Makalah PBL Blok 21 Hellen
-
Upload
hellenmarsella -
Category
Documents
-
view
225 -
download
5
description
Transcript of Makalah PBL Blok 21 Hellen
Karsinoma pada Kelenjar Parotis
Hellen Marsella 102013179
Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 06, Tanjung Duren, Jakarta Barat 11510, E-mail : [email protected]
Pendahuluan
Kelenjar saliva memiliki fungsi utama dari kelenjar liur adalah produksi air liur. Produksi
air liur setiap hari 500 sampai 1500 milliliter. Air liur penting untuk mempertahankan rongga
mulut tetap basah dan melindungi dari trauma kimia, mekanik dan suhu.
Kelenjar ludah dibagi menjadi kelenjar ludah major dan minor. Kelenjar ludah major
meliputi kelenjar ludah parotis, submandibuler dan sublingual. Saraf fasialis merupakan bagian
penting pada anatomi kelenjar parotis. Salah satu kelainan kelenjar parotis adalah adanya
pembengkakan atau benjolan pada parotis.
Tumor parotis sebagian besar jinak dan terletak di lobus superfisialis. Tumor parotis
dapat ditemukan pada semua usia. Tumor jinak sering ditemukan pada dekade ke lima,
sedangkan tumor ganas pada dekade ke enam dan tujuh. Diantara tumor jinak parotis yang paling
sering adalah adenoma pleoformik. Tumor ganas parotis yang sering dijumpai adalah karsinoma
mukoepidermoid. Adanya N. Fasialis yang berjalan (berada) di dalam kelenjar parotis
menyebabkan pembedahan tumor parotis tergolong sulit. Ini disebabkan karena selain
mengeluarkan seluruh tumornya, harus dilakukan upaya maksimal untuk mempertahankan
(preservasi) N. Fasialis. Diantara tumor kelenjar liur yang terbanyak adalah tumor parotis, sekitar
75% sampai 85 %. 1
Keganasan pada kelenjar liur sebagian besar asimtomatik, tumbuhnya lambat, dan
berbentuk massa soliter. Rasa sakit didapatkan hanya 10-29% pasien dengan keganasan pada
kelenjar parotisnya. Rasa nyeri yang bersifat episodik mengindikasikan adanya peradangan atau
obstruksi daripada akibat dari keganasan itu sendiri.
Pembahasan
Anatomi dan Fisiologi
Kelenjar ludah adalah kelenjar tubuloasiner. Secara embriologis kelenjar berasal dari
lapisan germinal ektodermal dan lapisan germinal endodermal. Kelenjar ludah dapat dibagi
dalam dua golongan kelenjar ludah besar (major) yang terdiri dari tiga pasang kelenjar; kelenjar
ludah parotis, submandibuler dan sublingual. Dan, kelenjar ludah kecil (minor), kelenjar-kelenjar
ini jumlahnya banyak dan ukurannya kecil-kecil. Kelenjar ludah minor menempati mukosa pipi
(buccal) dan mukosa faring. Yang terpenting dalam llmu Bedah dari semua kelenjar ludah di atas
adalah kelenjar ludah parotis karena kelainan terbanyak ditemukan pada kelenjar ini.2
Kelenjar ludah adalah kelenjar majemuk bertandan, yang berarti terdiri atas gabungan
kelompok alveoli bentuk kantong dan yang membentuk lubang-lubang kecil. Saluran-saluran
dari setiap alveolus bersatu membentuk saluran yang lebih besar dan yang menghantar sekretnya
ke saluran utama dan melalui ini sekret dituangkan ke dalam mulut. Kelenjar ludah yang utama
ialah kelenjar parotis, submandibularis dan sublingualis.3
Kelenjar parotis ialah yang terbesar. Satu di sebelah kiri dan satu di sebelah kanan dan
terletak dekat di depan agak ke bawah telinga. Sekretnya dituangkan ke dalam mulut melalui
saluran parotis atau saluran Stenson, yang bermuara di pipi sebelah dalam, berhadapan dengan
geraham (molar) kedua atas. Ada dua struktur penting yang melintasi kelenjar parotis, yaitu
arteri karotis eksterna dan saraf kranial ketujuh (saraf fasialis).3
Kelenjar parotis menempati posisi disekitar liang telinga. Kelenjar ini terletak di bagian
luar otot masseter dengan batas atas pada zygomaticus, bagian bawah dibatasi otot digastrikus,
bagian belakang dibatasi liang telinga dan bagian depan otot sternocleidomastoideus. Kelenjar
parotis bermuara pada pipi melalui duktus Stenson yang keluar kira-kira di daerah molar ke dua
rahang atas. Kelenjar parotis ditembus oleh saraf fasialis dan membagi dua kelenjar ini menjadi
lobus superfisial dan profunda. Sebenarnya pembagian lobus ini sifatnya sebagai lobus imaginer
saja karena secara anatomis tidak ada batas yang tegas antara lobus profunda dan lobus
superfisial. Saraf fasialis setelah keluar dari foramen stylomastoideus (disebut trunkus saraf
fasialis) bercabang dua: temporo zygomaticus dan cervico-facial. Dari kedua cabang ini
terbentuk lima cabang lain yaitu cabang-cabang: temporal, zygomaticus, buccal, mandibular dan
cervical.2
Pada operasi-operasi tumor jinak parotis penyelamatan saraf ini penting karena putusnya
salah satu cabang mengakibatkan kelumpuhan otot wajah yang bersangkutan. Pengenalan
cabang-cabang saraf fasialis pada operasi harus dilakukan.2
Kelenjar submandibularis nomor dua besarnya sesudah kelenjar parotis. Terletak di
bawah kedua sisi tulang rahang, dan berukuran kira-kira sebesar buah kenari. Sekretnya
dituangkan ke dalam mulut melalui saluran submandibularis atau saluran Wharton, yang
bermuara di dasar mulut, dekat frenulum linguae.1
Kelenjar sublingualis adalah yang terkecil. Letaknya di bawah lidah di kanan dan kiri
frenulum linguae dan menuangkan sekretnya ke dalam dasar mulut melalui beberapa muara
kecil..3
Fungsi kelenjar ludah ialah mengeluarkan saliva, yang merupakan cairan pertama yang
mencernakan makanan. Deras aliran saliva dirangsang oleh adanya makanan dalam mulut,
melihat, membaui, dan memikirkan makanan. Setiap kelenjar ludah dapat terkena infeksi. Tetapi
yang terdahulu terserang adalah kelenjar parotis karena letaknya yang dekat dengan mulut dan
juga karena dapat terjadinya sumbatan saluran parotis. Keadaan ini merupakan salah satu bentuk
parotitis atau parotiditis. Tetapi parotitis yang akut jarang terjadi. Penyakit beguk (gondong)
ialah wabah parotitis (epidemi parotitis).3
Saliva atau ludah adalah cairan yang bersifat alkali. Ludah mengandung musin, enzim
pencerna zat tepung, yaitu ptialin, dan sedikit zat padat. Fungsi ludah bekerja secara fisis dan
secara kimiawi. Kerja fisisnya ialah membasahi mulut, membersihkan lidah, dan memudahkan
orang berbicara. Ludah membasahi makanan agar mudah untuk ditelan. Dan dengan membasahi
makanan itu ludah melarutkan beberapa unsur, sehingga memudahkan kerja kimiawi
terhadapnya. Kerja kimiawi ludah disebabkan enzim ptialin (amilase ludah) yang di dalam
lingkungan alkali bekerja atas zat gula dan zat tepung yang telah dimasak. Ptialin hanya dapat
bekerja atas zat tepung bila pembungkus selulosa pada zat tepung telah pecah, misalnya sesudah
dimasak, dan kemudian tepung yang telah dimasak diubah menjadi sejenis gula yang mudah
larut, yaitu maltosa. Kerja ini dimulai di dalam mulut, ludah ditelan bersama dengan makanan
dan kerja ptialin berjalan terus di dalam lambung selama kira-kira dua puluh menit atau sampai
makanan menjadi asam oleh kerja cairan lambung.3
Anamnesis
Anamnesis merupakan salah satu cara untuk mendiagnosis suatu penyakit. Secara umum
anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan
serangkaian wawancara yang dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau
terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis). Pada anamnesis perlu ditanyakan
beberapa hal seperti:
1. Identitas: Menanyakan identitas penting pada pasien seperti nama, umur atau usia, jenis
kelamin, alamat dan pekerjaan.
2. Keluhan utama: Menanyakan apa keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien datang
berobat dan lamanya.
3. Riwayat penyakit sekarang (RPS): Cerita kronologis yang terperinci dan jelas tentang
keadaan pasien sebelum ada keluhan sampai dibawa berobat. Pengobatan sebelumnya
dan hasilnya dan perkembangan penyakit
4. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD): Untuk mengetahui apakah pasien pernah mengalami
penyakit yang sama sebelumnya serta riwayat penyakit lain yang pernah diderita pasien.
5. Riwayat Keluarga: Untuk mengetahui bagaimana status kesehatan keluarga serta mencari
tahu apakah terdapat anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama.
6. Riwayat Psychosocial (sosial): Mengetahui bagaimana lingkungan kerja, sekolah atau
tempat tinggal serta faktor resiko gaya hidup.
Pada kasus diketahui Seorang laki-laki berusia 60 tahun datang kepoliklinik dengan
keluhan benjolan pada bawah telinga kanannya sejak 6 bulan yang lalu. Benjolan dirasa semakin
membesar hingga membuat telinga kanannya terangkat. Selain itu pasien juga mengeluh mata
kanannya tidak dapat menutup sempurna sejak 1 bulan yang lalu. Presentasi yang paling umum
adalah adanya massa di daerah pipi posterior tanpa rasa sakit dan tanpa gejala > 80% pasien.
Sekitar 30% dari pasien mengeluhkan rasa sakit yang terkait dengan massa, meskipun keganasan
kelenjar parotis sebagian besar tidak sakit. Kemungkinan besar rasa sakit menunjukkan adanya
invasi perineural yang memungkinkan adanya keganasan pada pasien dengan massa parotis.
Aspek penting yang lain dari anamnesis meliputi lama waktu timbulnya massa, riwayat
lesi kulit sebelumnya atau eksisi lesi parotis. Pertumbuhan massa yang relatif lambat cenderung
jinak. Riwayat adanya karsinoma sel skuamosa, melanoma ganas, atau histiocytoma bersifat
ganas menunjukkan metastasis intraglandular atau metastasis ke kelenjar getah bening parotis.
Kemungkinan besar tumor parotis yang kambuh menunjukkan reseksi awal yang tidak memadai.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi nilai keadaan umum pasien secara menyeluruh serta bagaimana
tingkat kesadarannya. Dengan inspeksi dalam keadaan istirahat dan pada pergerakan dapat
ditentukan apakah ada pembengkakan abnormal dan dimana, bagaimana keadaan kulit dan
selaput lendir diatasnya dan bagaimana keadaan fungsi nervus fasialis. Terkadang pada inspeksi
sudah jelas adanya fiksasi ke jaringan sekitar dan tampak adanya trismus. Inspeksi dapat
dilakukan sampai intraoral untuk melihat adakah desakan tonsil atau uvula. Penderita juga harus
diperiksa dari belakang untuk dapat melihat asimetrisitas yang mungkin lolos dari pengamatan.
Palpasi yang dilakukan dengan teliti dapat mengarah ke penilaian lokalisasi tumor
dengan tepat, ukuran (dalam cm), bentuknya, konsistensi, dan hubungan dengan sekelilingnya.
Jika mungkin palpasi harus dilakukan bimanual. Palpasi secara sistematis dari leher untuk
limfadenopati dan tumor Warthin yang jarang terjadi juga harus dilakukan.2
Auskultasi hanya digunakan untuk mengetahui apakah ada bruit atau tidak. Karna massa
atau benjolan umumnya harus mendapatkan suplai darah sehingga menyebabkan suplai darah
bertambah, kemudian menyebabkan terjadinya penyempitan yang fungsional pada dinding arteri
yang dapat menyebabkan terdengarnya suara bruit.4
Pada skenario 8, didapatkan pemeriksaan fisik yaitu teraba benjolan berdiameter kurang
lebih 7 cm, nyeri tekan (+), konsistensi keras, melekat pada jaringan sekitar. Pada palpasi daerah
leher dan supraclavicular teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening.
Pemeriksaan Penunjang
Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH)
BAJAH merupakan cara yang aman dan cepat untuk mendiagnosis adenoma pleomorfik
parotis, sekalipun keakuratan hasilnya tergantung pada keterampilan dari ahli sitopatologi yang
memeriksa.5,6
Pemeriksaan Radiologi
Sialografi
Pemeriksaan sialografi telah digunakan untuk mendiagnosis tumor parotis sejak dulu,
namun saat ini sudah ditinggalkan dengan adanya CT Scan (Computerized tomografi scan) dan
MRI (Magneticresonance imaging). Dengan pemeriksaan ini massa tumor terlihat mendorong
jaringan parotis dan duktus-duktusnya.7,8
Tomografi Komputer (CT Scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Dengan CT Scan, adenoma pleomorfik memberi gambaran berupa massa berbatas tegas,
dengan densitas yang homogen atau heterogen. Densitasnya lebih tinggi dari cairan serous
normal dan jaringan lemak parotis. Gambaran yang heterogen dengan daerah nekrosis, kistik
sering didapatkan karena pada adenoma pleomorfik sering terdapat cairan, lemak darah, dan
kalsifikasi.9,10
Pemeriksaan MRI akan membantu untuk melihat perluasan ke jaringan sekitar. Namun
MRI tidak terlalu penting dilakukan pada massa tumor yang secara histopatologi jinak dan
mudah dipalpasi. Sensitivitas dan spesifisitas CT Scan hampir sama dengan MRI dalam
menentukan lokasi tumor, batas tumor dan infiltrasi ke jaringan sekitar.11
Ultrasonografi (USG)
Dengan USG, adenoma pleomorfik memberikan gambaran massa lembut, hipoekoik dan
sering terlihat seperti massa berlobul. Tumor yang luas memberikan gambaran yang lebih
heterogen. Meskipun dengan USG dapat memperkirakan diagnosis adenoma pleomorfik, namun
CT dan MRI dibutuhkan untuk menilai tumor lebih lengkap.11
Biopsi Terbuka
Biopsi terbuka untuk mendiagnosis tumor parotis jarang dilakukan, bahkan merupakan
kontraindikasi pada benjolan kecil di parotis tanpa tandatanda kearah ganas, seperti pada
adenoma pleomorfik, tumor yang paling sering ditemukan pada daerah ini bersifat kambuh lokal.
Diagnosis Kerja
Karsinoma parotis adalah neoplasma maligna yang berasal dari sel epithelial yang terjadi
di kelenjar liur yang terbesar yang terletak di anteroinferior dari telinga yang disebut parotis.
Neoplasma kelenjar liur merupakan kasus yang jarang. Angka kejadian berkisar antara 3-6% dari
semua neoplasma kepala dan leher. Kelenjar parotis yang paling sering terkena yaitu sekitar 805
lalu kelenjar submandibula yang lebih kurang 10-15% serta kelenjar sublingual dan kelenjar liur
minor yang kurang 5%. Angka kejadia neoplasma maligna kelenjar parotis lebih kurang 0,5%
dari seluruh neoplasma.11,12
Neoplasma kelenjar liur biasa terjadi pada orang-orang yang berada pada dekade ke 6.
Neoplasma benigna biasanya terjadi pada usia diatas 40 tahun dan lebih sering terjadi pada
wanita sedangkan neoplasma maloigna diatas 60 tahun dan tersebar merata pada wanita dan pria.
Neoplasma kelenjar liur lebih sering terjadi pada orang dengan ras Kaukasia. Kanker parotis
dimulai sebagai pembekakan di bawah sudut rahang yang jika bertambah besar, membuat daun
telinga terangkat. Pada akhir pertumbuhan kanker menyebabkan mimik di belahan wajah sebelah
berkurang dan hilang sama sekali, mata tidak lagi dapat menutup dengan baik, belahan wajah
yang terkena seakan-akan mati disebabkan oleh kelumpuhan otot wajah. Saraf yang memasok
otot wajah, saraf otak VII (N.Facialis) yang berjalan melintang lewat kelenjar parotis, sudah
digerogoti kanker 11,12
Tumor ganas kelenjar saliva:
1. Karsinoma mucoepidermoid
Merupakan tipe tersering pada anak dan dewasa. Sekitar 50% pada kelenjar parotis.
Tampilan klinis dapat berupa lesi jinak. Keluhan yang sering adalah adanya masa
asimptomatis. Gejala nyeri, fiksasi jaringan sekitar dan paralisis wajah adalah tidak sering
meningkatkan kecurigaan tumor grading tingi. Makroskopik terlihat batas tegas dan mungkin
parsial encapsulated. Terkadang infiltrative dan deferensiasi buruk. Pada cut serface mungkin
mengandung area solid, kistik atau keduanya. Mikroskopik ditandai oleh adanya 2 populasi
sel, yakni sel mucous dan sel epidermoid. Karsinoma mukoepidermoid ini metastasis
utamanya ke kelenjar getah bening, tulang dan paru-paru.
2. Adenoid cyctic carcinoma (ACC)
Tumor ini umumnya berlokasi di parotis, submandibula, dan palatum. Tampilan klinis berupa
masa asimptomatis tapi disbanding tipe lain, ACC paling sering muncul dengan nyeri atau
parastesia. Tumor ini cenderung tumbuh disekitar saraf dan menyebar melalui perineural
sheat n.auriculotemporalis ke basis crania atau intracranial.
3. Malignant mixed tumor (carcinoma ex-pleomorphic adenoma)
Tampilan klinis umum berupa masa yang tidak nyeri tetapi terkadang pertumbuhannya cepat.
Nyeri, fiksasi ke kulit dan parese wajah mungkin terjadi dengan berbagai variasi.
Makroskopik terlihat poorly circumscribe, infiltrative, dan masa keras.
4. Adenocarcinoma
Insidenya jarang tapi merupakan tumor yang agresif, cenderung terjadi pada usia 40 tahun,
frekuensi pria dan wanita sama. Tampilan klinis berupa masa yang umunya sangat nyeri dan
tumbuh cepat namun terkadang tidak nyeri dan tumbuh lambat.
5. Acinic cell carcinoma
Umunya muncul pada decade 4-6 kehidupan. Tampilan klinis serupa dengan neoplasma
lainnya yakin masa asimptomatis. Tumor selalu tidak nyeri dan tumbuh perlahan. Acini cell
carcinoma merupakan tumor ganas parotis no.2 pada anak-anak, 80% berada pada daerah
parotis. Gambaran tipikal adalah tumor solid circumscribed atau parsial cystic dengan kapsul
incomplete.
6. Karsinoma sel skuamous
Umumnya sebagai tumor padat, yang tumbuh cepat sering terfiksir ke jaringan lunak dan
kulit disertai nyeri dan parese wajah. Karsinoma sel skuamous kelenjar liur ini agresif
tumbuh cepat dan segera metastasis ke kelenjar getah bening regional.
Tabel 1. Sistem Klasifikasi Tumor Ganas Kelenjar Saliva.13
KELAS T N M
I T1 N0 M0
II T2 N0 M0
III T3 N0 M0
T1-3 N1 M0
IV A T1-3 N2 M0
T4a N0-2 M0
IV B T4b Setiap N M0
Setiap T N3 M0
IV C Setiap T Setiap N M1
Ket :
T (tumor)
TX : Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 : Tidak ada bukti tumor primer
T1 : Tumor ≤ 2 cm tanpa ekstensi ekstraparenkim
T2 : Tumor > 2 cm, ≤ 4 cm tanpa ekstensi ekstraparenkim
T3 : Tumor > 4 cm atau adanya ekstensi ekstraparenkim
T4a : Tumor menyerang kulit, mandibula, saluran telinga, saraf facial atau beberapa
struktur yang lain
T4b : Tumor menyerang dasar tengkorak/tulang pterygoid atau merusak arteri karotis
N (nodul)
NX : Daerah kelenjar getah bening tidak dapat dinilai
N0 : Tidak ada nodul metastasis pada kelenjar limfa regional
N1 : Nodul < 3 cm pada kelenjar tunggal ipsilateral
N2a : Nodul > 3 cm dan ≤ 6 cm pada kelenjar tunggal ipsilateral
N2b : Metastasis di beberapa kelenjar getah bening ipsilateral, nodul ≤ 6 cm
N2c : Metastasis kelenjar getah bening kontralateral atau bilateral, nodul ≤ 6 c
N3 : Metastasis kelenjar getah bening tunggal atau multipel, nodul > 6 cm
M (metastasis)
MX : Tidak ditemukan metastasis jauh
M0 : Tidak ada metastasis jauh
M1 : Terdapat metastasis jauh
Diagnosis Banding
Parotitis epidemika adalah penyakit virus menyeluruh, akut, yang kelenjar ludahnya
membesar nyeri, terutama kelenjar parotis. Virus ini adalah anggota kelompok paramiksovirus,
yang jiga mencakup parainfluenza dan campak. 85% infeksi terjadi pada anak yang lebih muda
dari umur 15 tahun sebelum penyebaran imunisasi, tetapi sekarang penyakit ini sering terjadi
pada orang dewasa muda.14
Virus diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal, danrah, urin, otak danjaringan terinfeksi
lainnya. Virus diisolasi dari ludah selama 6 hari sebelum dan sampai 9 hari sesudah munculnya
pembengkakan kelenjar ludah. Penularan agaknya tidak terjadi lebih lama daripada 24 jam
sebelum munculnya pembengkakan atau lebih lambat dari 3 hari sesudah menyembuh. Virus
diisolasi dari urin dari hari pertama sampai ke 14 sesudah mulainya pembengkakan kelenjar
ludah.
Virus yang masuk akan mulai melakukan pembelahan dalam sel saluran pernafasan.
Virus akan dibawa darah ke banyak jaringan, diantaranya ke kelenjar ludah dan kelenjar lain
yang rentan. Masa inkubasi berkisar dari 14 sampai 24 hari, dengan puncak pada 17 sampai 18
hari.14
Adenoma Submandibular merupakan tumor jinak pada kelenjar parotis dan paling
sering terjadi. Bentuk dari tumor ini adalah adanya pembengkakan tanpa rasa nyeri yang
bertahan dalam waktu lama di daerah depan telinga atau daerah kaudal kelenjar parotis. Reseksi
bedah total merupakan satu-satunya terapi. Perawatan sebaiknya dilakukan untuk mencegah
cedera pada saraf fasialis. Adenoma pleomorfik juga merupakan tumor kelenjar submandibular
yang paling sering. Tumor ini paling sering pada palatum dekat garis tengah pada pertemuan
palatum mole dan palatum durum. Lokasi ini juga merupakan lokasi yang paling sering untuk
tumor ganas kelenjar liur.15
Etiologi
Penyebab pasti tumor kelenjar liur belum diketahui secara pasti, dicurigai adanya
keterlibatan faktor lingkungan dan faktor genetik. Paparan radiasi dikaitkan dengan tumor jinak
Warthin dan tumor ganas karsinoma mukoepidermoid. Epstein-Barr virus mungkin merupakan
salah satu faktor pemicu timbulnya tumor limfoepitelial kelenar liur. Kelainan genetik, misalnya
monosomi dan polisomi sedang diteliti sebagai faktor timbulnya tumor kelenjar liur.
Epidemiologi
Tumor pada kelenjar liur relatif jarang terjadi, persentasenya kurang dari 3% dari seluruh
keganasan pada kepala dan leher. Keganasan pada tumor kelenajar liur berkaitan dengan paparan
radiasi, faktor genetik, dan karsinoma pada dada. Sebagian besar tumor pada kelenjar liur terjadi
pada kelenjar parotis, dimana 75% - 85% dari seluruh tumor berasal dari parotis dan 80% dari
tumor ini adalah adenoma pleomorphic jinak (benign pleomorphic adenomas).
Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya tumor parotis didasarkan pada dua teori utama yaitu :
1. Teori multiseluler
Teori ini menyatakan bahwa tumor kelenjar liur berasal dari diferensiasi sel-sel matur dari
unit-unit kelenjar liur. Seperti tumor asinus berasal dari sel-sel asinar, onkotik tumor berasal
dari sel-sel duktus striated, mixed tumor berasal dari sel-sel duktus interkalated dan
mioepitelial, squamous dan mukoepidermoid karsinoma berasal dari sel-sel duktus
ekskretori. 12,13
2. Teori biseluler
Merupakan teori yang paling banyak digunakan.Teori ini menyatakan bahwa pertumbuhan
sel – sel tumor dipicu oleh pertumbuhan sel – sel cadangan (stem cell) yang berasal dari
sistem duktus kelenjar parotis. Tipe tumor bergantung pada tipe stemcell dan dari diferensiasi
stem cell pada tahap transformasi sel normal menjadi sel tumor. Stem cell dari duktus
intrkalaris akan berkembang menjadi karsinoma kistik adenoid dan karsinoma sel asinik.
Stem cell dari duktus ekskretoris akan berkembang menjadi karsinoma mukoepidermoid.
karsinoma sel skuamosa, dan karsinoma duktus salivaorius.12,13
Manisfestasi klinis
Tumor ganas parotis dimulai sebagai pembengkakan di bawah sudut rahang yang jika
bertambah besar, membuat daun telinga terangkat. Tidak ada nyeri atau keluhan lain. Sampai
akhirnya mimik di belahan wajah sebelah berkurang dan hilang sama sekali, mata tidak dapat
menutup dengan baik, sudut mulut turun dan gerakan di belahan yang terkena menghilang,
belahan wajah yang terkena seakan-akan mati, disebabkan oleh kelumpuhan otot wajah. Saraf
yang memasok otot wajah, saraf ke tujuh (saraf fasialis) yang berjalan melintang lewat kelenjar
parotis, sudah digerogoti oleh tumor ganas.13,16
Keluhan yang dirasakan pasien berupa benjolan yang soliter, tidak nyeri dipre/infra/retro
aurikuler, jika terdapat rasa nyeri sedang sampai berat biasanya terdapat pada keganasan.
Terjadinya paralisis nervus facialis pada 2-3% kasus keganasan parotis. Terdapatnya disfagia,
sakit tenggorokan, serta gangguan pendengaran. Dan dapat pula terjadi pembesaran kelenjar
getah bening jika terjadi metastasis. Tanda pada tumor benigna benjolan bias digerakkan, soliter
dan keras. Namun, pada pemeriksaan tumor maligna diperoleh benjolan yang terfiksasi,
konsistensi keras dan cepat bertambah besar.
Penatalaksanaan
1. Operasi
Pilihan pengobatan untuk neoplasma kelenjar parotis adalah melalui pembedahan.
Sebagian besar tumor parotis jinak dan ganas dapat diatasi dengan parotidektomi superfisial
atau total sesuai dengan lokasi tumor dengan preservasi nervus fasilais. Parotidektomi
superfisial adalah tindakan pengangkatan massa tumor dengan kelenjar parotis lobus
superfisial. Parotidektomi total adalah pengangkatan massa tumor dengan seluruh bagian
kelenjar parotis. pada keadaan yang sudah lanjut dimana tumor sudah meluas ke jaringan
sekitar dilakukan parotidektomi radikal, yaitu pengangkatan massa tumor dengan
mandibulektomi, pemotongan kulit atau otot dan pemutusan nervus fasilais. Insisi awal
dibuat di preaurikularis. Insisi kemudian diperlebar kearah posterior, kemudian secara
bertahap ke inferior dan medial pada lekukan leher.13,16
Untuk tumor ganas kelenjar parotis, parotidektomi total atau extended parotidectomy
biasanya dianjurkan. Invasi langsung pada saraf menghalangi perlindungan bagian saraf
tersebut dari keganasan. Harus dilakukan potongan beku untuk menyingkirkan adanya invasi
saraf, dan invasi ini selalu terjadi pada bagian kranial. jika mungkin, dilakukan cangkok saraf
pada waktu reseksi bedah.
2. Radiasi
Meskipun terapi primer tumor ganas kelenjar liur adalah dengan pembedahan, terapi
radiasi juga dianjurkan karena memiliki efek menguntungkan jika digabungkan dengan
pembedahan yaitu meningkatkan hasil terapi. Selain itu berperan sebagai terapi primer untuk
tumor yang sudah tidak dapat direseksi. Ada tiga keadaan di mana terapi radiasi merupakan
indikasi:13,16
Untuk tumor-tumor yang sudah tidak dapat direseksi
Untuk tumor-tumor yang kambuh pasca bedah
Tumor derajat tinggi yang dikhawatirkan kambuh pada tepi daerah operasi
Radioterapi sebaiknya dimulai 4-6 minggu setelah pembedahan untuk memberikan
penyembuhan luka operasi yang adekuat. Dapat diberikan 65-70 Gy selama 7-8 minggu.
Terapi radiasi juga merupakan indiksasi untuk keganasan derajat rendah tetapi tepi daerah
operasi masih menjadi tanda tanya atau kurang adekuat. Radiasi telah terbukti dapat
memberantas secara permanen tumor-tumor yang tidak dapat lagi dilakukan pembedahan dan
tumor yang kambuh setelah pembedahan.13,16
3. Kemoterapi
Secara umum, tumor kelenjar liur berespon buruk terhadap kemoterapi, dan kemoterapi
adjuvan saat ini diindikasikan hanya untuk paliatif. Doxorubicin dan agen berbasis platinum
yang paling sering digunakan untuk menginduksi apoptosis dibandingkan dengan obat
doxorubicin yang berbasis menangkap sel tumor. Agen berbasis platinum, dalam kombinasi
dengan mitoxantrone atau vinorelbine, juga efektif dalam mengendalikan keganasan kelenjar
liur yang berulang. Suatu bentuk baru dari fluoropyrimidine 5-fluorouracil disebut
meningkatkan aktivitas melawan sel-sel ganas dan memiliki lebih sedikit efek samping
gastrointestinal yang telah terbukti ampuh melawan kanker ganas kelenjar saliva, selain itu
mempotensiasi efek radioterapi dengan aktivitas apoptosis yang meningkat. 13,16
Prognosis
Prognosis tumor parotis ganas tergantung dari stadium dan ukuran tumor pada saat
ditemukan, ada atau tidak ada paralisis saraf facialis, dan menunjukkan adanya metastasis
servikal. Dan lagi, jenis spesifik dari tumor adalah penting dalam memastikan harapan hidup dan
diperlukan dalam prosedur operasi yang luas. Hal yang sangat menarik bahwa keluhan awal dari
nyeri telah diperlihatkan dalam beberapa penelitian sebagai tanda prognosis yang buruk.13
Simpulan
Kelenjar parotis merupakan kelenjar liur terbesar yang terletak di sisi kanan dan kiri di
daerah telinga bagian bawah. Kelenjar ini bisa mengalami gangguan dengan sebab yang bleum
diketahui pasti. Tumor adalah salah satu kelainan pada kelenjar ini. Jika hal ini terjadi, orang
yang menderita tumor akan mengalami beberapa kesulitan, salah satunya adalah kesulitan
menutup mata secara sempurna. Sebagai terapinya, yang bisa dilakukan adalah dengan
pembedahan untuk mengangkat sel-sel tumor itu. Tapi dalam proses pembedahan ini, perlu juga
diperhatikan beberapa komplikasi yang dapat terjadi dan harus sebisa mungkin komplikasinya
itu dicegah.
Daftar Pustaka
1. Kentjono WA. Pembedahan pada tumor parotis dan kanker rongga mulut. Majalah
Kedokteran Tropis Indonesia 2006.
2. Pusponegoro AD, Kartono D, Hutagalung EU. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: FK
UI. 2000.h.384-88.
3. Pearce EC. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama. 2013. h.220-222.
4. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga. 2005.h.90.
5. Shemen LJ. Salivary Glands: Benign and Malignant disease. 8th Ed.International Edition; 2003.
p. 535-66.
6. Helmus Ch,MD. Subtotal partotidectomy. The Laryngoscope;2000.p.1024-8.
7. Holsinger FC, Bui DT. Anatomy, Function, and Evaluation of Salivary Glands. In: Myers EN,
Ferris RL editors. Salivary Gland Disorders. Springer: Berlin; 2007. p. 1-14.
8. Shemen LJ. Salivary Glands: Benign and Malignant diseases. In: Lee KJ. editor. Essential
Otolaryngology Head and Neck Surgery. 8th Ed.International Edition; 2003. p. 535-66.
9. Carroll WR, Morgan CE, DMD, MD. Diseases of the Salivary Glands. In: Balanger editor.
Otorhinolaryngology head and neck surgery. BL.Dekler, London; 2002. p.1441-54.
10. Moonis G. Et al. Imaging Characteristic of Recurrent Pleomorphic Adenoma of the Parotid
Gland. Am J Neuroradiol 2007; 105: 1532-36.
11. Desen, Wan. Tumor Kelenjar Liur. Dalam : Buku ajar onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta:
Penerbit FKUI; 2007.h. 304-7.
12. Spiro Ronald, Lim, Dennis. Malignant tumor of salivary gland. In : Springer, surgical
oncology an algorithmic approach. Chicago; Departement og General Surgey Rich
Medical College. 2001.p. 62-7.
13. Concus, Adriane P. Malignant diseases of the salivary glands. In : Lalwani, Anil K. ed.
Current diagnosis & treatment in otolaryngology head & neck surgery. United States :
McGraw-Hill Companies; 2004.p.325-36.
14. Maldonado Y. Parotitis epidemika. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Alvin AM, editor. Ilmu
kesehatan anak Nelson. Edisi ke-15. Jakarta: EGC; 2000.h.1074-7.
15. Wijaya C. Buku ajar penyakit THT. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 1997.h.314-1516. Suyatni, Pasaribu ET. Bedah onkologi. Diagnostic dan terapi. Jakarta: Sagung Seto;
2009. h. 121-48.