PAPER ITP
-
Upload
afifulichwan18 -
Category
Documents
-
view
218 -
download
4
description
Transcript of PAPER ITP
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pupura Trombositopenia Idiopatik (PTI) merupakan suatu kelainan didapat yang
berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia oleh karena adanya
penghancuran trombosit secara dini dalam sistem retikuloendotel akibat adanya autoantibodi
terhadap trombosit yang biasanya berasal dari Immunoglubolin G (IgG) yang bersirkulasi
dalam darah.
Adanya trombositopenia pada PTI ini akan mengakibatkan gangguan pada sistem
hemostasis karena trombosit bersama dengan sistem vaskular faktor koagulasi darah terlibat
secara bersamaan dalam mempertahankan hemostasis normal. Manifestasi klinis PTI sangat
bervariasi mulai dari manifestasi perdarahan ringan, sedang sampai dapat mengakibatkan
kejadian-kejadian yang fatal. Kadang juga asimptomatik.
Berdasarkan etiologi, PTI dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder.
Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama dengan
6 bulan dan kronik bila lebih dari 6 bulan.
Diperkirakan insidensi PTI terjadi pada 100 kasus per 1 juta penduduk per tahun, dan
kira-kira setengahnya terjadi pada anak-anak dengan usia puncak 5 tahun, dimana jumlah
kasus pada anak laki-laki dan perempuan sama perbandingannya. Namun pada orang dewasa,
ITP paling sering terjadi pada wanita muda: 72 persen pasien selama 10 tahun adalah
perempuan, dan 70 persen wanita ini usianya kurang dari 40 tahun. Pada anak-anak itu
biasanya merupakan tipe akut, yang sering mengikuti suatu infeksi, dan sembuh dengan
sendirinya (self limited). Pada orang dewasa umumnya terjadi tipe kronis.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deinisi
Pupura Trombositopenia Idiopatik (PTI) Ialah suatu penyakit perdarahan yang didapat
sebagai akibat dari penghancuran trombosit yang berlebihan yang ditandai dengan :
trombositopenia (trombosit < 100.000/mm3), purpra, gambaran darah tepi yang umumnya
normal , dan tidak ditemukan penyebab trombositopenia yang lainnya. Pada pengamatan
sring diketahui pada ibu yang menderita PTI baik aktif maupun sedang masa remisi sering
melahirkan anak yang menderita PTI. Keadaan ini kmudian menimbulkan dugaan bahwa
adanya suatu faktor humoral dari ibu yang masuk ke darah bayi .
2.2 Epidemiologi
Purpura trombositopenia idiopatik (PTI) adalah suatu gangguan autoimun yang
ditandai dengan meningkatnya penghancuran trombosit ke dalam sistem retikuloendotel.
Kelainan ini biasanya menyertai infesi virus atau imuniasi yang disebabkan oleh respon
sistem imunyang tidak tepat. Diagnosis PTI sebagian besar ditegakan berdasarkan gambaran
klinis adanya gejalan dan tanda perdarahan, disertai penururunan jumlah trombosit.
Meskipun PTI pada anak umumnya bersifat akut dan biasanya membaik dengan
sendirinya dalam beberapa minggu sampai beerapa bula, namun semenjak seperempat abad
yang lalu terdapat perbedaan pendapat para ahlitentang pemberian prednison pada pasien PTI
secara rutin. Dengan diperkenalkan beberaa pengobatan baru akhir-akhir ini semakin
meramaikan perbedaan pendapat tersebut. Pada sebagian pasien, meskipun telah
mendapatkan pengobatan tetap tidak membaiksampai lebih dari 6 bulan dan mengalami
perjalan penyakit menjadi PTI kronis.
2
Insiden PTI pada anak antara 4,0-5,3 per 100.000, PTI akut umumnya terjadi pada
anak – anak usia antara 2- 6 tahun. 7 – 28 % anak – anak dengan PTI akut berkembang
menjadi kronik pada beberapa kasus menyerupai PTI dewasa yang khas. Insidensi PTI kronis
pada anak diperkirakan 0,46 per 100.000 anak per tahun.
ITP juga dapat dibagi menjadi dua, yakni ITP akut dan ITP kronik. Batasan yang
dipakai adalah waktu jika dibawah 6 bulan disebut ITP akut dan diatas 6 bulan disebut ITP
kronik. ITP akut sering terjadi pada anak – anak sedangkan kronik ITP sering terjadi pada
dewasa.
2.3 Etiologi
Dalam kebanyakan kasus, penyebab ITP tidak diketahui. Seringkali pasien yang
sebelumnya terinfeksi oleh virus (rubella, rubeola, varisela) atau, sekitar tiga minggu menjadi
ITP.Hal ini diyakini bahwa tubuh, ketika membuat antibodi terhadap virus, "sengaja" juga
membuat antibodi yang dapat menempel pada sel-sel platelet.Tubuh mengenali setiap
seldengan antibodi sebagai sel asing dan menghancurkan mereka. Itulah sebabnya ITP
jugadisebut sebagai imuno thrombocytopenic purpura.
Penyebab pasti belum diketahui (idiopatik).Tetapi kemungkinan akibat dari:
Hipersplenisme.
Infeksi virus. : pada kira 70% kasus ada penyakit yang mendahului
seperti rubella, rubeola, atau infeksi saluran napas virus. Jarak waktu
antara infeksi dan awitan purpura rata-rata 2 minggu.
Intoksikasi makanan / obat (asetosal para amino salisilat (PAS). Fenil
butazon, diamokkina, sedormid).
Bahan kimia.
Pengaruh fisik (radiasi, panas).
3
Kekurangan factor pematangan (malnutrisi).
Koagulasi intra vascular diseminata CKID.
Autoimmun.
2.4 Patofisilogi
Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibodi terhadap glikoprotein yang
terdapat pada membran trombosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit yang diselimutii
antibodi (antibody-coated platelets) tersebut dilakukan oleh makrofag yang terdapat pada
limpa dan organ retikuloendotelial lainnya.
Megakariosit dalam sumsum tulang bisa normal atau meningkat pada ITP. Sedangkan
kadar trombopoetin dalam plasma, yang merupakan progenitor proliferasi dan maturasi dari
trombosit mengalami penurunan yang berarti, terutama pada ITP kronis.
Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemiologis antara ITP akut dan kronis,
menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi terjadinya trombositopenia
diantara keduanya. Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa penghancuran trombosit meningkat
karena adanya antibodi yang dibentuk saat terjadi respons imun terhadap infeksi bakteri/
virus atau pada imunisasi, yang bereaksi silang dengan antigen dari trombosit. Mediator –
mediator lain yang meningkat selama terjadinya rspons imun terhadap infeksi, dapat berperan
dalam terjadinya penekanan terhadap produksi trombosit. Sedangkan pada ITP kronis
mungkin telah terjadi gangguan dalam regulasi sistem imun seperti pada penyakit autoimun
lainnya, yang berakibat terbentuknya antibodi spesifik terhadap trombosit.
Saat ini telah diidentifikasi beberapa jenis glikoprotein (GP) permukaan trombosit
pada ITP diantaranya GP IIb-IIa, GP Ib, dan GP V. Namun bagaimana antibodi antitrombosit
4
meningkat pada ITP, perbedaan secara pasti patofisologi ITP akut dan kronis, serta
komponen yang terlibat dalam regulasinya masih belum diketahui.
2.5 Klasifikasi
Berdasarkan onset penyakit ITP dibedakan tipe akut dan kronik
a. ITP akut.
Kejadiaannya kurang atau sama dengan 6 bulan. ITP akut sering dijumpai pada anak,
jarang pada dewasa. Onset penyakit biasanya mendadak, riwayat infeksi mengawaliterjadinya
perdarahan berulang, sering dijumpai eksantem pada anak-anak (rubeoladan rubella) dan
penyakit saluran napas yang disebabkan oleh virus. Virus yang paling banyak diindetifikasi
adalah varicella zooster dan ebstein barr. Manifestasi perdarahanITP akut pada anak biasanya
ringan, perdarahn intrakranial terjadi kurangdari 1% pasien. Pada ITP dewasa bentuk akut
jarang terjadi, namun dapat mengalami perdarahan dan perjalanan penyakit lebih fulminan.
ITP akut pada anak biasanya self limiting, remisi spontan terjadi pada 90% penderita, 60%
sembuh dalam 4-6 minggu dan lebih dari 90% sembuh dalam 3-6 bulan.
b. ITP kronik
Kejadiaannya lebih dari 6 bulan. Onset ITP kronik biasanya tidak menentu, riwayat
perdarahan sering ringan sampai sedang, infeksi dan pembesaran lien jarang terjadidan
perjalanan klinis yang fluktuatif. Episode perdarahan dapat berlangsung beberapahari sampai
beberapa minggu, mungkin intermitten atau terus menerus.Manifestasi perdarahanITP berupa
ekimosis, petekie, purpura. Pada umumnya berat dan frekuensi perdarahan berkorelasi
dengan jumlah trombosit. Secara umum bila pasien denganAT > 50.000/ml maka biasanya
asimptomatik, AT 30.000-50.000/ml terdapat lukamemar/hematom, AT 10.000-30.000/ml
terdapat perdarahan spontan, menoragi dan perdarahan memanjang bila ada luka, AT <
5
10.000/ml terjadi perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gastrointestinal dan
genitourinaria) dan resiko perdarahan sistem saraf pusat.
2.6 Diagnosis
Biasanya pasien ITP merupakan anak sehat yang tiba – tiba mengalami perdarahan
baik pada kulit, petekie, purpura atau perdarahan pada mukosa hidung (epitaksis). Lama
terjadinya perdarahan pada ITP dapat membantu membedakan antara ITP akut dan kronis.
Tidak didapatkannya gejala sistemik dapat membantu menyingkirkan kemungkinan suatu
bentuk sekunder dan diagnosis lainnya. Perlu juga dicari riwayat tentang penggunaan obat
atau bahan lain yang dapat menyebabkan trombositopenia. Riwayat keluarga umumnya tidak
didapatkan.
Pada pemeriksaan fisik biasanya hanya didapatkan bukti adanya perdarahan tipe
trombosit (platelet – type bleeding), yaitu petekie, purpura, perdarahan konjungtiva, atau
perdarahan mukokutaneus lainnya. Perlu dipikirkan kemungkinan suatu penyakit lain, jika
ditemukan adanya pembesaran hati dan atau limpa, meskipun ujung limpa sedikit teraba pada
lebih kurang 10% anak dengan ITP.
Selain trombositopenia, pemeriksaan darah tepi lainnya pada anak dengan ITP
umumnya normal sesuai dengan umurnya. Pada lebih kurang 15% pasien didapatkan anemia
ringan karena perdarahan yang dialaminya. Pemeriksaan hapusan darah tepi diperlukan untuk
menyingkirkan kemungkinan pseudotrombositopenia, sindroma trombosit raksasa yang
diturunkan (Inherited giant platelet syndrome), dan kelainan hematologi lainnya. Trombosit
yang imatur (megatrombosit) ditemukan pada sebagian besar pasien. Pada pemeriksaan
dengan flow cytometry terlihat trombosit pada ITP lebih aktif secara metabolik, yang
menjelaskan mengapa dengan jumlah trombosit yang sama, perdarahan lebih jarang
didapatkan pada ITP dibanding pada kegagalan sumsung tulang. Pemeriksaan laboratorium
6
sebaiknya dibatasi terutama pada saat terjadinya perdarahan dan jika secara klinis ditemukan
kelainan yang khas.
Perlu tidaknya pemeriksaan aspirasi sumsum tulang secara rutin dilakukan pada anak
dengan dugaan ITP, masih menimbulkan perbedaan pendapat diantara para ahli. Umumnya
pemeriksaan ini dilakukan pada kasus yang meragukan, namun tidak pada kasus- kasus
dengan manifestasi klinis yang khas. Beberapa ahli berpendapat bahwa leukemia tidak pernah
nampak dengan trobositopenia saja, tapi tidak semua rumah sakit berpengalaman dalam
pemeriksaan hapusan darah pada anak. Pemeriksaan sumsum tulang dianjurkan pada kasus –
kasus yang tidak khas, misalnya pada :
1. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang tidak umum, misalnya panas,
penurunan berat badan, kelemahan, nyeri tulang, pembesaran hati dan atau limpa.
2. Kelainan eritrosit dan leukosit pada pemeriksaan darah tepi.
3. Kasus yang akan diterapi dengan steroid, baik sebagai pengobatan awal atau gagal
diterapi dengan immunoglobulin intravena.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan pada pasien ITP adalah mengukur antibodi
yang berhubungan dengan trombosit (platelet-associated anibody) dengan menggunakan
direct assay. Namun pemeriksaan ini juga belum dapat membedakan ITP primer dengan
sekunder, atau anak yang akan sembuh dengan sendirinya dengan yang akan mengalami
perjalanan menjadi kronis.
Diagnosis ITP ditegakkan dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab
trombositopenia yang lain. Bentuk sekunder kelainan ini didapatkan bersamaan dengan
eritematosus lupus sistemik (SLE), sindroma antifosfolipid, leukemia atau limfoma,
defisiensi IgA, hipogammaglobulinemia, infeksi HIV atau hepatitis C, dan pengobatan
dengan heparin atau quinidin.
7
Pada anak yang berumur kurang dari tiga bulan, kemungkinan suatu trombositopenia
kongenital perlu disingkirkan. Pada sindrom Bernard- Soulier perdarahan sering lebih hebat
dari jumlah trombosit yang diduga (contohnya, perdarahan yang nyata pada jumlah trombosit
30.000/mm). pada sindrom Wiskott-Aldrich didapatkan trombosit yang lebih kecil dari
normal, sedangkan pada ITP biasanya lebih besar dari bentuk trombosit normal. Kelainan
kongenital lain yang dapat menyebabkan perdarahan pada bayi dan terdiagnosa ITP adalah
penyakit von Willebrand’s tipe IIb, yang disebabkan faktor von Willebrands abnormal
agregasi trombosit dan trombositopenia.
Anak yang lebih tua dan mereka yang mengalami perjalanan menjadi kronis, perlu
dipikirkan adanya kelainan autoimun yang lebih luas, serta perlu dicari adanya tanda – tanda
dan atau gejala – gejala dari SLE atau sindrom antifosfolipid.
Pada anak yang menderita varisela yang disertai trombositopenia perlu dilakukan
pemeriksaan yang lebih teliti, sebab meskipun jarang namun dapat mengancam jiwa
berhubungan dengan kekurangan protein S yang didapat dan trombosis mikrovaskuler.
2.7 Gambaran klinis
Dapat timbul mendadak, terutama pada anak, tetapi dapat pula hanya berupa kebiruan
atau epistaksis selama jangka waktu yang berbeda – beda. Tidak jarang terjadi gejala timbul
setelah suatu peradangan atau infeksi saluran napas bagian atas akut yang disebabkan oleh
virus merupakan 90% dari kasus pediatric trombositopenia imunologik. Virus yang paling
banyak diidentifikasi adalah varisella zoster dan Ebstein barr.
Kelainan yang paling sering ditemukan ialah petekia dan kemudian ekimosis yang
dapat tersebar di seluruh tubuh. Keadaan ini kadang – kadang dapat dijumpai pada selaput
lendir terutama hidung dan mulut sehingga dapat terjadi epitaksis dan perdarahan gusi dan
bahkan dapat timbul tanpa kelainan kulit.
8
Pada ITP akut dan berat dapat timbul pula pada selaput lendir yang berisi darah (bulla
hemoragik). Gejala lainnya ialah perdarahan traktus genitourinarius (menorargia, hematuria),
traktus digestivus (hematemesis, melena), pada mata (konjungtiva, retina) dan yang terberat
namun agak jarang terjadi ialah perdarahan pada SSP (perdarahan subdural dan lain-lain).
Pada pemeriksaan fisis umumnya tidak banyak dijumpai kelainan kecuali adanya petekia dan
ekimosis. Pada kira – kira seperlima kasus dapat dijumpai splenomegali ringan (terutama
pada hiperslpenisme). Mungkin pula ditemukan demam ringan bila terdapat perdarahan berat
atau perdarahan traktus gastrointestinalis. Renjatan (shock) dapat terjadi bila kehilangan
darah banyak.
Pada ITP menahun, umumnya hanya ditemukan kebiruan atau perdarahan abnormal
lain dengan remisi spontan dan eksaserbasi. Remisi yang terjadi umumnya tidaklah
sempurna. Harus waspada terhadap kemungkinan ITP menahun sebagai gejala stadium
praleukemia.
2.8 Diagnosa Banding
DD Gambaran Klinis Laboratorium
1. Penurunan Produksi trombosit
a. Kongenital
Thrombocytopenic Absent Radius
(TAR) Syndrome
- Tidak ada tulang radius
saat lahir
- Ada kelainan skeletal
yang lain
- Ada penyakit jantung
bawaan (1/3 kasus)
- Hitung trombosit
15.000-30.000/mm3
Trombositopenia amegakariositik - Tidak ada kelainan
skeletal seperti pada
sindrom TAR
- Trombositopenia pada
periode neonatal
Anemia Fanconi - Perawakan pendek
- Hiperpigmentasi kulit
- Pansitopenia karena
anemia aplastik
9
- Hipoplasia ibu jari dan
radius
- Kealinan ginjal
- Mikrosefali
- Mikroftalmi
b. Didapat (Acquired)
Leukemia - Riwayat kelelahan,
demam, berat badan
turun, pucat, nyeri
tulang.
- Limfadenopati
- Splenomegali
- Hepatomegali
(mungkin)
- Leukosit meningkat
- Anemia
- Sel blas pada
hapusan darah tepi
(leukoeritoblastosis)
Anemia aplastik - Riwayat lelah,
perdarahan atau infeksi
berulang
- Pemeriksaan fisik non
spesifik
- Tidak ada
spelenomegali
- Pansitopenia
- Neutropenia berat
- Hitung retikulosit
rendah
Neuroblastoma - Massa di abdomen
- Ada sindrom
paraneoplastik
- Gejala neurologik dari
korda spinalis
- Trombositopenia
karena metastasis ke
sumsum tulang
Defisieinsi Nutrisi - Riwayat nutrisi buruk
atau diet khusus
- Pucat, lemah, lelah
- Defisit neurologik
karena defisiensi vit
B12
- Anemia
megaloblastik
- Hipersegmentasi
neutrofil
- Retikulosit rendah
- Kadar vitamin B12
dan asam folat
10
rendah
Obat – obatan - Riwayat penggunaan
obat atau perubahan
dosis obat.
2. Peningkatan Destruksi Trombosit
a. Imun
Neonatal allomimune
trombositopenia
- Petekie menyeluruh
beberapa jam setelah
lahir
- Hitung trombosit ibu
normal
- Obat – Obatan - Riwayat penggunaan
obat atau perubahan
dalam dosis
- Infeksi HIV (Human
Immunodeficiency virus)
- Gejala dan tanda
infeksi sistemik HIV
- Kelainan sebagian atau
seluruh deret sel
- Konfirmasi diagnostik
serologi HIV
- Purpura pasca transfuse - Riwayat transfusi
trombosit beberapa jam
sebelum
trombositopenia
- Trombositopenia akut
- Penyakit kolagen vaskular /
autoimun
- Gejala sistemik,
termasuk nyeri/
pembengkakan sendi
- Ada anemia karena
penyakit kronik
- Leukosit kadang
abnormal
b. Non Imun
- Sindrom uremik hemolitik - Riwayat diare berdarah
(Escherichia coli
O157:H7, Shigella sp )
- Gagal ginjal
- Ada anemia karena
penyakit kronik
- Leukosit kadang
abnormal
- DIC (Disseminated
intravascular coagulation)
- Tanda / gejala sepsis
(demam,takikardi,
hipotensi)
- PPT dan APTT
meningkat
- Anemia mikrositik
mikroangiopati
- Kadar fibrinogen
11
menurun
- D - dimer
- Penyakit jantung sianotik - Sianosis
- Gagal jantung
- Polisitemia
kompensasi
Gangguan kualitas trombosit
- Sindrom wiskott – Aldrich - Menurun secara X-link
- Eksema
- Infeksi berulang karena
defisiensi imun
- Trombosit 20.000 –
100.000/mcL
- Trombosit sangat kecil
- Sindrom Bernard – Soulier - Menurun secara
dominan autosom
- Sering ada ekimosis,
perdarahan gusi dan
gastrointestinal
- Ukuran trombosit
besar, kadang lebih
besar dari limfosit
- Anomali May – Heggin - Menurun secara
dominan autosom
- Kebanyakan pasien
asimptomatik
- Ukuran trombosit
raksasa (Giant Platelet)
- Ada inclusion bodies
pada leukosit
- Sindrom Gray platelet - Perdarahan ringan - Trombosit kelihatan
oval dan pucat
Sekuestrasi
- Hiperspelnisme - Riwayat penyakit hepar /
hipertensi portal
- Splenomegali
- Ada anemia dan hitung
leukosit (tergantung
penyakit)
- Dihubungkan dengan
leukemia dan penyakit
infiltratif lainnya.
Sindrom Kasabach – Merritt - Peningkatan ukuran
hemangiendhelioma
pada periode neonatal
- Ada anemia dan hitung
leukosit abnormal
(tergantung)
2.9 Penatalaksanaan
12
Penatalaksanaan ITP pada anak meliputi tindakan suportif dan terapi farmakologis.
Tindakan suportif merupakan hal penting dalam penatalaksanaan ITP pada anak, diantaranya
membatasi aktivitas fisik, mencegah perdarahan akibat trauma, menghindari obat yang dapat
menekan produksi trombosit atau merubah fungsinya, dan yang penting juga adalah memberi
pengertian pada pasien dan atau orang tua tentang penyakitnya.
1. ITP akut
a. Tanpa pengobatan, karena dapat sembuh secara spontan.
b. Pada keadaan yang berat dapat diberikan kortikosteroid (prednison) peroral dengan
atau tanpa transfusi darah. Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan belum terlihat
tanda kenaikan jumlah trombosit, dapat dianjurkan pemberian kortikosteroid karena
biasanya perjalanan penyakit sudah menjurus ke ITP menahun.
c. Pada trombositopenia yang disebabkan oleh DIC, dapat diberikan heparin intravena.
Pada pemberian heparin ini sebaiknya selalu disiapkan antidotumnya yaitu protamin
sulfat.
d. Bila keadaan sangat gawat (perdarahan otak) hendaknya diberikan transfusi suspensi
trombosit.
2. ITP menahun
a. Kortikosteroid, diberikan selama 6 bulan.
b. Obat imunosupresif (misal 6-merkaptopurin, azatioprin, siklofosfamid). Pemberian
obat golongan ini didasarkan atas adanya peranan proses imunologis pada ITP
menahun.
c. Splenektomi dianjurkan bila tidak diperoleh hasil dengan pemberian obat
imunosupresif selama 2-3 bulan. Kasus seperti ini dianggap telah resisten terhadap
prednisone dan obat imunosupresif, sebagai akibat produksi antibodi terhadap
trombosit yang berlebihan oleh limpa. Splenektomi seharusnya dikerjakan dalam
13
waktu 1 tahun sejak permulaan timbulnya penyakit, karena akan memberkan angka
remisi sebesar 60-80%. Spelenktomi yang dilakukan terlambat hanya memberikan
angka remisi sebesar 50%.
Indikasi Splenektomi :
- Resisten setelah pemberian kombinasi kortikosteroid dan obat imunosupresif selama
2-3 bulan.
- Remisi spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian kortikosteroid saja
dengan gambaran klinis sedang sampai berat.
- Penderita yang menunjukkan respon terhadap kortikosteroid namun memerlukan
dosis yang tinggi untuk mempertahankan keadaan klinis yang baik tanpa adanya
perdarahan.
Kontra Indikasi :
Sebaiknya spelenektomi dilakukan setelah anak berumur lebih dari 2 tahun. Karena
sebelum umur 2 tahun fungsi limpa terhadap infeksi belum dapat diambil alih oleh alat tubuh
yang lain (hati, kelenjar getah bening, timus). Hal ini hendaknya diperhatikan, terutama
dinegeri yang sedang berkembang karena mortalitas dan morbiditas akibat infeksi masih
tinggi.
2.10 Prognosis
Pada ITP akut bergantung kepada penyakit primernya. Bila penyakit primernya ringan, 90%
akan sembuh secara spontan. Prognosis ITP menahun kurang baik, terutama bila merupakan
stadium praleukemia karena akan berakibat fatal. Pada ITP menahun yang bukan merupakan
stadium praleukemia, bila dilakukan splenektomi pada waktunya akan didapatkan angka
remisi sekitar 90%.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pupura Trombositopenia Idiopatik (PTI) Ialah suatu penyakit perdarahan yang didapat
sebagai akibat dari penghancuran trombosit yang berlebihan yang ditandai dengan :
trombositopenia (trombosit < 100.000/mm3), purpra, gambaran darah tepi yang umumnya
normal , dan tidak ditemukan penyebab trombositopenia yang lainnya. Pada pengamatan
sring diketahui pada ibu yang menderita PTI baik aktif maupun sedang masa remisi sering
melahirkan anak yang menderita PTI. Keadaan ini kmudian menimbulkan dugaan bahwa
adanya suatu faktor humoral dari ibu yang masuk ke darah bayi.
15
Berdasarkan etiologi, PTI dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder.
Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama dengan
6 bulan dan kronik bila lebih dari 6 bulan. Dalam kebanyakan kasus, penyebab ITP tidak
diketahui. Seringkali pasien yang sebelumnya terinfeksi oleh virus (rubella, rubeola, varisela)
atau, sekitar tiga minggu menjadiITP.Hal ini diyakini bahwa tubuh, ketika membuat antibodi
terhadap virus, "sengaja" jugamembuat antibodi yang dapat menempel pada sel-sel
platelet.Tubuh mengenali setiap seldengan antibodi sebagai sel asing dan menghancurkan
mereka. Itulah sebabnya ITP jugadisebut sebagai imuno thrombocytopenic purpura.
Penatalaksanaan ITP pada anak meliputi tindakan suportif dan terapi farmakologis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Purwanto Ibnu . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV 2006, Ed : Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S.Purpura Trombositopenia idiopatik, Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.
2. Abdoerachman, M.H, Affandi, M.B, Agusman S, Alatas. H, dkk. Idiopathic
thrombocytopenic purpura. Buku kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak oleh staf pengajar ilmu
kesehatan anak fakultas kedokteran universitas indonesia. Percetakan Infomedika.
Jakarta; 2007. Hal 479-82.
16
3. Bakta, I Made. Purpura Thrombositopenik Idiopatik. Hematologi Klinik Ringkas.
Penerbit Buku Kedokteran : EGC, Jakarta. 2007. Hal 241-44.
4. Sudoyo W,A, Setiyohadi B, Sedana M,P, Setiati S, Alwi I, Simadibrata K,M. Purpura
Trombositopenia Idiopatik (ITP) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II edisi IV.
Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta : 2007. Hal 659 - 666.
5. Nelson WE, ed. Ilmu Kesehatan anak. 15th ed. Alih bahasa, Samik Wahab. Jakarta EGC,
2007 : vol (2)
6. Permono, B. Sutaryo, Ugrasena, IDG. Endang,W. Gangguan kelainan jumlah trombosit
purpura trombositopenik imun. Buku Ajar Hematologi – Onkologi Anak edisi kedua.
Badan Penerbit IDAI : 2005. Hal 133-146.
7. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Dalam Buku ajar pediatric Rudolph ed.20, vol
2: EGC, Jakarta : 2007.
17