan hormon endogen

yang diproduksi ventrikel, yaitu B-type natriuretic peptides dalam merespon

peningkatan tegangan dinding, peningkatan tekanan darah, dan volume overload.

Kadar B-type natriuretic peptides meningkat pada pasien gagal jantung dan

berhubungan dengan keparahan penyakit. Efek fisiologis BNP mencakup

vasodilatasi, diuresis, natriuresis, dan antagonis terhadap sistem RAA dan endotelin.

- Dopamine: agonis reseptor β-1 yang memiliki efek inotropik dan kronotropik

positif. Pemberian dopamine terbukti dapat meningkatkan curah jantung dan

menurunkan resistensi vaskular sistemik.

- Dobutamin: simpatomimetik amin yang mempengaruhi reseptor β-1, β-2, dan α

pada miokard dan pembuluh darah. Walaupun mempunyai efek inotropik positif,

efek peningkatan denyut jantung lebih rendah dibanding dengan agonis β-

adrenergik.

- Epinefrin dan norepinefrin: menstimulasi reseptor adrenergik β-1 dan β-2 di

miokard sehingga menimbulkan efek inotropik kronotropik positif. Epinefrin

bermanfaat pada individu yang curah jantungnya rendah dan atau bradikardi.

- Digoksin: untuk mengendalikan denyut jantung pada pasien gagal jantung dengan

penyulit fibrilasi atrium dan atrial flutter. Amiodarone atau ibutilide dapat

ditambahkan pada pasien dengan kondisi yang lebih parah.

- Nitropusid bekerja dengan merangsang pelepasan nitrit oxide (NO) secara

nonenzimatik. Nitroprusid juga memiliki efek yang baik terhadap perbaikan

preload dan after load.

Venodilatasi akan mengurangi pengisian ventrikel sehingga preload menurun. Obat

ini juga mengurangi curah jantung dan regurgitasi mitral yang diikuti dengan

penurunan resistensi ginjal. Hal ini akan memperbaiki aliran darah ginjal sehingga

sistem RAA tidak teraktivasi secara berlebihan.

ACE-inhibitor tidak diindikasikan untuk stabilisasi awal GJA. Namun, bila stabil 48

jam boleh diberikan dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap dengan

pengawasan tekanan darah yang ketat.

Diuretik diindikasikan bagi pasien GJA dekompensasi yang disertai gejala retensi

cairan. Pemberian loop diuretic secara intravena dengan efek yang lebih kuat lebih

diutamakan untuk pasien GJA. Sementara itu, pemberian β-blocker merupakan

kontraindikasi pada GJA kecuali bila GJA sudah stabil.

11

Page 12: PBL Blok 19 (Yuni)

Obat inotropik diindikasikan apabila ada tanda-tanda hipoperfusi perifer (hipotensi)

dengan atau tanpa kongesti atau edema paru yang refrakter terhadap diuretika dan

vasodilator pada dosis optimal. Pemakaiannya berbahaya, dapat meningkatkan

kebutuhan oksigen dan calcium loading sehingga harus diberikan secara hati-hati.

Beta Blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol). Penyekat beta adrenoreseptor

biasanya dihindari pada gagal jantung karena kerja inotropik negatifnya. Namun,

stimulasi simpatik jangka panjang yang terjadi pada gagal jantung menyebabkan

regulasi turun pada reseptor beta jantung. Dengan memblok paling tidak beberapa

aktivitas simpatik, penyekat beta dapat meningkatkan densitas reseptor beta dan

menghasilkan sensitivitas jantung yang lebih tinggi terhadap simulasi inotropik

katekolamin dalam sirkulasi. Juga mengurangi aritmia dan iskemi miokard

b) Non-medica mentosa

Pengurangan Kerja Jantung

Pembatasan aktivitas fisik yang ketat merupakan tindakan awal yang sederhana

namun sangat tepat dalam penanganan gagal jantung. Tirah baring dan aktivitas yang

terbatas juga dapat menyebabkan flebotrombosis.

Diet

Hindarkan obesitas, rendah garam 2 gram pada gagal jantung ringan dan 1 gram pada

gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada

gagal jantung ringan, hentikan rokok dan alkohol.

Aktivitas Fisik

Latihan jasmani kurang lebih jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda

statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal

pada gagal jantung ringan dan sedang.

Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

Komplikasi7

- Tromboemboli: risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam atau deep venous

thrombosis ) dan emboli paru serta emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa

diturunkan dengan pemberian warfarin.

12

Page 13: PBL Blok 19 (Yuni)

- Komplikasi fibrilasi atrium: dapat menyebabkan perburukan dramatis. Hal ini merupakan

indikasi pemantauan denyut jantung (dengan pemberian digoksin / B-bloker) dan

pemberian warfarin.

- Kegagalan pompa progresif: karena penggunaan diuretic dengan dosis yang ditinggikan.

Aritmia ventrikel: bias menyebabkan sinkop atau kematian jantung mendadak. Pada pasien

yang berhasil diresusitasi, amiodaron, B-bloker, dan defibrillator yang ditanam mungkin turut

mempunyai peranan.

Prognosis

Pasien dengan gagal jantung akut memiliki prognosis yang sangat buruk. Terdapat

beberapa faktor klinis yang penting pada pasien dengan gagal jantung akut yang dapat

mempengaruhi respon terhadap terapi maupun prognosis, diantaranya adalah:

- Gangguan fungsi ginjal. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal akan meningkatkan risiko

kematian dalam 60 hari pasca perawatan

- Pada pasien gagal jantung yang disertai PJK terdapat peningkatan mortalitaspasca

perawatan dibandingkan pasien tanpa PJK.

Pencegahan

Banyak yang dapat dilakukan untuk mencegah progresivitas keadaan dan bahkan

timbulnya penyakit pada pasien lanjut-usia. Diet yang tidak memadai pada manula harus

diperbaiki, bagi pasien yang kurang mendapatkan pajanan sinar matahari dan masukan

vitamin D, pemakaian sebutir kapsul multivitamin setiap hari dianjurkan. Penggunaan

tembakau dan alcohol harus dikurangi, mengingat manfaat penghentiannya yang jelas

sekalipun bagi mereka yang berusia diatas 65 tahun. Pentingnya meninjau seluruh riwayat

pengobatan pasien dan kemudian menghentikan penggunaan obat yang tidak perlu tidak usah

ditegaskan secara berlebihan lagi.

Olahraga harus dianjurkan bukan saja demi pengaruhnya yang bermanfaat bagi tekanan

darah, kondisi kardiovaskular, homeostasis glukosa, densitas tulang, dan status fungsional,

melainkan juga karena olahraga dapat memperbaiki suasana hati serta interaksi sosial,

mengurangi insomnia serta konstipasi, dan mencegah keadaan sering terjatuh.8

13

Page 14: PBL Blok 19 (Yuni)

PENUTUPAN

Kesimpulan

Gagal jantung didefiniskan sebagai ketidakmampuan jantung untuk memompa darah

dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Kegagalan jantung untuk

memompa atau penurunan kemampuan pompa jantung sehinga sirkulasi darah di tubuh

menjadi terganggu, akan menyebabkan 2 efek utama yakni penurunan curah jantung dan

pembendungan darah di vena yang menimbulkan kenaikan tekanan vena, hal inilah yang

menimbulkan gejala klinis pada pasien yang menderita gagal jantung yang terdeteksi dari

hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang sesuai. Gagal jantung merupakan kelainan

multisitem dimana terjadi gangguan pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi

sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks yang menyebabkan

edema paru.

DAFTAR PUSTAKA

1. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2010.h.181-3.

2. Burnside, Glynn MC. Diagnosis fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;

2001.h.143-45.

3. Gray HH, Dawkins K, Morgan J. Lecture notes kardiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga;

2005.h.80-97.

4. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. Edisi 5, Jilid 2. Jakarta: Penerbit Internal Publishing; 2009.h.1583-95

5. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pendekatan holistik kardiovaskular VII.

Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2008. h.78-87.

6. Davey P. At a glance medicine. Surabaya: Penerbit EMS; 2006.h.150-1

14

Page 15: PBL Blok 19 (Yuni)

7. Wilson Lorraine M. Patofisiologi (konsep klinis proses-proses penyakit). Jilid 2,  Edisi

4, Tahun 1995.h.704-5, 753-63.

8. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, dkk. Diagnosis dan tatalaksana

praktis gagal jantung akut. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.

15