makalah PBL B12

14
Demam Berdarah Dengue Derajat IV Oleh : xxxxx zzzzzzzzzzz Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No.16, Tlp. (021) 56942061, Jakarta Barat [email protected] Abstrak Demam dengue merupakan penyakit akut, dapat sembuh spontan, dan biasanya berlangsung 5 hingga 7 hari, ditandai dengan demam, lesu, nyeri otot yang berat, nyeri kepala, ruam, limfadenopati, dan leukopenia, disebabkan oleh 4 tipe virus dengue yang berbeda tetapi berkaitan secara antigen. Penyakit ini terjadi secara epidemik dan sporadic di bagian dunia yang hangat atau panas termasuk Afrika Barat dan Afrika Tengah, sebagian India, Asia Tenggara dan Asia Timur, Indonesia, Timur laut Australia, Polinesia, Karibia, dan bagian utara Amerika Selatan. Ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi. Disebut juga break bone, dengue, atau dengue fever. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan proses kelanjutan yang serius dari dengue klasik, ditandai dengan manifestasi perdarahan seperti trombositopenia dan hemokonsentrasi. Karena itu perlu dilakukan tindakan pencegahan yang pada prinsipnya menutup tempat perindukan nyamuk Aedes dan tindakan 1

description

demam berdarah dengue derajat IV

Transcript of makalah PBL B12

Page 1: makalah PBL B12

Demam Berdarah Dengue Derajat IVOleh :

xxxxx

zzzzzzzzzzz

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.16, Tlp. (021) 56942061, Jakarta Barat

[email protected]

Abstrak

Demam dengue merupakan penyakit akut, dapat sembuh spontan, dan biasanya

berlangsung 5 hingga 7 hari, ditandai dengan demam, lesu, nyeri otot yang berat,

nyeri kepala, ruam, limfadenopati, dan leukopenia, disebabkan oleh 4 tipe virus

dengue yang berbeda tetapi berkaitan secara antigen. Penyakit ini terjadi secara

epidemik dan sporadic di bagian dunia yang hangat atau panas termasuk Afrika Barat

dan Afrika Tengah, sebagian India, Asia Tenggara dan Asia Timur, Indonesia, Timur

laut Australia, Polinesia, Karibia, dan bagian utara Amerika Selatan. Ditularkan

melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi. Disebut juga break bone, dengue, atau

dengue fever. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan proses kelanjutan yang

serius dari dengue klasik, ditandai dengan manifestasi perdarahan seperti

trombositopenia dan hemokonsentrasi. Karena itu perlu dilakukan tindakan

pencegahan yang pada prinsipnya menutup tempat perindukan nyamuk Aedes dan

tindakan pengobatan yang supuratif untuk pasien-pasien yang mengalami sakit DBD.

Kata Kunci: Demam, dengue, berdarah

Abstract

Dengue fever is an acute illness, may recover spontaneously, and usually lasts 5 to 7

days, characterized by fever, lethargy, severe muscle pain, headache, rash,

lymphadenopathy, and leukopenia, caused by dengue virus type 4 different but related

in antigen. This disease occurs in epidemic and sporadic in the warm or hot world

including West Africa and Central Africa, parts of India, Southeast Asia and East

Asia, Indonesia, northeastern Australia, Polynesia, the Caribbean, and northern

South America. Transmitted through the bite of an infected Aedes mosquito. Also

called a bone break, dengue, or dengue fever. Dengue hemorrhagic fever (DHF) is a

continuation of a serious process of classical dengue, characterized by hemorrhagic

1

Page 2: makalah PBL B12

manifestations such as thrombocytopenia and hemoconcentration. Therefore

necessary precautions in principle closed breeding places of Aedes and treatment of

suppurative action for patients experiencing dengue illness.

Keywords: fever, dengue, dengue

Pendahuluan

Demam dengue adalah sindrom jinak yang disebabkan oleh beberapa virus

yang dibawa arthoropoda, ditandai dengan demam bifasik, myalgia atau atralgia,

ruam, leukopenia, dan limfadenopatik. Epidemic lazim ada pada daerah beriklim

sedang di Amerika, Eropa, Australia dan Asia sampai pada awal abad ke 20. Demam

dengue dan penyakit seperti dengue sekarang adalah endemic di Asia tropic, pulau

Pasifik Selatan, Australia Utara, Afrika tropic, Karibia dan Amerika Tengah dan

Selatan.

Isi

Definisi

Demam merupakan setiap penyakit yang ditandai oleh peningkatan suhu tubuh

diatas normal; hal ini dapat disebabkan oleh stress fisiologik, seperti pada ovulasi,

sekresi hormone tiroid berlebihan, atau olah raga berat; oleh lesi system saraf pusat

atau infeksi mikroorganisme; atau oleh sejumlah proses non-infeksi, misalnya radang

atau pelepasan bahan tertentu, seperti pada leukemia. Disebut juga pyreksia.

Demam Dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue

haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue

dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai

leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada

DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan

hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue

(dengue syok syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh

renjatan/syok.

Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,

yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan

virus dengan diameter 30 nm. Terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan

berat molekul 4x106.

2

Page 3: makalah PBL B12

Terdapat empat serotype virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang

semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.

Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype

terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus dan

seperti Yelloe fever, Japanese encehphalitis dan West Nile virus.

Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia

seperti tikus, kelinci, anjing, kekelawar dan primata. Survei epidemiologi pada hewan

ternak didapatkan antibody terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapid dan babi.

Penelitian pada artropoda menunjukan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk

genus Aedes (stegomyia) dan Toxorhynchites.

Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat dan

Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah

tanan air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989

hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per

100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun

hingga mencapai 2% pada tahun 1999.

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes

(terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan

dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk

betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat

penampungan air lainnya). Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan

transmisi biakan virus dengue yaitu:

1. Vektor: perkembangbiakan vector, kebiasaan menggigit, kepadatan vector di

lingkungan, transportasi vector dari satu tempat ke tempat lain.

2. pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/ keluarga, mobilisasi dan

paparan terhada nyamuk, usia dan jenis kelamin.

3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

Diagnosis

Diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi :

Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :

3

Page 4: makalah PBL B12

Uji bendung positif.

Petekie, ekimosis atau purpura.

Perdarahan mukosa (tersering epitaksis atau perdarahan gusi), atau

perdarahan dari tempat lain.

Hematemesis atau melena.

Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul).

Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)

sebagai peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan

umur dan jenis kelamin.

Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan

dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti : Efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue

Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu

diketahui klasifikasi derajat penyakit seperti tertera pada Tabel 1.

Patogenesis

Nyamuk Aedes aegepti dan Aedes albopictus membawa virus dengue

menggigit manusia. Infeksi yang pertama kali dapat memberi gejala demam dengue.

Jika orang itu mendapat infeksi berulang oleh tipe virus yang berlainan akan

menimbulkan reaksi yang berbeda. DBD dapat terjadi pada seseorang yang telah

terinfeksi dengue pertama kali, mendaptkan infeksi berulang virus dengue lainnya.

Virus akan bereplikasi di nodus limfatikus regional dan menyebar ke jaringan lain,

terutama ke system retikuoendothelial dan kulit serta bronkogen maupun hematogen.

4

Page 5: makalah PBL B12

Tubuh akan membentuk komplek virus berupa antibody dalam sirkulasi darah yang

mengakibatkan aktivasi system komplemen yang berakibat dilepaskannya

anafilatoksin C3a dan C5a sehingga permeabilitas pmbuluh darah meningkat. Akan

terjadi juga agregasi yang bersifat meningkatkan permeabilitas kapiler dan melepas

trombosit factor 3 yang merangsang koagulasi intravascular. Terjadi aktivasi faktor

Hageman (faktor XII) akan menyebabkan pembekuan intravascular yang meluas dan

meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis

dengan demam tifoid, campak, influenza, cikungunya dan leptospirosis, malaria

serebral dan sindrom syok dengue (SSD), yaitu seluruh kriteria diatas untuk DBD

disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan

darah turun (≤ 20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin

dan lembab serta gelisah.

Malaria Serebral

Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan protozoa, genus plasmodium

dan hidup intra sel, yang dapat bersifat akut atau kronik. Komplikasi malaria

umumnya disebabkan karena Plasmodium Falciparum dan sering di sebut Pernicious

manifestation. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya, dan sering

terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada orang pendatang dan kehamilan.

Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat

yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. Falciparum dengan satu atau

lebih komplikasi sebagai berikut :

1. Malaria serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih

dari 30 menit setelah serangan kejang; derajat penurunan kesadaran harus

dilakukan penilaian berdasar GCS (Glassgoww Coma Scale).

2. Asidemia/asidosis; pH darah <7,25 atau plasma bikarbonat <15 mmol/l kadar

laktat vena <> 5 mmol/l, klinis pernafasan dalam/respiratory distress.

3. Anemia berat (Hb <5 g/dl atau hematokrit <15%) pada keadaan parasit

>10.000/ul; bila anemianya hipokromik dan atau miktositik harus

dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi, talasemia/hemoglobinopati

lainnya.

4. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau 12

5

Page 6: makalah PBL B12

ml/kg BB pada anak-anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin >3

mg/dl; 5). Edema paru non-kardiogenik/ARDS (Adult Respiratory Distress

Syndrome).

5. Hipoglikemi: gula darah <40mg/dl; 7). Gagal sirkulasi atau syok: tekanan

sistolik <70mmHg (anak 1-5 tahun >50mmHg); disertai kerngat dingin atau

perbedaan temperature kulit-mukosa <100c; 8).

Terjadi kira-kira 2% pada penderitaan non-imun, walaupun demikian masih

sering dijumpai pula didaerah endemic seperti di Jepara (Jawa Tengah), Sulawesi

Utara, Meluku dan Irian Jaya. Secara sporadic juga ditemui pada beberapa kota besar

di Indonesia umumnya sebagai kasus impor. Merupakan komplikasi yang paling

berbahaya dan memberikan mortalitas 20-50% dengan pengobatan. Penelitian di

Indonesia mortalitas berkisar 21,5%-30,5%. Gejala malaria serebral dapat ditandai

dengan koma yang tak bisa dibangunkan, bila dinilai dengan GCS (Glasgow Coma

Scale) ialah dibawah 7 atau equal dengan keadaan klinis soporous. Sebagian penderita

terjadi gangguan kesadaran yang lebih ringan seperti apatis, somnolen, delirium dan

perubahan tingkah laki (penderita tidak mau berbicara). Dalam praktek keadaan ini

harus ditangani sebagai malaria serebral setelah penyebab lain dapat disingkirkan.

Penurunan kesadaran menetap untuk waktu lebih dari 30 menit, tidak sementara panas

atau hipoglikemi membantu meyakinkan keadaan malaria serebral. Kejang, kaku

kuduk dan hemiparese dapat terjadi walaupun cukup jarang. Pada pemeriksaan

neurologik reaksi mata divergen, pupil ukuran normal dan reaktif, fundujkopi normal

atau dapat terjadi pendarahan. Papil edema jarang, reflex kornea normal pada orang

dewasa, sedangkan pada anal reflex dapat hilang. Reflek abdomen dan kremaster,

sedang Babinsky abdonrmal pada 50% penderita. Pada keadaan berat penderita dapat

mengalami dekortikasi (lengan flexi dan tungkai ekstensi), deserebrasi (lengan dan

tungkai ekstensi), opistotonus, deviasi mata ke atas dan lateral. Keadaan ini sering

disertai dengan hiperventilasi. Lama koma pada orang dewasa dapat 2-3 hari, sedang

pada anak-anak 1 hari.

Diduga pada malaria serebral terjadi sumbatan kapiler pembuluh darah otak

sehingga terjadi anoksia otak. Sumbatan tersebut terjadi karena eritrosit yang

mengandung parasite sulit melalui pembuluh kapiler karena proses sitoaderensi dan

sekuestrasi parasit. Akan tetapi penelitian Warrell DA menyatakan bahwa tidak ada

6

Page 7: makalah PBL B12

perubahan cerebral blood flow, cerebrocascular resistance, ataupun cerebral

metabolic rate for oxygen pada penderita koma dibandingkan penderita yang telah

pulih kesadarannya. Kadar laktat pada cairan serebro-spinal (CSS) meningkat pada

malaria serebral yaitu >2,2 mmol/l(19,6mg/dl) dan dapat dijadikan indicator

prognosis; yaitu bila kadar laktat >6 mmol/l mempunyai prognosa yang fatal. Pada

pengukuran tekanan intracranial meningkat pada anak-anak (80%) sedangkan pada

penderita dewasa biasanya normal. Pada pemeriksaan CT scan biasanya normal,

adanya edema serebri hanya dijumpai pada kasus-kasus yang agonal. Pada malaria

serebral biasanya dapat disertai gangguan fungsi organ lain seperti ikterik, gagal

ginjal, hipoglikemia dan edema paru. Bila terjadi lebih dari 3 komplikasi organ maka

prognosa kematian lebih dari 75%.

Penatalaksanaan

Perdarahan spontan dan massif pada penderita DBD dewasa adalah :

perdarahan hidung/epistaksis yang tidfak terkendali walaupun telah diberikan tampon

hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia),

perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau perdarahan

tersembunyi degan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kg BB /jam. Pada keadaan ini

jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti pada keadaan DBD tanpa syok

lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan

sessering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit serta hemostasis harus

segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulang seperti 4-

6 jam.

Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan

tanda-tanda koagulasi intravascular diseminata (KID). Transfuse komponen darah

diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor

pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari

10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan

spontan dan massif dengan jumlah trombosit <100.000 /mm3 disertai atau tanpa KID.

Obat antiviral untuk pengobatan belum ada. Pengobatan bersifat simptomatik

dan suportif. Tirah baring dianjurkan selama masa demam. Antipiretik atau spons

dingin harus digunakan untuk mempertahankan suhu tubuh dibawah 40°C (104°F).

analgesic atau sedasi ringan mungkin diperlukan untuk mengendalikan nyeri. Karena

pengaruhnya pada hemostasis, aspirin tidak boleh digunakan. Penggantian cairan dan

7

Page 8: makalah PBL B12

elektrolit diperlukan bila ada deficit yang disebabkan oleh keringat, puasa, haus,

muntah/diare. Disamping itu dilakukan pula upaya pencegahan penularan ke individu

lain yang pada dasarnya adalah menutup tempat perindukan nyamuk dan menjaga

kebersihan.

Komplikasi

Pada umumnya infeksi primer dapat sembuh sendiri dan tidak berbahaya.

Komplikasi pada bayi dan anak usia muda biasanya berupa kehilangan cairan dan

elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam. Pada usia 1 – 4 tahun wajib diwaspadai

ensefalopati dengue karena merupakan golongan usia tersering terjadinya kejang

demam. Kegagalan dalam melakukan tatalaksana komplikasi ini, dapat memberikan

jalan menuju DSS (Dengue Shock Syndome) dengan tanda kegagalan sirkulasi,

hipotensi dan syok.

Prognosis

Prognosis demam dengue berhubungan dengan antibodi yang didapat atau

infeksi awal dengan virus yang menyebabkan terjadinya DBD (Halstead, 2011).

Keparahan terlihat dari usia, dan infeksi awal terhadap serotipe dengue virus yang lain

sehingga dapat mengakibatkan komplikasi hemorhagik yang parah. Prognosis di

tentukan juga oleh lamanya penanganan terhadap terjadinya syok pada sindroma syok

dengue (SSD). Prognosis baik jika diatasi maksimal 90 menit. Prognosis akan terlihat

buruk jika melebihi 90 menit. Kematian telah terjadi pada 40-50% penderita dengan

syok, tetapi dengan perawatan intensif yang cukup kematian akan kurang dari 2%.

Ketahanan hidup secara langsung terkait dengan management awal dan intensif.

Kesimpulan

Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang berbahaya, karena itu

perlu dilakukan tindakan pencegahan dan penanganan yang cepat bagi penderita

penyakit ini. Gejala yang khas penyakit ini juga bisa membantu mempercepat

penanganan pasien yang terkena virus dengue.

8

Page 9: makalah PBL B12

Daftar Pustaka

1. Dorland WAN. Kamus kedokteran Dorland. Ed. 31. Hal. 90-2. Jakarta: EGC;

2010. Hal 572-807.

2. Syahrurachman A, Chatim A, Soebandrio AWK, Karuniawati A, Santoso

AUS, Harun BMH. Buku ajar mikrobiologi kedokteran. Jakarta: Binarupa

Aksara. Hal 424-39.

3. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak nelson. Ed. 15.

Vol. 2. Jakarta: EGC; 2000. Hal. 1132-35.

4. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita

selekta kedokteran. Ed. 3. Jil. 1. Jakarta: Media Aesculapius; 1999. Hal 428-

33.

5. Parasitologi kedokteran. Ed. 4. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2011. Hal 189-

93

6. Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Farmakologi: ulasan bergambar. Ed. 2.

Jakarta: Widya Medika; 2010. Hal. 368-76.

7. Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Ed. 10. Jakarta: EGC; 2010. Hal

815-20

8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Ed. 5. Jil. 2. Jakarta: InternaPublishing; 2009. Hal. 2773-828.

9