Makalah Pbl Herbal

44
MAKALAH PBL HERBAL (Fitoterapi, Industri Farmasi, Kapita Selekta) Daun Jambu Biji (Psidium guajava) sebagai Antidiare Disusun oleh: 1. Siti Ayu Marlina (1308062164) 2. Nike Ayu Daryanti (1308062165) 3. Hana Hanifah (1308062166) 4. Vera Triningwulan (1308062167) 5. Bulandika Padmasari (1308062168) 6. Ratna Kurnia W (1308062169) 7. Nur Afni (1308062170) 8. Nindya Kusuma Hapsari (1308062171) 9. Dani Yuvita Sari (1308062172) 10. Nurul Aini Hidayati S (1308062173)

description

makalah

Transcript of Makalah Pbl Herbal

MAKALAH PBL HERBAL(Fitoterapi, Industri Farmasi, Kapita Selekta)Daun Jambu Biji (Psidium guajava) sebagai Antidiare

Disusun oleh: 1. Siti Ayu Marlina (1308062164)2. Nike Ayu Daryanti (1308062165)3. Hana Hanifah(1308062166)4. Vera Triningwulan (1308062167)5. Bulandika Padmasari (1308062168)6. Ratna Kurnia W (1308062169)7. Nur Afni (1308062170)8. Nindya Kusuma Hapsari (1308062171)9. Dani Yuvita Sari (1308062172)10. Nurul Aini Hidayati S (1308062173) PROGRAM PROFESI APOTEKERUNIVERSITAS AHMAD DAHLANYOGYAKARTA2014BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangPenggunaan obat tradisional di Indonesia yang lebih dikenal sebagai jamu, telah meluas sejak zaman nenek moyang hingga kini dan terus dilestraikan sebagai warisan budaya. Manfaat penggunaan obat tradisional tersebut secara luas telah dirasakan oleh masyarakat. Hal ini juga didukung adanya kecenderungan back to nature sebagai obat alami untuk terapi utama maupun terapi pendamping obat sintetis. Pemanfaatan tanaman alam sebagai obat meliputi pencegahan, pengobatan maupun pemeliharaan kesehatan. Upaya pemanfaatan tanaman sebagai sumber suatu obat menjadi pilihan utama saat ini bagi para peneliti obat di Indonesia.Produksi dan penggunaan obat tradisional di Indonesia memperlihatkan peningkatan, baik jenis maupun volumenya. Perkembangan ini telah mendorong pertumbuhan usaha di bidang obat tradisional, mulai dari usaha budidaya tanaman obat, usaha kecil obat tradisional dan industri obat tradisional. Pengembangan berbagai macam sediaan obat tradisional terus dilakukan melalui riset dan pengobatan herbal berdasarkan bukti terkini atau evidence based herbal medicine (EBHM).Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (DepKes, 2011) Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam pengobatan diare adalah daun jambu biji (Psidium guajava)

B. RUMUSAN MASALAH1. Apakah manfaat daun jambu biji sebagai antidiare ditinjau dari segi fitoterapi?2. Bagaimana cara untuk mendapatkan senyawa zat akatif dan cara penetapan kadar ditinjau dari segi farmasi industri?3. Bagaimana upaya apoteker agar produk obat tradisional dari daun jambu biji dapat bersaing di psaran ditinjau dari segi kapita selekta fitoterapi?

C. TUJUAN1. Mengetahui dan memahami manfaat daun jambu biji secara menyeluruh ditinjau dari segi fitoterapi.2. Mengetahui dan memahami cara mendapatkan senyawa yang berkhasiat dan cara penetapan kadar dari tanaman dari segi farmasi industri.3. Mengetahui analisis dan upaya peluang pasar untuk produksi ditinjau dari segi kapita selekta.

BAB IIPEMBAHASAN

A. FITOTERAPIKasus : Ibu Tuti mengeluh karena hari ini sudah BAB 3 kali dengan tinja encer dan berlendir. Kemudian tetangganya menyarankan untuk meminum rebusan daun jambu biji dan teh pahit kental. Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (DepKes, 2011). Buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari (WHO, 1980). Diare berdasarkan mula dan lamanya terbagi dua, yaitu diare akut dan kronik. Berdasarkan penyebabnya, diare dikelompokkan menjadi 2, yaitu diare spesifik karena infeksi dan diare non spesifik bukan karena infeksi. 1. PatofisiologiDiare adalah suatu ketidakseimbangan antara absorpsi dan sekresi air atau elektrolit. Pada keadaan normal, absorpsi air dan elektrolit lebih besar di bandingkan ekskresi. Terdapat empat mekanisme yang menyebabkan ketidakseimbangan dan elektrolit adalah:a. Perubahan transpor aktif yang berakibat pada pengurangan absorpsi sodium (Na) dan peningkatan sekresi klorida.b. Perubahan motilitas saluran cernac. Peningkatan osmolaritas luminal saluran pencernaand. Peningkatan tekanan hidrostatik jaringan

2. EtiologiPenyebab diare diantaranyaVibrio cholerae, E.coli, virus Shigella, Campilobacter, Salmonelladan lain-lain. Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu:1.Faktor infeksia)Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi bakteri:Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,Yersinia, Aeromonas.Infeksi virus: Adenovirus, Rotavirus, Enterovirus dan lain-lain.b)Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.2.Faktor malabsorbsi (malabsorbsi karbohidrat, lemak)3.Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.4.Faktor psikologis: rasa takut dan cemas(Mansjoeret al., 2000).

3. Klasifikasi TanamanKingdom: PlantaeSubkingdom: TracheobiontaSuperdivision: SpermatophytaDivision: MagnoliophytaClass: MagnoliopsidaSubclass: RosidaeOrde: MyrtalesFamily: MyrtaceaeGenus: Psidium L.Species:Guajava L. (Arya et al, 2012)

Gambar 1. Daun Jambu Biji

4. Mekanisme Reaksia. Tanin1) Dapat mengurangi intensitas diare dengan cara menciutkan selaput lendir usus dan mengecilkan pori sehingga akan menghambat sekresi cairan dan elektrolit.2) Sifat adstringens tanin akan membuat usus halus lebih tahan (resisten) terhadap rangsangan senyawa kimia yang mengakibatkan diare, dan toksin bakteri (Anas, dkk., 2010). b. Kuersetin1) Menghambat motilitas usus sehingga mengurangi sekresi caian dan elektrolit (Anas, dkk., 2010)2) Ekstrak daun jambu biji dapat mempengaruhi elektrolit dan transport air pada model diare (Rahim, dkk., 2010).3) Ekstrak daun jambu biji menunjukkan penurunan durasi sakit perut, yang dikaitkan dengan efek antispasmodik kuersetin (Joseph, 2011).

Gambar 2. Mekanisme aksi zat aktif tanaman5. Sifat Fisika Kimiaa. Tanin

Gambar 3. Struktur Kimia TaninC76H52O46, BM: 1701,1981) Sifat fisika dari tanin (Hangerman, 2002) adalah sebagai berikut : a. Jika dilarutkan kedalam air akan membentuk koloid dan memiliki rasa asam dan sepat. b. Jika dicampur dengan alkaloid dan gelatin akan terjadi endapanc. Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.2) Sifat kimia dari tanin (Hangerman, 2002) adalah sebagai berikut : a. Merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang sukar dipisahkan sehingga sukar mengkristal.b. Tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi.c. Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptik dan pemberi warna.b. Kuersetin

Gambar 4. Struktur Kimia KuersetinC15H10O7, BM: 302,23571) Kuersetin larut pada etanol absolut, etanol 70%, dan 30%2) kuersetin termasuk senyawa polifenol yang bersifat polar, namun dari data kelarutannya kuersetin bersifat praktis tidak larut dalam air3) kuersetin merupakan senyawa hidrofob4) kuersetin memang sukar jika diformulasi dalam bentuk sediaan larutan (Syofyan, dkk. 2008).

6. DosisFrekuensi defekasi mencit yang diberi ekstrak etanol daun jambu biji daging buah putih 150 mg/kgBB pada menit ke180-240 menunjukkan perbedaan bermakna dibanding kelompok kontrol (Adnyana, dkk.,2004).Perhitungan Dosis:Mencit 20 g = 0,02 kg = 150mg x 0,02 kg = 3 mg/0,02 Kg BB mencitManusia 70 kg = 3 mg x 387,9 = 1163,7 / 70 kg BB manusiaUntuk orang Indonesia (60 kg)60 kg/70kg x 1163,7 mg = 997,5 mg/60 kg BB sehari

B. FARMASI INDUSTRIKasus : Apoteker di IOT herbalpharma ingin zat aktif daun jambu biji seragam dari waktu ke waktu. Namun kesulitan dalam mencari senyawa yang berkhasiat dan cara menetapkan kadarnya.Menurut PERMENKES RI No.006 tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional Bab 1 mengenai Ketentuan Umum pada pasal 1 berbunyi Industri Obat Tradisonal yang selanjutnya disebut IOT adalah industri yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional. Maka berdasarkan pasal diatas IOT herbalpharma tidak memiliki batasan dalam membuat bentuk sediaan obat herbal. Hanya saja dari kasus diatas dapat ditarik fokus masalahnya yaitu, apoteker kesulitan dalam menentukan cara mencari senyawa berkhasiat dari tanaman daun jambu biji serta cara penetapan kadarnya. Di bawah ini akan dijelaskan tahapan-tahapan dalam menentukan cara mencari senyawa berkhasiat dan cara penetapan kadarnya.Daun jambu biji banyak memiliki manfaat, diantaranya yaitu sebagai antibakteri dan antidiare (Joseph, 2011). Zat aktif yang banyak terkandung dalam daun jambu biji yaitu tanin dan kuersetin (Yuliani, 2001). 1. Penyiapan bahanDaun segar dan lembut dikumpulkan,dikeringkan di bawah suhu kamar selama enam sampai tujuh hari dan kemudian dihancurkan menjadi serbuk kasar dengan menggunakan remasan tangan. Tepung kasar dikeringkan lagi dan kemudian diayak untuk mendapatkan serbuk halus dengan menggunakan saringan plastik halus, yang kemudian disimpan dalam botol kedap udara di laboratorium sampai diperlukan ( Choudhury et al, 2012).

2. Pemilihan pelarutPenentuan senyawa aktif dari bahan tanaman sebagian besar tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi . Sifat pelarut yang baik dalam ekstraksi tanaman meliputi , toksisitas rendah , kemudahan penguapan pada panas rendah, promosi penyerapan fisiologis yang cepat dari ekstrak, tindakan pengawet , ketidakmampuan untuk menyebabkan ekstrak ke kompleks. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah fitokimia yang akan diekstraksi , tingkat ekstraksi , keragaman senyawa yang berbeda diekstrak , keragaman senyawa penghambat yang diekstrak , kemudahan penanganan dari ekstrak , toksisitas pelarut dalam proses uji hayati , kesehatan potensial bahaya dari ekstraktan. Pemilihan pelarut dipengaruhi oleh apa yang dimaksudkan dengan ekstrak . Karena produk akhir akan berisi pelarut sisa , pelarut harus tidak beracun dan tidak boleh mengganggu bioassay tersebut . Pilihan ini juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan akan diekstraksi. Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi adalah :a. Air Air adalah pelarut universal, digunakan untuk mengambil produk tanaman dengan aktivitas antimikroba. Flavonoid larut dalam air (kebanyakan anthocyanin) tidak memiliki signifikansi antimikroba dan fenolik larut air hanya sebagai senyawa antioksidan.b. Aseton Aseton larut banyak komponen hidrofilik dan lipofilik dari dua tanaman yang digunakan , adalah larut dengan air , stabil dan memiliki toksisitas rendah ke bioassay digunakan , itu adalah ekstraktan sangat berguna, terutama untuk studi antimikroba di mana senyawa fenolik lebih banyak diperlukan untuk digali. Sebuah studi melaporkan bahwa ekstraksi tanin dan fenolik lain adalah lebih baik dalam aseton berair daripada dalam metanol berair . Kedua aseton dan methanol yang ditemukan untuk mengekstrak saponin yang memiliki aktivitas antimikroba.c. Alkohol Aktivitas tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah yang lebih tinggi dari polifenol dibandingkan dengan ekstrak air . Ini berarti bahwa mereka lebih efisien dalam dinding sel dan degradasi benih yang memiliki karakter unpolar dan menyebabkan polifenol yang akan dilepaskan dari sel . Penjelasan lebih berguna untuk penurunan aktivitas ekstrak air dapat berasal dari enzim polifenol oksidase , yang menurunkan polifenol dalam ekstrak air, sedangkan dalam metanol dan etanol mereka tidak aktif . Selain itu, air adalah media yang lebih baik untuk terjadinya mikro - organisme dibandingkan dengan etanol. Konsentrasi yang lebih tinggi dari senyawa flavonoid lebih bioaktif yang terdeteksi dengan etanol 70 % karena polaritas yang lebih tinggi dari etanol murni . Dengan menambahkan air ke murni etanol hingga 30 % untuk pembuatan etanol 70 % polaritas pelarut meningkat. Selain itu , etanol ditemukan lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan intraseluler dari bahan tanaman. Karena hampir semua komponen diidentifikasi dari tanaman aktif terhadap mikroorganisme adalah senyawa organik aromatik atau jenuh , mereka yang paling sering diperoleh melalui etanol awal atau ekstraksi metanol. Methanol lebih polar dibandingkan etanol tetapi karena sifat sitotoksik , itu tidak cocok untuk ekstraksi dalam jenis tertentu studi karena dapat menyebabkan hasil yang salah .d. Kloroform Lakton Terpenoid telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut lalu dikeringkan dengan heksana , kloroform dan metanol dengan aktivitas berkonsentrasi dalam fraksi kloroform. Kadang-kadang tanin dan terpenoid akan ditemukan dalam fase air , tetapi mereka lebih sering diperoleh dengan pengobatan dengan kurang pelarut polar.e. EtherEter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi coumarin dan asam lemak.f. Dichloromethanol Ini adalah pelarut lain yang digunakan untuk melaksanakan prosedur ekstraksi. Hal ini khusus digunakan untuk ekstraksi selektif hanya terpenoid (Tiwari et al, 2011).Tabel I. Pelarut yang sesuai untuk proses ekstraksi

Dalam penelitian Tiwari (2012), menyebutkan bahwa tannin lebih larut dalam air, etanol dan methanol. 3. Metode ekstraksiBanyak metode ekstraksi yang dapat dilakukan diantaranya maserasi, sonikasi, perlokasi, infusion, dekokta dan soxhlet. a. Maserasi Merupakan proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada suhu kamar . Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komonen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin. Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai pada temperatur kamar , terlindung dari cahaya. Cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.b. PerkolasiMerupakan estraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) umumnya dilakukan pada suhu kamar. Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan jalan melewatkan pelarut yang sesuai secara lambat pada simplisia dalam suatu percolator. Tujuan perkolasi adalah agar zat berkhasiat tertarik seluruhnya dan biasanya dilakukan untuk zat berkhasiat yang tahan ataupun tidak tahan pemanasan. c. SoxhletEkstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ektraksi kontiniu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Prinsipnya yaitu ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik. d. Digesti Maserasi kinetik (dengan pengadukan kontiniu) pada temperatur yang lebih tinggi dari suhu kamar Secara umum dilakukan pada suhu 40-50 C e. InfusEkstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (benjana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98 C) selama waktu tertentu (15-20 menit).f. Dekok Infus pada waktu yang lebih lama dan (>30 C) dan temperatur sampai titik didih air.g. Destilasi uap Ekstraksi senyawa dengan kandungan yang mudah menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial. Digunakan pada campuran senyawa-senyawa yang memiliki titik didih mencapai 200 C atau lebih. Dapat menguapkan senyawa-senyawa ini dengan suhu mendekati 100 C dalam tekanan atmosfer dengan menggunakan uap atau air mendidih (Tiwari et al, 2011).Namun dari beberapa penelitian mengenai daun jambu biji banyak menggunakan metode maserasi. Pemilihan metode ekstraksi ini tentu di sesuaikan dengan sifat dari zat aktif itu sendiri, baik dari sifat kelarutannya dan sifat tahan panasnya. 4. FraksinasiFraksi merupakan bagian, jika dilakukan fraksinasi maka akan diperoleh bagian-bagian yang terpisah dari ekstrak atas dasar polaritasnya. Fraksinasi dilakukan untuk mendapatkan jumlah senyawa yang lebih sedikit macamnya. Salah satu metode fraksinasi yang sering dilakukan dengan penambahan pelarut yang tidak campur. Pemisahan ini dilakukan di dalam corong pisah, sehingga diperoleh dua buah fraksi yang berbeda polaritasnya. Fraksinasi juga bisa dilakukan dengan cara mendekantir ekstrak (dilarutkan kemudian pelarut dituang, endapan tetap ditahan), jika pelarut yang akan ditambah dicampur (Arya et al, 2012).Langkah fraksinasi yaitu dengan cara seperti pada Tabel dibawah Gambar 5. Skema fraksinasi daun jambu biji (Arya et al, 2012)Kemudian dari keempat ekstrak di atas yaitu ekstrak PE, ekstrak kloroform, ekstrak etanolik dan ekstrak air. Keempat ekstrak ini kemudian diuji KLT dengan cara mentotolkannya pada lempeng KLT dan dielusi menggunakan pelarut yang tepat.

5. Skrining fitokimia Skrining fitokimi dilakukan untuk mendeteksi senaywa yang terdapat dalam tanaman, diantarnya yaitu flavonoid, tannin, fenol, steroid, saponin, glikosida, antrakuinon, alkaloid, diterpen, protein dan asam amino, dan lain-lain.a. Uji alkaloid. Uji Alkaloid dilakukan dengan metode Mayer,Wagner dan Dragendorff. Sampel sebanyak 3 mL diletakkan dalam cawan porselin kemudian ditambahkan 5 mL HCl 2 M , diaduk dan kemudian didinginkan pada temperatur ruangan. Setelah sampel dingin ditambahkan 0,5 g NaCl lalu diaduk dan disaring. Filtrat yang diperoleh ditambahkan HCl 2 M sebanyak 3 tetes , kemudian dipisahkan menjadi 4 bagian A, B, C, D. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B ditambah pereaksi Mayer, filtrat C ditambah pereaksi Wagner, sedangkan filtrat D digunakan untuk uji penegasan. Apabila terbentuk endapan pada penambahan pereaksi Mayer dan Wagner maka identifikasi menunjukkan adanya alkaloid. Uji penegasan dilakukan dengan menambahkan amonia 25% pada filtrat D hingga PH 8-9. Kemudian ditambahkan kloroform, dan diuapkan diatas waterbath. Selanjutnya ditambahkan HCl 2M, diaduk dan disaring. Filtratnya dibagi menjadi 3 bagian. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B diuji dengan pereaksi Mayer, sedangkan filtrat C diuji dengan pereaksi Dragendorff. Terbentuknya endapan menunjukkan adanya alkaloid.b. Uji tanin dan polifenol. Sebanyak 3 mL sampel diekstraksi akuades panas kemudian didinginkan. Setelah itu ditambahkan 5 tetes NaCl 10% dan disaring. Filtrat dibagi 3 bagian A, B, dan C. Filtrat A digunakan sebagai blangko, ke dalam filtrat B ditambahkan 3 tetes pereaksi FeCl3, dan ke dalam filtrat C ditambah garam gelatin. Kemudian diamati perubahan yang terjadi.

c. Uji saponin. Uji Saponin dilakukan dengan metode Forth yaitu dengan cara memasukkan 2 mL sampel kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 10 mL akuades lalu dikocok selama 30 detik, diamati perubahan yang terjadi. Apabila terbentuk busa yang mantap (tidak hilang selama 30 detik) maka identifikasi menunjukkan adanya saponin. Uji penegasan saponin dilakukan dengan menguapkan sampel sampai kering kemudian mencucinya dengan heksana sampai filtrat jernih. Residu yang tertinggal ditambahkan kloroform, diaduk 5 menit, kemudian ditambahkan Na2SO4 anhidrat dan disaring. Filtrat dibagi menjadi menjadi 2 bagian, A dan B. Filtrat A sebagai blangko, filtrate B ditetesi anhidrat asetat, diaduk perlahan, kemudian ditambah H2SO4 pekat dan diaduk kembali. Terbentuknya cincin merah sampai coklat menunjukkan adanya saponin.d. Uji Triterpenoid dan Steroid Uji triterpenoid dan steroid dilakukan menurut Briggs (Sangi et al., 2008). Sampel biji buah alpukat halus sebanyak 50-100 mg ditambahkan asam asetat glasial sampai semua sampel terendam, dibiarkan selama 15 menit kemudian 6 tetes larutan dipindahkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2-3 tetes asam sulfat pekat. Adanya triterpenoid ditunjukkan dengan terjadinya warna merah, jingga atau ungu, sedangkan steroida ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru.e. Uji Kardenolin dan bufadienol Uji Kardenolin dan Bufadienol menggunakan 3 metode yaitu metode Keller Killiani, metode Liebeman-Burchard dan metode Kedde.(i) Metode Keller-Killiani yaitu dengan menguapkan 2 mL sampel, dan mencucinya dengan heksana sampai heksana jernih. Residu yang tertinggal dipanaskan diatas penangas air kemudian ditambahkan 3 mL pereaksi FeCl3 dan 1 mL H2SO4 pekat. Jika terlihat cincin merah bata menjadi biru atau ungu maka identifikasi menunjukkan adanya kardenolin dan bufadienol.(ii) Metode Lieberman-Burchard yaitu dengan cara menguapkan sampel sampai kering. Kemudian ditambahkan kedalamnya 10 mL heksana, diaduk selama beberapa menit lalu biarkan. Selanjutnya diuapkan diatas penangas air dan ditambahkan 0,1 g Na2S04 anhidrat lalu diaduk. Larutan disaring sehingga diperoleh filtrat. Kemudian filtrat dipisahkan menjadi 2 bagian, A dan B. Filtrat A sebagai blangko dan filtrat B ditambahkan 3 tetes pereaksi asam asetat glasial dan H2SO4, senyawa kardenolin dan bufadienol akan menunjukkan warna merah sampai ungu.(iii) Metode Kedde yaitu dengan cara menguapkan sampel sampai kering kemudian menambahkan 2 mL kloroform, lalu dikocok dan disaring. Filtrat dibagi menjadi 2 bagian, A dan B. Filtrat A sebagai blangko, dan filtrat B ditambah 4 tetes reagen Kedde. Senyawa kardenolin dan bufadienol akan menunjukkan warna ungu.f. Uji flavonoid. Sebanyak 3 mL sampel diuapkan, dicuci dengan heksana sampai jernih. Residu dilarutkan dalam 20 mL etanol kemudian disaring. Filtrat dibagi 4 bagian A, B, dan C. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B ditambahkan 0,5 mL HCl pekat kemudian dipanaskan pada penangas air, jika terjadi perubahan warna merah tua sampai ungu menunjukkan hasil yang positif (metode Bate Smith-Metchalf). Filtrat C ditambahkan 0,5 mL HCl dan logam Mg kemudian diamati perubahan warna yang terjadi (metode Wilstater). Warna merah sampai jingga diberikan oleh senyawa flavon, warna merah tua diberikan oleh flavonol atau flavonon, warna hijau sampai biru diberikan oleh aglikon atau glikosida. Filtrat D digunakan untuk uji KLT.

g. Uji antrakuinon. Uji antrakuinon dilakukan dengan uji Brontrager dan uji Brontrager termodifikasi. Uji Brontrager dilakukan dengan cara melarutkan 2 mL sampel dengan 10 mL akuades kemudian disaring, filtrat diekstrak dengan 5 mL benzena. Hasil ekstrak dibagi menjadi 2 bagian, A dan B. Filrat A digunakan sebagai blangko dan filtrate B ditambahkan 5 mL ammonia kemudian dikocok, bila terdapat warna merah berarti hasil positif. Uji Brontrager termodifikasi dilakukan dengan melarutkan 2 mL sampel dengan 10 mL 0,5 N KOH dan 1 mL larutan hidrogen peroksida. Kemudian dipanaskan pada waterbath selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Pada filtratnya ditambahkan asam asetat bertetes-tetes sampai pada kertas lakmus menunjukkan asam. Selanjutnya diekstrak dengan 5 mL benzena. Hasil ekstrak dibagi menjadi 2 bagian, A dan B. Larutan A digunakan sebagai blangko, sedangkan larutan B dibuat basa dengan 2-5 mL larutan amonia. Perubahan warna pada lapisan basa diamati. Warna merah atau merah muda menunjukkan adanya antrakuinon (Marliana et al, 2005).Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arya et al (2012), didapatkan hasil skrining fitokimia dari daun jambu biji yang terdapat dalam table dibawah ini :

Tabel 2. Skrining fitokimia ekstrak daun jambu biji

6. Uji aktivitas1. Tes antimikrobialTes antimikroba/skrining ekstrak diuji dengan menggunakan metode lubang bor streak plate . itu organisme ditumbuhkan dalam agar nutrien dan ekstrak tanaman dengan konsentrasi mulai dari 1,0 % menjadi 10,0 % ( b / v ) dengan air suling steril digunakan untuk analisis antimikroba. Sebuah lingkaran inokulasi steril digunakan untuk mencoret organisme di permukaan medium. Konsentrasi yang berbeda dari ekstrak tumbuhan yang diresapi ke dalam sumur menggunakan pipet steril . Pelat diinkubasi selama 24 jam dan zona inhibisi sekitar sumur yang diukur .2. Tes Anti diareEnam kelompok ( AF ) tikus albino yang digunakan ( n = 8 masing-masing ) . Diare diinduksi secara oral dalam setiap tikus menggunakan minyak jarak ( 1ml/kg.b.wt . ) , Kecuali untuk kelompok kontrol ( F ) . Setelah satu jam dari pengolahan minyak jarak, dua dosis yang berbeda dari tanaman ekstrak ( 40mg dan 80mg/kg berat badan ) yang diberikan secara oral kelompok B dan C masing-masing. Grup A menerima saline normal saat Loperamide ( 10mg/kg berat badan . ) dan gum akasia ( 2 % b / v ) yang diberikan kepada kelompok D dan E masing-masing , dan F tidak diobati . Hewan-hewan itu tinggal di kandang logam individu dilapisi dengan kertas penyerap non putih. Output feses dinilai dengan mengumpulkan bahan tinja selama 8 jam setelah obat administrasi , dikeringkan pada 50oC selama 2 jam kemudian ditimbang .

Gambar 6. Rumus perhitungan tes anti diare (Ezekwesili et al, 2010)3. Uji Gastrointestinal MotilitasTiga kelompok tikus albino , G I digunakan untuk percobaan ( n = 6 masing-masing ) . Hewan-hewan yang kelaparan selama 24 jam sebelum percobaan . Grup G menerima 80mg/kg) ekstrak secara oral , kelompok H menerima 10mg/kg b . wt . dari loperamide sementara kelompok I yang menerima saline normal ( berat badan 5mls/kg ) sebagai kontrol. Setelah 5 menit dari pemberian obat 0,5 ml. Suspensi arang 5,0% dalam larutan air 10,0 % bubuk tragacanth diberikan secara oral untuk masing-masing hewan . Hewan-hewan yang dikorbankan 30 menit kemudian , perut mereka terbuka dan jarak yang ditempuh oleh plug arang , dari pilorus ke sekum diukur (Ezekwesili et al, 2010).7. IsolasiIsolasi dilakukan untuk mempeoleh isolate. Isolat diharapkan dalam bentuk tunggal. Proses isolasi merupakan pemisahan senyawa dari suatu fraksi atau ekstrak. Metode isolasi yang bisa dilakukan dengan cara kromatografi preparative. Kromatografi ini bisa dengan kromatografi lapis tipis maupun kromatografi kolom.Kromatografi lapis tipis preparatif menggunakan plat kaca berukuran 20 x 20 cm dengan fase diam silika gel PF254 yang telah diaktifkan dengan memanaskan selama satu jam pada suhu 1100C. Fraksi aktif yang telah dilarutkan pada pelarut yang telah dipilih ditotolkan memanjang membentuk pita pada plat kaca dan dielusi dengan fase gerak yang telah dipilih. Plat kaca dikeringkan dan diamati dengan sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Pengambilan senyawa hasil KLT preparatif dengan cara dikerik dan hasilnya dilarutkan dalam pelarut untuk kemudian di lanjutkan untuk tahap berikutnya. Analisis kromatografi lapis tipis (KLT) sebagai berikut.a. Uji alkaloid.Filtrat D pada skrining fitokimia ditambah amonia 25% hingga PH 8-9. Kemudian ditambahkan kloroform, dan dipekatkan diatas waterbath. Fase kloroform ditotolkan pada plat silika gel G60. Elusi dilakukan dengan metanol : NH4OH pekat = 200 : 3. Plat dikeringkan dan diamati pada cahaya tampak, UV 254 nm dan 366 nm. Kemudian plat disemprot dengan pereaksi Dragendorff, dikeringkan dan diamati pada cahaya tampak, UV 254 nm dan 366 nm.b. Uji saponin. Sampel ditambah dengan HCl 2M, diaduk, direfluks 6 jam diatas waterbath, kemudian didinginkan. Setelah itu dinetralkan dengan amonia, diuapkan diatas waterbath, ditambah n-heksana kemudian disaring. Filtratnya kemudian diuapkan diatas waterbath, ditambah 5 tetes kloroform, dan ditotolkan pada plat silika gel G60. Elusi dilakukan dengan kloroform : aseton = 4 : 1. Plat dikeringkan dan diamati pada cahaya tampak, UV 254 nm dan 366 nm. Kemudian plat disemprot dengan SbCl3 dioven pada suhu 110 C selama 10 menit, dan diamati pada cahaya tampak, UV 254 nm dan 366 nm.c. Uji kardenolin/bufadienol. Sampel ditotolkan pada plat silika gel G60. Dielusi menggunakan CHCl3 : MeOH = 1:1. Plat dikeringkan dan diamati pada cahaya tampak, UV 254 nm dan 366 nm. Selanjutnya disemprot dengan pereaksi kedde, dikeringkan di udara, dan diamati pada cahaya tampak, UV 254 nm dan 366 nm. Noda biru sampai ungu mengindikasikan adanya lakton tak jenuh.d. Uji flavonoid. Filtrat C pada skrining fitokimia ditotolkan pada plat silika gel G60. Dielusi dengan butanol : asam asetat : air = 3:1:1, kemudian dikeringkan dan diamati pada cahaya tampak, UV 254 nm dan 366 nm. Selanjutnya plat disemprot dengan amonia, dikeringkan dan diamati kembali pada cahaya tampak, UV 254 nm dan 366 nm (Marliana et al, 2005).Penetapan KadarUntuk mengukur kadar zat aktif dari sampel dilakukan dengan membuat kurva kalibrasi dengan melakukan penotolan sampel dan standar pada berbagai konsentrasi. Kemudian dielusi pada fase gerak yang sesuai, lempeng dikeringkan dan bercak hasil eluasi discanning densitometri pada panjang gelombang yang sesuai ( Tiwari et al, 2011).

C. KAPITA SELEKTAKasus : Seorang Apoteker sering melihat penggunaan daun biji sebagai antidiare. Ingin memproduksi sediaan jambu biji dalam sediaan farmasetis. Ingin memastikan peluang pasar untuk produksi yang akan dibuat. Informasi yang diketahui produk yang sama sudah banyak beredar. Bagaimana cara analisis dan upayanya? Permasalahan yang terjadi :1. Syarat pendirian usaha obat tradisional2. Izin edar obat tradisional3. Strategi Pemasaran4. Analisis SWOTSyarat-syarat pendirian usaha obat tradisional :Permenkes RI no.006 tahun 2012 tentang industri dan usaha obat tradisional Izin pendirianPermenkes RI no.006 tahun 2012 BAB III bagian ketiga tentang izin pendirian industri dan usaha obat tradisional Pesyaratan BangunanPermenkes RI no.006 tahun 2012 BAB II pasal 5 tentang persyaratan bangunan pendirian indutri dan usaha obat tradisional Permenkes RI No.007 tahun 2012 tentang registrasi obat tradisional Izin Edar Permenkes RI No.007 tahun 2012 Bab II tentang Izin Edar Izin Edar Permenkes RI No.007 tahun 2012 Bab IV tentang Tata cara registrasiStrategi pemasaran yang dilakukan supaya produk yang kita produksi lebih unggul dibanding produk yang sudah ada dipasaran antara lain : Harga terjangkau Teknik promosi (iklan dan promosi langsung Tampilan kemasan primer dan sekunder dibuat semenarik mungkin. Analisis competitor dengan SWOTStudi Kelayakan IOT Kekuatan (S)- Modal besar - SDM kompeten Kelemahan (w) Manajemen perusahaan yang belum berpengalaman Teknologi yang sederhana Produk baru belum dikenal masyarakat Peluang (O)- Daya beli konsumen yang tinggi - Jumlah penduduk Indonesia yang besar - Kecenderungan masyarakat menengah ke atas untuk back to nature- Bahan baku yang melimpah - prevalensi penyakit diare yang tinggi Ancaman (T)Ada produk yang sama yang sudah beredar di pasaran S-O Meningkatnya tingkat kebutuhan/konsumsi obat di masyarakat, maka diharapkan untuk dapat menciptakan produk obat baru yang lebih inovatif yang disesuaikan dengan kebutuhan atau konsumsi masyarakat saat ini dengan harga yang relatif terjangkau S-T Menciptakan produk baru yang lebih unik dan inovatif daripada produk kompetitor. Membangun pabrik didaerah yang memiliki tingkat penjualan obat paling banyak Membuat kode khusus terhadap produk keluaran untuk menghindari pemalsuan produk Memanfaatkan bahan baku yang berasal dari dalam negri untuk menghindari kerugian W-O Melakukan pemilihan tenaga gerja yang kurang diperlukan Memberikan pelatihan yang memadai untuk mencapai kinerja yang maksimal Mengurangi beban operasional dan biaya pemasaran atau iklan yang berlebihan Memilih pemasok yang sesuai dan menguntungkan W-T Melakukan efisiensi biaya operasiona,biaya pemasaran,biaya pemasok dll,untuk menghindari tingginya harga jual produk yang akan berdampak pada tidak lakunya produk dipasaran.

DESAIN PRODUK

Nama produk : DiampetBentuk sediaan: obat herbal terstandarNama Produsen: PT gobal gabul farmaAlamat Produsen: Jl. Warungboto No 026, Umbulharjo, Yogyakarta No. Registrasi: TR 1435020141Kegunaan : Anti diareAturan pakai : 4x sehari 1 tablet kunyahCara pengunaan: kunyah tablet sampai hancur, kemudian minum segelas air putih

DAFTAR PUSTAKAAdnyana, KI., Yulinah E, Sigit JI, Fisheri N, Insanu M. 2004. Efek Ekstrak Daun Jambu Biji Daging Buah Putih Dan Jambu Biji Daging Buah Merah Sebagai Antidiare. Acta Pharmaceutica Indonesia. Vol XXIX. No. 1. Hal. 18-20.Anas Y , Fithria RF, Purnamasari YA, Ningsih KA, Noviantoro AG, Suharjono. 2010. Aktivitas Antidiare Ekstrak Etanol Daun Randu (Ceiba petandra L. Gaern.) Pada Mencit Jantan Galur Balb/C. Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim. Semarang.

Arya, V., Thakur, N. & Kashyap., 2012, Preliminary Phytochemical Analysis Of The Extracts Of Psidium Leaves, Journal Of Pharmacognosy And Phytochemistry, 1(1), 2278- 4136Choudhury, S., Sharan, L. & Sinha, M.P., 2012, Phytochemical And Antimicrobial Screening Of Psidium Guajava L. Leaf Extracts Against Clinically Important Gastrointestinal Pathogens, J. Nat. Prod. Plant Resour., 2012, 2 (4):524-529Ezekwesili, Nkemdili. & Okeke, 2010, Mechanism Of Antidiarrhoeal Effect Of Ethanolic Extract Of Psidium Guajava Leaves, Biokemistri , 22(2)Joseph, B. 2011. Review On Nutritional Medical and Pharmacological Properties of Guava (Psidium guajava linn.). International Journal of Pharma and Bio Sciences. Vol 2/Issue 1/Jan-Mar 2011.Marliana, S.D., Suryanti, V. & Suyono, 2005, Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol, Biofarmasi 3 (1): 26-31,1693-2242

Rahim N, Gomes DJ, Watanabe H, Rahman SR, Chomvarin C, Endtz HP, Alam M. 2010. Antibacterial Activity of Psidium guajava Leaf and Bark against Multidrug-Resistant Vibrio cholerae: Implication for Cholera Control. Jpn. J. Infect. Dis., 63, 271-274.

Syofyan, Lucida, Henry, Bakhtiar, Amri, 2008, Peningkatan Kelarutan Kuersetin, Melalui Pembentukan Kompleks Inklusi Dengan - Siklodekstrin. Jurnal Sains Teknologi Farmasi, 13 (2). ISSN 1410 0177Tiwari, P.,Kumar, B., Kaur, M., Kaur, G. & Kaur, H., 2011, Phytochemical Screening And Extraction: A Review, Internationale Pharmaceutica Sciencia, 1(1)Yuliani, Sri.,Laba U., Eni, H., 2001, Kadar Tanin dan Kuersetin Tiga Tipe Daun Jambu Biji (Psisium guajava), Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor