Tugas Makalah PBL
-
Upload
maria-priscilla-siboe -
Category
Documents
-
view
83 -
download
5
description
Transcript of Tugas Makalah PBL
Tugas Makalah PBL
Gangguan Somatisasi Pada Wanita 51 tahun
Nama :Dicky Taruna
NIM :10-2010-189
Kelompok :D5
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta, 11510
email : [email protected]
Pendahuluan
Istilah somatoform berasal dari bahasa yunani , yaitu soma yang berarti bagian tubuh
dan gangguan somatoform adalah sekelompok penyakit yang luas dan memiliki tanda
serta gejala yang berkaitan dengan tubuh sebagai komponen utamanya. Gangguan ini
mencangkup interaksi tubuh dan pikiran ( body-mind ) , yang menurut pemeriksaan
fisik dan laboratorium tidak menunjukan adanya terkekaitan dengan keluhan –
keluhan pasien.
Wawancara Psikiatrik 1
Wawancara psikiatrik digunakan untuk pemeriksaan dan terapi. Bagi pasien mereka
dapat menceritakan secara terperinci dan jujur tentang kehidupan dan masalahnya
yang juga dapat memberikan efek terapi bagi pasien tersebut. Pewawancaraan harus
membangun suatu hubungan yang baik denganpasien. Disamping mengamati setiap
perkataan dan tingkah laku pasien , dokter juga harus berpartisipasi aktif dalam
wawancara tersebut .
Isi wawancara harus mencangkup semua pokok anamnesa, sehingga mungkin akan
memerlukan serangkaian wawancara. Sebaiknya wawancara dimulai dari
keluhanpasien saat ini, jangan Tanya tentang keluarga dahulu. Wawancara dapat
dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung , tetapi pada wawancara
yang pertama harus ada keseimbangan antara bertanya langsung dan membiarkan
pasien bercerita tentang masalahnya dengan caranya sendiri. Hindari pertanyaan yang
mencela dan mengarahkan.
Untuk memperoleh catatan medic yang tepat dan lengkap biasanya diperlukan
beberapa kali wawancara . berikut adalah urutan wawancara psikiatrik :
1. Riwayat penyakit sekarang
Kita dapat menanyakan keluhan utama pasien untuk berobat, kita juga dapat
menyakan alasan dia berobat kalau perlu dapat kita tanyakan siapa yang
merujuknya untuk berobat. Kita dapat tanyakan kejadiannya urutan
kronologisnya dari awal penyakit dimana berbagai perubahan mulai timbul
sampai keadaannya sekarang ini . catat juga kejadian pencetus dan berbagai
gejala yang muncul kemudian diurutkan seakurat mungkin berdasarkan waktu
kejadian.
2. Riwayat social
Keluarga : kita dapat menanyakan hubungan pasien dengan keluarganya,
apakah dikeluarga tersebut ada yang mengalami gangguan mental, apakah ada
hubungannya antara keadaan keluarga pasien dengan keluhan pasien
( pengaruh dan suasana keluarga ) .
Riwayat Pribadi : kita dapat menanyakan riwayat perkembangan kejiwaan
anaknya dari kecil sampai saat pasien datang kekita . apakah ada kesulitan
dalam berteman dengan teman sepermainnanya, apakah pasien mengalami
keterbelakangan dan kesulitan belajar sewaktu sekolah, bila pasien sudah
menikah dapat kita tanyakan bagaimana riwayat selama puber, hubungan
dengan istri dan anak-anaknya. Bagaimana dengan kebiasaan sehari-hari
pasien apakah pasien suka minum-minuman beralkohol menggunakan obat-
obat hipnotik dan lain sebagainya.
3. Riwayat penyakit dahulu
Dapat kita tanyakan apakah dahulu pasien pernah menderita sakit seperti ini ,
apakah pernah menjalani pengobatan sebelumnya, apakah pasien mendapatkan
hasil dari pengobatannya, dan lain sebagainya.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus terpadu dan harus dilakukan pada keluhan yang dikeluhkan
oleh pasien. Penemuan negate atau pun positif harus dicatat . bila memungkinkan
pemeriksaan fisik dapat dilakukan sebelum pemeriksaan mental pasien , karena
observasi perilaku pasien selama pemeriksaan fisik sering bermanfaat dalam
mengungkapkan fakta kelainan mental pasien.
Pemeriksaan Psikiatri ( Keadaan Mental )
Perilaku umum : penampilan , perilaku di bangsal sejak awal masuk rumah sakit,
sikap terhadap rumah sakit, dokter, perawat, pasien lain, kegiatan makan, tidur, dsb.
Berbicara : uraikan cara pasien bicara, bukan apa yang dibicarakan. Banyak atau
sedikit, berbicara spontan atau hanya menjawab pertanyaan. Kecepatan dan koherensi.
Afek: tidak hanya kegembiraan atau kesedihan, tetapi iritabilitas, kebingungan ,
ketakutan, ansietas, . datar atau berubah-ubah, penyebab perubahan, sesuai atau tidak
sesuai. Ikap terhadap masa depan, masa lalu, dan masa sekarang. Pikiran untuk bunuh
diri.
Pola Pikir : mampu berpikir dalam bentuk abstrak (ujilah dengan berbagai pepatah
dan catat jawabannya ) secara konstan dengan alur bicara yang tidak terputus-putus.
Apakah pasien mengalami bloking, tekanan atau kekosongan pikiran.
Isi Pikir : uraikan dengan lengkap isi piker , problem dan preokupasi. Daftarkan
kekuatiran utama pasien.
Waham dan salah interpetasi : keraguan terhadap lingkungan , ideas of reference,
persecution. Apakah ada wahan nihilistic , kebesaran , bersalah, hipokondriasis dsb.
Halusinasi dan kelainan persepsi lainnya : apakah ada gangguan dalam penglihatan,
pendengaran , taktil yang pasien terima berdasarkan sumber dan sifatnya, atau
khayalan yang timbul pada diri sendiri .
Fenomena obsesi : isi obsesi dan seberapa kuat dia mempertahankannya . kesadaran
terhadap keanehan yang dia lakukan. Hubungannya dengan keadaan emosi .
hubungannya dengan tindakan konfulsif dan keagamaan.
Orientasi : mengetahui nama, identitas, tempat waktu, tanggal , orang lain ,
lingkungan rumah sakit.
Daya ingat ; dapat dinilai dari kemampuan pasien menjelaskan riwayatnya. Tes daya
ingat pasien terhadap kejadian yang baru terjadi dan kejadian masa lalu , daya ingat
terhadap daftar angka, nama dan alamat.
Perhatian dan kosentrasi : mudah dialihkan, preokupasi. Ujilah kemampuan pasien
untuk menyebutkan tanggal , dan bulan berurutan dari belakang secara berurutan.
Ujilah kemampuan pasien untuk menyebutkan angka pengurangan 7 dari 100, missal
100, 93, 86, dan seterusnya.
Pengetahuan umum : ujilah berdasarkan pengalaman dan pendidikan pasien , gunakan
peristiwa yang baru terjadi nama , nama mentri , presiden, ibu kota, dan lain
sebagainya.
Insight dan Judgement : sikap terhadap keadaan saat ini. Merasa sakit? Perlu
pengobatan? Rencana masa depan ? sikap terhadap keuangan, keluarga ataupun etika.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah uji darah, urin, dan pemeriksaan
penunjang lain sesuai keluhan pasien. Alasan penting untuk melakukan uji darah
adalah memeriksan adanya gangguan organik, memeriksan komplikasi fisik akibat
gangguan psikiatri, dan menemukan gangguan metabolik. Uji darah yang harus
dilakukan yaitu, pemeriksaan darah lengkap, urea dan elektrolit, uji fungsi tiroid, uji
fungsi hati, kadar vitamin B12 dan asam folat, serta serologi sifilis. Untuk pemeriksaan
darah lini kedua dapat dilakukan pemeriksaan kadar kalsium, assay kortisol dan
serologi HIV.
Pada uji urin kita melakukan skrining obat terlarang dalam urin untuk memeriksa
penyalahgunaan zat psikoaktif. Selain itu kita juga melakukan uji urin lengkap seperti
pada uji darah. Untuk pemeriksaan lain kita dapat melakukan
elektroensefalografi(EEG), elektrokardiografi(EKG), radiografi seperti x-ray dan ct
scan.
Gangguan Somatoform 2,3
Gangguan somatoform ( terutama gangguan-gangguan konversi atau disebut juga
reaksi konversi ) adalah gangguan-gangguan neurotic yang khas bercirikan
emosionalitas yang ekstrem , dan beruba menjadi simtom-simtom fisik. Simtom-
simtom fisk itu mungkin berupa kelumpuhan anggota-anggota tubuh, rasa sakit dan
nyeri luar biasa, buta tuli, tidak bisa bicara, muntah terus-menerus, kepala dan tangan
gemetar, dan lain sebagainya. Penderita yang mengalami gangguan somatoform itu
mungkin mengalami anesthesia dimana ia tidak peka terhadap rasa sakit .
Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejalnya fisik yang berulang-
ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medic, meskipun sudah berkali-kali
terbukti hasilnya negative dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak
ditemukan kelainan yang menjadi dasra keluhannya. Penderita juga menyangkal dan
menolak untuk membahas kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan
problem atau konflik dalam kehidupan yang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan
gejala-gejala anxietas dan depresi. Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan
pasien mengenai kemungkinan penyebab keluhan-keluhannya menimbulkan frustasi
dan kekecewaan pada kedua belah pihak.
Gangguan somatoform dibagi lagi menjadi 6 jenis menurut PPDGJ - III, yaitu :
1. Gangguan somatisasi
2. Gangguan Somatoform tak terinci
3. Gangguan hipokondriasis
4. Gangguan disfungsi otonomik somatoform
5. Gangguan nyeri somatoform menetap
6. Gangguan body dysmorphic
Gangguan somatisasi 3,4,5
Gangguan somatisasi dicirikan dengan gejala-gejala somatic yang banyak yang tidak
dapat dijelaskan berdasarkan pemeriksaan fisik maupun laboratorium. Keluhan yang
diutarakan pasien sangat melimpah dan meliputi berbagai system organ seperti
gastrointestinal, seksual, saraf dan bercampur dengan keluhan nyeri . gangguan ini
bersifat kronis, berkaitan dengan stressor psikologis yang bermakna, menimbulkan
hendaya dibidang social dan okupasi, serta adanya perilaku mencari pertolongan
medis yang berlebihan. Dikenal juga sebagai sindrom Briquet.
Gejala Klinis 4,5
Pasien dengan gangguan somatisasi memiliki banyak keluhan somatic dan riwayat
medic yang panjang dan rumit. Gejala- gejala umum yang sering dikeluhkan adalah
mual, muntah ( bukan karena kehamilan ), sulit menelan, sakit pada lengan dan
tungkai , nafas pendek ( bukan karena olahraga ) , amnesia, komplikasi kehamilan dan
menstruasi. Sering kali pasien beranggapan dirinya menderita sakit sepanjang
hidupnya. Gejala pseudoneurologik sering dianggap sebagai gangguan neurologic
namun tidak patognomonik. Misalnya gangguan koordinasi atau keseimbngan,
paralisis atau kelemahan local, sulit menelan atau merasa ada gumpalan di
tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi raba atau sakit,
penglihatan kabur , buta, tuli, bangkitan atau kehilangan kesadaran bukan karena
pingsan.
Penderita psikologik dan masalah interpersonal menonjol, dengan cemas dan depresi
merupakan gejala psikiatri yang paling sering muncul. Ancaman akan bunuh diri
sering dilakukan, namun bunuh diri actual sangat jarang. Biasanya pasien
mengungkpkan keluhannya secara dramatk, dengan muatan emosi berlebihan. Pasien-
pasien ini biasanya tampak mandri, terpusat pada dirinya, haus penghargaan dan
pujian dan manipulative.
Epidemiologi 5
Prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi dalam populasi umum diperkirakan 0,1
sampai 0,2 persen walaupun beberapa kelompok riset yakin bahwa angka sebenarnya
dapat lebih mendekati 0,5 persen. Perempuan dengan ganggauan somatisasi
jumlahnya melebihi laki-laki 5 hingga 20 kali lebih banyak, tetapi perkiraan tertinggi
dapat disebabkan adanya tendensi dini tidak mendiagnosis gangguan somatisasi pada
pasien laki-laki. Meskipun demikian , gangguan ini adalah gangguan yang lazim
ditemukan. Dengan rasio perempuan banding laki-laki 5 banding 1, prevalensi seumur
hidup gangguan somatisasi pada perempuan di populasi umum mungkin 1 / 2 persen.
Diantara pasien yang ditemui di tempat praktir dokter umum dan dokter keluarga,
sebayak 5 sampai 10 persen dapat memenuhi kriteria diagnostic gangguan somatisasi.
Gangguan ini berbanding terbalik dengan posisi social dan terjadi paling sering pada
pasien yang memiliki sedikit edukasi dan tingkat pendapatan yang rendah. Gangguan
somatisasi didefinisikan dimulai sebelum usia 30 tahun dan paling sering dimulai
selama masa remaja seseorang.
Etiologi 5
Factor psikososial : formulasi psikososial melibatkan interpretasi gejala
sebagaikomunikasi social, akibatnya adalah hindari kewajiban ( contohnya harus
pergi ke tempat kerja yang tidak disukai ) , mengekspresikan emosi ( contohnya
marah kepada pasangan) atau menyimbolkan suatu perasaan atau keyakinan
( contohnya nyeri diusus ). Interprestasi gejala psikoanalitik yang kaku bertumpu pada
hipotesis bahwa gejalagejala tersebut menggantikan impuls berdasarkan insting yang
ditekan.
Perpektif perilaku pada gangguan somatisasi menekankan bahwa pengajaran orang
tua, contoh dari orang tua , dan adat istiadat dapat mengaari beberapa anak untuk
lebih melakukan somatisasi daripada orang lain. Disamping itu, sejumlah pasien
dengan gangguan somatisasi menekankan bahwa pengajaran orang tua, contoh dari
orang tua dan adat-istiadat dapat mengajari beberapa anak untuk lebih melakukan
somatisasi daripada orang lain. Disamping itu, sejumlah pasien dengan gangguan
somatisasi datang dari keluarga yag tidak stabil dan mengalami penyiksaan fisik.
Faktor Biologis dan Genetik : sejumlah studi mengemukakan bahwa pasien memiliki
perhatian yang khas dan hendaya kognitif yang menghailkan persepsi dan penilaian
input somatosensorik yang salah. Hendaya ini mencangkup perhatian mudah teralih,
ketidakmampuan menghabituasi stimulus berulang, pengelompokan konstruksi
kognitif dengan dasar impresionistik, hubungan parsial dan sirkumstansial, serta
kurangnya selektivitas seperti yang ditunjukan sejumlah studi potensial bangkitan.
Sejumlah terbatas studi pencitraan otak melaporkan adanya penurunan metabolism
lobus frontalis dan hemisfer nondominan.
Data genetic menunjukan bahwa gangguan somatisasi dapat memiliki komponen
genetic. Gangguan somatisasi cenderung menurun di dalam keluarga dan terjadi pada
10 hinga 20 persen kerabat perempuan derajat pertama pasien dengan gangguan
somatisasi. Didalam keluara ini, kerabat laki-laki derajat pertama rentan terhadap
penyalagunaan obat dan angguan kepribadian antisosial. Satu studi melaporkan bahwa
angka kejadian kembar dizigot menunjukan adanya efek genetic.
Penelitian sitokin, suatu are baru studi ilmu neurologi dasar, dapat relevan dengan
gangguan somatisasi dan angguan somatoform lainnya. Sitokin adalah melekul
pembawa pesan yang digunakan system saraf, termasuk otak. Contoh sitokin adalah
interleukin , factor nekrosis tumor dan interferon. Bebrapa percobaan pendahuluan
menunjukan bahwa sitokin dapat berperan menyebabkan sejulah gejala nonspesifik
penyakit, terutama infeksi, seperti ihipersomnia, anoreksia, lelah dan depresi.
Walaupun ada data yang menyokong hipotesis pengaturan abnormal system sitokin
dapat mengakibatkan sejumlah gejala yang ditemukan pada gangguan somatoform.
Pedoman diagnostic somatisasi : 3
1. Adanya banyak keluha-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat
dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya
2 tahun
2. Tidak mau menerima nasihat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak
ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya
3. Terdapat disabilitas dalam fungsi di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan
dengan sifat keluhan – keluhannya dan dampak dari perilakunya
Prognosis 5
Diagnosis biasanya dapat ditegakan sebelum usia 25 tahun, namun gejala awal sudah
dimulai saat remaja. Masalah menstruasi biasanya merupakan keluhan paling dini
yang muncul pada wanita. Keluhan seksual sering kali berkaitan dengan perselisihan
dalam perkawinan. Periode keluhan yang ringan dapat berlangsung sekitar 9 – 12
bulan, sedangkan gejala yang berat dan pengembangan dari keluhan-keluhan baru
berlangsung selama 6-9 bulan. Sebelum setahun biasanya pasien sudah mencari
pertolongan medis . adanyapeningkatan tekanan kehidupan mengakibatkan
eksaserbasi gejala-gejala somatic.
Penatalaksanaan 4
Penanganan sebaiknya dengan satu orang dokter, sebab apabila dengan beberapa
dokter psaien akan mendapat kesempatan lebih banyak mengungkapkan keluhan
somatiknya . interval pretemuan sebulan sekali. Meskipun pemeriksaan fisik tetap
harus dilakukan untuk setiap keluhan somatic yang baru, dokter atau terapis harus
mendengarkan keluhan somatic sebagai ekspresi emosional dan bukan sebagai
keluhan medic.
Psikoterapi baik yang individual maupun kelompok akan menurunkan pengeluaran
dana perawatan kesehatannya terutama untuk rawat inap dirumah sakit. Psikoterapi
membantu pasien untuk mengatasi gejala-gejalanya , mengekspresikan emosi yang
mendasari dan mengembangkan strategi alternative untuk mengungkapkan
perasaannya.
Terapi psikofarmakologi dianjurkan apabila terdapat gangguan lain ( komorbid ).
Pengawasan ketat terhadap pemberian obat harus dilakukan karena pasien dengan
gangguan somatisasi cenderung menggunakan obat-obatan berganti-ganti dan tidak
rasional.
Gangguan somatoform tidak terinci
Menurut DSM-IV-TR, gangguan somatoform yang tidak terinci didefinisikan sebagai
efek fisk yang tidak dapat dijelaskan, berlangsung sedikitnya selama 6 bulan dan
dibawah ambang untk mendiagnosis gangguan somatisasi. Diagnosis DSM-IV-TR
seseuai bagi pasien dengan satu atau lebih gejala fisik yang tidak dapat dijelaskan
oleh keadaan medis yang diketahui atau yang secara jelas melampaui keluhan yang
dipikirkan untuk suatu keadaan medis, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnostic
gangguan somatoform spesifik. Gejala harus menimbulkan distress emosi yang
signifikan atau mengganggu fungsi social maupun pekerjaan mereka.
Pedoman diagnostic untuk gangguan somatoform tidak terinci :
1. keluhan-keluhan fisik bersifat multiple, bervariasi dan menetap, akan tetapi
gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak
terpenuhi
2. kemungkinan ada ataupun tidak factor penyebab psikologis belum jelas, akan
tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dari keluhan-keluhannya.
Gangguan hipokondriasis 3,5
Hipokondriasis didefinisikan sebagai seorang yang berokupasi dengan ketakutan atau
kenyakinan menderita penyakit serius. Pasien dengan hipokondriasis memiliki
interpretasi yang tidak realistis maupun akurat terhadap gejala atau sensasi fisik,
meskipun tidak ditemukan penyebab medis. Preokupasi pasien menimbulkan
penderitaan bagi dirinya dan mengganggu kemampuannya untuk berfungsi secara
baik dibidang social , interpersonal dan pekerjaan. Pasien dengan hipokondriasis
memiliki skema kognitif yang salah. Mereka salah menginterpretasikan sensasi fisik.
Sebagai contoh pasien merasakan kembung, tetapi oleh pasien dirasakan sebagai sakit
perut . pasien hipokondriasis menambah dan memperbesar sensasi somatic yang
dialaminya, karena rasa tidak nyaman secara fisik mempunyai ambang dan toleransi
yang rendah.
Hipokonriasis juga bisa dilihat sebagai permintaan untuk mendapatkan peran sakit
pada orang yang sedang menghadapi masalah berat yang tidak dapat diselesaikannya.
Peran sakit memberikan peluang bagi seseorang untuk menghindari kewajiban berat,
menunda tantangan yang tidak dikehendaki dan mendapatkan permakluman untuk
tidak memenuhi tugas dan tanggung jawabnya.
Teori lain memandang hipokondriasis sebagai bentuk varian gangguan mental lainnya
, yang tersering adalah depresi dan cemas. Diperkirakan 80% pasien hipokondriasis
juga mengalami gangguan deprsi atau cemas bersamaan.
Pedoman diagnostic untuk gangguan hipokondriasis :
1. Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang
serius yang melandasi keluhan-keluhannya , meskipun pemeriksaan yang
berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun
adanya preokupasi yang menetap kemugkinan deformitas atau perubahan
bentuk penampakan fisiknya ( tidak sampai waham )
2. Tidak mau menerima nasihat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter
bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi
keluhan-keluhannya.
Perjalanan penyakit hipokondriasis biasanya episodk. Setiap episode berlangsung
berbulan –bulan sampai tahunan dan dipisahkan oleh periode tenang yang sama
lamanya. Pasien hipokondriasis biasanya menolak untuk terapi psikiatrik. Beberapa
bersedia menerima terapi psikiatrik apabila dilakukan pada setting medis dan edukasi
untuk menghadapi penyakit kronik. Psikoterapi kelompok sangat bermanfaat karena
dapat memberikan dukungan social dan interaksi social sehingga menurunkan
kecemasan.
Gangguan Disfungsi Otonomik Somatoform 3,5
Gangguan ini lebih memberikan keluhan-keluhan kepada pasien yang memberikan
kesan adanya gangguan / penyakit pada saraf otonomik. Gejalan klinis pada umumnya
yaitu gejala objektif otonomik seperti palpitasi, berkeringat, flushing, tremor dan
gejala subjektif / tidak spesifik seperti gejala-gejala dikulit.
Pedoman diagnostic disfungsi otoomik somatoform yaitu :
1. Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat,
tremor, muka panas, yang menetap dan mengganggu
2. Gejala subjektif tambahan mengacu pada system atau organ tertentu (gejala
tidak khas )
3. Preokupasi dengan dan penderitaan mengenai kemungkinan adanya gangguan
yang serius dari system atau organ tertentu, yang tidak terpengaruh oleh hasil
pemeriksaan berulang, maupun penjelasan dari dokter
4. Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur / fungsi dari
system atau organ yang dimaksud.
Gangguan Nyeri Somatoform 3,4
Gangguan nyeri ini didefinisikan gangguan nyeri sebagai adanya nyeri yang
merupakan factor dominan perhatian klinis. Factor psikologis memerankan peranan
yang penting di dalam gangguan tersebut. Gejala utamanya adalah nyeri pada satu
atau lebih tempat yang tida seutuhnya disebabkan oleh keadaan medis atau
neurologus nopsikiatri. Gejala nyeri disertai penderitaan emosional dan hendaya
fungsi. Gangguan ini disebut gangguan nyeri somatoform, gangguan nyeri
psikogenik, gangguan nyeri idiopatik atau gangguan nyeri atipikal.
Nyeri mungkin merupakan keluhan tersering dalam praktik medis dan sindrom nyeri
yang sulit dikendalikan lazim ditemukan. Nyeri punggung bawah menyebabkan 7 juta
orang di amerika mengalami hendaya dan bertanggung jawab untuk lebih dari 8 juta
kunjungan keruang praktik dokter setiap tahun. Gangguan nyeri didiagnosis 2 kali
lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki. Usia puncak awitan adalah pada
decade keempat atau kelima, mungkin karena toleransi terhadap nyeri berkurang
seiring dengan penambahan usia. Gangguan nyeri paling lazim dtemukan pada orang
dengan pekerjaan industry mungkin karena cenderung mendapatkan cedera terkait
pekerjaan yang meningkat. Gangguan depresif, gangguan ansietas dan
penyalahgunaanzat juga lebih lazim ditemukan didalam keluarga pasien dengan
gangguan nyeri dibandingkan populasi umum.
Penyebabnya pun dapat dibagi lagi menjadi beberapa factor yaitu :
1. Factor psikodinamik : pasien yang mengalami sakit dan nyeri di tubuh tanpa
adanya penyebab fisik yang dapat diidentifikasi dan adekuat mungkin secara
simbolis mengekspresikan suatu konflik intrapsikik melalui tubuhnya. Pasien
disini tidak dapat menjelaskan keadaan perasaan internal mereka dengan kata-
kata, tubuh merekalah yang mengekspresikan keadaan tersebut. Pasien
memindahkan masalah mereka ketubuh , mereka dapat merasakan bahwa
mereka memiliki tuntunan sah terhadap pemenuhan kebutuhan mereka untuk
bergantung. Arti simbolik gangguan tubuh juga dapat menghubungkan untuk
pertobatan dosa yang disadari , untuk memperbaiki rasa bersalah atau untuk
menekan agresi. Banyak pasien mengalami nyeri yang tidak responsive dan
sulit dikendalikan karena mereka yakin mereka pantas untuk menderita.
2. Faktor perilaku : perilaku nyeri didorong saat dihargai dan dihambat saat
diabaikan atau dihukum. Contohnya gejala nyeri sedang dapat menjadi intens
jika diikuti perilaku cemas dan perhatian oleh orang lain, dengan keuntungan
keungan atau dengan behasilnya penghindaran aktivitas yang tidak disukai.
3. Factor Interpersonal : nyeri yang sulit dikendalikan telah dikonseptualisasikan
sebagai cara untuk memanipulasi dan mendapatkan keuntungan dalam
hubungan interpersonal, contohnya untuk menyakinkan kasih sayang seorang
anggota keluarga atau menstabilkan perkawinan yang mudah retak.
Keuntungan sekunder seperti itu paling penting pada pasien dengan gangguan
nyeri.
4. Faktor biologis : korteks serebri dapat menghambat cetusan serat nyeri aferen.
Serotonin mungkin merupakan neurotransmitter utama dalam jaras inhibisi
desenden dan endorphin juga memainkan peran penting dalam modulasi nyeri
sitem saraf pusat. Defisiensi endorphin tampaknya berhubungan dengan
augmentasi stimulus sensorik yang datang. Beberapa pasien dapat memiliki
gangguan nyeri bukannya gangguan jiwa lain karena kelainan kimiba atau
structural limbic dan sensorik menjadi predisposisi mereka untuk mengalami
nyeri.
Pasien dengan gangguan nyeri tidak menyusun suatu kelompok yang sama , tetapi
kumpulan orang yang heterogen dengan nyeri punggung abwah sakit kepala, nyeri
fasial atipikal, nyeri pelvis krons dan nyeri lainya. Rasa nyeri pasien dapat berupa
neuropatik, neurologis, iatogernik , musculoskeletal, pascatrauma . meskipun
demikian untuk memnuhi diagnosis gangguan nyeri, gangguan tersebut harus
memiliki factor psikologis yang dinilai secara signifikan terlibat dalam gejala nyeri
dan percabangannya.
Pasien dengan gangguan nyeri sering memiliki riwayat perawatan medis dan
pembedahan yang panjang . mereka mengunjungi banyak dokter, meminta banyak
obat dan terutama dapat terus menerus menginginkan pembedahan. Bahkan mereka
dapat benar-benar memiliki preokupasi terhadap nyeri mereka dan menyebutnya
sebagai sumber semua kesengsaraan mereka.
Pedoman Diagnostik untuk nyeri somatoform adalah :
1. keluhan utama adanlah nyeri berat, menyiksa dan menetap, yang tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya atas arsar proses fisiologik maupun adanya gangguan
fisik .
2. nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau problem
psikososial yang cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam
mempengaruhi terjadinya gangguan tersebut .
3. dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan , baik personal
maupun medis, untuk yang bersangkutan.
Nyeri pada gangguan nyeri umumnya dimulai dengan tiba-tiba dan meningkat
keparahannya untuk beberapa minggu atau bulan. Prognosisnya bervariasi walaupun
gangguan nyeri sering dapat bersifat kronik, menimbulkan distress dan benar-benar
menimbulkan ketidakmampuan. Jika factor psikologis mendominasi gangguan nyeri,
rasa nyeri tersebut dapat membaik dengan terapi atau setelah menyingkirkan
dorongan eksternal. Pasien dengan prognosis terburuk dengan atau tanpa terapi
memiliki masalah karakter yang sebelumnya telah ada, khususnya pasivitas yang
nyata, terlibat didalam proses hokum atau mendapatkan komponensasi keuangan,
pengguanaan zat yang menimbulkan kecanduan dan memiliki riwayat nyeri yang
panjang.
Untuk terapi karena tidak memungkinkan untuk mengurangi nyeri pasien ,
pendekatan terapi harus mencangkung rehabilitas. Klinisi harus mendiskusikan
maslah factor psikologis diawal terapi dan harus dengan jujur mengatakan kepada
pasien bahwa factor tersebut penting sebagai penyebab dan akibat nyeri fisik dan
psikogenik.
Obat analgesic umumnya tidak membantu untuk sebagian besar pasien dengan
gangguan nyeri. Disamping itu penyalahgunaan dan ketergantungan zat adalah
masalah utama bagi pasien yang menerima terpai analgesic jangka panjang.
Antidepresan seperti trisiklik dan selective serotonin reuptake inhibitor ( SSRI )
berguna. Mekanisme antidepresan dalam mengurangi nyeri masih kontroversial,
apakah melalui kerja anti depresan atau mengeluarkan efek analgesic langsung dan
independen. Keberhasilan SSRI menyokong hipotesis bahwa serotonin penting dalam
patofisiologi gangguan ini. Amfetamin, yang memiliki efek analgesic dapat
menguntungkan bagi beberapa pasien, khususnya jika digunakan sebagai tambahan
terhadap SSRI, tetapi dosisnya harus diawasi dengan cermat.
Untuk psikoterapi sejumlah data keluaran menunjukan bahwa psikoterapi
psikodinamik membantu pasien dengan gangguan nyeri. Langkah utama psikoterapi
adalah membangun hubungan terapeutik yang solid melalui empati terhadap
penderitaan pasien. Klinisi tidak boleh mengkonfrontasi pasien somatisasi dengan
komentar seperti “ ini semua hanya ada di dalam pikiran anda”. Bagi pasien nyeri
dialami adalah nyeri yang nyata dan klinisi harus memahami nyeri tersebut.
Gangguan Dismorfik Tubuh 5
Pasien dengan gangguan dismorfik tubuh memiliki perasaan subjektif yang pervasive
mengenai keburukan beberapa aspek penampilan walaupun penampilan mereka
normal atau hamper normal. Inti gangguan ini adalah keyakinan atau ketakutan
seseorang yang kuat bahwa ia tidak menarik atau bahkan menjijikan. Rasa takut ini
jarabg bisa dikurangi dengan pujian atau penentraman, meskipun pasien yang khas
dengan gangguan ini cukup normal penampilannya .
Gambaran klinis yang paling khas adalah kekhawatiran yang lazim mencangkup
ketidaksempurnaan wajah, terutama yang meliputi anggota tubuh tertentu. Kadang-
kadang kekhawatiran ini bersifat samar dan sulit dimengerti , seperti kekhawatiran
yang berlebihan terhadapat dagu yang bergumpal atau lain sebagainya.
Gangguan dismorfik tubuh adalah keadaan yang sedikit dipelajari, sebagian karena
pasien lebih cenderung pergi ke dermatologis, internis atau ahli bedah plastic daripada
pergi ke psikiater. Salah satu studi pada suatu kelompok mahasiswa perguruan tinggi
menemukan bahwa lebih dari 50 % mahasiswa sedikitnya memiliki beberapa
preokupasi terhadap aspek tertentu penampilan merka dan pada 25% mahasiswa,
kekhawatiran tersebut sedikitnya memiliki beberapa efek yang signifikan terhadap
perasaan dan fungsi mereka.
Awitan usia yang paling lazim ditemukan adalah antara 15 dan 30 tahun dan
perempuan lebih sering terkena daripada laki-laki. Pasien yang mengalami gangguan
ini cenderung tidak menikah. Gangguan dismorfik tubuh lazim timbul bersamaan
dengan gangguan jiwa lain. Satu studi menemukan bahwa lebih dari 90 persen pasien
dengan gangguan dismorfik tubuh pernah mengalami episode depresif berat
dikehidupan mereka, kira-kira 70% persen pernah mengalami gangguan ansietas , dan
kira-kira 30% pernah mengalami gangguan psikotik.
Penyebab gangguan dismorfik tubuh tidak diketahui. Komorbiditas yang tinggi
dengan gangguan depresif, riwayat keluarga dengan gangguan mood dan gangguan
obsesif kompulsif yang lebih tinggi dari yang diperkirakan, serta responsivitas
keadaan tersebut terhadap obat yang spesifik serotonin menunjukan bahwa sedikitnya
pada beberapa pasien patofisiologi gangguan ini melibatkan serotonin dan dapat
terkait dengan gangguan jiwa lain konsepstreotipik mengenai kecantikan ditekankan
pada keluarga tertentu dan didalam budaya dapat memengaruhi pasien dengan
gangguan dismorfik tubuh dilihat sebagai tindakan mencerminkan pemindahan
konflik seksual atau emosional ke bagian tubuh yang tidak berkaitan. Hubungan
tersebut terjadi melalui mekanisme pertahanan represi, disosiasi, distorsi, simbolisasi
dan proyeksi.
Kriteria diagnostic gangguan dismorfik terdiri dari :
1. preokupasi mengenai defek khayalan terhadap penampilan jika terdapat sedikit
anomalik fisik, kepedulian orang tersebut sangat berlebihan.
2. Preokupasi ini menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau
hendaya dalam fungsi social pekerjaan dan area fungsi penting lainnya
3. Preokupasi ini tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguan jiwa lain. ( cth:
ketidakpuasan akan bentuk tubuh dan ukuran pada anoreksia nervosa )
Awitan gangguan dismorfik tubuh biasanya bertahap . orang yang mengalami
gangguan ini dapat mengalami kekhawatiran yang bertambah mengenai bagian tubuh
tertentu sampai orang tersebut dapat mencari pertolongan medis atau bedah untuk
menyelesaikan masalah yang diduga. Tingkat kekhawatiran mengenai maslah ini
dapat memburuk dan membaik seiring waktu, walau gangguan ini biasanya menjadi
kronis bila tidak ditangani.
Terapi pada pasien dengan gangguan dismorfik tubuh dengan prosedur bedah,
dermatologis, dental atau prosedur medis lain untuk mnyelesaikan defek yang diduga
hamper selalu tidak berhasil. Walaupun obat trisiklik , monoamine oxidase inhibitor
( MAOI) dan pimozide dilaporkan bergna pada kasus tertentu. Data yang lebih besar
menunjukan bahwa obat yang spesifik serotonin contohnya clomipramine dan
fluoxetine efektive dalam mengurangi gejala pada sedikitnya 50% pasien. Pada pasien
manapun dengan gangguan jiwa yang terjadi bersamaan , seperti gangguan depresif
atau gangguan ansietas, gangguan yang juga ada ini harus diterapi dengan
farmakoterapi dan psikoterapi sesuai. Berapa lama terapi harus dilanjutkan setelah
gejala gangguan dismorfik tubuh mengalami remisi tidak diketahui.
Diagnosis Banding
Gangguan jiwa lainnya selain somatoform yang memiliki keluhan atau gejala fisik
yang ada kaitanna dengan factor psikologik antara lain gangguan disosiatif
( konversi ), gangguan factor psikologik yang mempengaruhi kondisi fisik ( general
medical condition ), gangguan cemas, gangguan depresi, gangguan buatan dan
gangguan pura-pura ( malingering )
Gangguan Disosiatif 5
Sebagian besar orang melihat diri mereka sendiri sebagai seseorang dengan
kepribadian dasar. Mereka mengalami rasa kesatuan diri, meskupin demikian orang
dengan gangguan disosiatif kehilangan rasa memiliki kesadaran. Mereka seolah-olah
tidak memiliki identitas, bingung mengenai siapa diri mereka atau mengalami
identitas majemuk. apapun yang biasana memberikan seseorang kepribadian khas-
pikiran, perasaan dan tindakan menjadi abnormal pada orang dengan gangguan
disosiatif.
Pada sebagian besar keadaan disosiatif merupakan gambaran kontradiksi mengenai
diri, yang bertentangan satu sama lain, tersimpan di dalam kompartemen jiwa yang
terpisah. Terdapat empat tipe gangguan disosiatif , yaitu :
1. Amnesia Disosiatif
- Definisi: ketidak mampuan mengingat informasi, biasanya disebabkan
oleh peristiwa traumatic atau yang penuh dengan tekanan, yang tidak
diakibatkan oleh keadaan lupa biasa, konsumsi zat atau keadaan medis
umum.
- Epidemiologi : merupakan jenis disosiatif yang paling lazim ditemukan,
lebih sering terjadi pada perempuan disbanding laki-laki dan lebih sering
pada dewasa muda dibandingkan dewasa tua, tetapi gangguan ini dapat
terjadi pada semua usia. Insiden meningkat biasa pada keadaan perang
atau bencana alam.
- Etiologi : sebagian besar pasien dengan gangguan disosiatif tidak mampu
mengingat kembali kenangan yang menyakitkan dari suatu peristiwa
traumatic dan penuh tekanan sehingga kandungan emosi terhadap
kenangan tersebut secara jelas menjadi dasar patofisiologi dan penyebab
gangguan ini.
- Gambaran Klinis : biasanya episode amnesia disosiatif terjadi spontan,
riwayatnya biasanya mengungkapkan adanya trauma emosi pencetus yang
berisi emosi menyakitkan serta konflik psikologis. Adanya ekspresi impuls
khayalan atau yang sebenarnya yang tidak mampu dihadapi seseorang
dapat juga berlaku sebagai pencetus dan amnesia dapat menyertai perilaku
yang dikemudian hari oleh orang tersebut dirasakan patut dicela secara
moral ( contohnya dengan kekerasan atau perselingkuhan diluar nikah ).
Awitannya biasnya tiba-tiba dan pasien biasanya menyadari bahwa mereka
kehilangan daya ingat tetapi pasien tampak tidak peduli dan acuh.
- Perjalanan penyakit dan Prognosis : biasanya berakhir tiba-tiba dan
pemulihan biasanya sempurna dengan sejumlah kecil kekambuhan.
- Terapi : wawancara dapat memberikan petunjuk kepada klinis mengenai
pencetus yang bersifat traumatic secara psikologis. Dapat dibantu dengan
obat barbiturate kerja singkat seperti pentothal (thiopental ) dan natrium
amobarbital yang diberikan secara intravena, serta benzodiazepine dapat
membantu pasien memulihkan ingatan yang telah dilupakan. Hypnosis
dapat digunakan untuk pasien yang dapat membuat pasien cukup santai
sehingga mereka dapat mengingat kembali hal yang mereka telah lupakan.
2. Fugue Disosiatif
- Definisi : ditandai dengan pasien bepergian jauh dari rumah atau pekerjaan
secara tidak disangka dan tiba-tiba, disetai ketidakmampuan mengingat
masa lalu serta bingung mengenai identitas pribadi seseorang atau disertai
pengadopsian suatu identitas baru
- Epidemiologi : jarang ditemukan, dan seperti amnesia disosiatif, paling
sering teradi selama perang, setelah bencana alam dan akibat krisi pribadi
dengan konflik internal yang berat. Menurut DSM-IV-TR terdapat angka
prevalensi sebesar 0,2% didalam populasi umum
- Etiologi : orang yang mengkonsumsi alcohol berlebihan dapat menjadi
factor predisposisi , penyebab gangguan ini pada dasarnya dianggap
psikologis. Pasien dengan gangguan mood dan gangguan kepribadian
tertentu dan memiliki factor motivasi yang penting berupa keinginan
menarik diri dari pengalaman yang menyakitkan secara emosi. Berbagai
stressor dan fator pribadi menjadi predisposisi bagi orang untuk
mengalami fugue disosiatif.
- Gambaran klinis : orang tersebut harus bingung terhadap identitasnya atau
mengambil identitas baru. Tidak seperti amnesia disosiatif , diagnosis
fugue disosiatif mengharuskan awitan gejala yang tiba-tiba. Pasien fugue
disosiatif memiliki bebrapa ciri khas. Pasien berkelana dengan tujuan,
biasanya jauh dari rumah dan sering berhari-hari. Selama periode ini
mereka mengalami amnesia sepenuhnya untuk kehidupan masa lalu dan
hubungannya, tidak seperti pasien amnesia disosiatif mereka tidak sadar
bahwa mereka telah melupakan segalanya. Pasien fugue disosiatif
umumnya berperilaku dengan cara berbeda, keberadaan mereka diam-
diam, tidak mencolok, menyendiri, pekerjaan sederhana, hidup sederhana
dan umumnya tidak melakukan apapun untuk menarik perhatian orang-
orang kearah mereka.
- Perjalanan gangguan dan prognosis : fugue biasanya terjadi singkat
berjam-jam sampai berhari – hari. Yang lebih jarang fugue dapat
berlangsung selama beberapa bulan dan melibatkan bepergian jauh
melintasi ribuan mil. Umumnya pemulihan terjadi spontan dan cepat.
Kekambuhan mungkin terjadi.
- Terapi : terapinya serupa dengan terapi amnesia disosiatif.
3. Gangguan Identitas Disosiatif
- Definisi : merupakan gangguan kepribadian multiple, umumnya dianggap
sebagai gangguan disosiatif yang paling berat dan kronis yang ditandai
dengan adanya 2 kepribadian atau lebih yang khas pada satu orang.
- Epidemiologi : perkiraan prevalensi gangguan ini bervariasi. Pada suatu
studi yang terkontrol baik dilaporkan bahwa antara 0,5 – 3,0 persen pasien
yang datang ke RS psikiatrik umum memenuhi kriteria diagnostic
gangguan identitas disosiatif. Sebagian besar mengenai perempuan dengan
perbandingan 5:1. Gangguan ini paling lazim ditemukan pada masa remaja
akhir dan dewasa muda , dengan diagnosis rerata adalah 30 tahun.
- Etiologi : penyebab gangguan identitas disosiatif tidak diketahui walaupun
riwayat pasien hamper semua ( mendekati 10% ) melibatkan peristiwa
traumatic, paling sering traumatic pada masa kanak-kanak.
- Gambaran Klinis : pada kelainan ini pasien dapat memiliki sekitar 5
hingga 10 kepribadian dalam diri pasien. Seringnya hanya dua atau tiga
kepribadian yang tampak jelas saat diagnostic, yang lainnya dikenali
selama perjalanan terapi. Transisi dari satu kepribadian ke kepribadian
yang lain sering terjadi tiba-tiba dan dramatic. Selama masing-masing
keadaan kepribadian, pasien umumnya mengalami amnesia akan keadaan
kepribadian yanglain dan peristiwa saat kepribadian lain yang sedang
dominan.
- Perjalanan gangguan dan prognosis : gangguan ini dapat terjadi pada anak
bahkan yang berusia 3 tahun. Pada anak, gejala dapat tampak seperti
kesurupan dan dapat disertai gejala gangguan depresif, periode amnestic,
suara halusinasi, penyangkalan perilaku, perubahan kemampuan dan
perilaku bunuh diri atau mencederai diri sendiri. Terdapat 2 pola gejala
pada perempuan remaja yang mengalami gangguan ini telah diamati. Satu
pola adalah kehidupan kacau seperti penggunaan obat dan upaya bunuh
diri. Pola yang kedua ditandai dengan penarikan diri dan perilaku seperti
anak-anak.
Semakin dini awitan gangguan identitas disosiatif maka semakin buruk
prognosisnya. Kepribadian pasien dapat berfungsi satu atau lebih dengan
cukup baik sementara yang lain berfungsi terbatas.
- Terapi : pendekatan yang paling efektif untuk gangguan ini adalah melalui
psikoterapi berorientasi tilikan, sering disertai dengan hipnoterapi atau
wawancara yang dibantu obat.
4. Gangguaan Depersonalisasi
- Definisi : merupakan gangguan yang ditandai dengan rasa berulang atau
menetap mengenai lepas dari tubuh atau pikiran.
- Epidemiologi : sejumlah studi menunjukan bahwa depersonalisasi dapat
terjadi pada sebanyak 70% populasi tertentu tanpa perbedaan signifikan
antara laki-laki dan perempuan . anak sering mengalami depersonalisasi
ketika mereka mengembangkan kapasitas kesadaran diri dan orang dewasa
sering mengalami rasa tidak nyata sementara ketika mereka bepergian
kedaerah baru dan asing. Gangguan ini lebih mengenai perempuan
disbanding laki-laki dengan perbandingan 2 : 1. Gangguan ini jarang
ditemukan pada orang berusia 40 tahun, awitan usia reata kira-kira 16
tahun.
- Etiologi : dapat disebabkan oleh penyakit psikologis, neurologis atau
sistemik. Seperti pada pasien dengan gangguan tiroid, epilepsy ataupun
tumoro otak.
- Diagnosis dan gambaran klinis : untuk dapat mendiagnosis depersonalisasi
mengharuskan adanya episode depersonalisasi yang berulang dan menetap,
yang menyebabkan penderitaan yang bermakna bagi pasien atau hendaya
dalam kemampuan untuk berfungsi dalam hubungan social, pekerjaan atau
interpersonal.
Karakteristik utama depersonalisasi adalah kualitas ketidaknyataan dan
keterasingan. Bagian tubuh atau seluruh fisik tampak asing , seperti juga
banyak proses jiwa and perilaku yang biasa. Perubahan didalam tubuh
pasien adalah hal yang paling lazim terjadi contohnya pasien merasa
bahwa ekstremitasnya lebih kecil dari biasanya.
- perjalanan gangguan dan prognosis : pada sebagian besar gangguan
depersonalisasi muncul tiba-tiba, hanya sedikit pasien melaporkan adanya
awitan perlahan. Pada banyak pasien gejala berlangsung stabil tanpa
fluktuasi intensitas bermakna atau gejala dapat muncul episodic, diselingi
dengan interval bebas gejala.
- Terapi : hanya sedikit perhatian yang telah diberikan untuk pasien dengan
gangguan depersonalisasi. Pendekatan secara psikoterapi belumlah diuji.
Seperti pada pasien dengan gejala neurotic , keputusan menggunakan
psikoanalisis atau psikoterapi berorientasi tilikan ditentukan bukan oleh
gejala itu sendiri tetapi oleh berbagai indikasi positif yang berasal dari
penilaian mengenai kepribadian pasien, hubungan manusia dan situasi
hidup.
Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Kondisi Medis 4
Secara umum gangguan ini digambarkan sebagai satu atau lebih factor psikologis atau
masalah perilaku yang secara jelas memperburuk perjalanan atau hasil kondisi medis
umum. Atau secara jelas meningkatkan resiko seseorang mengalami hasil yang lbih
buruk.
Etiologi
Hamper semua setuju bahwa strees berat dan kronis mempunyai peran penyebab
timbulnya penyakit-penyakit somatic, namun beberapa peneliti meragukan validitas
konsep psychosomatic medicine. Masih merupakan psiko-kontroversial, beberapa
factor seperti bagaimana karakter strees, factor fisiologis, kepekaan genetic dan organ
seseorang serta factor konfilik emosional menyebabkan terjadinya suatu penyakit.
Diagnosis dan kriteria diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan apabila :
1. Didapatkan adanya kondisi medis umum, yang dicantumkan pada aksis III ,
diagnosis multi aksial
2. Terdapat factor psikologis uang secara bermakna dan tidak menyenangkan,
mempengaruhi kondisi medis umum dalam hal :
- Mempengaruhi perjalanan penyakit
- Menghambat atau mengganggu pengobatan
- Menimbulkan tambahan resiko kesehatan
- Respon fisiologis akibat strees mencetuskan atau mengeksaserbasi simtom
dari kondisi medis umumnya
Beberapa kondisi medis merupakan gangguan psikosomatik, sehingga bila kondisi
tersebut didapati oleh klinisi maka perlu dieksplorasi keberadaan gangguan tersebut
seperti akne, reaksi alergi, angina pectoris, aritmia, asma bronkial, ulkus duodenum,
nyeri kepala, ulkus gastrik dan lain sebagainya.
Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah kesembuhan , maksudnya adalah resolusi gangguan, reorganisasi
kepribadian, adaptasi yang lebih matang, meningkatkan kapasitas fisik dan okupasi
serta proses penyembuhan, perbaikan penyakit , mengurangi secondary gain terhadap
kondisi medisnya, serta menjadi patuh dengan pengobatan . Hal tersebut dilakukan
dengan :
Terapi kombinasi
Terapi penyakit somatic dalam keadaan akut , yang utama adalah terapi medis. Pada
umumnya adalah anti ansietas dan anti depresan serta farmakoterapi untuk penyakit
kontaminanya.
Psikoterapi pada kondisi ini lebih bersifat reassurance dan suportif. Apabila seorang
dokter spesialis penyakit dalam, misalnya bersamaan dengan terapi medisnya juga
telah memberikan terapi suportif, ventilasi, reassurance serta manipulasi lingkungan
dan menghasilkan hasil yang baik selama serangan awal gangguan psikosomatik,
tidak diperlukan psikoterapi dari seorang psikiater .
Pada keadaan kronis, atau bila tidak reponsif terhadap terapi medis, harus dilakukan
evaluasi psikosomatik oleh psikiater bersamaan dengan terapi medisnya.
Selayaknya terapi menghasilkan kemampuan penyesuaian yang matang , peningkatan
kemampuan aktivitas fisik dan okupasi , sikap yang lebih baik terhadap penyakitnya,
mencegah komplikasi , mengurangi secondary gain , serta meningkatnya kemampuan
penyesuaian terhadap keberadaan penyakit tersebut.
Aspek psikiatri
Terapi harus tetap focus pada pengertian terhadap motivasi dan fungsi mekanisme
yang terganggu serta membantu pasien mengenali penyakit dan dampak dari pola
adaptif terhadap penyakit tersebut.
Pasien gangguan psikosomatis biasanya lebih enggan berurusan dengan suasana
emosinya disbanding dengan gangguan psikiatrik lainnya. Mereka lebih suka secara
pasif menyerahkan organnya yang sakit untuk diobati dan disembuhkan oleh
dokternya, sementara menyangkal stress dan konfliknya.
Penderita gangguan psikosomatik biasanya adalah orang-orang yang dependen,
karakteristik tersebut dapat dipakai secara suportif dan interaktif didalam tatalaksana,
pada saat krusial.
Penderita psikosomatis sering terlibat dalam pola situasi stress yang berulang dan
tidak menyadarinya. Membantu pasien mengenali dan mengarahkan kepola yang
lebih sehat akan sangat bermanfaat.
Prognosis
Kekambuhan bisa saja terjadi baik penyakitnya ataupun pola perilaku yang salah.
Kadang-kadang hal ini perlu terjadi sebagai bagian dari proses perubahan .
Gangguan Ansietas 5,6
Gangguan ansietas merupakan keadaan psikiatri yang paling sering ditemukan di
amerika serikat dan diseluruh dunia. Studi menunjukan bahwa gangguan ini
meningkatkan morbiditas, penggunaaan pelayanan kesehatan, dan hendaya
fungsional. Pengalaman ansietas memiliki dua komponen : kesadaran akan sensasi
fisiologis ( seperti palpitasi dan berkeringat ) serta kesadaran bahwa ia gugup atau
ketakutan. Ansietas juga memengaruhi pikiran , persepsi dan pembelajaran. Ansietas
cenderung menimbulkan kebingungan dan distorsi persepsi, tidak hanya persepsi
waktu dan ruang tetapi juga orang dan arti peristiwa.
Gangguan Panik
Merupakan satu periode munculnya rasa takut atau tidak nyaman, disertai gejala-
gejala yang muncul mendadak dan mencapai puncaknya dalam waktu 10 menit.
Serangan panic yang pertama sering benar-benar spontan , walaupun serangan panic
kadang-kadang mengikuti kegairahan, aktivitas fisik atau trauma emosi. Serangan
sering dimulai dengan periode meningkatnya gejala mental dengan cepat selama 10
menit, dan berakhir setelah 20-30menit kemudiat, jarang lebih dari 1 jam. Gejala
mental tersebut adalah takut yang ekstrim dan perasaan/firasat akan bahaya atau
kematian. . Pasien biasanya tidak dapat menyebutkan sumber rasa takut mereka
sehingga mereka menjadi bingung.
Agorafobia
Sebagian besar kasus agoraphobia dianggap disebabkan oleh gangguan panic. Pasien
dengan agoraphobia secara kaku menghindari situasi yang didalam situasi tersebut
sulit untuk didapatkan bantuan. Mereka lebih memilih ditemeni anggota keluarga atau
teman di jalan yang ramai, toko yang ramai, ruang tertutup serta kendaraan tertutup.
Pasien dapat berkeras untuk ditemani setiap waktu saat mereka meninggalkan rumah.
Pasien yang mengalami gangguan parah dapat menolak meninggalkan rumah.
Gangguan Ansietas Menyeluruh
Gangguan ansietas menyeluruh merupakan orang yang tampaknya cemas patologis
mengenai hamper semua hal cenderung digolongkan memiliki gangguan ansietas
menyeluruh. Menurut DSM-IV-TR mendefinisikan gangguan ansietas menyeluruh
sebagai peristiwa atau aktivitas hampir sepanjang hari sedikitnya 6 bulan.
Kekhawatiran ini sulit dikendalikan dan berkaitan dengan gejala somatic seperti otot
tegang, iritabilitas, sulit tidur, gelisah.
Epidemiologi
Merupakan kelompok gangguan yang paling sering ditemukan. National comorbidity
study melaporkan bahwan 1 diantara 4 orang memenuhi kriteria untuk sedikitnya satu
gangguan ansietas dan terdapat angka prevalensi 12 bulan sebesar 17,7 persen.
Etiologi
Berikut adalah beberapa factor yang dapat menyebabkan Ansietas :
1. Faktor Genetik : sejumlah data menunjukan bahwa gangguan panic dapat
diturunkan.
2. Ancaman terhadap integritas biologic : seperti kebutuhan dasar makan, minum
dan hubungan sex
3. Ancaman terhadap keselamatan diri : tidak memperoleh pengakuan dari orang
lain, ketidak sesuaian pandangan diri dengan kehidupan nyata
4. Stressor predisposisi : semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan. (cth : frustasi )
5. Stressor presipitasi : semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetus
timbulnya kecemasan.
Gejala Klinis
Gambaran klinis bervariasi, namun dapat berkembang menjadi gejala-gejala panic,
hysteria, fobik, somatisasi , hipokondriasis dan obsesif kompulsif. Diagnosis
gangguan ansietas ditegakan apabila dijumpai gejala-gejala antara lain keluhan cemas,
khawatir, was-was , ragu untuk bertindak, perasaan takut yang berlebihan, gelisah,
takut mati, takut menjadi gila yang mana perasaan-perasaan tersebut mempengaruhi
hamper diseluruh aspek kehidupannya, sehingga fungsi pertimbangan akal sehat ,
perasaan dan perilaku terpengaruh. Selain itu juga dapat ditemukan gejala-gejala
fisiologis tubuh seperti jantung berdebar-debar, sesak napas, nyeri kepala, lesu dan
lain sebagainya.
Perjalanan gangguan dan prognosis
Awitan usia sulit dirinci, sebagian besar pasien dengan gangguan ini melaporkan
bahwa mereka telah cemas sepanjang yang mereka ingat. Pasien biasanya datang
untuk mendapatkan perhatian klinisi pada usia 20an walaupun kontak pertama dengan
klinisi dapat teradi pada usia berapapun. Hanya sepertiga pasien yang memiliki
ansietas menyeluruh mencari terapi psikiatri. Untuk perjalan penyakitnya sulit
diprediksi , meskipun demikian sejumlah data menunjukan bahwa peristiwa hidup
terkait dengan awitan gangguan ansietas menyeluruh.
Terapi
Terapi yang paling efektif untuk gangguan ansietas adalah terapi yang
menggabungkan pendekatan psikoterapeutik, farmakoterapeutik dan suportif. . Terapi
tersebut membantu penderita dan keluarganya menyesuaikan diri dengan kenyataan
bahwa pasien memiliki gangguan dan menyesuaikan diri dengan kesulitan psikososial
yang dapat dicetuskan gangguan tersebut.
Psikoterapi
Pendekatan psikoterapi utama gangguan ansietas adalah terapi perilaku-kognitif,
suportif dan psikoterapi berorientasi tilikan. Sejumlah data menunjukan bahwa
kombinasi terapi seperti ini lebih efektif daripada salahsatu terapi yang digunakan
tersendiri
Farmakoterapi
Selektif Serotonin Reuptake Inhibitor
Semua SSRI efektif karena memiliki efek sedative dan cenderung segera membuat
pasien tengan sehingga menimbulkan kepatuhan yang lebih besar serta putus minum
obat lebih sedikit.
Benzodiazepin
Merupakan obat pilihan untuk gangguan ansietas Obat ini diresepkan bila perlu
sehingga pasien mengkonsumsi benzodasepin kerja cepat saat mereka terasa mulai
cemas.
Gangguan Depresi 3,6,7
Gangguan depresi merupakan gangguan nonpsikotik kronis yang lazim ditemukan
pada penurunan mood.
Epidemiology
Gangguan ini paling sering ditemukan pada perempuan daripada laki-laki dengan
perbandingan 3:1. Paling sering muncul pada usia 20-30 tahun. Dengan prevalensi
selama hidup sebesar 6%.
Etiologi
Berikut adalah factor predisposisi untuk depresi :
1. Kehilangan besar pada masa anak-anak ( seperti orangtua )
2. Baru saja mengalami kehilangan ( seperti pekerjaan, orang tua, dsb )
3. Stress kronis ( missal akibat gangguan medis )
4. Kerentanan psikiatrik ( missal pada gangguan histrionic, penyalah gunaan obat
atau alcohol , gangguan obsesif kompusif, dsb )
Gejala Klinis
Pada gangguan depresi terdapat beberapa gejala klinis, berikut adalah gejala utama :
- Afek depresif
- Kehilangan minat dan kegembiraan
- Berkurangnya energy dan semangat, Mudah merasa lelah dan Menurunnya
aktifitas
Gejala lainnya seperti :
- Konsentrasi dan perhatian berkurang
- Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
- Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
- Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
- Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunh diri
- Tidur terganggu
- Nafsu makan berkurang
Berikut adalah beberapa jenis episode depresif dan pedoman diagnostiknya :
1. Episode depresif ringan
- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti
tersebut diatas
- Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lalinnya
- Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
- Lamanya selruh episode berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu
- Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan social yang biasa
dilakukannya
2. Episode depresif sedang
- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama
- Ditambah sekurang-kurangnya 3 dari gejala lain
- Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu
- Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan social, pekerjaan,
dan urusan rumah tangga.
3. Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
- Semua 3 Gejala utama depresi harus ada
- Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat
- Bila ada gejala penting ( misalnya agitasi atau retardasi psikomotor ) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejala secara rinci
- Episode depresi biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset cepat maka masih
dibenarkan untuk menegakan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2
minggu
- Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan social,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat
terbatas.
4. Episode depresi berat dengan gejala psikotik
- Episode depresi berat
- Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal tersebut.
Prognosis
Sebagian besar pasien akan sembuh secara tidak sempurna dan meninggalkan gejala
sisa berupa gangguan dismitik ( gangguan depresi ganda ) yang cenderung
berlangsung selama bertahun-tahun.
Pada depresi yang lebih berat 50%-85% mendapat serangan kedua 4-6 bulan
kemudian . bila gangguan depresi terkena pada usia yang lebih muda maka
prognosisnya akan semakin buruk. Jika pasien mengalami gangguan depresi akut
maka prognosis baik. Jika pasien berangsur-angsur mengalami depresi maka
prognosis menjadi semakin buruk.
Terapi
Apabila pasien mempunyai pemikiran untuk bunuh dirih , kurang memperhatikan
kesehatan dan perawatan dirinya, pasien boleh di hospitalisasikan untuk memberikan
perawatan terbaik untuk pasien.
Farmakoterapi
Secara umum semua antidepresan memiliki efektivitas setara, factor yang
mempengaruhi pemilihan sediaan ialah riwayat respon penderita dan keluarganya,
kondisi terkini, gejala yang terlihat, kemudian interaksi obat, perbedaan gambaran
efek samping dan pilihan sediaan oleh penderita serta harga obat. Sediaan
antidepresan yang dapat diberikan antara lain golongan SSRI, Tetrasiklik, trisiklik dan
lain sebagainya.
Gangguan Buatan 5
Pada gangguan buatan pasien sengaja membuat tanda gangguan medis atau jiwa dan
salah menunjukan riwayat serta gejalanya. Satu-satunya tujuan perilaku tersebut yang
jelas adalah mengambil peran seorang pasien tanpa adanya dorongan dari luar. Untuk
banyak orang, rawat inap dirumahsakit merupakan tujuan utama dan sering menjadi
cara hidup. Gangguan ini memiliki kualitas kompulsif, tetapi perilaku tersebut
dianggap volunteer karena memiliki tujuan dan disengaja, bahkan jika perilaku ini
tidak dapat dikendalikan.
Epidemiologi
Populasi gangguan buatan pada populasi umum tidak diketahui walaupun jumlah
klinisi yakin bahwa gangguan ini lebih banyak daripada yang diketahu. Gangguan ini
tampak lebih sering terdapat dirumah sakit dan pekerja perawatan kesehatan daripada
populasi umum. Gangguan ini lebih sering terjadi pada anak perempuan daripada
anak laki-laki. Dan sindrom yang lebih parah terjadi pada anak perempuan. Satu studi
melaporkan bahwa terdapat 9 persen gangguan buatan di antara semua pasien yang
datang kerumah sakit, studi lain menemukan demam buatan pada 3 persen pasien.
Etiologi
Faktor psikososial
Penyokong psikodinamik pada gangguan buatan kurang di mengerti karena pasien
sulit dilibatkan dalam psikoterapi eksplorasi. Pasien dapat bersikeras bahwa gejala
mereka besifat fisik dan terapi yang berorientasi psikologis tidak berguna. Sebagai
contoh pada pasien yang di masa kanak-kanak sering mendapatkan penganiyaan
sering di rawat dirumah sakit pada perkembangan dini. Dalam keadaan ini perawatan
dirumah sakit dapat dianggap sebagai pelarian dari situasi yang traumatic dan pasien
dapat merasakan bahwa sekumpulan pemberi perawatan sebagai orang yang
memperhatikan dan penuh kasih sayang.
Faktor Biologis
Sejumlah peneliti mengemukakan bahwa disfungsi otak dapat menjadi factor
gangguan buatan, terutama sindrom munchausen . telah diadilkan bahwa pemrosesan
informasi yang teganggu berperan dalam fantastika pseudologia pasien dan perilaku
menyimpang. Gangguan ini tidak memperlihatkan pola genetic dan studi
elektroensefalografik ( EEG ) mencatat bahwa tidak aa kelainan spesifik pada pasien
dengan gangguan buatan.
Diagnosis dan gambaran klinis
Pemeriksaan psikiatri harus menekankan pada diperolehnya informasi dari teman,
kerabat, atau informan lain yang ada , karena wawancara dengan sumber luar yang
dapat diandalkan sering mengungkapkan sifat palsu penyakit pasien. Walaupun
memakan waktu dan lama dokter harus memperoleh semua fakta yang dilaporkan
pasien mengenai perawatan rumah sakit dan perawatan medis sebelumnya.
Berikut adalah kriteria diagnostic DSM-IV-TR gangguan buatan :
1. pembentukan atau pembuatan tanda dan gejala fisik atau psikologis yang
disengaja.
2. Motivasi perilaku ini adalah untuk mengambil peran sakit
3. Tidak ada dorongan eksternal untuk perilaku ini.
Uji psikologis dapat mengungkapkan patologi spesifik yang mendasari pada masing-
masing pasien. Gambaran yang berlebihan ditampilkan pada pasien dengan gangguan
buatan mencangkup IQ normal atau diatas rata-rata; tidak adanya gangguan berpikir
formal; rasa identitas yang buruk, mencangkup kebingungan identitas seksual;
penyesuaian seksual yang buruk . suatu profil uji yang invalid dan peningkatan semua
skala klinis pada Minnesota multiphasic personality inventory 2 menunjukan upaya
untuk tampak lebih terganggu dari pada kasus sebenarnya. Tidak ada uji laboratorium
spesifik untuk gangguan buatan. Meskipun demikian , uji tertentu dapat membantu
memastikan adanya atau menyingkirkan suatu gangguan medis atau jiwa yang
spesifik.
Perjalanan gangguan dan prognosis
Gangguan buatan khususnya dimulai pada masa dewasa awal, walaupun juga dapat
tampak pada masa kanak atau remaja. Awitan gangguan atau episode terpisah
pencarian terapi dapat mengikuti penyakit, kehiangan, penolakan atau pengabaian
yang sesungguhnya. Biasanya , pasien atau kerabat dekat pernah dirawat di rumah
sakit pada masa kanaka tau remaja awal untuk suatu penyakit yang sebenarnya.
Setelah itu pola panjang perawatan di rumah sakit yang berturutan dimulai secara
samar dan menjadi berkembang. Ketika penyakit berkembang , pasien menjadi lebih
memahami obat dan rumah sakit. Awitan gangguan pada pasien yang mengalami
perawatan dini di rumah sakit untuk penyakit yang sebenarnya lebih awal dari yang
biasanya dilaporkan.
Gangguan buatan mengurangi kemampuan pasien dan sering menimbukan trauma
berat atau reaksi tidak sesuai yang berkaitan dengan terapi. Suatu rangkaian
perawatan berulang atau jangka panjang dirumah sakit secara jelas tidak sesuai
dengan pekerjaan atas keinginan sendiri yang bermakna dan hubungan interpersonal
yang dipertahankan. Prognosis pada sebagian besar kasus adalah buruk. Sejumlah
kecil pasien kadang-kadang menghabiskan waktu dipenjara, biasanya untuk kejahatan
kecil seperti perampokan tuna wisma atau tindakan melanggar hokum lainnya. Pasien
juga dapat memilki riwayat perjalanan dirumh sakit untuk gangguan psikiatri
intermiten.
Terapi
Tidak ada terapi psikiatrik spesifik yang efektif dalam tatalaksana gangguan buatan.
Pasien biasanya menyangkal diri mereka dan orang lain mengenai penyakit mereka
yang sebenarnya sehingga menghindari terapi yang memungkinkan untuk itu.
Akhirnya pasien melarikan diri dari terapi yang berate dengan cara tiba-tiba
meninggalkan rumahsakit dan lain sebagainya. Farmakoterapi pada gangguan buatan
memiliki kegunaan yang terbatas. SSRI dapat berguna untuk mengurangi perilaku
impulsive bila perilaku tersebut merupakan komponen utama perilaku berpura-pura.
Gangguan Pura-Pura ( Malingering )
Malingering merupakan suatu kondisi berpura-pura sakit sebagai bagian yang
disengaja dengan menampakan gejala fisik atau psikologis yang palsu atau terlalu
berlebihan. Kondisi ini termotivasi oleh intentif eksternal seperti menghindari tugas,
menghindari pekerjaan, memperoleh kompensasi finansial, menghindari tuntunan
pidana atau memperoleh obat-obatan.
Etiologi
Meskipun tidak ada factor biologis yang telah ditemukan kausal berkaitan dengan
berpura-pura sakit kondisi ini sering dihubungkan dengan gangguan kepribadian
antisosial. Namun sampai saat ini tidak ada predisposisi genetic, neurofisiologis,
neurokimia atau kondisi neuroendokrinologi yang diketahui.
Epidemiologi
Dalam konteks hokum , selama wawancara dari terdakwa pidana, estimasi prevalensi
malingering jauh lebih tinggi antara 10-20%. Sekitar 50% anak-anak yang mengalami
gangguan perilaku yang digambarkan memiliki isu terkait serius ini dikemudian hari.
Meskipun tidak ada pola keluarga atau genetic telah dilaporkan dan tidak ada bias
jenis kelamin jelas atau usia saat onset. Malingering tampaknya sangat lazim terjadi
pada kondisi militer tertentu, dipenjara, dan proses hokum di masyarakat barat.
Kondisi yang terkait dengan meningkatnya keadaan ini dimasnyarakat barat
dihubungkan dengan gangguan perilaku dan gangguan kecemasan pada anak-anak
dan gangguan kepribadian antisosial, borderline dan narsis pada orang dewasa.
Daftar Pustaka
1. Ingram IM, Timbury GC, Mowbray RM. Catatan kuliah psikiatrik, Ed 6.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1995. H: 1-6
2. Semiun Y. Kesehatan mental 2. Yogyakarta : Penerbit Carnisius. 2006. H: 374
3. Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa. Jakarta : Penerbit Ilmu Kedokteran Jiwa
FK Unika Atmajaya. 2003. H: 64-84
4. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Jakarta : Badan Penerbit FK
UI. 2010. H:230-40; 265-93; 288-96
5. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadock buku ajar psikiatri klinis, Ed 2.
Jakarta : penerbit buku kedoktera EGC. 2010. H:268-79
6. Nah YK, Arif A, Rumawas MA, Wijaya D, Angelia F, William.
Farmakoterapi penyakit neurologis dan psikiatri. Jakarta : Penerbit FK
Ukrida.H:8-18
7. Tomb DA. Buku saku psikiatri, Ed 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2004. H: 52-3