Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206

34
I. PENDAHULUAN Sindrom metabolik (SM) adalah keadaan klinis dimana pada seseorang terdapat sekumpulan kelainan metabolik, antara lain kelainan kadar lipid (dislipidemia), peningkatan kadar glukosa (hiperglikemia), peningkatan kadar asam urat (hiperurikemia), peningkatan tekanan darah (hipertensi), dan kegemukan (obesitas). Kondisi ini dikaitkan dengan risiko penyakit kardiovaskular (PKV), stroke, diabetes melitus tipe 2 (DM t2) dan kematian. sehingga memerlukan intervensi modifikasi gaya hidup yang ketat (intensif) Komponen utama dari sindrom metabolik meliputi : Resistensi insulin, Obesitas abdominal/sentral, Hipertensi, Dislipidemia berupa peningkatan kadar trigliserida dan penurunan kadar HDL kolesterol Sindrom Metabolik disertai dengan keadaan proinflammasi / prothrombotik yang dapat menimbulkan peningkatan kadar C-reactive protein, disfungsi endotel, hiperfibrinogenemia, peningkatan agregasi platelet, peningkatan kadar PAI-1, peningkatan kadar asam urat, mikroalbuminuria dan peningkatan kadar LDL cholesterol. Berdasarkan pengamatan di banyak negara, baik di negara maju maupun yang sedang berkembang, jumlah orang dengan kelainan ini makin banyak. Oleh karena itu telah banyak peringatan dan anjuran

Transcript of Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206

Page 1: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206

I. PENDAHULUAN

Sindrom metabolik (SM) adalah keadaan klinis dimana pada seseorang terdapat sekumpulan

kelainan metabolik, antara lain kelainan kadar lipid (dislipidemia), peningkatan kadar glukosa

(hiperglikemia), peningkatan kadar asam urat (hiperurikemia), peningkatan tekanan darah

(hipertensi), dan kegemukan (obesitas). Kondisi ini dikaitkan dengan risiko penyakit

kardiovaskular (PKV), stroke, diabetes melitus tipe 2 (DM t2) dan kematian. sehingga

memerlukan intervensi modifikasi gaya hidup yang ketat (intensif)

Komponen utama dari sindrom metabolik meliputi : Resistensi insulin, Obesitas

abdominal/sentral, Hipertensi, Dislipidemia berupa peningkatan kadar trigliserida dan penurunan

kadar HDL kolesterol

Sindrom Metabolik disertai dengan keadaan proinflammasi / prothrombotik yang dapat

menimbulkan peningkatan kadar C-reactive protein, disfungsi endotel, hiperfibrinogenemia,

peningkatan agregasi platelet, peningkatan kadar PAI-1, peningkatan kadar asam urat,

mikroalbuminuria dan peningkatan kadar LDL cholesterol.

Berdasarkan pengamatan di banyak negara, baik di negara maju maupun yang sedang

berkembang, jumlah orang dengan kelainan ini makin banyak. Oleh karena itu telah banyak

peringatan dan anjuran untuk segera melakukan upaya untuk mencegah timbulnya sindrom

metabolik. Upaya pertama adalah dengan mengenal terlebih dahulu kelainan, faktor-faktor yang

berperan, patofisiologinya kemudian diikuti dengan upaya pencegahan dan penatalaksanaannya.

Dalam upaya tersebut telah dikemukakan beberapa definisi mengenai kelainan apa saja yang

perlu diperhatikan dan kriteria batasan nilainya. Antara beberapa rekomendasi tersebut banyak

persamaannya tetapi ada pula perbedaannya, bahkan timbul perdebatan kontroversial antara para

ahli

sehingga membingungkan para pengguna, yaitu para dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

Diinginkan adanya suatu pedoman yang bersifat universal yang dapat dipakai bersama di semua

negara.

Page 2: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206

Pada makalah ini dibahas secara singkat mengenai sindrom metabolik, bermacam-macam

definisi dan kriteria batasan nilai, berbagai faktor risiko, dan anjuran cara penatalaksanaannya

termasuk pencegahannya.

Page 3: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206

II. PEMBAHASAN

Anamnesis

pada pemeriksaan pasien,dapat dilakukan dengan menanyakan kepada pasien mengenai identitas,

keluhan utama, riwayat perjalanan keluhan, sejak kapan timbul gejala, riwayat penyakit pasien

dan keluarga. Perlu juga ditanyakan bagaimana aktivitas pasien sehari-hari dan bagaimana

asupan makanan sehari-harinya. Pada kasus ini dapat ditemui bahwa pasien merasa dirinya

terlalu gemuk dan sulit menurunkan berat badannya sejak usia 30 tahunan. Dan bahwa pasien

juga merasakan agak sering lelah dan mudah haus 1 tahun belakangan ini. Riwayat ayahnya

menderita hipertensi dan ibunya sudah 10 tahun mengidap penyakit diabetes. Setelah dilakukan

anamnesis kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik.1,3

PEMERIKSAAN

1.FISIK

- Pengukuran tinggi badan, berat badan dan tekanan darah

- Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) , menggunakan  rumus

Berat badan (kg)

——————————

Tinggi badan (m)2

- Pengukuran lingkaran pinggang merupakan prediktor yang lebih baik terhadap risiko

kardiovaskular daripada pengukuran waist-to-hip ratio.3

Page 4: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206

2.PENUNJANG

Panel Sindrom Metabolik

Merupakan sekelompok pemeriksaan laboratorium yang disarankan untuk mengetahui adanya

sindrom metabolik beserta komplikasinya. 

1.      Trigliserida, HDL Kolesterol, Glukosa Puasa

Manfaat :

      Mendeteksi adanya sindrom metabolik berdasarkan kriteria IDF 2005.

2.      Apo B dan LDL Kolesterol Direk

Manfaat :

Melihat adanya small dense LDL. Small dense LDL merupakan faktor risiko penting untuk

Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan lebih aterogenik bila dibandingkan dengan LDL biasa.

Dengan menentukan konsentrasi apo B plasma, kita dapat menentukan jumlah partikel small

dense LDL, di mana dengan menggunakan rasio kolesterol LDL/ApoB (konsentrasi

kolesterol LDL diukur dengan metode direk) dapat ditentukan adanya small dense LDL. Pada

rasio kolesterol LDL direk/ApoB < 1,2, terdapat small dense LDL dalam sirkulasi tubuh .

3.      Adiponektin

Manfaat :

Melihat apakah terjadi penurunan konsentrasi adiponektin (hipoadiponektinemia), di mana

peningkatan jaringan adiposa viseral akan mengakibatkan penurunan konsentrasi adiponektin

dan peningkatan sitokin proinflamasi yang berperan penting dalam efek kardiovaskular

sindrom metabolik.

Page 5: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206

4.      Glukosa Puasa, Glukosa 2 jam pp dan HbA1c

Manfaat :

Mendiagnosis dan memantau pengendalian hiperglikemia (glukosa darah puasa terganggu,

toleransi glukosa terganggu dan T2DM).

5.      hsCRP

Manfaat :

Menilai kondisi inflamasi kronis pada individu sindrom metabolik. penanda untuk

memprediksi penyakit pembuluh darah koroner pada sindrom metabolik, dan baru-baru ini

digunakan prediktor untuk penyakit lemak hati non-alkohol dalam hubungan dengan penanda

serum yang menunjukkan lipid dan metabolisme glukosa.

6.      NT-proBNP

Manfaat :

Melihat risiko gagal jantung pada individu obes. Peningkatan indeks massa tubuh merupakan

faktor risiko terjadinya hipertensi, T2DM dan dislipidemia, sehingga meningkatkan risiko

infark miokardial yang mendahului terjadinya gagal jantung. Selain itu, hipertensi dan T2DM

secara independen akan meningkatkan risiko gagal jantung.

7.      Albumin Urin Kuantitatif (Sewaktu)

Manfaat :

Membantu menentukan pengobatan yang dapat mencegah atau memperlambat onset penyakit

ginjal kronik (PGK) dan penyakit kardiovaskular (PKV). Albumin Urin Kuantitatif

merupakan penanda prognosis untuk risiko PKV pada individu dengan diabetes maupun

tanpa diabetes, sebagai penanda risiko mortalitas pada individu infark miokardial, dan

merupakan prediktor PKV pada individu dengan hipertensi tidak terkontrol.

Page 6: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206

8.      SGPT dan Collagen Type IV

Manfaat :

Melihat risiko NASH pada individu dengan sindrom metabolik. NASH merupakan bagian

dari spektrum luas nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) dan ditandai dengan

hepatomegali, peningkatan serum aminotransferase dan gambaran histologi yang menyerupai

hepatitis alkoholik tanpa adanya penggunaan alkohol berlebihan. Terjadinya fatty liver (yang

dideteksi melalui ultrasonografi) yang disertai dengan adanya inflamasi (ditandai dengan

peningkatan hsCRP dan hipoadiponektinemia), proses fibrosis (ditandai dengan peningkatan

collagen type IV) serta adanya kematian sel (ditandai dengan peningkatan enzim SGPT)

merupakan kondisi yang terjadi pada NASH.3,4

DIAGNOSIS KERJA

Sejak munculnya sindrom resistensi insulin, beberapa organisasi berusaha membuat

kriteria sindrom metabolik supaya dapat diterapkan secara praktis klinis sehari-hari. Secara

umum, semua kriteria yang diajukan memerlukan minimal 3 kriteria untuk mendiagnosis

sondrom metabolik atau sindrom resistensi insulin. World Health Organization (WHO)

merupakan organisasi pertama yang mengusulkan kriteria sindrom metabolik pada tahun 1998.

Menurut WHO pula, istilah sindrom metabolik dapat dipakai pada penyandang! DM mengingat

penyandang DM juga dapat memenuhi kriteria tersebut dan menunjukkan besarnya risiko

terhadap kejadian kardiovaskular. Setahun kemudian pada tahun 1999, the European Group for

Study of Insulin Resistance (EGIR) melakukan modifikasi pada kriteria WHO. EGIR cenderung

menggunakan istilah sindrom resistensi insulin. Berbeda dengan WHO, EGIR lebih memlih

obesitas sentral dibandingkan IMT dan istilah sindrom resistensi insulin tidak dapat dipakai pada

penyandang DM karena resistensi insulin merupakan faktor risiko timbulnya DM. Pada tahun

2001, National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III)

mengajukan kriteria baru yang tidak mengharuskan adanya komponen resistensi insulin. Meski

tidak pula mewajibkan adanya komponen obesitas sentral, kriteria ini menganggap bahwa

obesitas sentral merupakan faktor utama yang mendasari sindrom metabolik. Nilai cut off lingkar

perut diambil dari National Institute of Health Obesity ClinicaI Guidelines; > 102 cm untuk pria

Page 7: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206

dan > 88 cm untuk wanita. Untuk etnik tertentu seperti Asia, dengan cut-off lingkar perut lebih

rendah dari ATP III, sudah berisiko terkena sindrom metabolik. Pada tahun 2003, American

Association of ClinicaI Endocrinologists (AACE) memodifikasi definisi dari ATP III. Sama

seperti EGIR, bila sudah ada DM, maka istilah sindrom resistensi insulin tidak digunakan lagi.

Dua tahun kemudian, pada tahun 2005, International Diabetes Federation (IDF) kembali

memodifikasi kriteria ATP III. IDF menganggap obesitas sentral sangat berkorelasi dengan

resistensi insulin, sehingga memakai obesitas sentral sebagai kriteria utama. Nilai cut-off yang

digunakan juga dipengaruhi oleh etnik. Untuk Asia dipakai cut-off\ lingkar perut > 90 cm untuk

pria dan > 80 cm untuk wanita. Beberapa kriteria sindrom metabolik dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 8: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206

Kriteria yang diajukan oleh NCEP-ATP III lebih banyak digunakan, karena lebih memudahkan

seorang klinisi untuk mengidentifikasi seseorang dengan sindrom metabolik. Sindrom metabolik

ditegakkan apabila seseorang memiliki sedikitnya 3 (tiga) kriteria.1,5

ETIOLOGI

Dari beberapa pendapat ahli menyebutkan bahwa faktor genetik dan lingkunganlah yang

memegang peranan penting terjadinya sindroma metabolik.

Riwayat keluarga dengan diabetes tipe 2, hipertensi dan penyakit jantung akan meningkatkan

kemungkinan seseorang menderita sindroma metabolik.

Fator lingkungan yang berperan antara lain kurangnya berolah raga, gaya hidup yang buruk, dan

peningkatan berat badan yang terlampau cepat.

Sindroma metabolik terjadi pada 5% orang dengan berat badan normal, 22% pada orang dengan

kelebihan berat badan dan 60% pada orang yang gemuk. Orang dewasa yang berat badannya

meningkat lebih dari 5 kg per tahun akan meningkatkan pula resiko terjadinya sindroma

metabolik sekitar 45%.

Jadi, melihat gambaran diatas, kegemukan merupakan faktor resiko yang sangat penting

terjadinya sindroma metabolik disamping hal hal berikut :

Page 9: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206

- Perempuan yang telah memasuki menopause.

- Merokok.

- Mengkonsumsi terlalu banyak karbohidrat.

- Kurang berolah raga.

- Mengkonsumsi minuman beralkohol.

Faktor-faktor tersebut merupakan ciri-ciri dari pola hidup yang “Westernized” (kebarat-baratan)

yang dapat memicu timbulnya penyakit yang erat hubungannya dengan pola hidup (“ Life Style

Related Disease”) yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1980an dan sebagai salah satu contoh

yang jelas adalah Sindroma Metabolik.1,3,6

EPIDEMIOLOGI

Di US, peningkatan kejadian obesitas mengiringi peningkatan prevalensi sindrom metabolik.

Prevalensi sindrom metabolik pada populasi usia > 20 tahun sebesar 25% dan pada usia > 50

tahun sebesar 45%. Pandemi sindrom metabolik juga berkembang seiring dengan peningkatan

prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia, termasuk Indonesia. Studi yang dilakukan di

Depok (2001) menunjukkan prevalensi sindrom metabolik menggunakan kriteria National

Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) dengan modifikasi

Asia Pasifik, terdapat pada 25.7% pria dan 25% wanita. Penelitian Soegondo (2004) melaporkan

prevalensi sindrom metabolik sebesar 13,13% dan menunjukkan bahwa kriteria Indeks Massa

Tubuh (IMT) obesitas >25 kg/m2 lebih cocok untuk diterapkan pada orang Indonesia. Penelitian

di DKI Jakarta pada tahun 2006 melaporkan prevalensi sindrom metabolik yang tidak jauh

berbeda dengan Depok yaitu 26,3% dengan obesitas sentral merupakan komponen terbanyak

(59,4%). Laporan prevalensi sindrom metabolik di beberapa daerah di Indonesia dapat dilihat

pada Tabel 1.

Page 10: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206

Dibandingkan dengan komponen-komponen pada sindrom metabolik, obesitas sentral paling

dekat untuk memprediksi ada tidaknya sindrom metabolik. Beberapa studi di wilayah Indonesia

termasuk Jakarta menunjukkan obesitas sentral merupakan komponen yang paling banyak

ditemukan pada individu dengan sindrom metabolik.1

PATOFISIOLOGI

Pengetahuan mengenai patofisiologi masing-masing komponen sindrom metabolik sebaiknya

diketahui untuk dapat memprediksi pengaruh perubahan gaya hidup dan medikamentosa dalam

penatalaksanaan sindrom metabolik.

Obesitas sentral

Obesitas yang digambarkan dengan indeks massa

tubuh tidak begitu sensitif dalam menggambarkan

risiko kardiovaskular dan gangguan metabolik yang

terjadi. Studi menunjukkan bahwa obesitas sentral

yang digambarkan oleh lingkar perut (dengan cut-off

yang berbeda antara jenis kelamin) lebih sensitif

dalam memprediksi gangguan metabolik dan risiko

kardiovaskular. Lingkar perut menggambarkan baik jaringan adiposa subkutan dan visceral.

Page 11: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206

Meski dikatakan bahwa lemak viseral lebih berhubungan dengan komplikasi metabolik dan

kardiovaskular, hal ini masih kontroversial. Peningkatan obesitas berisiko pada peningkatan

kejadian kardiovaskular. Variasi faktor genetik membuat perbedaan dampak metabolik maupun

kardiovaskular dari suatu obesitas. Seorang dengan obesitas dapat tidak berkembang menjadi

resistensi insulin, dan sebaliknya resistensi insulin dapat ditemukan pada individu tanpa obes

(lean subjects). Interaksi faktor genetik dan lingkungan akan memodifikasi tampilan metabolik

dari suatu resistensi insulin maupun obesitas.

Jaringan adiposa merupaka sebuah organ endokrin yang aktif mensekresi berbagai faktor pro dan

anti inflamasi seperti leptin, adiponektin, Tumor nekrosis factor α (TNF-α), Interleukin-6 (IL-6)

dan resistin. Konsentrasi adiponektin plasma menurun pada kondisi DM tipe 2 dan obesitas.

Senyawa ini dipreaya memiliki efek antiaterogenik pada hewan coba dan manusia. Sebaliknya,

konsentrasi leptin meningkat pada kondisi resistensi insulin dan obesitas dan berhubungan

dengan risiko kejadian kardiovaskular tidak tergantung dari faktor risiko tradisional

kardiovaskular, IMT dan konsentrasi CRP Sejauh ini belum diketahui apakah pengukuran

pengukuran marker hormonal dari jaringan adiposa lebih baik daripada pengukuran secara

anatomi dala memprediksi risiko kejadian kardiovaskular dan kelainan metabolik yang terkait.

Resistensi Insulin

Resistensi insulin mendasari kelompok kelainan pada sindrom metabolik. Sejauh ini belum

disepakati pengukuran yang ideal dan praktis untuk resistensi insulin. Teknik clamp merupakan

teknik yang ideal namun tidak praktis untuk klinis sehari-hari. Pemeriksaan glukosa plaama

puasa juga tidak ideal mengingat gangguan toleransi glukosa puasa hanya dijumpai pada 10%

sindrom metabolik. Pengukuran Homeostasis Model Asessment (HOMA) dan Quantitative

Insulin Sensitivity Check Index (QUICKI) dibuktikan berkorelasi erat dengan pemeriksaan

standar, sehingga dapat disarankan untuk mengukur resistensi insulin. Bila melihat dari

patofisiologi resistensi insulin yang melibatkan jaringan adiposa dan sistem kekebalan tubuh,

maka pengukuran resistensi insulin hanya dari pengukuran glukosa dan insulin (seperti rumus

HOMA dan QUICKI) perlu ditinjau ulang. Oleh karenanya, penggunaan rumus ini secara rutin

di klinis belum disarankan maupun disepakati.

Page 12: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206

Dislipidemia

Dislipidemia yang khas pada sindrom metabolik ditandai dengan peningkatan trigliserida dan

penurunan kolesterol HDL. Kolesterol LDL biasanya normal, namun mengalami perubahan

struktur berupa peningkatan small dense LDL. Peningkatan konsentrasi trigliserida plasma

dipikirkan akibat peningkatan masukan asam lemak bebas ke hati sehingga terjadi peningkatan

produksi trigliserida. Namun studi pada manusia dan hewan menunjukkan bahwa peningkatan

trigliserida tersebut bersifat multifaktorial dan tidak hanya diakibatkan oleh peningkatan

masukan asam lemak bebas ke hati.

Penurunan kolesterol HDL disebabkan peningkatan trigliserida sehingga terjadi transfer

trigliserida ke HDL. Namun, pada subyek dengan resistensi insulin dan konsentrasi trigliserida

normal dapat ditemukan penurunan kolesterol HDL. Sehingga dipikirkan terdapat mekanisme

lain yang menyebabkan penurunan kolesterol HDL disamping peningkatan trigliserida.

Mekanisme yang dipikirkan berkaitan dengan gangguan masukan lipid post prandial pada

kondisi resistensi insulin sehingga terjadi gangguan produksi Apolipoprotein A-I (Apo A-l) oleh

hati yang selanjutnya mengakibatkan penurunan kolesterol HDL. Peran sistem imunitas pada

resistensi insulin juga berpengaruh pada perubahan profil leipid pada subyek dengan resistensi

insulin. Studi pada hewan menunjukkan bahwa aktivasi sistem imun akan menyebabkan

gangguan pada lipoprotein, protein transport, reseptor dan enzim yang berkaitan sehingga terjadi

perubahan profil lipid.

Peran sistem imunitas pada resistensi insulin

Inflamasi subklinis kronik juga merupakan bagian dari sindrom metabolik. Marker inflamasi

berperan pada progresifitas DM dan komplikasi kardiovaskular. C reactive protein (CRP)

dilaporkan menjadi data prognosis tambahan tentang keparahan inflamasi pada subyek wanita

sehat dengan sindrom metabolik. Namun, belum didapatkan kesepakatan alur diagnosis yang

mampu menggabungkan peningkatan CRP, koagulasi, dan gangguan fibrinolisis dalam

memprediksi risiko kardiovaskular.

Page 13: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206

Hipertensi

Resistensi insulin juga berperan pada pathogenesis hipertensi. Insulin merangsang sistem saraf

simpatis meningkatkan reabsorpsi natrium ginjal, mempengaruhi transport kation dan

mengakibatkan hipertrofi sel otot polos pembuluh darah. Pemberian infus insulin akut dapat

menyebabkan hipotensi akibat vasodilatasi. Sehingga disimpulkan bahwa hipertensi akibat

resistensi insulin terjadi akibat ketidakseimbangan antara efek pressor dan depressor. The Insulin

Resistance Atherosclerosis Stucfy melaporkan hubungan antara resistensi insulin dengan

hipertensi pada subyek normal namun tidak pada subyek dengan DM tipe 2

Manifestasi lain-lain

Resistensi insulin disertai oleh banyak perubahan lain yang tidak termasuk dalam kriteria

diagnostik SM. Peningkatan apo B, apo C-III, asam urat, faktor-faktor protrombotik (fibrinogen,

plasminogen activator inhibitor 1 = PAI-1), viskositas serum, asymmetric dimethylarginine

(ADMA), hemosistein, hitung leukosit, sitokin proinflamasi, mikroalbuminuria, penyakit

perlemakan hati (non-alcoholic fatty liver disease = NAFLD dan non-alcoholic steatohepatitis =

NASH), gangguan napas sewaktu tidur (obstructive sleep apnea ) dan penyakit polikistik

ovarium (polycystic ovarian disease) semua berkaitan dengan RI. Pada NASH terdapat

akumulasi trigliserida dan inflamasi.

Merokok dan gaya hidup tidak aktif fisik (sedenter) juga dapat menimbulkan banyak dari kriteria

utama SM. Peningkatan apo B dan apo C-III, dan NASH terkait dengan pengaruh asam lemak

terhadap produksi VLDL oleh hati, juga apo B dan apo C-III menunjukkan peningkatan jumlah

partikel proaterogenik dalam sirkulasi.

Hiperurikemia disebabkan efek kerja insulin terhadap reabsorpsi asam urat di tubuli ginjal ,

sedangkan peningkatan ADMA, suatu penghambat nitric oxide synthase endogen, berhubungan

dengan disfungsi endotel. Mikroalbuminuria menunjukkan adanya disfungsi endotel dalam

keadaan RI.

Page 14: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206

Sitokin propinflamasi

Pada Sindrom Metabolik terdapat peningkatan sitokin pro inflamasi meliputi interleukin 6 (IL-6),

resistin, /tumour necrosis factor (TNF) dan C-reactive protein (CRP) mencerminkan produksi

dari massa jaringan lemak yang lebih luas. Bukti menunjukkan /monocyte-derived

macrophages /terdapat di jaringan lemak dan kemungkinan sekurangnya sumber generasi sitokin

pro inflamasi lokal dan sirkulasi sistemik. Terdapat bukti bahwa RI di hati, otot, dan jaringan

adiposa tidak hanya berkaitan dengan banyaknya sitokin pro inflamasi (dan defisiensi relatif

sitokin anti inflamasi adiponektin), tetapi juga sebagai hasil beban tersebut.

Sebagai indeks umum inflamasi, kadar CRP bervariasi tergantung pada etnik, asal dan kelompok

dalam etnik oleh kebugaran (/fitnes/s). Sebagai contoh kadar CRP lebih tinggi pada orang India

sehat daripada orang kulit putih Eropa dan terkait kepada obesitas sentral dan RI yang lebih

besar pada orang India.

Adiponektin

Adiponektin adalah sitokin anti inflamasi yang diproduksi hanya oleh adiposit. Adiponektin

memperkuat kepekaan insulin (insulin sensitivity), juga menghambat banyak langkah dalam

proses inflamasi,

misalnya di hati menghambat ekpresi enzim-enzim glukoneogenesis hati dan laju produksi

glukosa endogen. di otot meningkatkan angkutan glukosa dan memperkuat okidasi asam lemak,

pengaruh-pengaruh yang sebagian karena kerja AMP-kinase.1,2,3

Page 15: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206

PENATALAKSANAAN

Untuk mencegah komplikasi kardiovaskular pada individu yang telah memiliki sindrom

metabolik, diperlukan pemantauan yang terus menerus dengan modifikasi komponen sindrom

metabolik yang ada. Penatalaksanaan sindrom metabolik masih merupakan penatalaksanaan dari

masing-masing komponennya (Tabel 3)

Penatalaksanaan sindrom metabolik terutama bertujuan untuk menurunkan risiko penyakit

kardiovaskular aterosklerosis dan risiko diabetes melitus tipe 2 pada pasien yang belum diabetes.

Penatalaksanaan sindrom metabolik terdiri atas 2 pilar, yaitu tatalaksana penyebab (berat badan

lebih/obesitas dan inaktifitas fisik) serta tatalaksana faktor risiko lipid dan non lipid.

Obesitas dan Obesitas Sentral

Pemahaman tentang hubungan antara obesitas dan sindrom metabolik serta peranan otak dalam

pengaturan energi, merupakan titik tolak yang penting dalam penatalaksanaan klinik. Pengaturan

berat badan merupakan dasar tidak hanya bagi obesitas tapi juga sindrom metabolik.

Mempertahankan berat badan yang lebih rendah dikombinasi dengan pengurangan asupan kalori

dan peningkatan aktifitas fisik merupakan prioritas utama pada penyandang sindrom metabolik.

Target penurunan berat badan 5-10% dalam tempo 6-12 bulan, dapat dicapai dengan mengurangi

asupan kalori sebesar 500-1000 kalori per hari ditunjang dengan aktifitas fisik yang sesuai.

Aktifitas fisik yang disarankan adalah selama 30 menit atau lebih setiap hari. Untuk subyek

dengan komorbid penyakit jantung koroner, perlu dilakukan evaluasi kebugaran sebelum

diberikan anjuran jenis-jenis olah raga yang sesuai.

Pemakaian obat-obatan dapat berguna sehingga dipertimbangkan pada beberapa pasien. Dua

obat yang dapat digunakan dalam menurunkan berat badan adalah sibutramin dan orlistat.

Dengan mempertimbangkan peranan otak sebagai regulator berat badan, sibutramin dapat

menjadi pertimbangan walaupun tanpa mengesampingkan kemungkinan efek samping yang

mungkin timbul. Cara kerjanya di sentral memberikan efek mengurangi asupan energi melalui

efek mempercepat rasa kenyang dan mempertahankan pengeluaran energi setelah berat badan

turun dapat memberikan efek tidak hanya untuk penurunan berat badan namun juga

Page 16: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206

mempertahankan berat badan yang sudah turun. Demikian pula dengan efek metabolik, sebagai

efek dari penurunan berat badan pemberian sibutramin setelah 24 minggu yang disertai dengan

diet dan aktifitas fisik, memperbaiki konsentrasi trigliserida dan kolesterol HDL.Terapi

pembedahan dapat dipertimbangkan pada pasien-pasien yang berisiko serius akibat obesitasnya.

Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular. Hipertensi juga mengakibatkan

mikroalbuminuria yangdipakai sebagai indikator independen morbiditas kardiovaskular pida

pasien tanpa diabetes atau hipertensi. Target tekanan darah berbeda antara subyek dengan DM

dan tanpa DM. Pada subyek dengan DM dan penyakit ginjal, target tekanan darah adalah <

130/80 mmHg, sedangkan pada bukan, targetnya < 140/90 mmHg. Untuk mencapai target

tekanan darah, penatalaksanaan tetap diawali dengan pengaturan diet dan aktifitas fisik.

Peningkatan tekanan darah ringan dapat diatasi dulu dengan upaya penurunan berat badan,

berolah raga, menghentikan rokok dan konsumsi alkohol serta banyak mengkonsumsi serat.

Namun apabila modifikasi gaya hidup sendiri tidak mampu mengendalikan tekanan darah maka

dibutuhken pendekatan medikamentosa untuk mencegah komplikasi seperti infark miokard,

gagal ginjal kronik dan stroke.

Dalam suatu penelitian meta-analisis didapatkan bahwa enzim pengkonversi angiotensin dan

penghambat reseptor angiotensin mempunyai manfaat yang bermakna dalam meregresi hipertrofi

ventrikel kiri dibandingkan dengan penghambat beta adrenergik, diuretik dan antagonis kalsium.

Valsartan, suatu penghambat reseptor angiotensin, dapat mengurangi mikroalbuminuria yang

diketahui sebagai faktor risiko independen kardiovaskular. Beberapa studi menyarankan

pemakaian ACE inhibitor sebagai linipertama pada penyandang hipertensi dengan sindrom

metabolik terutama bila ada DM Angiotensin receptor blocker (ARB) dapat digunakan apabila

tidak toleran terhadap ACE inhibitor. Meski pemakaian diuretik tidak dianjurkan pada subyek

dengan gangguan toleransi glukosa, namun pemakaian diuretik dosis rendah yang dikombinasi

dengan regimen lain dapat lebih bermanfaat dibandingkan efek sampingnya.

Page 17: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206

Gangguan Toleransi Glukosa

Intoleransi glukosa merupakan salah satu manifestasi sindrom metabolik yang dapat menjadi

awal suatu diabetes melitus. Penelitian-penelitian yang ada menunjukkan adanya hubungan yang

kuat antara toleransi glukosa terganggu (TGT) dan risiko kardiovaskular padasindrom metabolik

dan diabetes. Perubahan gaya hidup dan aktifitas fisik yang teratur terbukti efektif dapat

menurunkan berat badan dan TGT. Modifikasi diet secara bermakna memperbaiki glukosa 2 jam

pasca prandial dan konsentrasi insulin.

Tiazolidindion memiliki pengaruh yang ringan tetapi persisten dalam menurunkan tekanan darah

sistolik dan diastolik. Tiazolidindion dan metformin juga dapat menurunkan konsentrasi asam

lemak bebas. Pada Diabetes Prevention Program, penggunaan metformin dapat mengurangi

progresi diabetes sebesar 31% dan efektif pada pasien muda dengan obesitas.

Dislipidemia

Pilihan terapi untuk dislipidemia adalah perubahan gaya hidup yang diikuti dengan

medikamentosa. Namun demikian, perubahan diet dan latihan jasmani saja tidak cukup berhasil

mencapai target. Oleh karena itu disarankan untuk memberikan obat berbarengan dengan

perubahan gaya hidup. Menurut ATP III, setelah kolesterol LDL sudah mencapai target, sasaran

berikutnya adalah dislipidemia aterogenik. Pada konsentrasi trigliserida + 200 mg/di, maka target

terapi adalah non kolesterol HDL setelah kolesterol LDL terkoreksi. Terapi dengan gemfibrozil

tidak hanya memperbaiki profil lipid tetapi juga secara bermakna dapat menurunkan risiko

kardiovaskular. Fenofibrat secara khusus digunakan untuk menurunkan trigliserida dan

meningkatkan kolesterol HDL, telah menunjukkan perbaikan profil lipid yang sangat efektif dan

mengurangi risiko kardiovaskular. Fenofibrat juga dapat menurunkan konsentrasi fibrinogen.

Kombinasi fenofibrat dan statin memperbaiki konsentrasi trigliserida, kolesterol HDL dan LDL

Target terapi berikutnya adalah peningkatan apoB. Beberapa studi menunjukkan apoB lebih baik

dalam menggambarkan dislipidemia aterogenik yang terjadi dibandingkan dengan konlesterol

non HDL sehingga menyarankan apoB sebagai target terapi. Meskipun demikian, ATP III tetap

Page 18: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206

menyarankan pemakaian kolesterol non HDL sebagai target terapi mengingat di beberapa

tempat, sarana pemeriksaan apoB belum tersedia.

Apabila konsentrasi trigliserida + 500 mg/dL, maka target terapi pertama adalah penurunan

trigliserida untuk mencegah timbulnya pancreatitis akut. Pada konsentrasi trigliserida < 500

mg/dL, terapi kombinasi untuk menurunkan trigliserida dan kolesterol LDL dapat digunakan.

Berbeda dengan trigliserida dan kolesterol LDL, untuk kolesterol HDL tidak ada target terapi

tertentu, hanya dinaikkan saja. Panduan terapi untuk dislipidemia dapat dilihat pada Tabel 3.1,3,4

Page 19: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206
Page 20: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206
Page 21: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206
Page 22: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206

PENCEGAHAN

The US Preventive Services Task Force merekomendasi konsultasi diet intensif terhadap pasien-

pasien dewasa yang mempunyai faktor-faktor risiko untuk terjadinya penyulit kardiovaskular. 

Para dokter keluarga lebih efektif dalam membantu pasien menerapkan kebiasaan hidup sehat.

The Diabetes Prevention Program telah membuktikan bahwa intervensi gaya hidup yang ketat

pada pasien prediabetes dapat menghambat progresivitas terjadinya diabetes lebih dari 50%

( dari 11% menjadi 4,8%).3

KOMPLIKASI

Kegemukan (obesitas), tekanan darah tinggi, diabetes mellitus dan dislipidemia secara sendiri-

sendiri sudah sejak lama diketahui sebagai faktor resiko terjadinya penyakit jantung koroner.

Demikian pula adanya factor-faktor tersebut secara bersamaan pada seseorang telah sangat

dikenal akan jauh meningkatkan kemungkinan terjadinya Penyakit jantung Koroner. Dengan

demikian penderita dengan Sindroma Metabolik kemungkinan untuk mendapatkan / terkena

penyakit jantung koroner dan penyakit kardiovaskuler lainnya akan meningkat.7

PROGNOSIS

Metabolic syndrome bukan suatu penyakit tetapi kumpulan fenomena klinis terkait resistensi

insulin. Intervensi terhadap metabolic syndrome termasuk penurunan berat badan ( perubahan

gaya hidup, obat ) dapat menunda ataupun mencegah diabetes mellitus tipe 2 serta menurunkan

risiko penyakit kardiovaskular.8

Page 23: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206

III. PENUTUP

Sindrom metabolik merupakan kumpulan gejala yang keberadaannya menunjukkan

peningkatan risiko kejadian penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus. Obesitas sentral

memiliki korelasi paling erat dengan sindrom metabolik dibandingkan dengan komponen

yang lain. Penatalaksanaan sindrom metabolik masih mengacu pada tiap komponen, sejauh

ini belum ada penatalaksanaan yang berbeda bila dibandingkan dengan komponen secara

individual.

Page 24: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo W. Aru, et al. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Ed 5. Jakarta: Pusat

Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI. 2009; h. 1865-1872.

2. Sylvia, A , Prince, Lorraine , et. al. Patofisiologi. 6th ed, vol. 1. Jakarta : EGC 2006;

h.1202-1213.

3. Sindrom metabolik. 2010. Diunduh dari http://www.abclab.co.id/?p=833 pada 28

November 2010.

4. National Institutes of Health: Third Report of the National Cholesterol Education

Program Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood

Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III). Executive Summary. Bethesda, Md.:

National Institutes of Health, National Heart Lung and Blood Institute, 2001 (NIH

publication no. 01-3670). Diunduh dari

http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/cholesterol/ index.html pada 28 November 2010

5. Surabaya metabolic syndrome update 2006. 2006. Diunduh dari http://www.majalah-

farmacia.com pada 28 November 2010.

6. Faktor risiko sindrom metabolik. 2009. Diunduh dari

http://www.news-medical.net/health/Metabolic-Syndrome-Risk-Factors-

%28Indonesian%29.aspx pada 28 November 2010.

7. Komplikasi obesitas dan usaha. 2007. Diunduh dari

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15_KomplikasiObesitasdanUsaha.pdf/

15_KomplikasiObesitasdanUsaha.html pada 28 November 2010

8. Cardiovascular morbidity and mortality associated with the metabolic syndrome. 2007.

Diunduh dari http://www.metabolicsyndromeinstitute.com/informations/prognosis-

outcomes/cardiovascular-morbidity-and-mortality-associated-with-the-metabolic-

syndrome.php pada 28 November 2010

Page 25: Makalah Pbl Blok 21 Mario Alfonso 102008206

TUGAS MANDIRI

PROBLEM BASED LEARNING

BLOK XXI

METABOLIK ENDOKRIN 2

NAMA : Mario Alfonso L.W.

NIM : 10 - 2008 - 206

KELOMPOK : D – 1

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010