Makalah pbl 12

35
Pendahuluan Demam tifoid (alias tipus / thypus) masih merupakan masalah kesehatan penting di Indonesia ini. Penyakit ini biasanya mewabah pada musim hujan, juga musim kemarau. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi . Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi (bilang aja perpindahan penduduk, ya), kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. Di Indonesia penderita demam tifoid cukup banyak diperkirakan 800 /100.000 penduduk per tahun dan tersebar di mana-mana. Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapat mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi kurang bersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam terus menerus lebih dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan diperkuat dengan kesan anak baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak buang air besar atau diare beberapa hari. Makin cepat demam tifoid dapat didiagnosis makin baik. Pengobatan dalam taraf dini akan sangat menguntungkan mengingat mekanisme kerja daya tahan tubuh masih cukup baik dan 1

Transcript of Makalah pbl 12

Pendahuluan

Demam tifoid (alias tipus / thypus) masih merupakan masalah kesehatan penting di Indonesia ini. Penyakit ini biasanya mewabah pada musim hujan, juga musim kemarau. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi . Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi (bilang aja perpindahan penduduk, ya), kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. Di Indonesia penderita demam tifoid cukup banyak diperkirakan 800 /100.000 penduduk per tahun dan tersebar di mana-mana. Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapat mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi kurang bersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam terus menerus lebih dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan diperkuat dengan kesan anak baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak buang air besar atau diare beberapa hari. Makin cepat demam tifoid dapat didiagnosis makin baik. Pengobatan dalam taraf dini akan sangat menguntungkan mengingat mekanisme kerja daya tahan tubuh masih cukup baik dan kuman masih terlokalisasi hanya di beberapa tempat saja. Oleh karena itu maka dengan adanya makalah ini akan dibahas tentang demam tifod dan pecegahannnya.

PembahasanPengertian murmur dan ronkhi basahMurmur adalah suara auskultasi, benigna atau patologik, terutama bunyi periodik yang berlangsung singkat dan berasal dari jantung atau pembuluh darah. 1Sedangkan ronkhi basah adalah bunyi yang dihasilkan oleh udara dan cairan didalam alveolus. Ronkhi basah dapat terdengar sepanjang siklus pernapasan atau selama sala satu fase aja.Demam tifoid Demam tifoid dan paratifoid adalah suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh kuman golongan Salmonella. Penyakit ini disebut pula demam enterik, tifus, dan paratifus abdomen. Paratifoid biasanya lebih ringan perjalanannya dan menunjukkan gambaran klinis yang sama seperti tifoid atau menyebabkan enteritis akut. Kedua jenis penyakit ini merupakan masalah kesehatan yang penting, terutama di negara-negara yang sedang berkembang baik ditinjau dart segi epidemiologi, segi diagnosis laboratoriumnya serta kelengkapan dart laboratorium kliniknya. Hal ini berhubungan erat pula dengan keadaan sanitasi dan kebiasaan higiene yang kurang memuaskan. 2Etiologi Salmonella adalah genus yang termasuk family enterobakteriasiae dan berisi 3 species S.thypi, S.choleraesuis dan S. enteritidis. Dua spesies pertama masing-masing mempunyai satu serotip, tetapi S. enteritidis berisi lebih dari 1800 serotip yang berbeda. Agar tidak repot, serotip kadang-kadang secara artificial di identifikasikan seakan-akan mereka spesies Salmonella ( missal, S.typhimurium).3Salmonella adalah motil, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, batang gram-negatif. Kebanyakan strain meragi glukosa,manosa, dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi mereka tidak meragi laktosa atau sukrosa.3 S.typhi tidak menghasilkan gas. Organisme Salmonella tumbuh secara aerobik dan mampu tumbuh secara anaerobik fakultatif. Mereka resisten terhadap banyak agen fisik tetapi dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 130o F (54,4o C) selama 1 jam atau 140o F ( 60o C) selama 15 menit. Mereka tetap dapat hidup pada suhu sekeliling atau suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering, agen farmakeutika dan bahan tinja. Seperti anggota lain enterobakteriaseae , Salmonella memiliki antigen somatic O dan antigen flagella H. Antigen O adalah komponen lipopolisakarida dinding sel stabil panas, antigen H adalah protein labil panas yang dapat muncul pada fase 1 dan 2. Skema Kauffmann-White biasa digunakan untuk mengklasifikasi serotip Salmonellae yang didasarkan pada antigen O dan H. pengolongan serotip penting secara klinis karena serotip tertentu cenderung untuk disertai dengan sindrom klinis spesifik dan karena deteksi serotip yang tidak biasa kadang-kadang secara epidemiologi berguna. Antigen lain adalah polisakarida kapsul virulen ( Vi) ada pada S.typhi dan jarang ditemukan pada strain S.paratyphi C ( S.hirschfeldii).3Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi, sedangkan demam paratifoid disebabkan oleh organism yang termasuk species Salmonella enteritidis, yaitu S. enteridis bioserotipa parafiti C. Kuman-kuman ini lebih dikenal dengan nama S.paratyphi, S. schottmuelleri dan S. hirchfeldi. 4Epidemiologi Demam tifoid dan demam paratifoid endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang No. 6 tahun 1962 tentang wabah. 4Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit-penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah. Walaupun demam tifoid tercantum dalam undang-undang wabah dan wajib dilaporkan, namun data yang lengkap belum ada, sehingga gambaran epidemiologisnya belum diketahui secara pasti.Di Indonesia demam tifoid jarang dijumpai secara epidemik, tetapi lebih sering bersifat sporadik, terpencar-pencar disuatu daerah, dan jarang menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Sumber penularannya biasanya tidak dapat ditemukan. 4Ada dua sumber penularan S. typhi : pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering carrier. Orang-orang tersebut mengekskresi 109 sampai 1011 kuman pergram tinja.Didaerah endemik transmisi terjadi melalui air yang tercemar. Makanan yang tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan yang paling sering di daerah nonendemik. Carrier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi S. typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun. Disfungsi kandung empedu merupakan predisposisi untuk terjadinya carrier. Kuman-kuman S. typhi berada didalam batu empedu atau dalam dinding kandung empedu yang mengandung jaringan ikat, akibat radang menahun.4Insiden demam tifoid bervariasi ditiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan; didaerah rural ( Jawa barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan didaerah urban ditemukan 760-810 per 10000 penduduk. Perbedaan insidens diperkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitas lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan. Case fatality rate ( CFR) demam tifoid ditahun 1996 sebesar 1,08 % dari seluruh kematian di Indonesia. Namun demikian berdasarkan hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI ( SKRT Depkes RI) tahun 1995 dengan demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tinggi.4Organisme penyebab S.typhi dan S.paratyphi A,B.C termasuk dalam genus Salmonella dan merupakan patogen pada manusia. Infeksi memiliki prevelensi tertinggi di Asia Selatan dan Tenggara, Timur tengah, Amerika tengah, dan Selatan, serta Afrika. Tingkat endemisitas yang rendah terdapat dieropa selatan dan timur terutama paratifoid B. Resistensi multiobat terhadap kloramfenikol,ampisilin, dan kotrimoksazol sering terdapat di Asia tenggara.5 Suatu epidemic tifoid yang resisten terhadap kuinolon telah terjadi ditajikistan. Dinegara maju,demam enteric sebagian besar merupakan infeksi impor ( sekitar 200 kasus tifoid dan 150 kasus demam paratifoid ditemukan di inggris setiap tahun).5Paratifoid C jarang terjadi dimanapun. Penularan terjadi melalui makanan atau air yang terkontaminasi oleh feses atau urin dari pasien atau karier. Penyebaran langsung kasus ke kasus tidak umum terjadi, masa inkubasi 10-21 hari. 5Patofisiologi.4Masuknya kuman Salmonella typhi ( S.typhi) dan Salmonella paratyphi ( S.paratyphi) kedalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi dengan kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk kedalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humurol mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembusi sel-sel epitel ( Terutama sel M) dan selanjutnya kelamina propria. Dilamina propria kuman berkembang biak dengan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak didalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat didalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah ( mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik) dan menyebar keseluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Diorgan-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak diluar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk kedalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik. Didalam hati, kuman masuk kedalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten kedalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Prosesnya yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental dan koagulasi. Didalam plak peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan ( S.typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersentivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Pendarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plaque peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel direseptor sel endotel kapiler dengan akibatnya timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler, pernapasan dan gangguan organ lainnya. Gambaran KlinisPenegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bias diberikan terapi yang tepat dan meminimalkan komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini sangat penting untuk membantu mendeteksi secara dini.4 Walaupun pada kasus pada tertentu dibutuhkan pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis. Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari, gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. 4Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat yaitu 39-40 o C. Sifat demam tifoid atau pola panas badan yang khas adalah tipe step ladder pattern dimana peningkatan panas terjadi secara perlahan-lahan, terutama pada sore hingga malam hari. Biasanya pada saat masuk rumah sakit didapatkan keluhan utama demam yang diderita kurang lebih 5-7 hari yang tidak berhasil diobati dengan antipiretika.Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif ( bradikardia relatif adalah peningkatan suhu 10 C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput ( kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor) atau Lidah tifoid pada pemeriksaan fisik, lidah tifoid digambarkan sebagai lidah yang kotor pada pertengahan, sementara hiperemi pada tepinya, dan tremor apabila dijulurkan, hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen,stupor, koma, delirium atau psikosis. Roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.4,5Pada minggu ketiga terjadi gejala-gejala yaitu demam terus-menerus, delirium, mengantuk, distensi, abdomen massif, diare pea soup, kemudian pada minggu ke-4 perbaikan bertahap pada semua gejala. 5Setelah pemulihan, relaps dapat terjadi pada hingga 10% kasus ( jarang terjadi setelah terapi fluorokuinolon). Kasus dapat berlangsung ringan atau tidak tampak. Kasus paratifoid serupa dengan tifoid namun biasanya lebih ringan. 5Pemeriksaan fisikPenderita demam tifoid merasa cepat lelah, malaise, anoreksia, sakit kepala, rasa tidak enak di perut dan nyeri di seluruh tubuh. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari.4Minggu pertama, demam (suhu berkisar 39-40 C), nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, konstipasi, diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epiktasis. Minggu kedua, demam, bradikardi, lidah khas berwarna putih di bagian tengah, hepatomegali, splenomegali, gangguan kesadaran.4Demam pada demam tifoid umumnya berangsur-angsur naik selama minggu pertama, demam terutama pada sore hari dan malam hari (bersifat febris reminent). Pada minggu kedua dan ketiga demam terus menerus tinggi (febris kontinua). Kemudian turun secara lisis. Demam ini tidak hilang dengan pemberian antipiretik. Tidak ada menggigil dan tidak berkeringat. Kadang-kadang disertai epiktasis. Gangguan gastrointestinal, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor berselaput putih dan pinggirnya hiperemis. Perut agak kembung dan nyeri tekan. Limpa membesar dan lunak dan nyeri pada penekanan. Pada permulaan penyakit umumnya terjadi diare, kemudian menjadi obstipasi.Pemeriksaan penunjangPemeriksaan laboratorium Pemeriksaan rutin Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leucopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. 4Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah pada demam tifoid dapat meningkat. SGOT dan SGPT sering kali meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus. Pemeriksaan lain yang rutin dilakukan adalah uji widal dan kultur organism. Sampai sekarang, kultur masih menjadi standart baku dalam penegakan diagnostik. Selain uji widal, terdapat beberapa metode pemeriksaan serologi lain yang dapat dilakukan dengan cepat dan mudah serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih baik dari antara lain uji TUBEX, Typhidot dan dipstik. 4Hematologi Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau perforasi. Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi. Hitung jenis leukosit, sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED meningkat. Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).Uji widal .4Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adalanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu :a). Aglutinin O ( dari kuman ) , b). Aglutinin H ( flagela kuman), dan c). Aglutinin Vi (simpai kuman). Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini. Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-4, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan aglutinin H. Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu uji widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu pengobatan dini dengan antibiotik, gangguan pembentukan antibodi dan pemberian kortikosteroid, waktu pengambilan darah, daerah endemik atau non endemik, riwayat vaksinasi, reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi, dan faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi silang, dan strain Salmonella yang digunakan untuk suspense antigen.Uji Tubex.4Uji tubex merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik yang cepat ( beberapa menit) dan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibodi anti-S.typhi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang berwarna dengan lipopolisakarida S.typhi yang terkonjugasi pada partikel magnetic latex. Hasil positif uji tubex ini menunjukkan terdapat infeksi Salmonella serogroup D walau tidak secara spesifik menunjuk pada S.typhi. Infeksi oleh S.paratyphi akan memberikan hasil negatif.Uji typhidot .4Uji typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada prtotein membrane luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen S.typhi seberat 50 kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa. Didapatkan sensitivitas uji ini sebesar 98 %, spesifitas sebesar 76,6 % dan efisiensi uji sebesar 84% pada penelitian yang dilakukan oleh gopalakhrisnan.Pada kasus reinfeksi, respon imum sekunder ( IgG) teraktivasi secara berlebihan sehingga IgM sulit terdeteksi. IgG dapat bertahan sampai 2 tahun sehingga pendeteksian IgG saja tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi akut dengan kasus reinfeksi atau konvalesen pada kasus infeksi primer. Untuk mengatasi masalah tersebtu, uji ini kemudian dimodifikasikan dengan menginaktivasi total IgG pada sampel serum. Uji ini, yang dikenal dengan nama uji Typhidot-M, memungkinkan ikatan antara antigen dengan IgM spesifik yang ada pada serum pasien. Studi evaluasi yang dilakukan oleh Khoo KE dkk pada tahun 1997 terhadap uji typhidot-m menunjukkan bahwa uji ini bahkan lebih sensitive ( sensitivasnya mencapai 100 %) dan lebih cepat ( 3 jam ) dilakukan bila dibandingkan dengan kultur atau biakan.Uji IgM dipstick.4Uji ini khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S.typhi pada specimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung antigen lipopolisakarida ( LPS) S.typhoid dan anti Igm ( sebagai control), reagen deteksi yang mengandung antibodi anti IgM yang dilekati dengan lateks pewarna, cairan membasahi strip sebelum diinkubasi dengan reagen dan serum pasien, tabung uji. Komponen perlengkapan ini stabil disimpan selama 2 tahun pada suhu 4-25o C ditempat kering tanpa paparan sinar matahari. Pemeriksaan dimulai dengan inkubasi strip pada larutan campuran reagen deteksi dan seru, selama 3 jam pada suhu kamar. Setelah inkubasi, strip dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan. Secara semi kuantitatif, diberikan penilaian terhadap garis uji dengan membandingkan dengan reference strip. Garis control harus terwarna dengan baik. Pemeriksaan ini mudah dan cepat ( dalam 1 hari ) dilakukan tanpa peralatan khusus apapun, namun akurasi hasil didapatkan bila pemeriksaan dilakukan 1 minggu setelah timbulnya gejala.Pemeriksaan leukosit Walaupun buku-buku disebutkan bahwa pada demam tifoid terdapat leucopenia dan limfositis relative, tetapi kenyataannya leucopenia tidaklah sering dijumpai. 4Pada kebanyakan kasus dema tifoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada dalam batas-batas normal, malahan kadang-kadang terdapat leukositosis, walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosis demam tifoid. Biakan darah .4Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negative tidak menyingkirkan demam tifoid.4 Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa faktor :Teknik pemeriksaan laboratoriumHasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan yang lain,malahan hasil satu laboratorium bias berbeda dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan.4 Karena jumlah kuman yang berada dalam darah hanya sedikit yaitu kurang dari 10 kuman/ml darah, maka untuk keperluan pembiakan, pada pasien dewasa diambil 5-10 ml darah dan pada anak-anak 2-5 ml. bila darah yang dibiak terlalu sedikit hasil biakan bias negative, terutama pada orang yang sudah mendapat pengobatan spesifik. Selain itu darah tersebut harus langsung ditanam pada media biakan sewaktu berada di sisi pasien dan langsung dikirim ke laboratorium. Waktu pengambilan darah paling baik adalah saat demam tinggi pada waktu bakteremia berlangsung.Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakitPada demam tifoid biakan darah terhadap S.typhi terutama positif pada minggu pertama penyakit dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan postif lagi.Vaksinasi dimasa lampau Vaksinasi terhadap demam tifoid di masa lampau menimbulkan antibodi dalam darah pasein. Antibodi ini dapat menekan bakteriemia, hingga biakan darah mungkin negative. Pengobatan dengan antimikrobaBila pasien sebelum pembiakan darah sudah mendapat obat antimikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negative. Komplikasi Salah satu komplikasi demam tifoid yang dapat terjadi pada pasien yang tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat adalah perforasi dan perdarahan usus halus. Komplikasi ini sering terjadi pada minggu ketiga yang ditandai dengan suhu tubuh yang turun mendadak, adanya tanda-tanda syok dan perforasi intestinal seperti nyeri abdomen, defance muscular, redup hepar menghilang. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah pneumonia, miokarditis, hingga meningitis.6DiagnosisDiagnosis demam tifoid ditegakkan atas dasar klinis dan ditopang oleh diagnosis laboratorium. 2Pemeriksaan jumlah leukosit pada penderita demam tifoid kurang dapat menyokong diagnosis kliniknya. Walaupun menurut literatur pada demam tifoid terdapat leukopenia dan limfositosis relatif, tetapi kenyataannya leukopenia tidak sering dijumpai. Pada sebagian besar kasus demam tifoid, jumlah leukosit pada darah tepi masih dalam batas-batas normal, malahan kadang-kadang terdapat leukositosis walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. 2Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit kurang dapat menyokong diagnosis klinis demam tifoid. Diagnosis kerja.4 Demam typhoid merupakan infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh Salmonella typhi, Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Pada diagnosis kerja dapat dilihat pula pada hasil Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam tifoid. Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis demam tifoid. Peningkatan titer uji Widal empat kali lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Reaksi Widal tunggal dengan titer antibodi O 1 : 320 atau titer antibodi H 1 : 640 menyokong diagnosis demam tifoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas. Pada beberapa oasien, uji Widal tetap negatif pada pemeriksaan ulang, walaupun biakan darah positif.Diagnosis banding Malaria Adanya demam yang turun naik atau intermitten disertai dengan menggigil,diare, muntah, dan terkadang kejang merupakan beberapa gejala penyakitmalaria. Akan tetapi pada pasien ini tidak didapatkan menggigil serta tidakadanya riwayat keluar kota atau ke hutan.7Demam berdarah dengueDemam tinggi mendadak dan berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas. Pada umumnya demam akan menurun pada hari ke-3 sampai ke-4 yang kemudian meningkat lagi pada hari ke-5 sampai ke-6, menunjukkan gambaran grafik suhu badan seperti pelana kuda.8Demam pada penyakit tifus biasanya tinggi terutama malam hari. Pada penderita DBD sering ditemukan juga peningkatan hasil Widal. 8Leptospirosis .4Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans tanpa memandang bantuk spesifik serotipnya. Leptospirosis disebabkan oleh genus letopspira, family treponemataceae, suatu mikroorganisme spirochaeta. Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air atau tanah, lumpur yang telah terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira, infeksi tersebut terjadi jika terjadi luka atau erosi pada kulit ataupun selaput lender. Leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lender, memasuki aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Gejala awalnya adalah sakit kepala biasanya difrontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan pinggang disertai tekan, demam tinggi disertai menggigil juga didapati mual, dengan atau tanpa muntah.Bakteriemia yang berkaitan dengan kolsistitis dan pielonefritis. Hepatitia infeksiosa, mononucleosis dapat memberikan gambaran klinik awal yang sama.5 Demam paratifoid mungkin tidak dapat dibedakan secara klinik dari demam tifoid tetapi biasanya lebih ringan, perjalanan penyakit lebih singkat dan mortalitas leboh rendah. Organisme yang agaknya paling sering menyebabkan sindrom tersebutt adalah S. paratyphi A atau b dan S.choleraesuis. demam paratifoid kadang-kadang didahului oleh manifestasi gastroenteritis Salmonella. 5Penatalaksanaan.4Sampai saat masih dianut trilogy penatalaksanaan demam tifoid, yaitu :Istirahat dan perawatan. Dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhanDiet dan terapi penunjang ( sistomatik dan suportif). Dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal.Pemberian antimikroba. Dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman.Istirahat dan perawatan. Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya ditempat seperti makan, minum, dan mandi, BAK dam BAB akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta hygiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga. Diet dan terapi penunjang. Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Dimasa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur sering tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi pendarahan saluran cerna atau perforasi usus,. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makan padat dini yaitu nasi dengan lauk-pauk rendah selulosa ( menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.Pemberian antimikroba Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba khusus mikroba yang merugikan manusia. 9 Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah sebagai berikut :Kloramfenikol Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk mengobati demam tifoid.4 Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari dapat diberikan secara peroral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Penyuntikan intramuscular tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri.4 Dari pengalaman penggunaan obat ini dapat menurunkan demam rata-rata 7,2 hari. Penulis lain menyebutkan penurunan demam dapat terjadi rata-rata setelah hari ke-5. Pada penelitian yang dilakukan selama 2002-2008 oleh Moehario LH dkk didapatkan 90% kuman masih memiliki kepekaan terhadap antibiotik ini.Tiamfenikol .4Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama dengan kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadi anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4 x 500 mg, demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6.Kotrimoksazol Efektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 2 tablet ( 1 tablet mengandung sulfametokzasol 400 mg dan 80 mg) diberikan selama 2 minggu.4Trimetoprim dan sulfametoksazol menghambat reaksi enzimatik obligat pada dua tahap yang beurutan pada mikroba, sehingga kombinasi kedua obat memberikan efek sinergi. 9 Penemuan sediaan kombinasi ini merupakan kemajuan penting dalam usaha meningkatkan efektivitas klinik antimikroba. Kombinasi ini lebi dikenal dengan nama kotrimoksazol.9Ampisilin dan amoksisilin .Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar antara 5-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu. 4Ampisilin .Untuk pemberian oral tersedia dalam bentuk tablet atau kapsul sebagai ampisilin trihidrat atau ampisilin anhidrat 125 mg, 250 mg, 500 mg dan 1000 mg sedangkan untuk bubuk suspense sirup mengandung 125 mg atau 500 mg/5 ml. selain itu ampisilin tersedia juga untuk suntikan 0,1;0,25;0,5 dan 1 g per vial. Dosis ampisilin tergantung dari beratnya penyakit, fungsi ginjal dan umur pasien. 9AmoksisilinTersedia sebagai kapsul atau tablet berukuran 125,250, dan 500 mg serta sirup 125 mg/ 5 mL. dosis sehari dapat diberikan lebih kecil daripada ampisilin karena absorpsinya lebih baik dari pada ampisilin yaitu 3 kali 250-500 mg sehari.9Sefalosporin generasi ketigaHingga saat ini golongan sefalosporin gereasi ketiga yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson, dosis yang dianjurkan adalah antara 3-4 gram dalam dekstrosa 100cc diberikan selama jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3- 5 hari.4Golongan fluorokuinolon.4Golongan ini beberapa jenis bahan sediaan dan aturan pemberiannya : Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/ hari selama 6 hari Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/ hari selama 7 hari Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hariDemam pada umumnya mengalami lisis pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4. Hasil penurunan demam sedikit lebih lambat pada penggunaan norfloksasin yang merupakan fluorokuinolon pertama yang memiliki bioavailabilitas tidak sebaik fluorokuinolon yang dikembangkan kemudian. 4Azitromisin.4Tinjauan yang dilakukan oleh Eeva EW dan Bukirwa H pada tahun 2008 terhadap 7 penelitian yang membandingkan penggunaan azitromisin ( dosis 2 x 500 mg) menunjukkan bahwa penggunaan obat ini jika dibandingkan dengan fluorokuinolon, azitromisin secara signifikan mengurangi kegagalan klinis dan durasi rawat inap, terutama jika penelitian mengikutsertakan pula strain MDR ( multi drug resistance) maupun NARST ( Nalidixic Acid Resistant S.typhi). jika dibandingkan dengan ceftriakson, penggunaan azitromisin mampu menghasilkan kosentrasi dalam jaringan yang tinggi walaupun kosentrasi dalam darah cenderung rendah. Antibiotika akan terkosentrasi didalam sel, sehingga antibiotika ini menjadi ideal untuk digunakan dalam pengobatan infeksi oleh S.typhi yang merupakan kuman intraseluler. Keuntungan lain adalah azitromisin tersedia dalam bentuk sediaan oral maupun suntikan intravena.Kombinasi obat antimikroba Kombinasi 2 antibiotika atau lebih di indikasikan hanya pada keadaan tertentu saja antara lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik, yang pernah terbukti ditemukan 2 macam organism dalam kultur darah selain kuman Salmonella .4KortikosteroidPenggunaan steroid hanya di indikasikan pada toksis tifoid atau demam tifoid yang mengalami syok septik dengan dosis 3 x 5 mg.4PrognosisPrognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah virulensi Salmonella, serta cepat dan tepat pengobatan. Angka kematian pada anak-anak 2,6%, dan pada dewasa 7,4 %, rata-rata 5,7 %.4Bila relaps setelah pengobatan dihentikan. 9Penderita yang mempunyai resiko tinggi ialah bayi, orang lanjut usia, yang kurang gizi atau orang yang amat lemah. Setelah 6 minggu, kira-kira 50 % penderita tifoid masih mengeluarkan organism dalam tinjannya; setelah 3 bulan, 5-10 % merupakan ekskretor.9Pencegahan demam tifoid.4Pencegahan demam tifoid melalui gerakan nasional sangat diperlukan karena berdampak cukup besar terhadap penurunan kesakitan dan kematian akibat demam tifoid,menurunkan anggaran pengobatan pribadi maupun negara,mendatangkan devisa negara berasal dari wisatawan mancanegara karena telah hilangnya predikat negara endemik dan hiperendemik sehingga mereka tidak takut lagi terserang tifoid saat berada didaerah kunjungan . Pencegahan infeksi Salmonella typhi dapat dilakukan dengan penerapan pola hidup yang bersih dan sehat. Berbagai hal sederhana namun efektif dapat mulai dibiasakan sejak dini oleh setiap orang untuk menjaga higientias pribadi dan lingkungan, seperti membiasakan cuci tangan dengan sabun sebelum makan atau menyentuh alat makan/minum, mengkonsumsi makanan dan minuman bergizi yang sudah dimasak matang, menyimpan makanan dengan benar agar tidak dihinggapi lalat atau terkena debu, memilih tempat makan yang bersih dan memiliki sarana air memadai, membiasakan buang air di kamar mandi, serta mengatur pembuangan sampah agar tidak mencemari lingkungan. Prefentif dan kontrol penularan Tindakan prefentif sebagai upaya pencegahan penularan dan peledakan kasus luar biasa (KLB) demam tifoid mencakup banyak aspek, mulai dari segi kuman Salmonnella typhi sebagai agen penyakit dan faktor penjamun (host) serta faktor lingkungan . secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid,yaitu 1. Identifikasi dan eradikasi salmonella typhi baik pada kasus demam tifoid maupun kasus karier tifoid,2. Pencegahan transmisi langsung dari pasien yang terinfeksi S.typhi akut maupun karier, 3. Proteksi pada orang yang beresiko terinfeksi Identifikasi dan eradasi s.typhi pada pasien tifoid asimtomatik, karier,dan akut.Tindakan identifikasi atau penyaringan terhadap kuman S.typhi ini cukup sulit dan memerlukan biaya yang cukup besar baik ditinjau dari pribadi maupun skala nasional. Cara pelaksanaanya dapat secara aktif yaitu mendatangi sasaran maupun pasif menunggu bila ada penerimaan pegawai disuatu instansi atau swasta. Sasaran aktif lebih diutamakan pada populasi tertentu seperti pengelola sarana makanan-makanan baik tingkat usaha rumah tangga,restoran,hotel sampai pabrik beserta distributornya. Sasaran lainnya adalah yang terkait dengan pelayanan masyarakat, yaitu petugas kesehatan,guru,petugas kebersihan,pengelola sarana umum lainnya.Pencegahan transmisi dari penderita terinfeksi s.typhi akut maupun karier.Kegiatan ini dilakukan di rumah sakit, klinik maupun di rumah dan lingkungan sekitar orang yang telah diketahui pengidap kuman S.typhi.Proteksi pada orang yang beresiko tinggi tertular dan terinfeksiSarana proteksi pada populasi ini dilakukan dengan cara vaksinasi tifoid di daerah endemik maupun hiperendemik. Sasaran vaksinasi tergantung daerahnya endemis atau non-endemis, tingkat resiko tertularnya yaitu berdasarkan tingkat hubungan perorangan dan jumlah frekuensinya, serta golongan individu berisiko,yaitu golongan imunopromais maupun golongan rentan.Tindakan prefentif berdasarkan lokasi daerah,yaitu : Daerah non-endemik. Tanpa ad kejadian outbreak atau epidemi Santinasi air dan kebersihan lingkungan Penyaringan pengelola pembuatan / distributor/penjualan makanan-minuman Pencarian dan pengobatan kasus tofoid karier Bila ada kejadian epidemi tifoid Pencarian dan eliminasi sumber penularan Pemerikasaan air minum dan mandi-cuci-kakus Penyuluhan higine dan sanitasi pada populasi umum daerah tersebut Daerah endemik Masyarakat pengelolaan bahan makanan dan minuman yang memenuhi standar prosedur kesehatan (perebusan > 570C, iodisasi,dan klorinisai) Pengunjung ke daerah ini harus minum air yang telah melalui pendidihan, menjahui makana segar (sayur/buah) Vaksinasi secara menyeluruh pada masyarakat setempat maupun pengunjungVAKSINASI.4Vaksin pertama kali ditemukan tahun 1896 dan setelah tahun 1960 feektivitas vaksin ditegakkan, keberhasilan proteksi sebasar 51-88% (WHO) dan sebesar 67% (Universitas Maryland) bila terpapar 107 bakteri. Vaksinasi tifoid belum dianjurkan secara rutin di USA, demikian juga didaerah lain. Indikasi vaksinasi adalah bila 1).hendak mengunjungi daerah endemik ,resiko terserang demam tifoid semakin tinggi untuk daerah berkembang (Amerika Latin,Asia,Afrika), 2).orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid, dan 3).petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan.Jenis Vaksin Vaksin oral : -Ty2 1a (vivotif berna).`a belum beredar di Indonesia. Vaksin parenteral : -ViCPS (Typhin Vi/Pasreur Marieux), vaksin kapsul polisakarida.Pemilihan Vaksin Pada beberapa penelitian vaksin oral Ty2 1a diberikan 3 kali secara bermakna menurunkan 66% selama 5 tahun,laporan lain sebesar 33% selama 3 tahun. Usia sasaran vaksinasi berbeda efektifitasnya, dilaporkan indens turun 53% pada anak > 10 tahun sedangkan anak 5-9 th indens turun 17%. Vaksin parantelral non-aktif relatif lebih sering menyebabkan reaksi efek samping serta tidak seefektif dibandingkan dengan ViCPS maupun Ty2 1a oral. Jenis vaksin dan jadwal pemberiannya,yang ada saat ini di indonesia hanya ViCPS (Typhin Vi).Indikasi vaksinasi Tindakan prefentif berupa vaksinasi tifoid tergantung pada faktor resiko yang berkaitan, yaitu individual atau populasi dengan situasi epidemiologisnya: Populasi: anak usia sekolah di daerah endemik, personil militer,petugas rumah sakit,laboratorium kesehatan, industri makanan/ minuman. Individual: pengunjung/wisatawan ke daerah endemik ,orang yang kontak erat dengan pengidap tifoid (karier). Anak usia 2-5 tahun toleransi dan repons imunobiologisnya sama dengan anak usia lebihbesar.Kontraindikasi Vaksinasi Vaksin hidup oral Ty2 1a secara teoritis dikontraindikasikan pada sasaran yang alergi atau reaksi efek samping berat,penurunan imunitas, dan kehamilan (karena sedikitnya data). Bila diberikan bersamaan dengan obat anti-malaria (Klorokuin,menflokuin) dianjurkan minimal 24 jam pemberian obat baru dilakukan vaksinasi. Dianjurkan tidak memberikan vaksinasi bersamaan dengan obat sulfonamid atau antimikroba lainnya.Efek Samping vaksinasiPada vaksin Ty2 1a demam timbul pada orang yang mendapat vaksin 0-5%, sakit kepala (0,5%) , sedangkan pada ViCPS efek samping lebih kecil (demam 0,25% ; malaise 0.5%,sakit kepala 1,5%,rash 5%,reaksi nyeri lokal 17 %). Efek samping terbesar pada vaksin parenteral adalah head-pheol inactivated, yaitu demam 6,7-24%, nyeri kepala 9-10% dan reaksi lokal nyeri dan edema 3-35% bahkan reaksi berat termasuk hipotensi,nyeri dada,dan syok dilaporkan pernah terjadi maskipun sporadis dan sangat jarang terjadi.Efektifitas vaksinasi Serokonversi (peningkatan titer antibodi 4 kali) setelah vaksinasi dengan ViCPS terjadi secara cepat yaitu sekitar 15 hari -3 minggu dan 90% bertahan selama 3 tahun. Kemampuan proteksi sebesar 77% pada daerah endemik (Nepal) dan sebesar 60% untuk daerah hiperendemik.

PenutupKesimpulan Demam tifoid adalah suatu infeksi akut pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi. Di Indonesia penderita demam tifoid cukup banyak diperkirakan 800 /100.000 penduduk per tahun, tersebar di mana-mana, dan ditemukan hampir sepanjang tahun. Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering pada anak besar,umur 5- 9 tahun. Dengan keadaan seperti ini, adalah penting untuk melakukan pengenalan dini Demam Tifoid, yaitu adanya 3 komponen utama: Demam yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari),Gangguan saluran pencernaan, dan Gangguan susunan saraf pusat/ kesadaran.VN:F [1.6.8_931]

Daftar Pustaka1. New Dorland WA. Kamus kedokteran dorland. Jakarta : EGC;20022. Jurnal demam tifoid diunduh dari (http://jurnal.dikti.go.id/jurnal/detil/id/0:8983/q/demam%20tifoid%20typhus/offset/0/limit/2) 19 november 2011. 3. Eman R, Kliegman MR, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak nelson. Jakarta: EGC;2000.p. 965.4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Ed. V. Jakarta; Interna publishing;2009.5. Saputra L. Kapita selekta kedokteran klinik. Jakarta; Binarupa aksara publisher;20096. Chamber, HF. Infection disease : Bacterial and chlamydial. Current medical diagnosis and treatment;2006.p. 1425-267. Mandal BK, Wilkins EG, Dunbar EM Mayon-White RT. Lecture notes: Penyakit infeksi. Ed.6. 2008.p.160-48. Nasrudin, Hadi U, Vinata dkk. Penyakit infeksi di Indonesia. Surabaya: 2007.p.441-79. Syarif A.dkk. Farmakologi dan terapi.ed 5. Jakarta: Departemen farmakologi dan terapeutik fakultas kedokteran universitas Indonesia;2007.

6