pbl makalah
-
Upload
stefany-fany -
Category
Documents
-
view
310 -
download
4
description
Transcript of pbl makalah
PENDAHULUAN
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakan dengan memasukkannya ke dalam tubuh manusia. Pengaruh tersebut berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat , halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan yang menyebabkan efek ketergantungan bagi pemakainya. Yang termasuk dalam NAPZA adalah : Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
Istilah "narkotika" ada hubungannya dengan kata "narkan" (bahasa Yunani) yang berarti menjadi kaku. Umumnya, narkotika sering digunakan untuk mengatasi rasa sakit. Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, akan tetapi kenyataannya zat-zat tersebut banyak yang disalahgunakan.
TUJUAN
Pada blok 28, Emergency Medicine ini, mahasiswa akan berdiskusi dengan lebih detil dan belajar mandiri tentang kasus Gejala Putus Obat. Mahasiswa akan mendapatkan isi-isi penting berkaitan dengan kasus PBL yang didiskusi mencakupi semua sasaran pembelajaran di dalam PBL pada kali ini yaitu berkaitan dengan pemeriksaan, epidemiologi, etiologi, diagnosa, penatalaksanaan emergensi, komplikasi, serta prognosa bagi kasus yang didiskusi. Semoga dengan belajar mandiri kali ini, mahasiswa dapat mengetahui dengan lebih jelas tentang konsep kasus serta keseluruhan topik-topik dalam Blok 28 ini.
ISI GEJALA PUTUS OBAT
ANAMNESIS
Penegakkan diagnosis pada penderita/penyalahgunaan NAPZA sering kali tidak mudah dilakukan oleh kerena adanya stigma di masyarakat terhadap penyalahguna. Hal ini membuat pasien bersifat tertutup dan menghindar untuk mengatakan keadaan yang sebenarnya. Oleh karena itu diperlukan ketrampilan khusus untuk membuat pasien percaya dan berterus terang.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menegakkan diagnosis :
A. SIKAP MENTAL DOKTER
Bersikap positif, penuh perhatian dan menerima pasien apa adanya.
Berempati (dapat memahami dan meraba rasakan masalahnya)
Tidak menghina, mengkritik, menertawakan, mengejek, menyalahkan, karena hal ini akan menyebabkan pasien tertutup sehingga akan mengganggu proses autoanamnesis.
Sikap mental diatas diharapkan dapat menciptakan suasana hubungan terapeutik Dokter dan pasien.
B. TEKNIK WAWANCARA
Wawancara dapat dilakukan secara alloanamnesis maupun autoanamnesis. Urutan
pelaksanaannya dapat dilakukan alloanamnesis terlebih dahulu atau sebaliknya dan dapat juga bersamaan tergantung situasi dan kondisi.
ANAMNESIS
1. Alloanamnesis dilakukan sebelum autoanamnesis
Dokter telah memperoleh informasi tentang pasien, sehingga autoanamnesis lebih terarah
Kemungkinan pasien lebih terbuka dan tidak menyangkal lagi
Pasien menyangkal dan bertahan mengatakan tidak menggunakan NAPZA
Pasien menyatakan sudah berhenti menggunakan
Dokter terpengaruh orang tua/guru yang terlalu kuatir, pada hal pasien tidak menggunakan
Pasien mencurigai Dokter sudah terpengaruh dengan orang tua/guru yang mengantar, sehingga tidak kooperatif
2. Alloanamnesis dilakukan sesudah Autoanamnesis
Dokter belum dipengaruhi oleh keterangan yang diberikan orang tua/pengantar lain.
Pasien tidak berprasangka bahwa Dokter telah dipengaruhi orang tua/guru atau berpihak pada orang tua/guru yang menyalahkan pasien
Kemungkinan pasien membohongi atau tidak terbuka pada Dokter
3. Autoanamnesis dan Alloanamnesis dilakukan bersamaan
Pasien tidak dapat berbohong mengenai hal-hal yang diketahui orang tua/guru
Pada pasien yang bersikap tertutup, menanyakan langsung perihal penggunaan NAPZA biasanya tidak membawa hasil.1
Sebaiknya anamnesis dilakukan secara tidak langsung misalnya dengan pertanyaan sebagai berikut :
Apakah ada yang bisa dibantu ?
Apakah ada masalah dengan orang tua,guru,teman pacar?
Apakah ada kesulitan belajar,malas kerja,sulit tidur?
Apakah sering tidak betah dirumah,sering begadang?
Apakah sering mengalami stres,kegelisahan,kesedihan?
Apakah untuk mengatasi kegelisahan atau kebosanan merokok lebih banyak dari biasa?
Bila sedang frustasi,lalu minum minuman keras,apakah pernah mabok atau teler ?
Bila minum minuman keras apakah dicampur obat tidur,masing-masing berapa banyak dan berapa sering ?
Pada pasien sudah bersikap terbuka, anamnesis/pertanyaan mengenai NAPZA meliputi:
Keluhan pasien dan riwayat perjalanan penyakit terdahulu yang pernah diderita
Riwayat penyalahgunaan NAPZA
1) Jenis NAPZA yang dipakai
2) Lamanya pemakaian
3) Dosis,Frekuensi dan cara pemakaian
4) Riwayat/gejala intoksikasi/gejala putus zat
5) Alasan penggunaan
6) Waktu menelan NAPZA terakhir
Ditanyakan juga taraf fungsi sosial
1) Riwayat pendidikan
2) Latar belakang kriminal
3) Status keluarga
4) Kegiatan sosial lain
Evaluasi keadaan psikologis
1) Keadaan emosi
2) Kemampuan pengendalian impuls
3) Kemungkinan tindak kekerasan,bunuh diri
4) Riwayat perawatan terdahulu
Selain mendokumentasikan keluhan penyajian, unsur-unsur penting dari sejarah termasuk jenis obat tertelan dalam jangka panjang, durasi kecanduan, waktu menelan terakhir, alasan untuk berhenti pasien obat, pengobatan alternatif digunakan untuk meringankan gejala putus obat, dan sebelum gejala makin parah.
Kondisi komorbiditas serius dapat menghasut acara untuk alasan untuk berhenti dari narkoba dan harus diselidiki secara menyeluruh.
Memperoleh riwayat narkoba dan penyalahgunaan alkohol adalah penting dan dapat membantu dengan antisipasi dan pengobatan pada pasien mengaku untuk alasan lain selain gejala putus obat (misalnya, infark miokard, trauma multipel).
PEMERIKSAAN
Penampilan pasien, sikap wawancara, gejolak emosi dan lain-lain perlu diobservasi. Dokter harus cepat tanggap apakah pasien perlu mendapatkan pertolongan kegawat darurat atau tidak, dengan memperhatikan tanda-tanda dan gejala yang ada.
Pemeriksaan Fisik
Gejala Fisik
Timbulnya gejala-gejala fisik maupun mental sesudah penggunaan zat psikoaktif yang berlangsung secara terus-menerus, dalam jangka waktu yang lama, dan/atau dosis tinggi.
Bentuk dan keparahan gejala tersebut tergantung dari jenis dan dosis zat psikoaktif yang digunakan sebelumnya.
Gejala tersebut akan mereda dengan meneruskan penggunaan zat itu.
Salah satu indikator dari sindrom ketergantungan.
Adanya bekas suntikan sepanjang vena di lengan,tangan kaki bahkan pada tempat-tempat tersembunyi misalnya dorsum penis.
Pemeriksaan fisik terutama ditijikan untuk menemukan gejala intoksikasi/ioverdosis/putus zat dan komplikasi medik seperti Hepatitis, Eudokarditis, Bronkoneumonia, HIV/AIDS dan lain-lain.
Menemukan tanda/kelainan akibat keracunan. Perhatikan terutama : Tanda-tanda vital (kesadaran, pernafasan, tensi, nadi), ukuran pupil, cara jalan, sklera ikterik, conjunctiva anemis, perforasi septum nasi, caries gigi, aritmia jantung, edema paru, pembesaran hepar dan lain-lain.
Gejala Fisik : menguap, diaphoresis, mengeluarkan air mata, rinorea, pin point dilatasi pupil,piloereksi,kedutan pada otot dan hot flushes (perasaan panas dan merah pada wajah). Selanjutnya terdapat mual dan muntah,demam,hipertensi,takikardi,diare dan kram perut. Kejang terjadi pada putus zat meperidin.1
Kesadaran: somnolen pada intoksikasi opioida, sopor-koma pada keadaan kelebihan dosis
Denyut nadi: bertambah cepat pada putus zat, lambat pada intoksikasi opioida
Suhu badan: turun pada intoksikasi opioida
Pernafasan lambat: pada pemakaian opioid
Tekanan darah turun: pada putus zat opioid, walaupun pada awalnya tekanan darah naik
Mata: palpebra setengah menutup pada intoksikasi opioida, pupil: pin point pada intoksikasi opioida, lakrimasi pada putus zat opioida
Hidung: rinore pada putus zat opioida
Jantung: takikardia: pada zat putus zat opioida
Dinding perut: kejang pada putus zat opioida
Gangguan psikotik:
Sekelompok gejala psikotik yang terjadi selama atau segera sesudah penggunaan zat psikoaktif.
Gejalanya yaitu halusinasi, kekeliruan identifikasi, waham, dan/atau ideas of reference (gagasan tentang dirinya sebagai acuan) yang seringkali bersifat kecurigaan atau kejaran, gangguan psikomotor (excitement atau stupor) dan afek yang abnormal antara ketakutan yang mencekam hingga kesenangan yang berlebihan.2
Umumnya kesadarannya masih jernih.
Variasi gejala dipengaruhi jenis zat yang digunakan dan kepribadian penggunanya.
Gejala psikologis : pada awalnya seringkali merasa menginginkan obat sedemikian kuat yang diikuti dengan ansietas berat, kegelisahan, mudah marah, insomnia dan nafsu makan menurun.
Derajat kesadaran
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakanmenjadi:
1. Compos Mentis(conscious),yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang,tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen(Obtundasi, Letargi),yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor(soporo koma),yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
6. Coma(comatose),yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Perubahantingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.
Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan angkamorbiditas(kecacatan) danmortalitas(kematian).
Jadi sangat penting dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign.
Pemeriksaan status mental (penampilan & perilaku, bicara/bahasa, status kognitif (kesadaran).
gangguan pada alam perasaan (misal cemas, gelisah, marah, emosi labil, sedih, depresi, euforia)
gangguan pada proses pikir (misalnya waham, curiga, paranoid, halusinasi)
gangguan pada psikomotor (hipperaktif/ hipoaktif, agresif gangguan pola tidur, sikap manipulatif dan lain-lain).
3. Pemeriksaan Penunjang
Diperlukan berdasarkan skala prioritas dan pada keadaan yang memerlukan observasi pemeriksaan fisik harus berulang.
a. Analisa Urin
Bertujuan untuk mendeeteksi adanya NAPZA dalam tubuh (benzodiazepin, barbiturat, amfetamin, kokain, opioida, kanabis)
Pengambilan urin hendaknya tidak lebih dari 24 jam dari saat pemakaian zat terakhir.
Pada pemeriksaan urin harus dipastikan bahwa urin yang diperiksa adalah urin pasien, tidak ditukar atau dicampur zat tertentu.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM NARKOBA
Managemen laboratorium tes Narkoba meliputi :
1. Skrining test melihat ada/tidaknya zat/metabolit
2. Mengetahui jenis zat/metabolit yang terkandung
3. Menetapkan ada/tidak komplikasi akibat pemakaian narkoba
Metode pemeriksaan laboratorium untuk skrining narkoba dan metabolitnya harus mempunyai syarat :
SENSITIVITAS dan SPESIFITAS TINGGI
SENSITIF : Mampu mendeteksi ada/tidaknya zat/metabolit jenis narkoba dalam urin
SPESIFIK : Alat/reagen tersebut mampu mengenali jenis narkoba yang ada di urin
Metode yang memenuhi ke-2 syarat ini adalah : EIA (Enzyme immunoassay) dan Imunokromatografi
Selain itu kedua metode ini memiliki teknik yang sederhana umum dilakukan untuk screening.
Namun saat ini penggunaan metode Imunokromatografi kompetitif kualitatif yang paling umum dilakukan.
Keuntungan penggunaan teknik imunokromatografi :
1. Mudah dilakukan
2. Hasil cepat (3-10 menit)
3. Spesifik (memenuhi standar National Institude of Drug Abuse NIDA, sekarang SAMHSA)
4. Sensitifitas sampai 99,7%
Dasar teknik Imunokromatografi :
Adanya kompetisi penjenuhan Ig G anti narkoba yang mengandung substrat enzim (antibodi) dengan enzim pada urin narkoba sample yang mau diperiksa (antigen).
Tes ini bersifat kualitatif
Sample urin (+) terjadi penjenuhan artinya Ig G anti narkoba yang mengandung enzim tidak dapat berikatan dengan enzim dari narkoba yang diperiksa tidak terjadi perubahan warna
Sample urin (-) atau kadar narkoba kurang dari nilai ambang tidak terjadi penjenuhan (tidak jenuh) artinya Ig G anti narkoba yang mengandung enzim dapat berikatan penuh atau sebagian dengan enzim dari narkoba yang diperiksa terjadi perubahan warna
Sample untuk pemeriksaan narkoba dan metabolitnya : URIN
Karena urin mengandung kadar metabolit dalam jumlah tinggi dan pengambilan sample mudah dan tidak menyakiti pasien.
Narkoba dan metabolitnya terdapat dalam waktu singkat dalam darah.
Syarat urin sample :
1. Jernih (bila keruh harus disentrifuse)
2. Tanpa pengawet
3. Tempat penampungan : wadah kaca dan plastik yang bersih
4. Bila urin tidak langsung dipakai disimpan 2-8 derajat selama 48 jam atau dibekukan
Tes disimpan dalam suhu 2-25 derajat, jangan sampai beku dan perhatikan tanggal kadaluarsa.
Menilai validitas hasil pemeriksaan
Pada alat/reagen pemeriksaan terdapat tiga zona yaitu : zona T(test), C(control), S(sample)
Zona C adalah zona kontrol menilai valid dan tidaknya test tersebut
Pada saat pemeriksaan, pada zona C akan selalu muncul warna pink dibuat sedemikian rupa, shg hanya memerlukan H2O untuk dapat menimbulkan reaksi perubahan warna. Jadi tidak tergantung ada/tidaknya narkoba di dalam urin.
Sehingga :
Warna pink pada zona C hasil valid (hasil dapat dipercaya)
Tidak ada warna pink pada zona C hasil invalid (tidak dapat dipercaya) ulangi dengan kit yang baru
Gambar menilai validitas
b. Penunjang lain
Untuk menunjang diagnosis dan komplikasi dapat pula dilakukan pemeriksaan
Laboratirium rutin darah,urin
EKG, EEG
Foto toraks
Dan lain-lain sesuai kebutuhan (HbsAg, HIV, Tes fungsi hati, Evaluasi Psikologik, Evaluasi Sosial).
WORKING DIAGNOSA
Gejala Putus Obat (Withdrawal Syndrome).
Sindrom ini terjadi pada individu kecanduan narkoba dan alkohol yang menghentikan atau mengurangi penggunaan obat pilihan mereka.Proses menghilangkan narkoba dan alkohol dari tubuh dikenal sebagaidetoksifikasi.Kecemasan, insomnia, mual, keringat, nyeri tubuh, dantremorhanya beberapa dari gejala fisik dan psikologis dari penghentian obat dan alkohol yang mungkin terjadi selama detoksifikasi.
Gejala putus obat dimulai dalam enam sampai delapan jam setelah dosis terakhir. Biasanya setelah suatu periode satu sampai dua minggu pemakaian kontinu atau pemberian antagonis narkotik.
Sindroma putus obat mencapai puncak intensitasnya selama hari kedua atau ketiga dan menghilang selama 7 sampai 10 hari setelahnya. Tetapi beberapa gejala mungkin menetap selama enam bulan atau lebih lama.
GEJALA KLINIS
Ketagihan adalah perbuatan kompulsif (yang terpaksa dilakukan) dan keterlibatan yang berlebihan terhadap suatu kegiatan tertentu berupa penggunaan berbagai zat, seperti obat-obatan.Obat-obatan dapat menyebabkan ketergantungan psikis saja atau ketergantungan psikis dan fisik.3
Ketergantungan psikis merupakan suatu keinginan untuk terus meminum suatu obat untuk menimbulkan rasa senang atau untuk mengurangi ketegangan dan menghindari ketidaknyamanan.Obat-obatan yang menyebabkan ketergantungan psikis biasanya bekerja di otak dan memiliki satu atau lebih dari efek berikut ini :
mengurangi kecemasan dan ketegangan
menyebabkan kegembiraan, euforia (perasaan senang yang berlebihan) atau perubahan emosi yang menyenangkan lainnya
menyebabkan perasaan meningkatnya kemampuan jiwa dan fisik
merubah persepsi fisik.
Ketergantungan psikis dapat menjadi sangat kuat dan sulit untuk diatasi.Hal ini terjadi terutama pada obat-obatan yang merubah emosi dan sensasi, yang mempengaruhi sistim saraf pusat.Untuk para pecandu, aktivitas yang berhubungan dengan obat menjadi bagian yang penting dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga suatu bentuk ketagihan biasanya mempengaruhi kemampuan bekerjanya, proses belajarnya atau mempengaruhi hubungannya dengan keluarga dan teman.
Pada ketergantungan yang berat, sebagian besar fikiran dan aktivitas pecandu, tertuju pada bagaimana memperoleh dan menggunakan obat. Seorang pecandu dapat menipu, berbohong dan mencuri untuk bisa memuaskan ketagihannya. Pecandu memiliki kesulitan untuk berhenti menggunakan obat dan seringkali kembali kepada kebiasaannya setelah beberapa saat berhenti.
Beberapa obat-obatan menyebabkan ketergantungan fisik, namun ketergantungan fisik tidak selalu menyertai ketergantungan psikis.Pada obat-obat yang menyebabkan ketergantungan fisik, tubuh menyesuaikan diri terhadap obat yang dipakai secara terus menerus dan menyebabkan timbulnya toleransi; sedangkan jika pemakaiannya dihentikan, akan timbul gejala putus obat.
Toleransi adalah kebutuhan untuk meningkatkan secara progresif dosis obat untuk menghasilkan efek yang biasanya dapat dicapai dengan dosis yang lebih kecil. Gejala putus obat terjadi jika pemakaian obat dihentikan atau jika efek obat dihalangi oleh suatu antagonis. Seseorang yang mengalami gejala putus obat, merasa sakit dan dapat menunjukkan banyak gejala, seperti sakit kepala, diare atau gemetar (tremor).Gejala putus obat dapat merupakan masalah yang seirus dan bahkan bisa berakibat fatal.Efek yang dirasakan para pecandu putau adalah seperti berikut:
Pada saat tidak menggunakan zat, akan merasa sakit atau tidak nyaman
Zat membantu mereka untuk merasa sakit atau tidak nyaman
Pengguna tidak merasa euphoria pada tahap ini
Kemungkinan ada perasaan ingin bunuh diri, merasa bersalah, malu, ditolak, merasa adanya perubahan emosi, seperti depresi, agresif, cepat tersinggung, dan apatis
Jika pecandu menghentikan peggunaan morfin secara tiba-tiba timbullah gejala putus obat atau gejala abstinensi. Gejala putus obat dimulai dalam enam sampai delapan jam setelah dosis terakhir. Biasanya setelah suatu periode satu sampai dua minggu pemakaian kontinu atau pemberian antagonis narkotik.Sindroma putus obat mencapai puncak intensitasnya selama hari kedua atau ketiga dan menghilang selama 7 sampai 10 hari setelahnya. Tetapi beberapa gejala mungkin menetap selama enam bulan atau lebih lama.
Gejala putus obat dari ketergantungan opiod
Menjelang saat dibutuhkan morfin, pecandu tersebut merasa sakit, gelisah, dan iritabel; kemudian tertidur nyenyak. Sewaktu bangun ia mengeluh seperti akan mati dan lebih gelisah lagi. Pada fase ini timbul gejala tremor, iritabilitas, lakrimasi, berkeringat, menguap, bersin, mual, midriasis, demam dan nafas cepat. Gejala ini makin hebat disertai timbulnya muntah, kolik dan diare. Frekuensi denyut jantung dan tekanan darah meningkat. Pasien merasa panas dingin disertai hiperhidrosis. Akibatnya timbul dehidrasi, ketosis, asidosis, dan berat badan pasien menurun. Kadang-kadang bisa timbul kolaps kardiovaskular yang bisa berakhir dengan kematian.Gejala residual seperti insomnia, bradikardia, disregulasi temperatur, dan kecanduan opiat mungkin menetap selama sebulan setelah putus zat. Pada tiap waktu selama sindroma abstinensi, suatu suntikan tunggal morfin atau heroin menghilangkan semua gejala. Gejala penyerta putus opioid adalah kegelisahan, iritabilitas, depresi, tremor, kelemahan, mual, dan muntah.
DIAGNOSA BANDING
1. Intoksikasi Opiod
Bila ditemukan gejala klinis khas (pin point pupil, depresi napas, gejala membaik setelah pemberian nalokson. Ditemukan bekas suntikan yang khas (needle track sign). Pemeriksaan secara kualitatif dari bahan urin cukup efektif untuk memastikan diagnosis keracunan opiate dan zat adiktif lainnya. Umumnya kasus ini cenderung ada penurunan kesadaran (koma) dan depresi napas disebabkan dosis toksik. Beberapa gejala dapat terjadi hipertermi, aritmia jantung,hipertensi, bronkospasme,gagal ginjal.4 Pemeriksaan laboratorium tidak selalu diperlukan kerana pengobatan sangat diperlukan daripada konfirmasi kadar/jenis obat.
2. Gangguan Cemas dengan Serangan Panik.
Umumnya memiliki ciri-ciri berikut; cemas, khuatir dan tidak bisa relaks atau tegang yang berlansung lebih dari 3 bulan disertai gejala fisis dan psikis akibat adanya ketidakseimbangan sistem saraf otonom.
Gejala awal sindrom cemas dapat diperhatikan sebagai berikut;
Gejala Psikis : penampilan berubah, sulit konsentrasi, mood berubah, restless: gelisah, timbul rasa takut.
Gejala Somatis : sakit kepala, gangguan tidur, keluhan sistem kardiovaskular, pernapasan, gastrointestinal dan sebagainya.
Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan adanya gangguan anxietas fobik.
Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas berat (severe attacks of autonomic anxiety) dalam masa kira-kira satu bulan :
a) Pada keadaan-keadaan dimana secara obyektif tidak ada bahaya
b) Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya (unpredictable situations)
c) Dengan keadaan yang relative bebas dari gejala-gejala anxietas pada periode di antara serangan-serangan panic (meskipun demikian, umumnya dapat terjadi juga anxietas antisipatorik, yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi).
Penderita harus menujukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja ( sifatnya free floating atau mengambang). Panic disorder (gangguan panik) merupakan panik yang terjadi secara tiba-tiba tanpa ada tanda-tanda kemunculannya seperti teror yang diakibatkan oleh akumulasikecemasan. Serangan panik yang muncul disebabkan kemunculan perasaan-perasaan (cemas) dan rasa takut berlebihan, akhirnya individu merasakan dirinya akan mati.
Satu periode munculnya rasa takut atau tidak nyaman disertai gejala (4gejala atau lebih) yang muncul mendadak dan mencapai puncaknya dalam waktu 10 menit.
Gejala panik tersebut :
Palpitasi, meningkat denyut jantung, berkeringat, suara gementar, menggigil, merasa napas pendek, rasa tercekik, takut jadi gila, takut mati, kesemutan, muka merah.
ETIOLOGI
Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab seseorang menjadi pengguna narkoba. Berdasarkan hasil penelitian tim UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta pada tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang berisiko tinggi anggota keluarganya terlibat penyalahgunaan narkoba, yaitu:
1. Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua) mengalami ketergantungan narkoba.
2. Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya ayah bilang ya, ibu bilang tidak).
3. Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antar saudara.
4. Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran orang tua sangat dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata orang tua dengan alasan sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu sendiri tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan ketidaksetujuannya.
5. Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal.
6. Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering berlebihan dalam menanggapi sesuatu.
Lingkungan sosial dan ekonomi
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu. Peer group terlibat lebih banyak dalam delinquent dan penggunaan obat-obatan. Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor sosial tersebut memiliki dampak yang berarti kepada keasyikan seseorang dalam menggunakan obat-obatan, yang kemudian mengakibatkan timbulnya ketergantungan fisik dan psikologis. Sinaga (2007) melaporkan bahwa faktor penyebab penyalahgunaan NAPZA pada remaja adalah teman sebaya (78,1%). Hal ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh teman kelompoknya sehingga remaja menggunakan narkoba. Hasil penelitian ini relevan dengan studi yang dilakukan oleh Hawari (1990) yang memperlihatkan bahwa teman kelompok yang menyebabkan remaja memakai NAPZA mulai dari tahap coba-coba sampai ketagihan.5
Keperibadian
Tiap individu memiliki perbedaan tingkat resiko untuk menyalahgunakan NAPZA. Faktor yang mempengruhi individu terdiri dari faktor kepribadian dan faktorkonstitusi. Alasan-alasan yang biasnya berasal dari diri sendiri sebagai penyebab penyalahgunaan NAPZA antara lain:
Keingintahuan yang besar untuk mencoba, tanpa sadar atau berpikir panjang mengenai akibatnya
Keinginan untuk bersenang-senang
Keinginan untuk mengikuti trend atau gaya
Keinginan untuk diterima oleh lingkungan atau kelompok
Lari dari kebosanan, masalah atau kesusahan hidup
Pengertian yang salah bahwa penggunaan sekali-sekali tidak menimbulkan ketagihan
Tidak mampu atau tidak berani menghadapi tekanan dari lingkungan atau kelompok pergaulan untuk menggunakan NAPZA
Tidak dapat berkata TIDAK terhadap NAPZA
Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat, dengan ditandai oleh ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif, agresif, dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi. Selain itu, kemampuan untuk memecahkan masalah secara adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan cara melarikan diri.
PATOFISIOLOGI
Obat-obatan dan alkohol mempengaruhi suasana hati dengan mengubah kimia otak, khususnya produksi neurotransmitter.Neurotransmiter adalah bahan kimia dalam sistem saraf pusat yang memungkinkan impuls saraf untuk melakukan perjalanan melalui sistem saraf pusat dan mengatur proses berpikir, perilaku, dan emosi.Obat yang sementara meningkatkan tingkat neurotransmitter yang disebut stimulan.Obat yang menurunkan kadar neurotransmitter dan menekan sistem saraf pusat disebut depresi, mereka termasuk opiat dan obat penenang hipnotis-obat-obatan seperti alkohol danbarbiturat. (Ada pengecualian: Benzodiazepine mengangkat tingkat inhibitory neurotransmitter, GABA, sehingga berfungsi sebagai obat penenang.)
Ketika obat atau konsumsi alkohol menjadi kronis, tubuh menyesuaikan dengan kehadiran konstan substansi dengan mengubah produksi normal dari neurotransmitter.Jika obat dan penggunaan alkohol tiba-tiba berhenti, tubuh dan sistem saraf pusat bereaksi terhadap adanya substansi dengan array gejala kolektif dikenal sebagai sindrom penarikan.
Tubuh, saat terkena semua jenis upaya substansi untuk mempertahankan homeostasis.Bila terkena, menghasilkan kontra-regulasi mekanisme dan proses yang berusaha untuk menjaga tubuh dalam keseimbangan.Ketika substansi dihapus, kontra-regulasi mekanisme sisa menghasilkan efek terlindung dan gejala penarikan.
Toleransi terjadi ketika penggunaan jangka panjang dari suatu zat menghasilkan perubahan adaptif sehingga meningkatnya jumlah zat yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek.Toleransi tergantung pada dosis, durasi, dan frekuensi penggunaan dan merupakan hasil dari farmakokinetik (metabolisme) atau farmakodinamik (seluler atau fungsional) adaptasi.
Mekanisme keracunan etanol dan putus obat adalah kompleks.Sebagian besar efek klinis dapat dijelaskan oleh interaksi etanol dengan berbagai neurotransmiter dan neuroreceptors di otak, termasuk mereka berinteraksi dengan gamma-aminobutyric acid (GABA), glutamat (NMDA), dan opiat. Menghasilkan perubahan dalam penghambatan dan neurotransmiter excitatory mengganggu keseimbangan neurokimia di otak, menyebabkan gejala-gejala penarikan.3
Penghapusan obat eksogen memungkinkan dilawan kontra-peraturan efek untuk menjadi klinis jelas.Ketika obat eksogen adalah drastis dihapus produksi, tidak memadai pemancar endogen dan stimulasi dilawan oleh kontra-regulasi hasil pemancar dalam gambaran klinis karakteristik penarikan.Sifat dari pemancar kontra-regulasi berlebih menentukan karakteristik penarikan.Waktu yang diperlukan untuk memulihkan homeostasis oleh sintesis endogen pemancar menentukan perjalanan waktu penarikan.
PENATALAKSANAAN
Terapi dan Rehabilitasi ketergantungan NAPZA tergantung kepada teori dan filosofi yang mendasarinya. Dalam nomenklatur kedokteran ketergantungan NAPZA adalah suatu jenis penyakit atau disease entity yang dalan International classification of diseases and health related problems-tenth revision 1992 (ICD-10) yang dikeluarkan oleh WHO digolongkan dalam Mental and behavioral disorders due to psychoactive subsstance use.
Ketergantungan NAPZA secara klinis memberikan gambaran yang berbeda-beda dan
tergantung banyak faktor,antara lain :
- Jumlah dan jenis NAPZA yang digunakan
- Keparahan (severrity) gangguan dan sejauh mana level fungsi keperibadian terganggu
- Kondisi psiikiatri dan medis umum
- Konteks sosial dan lingkungan pasien dimana dia tinggal dan diharapkan kesembuhannya
Sebelum dilakukan intervensi medis, terlebih dahulu harus dilakukan assessment terhadap pasien dan kemudian baru menentukan apa yang menjadi sasaran dari terapi yang akan dijalankan
Tatalaksana Terapi dan Rehabilitasi NAPZA terdiri dari :
- Outpatient (rawat jalan)
- Inpatient (rawat inap)
- Residency (Panti/Pusat Rehabilitasi)
A. TUJUAN TERAPI DAN REHABILITASI
1. Abstinensia atau menghentikan sama sekali penggunaan NAPZA. Tujuan ini tergolong sangat ideal,namun banyak orang tidak mampu atau mempunyai motivasi untuk mencapai tujuan ini, terutama kalau ia baru menggunakan NAPZA pada fase-fase awal. Pasien tersebut dapat ditolong dengan meminimasi efek-efek yang langsung atau tidak langsung dari NAPZA. Sebagian pasien memang telah abstinesia terhadap salah satu NAPZA tetapi kemudian beralih untuk menggunakan jenis NAPZA yang lain.
2. Pengurangan frekuensi dan keparahan relaps Sasaran utamanya adalah pencegahan relaps .Bila pasien pernah menggunakan satu kali saja setelah clean maka ia disebut slip. Bila ia menyadari kekeliruannya,dan ia memang telah dobekali ketrampilan untuk mencegah pengulangan penggunaan kembali, pasien akan tetap mencoba bertahan untuk selalu abstinensia. Pelatihan relapse prevention programe, Program terapi kognitif, Opiate antagonist maintenance therapy dengan naltreson merupakan beberapa alternatif untuk mencegah relaps.
3. Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi adaptasi sosial. Dalam kelompok ini,abstinensia bukan merupakan sasaran utama. Terapi rumatan (maintence) metadon merupakan pilihan untuk mencapai sasaran terapi golongan ini.6
B. PETUNJUK UMUM
Terapi yang diberikan harus didasarkan diagnosis, sama seperti bila menghadapi penyakit lain.
Bila dinilai mampu memberikan terapi, lakukan dengan rasa tanggung jawab sesuai kode etik kedokteran. Bila ragu, sebainya dirujuk ke dokter ahli.
Selain kemampuan dokter, perlu diperhatikan fasilitas yang tersedia di puskesmas (apakah mempunyai fasilitas dan tenaga terlatih di bidang kegawat daruratan).
Pasien dalam keadaan overdisis sebainya dirawat inap di UGD RS Umum.
Pasien dalam keadaan intoksikasi dimana pasien menjadi agresip atau psikotik sebainya dirawat inap di fasilitas rawat inap, bila perlu dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa.
Pasien dirawat inap, karena mungkin akan mengalami kejang dan delirium.
C. TERAPI DAN REHABILITASI
Gawat darurat medik akibat penggunaan NAPZA merupakan tanggung jawab profesi medis. Profesi medis memegang teguh dan patuh kepada etika medis, karena itu diperlukan keterampilan medis yang cukup ketat dan tidak dapat didelegasikan kepada kelompok profesi lain. Salah satu komponen penting dalam keterampilan medis yang erat kaitannya dengan gawat darurat medik adalah keterampilan membuat diagnosis.
Dalam rehabilitasi pasien ketergantungan NAPZA, profesi medis (dokter) mempunyai peranan terbatas. Proses rehabilitasi pasien ketergantungan NAPZA melibatkan berbagai profesi dan disiplin ilmu. Namun dalam kondisi emergency, dokter merupakan pilihan yang harus diperhitungkan.
Gawat Darurat yang berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA :
Gawat Darurat yang terjadi meliputi berbagai gejala klinis berikut :
a. Intoksikasi
b. Overdosis
c. Sindrom putus NAPZA
d. Berbagai macam komplikasi medik (fisik dan psikiatrik)
Penting dalam kondisi Gawat Darurat adalah ketrampilan menentukan diagnosis, sehingga dengan cepat dan akurat dapat dilakukan intervensi medik.
Penatalaksanaan putus opioida dapat ditempuh melalui beberapa cara antara lain:
a. Terapi putus opioida seketika(abrupt withdrawal),yaitu tanpa memberi obat apa pun. Pasien merasakan semua gejala putus opiolda. Terapi ini diberikan dengan harapan pasien akan jera dan tidak akan menggunakan opiolda lagi. Cara ini tidak disukai pasien, tidak efektif, dan hampir tidak pernah dilakukan lagi di fasilitas kesehatan.
b. Terapi putus opioida dengan terapi simtomatik: untuk menghilangkan rasa nyeri berikan analgetik yang kuat; untuk gelisah berikan tranquilizer, untuk mual dan muntah berikan antiemetik; untuk kolik berikan spasmolitik; untuk rinore berikan dekongestan; untuk insomnia berikan hipnotik; untuk memperbaiki kondisi badan dapat ditambahkan vitamin.
c. Terapi putus opioida bertahap(gradual withdrawal):dengan memberikan opioida yang secara hukum boleh digunakan untuk pengobatan,misalnya morfin, petidin, kodein, atau metadon.Kebanyakan metadon digunakan secana oral. Biasanya diberikan dosis awal 10-40 mg, bergantung pada berat ringannya ketergantungan pasien terhadap opioida, diberikan dalam dosis terbagi(start low go slow).Pada hari kedua dan seterusnya, dosis dikurangi 10 mg setiap hari sampai jumlah dosis sehari 10 mg. Sesudah itu, diturunkan menjadi 5 mg sehari selama 1-3 hariBuprenorfin juga dapat dipakai untuk detoksiflkasi dengan cara yang sama dengan metadon, dengan dosis awal 4-8 mg.Dapat pula dipakai kodein dengan dosis 3-4 kali sehari @ 60-100 mg. Dosis diturunkan 5-10 mg tiap hari menjadi 3-4 kali sehari @ 55mg dan seterusnya.
d. Terapi putus opioida bertahap dengan substitut non-opioida, misalnya klonidin. Dosis yang diberikan 0,01 - 0,3 mg tiga atau empat kali sehari atau 17 mikrogram per kg berat badan per hari dibagi dalam tiga atau empat kali pemberian.
e. Terapi dengan memberikan antagonis opioida di bawah anestesi umum(rapid detoxification).Gejala putus zat timbul dalam waktu pendek dan hebat, tetapi pasien tidak merasakan karena pasien dalam keadaan terbius. Keadaan ini hanya berlangsung sekitar enam jam dan perlu dirawat satu sampai dua hari.
Berbagai bentuk Terapi dan Rehabilitasi :
1. TERAPI MEDIS ( TERAPI ORGANO-BIOLOGI)
TERAPI PADA SINDROM PUTUS ZAT
Terapi putus zat opioida
Terapi ini sering dikenal dengan istilah detoksifikasi.
Terapi detoksifikasi dapat dilakukan dengan cara berobat jalan maupun rawat inap.
Lama program terapi detoksifikasi berbeda-beda :
1-2 minggu untuk detoksifikasi konvensional
24-48 jam untuk detoksifikasi opioid dalam anestesi cepat (Rapid Opiate Detoxification Treatment)
Detoksifikasi hanyalah merupakan langkah awal dalam proses penyembuhan dari penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA.3,5,6
Beberapa jenis cara mengatasi putus opioida :
- Tanpa diberi terapi apapun,putus obat seketika (abrupt withdrawal atau cold turkey). Terapi hanya simptomatik saja :
Untuk nyeri diberi analgetika kuat seperti :
Tramadol, Analgrtik non-narkotik,asam mefenamat dan sebagainya
Untuk rhinore beri dekongestan,misalnya fenilpropanolamin
Untuk mual beri metopropamid
Untuk kolik beri spasmolitik
Untuk gelisah beri antiansietas
Untuk insomnia beri hipnotika,misalnya golongan benzodiazepine
- Terapi putus opioida bertahap (gradual withdrawal)
Dapat diberi morfin,petidin,metadon atau kodein dengan dosis dikurangi sedikit demi sedikit. Misalnya yang digunakan di RS Ketergantungan Obat Jakarta, diberi kodein 3 x 60 mg 80 mg selanjutnya dikurangi 10 mg setiap hari dan seterusnya.
Disamping itu diberi terapi simptomatik
- Terapi putus opioida dengan substitusi non opioda
Dipakai Clonidine dimulai dengan 17 mikrogram/kg BB perhari dibagi dalam 3-4 kali pemberian. Dosis diturunkan bertahap dan selesai dalam 10 hari
Sebaiknya dirawat inap (bila sistole < 100 mmHg atau diastole < 70 mmHg), terapi harus dihentikan.
- Terapi putus opioida dengan metode Detoksifikasi cepat dalam anestesi (Rapid Opioid Detoxification).
Prinsip terapi ini hanya untuk kasus single drug opiat saja,di lakukan di RS dengan fasilitas rawat intensif oleh Tim Anestesiolog dan Psikiater, dilanjutkan dengan terapi menggunakan anatagonist opiat (naltrekson) lebih kurang 1 tahun.
TERAPI TERHADAP KOMORBIDITAS
Setelah keadaan sindroma putus NAPZA dapat teratasi, maka perlu dilanjutkan dengan terapi terhadap gangguan jiwa lain yang terdapat bersama-sama dengan gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (co-morbid psychopathology), sebagai berikut :
Psikofarmakologis yang sesuai dengan diagnosis
Psikoterapi individual
- Konseling : bila dijumpai masalah dalam komonikasi interpersonal
- Psikoterapi asertif : bila pasien mudah terpengaruh dan mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan yang bijaksana
- Psikoterapi kognitif : bila dijumpai depresi psikogen
Psikoterapi kelompok
Terapi keluarga bila dijumpai keluarga yang patologik
Terapi marital bila dijumpai masalah marital
Terapi relaksasi untuk mengatasi ketegangan
Dirujuk atau konsultasi ke RS Umum atau RS Jiwa
TERAPI TERHADAP KOMPLIKASI MEDIK
Terapi disesuaikan dengan besaran masalah dan dilaksanakan secara terpadu melibatkan berbagai disiplin ilmu kedokteran.
Misalnya :
- Komplikasi Paru dirujuk ke Bagian Penyakit Paru
- Komplikasi Jantung di rujuk ke Bagian Penyakit Jantung atau Interna/Penyakit Dalam
- Komplikasi Hepatitis di rujuk ke Bagian Interna/Penyakit Dalam
- HIV/AIDS dirujuk ke Bagian Interna atau Pokdisus AIDS
- Dan lain-lain.
TERAPI MAINTENANCE (RUMATAN)
Terapi maintenance/rumatan ini dijalankan pasca detoksifikasi dengan tujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi medis serta tidak kriminal.
Secara medis terapi ini dijalankan dengan menggunakan :
Terapi psikofarmaka,menggunakan Naltrekson (Opiat antagonis), atau Metadon
Terapi perilaku, diselenggarakan berdasarkan pemberian hadiah dan hokum
Self-help group,didasarkan kepada beberapa fillosofi antara lain : 12-steps
2. REHABILITASI
Setelah selesai detoksifikasi, penyalahguna NAPZA perlu menjalani rehabbilitasi. Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving) terhadap NAPZA yang selalu terjadi.
Dengan Rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA dapat :
Mempunyai motivasi untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi ;
Mampu menolak tawaran penyalahgunakan NAPZA;
Pulih kepercayaan dirinya,hilang rasa rendah dirinya;
Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan baik;
Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja;
Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan di lingkungannya.
Beberapa Bentuk Program/Pendekatan Rehabilitasi yang ada,antara lain :
a. Program Antagonis Opiat (Naltrexon)
Setelah detoksifikasi (dilepaskan dari ketergantungan fisik) terhadap opioid (heroin/putauw/PT) penderita sering mengalami keadaan rindu yang sangat kuat (craving, kangen,sugesti) terhadap efek heroin.
Antagonis opiat (Naltrexon HCI,) dapat mengurangi kuatnya dan frekuensi datangnya perasaan rindu itu. Apabila pasien menggunakan opieat lagi,ia tidak merasakan efek euforiknya sehingga dapat terjadi overdosis. Oleh karena itu perlu seleksi dan psikoterapi untuk membangun motivasi pasien
yang kuat sebelum memutuskan pemberian antagonis. Antagonis opiat diberikan dalam dosis tunggal 50 mg sekali sehari secara oral, selama 3- 6 bulan. Karena hepatotoksik, perlu tes fungsi hati secara berkala.
b. Program Metadon
Metadon adalah opiat sintetik yang bisa dipakai untuk menggantikan heroin yang dapat diberikan secara oral sehingga mengurangi komplikasi medik. Program ini masih kontroversial, di Indonesia program ini masih berupa uji coba di RSKO.
c. Program yang berorientasi psikososial
Program ini menitik beratkan berbagai kegiatannya pada terapi psikologik (kognitif, perilaku, suportif, asertif, dinamika kelompok, psikoterapi individu, desensitisasi dan lain-lain) dan keterampilan sosial yang bertujuan mengembangkan keperibadian dan sikap mental yang dewasa, serta meningkatkan mutu dan kemampuan komunikasi interpersonal
Berbagai variasi psikoterapi sering digunakan dalam setting rehabilitasi.
Tergantung pada sasaran terapi yang digunakan.
- Psikoterapi yang berorientasi analitik mengambil keberhasilan mendatangkan insight sebagai parameter keberhasilan.
- Psikoterapi yang menggunakan sasaran pencegahan relaps seperti :
Cognitivi Behaviour Therapy dan Relaps Prevention Training
- Supportive Expressive Psychotherapy
- Psychodrama,art-therapy adalah psikoterapi yang dijalankan secara individual
d. Therapeutic Community berupa program terstruktur yang diikutu oleh mereka yang tinggal dalam suatu tempat. Dipimpin oleh bekas penyalahguna yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai konselor,setelah melalui pendidikan dan latihan. Tenaga profesional hanya sebagai konsultan saja.Disini penderita dilatih keterampilan mengelola waktu dan perilakunya secara efektif serta kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi keinginan memakai NAPZA atau sugesti (craving) dan mencegah relap.
Dalam komonitas ini semua ikut aktif dalam proses terapi. Ciri perbedaan anggota dihilangkan. Mereka bebas menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak membahayakan orang lain. Tiap anggota bertanggung jawab terhadap perbuatannya,ganjaran bagi yang berbuat positif dan hukuman bagi
yang berperilaku negatif diatur oleh mereka sendiri.
e. Program yang berorientasi Sosial
Program ini memusatkan kegiatan pada keterampilan sosial, sehingga mereka dapat kembali kedalam kehidupan masyarakat yang normal,termasuk mampu bekerja.
f. Program yang berorientasi kedisiplinan
Program ini menerapkan modifikasi behavioral atau perilaku dengan cara melatih hidup menurut aturan disiplin yang telah ditetapkan.
g. Program dengan Pendekatan Religi atau Spiritual
Pesantren dan beberapa pendekatan agama lain melakukan trial and error untuk menyelenggarakan rehabilitasi ketergantungan NAPZA
h. Lain-lain
Beberapa profesional bidang kedokteran mencoba menggabungkan berbagai modalitas terapi dan rehabilitasi. Hasil keberhasilan secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan masih ditunggu. Beberapa bentuk terapi lainnya yang saat ini dikembangkan di Indonesia adalah penggunaan tenaga dalam prana dan meditasi.
Terapi yang mengandalkan adanya kekuatan spiritual baik dalam arti kata kekuatan diri maupun
Dikenal The 12 step Recovery Philosophy, Rational Recovery dan lain-lain.
3. PROGRAM PASCA RAWAT (AFTER CARE)
Setelah selesai mengikuti suatu program rehabilitasi, penyalahguna NAPZA masih harus mengikuti program pasca rawat (After care) untuk memperkecil kemungkinan relaps (kambuh). Setiap tempat/panti rehabilitasi yang baik mempunyai program pasca rawat ini.
4. NARCOTICS ANONYMOUS (NA)
NA adalah kumpulan orang,baik laki-laki maupun perempuan yang saling berbagi rasa tentang pengalaman, kekuatan, dan harapan untuk menyelesaikan masalah dan saling menolong untuk lepas dari NAPZA (khususnya Narkotika). Satu-satunya syarat untuk menjadi anggota NA adalah keinginan
untuk berhenti memakai Narkotika. NA tidak terikat pada agama tertentu,pahak politik tertentu maupun institusi tertentu. Mereka mengadakan pertemuan seminggu sekali. Pertemuan ini biasanya tertutup,hanya bagi anggota saja atau terbuka dengan mengundang pembicara dari luar. Mereka menggunakan beberapa prinsip yang terhimpun dalam 12 langkah (the twelve steps).
KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi terutama bila obat dimasukkan dengan jarum yang tidak steril digunakan bersama-sama.
1. Hepatitis menyebabkan kerusakan hati
2. Infeksi tulang (osteomyelitis)
3. Miositis ossifikans disebabkan tusukan jarum berulang-ulang dimana otot di sekitar digantikan dengan jaringan parut.
4. Luka terbuka di kulit akibat suntikan subkutaneus.
5. Masalah paru-paru berupa iritasi paru karena penghisapan, abses, emboli paru dan pembentukan jaringan parut.
6. HIV melalui jarum suntik.
7. Kelainan saraf akibat terganggu aliran darah ke otak.
8. Infeksi KGB.
PREVENTIF
Pencegahan masalah withdrawal syndrome dapat dilakukan, misalnya dengan:
a) penyuluhan tentang penyalahgunaan NAPZA
b) Deteksi dini perubahan perilaku
c) kampanye (Say no to drugs) atau Katakan tidak pada narkoba
A. DASAR- DASAR PENYULUHAN
Penyuluhan pencegahan penyalahgunaan NAPZA adalah semua usaha secara sadar dan berencana yang dilakukan untuk memperbaiki perilaku manusia, sesuai prinsip-prinsip pendidikan, yakni pada tingkat sebelum seseorang menggunakan NAPZA, agar mapu menghindar dari penyalah-gunaanya.
1. TUJUAN
Tujuan penyuluhan NAPZA adalah :
Meningkatkan Pengetahuan (Knowledge)
Merubah Sikap (Attitude)
Mendorong Motivasi
Memberikan Support
2. MATERI
Materi Penyuluhan pencegahan dan penaggulangan penyalahgunaan NAPZA diarahkan pada masalah penyalahgunaan NAPZA (bahaya serta akibat-akibatnya) dan ditujukan juga pada pemahaman nilai-nilai, kemampuan pengambilan keputusan, kemampuan menyesuaikan diri, tanggung jawab dan pengembangan keperibadian secara menyeluruh. Penyuluhan NAPZA ini bersifat spesifik, berbeda dengan beberapa penyuluhan kesehatan masyarakat lainnya. Misalnya : penyuluhan pada kelompok anak, remaja, dewasa, orang tua, guru berbeda pada materi dan metodanya.
3. SASARAN
Seluruh lapisan masyarakat yaitu individu (anak, remaja, dewasa, orang tua), keluarga, sekolah, kelompok masyarakat. Sasaran prioritas adalah : Remaja dan kelompok risiko tinggi (high-risk group).
a. Anak dan remaja
Mampu memahami diri sendiri dan mampu mengelola perilaku,emosi dan waktu sehari-hari secara efektif
Memahami diri sendiri,bersikap positif terhadap keberadaan dirinya dan orang lain.
Mengembangkan citra diri yang positif,daya nalar dan kemampuan mengelola pikiran,emosi dan perilaku.
Melatih kemampuan mengatasi masalah atau stres.
Meningkatkan kemampuan berkomonikasi secara efektif terhadap teman sebaya dan orang dewasa.
Menyadari bahwa semua orang harus mampu menghasilkan karya yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga dan lingkungan.
Meningkatkan kemampuan mengelola waktu secara efektif yang bermanfaat dan produktif.
Mampu memahami fakta penyalahgunaan NAPZA alasan mengapa berbahaya dan cara menolak tawaran untuk menggunakannya :
Menyadari bahwa sikap dan perilaku iseng serta coba-coba dan penasaran adalah tidak bertanggung jawab
Mengetahui gejala penyalahgunaan
Memiliki nilai atau norma baik dan buruk dalam penyalahgunaan NAPZA
Memahami adanya pengaruh teman sebaya untuk menyalahgunakan NAPZA, mengerti dan trampil menolaknya
Mampu membantu menolong remaja lainnya menghindari penyalahgunaan NAPZA dan mendorong mereka menolak tawaran. Memujuk mereka yang menyalahgunakan untuk mencari pertolongan dan melaporkan mereka yang menjual NAPZA kepada orang tua, kepala sekolah atau penegak hukum
Berpartisipasi dalam diskusi yang membahas besar dan luasnya masalah NAPZA disekolah atau lingkungannya
Mendukung upaya sekolah/lingkungan dalam membangun budaya anti penyalahgunaan NAPZA,anti kekerasan,
Mengajarkan apa yang diketahui pada remaja lain dan mendorong untuk menolak tawaran penyalahgunaan NAPZA,serta membujuk mereka yang telah menjadi penyalahguna untuk mencari pertolongan,
Mengetahui nama-nama lembaga pelayanan atau orang-orang yang bergerak dalam penanggulangan yang dapat dihubungi,jika membutuhkan suatu saat,
Melaporkan mereka yang terlibat dalam peredaran dan penjualan NAPZA kepada orang tua masing-masing,kepala sekolah atau penegak hukum (polisi)
Mampu meningkatkan disiplin diri, tanggung jawab dan hubungan interpersonal dengan orang tua,anggota keluarga lain dan sesama sebaya, sehingga terbentuk ketahanan diri pada setiap individu
Menghormati otoritas dalam keluarga atau masyarakat (orang tua,guru,tokoh masyarakat, pemerintah, peraturan)
Menghormati saran,pendapat dan hak-hak orang lain
Menyadari adanya konsekuensi,risiko,tanggung jawab atas setiap perbuatannya demi hari depan yang cerah dan nilai-nilai luhur yang harus dicapai
Meningkatkan kehidupan berdisiplin dalam perilaku sehari-hari dilingkungan keluarga,sekolah,pekerjaan dan masyarakat,
Mampu menyatakan kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama,serta keterlibatan dengan kejadian-kajadian dilingkungan
Mampu bersikap adil dan bertoleransi
Mengembanmgkan kehidupan beriman dan bertaqwa
b. Orang tua
Mampu mengembangkan kemampuan membina keluarga harmonis dengan komonikasi efektif,
Mengembangkan kemampuan mengatasi masalah,
Memahami pengaruh dan akibat penyalahgunaan NAPZA
Memahami situasi dimana penyalahgunaan terjadi,
Mengenali gejala dini penyalahgunaan,
Memahami cara pencegahan dirumah,
Mengerti dan mampu bersikap bila menghadapi kemungkinan anak menyalahgunakan NAPZA,
Memantau perilaku anak sehari-hari dan melaporkan kepada sekolah jika ada penyimpangan,
Menjalin kerjasama yang baik dengan sekolah.7
c. Guru,Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama
Mampu memberikan penyuluhan dan informasi pada guru, tokoh masyarakat dan tokoh agama bahwa penyalahguna sebenarnya adalah seorang penderita penyakit yang memerlukan bantuan medis.
Memahami masalah penyalahgunaan NAPZA, upaya penanggulangan di masyarakat dan sekolah,
Mampu mengamati situasi dan kondisa lingkungan diwilayahnya mengenai penyalahgunaan NAPZA,
Mengenali gejala dan merujuknya,
Mampu menggalang potensi yang ada di masyarakat yang dapat membantu pelaksanaan penanggulangan di sekolah/lingkungan.
4. CARA/METODA :
i. Bagi anak dan remaja
Ceramah,diskusi
Pemberian tugas dan peran (termasuk peragaan dan simulasi)
Pembinaan kelompok (termasuk dinamika kelompok)
Pembinaan Keperibadian (termasuk Outbound activity-aktivitas diluar gedung dialam bebas)
Poster, leaflet, brosur, buku pedoman, Film, VCD
Pesan melalui seni
ii. Bagi orang tua,guru,tokoh masyarakat,tokoh agama
Penyuluhan,Pelatihan (misalnya Kursus Menjadi Orang Tua Efektif)
Bimbingan dan Konseling
Poster, leaflet, buku panduan
5. MATERI
1. Bagi anak dan remaja
Pengetahuan tentang prinsip hidup sehat
Pengetahuan dan ketrampilan untuk mengmbil keputusan dan menolak bujukan/tawaran yang merugikan kesehatan
Pengetahuan mengenai jenis-jenis dan bahaya NAPZA
Perkembangan keperibadian dan permasalah remaja
Stres dan cara mengatasinya
Cara mengelola waktu dan pemanfaatan waktu senggang
Cara berkomunikasi yang efektif dan membina hubungan dengan orang lain
Masalah penyalahgunaan NAPZA pada remaja
Pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan NAPZA disekolah/ lingkungan
Nama-nama lembaga dan orang yang bergerak dalam upaya penyalahgunaan NAPZA
Syarat dan teknik sebagai penyuluh kelompok sebaya
Undang-undang Narkotika dan Psikotropiks
2. Bagi orang tua,guru,tokoh masyarakat,tokoh agama
Membina hubungan dalam keluarga
Membina keluarga yang harmonis
Informasi NAPZA yang sering disalahgunakan
Gejala dini penyalahgunaan NAPZA dan cara merujuknya.
Sikap orang tua,guru,tokoh masyarakat,tokoh agama jika mengetahui seorang
anak menyalahgunakan NAPZA.
Membina komonikasi yang baik antara murid, orang tua dan guru
Daftar nama/alamat pusat-pusat terapi dan rehabilitasi.
B. DETEKSI DINI PERUBAHAN PERILAKU
Deteksi dini penyalahgunaan NAPZA bukanlah hal yang mudah,tapi sangat penting artinya
untuk mencegah berlanjutnya masalah tersebut. Beberapa keadaan yang patut dikenali atau
diwaspadai adalah :
Kelompok Risiko Tinggi adalah orang yang belum menjadi pemakai atau terlibat dalam
penggunaan NAPZA tetapi mempunyai risiko untuk terlibat hal tersebut, mereka disebut juga
Potential User (calon pemakai, golongan rentan). Sekalipun tidak mudah untuk
mengenalinya, namun seseorang dengan ciri tertentu (kelompok risiko tinggi) mempunyai
potensi lebih besar untuk menjadi penyalahguna NAPZA dibandingkan dengan yang tidak
mempunyai ciri kelompok risiko tinggi.8
Mereka mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. ANAK :
Ciri-ciri pada anak yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan
NAPZA antara lain :
- Anak yang sulit memusatkan perhatian pada suatu kegiatan (tidak tekun)
- Anak yang sering sakit
- Anak yang mudah kecewa
- Anak yang mudah murung
- Anak yang sudah merokok sejak Sekolah Dasar
- Anak yang sering berbohong,mencari atau melawan tatatertib
- Anak dengan IQ taraf perbatasan (IQ 70-90)
2. REMAJA :
Ciri-ciri remaja yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan NAPZA :
- Remaja yang mempunyai rasa rendah diri, kurang percaya diri dan mempunyai citra diri
negatif
- Remaja yang mempunyai sifat sangat tidak sabar
- Remaja yang diliputi rasa sedih (depresi) atau cemas (ansietas)
- Remaja yang cenderung melakukan sesuatu yang mengandung risiko tinggi/bahaya
- Remaja yang cenderung memberontak
- Remaja yang tidak mau mengikutu peraturan/tata nilai yang berlaku
- Remaja yang kurang taat beragama
- Remaja yang berkawan dengan penyalahguna NAPZA
- Remaja dengan motivasi belajar rendah
- Remaja yang tidak suka kegiatan ekstrakurikuler
- Remaja dengan hambatan atau penyimpangan dalam perkembangan psikoseksual
(pepalu,sulit bergaul, sering masturbasi,suka menyendiri, kurang bergaul dengan lawan jenis).
- Remaja yang mudah menjadi bosan,jenuh,murung.
- Remaja yang cenderung merusak diri sendiri
3. KELUARGA
Ciri-ciri keluarga yang mempunyai risiko tinggi,antara lain
- Orang tua kurang komunikatif dengan anak
- Orang tua yang terlalu mengatur anak
- Orang tua yang terlalu menuntut anaknya secara berlebihan agar berprestasi diluar kemampuannya
- Orang tua yang kurang memberi perhatian pada anak karena terlalu sibuk
- Orang tua yang kurang harmonis,sering bertengkar,orang tua berselingkuh atau ayah menikah lagi
- Orang tua yang tidak memiliki standar norma baik-buruk atau benar-salah yang jelas
- Orang tua yang tidak dapat menjadikan dirinya teladan
- Orang tua menjadi penyalahgunaan NAPZA
c. kampanye (Say no to drugs) atau Katakan tidak pada narkoba
Selain dua langkah yang telah disebut tadi, dapat juga dilakukan kampanye say no to drug terutama pada tingkat SMA, SMP maupun di universitas dan kolej-kolej. Kampanye ini harus melibatkan pihak pengurusan sekolah atau universitas dengan para pelajar dan mahasiswa untuk memastikan sedikit sebanyak kampanye ini dapat menurunkan angka penyalahgunaan NAPZA sejak dari bangku sekolag lagi.
PROGNOSIS
Baik.
Prognosis bagi withdrawal syndrome adalah baik jika direhabilitasi dan dicegah dengn tepat dan cepat. Jika rehabilitasi gagal, pasien bisa kembali kepada penyalahgunaan narkoba dan dapat terjadi komplikasi pada otak,susunan saraf pusat,hati dan saluran pernafasan.
KESIMPULAN
Narkoba atau NAPZA adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan / psikologi seseorang ( pikiran, perasaan dan perilaku ) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi. Penyalahgunaan narkoba disebabkan oleh banyak faktor, baik faktor internal (keluarga, ekonomi, kepribadian) maupun eksternal (pergaulan, sosial/masyarakat).
Secaraumum gejala-gejala pada pengguna NAPZA dapat diamati dengan terjadinya perubahan fisik, emosi dan perilaku. Namun ada pula tanda-tanda yang diperlihatkan sesuai dengan narkoba yang dikonsumsi oleh pengguna, sedangkan gejala overdosis dapat juga diketahui menurut narkoba yang digunakan.
Pada dasarnya langkah preventif dan kesadaran tentang penyalahgunaan NAPZA sangat penting bagi memastikan remaja dan anak-anak dapat bertumbuh baik untuk masa hadapan negara.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jonathan Gleadle. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Penerbit Erlangga; 2007; h. 47-50.
2. David A. Tomb. Buku Saku Psikiatri. 6th ed. Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004. p. 182-234.
3. Withdrawal Syndromes available from url,
http://emedicine.medscape.com/article/819502-clinical , 14th November 2011.
4. Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi 4. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2007; h. 210-3.
5. Sulistia Gan Gunawan. Farmakologi Dan Terapi. Edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007; h. 210-7.
6. Joewana S.Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif. Penyalahgunaan NAPZA/Narkoba. Penerbit buku kedokteran EGC; 2003: 3. Jakarta; 257.
7. Lydia Harlina Martono, Satya Joewana. Peran Orang Tua Mencegah Narkoba. Penerbitan dan Percetakan Balai Pustaka, 2006. Hal 47-60.
8. Satya Joewana. Gangguan Mental Dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif. Penerbit Buku Kedokteran EGC,2005. Hal 249-53.
39