MAKALAH PBL LARINGOMALASIA

26
LARINGOMALASIA PENDAHULUAN Laringomalasia merupakan suatu kelainan dimana terjadi kelemahan struktur supraglotik sehingga terjadi kolaps dan obstruksi saluran nafas. Sedangkan pada trakeomalasia, kelemahan terjadi pada dinding trakea. Istilah laringomalasia pertama kali diperkenalkan oleh Jackson pada tahun 1942. Laringomalasia merupakan penyebab utama stridor pada bayi. Etiologi laringomalasia masih belumdiketahui secara pasti. Tetapi karena tingginya insiden gangguan neuromuskuler pada bayi dengan laringomalasia,beberapa peneliti mempercayai bahwa gangguan inimerupakan bentuk hipotonia laring. Peneliti lain berpendapat bahwa penyakit refluks gastroesofageal yangditemukan pada 63% bayi dengan laringomalasia, mungkin berperan, karena menyebabkan edema supraglotis dan mengubah resistensi aliran udara, sehingga menimbulkan obstruksi nafas. Laringomalasia biasanya bermanifestasi saat barulahir atau dalam usia beberapa minggu kehidupan berupastridor inspirasi. Berdasarkan beberapa laporan, sekitar 65-75% kelainan laring pada bayi baru lahir disebabkan olehlaringomalasia, dan masih mungkin dianggap

Transcript of MAKALAH PBL LARINGOMALASIA

Page 1: MAKALAH PBL LARINGOMALASIA

LARINGOMALASIA

 

PENDAHULUAN

Laringomalasia merupakan suatu kelainan dimana terjadi kelemahan struktur

supraglotik sehingga terjadi kolaps dan obstruksi saluran nafas. Sedangkan pada

trakeomalasia, kelemahan terjadi pada dinding trakea. Istilah laringomalasia pertama

kali diperkenalkan oleh Jackson pada tahun 1942.

Laringomalasia merupakan penyebab utama stridor pada bayi. Etiologi

laringomalasia masih belumdiketahui secara pasti. Tetapi karena tingginya insiden

gangguan neuromuskuler pada bayi dengan laringomalasia,beberapa peneliti

mempercayai bahwa gangguan inimerupakan bentuk hipotonia laring. Peneliti lain

berpendapat bahwa penyakit refluks gastroesofageal yangditemukan pada 63% bayi

dengan laringomalasia, mungkin berperan, karena menyebabkan edema supraglotis

dan mengubah resistensi aliran udara, sehingga menimbulkan obstruksi nafas.

Laringomalasia biasanya bermanifestasi saat barulahir atau dalam usia

beberapa minggu kehidupan berupastridor inspirasi. Berdasarkan beberapa laporan,

sekitar 65-75% kelainan laring pada bayi baru lahir disebabkan olehlaringomalasia,

dan masih mungkin dianggap sebagai fasenormal perkembangan laring, karena

biasanya gejala akan menghilang setelah usia 2 tahun.

Laringomalasia dapat terjadi sebagai kelainan tunggal atau dapat pula

berhubungan dengan anomalisaluran nafas atau organ lain. Lesi lain ditemukan pada

hampir 19% bayi dengan laringomalasia. Oleh sebab itu beberapa peneliti

menyarankan laringoskopi langsung dan bronkoskopi harus dilakukan pada bayi

dengan laringomalasia untuk mencegah tidak terdiagnosisnya kelainan saluran nafas

lain yang dapat mengancam jiwa.

Trakeomalasia dapat pula terjadi sebagai kelainan tunggal, tidak berhubungan

dengan laringomalasia yang dapat menimbulkan gejala stridor inspirasi, ekspirasi atau

bifasik.

Sebagian besar laringomalasia dantrakeomalasia bersifat ringan dan dapat

menghilang sendiri. Keadaan laringotrakeomalasia berat yang menimbulkan keadaan

apnea, kesulitan makan, gagal tumbuh dan korpulmonal membutuhkan intervensi

bedah. 

Page 2: MAKALAH PBL LARINGOMALASIA

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Laring, faring, trakea dan paru-paru merupakan derivat foregut embrional yang

terbentuk sekitar 18 hari setelah konsepsi. Tak lama sesudahnya, terbentuk alur faring

median yang berisi petunjuk-petunjuk pertama sistem pernapasan dan benih laring.

Sulkus atau alur laringotrakeal menjadi nyata pada sekitar hari ke-21 kehidupan

embrio. Perluasan ke arah kaudal merupakan primordial paru. Alur menjadi lebih

dalam dan berbentuk kantung dan kemudian menjadi dua lobus pada hari ke-27 atau

ke-28. bagian yang paling proksimal dari tuba yang membesar ini akan menjadi

laring. Pembesaran aritenoid dan lamina epitelial dapat dikenali menjelang 33 hari,

sedangkan kartilago, otot dan sebagian besar pita suara (plika vokalis) terbentuk

dalam tiga atau empat minggu berikutnya. Hanya kartilago epiglotis yang tidak

terbentuk hingga masa midfetal. Karena perkembangan laring berkaitan erat dengan

perkembangan arakus brankialis embrio, maka banyak struktur laring merupakan

derivat dari aparatus brankialis. Gangguan perkembangan dapat berakibat berbagai

kelainan yang dapat didiagnosis melalui pemeriksaan laring secara langsung.

Laring merupakan struktur kompleks yang telah berevolusi yang menyatukan

trakea dan bronkus dengan faring sebagai jalur aerodigestif umum. Laring memiliki

kegunaan penting yaitu (1) ventilasi paru, (2) melindungi paru selama deglutisi

melalui mekanisme sfingteriknya, (3) pembersihan sekresi melalui batuk yang kuat,

dan (4) produksi suara. Secara umum, laring dibagi menjadi tiga: supraglotis, glotis

dan subglotis. Supraglotis terdiri dari epiglotis, plika ariepiglotis, kartilago aritenoid,

plika vestibular (pita suara palsu) dan ventrikel laringeal. Glotis terdiri dari pita suara

atau plika vokalis. Daerah subglotik memanjang dari permukaan bawah pita suara

hingga kartilago krikoid. Ukuran, lokasi, konfigurasi, dan konsistensi struktur

laringeal, unik pada neonatus.

Laring dibentuk oleh kartilago, ligamentum, otot dan membrana mukosa.

Terletak di sebelah ventral faring, berhadapan dengan vertebra cervicalis 3-6. Berada

di sebelah kaudal dari os hyoideum dan lingua, berhubungan langsung dengan trakea.

Di bagian ventral ditutupi oleh kulit dan fasia, di kiri kanan linea mediana terdapat

otot-otot infra hyoideus. Posisi laring dipengaruhi oleh gerakan kepala, deglutisi, dan

fonasi.

Page 3: MAKALAH PBL LARINGOMALASIA

Kartilago laring dibentuk oleh 3 buah kartilago yang tunggal, yaitu kartilago

tireoidea, krikoidea, dan epiglotika, serta 3 buah kartilago yang berpasangan, yaitu

kartilago aritenoidea, kartilago kornikulata, dan kuneiform. Selain itu, laring juga

didukung oleh jaringan elastik. Di sebelah superior pada kedua sisi laring terdapat

membrana kuadrangularis. Membrana ini membagi dinding antara laring dan sinus

piriformis dan dinding superiornya disebut plika ariepiglotika. Pasangan jaringan

elastik lainnya adalah konus elastikus (membrana krikovokalis). Jaringan ini lebih

kuat dari pada membrana kuadrangularis dan bergabung dengan ligamentum vokalis

pada masing-masing sisi.

Otot-otot yang menyusun laring terdiri dari otot-otot ekstrinsik dan otot-otot

intrinsik. Otot-otot ekstrinsik berfungsi menggerakkan laring, sedangkan otot-otot

intrinsik berfungsi membuka rima glotidis sehingga dapat dilalui oleh udara respirasi.

Juga menutup rima glotidis dan vestibulum laringis, mencegah bolus makanan masuk

ke dalam laring (trakea) pada waktu menelan. Selain itu, juga mengatur ketegangan

(tension) plika vokalis ketika berbicara. Kedua fungsi yang pertama diatur oleh

medula oblongata secara otomatis, sedangkan yang terakhir oleh korteks serebri

secara volunter.

Rongga di dalam laring dibagi menjadi tiga yaitu, vestibulum laring, dibatasi

oleh aditus laringis dan rima vestibuli. Lalu ventrikulus laringis, yang dibatasi oleh

rima vestibuli dan rima glotidis. Di dalamnya berisi kelenjar mukosa yang membasahi

plika vokalis. Yang ketiga adalah kavum laringis yang berada di sebelah ckudal dari

plika vokalis dan melanjutkan diri menjadi kavum trakealis.

Laring pada bayi normal terletak lebih tinggi pada leher dibandingkan orang

dewasa. Laring bayi juga lebih lunak, kurang kaku dan lebih dapat ditekan oleh

tekanan jalan nafas. Pada bayi laring terletak setinggi C2 hingga C4, sedangkan pada

orang dewasa hingga C6. Ukuran laring neonatus kira-kira 7 mm anteroposterior, dan

membuka sekitar 4 mm ke arah lateral.

Laring berfungsi dalam kegiatan Sfingter, fonasi, respirasi dan aktifitas refleks.

Sebagian besar otot-otot laring adalah adduktor, satu-satunya otot abduktor adalah m.

krikoaritenoideus posterior. Fungsi adduktor pada laring adalah untuk mencegah

benda-benda asing masuk ke dalam paru-paru melalui aditus laringis. Plika

vestibularis berfungsi sebagai katup untuk mencegah udara keluar dari paru-paru,

Page 4: MAKALAH PBL LARINGOMALASIA

sehingga dapat meningkatkan tekanan intra thorakal yang dibutuhkan untuk batuk dan

bersin. Plika vokalis berperan dalam menghasilkan suara, dengan mengeluarkan suara

secara tiba-tiba dari pulmo, dapat menggetarkan (vibrasi) plika vokalis yang

menghasilkan suara. Volume suara ditentukan oleh jumlah udara yang menggetarkan

plika vokalis, sedangkan kualitas suara ditentukan oleh cavitas oris, lingua, palatum,

otot-otot facial, dan kavitas nasi serta sinus paranasalis.

ANAMNESIS

Dari anamnesis dapat kita temukan :

Riwayat stridor inspiratoris diketahui mulai 2 bulan awal kehidupan. Suara biasa

muncul pada minggu 4-6 awal.

Stridor berupa tipe inspiratoris dan terdengar seperti kongesti nasal, yang biasanya

membingungkan. Namun demikian stridornya persisten dan tidak terdapat sekret

nasal.

Stridor bertambah jika bayi dalam posisi terlentang, ketika menangis, ketika

terjadi infeksi saluran nafas bagian atas, dan pada beberapa kasus, selama dan

setelah makan.

Tangisan bayi biasanya normal

Biasanya tidak terdapat intoleransi ketika diberi makanan, namun bayi kadang

tersedak atau batuk ketika diberi makan jika ada refluks pada bayi.

Bayi gembira dan tidak menderita.

PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisis ditemukan,

Pada pemeriksaan bayi terlihat gembira dan berinteraksi secara wajar.

Dapat terlihat takipneu ringan

Tanda-tanda vital normal, saturasi oksigen juga normal

Biasanya terdengar aliran udara nasal, suara ini meningkat jika posisi bayi

terlentang

Page 5: MAKALAH PBL LARINGOMALASIA

Tangisan bayi biasanya normal, penting untuk mendengar tangisan bayi selama

pemeriksaan

Stridor murni berupa inspiratoris. Suara terdengar lebih jelas di sekitar angulus

sternalis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Flexible Laryngoscopy

o Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan terbaik untuk konfirmasi

diagnosis

o Tes ini melibatkan penempatan tabung berlampu melalui hidung atau

mulut untuk melihat kotak suara. Pemeriksaan ini dilakukan dengan

posisi tegak melalui kedua hidung. 

o Melalui pemeriksaan ini dinilai pasase hidung, nasofaring dan

supraglotis. Dengan cara ini bentuk kelainan yang menjadi penyebab

dapat terlihat dari atas. Pada pemeriksaan ini akan nampak visualisasi

langsung jalan napas menunjukkan bentuk omega epiglotis yang

prolaps menutupi laring saat inspirasi. Selain itu juga  di temukan ada

pembesaran kartilago aritenoid yang prolaps menutupi laring selama

inspirasi juga bisa ditemukan pada pasien laringomalasi

o Laringoskopi fleksibel dapat membantu menyingkirkan diagnosis

anomali laring lainnya seperti kista laring, paralisis pita suara,

malformasi pembuluh darah, neoplasma, hemangioma subglotis,

gerakan pita suara paradoks, stenosis glotis dan web glotis.

o Pemeriksaan laringoskopi fleksibel memiliki beberapa kerugian, yaitu

risiko terlewatkannya diagnosis laringomalasia ringan bila pasien

menangis dan kurang akurat dalam menilai keadaan subglotis dan

trakea

Microlaryngoscopy dan Bronkoskopi

o Tes ini dilakukan di ruang operasi di bawah anestesi umum oleh dokter

bedah THT. Dokter melihat kotak suara dan tenggorokan dengan

teleskop. Dokter mungkin merekomendasikan tes ini jika tes X-ray

Page 6: MAKALAH PBL LARINGOMALASIA

menunjukkan sesuatu yang abnormal atau jika dokter Anda memiliki

kecurigaan masalah saluran napas tambahan.

Radiologi 

o Peran radiologi konvensional posisi anteroposterior dan lateral pada

laringomalasia tidak terlalu banyak membantu karena kelainan ini

merupakan suatu proses dinamik, namun dapat membantu

menyingkirkan penyebab lain. 

Pemeriksaan radiologi leher posisi anteroposterior dan lateral

bermanfaat untuk menentukan ukuran adenoidal dan tonsillar,

ukuran dan ketajaman epiglotik, profil retropharyngeal dan

subglottic dan anatomi. 

Foto lateral leher paling baik diambil dengan posisi ekstensi

leher dan saat inspirasi, sehingga jaringan lunak faring tidak

disalahartikan sebagai massa retrofaring. Bila foto diambil saat

inspirasi, maka bergeraknya aritenoid, plika ariepiglotika dan

epiglotis ke inferior dan medial dapat terlihat sebagai

pengembungan dari ventrikel laring dan hipofaring.

Foto AP dan lateral dada diperlukan untuk mendeteksi adanya

benda asing radioopak atau penyakit paru lain yang menyertai.

Keadaan ini dapat memperlihatkan adanya gambaran air

trapping

o Pemeriksaan esofagogram dengan barium, dapat bermanfaat untuk

menentukan adanya kompresi vascular atau  untuk melihat anomali

vaskular seperti arkus aorta dobel serta dapat menilai bila ada

perubahan pada dimensi anteroposterior trakea.

o Video fuoroskopi bermanfaat untuk diagnosis trakeomalasia, aspirasi

benda asing dan disfungsi pita suara. Fluoroskopi akan lebih baik

menggambarkan proses dinamik dan letak kolaps dapat terlihat

pada saat inspirasi disertai dilatasi pada hipofaring akibat obstruksi di

daerah laring

o CT scan dan MRI bermanfaat untuk melihat saluran nafas dan struktur

jaringan lunak di sekitarnya, termasuk bukti adanya kompresi vaskuler

Page 7: MAKALAH PBL LARINGOMALASIA

Pemeriksaan tambahan lain berupa pH Probe dan

Esophagogastroduodenoscopy (EGD)

o Kedua pemeriksaan ini lebih menitik beratkan pada keterlibatan asam

lambung. Penyakit refluks gastroesofageal (GERD) juga dicurigai

sebagai penyebab laringomalasia, namun dapat pula terjadi sebaliknya

dimana laringomalasia menyebabkan GERD akibat perubahan gradien

tekanan intraabdominal/intratorakal.

o Probe pH adalah tes di mana sebuah tabung kecil ditempatkan melalui

hidung bayi dan masuk ke kerongkongan. Tes ini akan mengukur asam

yang dapat timbul akibat refluks isi lambung ke osefagus ataupun

bahkan sampai pada tenggorokan. Dokter mungkin merekomendasikan

tes ini jika pasien ada derajat regurgitasi asam (muntah atau gumoh).

o EGD adalah sebuah tes diagnostik yang dilakukan di ruang operasi di

bawah anestesi umum. Selama EGD, dokter akan mencari tanda-tanda

peradangan kronis dari iritasi asam yang dapat terjadi di perut atau

kerongkongan. Dokter mungkin merekomendasikan ini jika probe pH

secara signifikan abnormal atau ada kecurigaan kuat GERD signifikan

berdasarkan sejarah dan pemeriksaan klinis.

DIAGNOSIS

Diagnosis laringomalasia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, laringoskopi fleksibel dan radiologi.

Pemeriksaan utama untuk diagnosis laringomalasia adalah dengan

menggunakan laringoskopi fleksibel. Hawkins dan Clark menyatakan bahwa

laringoskopi fleksibel efektif untuk diagnosis bahkan pada neonatus. Pemeriksaan ini

dilakukan dengan posisi tegak melalui kedua hidung. Melalui pemeriksaan ini dinilai

pasase hidung, nasofaring dan supraglotis. Dengan cara ini bentuk kelainan yang

menjadi penyebab dapat terlihat dari atas.

Laringoskopi fleksibel dapat membantu menyingkirkan diagnosis anomali

laring lainnya seperti kista laring, paralisis pita suara, malformasi pembuluh darah,

neoplasma, hemangioma subglotis, gerakan pita suara paradoks, stenosis glotis dan

web glotis. Pemeriksaan laringoskopi fleksibel memiliki beberapa kerugian, yaitu

Page 8: MAKALAH PBL LARINGOMALASIA

risiko terlewatkannya diagnosis laringomalasia ringan bila pasien menangis dan

kurang akurat dalam menilai keadaan subglotis dan trakea.

Masih menjadi perdebatan di kalangan ahli apakah setiap bayi dengan

laringomalasia harus melalui pemeriksaan laringoskopi dan bronkoskopi meskipun

pemeriksaan tersebut masih merupakan standar baku untuk menilai obstruksi nafas,

mengingat pemeriksaan ini memiliki beberapa kelemahan bagi kelompok umur

neonatus, seperti resiko anestesi dan instrumentasi, alat endoskopi yang khusus,

membutuhkan ahli anestesi yang handal, dan biaya yang mahal.

Olney dkk membuat kategori kandidat yangsebaiknya dilakukan laringoskopi

dan bronkoskopi.

Kriterianya adalah:

1. Bayi laringomalasia dengan gangguan pernafasan yang berat, gagal tumbuh,

mengalami fase apnea, atau pneumonia berulang.

2. Bayi dengan gejala yang tidak sesuai dengan gambaran laringomalasia yang

ditunjukkan oleh laringoskopi fleksibel.

3. Bayi dengan lesi di laring.

4. Bayi yang akan dilakukan supraglotoplasti

Pada trakeomalasia, diagnosis ditegakkan dengan trakeobronkoskopi, dimana

penurunan diameter trakea lebih dari 50% pada saat ekspirasi dianggap abnormal.

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah esofagogram, sine-tomografi komputer

atau ultrafast, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Esofagogram berguna untuk

melihat anomali vaskular seperti arkus aorta dobel serta dapat menilai bila ada

perubahan pada dimensi anteroposterior trakea. Sinetomografi komputer atau ultrafast

merupakan modalitas terbaru yang tidak invasif dan dapat menunjukkan letak, luas,

derajat, dan dinamika kolapsnya trakea dan bronkus. Sementara itu pemeriksaan

dengan MRI baik untuk menilai adanya anomali vaskular dan massa mediastinum,

tapi kurang sensitif untuk membedakan stenosis trakea dari trakeomalasia.

Peran radiologi konvensional posisi anteroposterior dan lateral pada

laringotrakeomalasia tidak terlalu banyak membantu karena kelainan ini merupakan

suatu proses dinamik, namun dapat membantu menyingkirkan penyebab lain. Bila

foto diambil saat inspirasi, maka bergeraknya aritenoid, plika ariepiglotika dan

epiglotis ke inferior dan medial dapat terlihat sebagai pengembungan dari ventrikel

laring dan hipofaring. Fluoroskopi akan lebih baik menggambarkanproses dinamik ini

dan letak kolaps dapat terlihat pada saat inspirasi disertai dilatasi pada hipofaring

Page 9: MAKALAH PBL LARINGOMALASIA

akibat obstruksi di daerah laring. Pada trakeomalasia pembuatan foto tidak dapat

hanya menggunakan film tunggal. Namun bila pada film tunggal ditemui penyempitan

segmen trakea yang panjang lebih dari 50%, maka dapat dicurigai adanya

trakeomalasia. Proses dinamik trakea dapat diperlihatkan melalui film multipel pada

posisi yang sama atau dengan fluoroskopi. Letak penyempitan trakea intermitten akan

terlihat berbeda pada setiap siklus pernafasan.

DIAGNOSIS BANDING

STENOSIS SUBGLOTIS KONGENITAL

Stenosis subglotis kongenital didefinisikan sebagai suatu diameter subglotis

yang kurang dari 4 mm. Laring neonatus normal dapat dilalui bronkosop 3,5 mm.

Sebagian neonatus mengalami stridor tidak lama setelag lahir, sedangkan bayi lainnya

mengalami episode laringotrakeitis berulang. Diagnosis dibuat secara endoskopi.

Kasus ringan hanya perlu pengamatan, namun sebagian besar kasus perlu trakeostomi.

Perubahan cenderung dapat mengatasi stenosis relatif namun baragkali diperlukan

eksisi laser atau bedah rekonstruktif. Anak dapat mengalami lebih dari satu anomali

kongenital pada jalan nafasnya.

SELAPUT (WEBS)

Selaput kongenital dapat pada glotis (75 persen), subglotis (12 persen) atau

supraglotis (12 persen). Selaput ini biasanya mempengaruhi jalan nafas, suara atau

tangisan dimana gejala timbul pada saat lahir. Selaput pertama-tama harus didiagnosis

melaluui visualisasi endoskopi. Selanjutnya dapat dilakukan terapi dengan eksisi

bedah atau laser, dilatasi berulang, atau trakeotomi dan pemakaian alat selipan laring.

Prognosis jangka panjang untuk selaput laring kongenital adalah baik.

KISTA KONGENITAL

Neonatus dengan kista kongenital biasanya mengalami obstruksi jalan nafas

atau gangguan pertumbuhan. Episode obstruksi jalan nafas dapat membingungkan dan

dapat dianggap sebagai akibat suatu gangguan kejang. Suara dan proses menelan

biasanya normal. Kista dapat berasal dari pangkal lidah, plika ariepiglotika, atau

Page 10: MAKALAH PBL LARINGOMALASIA

korda vokalis palsu. Bilamana mungkin, kista harus dieksisi, lebiih baik secara

endoskopis. Jika hal ini tidak mungkin, maka dilakukan aspirasi atau marsupialisasi.

Pada pasien tertentu diperlukan trakeotomu dan pembedahan luar.

HEMANGIOMA

Hemangioma pada daerah subglotis pada laring dibicarakan disini karena

merupakan suatu tumor yang terutama terjadi pada bayi dibawah usia enam ulan.

Separuh penderita hemangioma laring juga memiliki hemangioma eksterna pada

kepala atau leher. Stridor plus hemangioma yang nyata sangat kuat menyongsong

diagnosis. Tumor-tumor ini bukanlah neoplasma sejati namun lebih merupakan

kelainan vaskular, tumor cenderung beregresi biasanya menjelang usia 12 bulan.

Gejala hemangioma tidak berupa perdarahan, namun berupa sumbatan jalan nafas.

Suara dan proses menelan biasanya normal. Hemangioma terletak sangat dekat

dengan korda vokalis, yaitu diatas lokasi trakeotomi dan benar-benar subglotis.

Radiogram lateral dapat memperlihatkan suatu massa dalam jalan nafas. Secara

endoskopis, ditemukan massa yang licin dan dapat ditekan, seringkali pada dinding

posterior atau lateral tetapi seringkali dengan trakeotomi dan membutuhkan waktu

untuk regresi. Eksisi laser kini dapat dilakukan. Radiasi dosis rendah juga telah

dilakukan, namun kini dihindari karena kekhawatiran akan timbulnya karsinoma

tiroid lanjut.

ETIOLOGI

Kelainan kongenital laring pada laringomalasia kemungkinan merupakan akibat

dari kelainan genetik atau kelainan embriologik. Walaupun dapat terlihat pada saat

kelahiran, beberapa kelainan baru nampak secara klinis setelah beberapa bulan atau

tahun. Dua teori besar mengenai penyebab kelainan ini adalah bahwa kartilago imatur

kekurangan struktur kaku dari kartilago matur, sedangkan yang kedua mengajukan

teori inervasi saraf imatur yang menyebabkan hipotoni. Sindrom ini banyak terjadi

pada golongan sosio ekonomi rendah, sehingga kekurangan gizi mungkin merupakan

salah satu faktor etiologinya.

Page 11: MAKALAH PBL LARINGOMALASIA

EPIDEMIOLOGI

Frekuensi tidak diketahui secara pasti, namun laringomalasia marupakan

penyebab tersering timbulnya stridor inspiratoris pada bayi. Insidens laringomalasia

sebagai penyebab dari stridor inspiratoris berkisar antara 50%-75%. Tidak terdapat

predileksi ras ataupun jenis kelamin.

PATOFISIOLOGI

Laringomalasia dapat terjadi di epiglotis, kartilago aritenoid, maupun pada

keduanya. Jika mengenai epiglotis, biasanya terjadi elongasi dan bagian dindingnya

terlipat. Epiglotis yang bersilangan membentuk omega, dan lesi ini dikenal sebagai

epiglotis omega (omega-shaped epiglottis). Jika mengenai kartilago aritenoid, tampak

terjadi pembesaran. Pada kedua kasus, kartilago tampak terkulai dan pada

pemeriksaan endoskopi tampak terjadi prolaps di atas laring selama inspirasi.

Obstruksi inspiratoris ini menyebabkan stridor inspiratoris, yang terdengar sebagai

suara dengan nada yang tinggi.

Matriks tulang rawan terdiri atas dua fase, yaitu fase cair dan fase padat dari

jaringan fibrosa dan proteoglikan yang dibentuk dari rangkaian mukopolisakarida.

Penelitian terhadap perkembangan tulang rawan laring menunjukkan perubahan yang

konsisten pada isi proteoglikan dengan pematangan. Tulang rawan neonatus terdiri

dari kondroitin-4-sulfat dengan sedikit kondroitin-6-sulfat dan hampir tanpa keratin

sulfat. Tulang rawan orang dewasa sebagian besar terdiri dari keratin sulfat dan

kondroitin-6-sulfat. Dengan bertambahnya pematangan, matriks tulang rawan

bertambah, akan menjadi kurang air, lebih fibrosis dan kaku. Bentuk omega dari

epiglotis yang berlebihan, plika ariepiglotik yang besar, dan perlunakan jaringan yang

hebat mungkin ada dalam berbagai tahap pada masing-masing kasus.

Supraglotis yang terdiri dari epiglotis, plika ariepiglotis dan kartilago aritenoid

ditemukan mengalami prolaps ke dalam jalan napas selama inspirasi. Laringomalasia

umumnya dikategorikan ke dalam tiga tipe besar berdasarkan bagian anatomis

supraglotis yang mengalami prolaps walaupun kombinasi apapun dapat terjadi. Tipe

pertama melibatkan prolapsnya epiglotis di atas glotis. Yang kedua melipatnya tepi

lateral epiglotis di atas dirinya sendiri, dan yang ketiga prolapsnya mukosa aritenoid

yang berlebihan ke dalam jalan napas selama periode inspirasi.

Page 12: MAKALAH PBL LARINGOMALASIA

Laringomalasia merupakan penyebab tersering dari stridor inspiratoris kronik

pada bayi. Bayi dengan laringomalasia memiliki insidens untuk terkena refluks

gastroesophageal, diperkirakan sebagai akibat dari tekanan intratorakal yang lebih

negatif yang dibutuhkan untuk mengatasi obstruksi inspiratoris. Dengan demikian,

anak-anak dengan masalah refluks seperti ini dapat memiliki perubahan patologis

yang sama dengan laringomalasia, terutama pada pembesaran dan pembengkakan dari

kartilago aritenoid.

GAMBARAN KLINIS

Laringomalasia merupakan suatu proses jinak yang dapat sembuh spontan

pada 70% bayi saat usia 1-2 tahun. Gejala stridor inspirasi kebanyakan timbul segera

setelah lahir atau dalam usia beberapa minggu atau bulan ke depan. Stridor dapat

disertai dengan retraksi sternum, interkostal, dan epigastrium akibat usaha pernafasan.

Pada beberapa bayi tidak menimbulkan gejala sampai anak mulai aktif (sekitar

3 bulan) atau dipicu oleh infeksi saluran nafas. Stridor yang terjadi bersifat bervibrasi

dan bernada tinggi. Stridor akan bertambah berat sampai usia 8 bulan, menetap

sampai usia 9 bulan dan bersifat intermitten dan hanya timbul bila usaha bernafas

bertambah seperti saat anak aktif, menangis, makan, kepala fleksi atau posisi supinasi.

Setelah itu keadaan makin membaik. Rata-rata stridor terjadi adalah selama 4 tahun 2

bulan. Tidak ada korelasi antara lama berlangsungnya stridor dengan derajat atau

waktu serangan.

Masalah makan sering terjadi akibat obstruksi nafas yang berat. Penderita

laringomalasia biasanya lambat bila makan yang kadang-kadang disertai muntah

sesudah makan. Keadaan ini dapat menimbulkan masalah gizi kurang dan gagal

tumbuh. Berdasarkan pemeriksaan radiologi, refluks lambung terjadi pada 80% dan

regurgitasi pada 40% setelah usia 3 bulan. Masalah makan dipercaya sebagai akibat

sekunder dari tekanan negatif yang tinggi di esofagus intratorak pada saat inspirasi.

Ostructive sleep apnea (23%) dan central sleep apnea (10%) juga ditemukan

pada laringomalasia. Keadaan hipoksia dan hiperkapnia akibat obstruksi nafas

atas yang lama akan berisiko tinggi untuk terjadinya serangan apnea yang mengancam

jiwa dan timbul hipertensi pulmonal yang dapat menyebabkan kor pulmonal, aritmia

jantung, penyakit paru obstruksi kronis, masalah kognitif dan personal sebagai akibat

Page 13: MAKALAH PBL LARINGOMALASIA

sekunder dari laringomalasia. Berdasarkan letak prolaps dari struktur supraglotis,

Olney dkk membuat klasifikasi untuk laringomalasia. Klasifikasinya adalah:

Tipe 1, yaitu prolaps dari mukosa kartilago aritenoid yang tumpang tindih; Tipe 2,

yaitu memendeknya plika ariepiglotika; Tipe 3, yaitu melekuknya epiglotis ke arah

posterior.

Gambar 2 : tipe laringomalasia

FAKTOR RISIKO

Risiko terjangkit Laringomalasia meningkat bila Anda:

Adalah seorang laki-laki

Bayi menderita refluks asam lambung

PENCEGAHAN

Tidak ada cara pencegahan khusus untuk Laringomalasia saat ini.

PENATALAKSANAAN

Kira-kira hampir 90% kasus laringomalasia bersifat ringan dan tidak

memerlukan intervensi bedah. Pada keadaan ini, hal yang dapat dapat dilakukan

adalah memberi keterangan dan keyakinan pada orang tua pasien tentang prognosis

Page 14: MAKALAH PBL LARINGOMALASIA

dan tidak lanjut yang teratur hingga akhirnya stridor menghilang dan pertumbuhan

yang normal dicapai.

Pada keadaan ringan, bayi diposisikan tidur telungkup, tetapi hindari tempat

tidur yang terlalu lunak, bantal dan selimut. Jika secara klinis terjadi hipoksemia

(saturasi oksigen <90%), harus diberikan oksigenasi.

Pada laringomalasia yang berat, akan tampak gejala obstruksi nafas yang

disertai retraksi retraksi sternal dan interkosta, baik saat tidur atau terbangun, sulit

makan, refluks berat dan gagal tumbuh. Anak-anak yang mengalami hal ini berisiko

mengalami serangan apnea. Keadaan hipoksia akibat obstruksi nafas dapat

menyebabkan hipertensi pulmonal dan terjadi korpulmonal.

Menurut Jackson dan Jackson, 1942, pada keadaan yang berat ini maka

intervensi bedah tidak dapat dihindari dan penatalaksanaan baku adalah membuat

jalan pintas berupa trakeostomi sampai masalah teratasi. Namun pada anak-anak,

resiko morbiditas dan mortalitas trakeostomi berisiko tinggi.

Pada tahun 1922, Iglauer mempelopori tindakan operasi pada laringomalasia

dengan cara membuang ujung epiglotis. Di tahun 1944, Schwartz membuang sebagian

epiglotis dengan irisan berbentuk V. Zalza dkk, 1987 melaporkan pada akhir-akhir ini

peran bedah endoskopi pada struktur supra glotis telah menjadi alternatif dibanding

trakeostomi, dan memberikan harapan yang lebih baik. Peran bedah laring mikro

dengan menggunakan laser CO2 telah mulai digunakan sejak tahun 1970-an. Vaugh

merupakan orang pertama yang melakukan epiglotidektomi dengan laser CO2 dengan

pendekatan endoskopi pada tahun 1978.

Jenis operasi yang dilakukan pada laringomalasia adalah supraglotoplasti yang

memiliki sinonim epiglotoplasti dan ariepiglotoplasti.

Berdasarkan klasifikasi Olney terdapat tiga teknik supraglotoplasti yang dapat

dilakukan. Teknik yang dipilih tergantung pada kelainan laringomalasianya.

Page 15: MAKALAH PBL LARINGOMALASIA

Gambar 3: Supraglottoplasti

Pada tipe 1, dimana terjadi prolaps mukosa aritenoid pada kartilago aritenoid

yang tumpang tindih, dilakukan eksisi jaringan mukosa yang berlebihan pada bagian

posterolateral dengan menggunakan pisau bedah atau dengan laser CO2.

Laringomalasia tipe 2 dikoreksi dengan cara memotong plika ariepiglotika yang

pendek yang menyebabkan mendekatnya struktur anterior dan posterior supraglotis.

Laringomalasia tipe 3 ditangani dengan cara eksisi melewati ligamen glosoepiglotika

untuk menarik epiglotis ke depan dan menjahitkan sebagian dari epiglotis ke dasar

lidah.

PROGNOSIS

Prognosis laringomalasia umumnya baik. Biasanya bersifat jinak, dan dapat

sembuh sendiri, dan tidak berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Pada sebagian

besar pasien, gejala menghilang pada usia dua tahun, sebagian lain pada usia satu

tahun. Pada beberapa kasus, walaupun tanda dan gejala menghilang, kelainan tetap

ada. Pada keadaan seperti ini, biasanya stridor akan muncul saat beraktifitas ketika

dewasa.

KOMPLIKASI

Laringomalasia dapat menyebabkan komplikasi sebagai berikutnya:

Page 16: MAKALAH PBL LARINGOMALASIA

DAFTAR  PUSTAKA

 

1. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies – Buku Ajar THT. Penerbit buku

kedokteran EGC.Jakarta. 1997.

2. Bailey BJ, Calhoun KH. Head and Neck Surgery – Otolaringology, Volume

one, 2nd Edition. Lippincott – Raven Publishers. Philadelphia, USA.

3. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher, Jilid

Satu, Edisi 13. Binarupa Aksara. Jakarta. 1994

4. Bluestone CD, Sylvan ES, Kenna MA. Pediatric Otolaringology, Volume

Two, 3rd Edition. WB Saunders Company, Philadelphia, USA.

5. Bye MR. Laringomalacia. Available at http://www.emedicine.com/

ped/topic1280.htm . Accessed on December 11th 2006.

6. Dhingra PL. Disease of Ear, Nose, and Throat, 2nd Edition. BI Churchill

Livingstone. New Delhi. 2002.

7. Lalwani AK. Current Diagnosis and Treatment in Otolaringology – Head and

Neck Surgery. Lange Medical Book, Mc Graw-Hill Company. New York,

USA. 2004.

8. Lee KJ. Essential Otolaringology – Head and Neck Surgery, 8th Edition. Mc

Graw-Hill Medical Publishing Division. New York, USA. 2003.

9. Luhulima JW. Anatom

10.

11.

12.

13.

14.

15. i III, Program Pendidikan Dokter Jilid I, Head and Neck. Bagian Anatomi

Fakultas Kedokteran UNHAS. Makassar 2002

16. Paston F. Laringomalacia and Tracheomalacia. Available at

http://pedclerk.bsd.uchicago.edu/tracheomalacia.html . Accessed on December

11th 2006.

17. Texas Pediatric Surgical Associates. Stridor and Laryngomalacia. Available at

http://www.pedisurg.com/PtEducENT/ Stridor&laryngomalacia.htm .

Page 17: MAKALAH PBL LARINGOMALASIA

18. Tucker HM. The Larynx, 2nd Edition. Thieme Medical Publishing Division.

Ohio, USA. 1993.