PBL 21

25
Tiroiditis Hashimoto pada Wanita dan Manifestasi Klinisnya Felisia Pangestu F5 102012214 [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510 Pendahuluan Tiroiditis mencakup segolongan kelainan yang ditandai dengan adanya inflamasi tiroid. 1 Oleh karena itu, sebagai mahasiswa fakultas kedokteran kita perlu untuk mempelajari dan memahami anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, working diagnosis, differential diagnosis, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, penatalaksanaan, edukasi, komplikasi dan prognosis untuk mendiagnosa tiroiditis Hashimoto pada wanita melalui diskusi skenario kasus PBL (Problem-Based Learning) dan pembuatan makalah ini. Skenario Kasus Seorang wanita 34 tahun datang ke Poliklinik RS UKRIDA karena merasa lemah dan mudah lelah selama 3 bulan terakhir, walaupun tidak melakukan aktivitas berat. Pasien juga mengeluh jumlah haidnya bertambah banyak, sering sulit BAB. Pasien juga mengatakan berat badannya bertambah 10 kg dalam 6 bulan terakhir. Teman sekerjanya juga memberitahukan lehernya tampak agak membesar. Tidak sakit atau gangguan menelan. Tidak ada rasa menekan dan 1

description

PBL BLOK 21

Transcript of PBL 21

Tiroiditis Hashimoto pada Wanita dan Manifestasi KlinisnyaFelisia Pangestu

F5102012214

[email protected]

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510PendahuluanTiroiditis mencakup segolongan kelainan yang ditandai dengan adanya inflamasi tiroid.1 Oleh karena itu, sebagai mahasiswa fakultas kedokteran kita perlu untuk mempelajari dan memahami anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, working diagnosis, differential diagnosis, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, penatalaksanaan, edukasi, komplikasi dan prognosis untuk mendiagnosa tiroiditis Hashimoto pada wanita melalui diskusi skenario kasus PBL (Problem-Based Learning) dan pembuatan makalah ini.Skenario Kasus

Seorang wanita 34 tahun datang ke Poliklinik RS UKRIDA karena merasa lemah dan mudah lelah selama 3 bulan terakhir, walaupun tidak melakukan aktivitas berat. Pasien juga mengeluh jumlah haidnya bertambah banyak, sering sulit BAB. Pasien juga mengatakan berat badannya bertambah 10 kg dalam 6 bulan terakhir. Teman sekerjanya juga memberitahukan lehernya tampak agak membesar. Tidak sakit atau gangguan menelan. Tidak ada rasa menekan dan gangguan suara.AnamnesisDalam menegakkan diagnosis penyakit, seorang dokter melakukan tindakan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Tindakan anamnesis adalah sebuah bentuk komunikasi atau wawancara di mana dokter berusaha memperoleh berbagai informasi menyangkut keluhan dan penyakit pasien. Dokter akan menanyakan tentang apa yang dirasakan pasien, bagaimana kualitas keluhan yang dirasakan, sudah berapa lama keluhan terjadi, dan sebagainya. Sebagian besar informasi yang diperoleh dari anamnesis bersifat subjektif.2 Terdapat 2 bentuk anamnesis, yaitu anamnesis langsung kepada pasien (autoanamnesis) atau anamnesis tidak langsung kepada orang terdekat pasien seperti keluarga/kerabat (alloanamnesis).

Pertanyaan yang harus ditanyakan yaitu:

1. Identitas pasien. Meliputi nama, tempat/tanggal lahir, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, agama, status perkawinan, suku.

2. Keluhan utama. Merasa lemah dan mudah lelah selama 3 bulan terakhir walaupun tidak melakukan aktivitas berat.3. Riwayat Penyakit Sekarang. Apakah pasien merasa mudah lelah? Apakah pasien merasa sesak saat melakukan aktivitas?

Apakah pasien merasa berdebar-debar?

Apakah tangan terasa gemetar?

Apakah tubuh terasa dingin?

Apakah tubuh terasa lebih nyaman di udara hangat?

Apakah leher terasa membesar atau mengganjal? Adakah kesulitan menelan, atau bahkan terjadi perubahan suara (serak)?

Bagaimana dengan nafsu makan dan pola makan pasien?

Apakah berat badan pasien menurun atau meningkat akhir-akhir ini?

Apakah pasien merasa sulit tidur?

Apakah pasien merasa matanya menonjol? Adakah gangguan penglihatan pada pasien?

Bagaimana dengan siklus menstruasi pasien, teratur atau terganggu? Seberapa sering pasien mengganti pembalut dalam sehari?4. Riwayat Penyakit Dahulu. Apakah pernah mengalami keluhan ini sebelumnya? Bagaimana dengan perkembangan penyakit pasien? Sudahkah pasien berobat sendiri atau pergi ke dokter lain? Apakah ada perbaikan/perburukan?

Apakah pasien pernah menderita hipotiroid? Obat apa yang diminum dan bagaimana perkembangan penyakitnya?3 Apakah pasien menderita penyakit autoimun lainnya?35. Riwayat Keluarga.

Apakah di keluarga pasien ada yang pernah mengalami hal serupa?3 Apakah di keluarga pasien ada yang pernah menderita penyakit tiroid?36. Riwayat Pribadi dan Sosial. Apakah pasien pernah mengonsumsi obat tiroid maupun obat yang merangsang timbulnya hipotiroid?3Hasil anamnesis mengarah pada seorang wanita 34 tahun datang ke Poliklinik RS UKRIDA karena merasa lemah dan mudah lelah selama 3 bulan terakhir, walaupun tidak melakukan aktivitas berat. Pasien juga mengeluh jumlah haidnya bertambah banyak, sering sulit BAB. Pasien juga mengatakan berat badannya bertambah 10 kg dalam 6 bulan terakhir. Teman sekerjanya juga memberitahukan lehernya tampak agak membesar. Tidak sakit atau gangguan menelan. Tidak ada rasa menekan dan gangguan suara.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien dimulai dengan melihat keadaan umum, kesadaran, sklera, dan konjungtiva; kemudian dilanjutkan dengan mengukur tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu). Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan pemeriksaan pada daerah leher, yang terbagi atas:

a. Inspeksi.

Periksa leher terhadap kemungkinan asimetri. Minta pasien untuk menjulurkan lehernya. Cari adanya luka parut, asimetri, atau massa. Tiroid yang normal hampir tidak tampak. Minta pasien untuk menelan, sambil mengamati gerakan naik dari tiroid. Pembesaran tiroid secara difus seringkali menyebabkan pembesaran leher secara merata. Perlu diamati juga adanya benjolan-benjolan pada leher atau adanya bendungan vena superfisial.4-5b. Palpasi.

Pemeriksaan secara palpasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu anterior approach dan posterior approach. Cara anterior approach dilakukan dengan pasien dan pemeriksa duduk berhadapan. Dengan memfleksi leher pasien atau memutar dagu sedikit ke kanan, pemeriksa dapat merelaksasi muskulus sternocleidomastoideus pada sisi itu, sehingga memudahkan pemeriksaan. Tangan kanan pemeriksa menggeser laring ke kanan dan, selama menelan, lobus tiroid kanan yang tergeser dipalpasi dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri. Setelah memeriksa lobus kanan, laring digeser ke kiri dan lobus kiri dievaluasi melalui cara serupa dengan tangan sebelah.4-5 Cara posterior approach dilakukan dengan pemeriksa berdiri di belakang pasien. Pada cara ini, pemeriksa meletakkan kedua tangannya pada leher pasien, yang posisi lehernya sedikit ekstensi. Pemeriksa menggunakan tangan kirinya untuk mendorong trakea ke kanan. Pasien diminta menelan sementara tangan kanan pemeriksa meraba tulang rawan tiroid. Saat pasien menelan, tangan kanan pemeriksa meraba kelenjar tiroid berlatarbelakang muskulus sternocleidomastoideus. Pasien diminta sekali lagi untuk menelan saat trakea terdorong ke kiri, dan pemeriksa meraba kelenjar tiroid berlatarbelakang muskulus sternocleidomastoideus kiri dengan tangan kiri. Segelas air akan memudahkan pasien untuk menelan.4-5 Pada palpasi, konsistensi tiroid harus dinilai. Kelenjar tiroid normal mempunyai konsistensi mirip jaringan otot. Keadaan padat keras terdapat pada kanker atau luka parut. Lunak, atau mirip spons, seringkali dijumpai pada goiter toksika. Nyeri tekan pada kelenjar tiroid terdapat pada infeksi akut atau perdarahan ke dalam kelenjar.4-5c. Auskultasi.

Auskultasi perlu dilakukan apabila terdapat perbesaran kelenjar tiroid. Bagian corong stetoskop diletakkan di atas lobus tiroid untuk mendengar adanya bruit (bising yang terdengar apabila terjadi percepatan aliran dalam pembuluh).4-5Hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/70, denyut nadi 55x/menit, pernapasan 14x/menit, serta suhu tubuh 360C. Pasien didapati agak menggigil, pada perabaan kulit terasa kering dan dingin.Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar hormon merupakan hal yang sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Dua macam pemeriksaan, yakni pengukuran kadar TSH dan T4 (khususnya T4 bebas, normal 0.8-2.8ng/dL) merupakan pemeriksaan yang spesifik dan digunakan untuk diagnosa penyakit hipotiroid. Kadar TSH yang normal (0.3 - 3.04 mIU/L) menyingkirkan diagnosis hipotiroid primer. Jika kadar TSH meningkat, pemeriksaan kadar T4 bebas diperlukan untuk konfirmasi adanya hipertiroid klinis, namun T4 kurang spesifik dibandingkan TSH untuk screening karena tidak dapat mendeteksi hipotiroid subklinis. Kadar T3 dalam sirkulasi biasanya normal pada 25% pasien, merefleksikan adanya adaptasi respon deiodinase terhadap hipotiroid. Maka dari itu, pemeriksaan T3 tidak diindikasikan untuk penyakit tiroiditis Hashimoto. Peningkatan kadar TSH (>10mU/L) dan menurunnya kadar T4 bebas menunjukkan adanya hipotiroid. Pemeriksaan tunggal kadar T4 total tidak dapat memberikan kepastian diagnosis hipotiroid. Hal ini mengingat bahwa T4 setelah dilepaslan dari kelenjar tiroid akan berikatan dengan protein pengikat (thyroid binding globulin atau TBG, thyroid-binding pre-albumin atau TBPA, maupun albumin) sehingga tidak aktif. Hanya sekitar 1-2% T4 yang bebas dan dapat masuk ke dalam sel kemudian diubah menjadi T3 bebas melalui proses deiodinasi yang akan memberikan efek biologis. Setelah melakukan pemeriksaan penunjang perlu dilakukan evaluasi terhadap hasil pemeriksaan dan rencana terapi yang akan dilakukan terhadap pasien (Gambar 1).6-7

Gambar 1. Evaluasi Hasil Pemeriksaan Laboratorium6-7Jika ada keraguan terhadap gondok yang diasosiasikan dengan hipotiroid, biopsi dengan FNA dapat dilakukan sebagai konfirmasi adanya tiroiditis autoimun. Gambaran patologi anatominya berupa infiltrasi limfosit, sentral germina limfoid dan destruksi sel-sel folikel tiroid. Fibrosis dan area hiperplasi sel folikuler (akibat TSH yang meningkat) terlihat pada tiroiditis Hashimoto yang berat. Penemuan laboratorium lain yang abnormal pada hipotiroid yaitu meningkatnya kreatin fosfokinase, peningkatan kolesterol dan trigliserida, serta anemia (normositik atau makrositik). Kecuali bila dikaitkan dengan defisiensi besi, anemia dan abnormalitas lain dapat diperbaiki dengan tiroksin.6-7Hasil pemeriksaan penunjang ditemukan bahwa kadar Hb 12g/dL, TSH 25mIU/L, T3 6.0ng/dL, T4 3.2ng/dL.Working Diagnosis

HIpotiroid merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan adanya sintesis hormon yang rendah di dalam tubuh. Berbagai keadaan dapat menimbulkan hipotiroid, baik yang melibatkan kelenjar tiroid secara langsung mauputn tidak langsung. Mengingat bahwa hormon ini sangat berperan pada setiap proses dalam sel termasuk dalam otak, menurunnya kadar hormon ini dalam tubuh akan menimbulkan akibat yang luas pada seluruh tubuh. Hormon tiroid bekerja pada hampir setiap sel dalam tubuh. Homon ini mempengaruhi metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein maupun vitamin, sehingga sel tubuh dapat menggunakan energi dari hasil proses metabolisme bahan-bahan tersebut. Hormon tiroid juga membantu regulasi pertumbuhan tulang (bekerja sama dengan hormon pertumbuhan), sintesa berbagai protein serta maturasi jaringan saraf termasuk otak. Hormon ini sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan diferensiasi sel dengan baik. Pengaruh hormon tiroid yang lain adalah meningkatkan kepekaan tubuh terhadap katekolamin. Apabila kadar hormon tiroid dalam darah terlalu rendah, sel akan kekurangan hormon sehingga terjadi gangguan metabolisme, pertumbuhan dan diferensiasi sel, maupun aktivitas lain dalam sel.7

Tiroiditis Hashimoto sering disebut sebagai tiroiditis autoimun kronis, merupakan penyebab utama hipotiroid di daerah yang iodiumnya cukup. Karakter klinisnya berupa kegagalan tiroid yang terjadi pelan-pelan, adanya struma atau kedua-duanya yang terjadi akibat kerusakan tiroid yang diperantarai autoimun. Hampir semua pasien mempunyai titer antibodi tiroid yang tinggi, infiltrasi limfositik termasuk sel B dan T, dan apoptosis sel folikel tiroid.1Differential Diagnosis

Drug-induced hipotiroid adalah hipotiroid yang dicetuskan oleh penggunaan obat-obatan. Dosis obat antitiroid berlebihan dapat menyebabkan hipotiroid. Dapat juga terjadi pada pemberian litium karbonat pada pasien psikosis, terlebih jika AM/AT-ab (antimikrosomal/antitiroglobulin antibodi) pasien adalah positif. Hati-hatilah menggunakan fenitoin dan fenobarbital karena dapat meningkatkan metabolisme tiroksin di hepar. Kelompok kolestiramin dan kolestipol dapat mengikat hormon tiroid di usus dan menghambat jalur enterohepatik hormon tiroid. Penyebab lainnya yaitu sitokin (interferon-alfa, interleukin-2), aminoglutamid, etioamida, dan sulfonamid. Oleh karena itu, kasus dengan hepatitis virus yang mendapat terapi interferon-alfa perlu diperiksa status tiroidnya. Bahan farmakologis lain yang menghambat sintesis hormon tiroid yaitu tionamid, perklorat, iodida (obat batuk, amiodaron, media kontras radiologi, garam litium).8

Gondok endemik (endemic goiter) adalah pembesaran kelenjar tiroid yang diakibatkan oleh berbagai macam penyebab dan terjadi di suatu dareah dengan prevalensi tertentu, biasanya dikaitkan dengan lingkungan yang mengalami kekurangan iodium baik air minum atau tanah, jenis mineral dalam nutrisi, atau zat yang goitrogenik dalam makanan. Bahan pokok pembuat hormon tiroid adalah iodium yang terdapat di alam, terutama dari bahan makanan yang berasal dari laut seperti rumput laut, ganggang laut, ikan laut dan sebagainya, serta sedikit sekali kadarnya dalam buah-buahan. Manusia memerlukan sedikit sekali iodium dalam sehari, tetapi harus dipenuhi secara teratur dan cukup. Hormon tiroid amat vital bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Bagi orang yang kelenjar tiroidnya kurang efisien, kebutuhan iodiumnya agak lebih banyak dari orang normal. Seandainya iodium tidak tersedia secara cukup, maka produksi hormon tiroid tidak mencukupi kebuthan tubuh secara memadai. Sesuai prinsip umpan balik hipofisis-tiroid, maka hipofisis akan mengetahui kekurangan hormon tiroid sehingga hipofisis terangsang untuk mengeluarkan TSH ke dalam aliran darah. Sebagai akibatnya kelenjar tiroid akan terpacu mengeluarkan hormon tiroid untuk memenuhi kekurangan ini. Pacuan kronik akan membuat kelenjar tiroid membesar dan terbentuklah gondok.9Etiologi

Berbagai faktor dapat merusak kelenjar tiroid sehingga tidak mampu memproduksi hormon tiroid yang mencukupi, salah satunya yaitu penyakit autoimun. Pada beberapa orang, sistem imun yang seharusnya menjaga atau mencegah tumbulnya penyakit justru mengenali secara salah sel kelenjar tiroid dan berbagai enzim yang disintesis di kelenjar tiroid, sehingga merusak sel atau enzim tersebut. Sebagai akibatnya hanya tersisa sedikit sel atau enzim yang sehat dan tidak cukup untuk mensintesis hormon tiroid dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan tubuh. Hal ini lebih banyak timbul pada wanita dibanding pria. Tiroiditis autoimun dapat timbul mendadak atau timbul secara perlahan. Bentuk yang paling sering dijumpai adalah tiroiditis Hashimoto.7

Penyebab tiroiditis Hashimoto diduga kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan. Suseptibilitas gen yang dikenal adalah HLA dan CTLA-4. Mekanisme imunopatogenetik terjadi karena adanya ekspresi HLA antigen sel tiroid yang menyebabkan presentasi langsung dari antigen tiroid pada sistem imun. Adanya hubungan familial dengan penyakit Graves dan penyakit Graves sering terlibat pada tiroiditis Hashimoto atau sebaliknya menunjukkan bahwa kedua penyakit tersebut patofisiologinya sangat erat, walaupun manifestasi klinisnya berbeda.1Epidemiologi

Angka kejadian pada tiroiditis autoimun mencapai 4 dari 1000 pada wanita dan 1 dari 1000 pada pria. Penyakit ini lebih sering terjadi pada suatu populasi, seperti Jepang, kemungkinan akibat adanya faktor genetik dan paparan kronis terhadap diet tinggi iodium. Umur rata-ratanya yaitu 60 tahun, dan prevalensinya meningkat seiring dengan pertambahan usia. Hipotiroid subklinik ditemukan 6-8% pada wanita (10% pada usia di atas 60 tahun) dan 3% dari laki-laki. Peningkatan risiko terjadinya hipotiroid klinik meningkat 4% ketika hipotiroid subklinik dikaitkan dengan anibodi TPO yang positif. Ada 2 bentuk tiroiditis Hashimoto yaitu bentuk goitrous (90%) di mana terjadi pembesaran kelenjar tiroid dan bentuk atrofi (10%) di mana kelenjar tiroidnya mengecil. Tiroiditis Hashimoto umunya terdapat pada wanita dengan rasio wanita:laki-laki 7:1. Bentuk varian tiroiditis Hashimoto termasuk subacute lymphoyctic painless thyroiditis dan postpartum thyroiditis.6-7Patofisiologi

Pada tiroiditis Hashimoto, terjadi peningkatan infliltasi limfosit ke dalam jaringan kelenjar tiroid yang mengakibatkan terbentuknya inti germina dan metaplasia oksifil. Folikel koloid tidak terbentuk dan terjadi fibrosis ringan sampai sedang. Faktor genetik dan lingkungan berpengaruh terhadap timbulnya tiroiditis autoimun. Tiroiditis autoimun banyak terjadi pada individu yang memiliki hubungan keluarga. Polimorfisme HLA-DR, diketahui sangat terkait dengan tiroiditis autoimun seperti HLA-DR3, -DR4 dan -DR5 pada kelompok kaukasia. Sedangkan polimorfisme sel regulator gen CTLA-4 diketahui mempunyai kaitan yang tidak begitu nyata dengan terjadinya tiroiditis autoimun. Polimorfisme HLA-DR dan CTLA-4 diketahui bertanggung jawab terhadap sekitar 50% kasus autoimun.6-7

Aktivasi CD4+, CD8+ dan limfosit-B pada tiroiditis autoimun merupakan mediator terjadinya kerusakan sel kelenjar tiroid. CD8+ merupakan mediator utama timbulnya proses tersebut yang menimbulkan nekrosis sel akibat pengaruh perforin dan terjadinya apoptosis oleh sel-B. Lebih lanjut, berbagai sitokin (TNF-alfa, interleukin-1, IFN-gamma) yang diproduksi oleh sel-T akan memudahkan terjadinya apoptosis sel tiroid melalui aktivasi death receptor. Berbagai sitokin tersebut juga mengganggu fungsi sel tiroid secara langsung di samping merangsang sel tiroid memproduksi molekul pro-inflamasi yang lain (seperti sitokin, HLA kelas-1, HLA kelas-2, molekul adhesi, CD40, dan nitrit oksida). Meskipun antibodi TPO dan antibodi terhadap tiroglobulin merupakan pertanda adanya proses autoimun pada kelenjar tiroid, ternyata kedua antibodi tersebut hanya berperan pada penguatan proses autoimun yang sudah terjadi.6-7

Perjalanan penyakit tiroiditis Hashimoto ini awalnya mungkin dapat terjadi hipertiroid oleh karena adanya proses inflamasi, tetapi kemudian akan diikuti terjadinya penurunan fungsi tiroid secara perlahan. Sekali mulai timbul hipotiroid maka gejala ini akan menetap. Ada 4 macam antigen yang berperan pada tiroiditis Hashimoto yaitu tiroglobulin atau mikrosomal, tiroid peroksidase (TPO), reseptor TSH dan sodium iodide symporter. Hampir semua pasien tiroiditis Hashimoto memiliki antibodi terhadap tiroglobulin dan TPO dengan konsentrasi yang tinggi. Pada penyakit tiroid yang lain dan pada orang normal kadang-kadang didapatkan juga antibodi ini namun dengan kadar yang lebih rendah. Antibodi terhadap reseptor TSH dapat bersifat stimulasi atau memblok reseptor TSH. Pada penyakit Graves antibodi yang bersifat memacu lebih kuat dan karenanya menimbulkan hipertiroid, sedangkan pada tiroiditis Hashimoto antibodi yang bersifat memblok lebih kuat dan karenanya menimbulkan hipotiroid. Antibodi terhadap reseptor TSH ini bersifat spesifik pada penyakit Graves dan tiroiditis Hashimoto. Antibodi terhadap sodium iodide symporter terdapat pada 0-20% pasien tiroiditis Hashimoto.6-7Manifestasi Klinik

Perjalanan penyakit biasanya terjadi secara perlahan. Pasien baru sadar mengalami hipotiroid ketika terjadi perbaikan tanda dan gejala hipotiroid setelah mendapatkan terapi yang memadai. Manifestasi hipotiroid terlihat pada semua organ tubuh, gejala yang timbul tergantung pada kelainan yang mendasari serta berat ringannya hipotiroid (Gambar 2). Pasien dengan tiroiditis Hashimoto biasanya datang dengan keluhan gondok dibanding gejala hipotiroid. Gondok mungkin tidak terlalu besar, namun biasanya bentuknya iregular dan konsistensinya keras. Biasanya lobus piramidalis dapat dipalpasi dan jarang disertai dengan nyeri.6-7

Gambar 2. Gejala dan Tanda Hipotiroid6Hormon tiroid sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan jaringan otak dan saraf. Defisiensi hormon yang terjadi pada orang dewasa, tidak terlalu nyata menimbulkan kelainan otak dan saraf serta dapat diperbaiki dengan terapi hormon. Gejala yang terjadi pada orang dewasa berupa penurunan daya intelektual, menurunnya nada bicara, gangguan memori, letargi, rasa mengantuk yang berlebihan dan pada orang tua terjadi demensia. Pada hipotiroid yang berat dapat menimbulkan koma mixedema yang disertai kejang (ataksi serebral), penurunan pendengaran, suara yang berat dan serak serta gerakan yang sangat lambat. Refleks fisiologis menurun dan pada rekam EEG menunjukkan adanya perlambatan aktivitas dan hilangnya amplitudo gelombang alfa. Masalah neurologi lain yang dapat timbul namun jarang terjadi yaitu ataksia serebellar, demensia, psikosis, dan koma miksedema.6-7Suara serak dan penurunan kemampuan bicara disebabkan adanya akumulasi cairan pada pita suara dan lidah. Penumpukan cairan pada telinga tengah juga dapat menyebabkan terjadinya ketulian. Pada sistem pernapasan, hipotiroid dapat menimbulkan penurunan kapasitas pernapasan maksimal dan kapasitas difusi, meskipun mungkin volume paru tidak mengalami gangguan. Hipotiroid juga dapat menimbulkan efusi pleura. Pada hipotiroid yang berat kinerja otot pernapasan mengalami penurunan dan mengakibatkan terjadinya hipoksia. Fungsi paru umumnya normal, namun dyspnea dapat terjadi akibat adanya efusi pleura, gagalnya fungsi otot pernapasan, atau sleep apnea. Kelainan yang terjadi pada organ pernapasan tersebut ikut berperan pada timbulnya koma miksedema.6-7Pasien dengan tiroiditis atrofi atau tiroiditis Hashimoto tingkat lanjut biasanya datang dengan gejala dan tanda-tanda hipotiroid. Kulit menjadi kering, terjadi penurunan jumlah keringat, epidermis yang menipis, serta hiperkeratosis stratum korneum. Peningkatan glikosaminoglikan kulit menyebabkan air terperangkap, menimbulkan edema non-pitting pada kulit. Ciri tipikal lainnya yaitu wajah sembab dengan kelopak mata yang edema serta edema non-pitting pada pretibial. Pada kulit juga terdapat warna kekuningan akibat penumpukan karoten. Pertumbuhan kuku terhambat, serta rambut yang kering, rapuh, sulit diatur dan mudah rontok. Terdapat pula alopesia yang difus serta menipisnya 1/3 lateral alis mata, walaupun hal tersebut kurang spesifik untuk hipotiroid. Pada penyakit tiroiditis Hashimoto, dapat disertai adanya pigmentasi kulit yang menghilang (vitiligo) dan merupakan ciri kelainan kulit akibat proses autoimun.6-7

Ciri khas lainnya yaitu konstipasi dan peningkatan berat badan walaupun nafsu makan menurun. Hal ini dimungkinkan adanya penurunan motilitas usus, sehingga masa penyerapan berlangsung lebih lama. Peningkatan berat badan biasanya disebabkan adanya retensi cairan pada jaringan yang mengalami miksedema. Pada hipotiroid juga terjadi penurunan kecepatan metabolisme basal (Basal Metabolism Rate) tubuh dan produksi panas. Nafsu makan menurun, suhu badan cenderung rendah dan tidak tahan terhadap hawa dingin. Sintesis dan pemecahan protein mengalami penurunan dan hal ini dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan jaringan otot dan tulang. Degradasi jaringan lemak lebih banyak terjadi dibanding sintesisnya, sehingga terjadi peningkatan kadar LDL dan trigliserida dalam darah.6-7Libido biasanya menurun dan ovulasi mengalami kegagalan, serta terdapat oligomenorrhea atau amenorrhea, tetapi sering pula ditemukan adanya menorrhagia. Sekresi progesteron menurun sedangkan proliferasi endometrium tetap berlangsung, hal ini sering menimbulkan menstruasi yang tidak teratur. Sekresi LH terganggu, terjadi atrofi ovarium dan gangguan menstruasi sampai amenorrhea. Fertilitas menurun, dan risiko keguguran meningkat, bahkan dapat terjadi abortus spontan atau kelahiran prematur. Prolaktin dapat sedikit meningkat dan merupakan salah satu penyebab terjadinya penurunan libido dan fertilitas serta menyebabkan galaktorea.6-7

Dampak hipotiroid pada jantung akan mengakibatkan penurunan curah jantung sebagai akibat penurunan sekuncup dan bradikardi. Hal ini mencerminkan adanya pengaruh inotropik dan kronotropik dari hormon tiroid pada otot jantung. Pada hipotiroid yang berat, terjadi perbesaran jantung dan suara jantung melemah yang mungkin disebabkan adanya penumpukan cairan di dalam perikardium yang banyak mengandung protein dan glikosaminoglikan, sehingga terjadi efusi perikardium pada 30% kasus. Peningkatan resisten perifer pembuluh darah dapat menyebabkan hipertensi, khususnya diastolik. Aliran darah ke kulit teralih sehingga menyebabkan ekstremitas yang dingin. Rekam EKG dapat menunjukkan adanya bradikardi, perpanjangan waktu interval PR, gelombang P dan kompleks QRS yang rendah, kelainan pada segmen ST dan gelombang T yang lebih mendatar. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya peningkatan kadar homosistein, kreatin kinase, aspartat-aminotransferase serta dehidrogenase laktat. Gabungan kelainan ukuran jantung, perubahan EKG dan kelainan enzim disebut sebagai miksedema jantung.6-7

Gejala yang timbul pada otot yaitu timbulnya rasa nyeri dan kekakuan otot yang semakin memberat bila suhu udara semakin dingin. Perlambatan kontraksi dan relaksasi otot berpengaruh pada gerak ekstremitas dan refleks tendon. Massa otot mungkin akan berkurang namun dapat terjadi perbesaran otot akibat adanya edema jaringan. Dapat pula timbul sindrom Carpal Tunnel dan sindrom lain yang diasosiasikan dengan penurunan fungsi otot seperti kaku, kram dan nyeri.6-7

Ciri-ciri yang dijelaskan di atas adalah konsekuensi dari defisiensi hormon tiroid. Bagaimanapun juga, hipotiroid autoimun dapat diasosiasikan dengan tanda atau gejala dari penyakit autoimun lainnya, seperti vitiligo, anemia pernisiosa, penyakit Addison, alopesia areata, dan diabetes melitus tipe 1. Penyakit lain yang jarang namun masih berkaitan yaitu celiac disease, dermatitis herpetiformis, hepatitis kronik aktif, reumatoid artritis, SLE (sistema lupus eritematosus), miastenia gravis, dan sindrom Sjogren. Oftalmopati yang berkaitan dengan tiroid, yang biasanya terjadi pada penyakit Graves, terjadi pada 5% pasien dengan hipotiroid autoimun.6Penatalaksanaan

Pendekatan penatalaksaan hipotiroid dapat dilakukan dengan melihat manifestasi klinis pada penderita. Pada pasien dengan gejala hipotiroid yang nyata dan disertai dengan penurunan T4 bebas serta kenaikan TSH (hipotiroid klinis) memerlukan terapi levotiroksin (T4). Pada umumnya dosis yang diperlukan sebesar 1.6Ug/kgBB/hari (total: 100-150 Ug/hari), dianjurkan diminum pagi hari dalam keadaan perut kosong dan tidak bersama bahan lain yang mengganggu serapan usus. Pada pasien dewasa